Segui questo link per vedere altri tipi di pubblicazioni sul tema: Fenotip.

Articoli di riviste sul tema "Fenotip"

Cita una fonte nei formati APA, MLA, Chicago, Harvard e in molti altri stili

Scegli il tipo di fonte:

Vedi i top-50 articoli di riviste per l'attività di ricerca sul tema "Fenotip".

Accanto a ogni fonte nell'elenco di riferimenti c'è un pulsante "Aggiungi alla bibliografia". Premilo e genereremo automaticamente la citazione bibliografica dell'opera scelta nello stile citazionale di cui hai bisogno: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver ecc.

Puoi anche scaricare il testo completo della pubblicazione scientifica nel formato .pdf e leggere online l'abstract (il sommario) dell'opera se è presente nei metadati.

Vedi gli articoli di riviste di molte aree scientifiche e compila una bibliografia corretta.

1

Bani, Polikarpia Wilhelmina. "Karakterisasi Fenotip dan Kekerabatan Varietas Jagung Lokal Kabupaten Timor Tengah Utara." Savana Cendana 3, no. 03 (2018): 41–42. http://dx.doi.org/10.32938/sc.v3i03.318.

Testo completo
Abstract (sommario):
Informasi mengenai karakter fenotip tanaman sangat penting dalam program pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi fenotip dan kekerabatan varietas jagung lokal Kabupaten Timor Tengah Utara. Varietas jagung lokal Kabupaten Timor Tengah Utara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ‘pena molo’, ‘pena fatu’, ‘pena kikis’, dan ‘pena boto’. Sebanyak 14 karakter fenotip diamati untuk menilai variasi genetik berdasarkan karakter fenotip. Pengukuran karakter fenotip didasarkan pada sifat-sifat kualitatif dan kuantitatif. Data fenotip selanjutnya diolah dengan program Multi Variate Statistical Package (MVSP) dengan metode UPGMA (Unweighted Pair-Group Method with Arithmetic Average) dan Gower General Macthing Coefficient untuk mengkonstruksi dendogram. Hasil penelitian menunjukkan koefisien kemiripan berdasarkan karakter fenotip adalah 0,43% – 1%.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
2

Kastawa, Ni Wayan Eka Putri Gayatri, Yan Ramona, and N. N. Dwi Fatmawati. "Metode Deteksi Carbapenem Resistant Enterobacteriaceae." Metamorfosa: Journal of Biological Sciences 7, no. 1 (2020): 48. http://dx.doi.org/10.24843/metamorfosa.2020.v07.i01.p07.

Testo completo
Abstract (sommario):
Carbapenem Resistant Enterobacteriaceae (CRE) merupakan kelompok bakteri Enterobacteriaceae yang resisten terhadap antibiotik golongan Carbapenem (Imipenem, Ertapenem, Meropenem, Doripenem). Salah satu spesies Enterobacteriaceae yang sering menunjukkan sifat resisten terhadap Carbapenem adalah Klebsiella pneumoniae. Untuk mendeteksi keberadaan CRE perlu dilakukan deteksi dini menggunakan uji fenotip dan genotip. Uji fenotip yang dapat dilakukan adalah Modified Hodge Test (MHT), Carba Nordmann-Poirel (Carba NP), dan Modified Carbapenem Inactivation Method (MCIM). Untuk mengetahui keberadaan gen penyandi enzim carbapememase, metoda yang dapat dipakai dalam uji genotip adalah metoda Polymerase Chain Reaction (PCR)
 Kata kunci : Carbapenem Resistant Enterobacteriaceae (CRE), Fenotip, Genotip, Modified Carbapenem Inactivation Method (MCIM), Modified Hodge Test (MHT), Carba NP, Polymerase Chain Reaction (PCR).
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
3

Anita, Anita, Nur Qadri Rasyid, and Nurul Ni'ma Azis. "DETEKSI FENOTIP Candida spp PADA PASIEN SUSPEK TUBERKULOSIS." Jurnal Medika 1, no. 2 (2016): 9–12. http://dx.doi.org/10.53861/jmed.v1i2.100.

Testo completo
Abstract (sommario):
Penyakit paru selain disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis juga ditemukan adanya peranan agen yang lain yaitu jamur Candida spp. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengidentifikasi Candida spp secara fenotip yang terbentuk pada medium Sabaroud Dekstrosa Agar dan mengukur kecepatan pertumbuhan dan keakuratan (sensitifitas dan spesifisitas) medium Sabaroud Dekstrosa Agar. Desain penelitian adalah observational studi dengan jumlah sampel 35 bilasan bronkus dari penderita suspek tuberkulosis sebanyak 33 orang. Analisis data cross tabulasi digunakan untuk mengukur sensitifitas dan spesifitas Sabaroud Dekstrosa Agar untuk mendeteksi Candida spp. Dari hasil penelitian dtemukan pertumbuhan jamur pada dari sputum BTA negatif pada medium Sabaroud Dektrosa Agar (SDA) 370C, jumlah sampel yang positif pertumbuhan Candida spp yaitu 17 (5.95 %), sedangkan yang negatip pertumbuhan Candida spp yaitu 15 (5.25 %) sampel, dan kontaminasi yaitu 3 (1.05%), dengan rata-rata waktu pertumbuhan berkisar 1-2 hari. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa media Sabaroud Dekstrosa Agar sensitif dan spsesifik dalam mendeteksi secara fenotif jamur Candida spp pada pasien suspek tuberkulosis.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
4

Daniarsih, Ajeng, Dedy Duryadi Solihin, and Rudhy Gustiano. "Karakter Biometrik dan Variasi Fenotip Abalon (Haliotis asinina) di Perairan Wilayah Barat dan Timur Indonesia." Proceeding of Biology Education 2, no. 1 (2018): 1–8. http://dx.doi.org/10.21009/pbe.2-1.1.

Testo completo
Abstract (sommario):
Haliotis asinina merupakan spesies abalon famili Haliotidae yang secara morfologis mirip dengan spesies H. squamata. Metode konvensional untuk kunci identifikasi spesies abalon masih berdasarkan pada karakter deskriptif dan sering kali ditemukan bias karena pengaruh faktor lingkungan. Belum ada penelitian yang mencatat perbedaan karakter morfologi cangkang antara H. asinina dan H. squamata secara biometrik serta variasi fenotip intraspesies H. asinina di perairan Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan karakter biometrik spesifik antara H. asinina dengan H. squamata serta keragaman fenotip H. asinina pada empat lokasi berbeda di perairan Indonesia (Pulau Seribu, Pulau Raas Madura, Pulau Lombok dan Pulau Raja Ampat). Metode morfometrik menggunakan pengukuran truss system sebanyak 12 karakter dan analisis data mengunakan komponen utama dan diskriminan. Hasil penelitian menunjukkan karakter biometrik spesifik pembeda antara H. asinina dan H. squamata ditemukan pada lebar cangkang 54.12 ± 3.51% dan tinggi cangkang 19.12 ± 2.16% dari panjang standar serta jumlah lubang terbuka. Analisis diskriminan intraspesies H. asinina menunjukaan adanya variasi fenotip cangkang pada keempat lokasi. Perbedaan karakter biometrik dipengaruhi oleh spesies sedangkan variasi fenotip intraspesies dipengaruhi oleh perbedaan lokasi.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
5

Ainiah, Nur, Tintrim Rahayu, and Ari Hayati. "Analisis Karakter Fenotip Beberapa Spesies Dendrobium." BIOSAINTROPIS (BIOSCIENCE-TROPIC) 5, no. 2 (2020): 10–16. http://dx.doi.org/10.33474/e-jbst.v5i2.166.

Testo completo
Abstract (sommario):
Phenotype character of orchid Dendrobium is known necessarily for the effective conservation to enhance the utilization of genetic resources. The phenotype kinship relationship is able benefit using in the crosses and orchid breeding program of Dendrobium. This research aims to know the phenotype character and kinship relationship some of Dendrobium orchid based on the phenotype character and stomata leaves in the orchid plantations, Batu, Malang East Java. The method of this research is descriptive by direct observation towards 10 species of Dendrobium orchid and refers to the guidebook of ornamental plants characterization of orchid then processed to be binary data and computed into program of PAST.3.5.1. The result of phenotype characteristic analysis obtained the big group, each of group or sub-group that can be elders as crosses sample those are D. strepsiceras, D. laxiflorum, D. liniale, D. secundum, D. sylvnum. The stomata are round and oval while epidermal cells are pentagon and hexagon shaped.
 Keywords: Dendrobium, stomata, phenotype character, kinship analysis
 ABSTRAK
 Karakter Fenotip anggrek Dendrobium perlu diketahui untuk melakukan konservasi yang efektif guna meningkatkan pemanfaatan sumber daya genetik. Hubungan kekerabatan fenotip bisa digunakan sebagai dasar keberhasilan dalam persilangan dan sebagai program pemuliaan spesies anggrek Dendrobium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekerabatan karakter fenotip beberapa spesies anggrek Dendrobium berdasarkan karakter fenotip dan sel epidermis. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pengamatan secara langsung terhadap 10 spesies anggrek Dendrobium dengan mengacu pada buku panduan karakterisasi tanaman hias anggrek kemudian diolah menjadi data biner dan dikomputasikan dalam program PAST. 3.15. Hasil analisis karakter fenotip mendapatkan kelompok besar, masing-masing dalam satu kelompok maupun sub kelompok yang dapat di jadikan tetua sebagai bahan persilangan yaitu pada spesies D. Strepsiceras, D.laxiflorum, D. Liniale, D, secundum, D. Sylvanum. Sedangkan cirri khas dari masing-masing spesies dapat diamati dari waran bunga, aroma bunga, bentuk petala, bentuk labellum, bentuk bunga, bentuk stomata dan sel epidermis. Stomata berbentuk bulat dan oval sedangkan sel epidermis berbentuk segi lima dan segi enam.
 Kata kunci: Dendrobium, stomata, karakter fenotip , analisis kekerabatan
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
6

... "Doğuştan ağır nötropenide fenotip-genotip ilişkisi." Türk Pediatri Arşivi 47, no. 4 (2012): 272–77. http://dx.doi.org/10.4274/tpa.822.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
7

Vural, Burçak, Eyüp Atlıoğlu, Uğur Özbek, Sevim Büyükdevrim, Özdemir Kolusayın, and Tayfun Özçelik. "Ülkemizde DNA Analizi HLADQA1 LDLR GYPA HBGG ve GC Lokusları ile Değerlendirilen İlk Paternite Olguları." Bulletin of Legal Medicine 7, no. 1 (2002): 5–13. http://dx.doi.org/10.17986/blm.200271467.

Testo completo
Abstract (sommario):
Moleküler genetiğin son yıllarda gösterdiği hızlı gelişim, babalık tayini davalarmda kullanılan benzemezlik testleri arasına DNA analinin de girmesine yol açmıştır. Bu test diğer benzemezlik testleri ile karşılaştırıldığında, ayrım gücü en yüksek olanıdır. Adli amaçlı DNA analizlerinin ülkemizde kullanımı için Deneysel Tıp Araştırma Enstitüsü ve Adli Tıp Kurumu 1993 yılı Mart ayından itibaren ortaklaşa bir çalışma başlatıldı. Bu çalışmanın kapsamında babalığın behrlenmesini amaçlayan benzemezlik testleri arasına DNA analizi eklendi. Söz konusu DNA analizi için Türk toplumunda allel ve genotip frekansları belirlenmiş olan altı genomik lokus seçildi. Bunlar HLADQA1, LDLR, GYPA, HBGG, D7S8 ve GC lokuslarıdır. Genotip ve fenotip incelemeleri birlikte yürütülen 96 dosyanın 26’sında baba olduğu iddia olunan davalı dışlandı. Bu 26 dosyanın 12 tanesinde babalığın reddi yalnız DNA analizi ile mümkün oldu. Fenotip incelemesi ile babalığın reddi mümkün olmayan dosyaların üç tanesinde ilgili baba adaylarının baba olma olasılıkları yalnız fenotip testleri göz önüne alındığında % 99.90, % 99.87 ve % 99.82 olarak hesaplanmış olmasına rağmen DNA analizinin kullanımı ile bu kişiler dışlandı. DNA ve fenotip analizleri ile baba adayının dışlanamadığı diğer 70 dosyanın 68’inde ise baba olma olasılığı %99.73 ve üzerinde bulundu. Bu sonuçlar babalığın belirlenmesi için kullanılan benzemezlik testleri arasında DNA analizlerinin kullanımının gerekliliğini gündeme getirdi.
 Anahtar kelimeler: DNA analizi, babalık tayini, PCR, HLADQA1, LDLR, GYPA, HBGG, D7S8, GC
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
8

Hidajat, Sjarif, Herry Garna, Ponpon S. Idjradinata, and Achmad Surjono. "Pemeriksaan Dermatoglifik dan Penilaian Fenotip Sindrom Down Sebagai Uji Diagnostik Kariotip Aberasi Penuh Trisomi 21." Sari Pediatri 7, no. 2 (2016): 97. http://dx.doi.org/10.14238/sp7.2.2005.97-104.

Testo completo
Abstract (sommario):
Latar belakang: Sindrom Down (trisomi 21) terjadi karena aberasi numerik sebagaiakibat kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel anak (non-disjunction). Bentukkariotip aberasi ini dapat berbentuk aberasi penuh dan dapat pula berbentuk mosaik,yang diduga mempunyai implikasi terhadap berat ringannya kelainan fenotip. Di sampingpenting untuk konseling genetik, penelaahan secara cepat di bangsal perinatologi jugadiperlukan untuk asumsi sementara dalam menjawab pertanyaan keluarga pasien.Tujuan: tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan jenis kariotip dengan beratnyaaberasi penuh terhadap beratnya fenotip sindrom Down.Metoda: penelitian dilakukan pada 147 anak usia 0-5 tahun di Yayasan Suryakanti, RSDr. Hasan Sadikin dan Yayasan Dian Grahita Jakarta. Penentuan fenotip sindrom Downdilakukan dengan penelaahan gejala utama dari kelainan tersebut. Dilakukan wawancarariwayat perinatal dan latar belakang keluarga serta pemeriksaan dermatoglifik,pemeriksaan antropometrik khusus dan pengambilan sampel darah untuk pemeriksaankromosom dari kultur limfosit.Hasil: didapatkan 146 anak mempunyai kelainan kariotip, yang ternyata semuanya trisomi21, sedangkan seorang anak menunjukkan kariotip normal. Hasil analisis menunjukkandermatoglifik, kelainan mata dan kelainan tangan dan kaki mempunyai hubungan yangsignifikan dengan kariotip. Pada dermatoglifik abnormal 78,2% mengarah ke kariotipaberasi penuh. Kelainan jantung bawaan, kelainan mata dan kelainan tangan dan kaki,terdapat masing-masing 82,4%, 77,7% dan 77,6%. Secara bersama-sama yang memberikannilai risiko tertinggi adalah kelainan gerak, kemudian kelainan mata dan dermatoglifik.Sebanyak 47 anak (32%) menunjukkan kariotip mosaik dan 99 anak (68%) jenis aberasipenuh. Diperoleh besarnya risiko terjadinya kariotip aberasi penuh adalah 9,5 kali padakeempat variabel fenotip abnormal dibandingkan dengan subjek tanpa gangguan fenotipdan dermatoglifik. Kelainan dermatoglifik, kelainan mata dan kelainan tangan serta kakisecara bermakna menunjukkan adanya hubungan antara satu variabel dengan lainnya,makin rendah persentase sel normal pada kariotip aberasi penuh, makin abnormal keadaandermatoglifik dan fenotip organ tubuh tersebut.Kesimpulan: pasien kelainan aberasi kromosom numerik, khususnya trisomi 21,mempunyai kelainan gabungan dermatoglifik serta kelainan organ tertentu dalam derajatyang maksimal, dan cenderung menunjukkan kariotip jenis aberasi penuh.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
9

Firdaus, Mufti Hatur Rahmah, and Masyitha Wahid. "Fenomena Lokal “Mata Dwiwarna” di Tinambung Polewali Mandar." SAINTIFIK 8, no. 1 (2022): 58–62. http://dx.doi.org/10.31605/saintifik.v8i1.343.

Testo completo
Abstract (sommario):
Fenomena “mata dwiwarna” atau yang dikenal dengan istilah Heterochromia Iridis merupakan kelainan genetik berupa adanya dua warna pada iris mata suatu individu. Heterochromia Iridis termasuk fenomena langka dengan prevalensi 6:1.000 di dunia. Penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif dengan desain penelitian studi kasus untuk mengungkap: (1) karakteristik mata dwiwarna di Tinambung Polewali Mandar dan (2) fenotip penyerta mata dwiwarna di Tinambung Polewali Mandar. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara. Hasil penelitian mengungkap dua kasus mata dwiwarna (Heterochromia Iridis) di Tinambung Polewali Mandar. Kasus I memiliki mata kanan yang berwarna biru terang dan mata kiri berwarna cokelat tua, termasuk ke dalam tipe Complete Heterochromia. Kasus II memiliki mata yang bagian tengahnya berwarna cokelat dan bagian tepinya berwarna biru, termasuk ke dalam tipe Central Heterochromia. Fenotip penyerta yang ditemukan yaitu alis mata bersambung, pangkal hidung lebar, ujung hidung yang rata, bercak putih pada kulit, gangguan pendengaran, dan rambut putih di usia muda. Fenotip penyerta tersebut menunjukkan bahwa fenomena mata dwiwarna di Tinambung Polewali Mandar terasosiasi dengan Waardenburg Syndrome. Hasil penelitian ini dapat dijadikan dasar dalam penanganan fenomena lokal “mata dwiwarna” dan sebagai bahan dalam pembuatan media ajar kontekstual.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
10

Todorović, Jelena, Dragan Pavlović, Mirna Zelić, and Lana Jerkić. "Cognitive phenotype in neurofibromatosis type 1." Engrami 42, no. 2 (2020): 69–79. http://dx.doi.org/10.5937/engrami41-28271.

Testo completo
Abstract (sommario):
Neurofibromatoses are a set of different genetic disorders that have a common characteristic of the appearance of nervous system tumors. There are three forms of the disease, of which type 1 neurofibromatosis (NF 1) is the most common. NF 1 is an inherited autosomal-dominant disease, with a high rate of new mutations. In addition to the many physical manifestations and complications that occur in persons with NF 1, there are also numerous cognitive difficulties, including lower general intellectual functioning, learning difficulties, but also problems in attention, visual abilities, executive functions, and speech. Attention disorders are up to three times more common in people with NF 1, while learning disabilities are present in more than half of these subjects. Disturbances in the field of visuospatial perception are recognisable even in the preschool period. About 80% of children with NF1 exhibit various speech and language disorders: slow early speech development, slower vocabulary enrichment, syntactic, semantic and phonological speech disorders. Disruption of executive functions will manifest itself in the areas of working memory, organisation, planning / problem solving. This will reflect as the underperformance in academic achievement. Nearly one-third of these persons have emotional and social problems.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
11

Armanda, Armanda, Anggraeni Anggraeni, and Tri Wahyuni. "POPULASI DAN KARAKTERISASI FENOTIP KANTONG SEMAR (Nepenthes spp.) DI TAMAN KEANEKARAGAMAN HAYATI HUTAN PELAWAN KABUPATEN BANGKA TENGAH, PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG." Media Konservasi 25, no. 1 (2020): 89–97. http://dx.doi.org/10.29244/medkon.25.1.89-97.

Testo completo
Abstract (sommario):
Kantong semar (Nepenthes spp.) merupakan tumbuhan yang mampu menjebak serangga dan binatang kecil lainnya. Tercatat sebanyak 139 jenis tersebar di Asia Tenggara. Di provinsi Bangka Belitung, Nepenthes spp. ditemukan di Taman Keanekaragaman Hayati Hutan Pelawan. Informasi data mengenai karakteristik fenotif dan habitat Nepenthes spp. belum pernah dilaporkan. Tujuan penelitian yaitu mendata jumlah populasi dari masing-masing jenis dan mengkarakterisasi fenotip Nepenthes spp. Metode pengambilan data menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menemukan 3 spesies yaitu Nepenthes gracilis Korth dengan populasi sebanyak 348 individu, Nepenthes rafflesiana Jack dengan populasi sebanyak 18 individu dan Nepenthes ampullaria Jack dengan populasi sebanyak 45 individu. Indeks keanekaragaman (H’) sebesar 0,36 dan tergolong rendah. Karakteristik fenotif jumlah daun steril berkisar 2-37 helai, daun fertil berkisar 1-12 helai, panjang daun berkisar 9,5-37,2 cm, lebar daun berkisar 1,7-8,2 cm dan tebal daun berkisar 2,1-3,6 mm. Panjang kantong berkisar 3,4-22,2 cm dan diameter kantong berkisar 1,6-4,4 cm. Bentuk silinder (gracilis), tempayan (ampullaria), terompet (rafflesiana kantong atas), bulat telur (rafflesiana kantong bawah). Variasi corak kantong berupa bintik-bintik merah, sayap dan renda bervariasi, kantong atas tidak bersayap, yang bersayap umumnya kantong bawah dan ber-renda, tutup kantong terdiri atas bentuk proporsional dan tak proporsional. Panjang batang berkisar 44-550 cm, diameter batang berkisar 7,0-8,5 mm dan panjang sulur berkisar 1,0-34,4 cm. Posisi sulur terdiri atas posisi membelakangi, menyamping dan di depan mulut kantong.
 
 Kata kunci: karakteristik fenotif, keanekaragaman, Nepenthes spp.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
12

Nova, Theresia Santika Deska, Indra Gumay Yudha, and Yudha Trinoegraha Adiputra. "IDENTIFIKASI CALON INDUK BELUT SAWAH Monopterus albus (Zuiew, 1793) JANTAN DAN BETINA UNTUK PEMBENIHAN DENGAN MORFOMETRIK TRUSS." Jurnal Perikanan Unram 10, no. 2 (2020): 167–74. http://dx.doi.org/10.29303/jp.v10i2.210.

Testo completo
Abstract (sommario):
Pembenihan belut sawah, Monopterus albus (Zuiew, 1793) belum dapat dilakukan karena terbatasnya teknologi. Pembenihan belut sawah dimulai dengan pemilihan calon induk jantan dan betina dengan mengembangkan metode praktis untuk membedakan jenis kelamin berdasarkan perbedaan morfologi tubuh. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi perbedaan morfologi belut sawah jantan dan betina dengan metode morfometrik truss. Seratus ekor belut sawah jantan dan betina digunakan dengan mengukur 18 karakter fenotip pada bagian kepala, badan dan ekor. Hasil penelitian menunjukkan terdapat sepuluh karakter fenotip yang dapat digunakan untuk membedakan antara belut sawah jantan dan belut sawah betina. Lima karakter fenotip dapat menunjukkan belut sawah jantan lebih besar ukurannya dibandingkan belut sawah betina terutama pada bagian tubuh anterior nostril, panjang dari ujung depan rahang atas sampai posterior nostril, ukuran lebar mulut, panjang badan dan panjang total. Adapun belut sawah jantan lebih kecil ukurannya dibandingkan belut sawah betina pada panjang dari sudut bukaan mulut sampai belakang pangkal operkulum, panjang rahang atas, panjang kepala, lebar badan bagian vent dan panjang ekor. Secara praktis, bagian ventral-dorsal kepala menjadi penanda belut sawah jantan dengan lebar mulut lebih dalam dan rahang yang lebih kekar. Sedangkan belut sawah betina dapat diketahui dari bagian ekor yang lebih panjang yang diduga berkaitan dengan persiapan rongga untuk perkembangan gonad saat dewasa. Bagian badan tidak dapat dijadikan penanda untuk perbedaan jenis kelamin belut sawah.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
13

Amalia, Lia. "Korelasi Beberapa Karakter Biokimia dengan Ketahanan Tanaman cabai terhadap Penyakit Antraknos yang Disebabkan Colletotruchun gloeosporioides." Paspalum: Jurnal Ilmiah Pertanian 1, no. 1 (2017): 20. http://dx.doi.org/10.35138/paspalum.v1i1.39.

Testo completo
Abstract (sommario):
Penelitian untuk mengetahui korelasi antar karakter biokimia dengan katahanan cabai terhadap penyakit Antraknos. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan dan Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian UNWIM, Tanjungsari Sumedang dari bulan Oktober 2003 - Februari 2004. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan jumlah ulangan tidak sama, dengan asumsi model acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik dilapangan maupun di laboratorium, karakter kadar air buah mempunyai nilai korelasi fenotip dan genetik yang tidak nyata dengan intensitas penyakit Antraknos. Karakter kadar antosianin dan kadar lignin kulit buah berkorelasi fenotip negatif nyata terhadap intensitas penyakit antraknos, tetapi berkorelasi genetik negatif tidak nyata terhadap intensitas penyakit Antraknos. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan seleksi tidak langsung secara genetik untuk karakter ketahanan tanaman cabai merah melalui karakter kadar antosianin, kadar air dan kadar lignin kulit buah tidak akan efektif.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
14

ÇELEBİ SÖZENER, Zeynep, Fatma ÇİFTCİ, Ömür AYDIN, and Dilşad MUNGAN. "Astımda sistemik komorbiditeler: Kontrol, ağırlık ve fenotip ile ilişkisi." Tuberkuloz ve Toraks 66, no. 4 (2018): 288–96. http://dx.doi.org/10.5578/tt.67629.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
15

Badaruddin, Rusli, Jafendi Hasoloan Purba Sidadolog, and Tri Yuwanta. "ANALISIS FENOTIP DAN GENETIK AYAM TOLAKI PADA MASA PERTUMBUHAN." Buletin Peternakan 37, no. 2 (2013): 79. http://dx.doi.org/10.21059/buletinpeternak.v37i2.2425.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
16

Hanifah, Sani. "Variasi Fenotip dan Heritabilitas Karakter Hasil dan Beberapa Karakter Kualitas Fisik Buah Tomat pada Populasi F3 Asal Hibrida Precious, Arthaloka dan Mahkota." Jurnal AgroSainTa: Widyaiswara Mandiri Membangun Bangsa 4, no. 2 (2020): 117–30. http://dx.doi.org/10.51589/ags.v4i2.7.

Testo completo
Abstract (sommario):
Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)Lembang, bertujuan untuk mengetahui variasi fenotipik populasi danmenentukan nilai duga heritabilitas karakter hasil dan beberapa karakterkualitas fisik buah tomat populasi F asal hibrida Precious,Arthaloka, danMahkota. Hasil penelitian menunjukkan variasi fenotipe karakterdiameter buah, jumlah buah per tanaman, dan bobot total buah pertanaman populasi F Precious lebih sempit daripada populasi F -nya.Sedangkan variasi fenotipe karakter diameter buah, jumlah rongga buah,jumlah buah per tanaman, bobot total buah per tanaman, dan bobot rata-rata buah per tanaman populasi F Arthaloka lebih sempit daripadapopulasi F -nya. Dan untuk karakter jumlah rongga buah, jumlah buahper tanaman, bobot total buah per tanaman, bobot rata-rata buah pertanaman populasi F mahkota lebih sempit daripada populasi F . Nilaiduga heritabilitas untuk karakter diameter buah pada populasi F Preciousdan Mahkota adalah sedang dan populasi F Arthaloka adalah rendah.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
17

Herwana, Elly. "Fenotip equol-producer dan hubungannya dengan asupan isoflavon dan kesehatan." Jurnal Biomedika dan Kesehatan 3, no. 3 (2020): 159–65. http://dx.doi.org/10.18051/jbiomedkes.2020.v3.159-165.

Testo completo
Abstract (sommario):
Distribusi penyakit osteoporosis, penyakit kardiovaskuler, dan kanker yang berbeda antara populasi Asia dan Kaukasia membawa pemikiran atas keterkaitannya dengan perbedaan variasi diet antara kedua populasi. Studi epidemiologi menunjukkan asupan isoflavon kedelai pada populasi Asia jauh lebih tinggi daripada populasi Kaukasia. Isoflavon disebut sebagai fitoestrogen karena derivat isoflavon yaitu genistein, daidzein dan equol (metabolit daidzein) memiliki struktur molekul yang menyerupai estrogen dan dapat berikatan pada reseptor estrogen sebagai agonis lemah. Terikatnya derivat isoflavon dengan reseptor estrogen akan memberikan efek menyerupai estrogen (estrogen like effect). Berbagai hasil penelitian menunjukkan asupan dan suplementasi isoflavon berperanan pada penyakit yang didasari oleh defisiensi hormon estrogen antara lain mengurangi gejala premenopausal, menghambat osteoporosis, dan memberikan efek proteksi terhadap kanker payudara dan prostat. Di antara derivat isoflavon yang ada equol menunjukkan efek estrogenik yang lebih tinggi daripada derivat isoflavon lainnya. Kemampuan individu untuk memprodukasi equol tidak sama, sehingga individu dapat dibedakan sebagai fenotip equol-producer dan non-equol-producer. Hasil studi juga mengindikasikan adanya keterkaitan antara efek isoflavon dengan fenotip equol-producer.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
18

Rosahdi, Tina Dewi, Nurul Tafiani, and Anggita Rahmi Hafsari. "Identifikasi Spesies Isolat Bakteri K2Br5 dari Tanah Karst dengan Sistem Kekerabatan Melalui Analisis Urutan Nukleotida Gen 16S rRNA." al-Kimiya 5, no. 2 (2019): 84–88. http://dx.doi.org/10.15575/ak.v5i2.3836.

Testo completo
Abstract (sommario):
Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel. Setiap bakteri memiliki jenis yang berbeda-beda. Perlu adanya identifikasi untuk mengetahui suatu jenis bakteri sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal. Identifikasi bakteri dapat dilakukan secara fenotip maupun genotip. Namun, identifikasi secara fenotip memiliki kelemahan yakni sering terjadi kesalahan dalam membedakan spesies dan galur bakteri. Tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk menentukan spesies bakteri dengan kode K2Br5 yang telah diisolasi dari kawasan tanah Karst. Pada penelitian ini dilakukan analisis secara genotip dengan mengisolasi DNA kromosom dari bakteri Bacillus sp. K2Br5 yang kemudian dilakukan proses amplifikasi dengan metode PCR menggunakan primer universal BactF1 maju dan UniB1 mundur untuk memperoleh fragmen gen 16s rRNA. Fragmen gen yang diperoleh selanjutnya disekuensing untuk mengetahui urutan nukleotide. Hasil analisis urutan nukleotida gen 16s rRNA menunjukkan bahwa bakteri Bacillus sp. K2Br5 memiliki kemungkinan berkerabat dengan Paraclostridium bifermentans atau dikenal juga dengan nama Bacillus bifermentas.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
19

Andani Kesuma, Amarilis, Sri Nopitasari, Yasushi Yoshioka, Shogo Matsumoto, and Endang Semiarti. "Phenotype and genotype characterization of Phalaenopsis amabilis (L.) Blume Orchid Transformant Harboring Construct UBI::Cas9::U3::PDS3." Jurnal Hortikultura Indonesia 11, no. 3 (2020): 212–20. http://dx.doi.org/10.29244/jhi.11.3.212-220.

Testo completo
Abstract (sommario):
Phalaenopsis amabilis (L.) Blume adalah tanaman hias “Puspa Pesona Indonesia” yang dapat ditingkatkan kualitasnya dengan teknik rekayasa genetika. Transformasi genetik dengan perantara Agrobacterium tumefaciens dan CRISPR/Cas9 digunakan dalam penelitian ini untuk pengeditan genom secara lebih spesifik dan presisi pada target sekuen gen PHYTOENE DESATURASE3 (PDS3) yaitu gen yang berperan penting pada biosintesis kloroplas. Dalam penelitian ini digunakan tanaman transforman umur 12 bulan yang ditumbuhkan dari protokorm yang telah diintegrasi dengan T-DNA pembawa konstruksi UBI::Cas9::U3::PDS3/plasmid pRGEB32. Pembuktian tanaman transforman tersebut masih mengandung konstruksi T-DNA tersebut perlu dilakukan, yaitu dengan karakterisasi secara genotipe dan fenotipe. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi P. amabilis transforman pembawa T-DNA dengan konstruksi UBI::Cas9::U3::PDS3 secara genotip dan fenotip dibandingkan dengan P. amabilis non-transforman. Karakterisasi genotipe dilakukan dengan mendeteksi integrasi T-DNA pembawa konstruksi UBI::Cas9::U3::PDS3 pada genom anggrek P. amabilis menggunakan beberapa primer yaitu HPT, Cas9, PDS3 dan trnL-F (primer kontrol internal). Analisis karakter fenotipe dilakukan dengan pengamatan morfologi dan analisis kadar klorofil menggunakan metode spektrofotometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genom anggrek P. amabilis transforman pembawa konstruksi UBI::Cas9::U3::PDS3 umur 12 bulan dapat teramplifikasi oleh semua primer. Analisis fenotipe P. amabilis transforman menunjukkan adanya perubahan warna tanaman dari hijau menjadi albino dengan kadar klorofil lebih rendah jika dibandingkan dengan P. amabilis non-transforman. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi CRISPR/Cas9 dapat digunakan untuk mengedit genom tanaman anggrek.
 Kata kunci: Anggrek, CRISPR/Cas9, klorofil, Phalaenopsis amabilis (L.) Blume, PHYTOENE DESATURASE 3 (PDS3), Transforman
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
20

Dewi, Raden Roro Sri Pudji Sinarni, Huria Marnis, Rommy Suprapto, and Narita Syawalia. "PRODUKSI IKAN LELE CEPAT TUMBUH GENERASI F-0 MENGGUNAKAN METODE TRANSGENESIS." Jurnal Riset Akuakultur 8, no. 2 (2016): 173. http://dx.doi.org/10.15578/jra.8.2.2013.173-180.

Testo completo
Abstract (sommario):
Penggunaan teknologi transgenesis untuk memproduksi ikan cepat tumbuh telahberhasil dilakukan pada beberapa spesies ikan budidaya. Pada penelitian ini dilakukan introduksi gen hormon pertumbuhan ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus growth hormone, PhGH) menggunakan teknik elektroforasi pada sperma ikan lele (Clarias gariepinus) untuk memproduksi ikan lele cepat tumbuh generasi F-0. Hasil penelitian menunjukkan gen PhGH mampu terinsersi dan terekspresi secara genotip dan fenotip pada ikan lele. Transfer gen PhGH pada konsentrasi 100 μg/mL memiliki tingkat keberhasilan insersi gen terbaik yaitu sebesar 56%. Berdasarkan pemeriksaan ekspresi mRNA gen PhGH menunjukkan bahwa terjadi over-ekspresi gen PhGH pada sirip individu yang positif membawa transgen. Individu ikan lele dalam populasi yang diintroduksi gen PhGH memiliki bobot badan yang lebih bervariasi dibandingkan kontrol. Berdasarkan distribusi bobot ikan lele, terdapat dua individu pada populasihasil introduksi gen PhGH yang memiliki bobot hampir dua kali lipat dibandingkan bobot rata-rata populasi kontrol. Berdasarkan hasil penelitian ini maka telah terjadi over-ekspresi secara genotip dan fenotip pada generasi F-0 ikan lele cepat tumbuh.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
21

Hadie, Lies Emmawati, Wartono Hadie, and Sularto Sularto. "ESTIMASI HERITABILITAS UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) BERBASIS PADA KERAGAMAN FENOTIP." Jurnal Riset Akuakultur 8, no. 3 (2016): 355. http://dx.doi.org/10.15578/jra.8.3.2013.355-362.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>Penelitian ini dirancang untuk menghitung heritabilitas pada sifat bobot udang galah (<em>Macrobrachium rosenbergii</em>) pada umur lima bulan. Lima full-sib dan 15 half-sib dipelihara pada dua tingkat salinitas yaitu 0‰ dan 10‰, dengan rata-rata bobot sebesar 5,6 g; dan  = 0,40 g. Komponen keragaman diestimasi dengan mixed model leastsquares dan maximum likelihood. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respons genetik yang tinggi dapat diperoleh melalui seleksi bobot, karena nilai heritabilitas pada sifat tersebut relatif tinggi. Hasil penelitian ini juga memperlihatkan bahwa kisaran nilai h2 pada air tawar (0,509-0,866) dan air payau (0,235-0,499). Jadi nilai h2 pada air tawar lebih tinggi dibandingkan dengan lingkungan air payau pada salinitas 10,0‰. Kisaran nilai h2 yang dicapai pada out-crossing antara koleksi Barito dengan Musi adalah 0,663±0,037-0,866±0,047. Implikasi dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk menghasilkan perbaikan mutu genetik pada udang galah dapat ditempuh melalui program seleksi yang dikombinasikan dengan metode pemijahan secara out-crossing.</p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
22

Anantyarta, Primadya. "IDENTIFKASI VARIASI GENETIK KERBAU (Bubalus bubalis) PACITAN DAN TUBAN BERBASIS MIKROSATELIT." Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi 3, no. 1 (2017): 11. http://dx.doi.org/10.23917/bioeksperimen.v3i1.3667.

Testo completo
Abstract (sommario):
Kurangnya pelestarian kerbau dapat mengancam populasi, sehingga perluusaha menjaga plasma nutfah dan upaya awal mengetahui variasi kerbau di daerah endemik. Pacitan dan Tuban merupakan daerah endemik di Jawa Timur. Penelitian deskriptif eksploratif ini bertujuan menjelaskan variasi fenotip dan genotip kerbau. Fenotip meliputi bentuk dan warna tubuh, warna mata, panjang tanduk, leherdan ekor, lingkar dada, tinggi dan panjang badan, ukuran kepala. Penelitian genotip dilakukan menggunakan primer HEL09 dan INRA023 yang ditunjukkan adanya pita (alel) DNA homozigot maupun heterozigot. Penelitian diawali dengan pengambilan sampel darah, isolasi DNA dan elektroforesis gel agarose. Polimerase Chain Reaction (PCR) dilakukan untuk memperbanyak konsentrasi DNA, elektroforesis Poliacrylamidegel dan silver staining untuk mengetahui alel DNA. Analisis hasil penelitian menunjukkan nilai heterozigositas kerbau Pacitan dengan primer HEL09 sebesar 54%, PIC 42%, sedangkan dengan primer INRA023 nilai heterozigositas sebesar 88%, PIC 77%. Pada daerah Tuban, nilai heterozigositas dimunculkan primer HEL09 sebesar 55%, PIC 36%. Nilai heterozigositas dimunculkan primer INRA023 sebesar 60,96% PIC 53%. Nilai PIC dimunculkan primer INRA023 lebih besar daripada nilai PIC HEL09, sehingga primer INRA023 lebih polimorfik daripada primer HEL09 dan lebih dapat menjelaskan tentang variasi dalam suatu populasi.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
23

Pagala, Muhammad Amrullah, Achmad Selamet Aku, Rusli Badaruddin, and Hamdan Has. "Karakteristik Fenotip dan Genotip Gen GH (Growth Hormon) pada Ayam Tolaki." Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 5, no. 2 (2018): 1. http://dx.doi.org/10.33772/jitro.v5i3.4705.

Testo completo
Abstract (sommario):
This study aims to improve the genetic quality of local chickens through genetic approaches and phenotypic characterization for selection purposes. The cGH gene (Chicken Growth Hormone) is one of the genes responsible for local chicken growth traits. Tolaki chicken is a local chicken from Southeast Sulawesi. This study uses the phenotyping method of production and genotyping traits with PCR technique. A total of 50 parents of tolaki chicken were kept 4 weeks. The results showed average body weight of tolaki chicken ranged from 1,395 kg - 1,910 kg, average body weight gain was 58,78 (g / head / week), feed consumption was 81,37 (g / head / day) and ration conversion 9,68. Body weight gain in males was slightly higher (60.30 g / head / mg) compared to females (58.42 g / head / mg). In this study, the presence of the tolaki chicken cGH gene was identified through DNA extraction and amplification through a PCR machine with a length of DNA section of 399 bp.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
24

Handono, Kusworini. "PERAN POLIMORFISME GEN INTERFERON-g (IFNG) PADA FENOTIP HISTOLOGI NEFRITIS LUPUS." INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY 17, no. 1 (2018): 38. http://dx.doi.org/10.24293/ijcpml.v17i1.1045.

Testo completo
Abstract (sommario):
Lupus Nephritis (LN) is a serious complication of Systemic Lupus Erythematosus (SLE) with the development of end stage renaldisease in 10–70% patients within 5 years. The condition is classified into 6 different classes according WHO criteria. Several studiesshowed that there were significant clinical manifestation differences between class III, IV and class V LN. It has been suggested that theclass differences of LN was related to the cytokines balance and genetic factor. The objective of this study was to determine the role ofg-Interferron gene (IFNG) polymorphism in the class differences of LN. The study was conducted in 40 female SLE patients at the Dr.Saiful Anwar Hospital, Malang. Histologic phenotypes classification was based on World Health Organization (WHO) criteria (1995).Microsatelite polymorphism within the first intron of the IFNg gene on chromosome 12q24.1 was performed by DNA sequencing. Theallele difference between LN classes and healthy controle were analysed by Chi-square, the risk of LN in patients with certain IFNG allelewas calculated using Odds Ratio. The result showed that the frequency of IFNG 112 allele were higher in SLE patients compared withhealthy controls (succeptible allele) and the risk to have class V LN in patients with IFNG 112 was 6 times higher compared with patientswithout these allele. There is an association between IFNG polymorphism with the LN classes.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
25

Kusumawardana, Visto Renardi, Makhziah Makhziah, and Ida Retno Moeljani. "KERAGAAN FENOTIP MUTAN JAGUNG VARIETAS MADURA (Zea mays sp.) GENERASI PERTAMA." BERKALA ILMIAH AGROTEKNOLOGI - PLUMULA 6, no. 1 (2019): 14–22. http://dx.doi.org/10.33005/plumula.v6i1.2.

Testo completo
Abstract (sommario):
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan dan nilai heritabilitas sepuluh galur mutan jagung varietas Madura (Zea mays sp.) generasi pertama. Penelitian dilaksanakan di Kebun Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada bulan Juli-September 2017. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 1 faktor yang terdiri dari 10 galur mutan jagung varietas madura generasi pertama yang diulang 3 kali. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan ANOVA (Analysis of Variance), dilanjutkan dengan uji BNJ 5%. Hasil analisis data menunjukkan keragaan terbaik pada sepuluh galur mutan jagung varietas Madura generasi pertama yaitu galur MM-100-3-023 pada karakter tinggi tanaman, jumlah daun, berat biji, berat 100 butir, jumlah biji, berat tongkol dan berat brangkasan dan nilai heritabilitas menunjukkan kriteria rendah, sedang dan tinggi.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
26

Handayani, Tri, and Iteu Margaret Hidayat. "Keragaman Genetik dan Heritabilitas Beberapa Karakter Utama pada Kedelai Sayur dan Implikasinya untuk Seleksi Perbaikan Produksi." Jurnal Hortikultura 22, no. 4 (2016): 327. http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v22n4.2012.p327-333.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>Salah satu tujuan seleksi pada kegiatan pemuliaan kedelai sayur ialah produksi polong tinggi. Kegiatan seleksi dalam program pemuliaan membutuhkan keragaman genetik dan heritabilitas yang tinggi dari karakter-karakter produksi. Penelitian bertujuan mengetahui keragaman genetik dan fenotip, serta menduga nilai heritabilitas beberapa karakter produksi kedelai sayur. Penelitian dilaksanakan di Tawangmangu, Jawa Tengah, dari Bulan Oktober 2011 sampai dengan Januari 2012. Materi tanaman berupa 12 genotip kedelai sayur yang ditanam di lapangan dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman, jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, berat polong per tanaman, berat per polong, berat polong per plot, dan produksi polong segar memiliki keragaman genetik maupun fenotip yang tinggi. Nilai duga heritabilitas tinggi dijumpai pada semua karakter kecuali persentase biji keras. Kombinasi keragaman genetik dan nilai duga heritabilitas tinggi dijumpai pada karakter tinggi tanaman (pada fase R1 dan R5), jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman, berat polong per tanaman, berat per polong, berat polong per plot, dan produksi polong. Seleksi pada karakter-karakter tersebut dapat dilakukan secara langsung berdasarkan penampilan fenotipiknya di lapangan.</p><p> </p><p> </p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
27

Sembiring, Sari Budi Moria, Ketut Suwirya, Ida Komang Wardana, and Haryanti Haryanti. "KONFIRMASI GEN PENYANDI TUMBUH CEPAT PADA BENIH DAN INDUK IKAN KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus)." Jurnal Riset Akuakultur 8, no. 1 (2013): 13. http://dx.doi.org/10.15578/jra.8.1.2013.13-20.

Testo completo
Abstract (sommario):
Keberlanjutan budidaya kerapu sunu (Plectropomus leopardus) sangat ditentukandari ketersediaan benih yang berkualitas secara fenotip maupun genotip. Penelitian ini bertujuan untuk mengkonfirmasi gen pengontrol tumbuh cepat sebagai indikator atau penyandi seleksi dalam produksi benih kerapu sunu P. leopardus. Penelitian dilakukan melalui tiga tahapan, meliputi: proses pemeliharaan larva, persiapan benih uji, dan evaluasi karakter kuantitatif sebagai gen penyandi tumbuh cepat pada benih kerapu sunu. Konfirmasi gen penyandi tumbuh cepat yang telah diperoleh pada lokus PL-03 dari microsatelit/SSRs (Simple Sequence Repeats), selanjutnya digunakan untuk penyandi dalam seleksi pada benih yang diproduksi melalui metode analisis amplifikasi PCR. Konfirmasi adanya gen penyandi yang digunakan sebagai indikator tumbuh cepat pada benih kerapu sunu selanjutnya dianalisis dengan metode SSCP (Single Strand Confirmation Polyacrilamide). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa gen penyandi tumbuh cepat pada benih kerapu sunu dapat ditunjukkan dengan locus PL-03 dan terekspresi pada fragmen DNA 370 bp. Keakurasian ini juga ditunjukkan pada karakter fenotip (pertumbuhan) selama budidaya di keramba jaring apung (KJA). Calon induk kerapu sunu yang membawa gen tumbuh cepat yang dihasilkan sudah mencapai ukuran panjang rata-rata 38,5±2,47 cm dan bobot 968,0 g dengan jumlah ikan sebanyak 180 ekor. Dibandingkan dengan individu ikan yang tidak membawa gen penyandi DNA370 bp mempunyai panjang dan bobot rata-rata sebesar 34,6±2,0 cm dan 734,4 g.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
28

Wardana, Ida Komang, Sudewi Sudewi, Apri Imam Supii, and Sari Budi Moria Sembiring. "SELEKSI BENIH TIRAM MUTIARA (Pinctada maxima) DARI HASIL PEMIJAHAN INDUK ALAM DENGAN KARAKTER NACRE PUTIH." Jurnal Riset Akuakultur 9, no. 1 (2014): 1. http://dx.doi.org/10.15578/jra.9.1.2014.1-13.

Testo completo
Abstract (sommario):
Kualitas induk secara fenotip dan genotif berpengaruh terhadap kualitas benih tiram mutiara yang akan dihasilkan. Penggunaan induk yang berasal dari habitat yang berbeda dalam kegiatan pembenihan diharapkan dapat menghasilkan benih tiram mutiara dengan kualitas fenotip dan genotif yang baik. Salah satu sifat yang menarik untuk dijadikan target dalam program pemuliaan tiram mutiara adalah warna mutiara yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas benih tiram mutiaram(Pinctada maxima) hasil pemijahan induk alam dengan karakter nacre putih dari tiga habitat yang berbeda dan mengetahui keragaan genetik induk (F0) dan turunannya (F1). Induk yang digunakan dalam penelitian ini adalah tiram dengan karakter nacre putih dari tiga lokasi perairan (Bali, Karawang, dan Dobo) serta dilakukan pemijahan dari masing-masing populasi tersebut. Keragaan genetik dari semua populasi dianalisa dengan menggunakan PCR RFLP. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa masa inkubasi telur hasil pemijahan induk alam dengan karakter nacre putih terlihat lebih lama dibandingkan dengan tiram mutiara pada umumnya. Benih yang dihasilkan pertumbuhannya bervariasi, didominasi dengan benih berukuran sedang dengan sintasan berkisar 0,4-9%. Keragaan genetik F0 dan F1 berdasarkan nilai heterozigositas, tiram dari perairan Bali menunjukkan nilai keragaman yang paling baik (0,2726). Sementara karakter nacre dari benih yang diperoleh menunjukkan bahwa 48% memiliki nacre putih, 24% kuning dan warna lain sebanyak 28%.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
29

Wahyuni, Vivin, La Ode Nafiu, and Muhammad Amrullah Pagala. "KARAKTERISTIK FENOTIP SIFAT KUALITATIF DAN KUANTITATIF KAMBING KACANG DI KABUPATEN MUNA BARAT." Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis 3, no. 1 (2016): 21. http://dx.doi.org/10.33772/jitro.v3i1.1067.

Testo completo
Abstract (sommario):
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fenotip sifat kualitatif dan kuantitatif kambing kacang di Kabupaten Muna Barat. Penelitian ini di lakukan di 3 Kecamatan di Kabupaten Muna Barat (Kusambi, Sawerigadi, dan Wadaga). Penelitian menggunakan sebanyak 285 ekor kambing dengan jenis kelamin jantan dan betina, kemudian dikelompokkan berdasarkan umur ternak yaitu umur ≤ 3 bulan, 4-6 bulan, > 6-12 bulan, > 1-2 tahun dan > 2 tahun. Observasi dan pengukuran dilakukan untuk mengumpulkan data hubungan dari pengukuran variabel. Hasil analisis deskriptif rataan bobot badan kambing kacang jantan dewasa 24,05±3.95 kg dengan koefisien keragaman 16,29% sedangkan pada kambing kacang betina dewasa 21,51±3,52 kg dengan koefisien keragaman 16,41%. Hasil analisis diperoleh tinggi pundak dan lingkar dada memiliki korelasi tertinggi terhadap bobot badan, sehingga dapat dijadikan penduga bobot badan kambing kacang di Kabupaten Muna Barat. Kata Kunci : Kambing Kacang, Sifat Kualitatif, Sifat Kuantitatif, Kabupaten Muna Barat.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
30

A, Maimun Z., and Budiman Budiman. "LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT PADA DEWASA DENGAN FENOTIP BILINEAGE (LIMFOID-B DAN T)." INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY 13, no. 2 (2017): 72. http://dx.doi.org/10.24293/ijcpml.v13i2.750.

Testo completo
Abstract (sommario):
In this report we describe a patient with adult acute lymphoblastic leukemia with bilineage phenotypic. He was found to have was found to have massive right pleural effusion with mediastinal shift to the contra lateral side. There was also a smaller left pleural effusion. He had multiple bilateral cervical lymphadenopathy, tense ascites and bilateral pedal oedema up to the shins. He was otherwise clinically stable. His full blood count on admission showed Hb of 11.4 g/dl, platelets of 59 X 109/L and WBC of 12.99 × 109/L with blasts of 26%. His renal function was normal with a creatinine of 107 micromoles/L. Bone marrow trephine biopsy showed features consistent with acute lymphoblast leukemia-L1. Flow cytrometry of his blood was suggestive of bilineage phenotypic acute lymphoblast leukaemia. It showed a single population of blasts (about 31%) which expressed cCD3+, CD4-, CD7+, CD5-, CD19+, CD34+, TdT+, cytoplasm IgM, CD79a+ and 30% are CD10+, and there was aberrant CD33+ expression with no evidence of MPO or CD117 expression. Cytogenesis of the bone marrow trephine biopsy showed numerical and structural abnormalities in nine out of the seventeen cells analysed. These abnormalitiesare 43~47,XY, add (1)(p34.2), add(2)(p13), i(17)(q10), +21[cp9].
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
31

Z A, Maimun, and Budiman Budiman. "LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT PADA DEWASA DENGAN FENOTIP BILINEAGE (LIMFOID-B DAN T)." INDONESIAN JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY 13, no. 2 (2018): 72. http://dx.doi.org/10.24293/ijcpml.v13i2.886.

Testo completo
Abstract (sommario):
In this report we describe a patient with adult acute lymphoblastic leukemia with bilineage phenotypic. He was found to have massive right pleural effusion with mediastinal shift to the contra lateral side. There was also a smaller left pleural effusion. He had multiple bilateral cervical lymphadenopathy, tense ascites and bilateral pedal oedema up to the shins. He was otherwise clinically stable.His full blood count on admission showed Hb of 11.4 g/dl, platelets of 59 X 109/L and WBC of 12.99 × 109/L with blasts of 26%. His renal function was normal with a creatinine of 107 micromoles/L. Bone marrow trephine biopsy showed features consistent with acute lymphoblast leukemia-L1. Flow cytrometry of his blood was suggestive of bilineage phenotypic acute lymphoblast leukaemia. It showeda single population of blasts (about 31%) which expressed cCD3+, CD4-, CD7+, CD5-, CD19+, CD34+, TdT+, cytoplasm IgM, CD79a+ and 30% are CD10+, and there was aberrant CD33+ expression with no evidence of MPO or CD117 expression. Cytogenesis of the bone marrow trephine biopsy showed numerical and structural abnormalities in nine out of the seventeen cells analysed. These abnormalitiesare 43~47,XY, add (1)(p34.2), add(2)(p13), i(17)(q10), +21[cp9].
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
32

Laksono, Sidhi, and Grace Trifena Hosea. "Kerapuhan dalam Kardiologi: Suatu Tinjauan Pustaka." Jurnal Kedokteran Meditek 28, no. 1 (2022): 91–96. http://dx.doi.org/10.36452/jkdoktmeditek.v28i1.2226.

Testo completo
Abstract (sommario):
Status kerapuhan semakin mendapat perhatian global karena populasi orang tua yang semakin meningkat. Status kerapuhan bisa dinilai dengan fenotip kerapuhan menggunakan Fried Scale atau indeks kerapuhan menggunakan Rockwood CFS. Status kerapuhan juga memiliki peran dalam bidang kardiologi. Kerapuhan beresiko meningkatkan resiko mortalitas, lama perawatan di rumah sakit, admisi ICU dan menurunnya kualitas hidup pada pasien yang menjalani kardiointervensi, memiliki penyakit kardiovaskular dan gagal jantung. Kerapuhan merupakan kondisi yang dinamis, maka penting dilakukan upaya untuk memperbaiki kerapuhan seperti program rehabilitas jantung
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
33

Harahap, Parmanoan, Mahyuni Khairiyah Harahap, and Fitra Syawal Harahap. "Identifikasi Karakter Fenotip Daun Tanaman Aren (Arenga pinnata Merr) di Kabupaten Tapanuli Selatan." Jurnal Pertanian Tropik 6, no. 3 (2019): 472–76. http://dx.doi.org/10.32734/jpt.v6i3.3212.

Testo completo
Abstract (sommario):
Identification Phenotypic Character of the Leaves Palm Plant in South Tapanuli Regency This studyaims to determine the effect of the phenotype character of palm leaf leaves on the production of roomiein wild populations of natural habitats in South Tapanuli Regency. The study was conducted in fivevillages in each oft he four sub-districts in the South Tapanuli district. Two hundred sugar palm plantsoriginating from four natural habitats have been identified in accordance with plant identificationprocedures issued by the IPGRI (International Plant Genetic Resources Institute, 1995) and analyzed.The results show that 4 clusters were formed with 75% similarity or 25% diversity. These results canbe concluded that cluster 1 is the population of palm plants that have the long character of petioleand the highest number of unproductive leaves. Whereas the characters of leaf length and rachis lengthare still lower than the population of sugar palm plants in cluster 4. Cluster 2 is the population of sugarpalm plants that has the highest character of sap production per day. Cluster 3 is a population ofpalm plants that have the highest leaf width character. Cluster 4 is a population of palm plants thathave the highest leaf length and rachis length with the highest number of leaflets and the largest rachiscircumference and petiole circumference. The number of productive leaves and the percentage of sapsugar content above average.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
34

Djajanegara, Ira N. "PENGARUH BEBERAPA FITOHORMON PADA PEMBENTUKAN MUTAN BARLEY (Hordeum Vulgare) DENGAN FENOTIP BIJI ABNORMAL." Berkala Penelitian Hayati 14, no. 1 (2008): 73–78. http://dx.doi.org/10.23869/bphjbr.14.1.200810.

Testo completo
Abstract (sommario):
Seg8 is the shrunken endosperm mutant occured naturally in barley (Hordeum vulgare). This recessive mutant does not express xenia which indicates that the endosperm phenotypes depend on the genotype of the diploid maternal parents. This mutant provides an opportunity to analyze factors produced by the female parent that affect the seed development process. One of the factors affecting seed development and growth is phytohormones. In vitro spike culture system adopted from wheat spike culture system was used to investigate the involvement of phytohormones in the grain filling process. Phytohormones were applied during 15 days period of culture. Phytohormones concentrations used were as follows abscisic acid 10–4 M, 5x10–5 M, 10–6M, 5x10–7M and 10–7M. Gibberelic acid concentrations were 5x10–3 M, 5x10–4 M, 5x10–5 M, 2.5x10–5M, 10-5M and 2x10–6M. Cytokinin concentrations were 2x10–6 M, 2x10–7 M and 2x10–8 M. In this experiment, 2 days before anthesis is the best stage to start the spike culture period and 15 days period of culture is sufficient to observe the grain filling process and emergence of the mutant phenotype. The phytohormones treatments as well as their respective concentrations were not able to recover the normal phenotype. Abscisic acid treatment at 5x10-7 M were able to increase the mutant grain dry weight significantly compared to untreated culture but the normal phenotype was not recovered. This indicates that lack of phytohormones was not the maternal factor affecting the seed development process in this particular mutant.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
35

Setiawan, Kukuh, Rafika Restiningtias, Setyo Dwi Utomo, et al. "Keragaman genetik, fenotip dan heritabilitas beberapa genotip sorghum pada kondisi tumpangsari dan monokultur." Jurnal Agro 6, no. 2 (2019): 95–109. http://dx.doi.org/10.15575/4568.

Testo completo
Abstract (sommario):
Selain sebagai bahan pangan dan pakan, sorgum berpotensi menghasilkan nira untuk bioethanol. Beragamnya potensi hasil nira, mendorong perlunya evaluasi keragaan berbagai genotip sorgum untuk digunakan sebagai kriteria seleksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi produksi nira, membandingkan keragaman genetik dan fenotip pada beberapa genotip sorgum, serta menghitung heritabilitas arti luas. Penelitian dilaksanakan di Desa Sukanegara, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan dari April 2017 sampai Februari 2018. Rancangan perlakuan disusun secara strip plot dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap dengan tiga ulangan yang digunakan sebagai kelompok. Kondisi tumpangsari dan monokultur yang digunakan sebagai pembanding disusun secara strip plot. Sebanyak 15 genotip digunakan, yaitu GH 3, GH 4, GH 5, GH 6, GH 7, GH 13, Super 1, Super 2, Samurai 1, UPCA, Numbu, Mandau, Talaga Bodas, P/IWHP, dan P/F 5-193-C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa genotip Talaga Bodas mempunyai kandungan nira yang cukup tinggi baik pada kondisi tumpangsari maupun monokultur yang masing-masing sebesar 144,0 ml dan 166,0 ml. Sementara genotip Super 1 menunjukkan kandungan nira paling tinggi pada kondisi tumpangsari (163,0 ml) dan genotip GH13 menghasilkan volume nira paling tinggi pada sistem monokultur (183,0 ml). Nilai heritabilitas arti luas pada tinggi tanaman, nilai brix, kandungan nira, dan jumlah ruas pada sistem tanam tumpangsari dan monokultur termasuk dalam kriteria tinggi (0,6-0,9). Nilai heritabilitas yang tinggi pada karakter tersebut menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berpengaruh sehingga bisa digunakan sebagai kriteria seleksi.ABSTRACT In addition to foodstuffs and feed, sorghum potentially produces “nira” for bioethanol. The varying potency of the nira results, prompting the need to evaluate the performance of various sorghum genotypes for use as selection criteria. The objectives of this study were to evaluate nira production, to compare genetics and phenotype variances of sorghum genotypes, also to calculate broad sense heritability of some sorghum genotypes. This study was conducted at Desa Sukanegara, Kecamatan Tanjung Bintang, Kabupaten Lampung Selatan from April 2017 to February 2018. The experiment was designed by stripe plot in completely randomized block design with three replications used as block. The conditions of monoculture and intercropping used as comparison were arranged in stripe plot. As many as 15 genotypes used in this study i.e. GH 3, GH 4, GH 5, GH 6, GH 7, GH 13, Super 1, Super 2, Samurai 1, UPCA, Numbu, Mandau, Talaga Bodas, P/IWHP, and P/F 5-193-C. The result showed that Talaga Bodas genotype had high volume of nira content under monoculture and intercropping conditions as 144.0 ml and 166.0 ml, respectively. However, Super 1 genotype had high nira content (163.0 ml) under intercropping condition and GH13 genotype had high nira content under monoculture (183.0 ml). Broad sense heritability of plant height, brix value, nira content, and internode number in both intercropping and monoculture conditions was high (0.60 – 0.90). These high heritability values mean that these characters are influenced by genetics factor and could be used as selection criteria.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
36

Susanto, Zaenal Adi, Wahyu Siswandari, and Lantip Rujito. "Korelasi Genotip-Fenotip Pasien Talasemia Beta Di Kota Samarinda Kalimantan Timur Tahun 2019." Buletin Penelitian Kesehatan 48, no. 2 (2020): 91–98. http://dx.doi.org/10.22435/bpk.v48i2.2362.

Testo completo
Abstract (sommario):
Abstract
 Thalassemia is a genetic blood disorder that is autosomal recessive and is quite common throughout the world. This study aims to determine the relationship of Hemoglobin beta (HBB) gene mutations types with clinical levels and hematological in the subjects of 31 thalassemia-beta patients in Samarinda City. Blood samples were taken from patients to obtain their DNA then amplified them with the Polymerase Chain Reaction and direct sequencing techniques to analyze the hemoglobin-beta gene mutation. Javanese ethnics is the most dominant in this study (64.5%) and the most common clinical levels is the moderate category (77.4%). The mean MCV and MCH values were 72±5,5 fL and 24±3,3 pg. DNA analysis found 8 types of mutant alleles including 48.4% of Cd26 / HbE (GAG>AAG), 14.5% of IVS-1-5 (G>C) 12.9% of IVS-1-2 (T>C, ,8.1% of Cd35 (-C) , 6.5% of IVS-1-1 (G>T) 3.2% of Cd30 (AGG>ACG) , Cd60 (GTG>GAG) and Cd2 (CAT>CAC ) are 1.6% each. This study found mutations that had not been previously reported in Indonesia, namely Cd60 (GTG>GAG) and Cd2 (CAT>CAC). Spearman rank statistical tests show there is no significant relationship between the two studied variables.
 Keyword: Beta-thalassemia mutation, Clinical levels, Hematological
 Abstrak
 Talasemia merupakan salah satu kelainan darah genetik yang bersifat autosomal resesif dan cukup banyak ditemui di seluruh dunia. Diperkirakan 3-10 persen masyarakat Indonesia adalah pembawa sifat talasemia dengan berbagai macam latar belakang etnik. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan jenis mutasi gen hemoglobin beta (HBB) dengan derajat klinis dan pemeriksaan darah pada 31 pasien talasemia-beta di Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur pada bulan Mei tahun 2019. Sampel darah pasien diambil untuk memperoleh DNA kemudian dilakukan amplifikasi dengan Polymerase Chain Reaction dan dilakukan teknik direct sekuensing untuk menganalisis mutasi gen hemoglobin-beta. Etnik Jawa merupakan yang dominan dalam penelitian ini (64,5%) dan derajat klinis paling umum adalah kategori sedang (77,4%). Rerata nilai MCV dan MCH masing-masing adalah 72±5,5 fL dan 24±3,3 pg. Analisa DNA didapatkan 8 jenis alel mutan yaitu Cd26/HbE (GAG>AAG) 48,4% selanjutnya IVS-1-5 (G>C) 14,5%, IVS-1-2 (T>C) 12,9%, Cd35 (-C) 8,1%, IVS-1-1 (G>T) 6,5%, Cd30 (AGG>ACG) 3,2%, Cd60 (GTG>GAG) dan Cd2 (CAT>CAC) masing-masing 1,6%. Studi ini menemukan mutasi yang belum dilaporkan pada penelitian sebelumnya di Indonesia yaitu Cd60 (GTG>GAG) dan Cd2 (CAT>CAC). Uji statistik spearman rank menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara ke dua variabel yang diteliti.
 Kata kunci: Mutasi talasemia beta, Derajat klinis, Hematologis
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
37

Widiyati, Ani, and Komar Sumantadinata. "FLUKTUASI ASIMETRI IKAN NILA 69 (Oreochromis niloticus) DARI DANAU TEMPE (SULAWESI SELATAN) DAN IKAN NILA GIFT DARI SUKAMANDI, JATILUHUR, DAN SUKABUMI." Jurnal Riset Akuakultur 2, no. 3 (2007): 395. http://dx.doi.org/10.15578/jra.2.3.2007.395-398.

Testo completo
Abstract (sommario):
Fluktuasi asimetri organ berpasangan merupakan salah satu metode sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung keragaman fenotip pada ikan nila. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur fluktuasi asimetri ikan nila 69 dari Danau Tempe (Sulawesi Selatan) dan ikan nila GIFT dari Sukamandi, Jatiluhur, dan Sukabumi. Ikan nila yang digunakan berukuran konsumsi (150—250 g/ekor) dan berasal dari masing-masing lokasi diukur 50 ekor sebagai ikan uji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan nila 69 dari Danau Tempe mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (Fan) dan besaran (Fam) gabungan terkecil yaitu 0,8 dan 2,84. Ikan nila dari Jatiluhur mempunyai nilai fluktuasi asimetri bilangan (Fan) dan besaran (Fam) gabungan tertinggi yaitu 4,43 dan 16,66.The asymmetric fluctuating of couple organs were used as simple method to calculate fenotype variation of nile tilapia. The objective of this study was to measure the asymmetric fluctuation nile tilapia 69 from Lake Tempe (South Sulawesi) and nile tilapia GIFT product from West Java (Jatiluhur, Cirata, Sukamandi, and Sukabumi). The results showed that nile tilapia from Lake Tempe had the smallest value of fluctuating asymmetry number (Fan) and magnitute (Fam), which are 0.8 and 2.84 prespectively. The biggest value of fluctuating asymmetry number (Fan) and magnitute (Fam), which are 4.43 and 16.66 respectively.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
38

Ma'sumah, Ma'sumah, Tri Joko Santoso, and Kurniawan R. Trijatmiko. "Evaluasi Toleran Kekeringan dan Analisis Kestabilan Padi Transgenik Penanda Aktivasi cv. Nipponbare." Jurnal AgroBiogen 12, no. 1 (2018): 21. http://dx.doi.org/10.21082/jbio.v12n1.2016.p21-28.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>Cekaman kekeringan adalah salah satu faktor pembatas penting pada peningkatan produksi padi di Indonesia. Salah satunya cara pemecahannya adalah identifikasi gen-gen yang dapat digunakan untuk memperbaiki varietas padi toleran terhadap cekaman kekeringan. Sejumlah galur padi transgenic kultivar Nipponbare yang membawa vector penanda aktivasi telah dihasilkan dari penelitian sebelumnya. Untuk mengetahui apakah vector penanda aktivasi yang telah terintegrasi menghasilkan fenotipik peningkatan fungsi gen dalam responnya terhadap kekeringan, galur-galur tersebut perlu untuk dianalisis secara genotipk dan fenotipik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keragaman fenotipik akar galur-galur transgenik generasi T<sub>1</sub> yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan mendapatkan galur-galur yang stabil membawa penanda aktivasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah 47 individu galur transgenik, dua galur cek toleran (IRAT112 dan Cabacu), galur cek peka (IR64) dan tipe liar (Nipponbare). Sebelum evaluasi fenotip akar dan deteksi gen hptII dan bar, galur-galur padi transgenik dikonfirmasi dengan skrining pada larutan herbisida basta pada tahap perkecambahan. Kemampuan menembus akar dari galur-galur padi transgenik dievaluasi pada pot plastik yang dilapisi dengan paraffin-vaselin. Stabilitas galur-galur transgenik mutan dideteksi dengan amplifikasi gen <em>hpt</em>II dan bar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar galur-galur Nipponbare transgenik yang diuji mampu berkecambah pada larutan herbisida basta. Ini menunjukkan bahwa galur-galur tersebut adalah memang tanaman transgenik mengandung gen bar. Pengujian fenotipik daya tembus akar mengindikasikan bahwa dua galur padi transgenik mempunyai karakteristik akar yang dapat dikategorikan sebagai galur toleran kekeringan, yaitu M-Nip-50.1 dan M-Nip-51.13. Uji stabilitas gen bar menunjukkan bahwa terdapat 4 galur-galur mutan transgenik stabil yang terdeteksi dengan analisis molekuler rmenggunakan primer spesifik gen <em>hpt</em>II dan <em>bar</em><em> g</em>alur tersebut adalah M-Nip.12.12, M-Nip 19.18, M-Nip.19.9 and M-Nip 20.13.</p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
39

Bülbül, Özlem, and Gönül Filoğlu. "Biyocoğrafik Soy Tahmini ve Adli Bilimlerde Kullanımı." Bulletin of Legal Medicine 24, no. 2 (2019): 131–40. http://dx.doi.org/10.17986/blm.2019250174.

Testo completo
Abstract (sommario):
Adli bilimlerde SNP (Single nucleotide polymorphism, tek nükleotid polimorfizm) markırları kimliklendirmede, fenotip belirlemede, nesep ve soy tayininde kullanılmaktadır. Biyocoğrafik soy tahmininde farklı coğrafik bölgelerde bulunan popülasyonlar arasındaki farklılıkları gösteren soy SNP markırları (AISNPs, Ancestry Informative SNP Markers) kullanılmaktadır. AISNP markırları ile bir kişinin biyocoğrafik orijini ve her biyocoğrafik bölgeden alınan genetik soy yüzdesi tespit edilebilir. Bu bilgiler adli bilimlerde bilinmeyen bir şüphelinin, felaket kurbanlarının veya kayıp kişilerin kimliklendirilmesinde kullanılabilir. Bu makalede biyocoğrafik soy kavramı, biyocoğrafik soy tahmininde kullanılan AISNPs panelleri, uygulama yöntemleri, kullanılan istatistiksel yöntemler ve güncel adli uygulamalar tartışılmıştır.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
40

Hetharie, Helen, Simon H. T. Raharjo, Gelora H. Augustyn, and Marietje Pesireron. "AKURASI KARAKTERISASI TINGKAT IN SITU TANAMAN UBI JALAR PADA DUA KECAMATAN DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT." JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN 13, no. 2 (2017): 103–10. http://dx.doi.org/10.30598/jbdp.2017.13.2.103.

Testo completo
Abstract (sommario):
Morphological characters of above ground plant parts can be used to distinguishsweet potato accessions. The objective of this study was to get a number of diversity of sweet potato accessions based on above ground part morphology and to determine the accuracy of in situ characterization. This study used a survey method in five villages in two sub-districts, namely Inomosol and Huamual Muka, Western Ceram District. The first stage of this study involved in situ characterization, and the second stage involved planting and ex situ morphological characterization of 2-month-old plants which was used sweet potato descriptors. Data were analyzed descriptively and qualitatively. The results showed that there were 25 accessions of sweet potato found in Huamual Muka and Inomosol Sub-districts, as distinguished by leaf shape and color, leaf patterns and leaf lobe number, petiole and stem colors, and vine twisting tendency. Verification results of the above ground morphology showed accuracy of ≥80% in 3 phenotypes in leaf lobe pattern, shape of central leaf lobe, linear middle leaves, leaves with 1, 5 and 7 lobes, green abaxial leaf veins, 2 petiole color phenotypes, purplish red stem, and stem additional colors. Meanwhile, the accuracy of characterization of other phenotypes was 0-76%.
 Keywords: diversity, ex situ, Ipomoea batatas, Maluku, morphology
 
 ABSTRAK
 Karakter morfologi tajuk ubi jalar dapat digunakan sebagai pembeda antar aksesi. Tujuan penelitian untuk mendapatkan sejumlah klon ubi jalar yang beragam berdasarkan morfologi tajuk serta ketepatan karakterisasi morfologi pada tingkat in situ. Penelitian ini menggunakan metode survei di lima desa pada dua kecamatan yaitu kecamatan Inomosol dan Huamual Muka pada Kabupaten Seram Bagian Barat, Propinsi Maluku. Tahap pertama dengan mengkarakterisasi morfologi tajuk di kebun petani (in situ), dan tahap kedua penanaman dan karakterisasi ex situ di kebun koleksi pada umur tanaman 2 bulan menggunakan deskriptor ubi jalar. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 25 aksesi ubi jalar di kecamatan Inomosol dan Huamual Muka yang dibedakan berdasarkan bentuk dan warna daun, pola dan jumlah lekuk daun, warna tangkai dan batang, serta sifat membelit. Hasil verifikasi terhadap karakterisasi in situ didapatkan akurasi ≥80% pada 3 fenotip pada pola lekuk daun, daun dengan bentuk bagian tengah linear, daun dengan jumlah cuping 1, 5 dan 7, tulang daun permukaan bawah berwarna hijau, 2 fenotip pada warna tangkai daun, batang berwarna merah keunguan, serta ada warna tambahan pada batang. Sedangkan akurasi karakterisasi pada fenotip lainnya yaitu 0-76%.
 Kata kunci: ex situ, Ipomoea batatas, keragaman, Maluku, morfologi
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
41

Astuti, P., Supriyadi Supriyadi, and Supriyono Supriyono. "Karakterisasi fenotip kultivar padi tahan dan rentan wereng coklat, Nilaparvata lugens Stål. (Hemiptera: Delphacidae)." Jurnal Entomologi Indonesia 9, no. 2 (2012): 57–63. http://dx.doi.org/10.5994/jei.9.2.57.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
42

Abulí, A., X. Bessa, C. Ruiz-Ponte, et al. "CORRELACIÓN GENOTIPO-FENOTIP EN EL CÁNCER COLORRECTAL EN RELACIÓN A VARIANTES GENÉTICAS DE SUSCEPTIBILIDAD." Gastroenterología y Hepatología 32, no. 3 (2009): 181–82. http://dx.doi.org/10.1016/j.gastrohep.2009.01.006.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
43

Fatwa, Anisa, Rich G. Simanjuntak, and Susilo Hadi. "ANALISIS FENOTIP KAMUFLASE SERANGGA RANTING [(LOPAPHUS TRANSIENS (REDTENBACHER, 1908)] DI ANDONG, MAGELANG, JAWA TENGAH." Science Tech: Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 6, no. 1 (2020): 43. http://dx.doi.org/10.30738/jst.v6i1.7011.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
44

Machwiyah, Yuyun, and Niken Satuti Nur Handayani. "Analisis Pedigree dan Fenotip Pasangan Kembar: Studi Kasus Pada Keluarga Kembar di Kecamatan Laweyan, Surakarta." Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi 1, no. 1 (2013): 18–27. http://dx.doi.org/10.24252/bio.v1i1.443.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
45

Purnomo, A., and W. Prihtiyantoro. "Karakteristik Faktor-Faktor Patogenisitas Escherichia coli Secara Fenotip Isolat Asal Jantung dan Hati Ayam Potong." Buletin Peternakan 32, no. 3 (2012): 213. http://dx.doi.org/10.21059/buletinpeternak.v32i3.1258.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
46

(Trifena), Trifena, I. Gede Suparta Budisatria, and Tety Hartatik. "PERUBAHAN FENOTIP SAPI PERANAKAN ONGOLE, SIMPO, DAN LIMPO PADA KETURUNAN PERTAMA DAN KETURUNAN KEDUA (BACKCROSS)." Buletin Peternakan 35, no. 1 (2012): 11. http://dx.doi.org/10.21059/buletinpeternak.v35i1.585.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>The aims of the study was to analyze the phenotype of Ongole Grade, SIMPO, and LIMPO cows based on the exterior characteristics and body size of cattle, and to distinguish the phenotype of the first filial (F1) and the backcross<br />(BC1) of SIMPO and LIMPO cows, reared by farmers at Pacitan, East Java. The study was conducted with purposive sampling method, involving 5 districts: Pacitan, Arjosari, Pringkuku, Nawangan, and Punung. Eighty four farmers as<br />respondents with total of 100 head cattle were used in the study. The results showed that the dominant coat color in Ongole Grade was white. However, none of crossbreed in F1 and BC1 had white color, but the color phenotype change<br />to brown and dark brown, which increase the dark intensity. The muzzle color of Ongole Grade was black, and changed to red in BC1. The hoof color’s of Ongole Grade was black, and brown for BC1. The color phenotype of F1 was similar<br />to both color of Ongole Grade and BC1 phenotype. The increasing intensity of coat color in F1 to BC1 indicated that there was a combination of gene from Simmental or Limousin with F1 and BC1which containing of two or several set of<br />genes. SIMPO and LIMPO cows had greater body size than those of Ongole Grade cows. The body’s sizes of BC1 was larger than F1 in SIMPO and LIMPO cows, which was influenced by increasing the effect of additive genes from F1 to<br />BC1.</p><p><br />(Keywords: Ongole Grade, SIMPO, LIMPO, First filial, Backcross, Phenotype of cattle)<br /><br /></p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
47

Genesiska, Genesiska, Budi Susanto, and Mulyono Mulyono. "Karakter Fenotip Tanaman Jagung (Zea mays L.) Lokal Varietas Pulut Sulawesi di Daerah Istimewa Yogyakarta." PLANTROPICA: Journal of Agricultural Science 5, no. 1 (2020): 85–94. http://dx.doi.org/10.21776/ub.jpt.2020.005.1.10.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
48

Talebe, Yusnaini B., Abdurahman Hoda, and Sri Utami. "Analisis Fenotip, Pendugaan Bobot Tetas dan Bobot Hidup Umur 8 Minggu pada Selesi Ayam Kampung." Jurnal Ilmu dan Industri Peternakan 7, no. 1 (2021): 32. http://dx.doi.org/10.24252/jiip.v7i1.20047.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
49

IŞIK, Esra, Bilçağ AKGÜN, Kaan KAVAKLI, et al. "Turkey Experience in Molecular Analysis of Hemophilia B: F9 Gene Mutation Spectrum and Genotype-Phenotype Correlation." Turkiye Klinikleri Journal of Medical Sciences 40, no. 3 (2020): 334–41. http://dx.doi.org/10.5336/medsci.2020-75066.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
50

Nopianasanti, Hetty, and Budi Setiadi Daryono. "Kestabilan Fenotip Tanaman Labu Susu (Cucurbita moschata (Duchesne) Poir “Butternut”) Hasil Budidaya di Sleman D.I Yogyakarta." Biogenesis: Jurnal Ilmiah Biologi 6, no. 2 (2018): 115. http://dx.doi.org/10.24252/bio.v6i2.4751.

Testo completo
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
Offriamo sconti su tutti i piani premium per gli autori le cui opere sono incluse in raccolte letterarie tematiche. Contattaci per ottenere un codice promozionale unico!

Vai alla bibliografia