Littérature scientifique sur le sujet « Koinfekcia »

Créez une référence correcte selon les styles APA, MLA, Chicago, Harvard et plusieurs autres

Choisissez une source :

Consultez les listes thématiques d’articles de revues, de livres, de thèses, de rapports de conférences et d’autres sources académiques sur le sujet « Koinfekcia ».

À côté de chaque source dans la liste de références il y a un bouton « Ajouter à la bibliographie ». Cliquez sur ce bouton, et nous générerons automatiquement la référence bibliographique pour la source choisie selon votre style de citation préféré : APA, MLA, Harvard, Vancouver, Chicago, etc.

Vous pouvez aussi télécharger le texte intégral de la publication scolaire au format pdf et consulter son résumé en ligne lorsque ces informations sont inclues dans les métadonnées.

Articles de revues sur le sujet "Koinfekcia"

1

Nyoko, Yuneti Octavianus, I. Wayan Gede Artawan Eka Putra et Anak Agung Sagung Sawitri. « Hubungan Karakteristik Demografi, Klinis dan Faktor Risiko Terinfeksi HIV dengan Koinfeksi HIV/TB di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Denpasar ». Public Health and Preventive Medicine Archive 2, no 2 (1 décembre 2014) : 95. http://dx.doi.org/10.15562/phpma.v2i2.131.

Texte intégral
Résumé :
Latar belakang dan tujuan: Infeksi HIV meningkatkan risiko terserang penyakit tuberkulosis (TB) dan sebaliknya infeksi TB meningkatkan progresifitas HIV. Di Bali, koinfeksi TB pada pasien HIV/AIDS mengalami peningkatan dari 26% di tahun 2012 menjadi 30% di tahun 2013. Penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan terjadinya koinfeksi HIV/TB masih terbatas di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik demografi, klinis dan faktor risiko terinfeksi HIV dengan koinfeksi HIV/TB di Klinik Amertha Yayasan Kerti Praja Bali. Metode: Disain penelitian adalah cross-sectional menggunakan data sekunder pasien HIV/AIDS yang menerima terapi antiretroviral (ARV) tahun 2002-2012. Variabel bebas adalah karakteristik demografi: jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, status bekerja, keberadaan pengawas minum obat; variabel klinis: kadar hemoglobin, berat badan, kadar CD4; dan faktor risiko terinfeksi HIV. Status koinfeksi HIV/TB sebagai variabel tergantung. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat (chi-square) dan multivariat (cox regression).Hasil: Dari 531 pasien yang dianalisis sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (57,6%) serta berumur ≥31 tahun (50,8%). Kejadian koinfeksi HIV/TB dijumpai pada 5,5% pasien. Analisis multivariat menunjukkan variabel yang secara independent berhubungan terhadap terjadinya koinfeksi HIV/TB adalah kadar CD4 awal ≤200 cell/mm3 (PR=10,34; 95%CI: 1,39-76,69; p=0,022) dan faktor risiko terinfeksi HIV melalui IDU (PR=3,27; 95%CI:1,56-6,88;p=0,002). Simpulan: Pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 ≤200 cell/mm3 dan terinfeksi HIV melalui IDU berhubungan dengan koinfeksi HIV/TB.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
2

Janocha-Litwin, Justyna, Anna Szymanek-Pasternak et Krzysztof Simon. « Coinfection HCV /HIV – current HCV therapeutic options ». Forum Zakażeń 5, no 1 (29 avril 2014) : 43–47. http://dx.doi.org/10.15374/fz2014001.

Texte intégral
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
3

Mariana, Nina, Siti Maemun et Adria Rusli. « Profil Pasien Kandidiasis Oral dengan Koinfeksi Tuberkulosis-HIV di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Prof. Dr. Sulianti Saroso ». Indonesian Journal of Infectious Diseases 3, no 1 (5 novembre 2017) : 8. http://dx.doi.org/10.32667/ijid.v3i1.27.

Texte intégral
Résumé :
AbstrakLatar belakang: Kandidiasis oral banyak dijumpai pada pasien koinfeksi Tuberkulosis-Human Immunodefiency Virus (TB-HIV) dan meningkatkan morbiditasnya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui profil pasien kandidiasis oral pada pasien koinfeksi TB-HIV di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso.Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif potong lintang. Data penelitian didapatkan dari status rekam medik pasien kandidiasis oral dengan koinfeksi TB-HIV pada periode Januari 2011 hingga Mei 2014 di RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien koinfeksi TB-HIV yang belum mendapat ARV (naive ARV) tetapi telah mendapat OAT yang yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 68 pasien.Hasil: Dari 62 pasien kandidiasis oral dengan koinfeksi TB-HIV yang belum mendapat terapi antiretroviral (ARV) didapat terbanyak laki-laki sekitar 74,6 %, usia produktif kurang dari 40 tahun (82,3%) dan pada stadium III sebesar 61,3 %, stadium IV sebesar 38,7 %. Hasil hitung CD4 terbanyak kurang dari 200 sel/μ. Rata-rata pasien menderita TB paru sebesar 72,6 %.Kesimpulan: Profil pasien kandidiasis oral dengan TB-HIV ditemukan terbanyak pada laki-laki dengan usia produktif pada stadium III dan IV, serta hasil hitung sel CD4 terbanyak kurang dari 200sel/μ.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
4

Shofia, Lailatis, Bagus Hermansyah, Enny Suswati, Dini Agustina, Diana Chusna Mufida et Muhammad Ali Shodikin. « Hubungan antara Higiene Perorangan dan Kejadian Koinfeksi Cacingan pada Penderita Tuberkulosis ». Sriwijaya Journal of Medicine 4, no 1 (7 mars 2021) : 55–60. http://dx.doi.org/10.32539/sjm.v4i1.153.

Texte intégral
Résumé :
Tuberkulosis (TB) dan cacingan merupakan penyakit infeksi dengan jumlah penderita yang banyak di Indonesia. Tingginya prevalensi cacingan di Indonesia memungkinkan terjadinya koinfeksi STH pada pasien TB paru yang menyebabkan imunitas anti M. tuberculosis menurun sehingga respon terhadap pengobatan tuberkulosis menjadi tidak maksimal. Cacingan salah satunya dipengaruhi oleh higiene perorangan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara higiene perorangan dan kejadian koinfeksi cacingan pada penderita TB di Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan desain analitik cross sectional. Populasi yang digunakan adalah pasien TB di Kecamatan Tempurejo dalam periode waktu September – Oktober 2019. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa hasil wawancara dan hasil pemeriksaan feses. Pemeriksaan feses dilakukan menggunakan metode sedimentasi dan floatasi. Analisis data dilakukan menggunakan uji Fisher. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kejadian koinfeksi cacingan pada pasien TB di Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember sebesar 9,67% dan disebabkan oleh dua spesies STH yaitu A. lumbricoides (66,7%) dan Hookworm (33,3%). Higiene perorangan responden terdiri atas higiene baik (64,5%) dan higiene buruk (35,5%), dimana 66,7% kejadian koinfeksi cacingan terjadi pada responden dengan higiene perorangan buruk. Hasil uji Fisher menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara higiene perorangan dengan kejadian koinfeksi cacingan pada pasien TB di Kecamatan Tempurejo Kabupaten Jember (p-value sebesar 0,281).
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
5

Kurniawati, Sri Agustini, Teguh H. Karjadi et Rino A. Gani. « Faktor - Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Hepatitis C pada Pasangan Seksual Pasien Koinfeksi Human Immunodeficiency Virus dan Virus Hepatitis C ». Jurnal Penyakit Dalam Indonesia 2, no 3 (31 janvier 2017) : 133. http://dx.doi.org/10.7454/jpdi.v2i3.78.

Texte intégral
Résumé :
Pendahuluan. Pencegahan transmisi hepatitis C pada pasangan seksual pasien koinfeksi HIV/HCV merupakan upaya penatalaksanaan hepatitis C. Namun demikian, belum ada data prevalensi hepatitis C dan faktor yang berhubungan dengan transmisi hepatitis C pada pasangan seksual pasien koinfeksi HIV/HCV di Indonesia, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memperoleh data tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi hepatitis C dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian hepatitis C pada pasangan seksual pasien koinfeksi HIV/HCV.Metode. Studi potong lintang pada pasangan heteroseksual pasien koinfeksi HIV/HCV yang berobat di Pokdisus RSCM. Faktor yang diteliti meliputi penggunaan narkotika suntik, transfusi darah, status HIV, penggunaan kondom, jumlah hubungan seksual, jumlah pasangan seksual, tipe hubungan seksual dan hitung CD4+ pasien koinfeksi HIV/HCV. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara secara terpisah dan pemeriksaan darah antiHCV total dan antiHIV. Analisis statistik dilakukan dengan uji chi-square dan Fisher dan regresi logistik menggunakan program SPSS.Hasil. Selama periode Mei-Agustus 2008, diperoleh 119 subyek penelitian pada rentang usia 19-39 tahun (median 26 tahun) dan 95,8% diantaranya berjenis kelamin perempuan. Didapatkan prevalensi hepatitis C sebesar 10,1%. Hasil analisis bivariat kelompok subyek nonpengguna narkotika suntik didapatkan status HIV reaktif dan hubungan seksual nonvaginal berhubungan dengan kejadian hepatitis C. Pada hasil analisis multivariat didapatkan hanya tipe hubungan nonvaginal yang berhubungan dengan kejadian hepatitis C (adjusted RP 8,051; IK95% 1,215-53,353).Simpulan. Prevalensi hepatitis C pada pasangan seksual pasien koinfeksi HIV/HCV sebesar 10,1%. Tipe hubungan nonvaginal dan status antiHIV positif dapat meningkatkan risiko terjadinya kejadian hepatitis C sebesar 8 kali. Dibutuhkan studi lanjutan dengan sampel yang lebih besar dan desain yang lebih baik untuk menentukan transmisi seksual hepatitis C.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
6

Yusra, Elisda, Efrida Efrida et Elmatris Sy. « Hubungan Karakteristik Klinis dengan Pemulihan Respons Imun Penderita HIV-1 yang Mendapat Terapi Antiretroviral di RSUP Dr. M. Djamil Padang ». Jurnal Kesehatan Andalas 7, no 3 (10 décembre 2018) : 436. http://dx.doi.org/10.25077/jka.v7.i3.p436-442.2018.

Texte intégral
Résumé :
Beberapa faktor telah diteliti berhubungan dengan pemulihan respons imun penderita HIV, diantaranya faktor demografi, faktor klinis, dan faktor pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki hubungan karakteristik klinis dengan pemulihan respons imun penderita HIV-1 yang mendapat terapi antiretroviral di RSUP Dr. M. Djamil. Ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional dengan metode purposive sampling. Pemulihan respons imun dinilai dari jumlah sel T CD4 setelah ≥1 tahun terapi antiretroviral. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien HIV yang berobat di Poliklinik Voluntary Conseling and Testing (VCT) RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2010-2016. Besar sampel adalah sebanyak 70 penderita HIV. Hasil penelitian ini mendapatkan 40 subjek penelitian berada pada stadium III 85,9% dan stadium IV 71,4% tidak mengalami pemulihan respons imun. Riwayat koinfeksi lain sebanyak 68,6% tidak mengalami pemulihan respons imundiantaranya 13 subjek penelitian yang memiliki riwayat koinfeksi lain, 11 (84,6%) tidak terjadi pemulihan respons imun. Sebanyak 57 subjek penelitian yang tidak memiliki riwayat koinfeksi lain, sebanyak (64,9%) juga tidak terjadi pemulihan respons imun. Hasil uji Chi-Square didapatkan stadium klinis saat terdiagnosis (p=0,002), faktor risiko penularan (p=0,036), dan koinfeksi lain (p=0,204). Simpulan penelitian ini bahwa faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan pemulihan respons imun penderita HIV adalah stadium klinis saat terdiagnosis dan faktor risiko penularan, sedangkan yang tidak berhubungan adalah riwayat koinfeksi lain.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
7

Yusra, Elisda, Efrida Efrida et Elmatris Sy. « Hubungan Karakteristik Klinis dengan Pemulihan Respons Imun Penderita HIV-1 yang Mendapat Terapi Antiretroviral di RSUP Dr. M. Djamil Padang ». Jurnal Kesehatan Andalas 7, no 3 (10 décembre 2018) : 436. http://dx.doi.org/10.25077/jka.v7i3.899.

Texte intégral
Résumé :
Beberapa faktor telah diteliti berhubungan dengan pemulihan respons imun penderita HIV, diantaranya faktor demografi, faktor klinis, dan faktor pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki hubungan karakteristik klinis dengan pemulihan respons imun penderita HIV-1 yang mendapat terapi antiretroviral di RSUP Dr. M. Djamil. Ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain cross sectional dengan metode purposive sampling. Pemulihan respons imun dinilai dari jumlah sel T CD4 setelah ≥1 tahun terapi antiretroviral. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien HIV yang berobat di Poliklinik Voluntary Conseling and Testing (VCT) RSUP Dr. M. Djamil Padang periode 2010-2016. Besar sampel adalah sebanyak 70 penderita HIV. Hasil penelitian ini mendapatkan 40 subjek penelitian berada pada stadium III 85,9% dan stadium IV 71,4% tidak mengalami pemulihan respons imun. Riwayat koinfeksi lain sebanyak 68,6% tidak mengalami pemulihan respons imundiantaranya 13 subjek penelitian yang memiliki riwayat koinfeksi lain, 11 (84,6%) tidak terjadi pemulihan respons imun. Sebanyak 57 subjek penelitian yang tidak memiliki riwayat koinfeksi lain, sebanyak (64,9%) juga tidak terjadi pemulihan respons imun. Hasil uji Chi-Square didapatkan stadium klinis saat terdiagnosis (p=0,002), faktor risiko penularan (p=0,036), dan koinfeksi lain (p=0,204). Simpulan penelitian ini bahwa faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan pemulihan respons imun penderita HIV adalah stadium klinis saat terdiagnosis dan faktor risiko penularan, sedangkan yang tidak berhubungan adalah riwayat koinfeksi lain.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
8

Trasia, Reqgi First. « Covid-19 dan Koinfeksi Penyakit Parasit ». Medica Hospitalia : Journal of Clinical Medicine 7, no 1A (28 août 2020) : 298–303. http://dx.doi.org/10.36408/mhjcm.v7i1a.471.

Texte intégral
Résumé :
LATAR BELAKANG: Kondisi pandemi, kasus Covid-19 semakin meningkat, manifestasi klinis seperti demam, batuk, diare, muntah, sakit kepala, mialgia dan kelelahan, mungkin sulit untuk membedakan COVID-19 dari spektrum penyakit dengan manifestasi serupa, seperti malaria dan cacingan, terutama di daerah endemik. Di Indonesia belum ada artikel yang membahas Covid-19 dengan koinfeksi malaria dan cacing. TUJUAN: Tujuan penulisan ini adalah menelaah dampak klinis infeksi Covid-19 dengan komorbid infeksi parasit yaitu malaria dan kecacingan. METODE: Penelusuran kepustakaan 154 jurnal, terdapat 4 jurnal yang relevan. DISKUSI: Manifestasi klinis malaria yang parah terjadi karena respon proinflamasi yang meningkat, hal yang sama terjadi dalam banyak kasus COVID-19. Koinfeksi Malaria dan COVID-19 dapat menyebabkan respons pro-inflamasi yang berlebihan, manifestasi klinis lebih parah dan prognosis buruk. Berdasarkan imunopatogenitas dari infeksi cacing di daerah endemis, dikhawatirkan hal tersebut akan meningkatkan keparahan gejala Covid-19 pada pasien dengan koinfeksi cacing. KESIMPULAN: Pada kasus Covid-19 yang diikuti dengan koinfeksi malaria menunjukkan keparahan manifestasi klinis akibat peningkatan respon inflamasi. Diduga bahwa respon imun hospes terhadap cacing akan memberikan dampak klinis yang lebih berat pada kasus Covid-19. Kata kunci: Covid-19, koinfeksi, malaria, cacingan, penyakit parasit BACKGROUND: The condition of the Covid-19 pandemic where the number of cases is increasing. Clinical manifestations such as fever, cough, diarrhea, vomiting, headache, myalgia and fatigue, it may be difficult to distinguish COVID-19 from the spectrum of diseases with similar manifestations, such as malaria and intestinal worms, especially in endemic areas. Indonesia there are no articles discussing Covid-19 with malaria and worm coinfection. OBJECTIVE: The purpose this article is to review the clinical impact of Covid-19 infection with comorbid parasitic infections, in this case malaria and worms. METHOD: Search the literature of 154 journals, there are 4 journals that are relevant DISCUSSION: The severe manifestations of malaria occur because of an increased proinflammatory response, the same thing happens in many cases of COVID-19. Malaria coinfection and COVID-19 can then cause excessive pro-inflammatory responses, severe manifestations and a poor prognosis. In addition, based on immunopathogenicity from worm infections in endemic areas, it is feared that this will increase the severity of Covid-19 symptoms in patients with worm co-infection. CONCLUSION: In the case of Covid-19 followed by co-infection with malaria, it shows the severity of clinical manifestations due to increased inflammatory response. Tobe assumed that the host's immune response to worms will have a more severe clinical impact in the Covid-19 case. Keywords: Covid-19, coinfection, malaria, intestinal worms, parasitic diseases
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
9

Pónyai, Katinka, Zsolt Kelemen, Éva Nemes-Nikodém, Eszter Ostorházi, Lászlóné Vörös, Ferenc Rozgonyi, Péter Nyirády, Viktória Várkonyi, Sarolta Kárpáti et Márta Marschalkó. « Paraffinoma of the penis – STD coinfections analysis ». Bőrgyógyászati és Venerológiai Szemle 89, no 2 (29 avril 2013) : 39–45. http://dx.doi.org/10.7188/bvsz.2013.89.2.1.

Texte intégral
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
10

Arief Dafitri, Ibnu, Irvan Medison et Dessy Mizarti. « Laporan Kasus TB paru koinfeksi HIV/AIDS ». YARSI Medical Journal 28, no 2 (13 août 2020) : 021–31. http://dx.doi.org/10.33476/jky.v28i2.1420.

Texte intégral
Résumé :
TB paru merupakan penyakit infeksi yang sering dijumpai di Indonesia. TB paru masih menjadi permasalahan kesehatan di dunia, dengan harapan di tahun 2030 kasus TB paru dapat dieradikasi secara tuntas. Bersamaan dengan kasus TB paru yang belum tuntas, infeksi HIV/AIDS masih cukup tinggi di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Infeksi HIV/AIDS dapat memperberat kondisi klinis pasien TB paru itu sendiri. Mendiagnosis kasus TB paru pada pasien dengan HIV/AIDS pada prinsipnya tidak berbeda dengan kasus TB paru tanpa konfeksi HIV/AIDS. Pemeriksaan standar pada kasus TB paru berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi berupa pemeriksaan sputum BTA dan tes cepat molekular untuk mengetahui adanya kuman yang telah resisten terhadap obat rifampisin. Pemeriksaan radiologi tetap diperlukan untuk membantu diagnosis TB paru, terutama pada pasien–pasien yang sukar mengeluarkan sputumnya. Pemeriksaan radiologi juga bermanfaat untuk melihat luasnya lesi paru yang diakibatkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis dan penyakit oportunistik lain yang menyerang paru penderita dengan konfeksi HIV/AIDS. Pemberian obat Anti Retro Viral (ARV) pada kasus ini sebaiknya dimulai dalam waktu 2 minggu setelah pemberian Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
Plus de sources

Thèses sur le sujet "Koinfekcia"

1

Gomolčáková, Barbora. « Stratifikace rizika progrese onemocnění u pacientek s abnormálním cytologickým nálezem čípku dělohy pomocí molekulárně genetické analýzy vybraných biologických faktorů ». Master's thesis, 2015. http://www.nusl.cz/ntk/nusl-335154.

Texte intégral
Résumé :
The aim of this thesis was to track the impact of selected herpesviruses, polyomaviruses, Chlamydia trachomatis and methylation of tumor supressor genes at the development and progression of high grade- lesion in HPV - positive patients by means of molecular-genetic techniques. Confirmation of these markers presence in women with severe lesions of cervix would help to raise necessary specificity of molecular genetics HPV testing and recommend it as a primary screening test for cervical carcinoma prevention. HPV testing could thus replace currently prevailing cytology which has relatively low sensitivity and therefore the number of false negative results. The analyzed samples consisted of cytological cervical smears of 51 HPV positive women, with histologically confirmed presence of severe lesions, collected in liquid medium. Samplings from 51 women without infection were used as a control. The possible effect on disease progress was confirmed only in the case of gene promoters' methylation whose presence was detected in up to 26 patients. It is, however, very unlikely that cancer would develop in all these women. This marker could thus help to stratify patients at risk but only to some extent. Although the individual effect of remaining markers has not been established in the carcinogenesis of cervical...
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
2

Jančářová, Magdaléna. « Koinfekce leishmanií a gregarin u flebotomů ». Master's thesis, 2013. http://www.nusl.cz/ntk/nusl-321031.

Texte intégral
Résumé :
This thesis consists of two related parts; the first one deals with the effect of gregarines Psychodiella sergenti on susceptibility of sand fly Phlebotomus sergenti to experimental infection of Leishmania tropica. Comparison of the Turkish colony of P. sergenti infected by gregarines (TRG) and the Israeli colony noninfected by gregarines (IS) revealed significantly higher intensity of L. tropica infection in TRG colony on days 2 and 10 after the infective bloodmeal. In addition, in TRG colony leishmania promastigotes significantly faster colonised the stomodeal valve. However, these differences seems to be caused not due to the presence of gregarines but due to intraspecific genetic variability of P. sergenti or different composition of gut microbiota in both colonies. In two colonies of P. sergenti originally from Israel, one infected by gregarines (ISG) and the second noninfected (IS), no significant difference was found. ISG and IS colonies did not differ in the percentage of infected females, the intensity of infection and the localization of L. tropica promastigotes. In the second part of my thesis, degenerated primers designed on the basis of sequences of immune molecules of Phlebotomus papatasi and Lutzomyia longipalpis and subsequent cloning of products by means of pGEM®-T Easy Vector...
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
Nous offrons des réductions sur tous les plans premium pour les auteurs dont les œuvres sont incluses dans des sélections littéraires thématiques. Contactez-nous pour obtenir un code promo unique!

Vers la bibliographie