Academic literature on the topic 'Asosiasi Advokat Indonesia'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the lists of relevant articles, books, theses, conference reports, and other scholarly sources on the topic 'Asosiasi Advokat Indonesia.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Journal articles on the topic "Asosiasi Advokat Indonesia"

1

Hakim, Moh Abdul, and Joevarian Hudiyana. "Catatan editor untuk edisi khusus tren metodologi: Paradigma dan metodologi psikologi sosial dalam kebudayaan non-WEIRD." Jurnal Psikologi Sosial 18, no. 2 (July 31, 2020): 86–88. http://dx.doi.org/10.7454/jps.2020.10.

Full text
Abstract:
Salam sejahtera, Pada tahun 2015 silam, lebih dari 100 peneliti dari berbagai institusi di beberapa benua melakukan sebuah usaha replikasi penelitian besar-besaran. Tak kurang dari 100 eksperimen yang terbit dalam jurnal psikologi bereputasi diuji kembali untuk menemukan apakah memang betul hasil eksperimen sesuai dengan laporan asli. Ternyata, hanya 68% dari usaha replikasi itu yang berhasil menemukan bukti signifikan secara statistik (Open Science Collaboration, 2015). Masalah yang dikemukakan oleh komunitas Open Science Collaboration ini menggegerkan ilmu psikologi, tak terkecuali psikologi sosial. Sejak munculnya isu krisis replikasi ini, berbagai temuan – mulai dari yang klasik sampai yang kontemporer dalam bidang psikologi – dipertanyakan kembali keabsahannya. Beberapa tahun kemudian, pakar neurosains kognitif dan advokat sains terbuka Christopher D. Chambers dari Cardiff University mempublikasikan sebuah buku yang membahas masalah fundamental dalam praktik ilmiah di psikologi. Dalam buku yang ia beri judul “The 7 Deadly Sins of Psychology” (7 Dosa Besar Psikologi), ia memaparkan sejumlah isu dimana metodologi merupakan salah satu isu yang bermasalah dalam psikologi (Chambers, 2019). Analisis statistik dan penentuan metodologi dalam riset-riset psikologi dianggap terlalu fleksibel sehingga rentan untuk dimanipulasi oleh peneliti. Tidak kalah pentingnya dan konsisten dengan temuan Open Science Collaboration, ilmu psikologi juga dianggap tidak reliabel. Temuan-temuan penting bisa tidak konsisten ketika diuji kembali dengan metode yang sama. Masalah pada reliabilitas temuan seperti itu bisa diatribusikan ke berbagai faktor. Pertama, psikologi belum membudayakan replikasi. Padahal, disiplin ilmu alam seperti fisika senantiasa berusaha mereplikasi temuan-temuan laboratorium mereka (Franklin, 2018). Kedua, adalah masalah fraud serta pelaporan metodologi atau analisis yang terlalu fleksibel sebagaimana dikemukakan Chambers (Chambers, 2019). Selain kedua alasan tersebut, ada satu alasan lain yang nampaknya jarang dibahas – bahwa ada faktor kebudayaan atau kontekstual yang menyebabkan kondisi studi asli dan studi berikutnya mengalami perbedaan. Alasan ini dikemukakan oleh Stroebe dan Strack (2014) dalam artikel mereka yang isinya mengemukakan bahwa replikasi dengan temuan sama persis itu sangat sulit terjadi. Faktor perbedaan budaya adalah isu yang substansial dan perlu diperhatikan dalam ilmu psikologi. Ini sudah lama ditekankan oleh Henrich, Heine, dan Norenzayan (2010) dalam artikel mereka yang berjudul “The weirdest people in the world?”. Menurut mereka, banyak (jika tidak dibilang mayoritas) riset psikologi dilakukan di komunitas atau negara WEIRD (Western – kebudayaan barat, Educated – sampel mahasiswa atau kaum terdidik, Industrialized – negara industri maju, Rich – kalangan ekonomi menengah keatas, dan Democratic – negara demokratik). Dengan kata lain, teori-teori yang dihasilkan dari riset-riset psikologi hanya terfokus pada kebudayaan WEIRD seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat, namun mengabaikan konteks-konteks budaya lainnya. Sehingga, usaha generalisasi suatu teori tanpa memahami konteks lokal dari tiap kebudayaan non-WEIRD bisa menghasilkan temuan yang tidak konsisten. Menyadari betapa fundamentalnya isu kebudayaan ini, Jurnal Psikologi Sosial (JPS) mengeluarkan isu khusus tentang perspektif dan isu metodologi dalam psikologi sosial. Dalam isu khusus ini, JPS mempublikasikan naskah-naskah yang mengevaluasi perspektif atau paradigma yang muncul dari kebudayaan atau masyarakat WEIRD. Dalam naskah yang berjudul “Social neuroscience: Pendekatan multi-level integratif dalam penelitian psikologi sosial”, Galang Lufityanto berusaha mengulas potensi dari perspektif neurosains kognitif untuk psikologi sosial dalam konteks manusia Indonesia. Artikel ini sangat penting karena perspektif biologis seperti neurosains kognitif perlu direplikasi di berbagai konteks masyarakat berbeda (Fischer & Poortinga, 2018) agar terhindar dari generalisasi yang terlalu cepat. Sementara dalam naskah yang berjudul “Epistemological violence, essentialization dan tantangan etik dalam penelitian psikologi sosial”, Monica Eviandaru Madyaningrum berusaha mendiskusikan isu etika dalam riset psikologi sosial. Seringkali, psikologi sosial mengadopsi pandangan etika yang muncul dari kebudayaan seperti Amerika Serikat dimana etika prosedural yang terfokus pada individu menjadi tolak ukurnya. Padahal, etika juga men-cakup kerangka berpikir dan relasi kuasa yang terjadi dalam masyarakat. Naskah ini mengajak kita untuk keluar dari isu etika individu menjadi isu etika dalam relasi antar elemen masyarakat, sehingga lebih sesuai dengan konteks masyarakat Indonesia. Isu khusus ini tidak hanya terfokus pada persoalan paradigma epistemik dan etika dalam psikologi sosial. Beberapa naskah berikutnya membahas tentang potensi penggunaan metode alternatif untuk riset-riset psikologi sosial. Andrian Liem dan Brian J. Hall dalam naskah mereka yang berjudul “Respondent-driven sampling (RDS) method: Introduction and its potential use for social psychology research” membahas potensi metode pencarian sampel (sampling) yang lebih superior daripada metode non-probabilitas lain tetapi juga lebih mungkin dilakukan dibandingkan metode random sampling. Dalam metode respondent-driven sampling (RDS), peneliti merekrut partisipan berdasarkan struktur jejaring atau rasa saling percaya antar partisipan. Mengingat masyarakat Indonesia beroperasi berdasarkan struktur relasi dan rasa saling percaya (Hopner & Liu, in press), metode RDS ini sangat menjanjikan untuk diterapkan. Bukan hanya karena kemudahan dalam pengambilan data, namun juga karena potensinya untuk lebih mampu menggeneralisasi temuan ke dalam populasi yang diteliti. Tidak kalah menariknya adalah naskah yang ditulis oleh Tsana Afrani dan para koleganya dengan judul “Apakah intervensi prasangka lewat media bisa mengurangi prasangka implisit terhadap orang dengan HIV/AIDS? Eksperimen menggunakan implicit association test (IAT).” Dalam beberapa tahun terakhir, IAT atau tes asosiasi implisit menjadi alat ukur prasangka implisit yang dianggap kontroversial (Jost, 2019; Singal, 2017). Intervensi berbasis prasangka implisit juga menjadi sasaran kritik. Maka dari itu, penting untuk menguji IAT dalam konteks intervensi di berbagai konteks seperti di kebudayaan non-WEIRD. Ditemukan bahwa prasangka implisit tidak berubah setelah partisipan ikut serta dalam intervensi prasangka lewat media. Ini semakin mempertebal daftar kritik terhadap IAT. Naskah berikutnya membahas potensi metode kualitatif yang jarang digunakan dalam psikologi sosial, yaitu metode historis-komparatif. Dalam naskah yang berjudul “Menggunakan metode historis komparatif dalam penelitian psikologi”, Nugraha Arif Karyanta, Suryanto, dan Wiwin Hendriani menjelaskan bahwa data-data seperti dokumen bersejarah, catatan sejarah, bahkan dokumen sipil yang masih berlangsung bisa digunakan untuk menjelaskan proses psikologis yang terjadi pada suatu konteks masyarakat. Metode ini berpotensi untuk mengeksplorasi bagaimana temuan-temuan psiko-logi sosial yang seringkali muncul dari kebudayaan WEIRD bisa relevan atau tidak relevan dengan perkembangan sejarah, kebijakan sosial dan hukum, yang ada pada masyarakat non-WEIRD seperti masyarakat Indonesia. Sementara itu Retno Hanggarani Ninin dan kolega-koleganya menekankan pentingnya asesmen psikologi dalam situasi alamiah. Dalam naskah yang berjudul “Psikoetnografi sebagai metoda asesmen psikologi komunitas”, mereka membahas bahwa seringkali asesmen psikologis mencerabut individu dari situasi ekologis alami mereka. Padahal, individu tidak terlepas dari struktur sosial dan budaya yang ia alami sehari-hari. Dalam naskah ini, para penulis juga memberikan contoh bagaimana asesmen psikoetnografi bisa dilakukan. Membahas perbedaan dan kesetaraan antar budaya, tentu juga sulit dilepaskan dari isu kesetaraan lintas budaya dari alat ukur psikologis. Dalam isu khusus ini, JPS mempublikasikan dua naskah validasi alat ukur. Kedua alat ukur ini dinilai penting dan relevan untuk diadaptasi dan divalidasi pada konteks Indonesia. Dalam naskah “Adaptasi alat ukur Munroe Multicultural Attitude Scale Questionnaire versi Indonesia”, Intan Permatasari dan kolega-koleganya mempertanyakan validasi alat ukur sikap multikultural karena pada budaya Indonesia, sikap multikultural lebih prevalen pada relasi antar etnis sementara di budaya Amerika Serikat (budaya asal alat ukurnya), sikap multicultural lebih terfokus pada warna kulit. Sementara pada naskah “Adaptasi dan properti psikometrik skala kontrol diri ringkas versi Indonesia”, Haykal Hafizul Arifin dan Mirra Noor Milla berusaha mengadaptasi dan menemukan validitas konstruk dan validitas diskriminan dari alat ukur kontrol diri. Ada banyak struktur dimensi dari alat ukur kontrol diri dalam riset-riset sebelumnya. Para penulis menguji struktur dimensi mana yang paling cocok untuk konteks Indonesia. Akhir kata, izinkanlah kami berterima kasih kepada para reviewer yang telah memberikan masukkan kepada naskah-naskah di edisi khusus ini, mulai dari awal sampai naskah siap dipublikasikan. Kami berharap, edisi khusus ini bisa menjadi pemantik diskusi-diskusi saintifik lanjutan tentang ragam perspektif dan isu metodologi di psikologi sosial, khususnya untuk konteks kebudayaan non-WEIRD seperti Indonesia. Tidak hanya itu, kami juga berharap bahwa edisi khusus ini bisa menjadi pedoman atau acuan bagi penggunaan berbagai metode seperti sampling RDS, alat ukur IAT, asesmen psiko-etnografi, dan riset historis komparatif. Kami juga berharap edisi khusus ini menstimulasi riset lanjutan dengan paradigma social neuroscience dan paradigma etika yang lebih luas dari sekedar analisis etika prosedural.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Utami, Alun Mega yuni, Febria Listina, and Nana Novariana. "faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku mahasiswa dalam penggunaan plastik dan styrofoam untuk pembungkus makanan di fakultas kesehatan universitas mitra indonesia tahun 2020." Jurnal Formil (Forum Ilmiah) Kesmas Respati 5, no. 2 (November 13, 2020): 129. http://dx.doi.org/10.35842/formil.v5i2.326.

Full text
Abstract:
Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAPLAS) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menginformasikan sampah plastik di Indonesia mencapai 64 juta ton per tahun 3,2 juta ton sampah plastik dibuang ke laut, serta ke lingkungan sebanyak 85.000 ton. Dinas Lingkungan Hidup Lampung, produksi sampah di Lampung mencapai 7.000 ton/hari. Tujuan penelitian ini untuk dilakukan untuk mengetahui Faktor - Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Mahasiswa Dalam Penggunaan Plastik Dan Styrofoam Untuk Pembungkus Makanan di Fakultas Kesehatan Universitas Mitra Indonesia .Penelitian dilakukan pada tanggal 8 – 18 Juni tahun 2020. Subjek penelitian mahasiswa fakultas kesehatan, populasi 956 dan sampel sebanyak 282 mahasiswa. Penelitian kuantitatif bersifat survai analitik desain cross sectional. Analisis menggunakan univariat dan bivariat uji chi-squere. Hasil penelitian tidak ada hubungan pengetahuan (p value sebesar 0,657) dan peran orang tua (p value sebesar0,959) serta terdapat hubungan sikap (p value0,005, OR = 2,024) terhadap perilaku penggunaan plastik dan styrofoam untuk pembungkus makanan. Diharapkan Universitas Mitra Indonesia melakukan kegiatan advokasi, penyuluhan kesehatan tentang bahaya penggunaan plastik dan styrofoam bagi kesehatan serta pemberian leatflet, poster dan contoh pengganti kemasan styrofoam dan plastik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Nuryanti, Nuryanti, Subejo Subejo, and Budi Guntoro. "Bentuk Dan Mekanisme Pemberdayaan Oleh Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Guna Mendukung Ketahanan Ekonomi Petani Tembakau di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah." Jurnal Ketahanan Nasional 24, no. 3 (November 28, 2018): 374. http://dx.doi.org/10.22146/jkn.35916.

Full text
Abstract:
ABSTRACTIndonesian Tobacco Farmers Association (APTI) was an organization which was formed for facilitating tobacco farmers. This association had been conducting various efforts on farmer empowerment.This research was aimed to described the forms and mechanism of tobacco farmer’s empowerment developed by the APTI Temanggung to supported economic resilience’s farmer,This study used mixed research methods, with strategy of concurrent embedded (qualitative and quantitative method).The research results showed that there were 4 (four) programs which were successfully established and implemented by APTI Temanggung, namely (a). the empowerment program of APTI Central Java chapter to took care of farmers’ education, (b). Business Credit for Tobacco Farming (KUMPT) program, (c). mentoring, coaching and assisting tobacco farmers program, and (d). the main developmental program of APTI to advocated farmers about tobacco’s regulation. All forms of empowerment done by APTI were facilitated by using different empowerment mechanism for each program.ABSTRAK Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) sebagai organsiasi dengan tujuan untuk memfasilitasi petani tembakau dengan melakukan berbagai upaya pemberdayaan petani. Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan bentuk dan mekanisme pemberdayaan petani tembakau yang dikembangkan oleh (APTI) Temanggung guna mendukung ketahanan ekonomi petani tembakau. Penelitian ini menggunakan mixed methods dengan strategi embedded konkuren (kualitatif dan kuantitatif).Hasil penelitian menunjukkan bahwa program-program pemberdayaan yang berhasil dibentuk dan dilaksanakan APTI Temanggung ada 4 (empat) yaitu (a) program pemberdayaan APTI DPD Jateng peduli pendidikan, (b) program Kredit Usaha Mandiri Pertanian Tembakau (KUMPT), (c) program pembimbingan pembinaan dan pendampingan petani tembakau, dan (d) program pemberdayaan utama APTI adalah advokasi regulasi pertembakauan. Semua bentuk pemberdayaan yang dilakukan APTI Temanggung adalah fasilitasi dengan mekanisme tiap program berbeda-beda.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Wahidin, Mugi, Syarifah Nuraini, and Ady Iswadhy Thomas. "Kesiapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Indonesia Dalam Perdagangan Bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN." Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 22, no. 2 (August 6, 2019): 117–25. http://dx.doi.org/10.22435/hsr.v22i2.965.

Full text
Abstract:
The ASEAN Economic Community (MEA) is a form of ASEAN economic integration, including the free trade of goods and services in health sector, which one of them is health services facilities. The study aimed to determine the readiness of health service facilities in Indonesia in dealing with free trade in health goods and services within the framework of the ASEAN Economic Community (MEA). This was qualitative study with descriptive analysis. The data used was secondary data from the Ministry of Health, health professionals, health-related associations, research reports and other data sources. The steps of the study were data searches, in-depth interviews and Focus Group Discussion with related parties. The facilities were specialist hospitals, specialistic clinics (medical specialist, dentistry specialist, medical and ambulatory evacuation clinics, specialist nursing clinics), acupuncture service facilities and primary clinics. Readiness was justifi ed by the availability of the health services facilities and supported regulation. The results of the study indicated that health service facilities in Indonesia are quite ready to face the free trade in health-related goods and services, except residential health facility. This study recommended the preparation of related regulation, fulfi llment of health service equipments, providing data of spscialistic clinic, collaboration with Capital investment coordination board (BKPM), promortion and advocacy of foreign investment, acreditation for all health services fasilites, and monitoring and evaluation for health services. Abstrak Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan sebuah bentuk integrasi ekonomi ASEAN, termasuk dalam halperdagangan bebas barang jasa di bidang kesehatan, dan salah satunya adalah fasilitas pelayanan kesehatan. Kajian bertujuan untuk mengetahui kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas barang dan jasa kesehatan dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kajian ini adalah kajian kualitatif dengan analisis deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang bersumber dari Kementerian Kesehatan, profesi, asosiasi yang berkaitan, hasil penelitian maupun sumber data lainnya. Langkah kegiatan adalah melakukan penelusuran data, wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD) dengan pihak yang berkaitan. Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi rumah sakit spesialistik, klinik utama (kedokteran spesialis, kedokteran gigi spesialis, klinik evakuasi medik dan ambulatory, klinik keperawatan spesialis), fasilitas pelayanan akupunktur dan klinik pratama. Kesiapan dilihat dari ketersediaan fasyankes dan peraturan yang mendukung. Hasil kajian menunjukkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan Indonesia cukup siap dalam menghadapi perdagangan bebas barang dan jasa kesehatan, kecuali fasilitas kesehatan jasa pemukiman. Saran yang diberikan adalah penyiapan regulasi terkait, pemenuhan sarana danprasarana, pendataan klinik utama, kerja sama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal, sosialisasi dan advokasi tentang investasi asing, akreditasi seluruh fasyankes, dan monitoring dan evaluasi pelayanan kesehatan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Zainuddin, Muslim. "PELUANG DAN TANTANGAN SARJANA SYARIAH DALAM MENGGELUTI PROFESI ADVOKAT PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2003." PETITA: JURNAL KAJIAN ILMU HUKUM DAN SYARIAH 1, no. 1 (April 1, 2016). http://dx.doi.org/10.22373/petita.v1i1.82.

Full text
Abstract:
Before the establishment of Act Number 18 of 2003 on the Advocate, the graduates from faculty of Sharia were treated unequal in law profession instead of law faculty’s students. The establishment of Act Number 18 of 2003 on the Advocate give chances for sharia faculty’s graduate to professionally become advocate. However this chance has not significantly been used by sharia’s graduates. The figure showed in 2007 that only seven of sharia’s graduates became advocate. The hesitation of choosing advocate has been caused by unwilling to do a vows profession, and also unable to hear public censure. It is also caused by curriculum earned in sharia faculty has not been integrated with other legal professions. Financially, advocate incomes has no certainty in term of sustainability. In society perspective being a civil servant are more promising rather than an advocate. Thus the sharia advocate association (APSI) has significant role to promoting and motivating sharia’s graduate to become advocate. Abstrak. Sebelum disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, lulusan fakultas syariah diperlakukan diskriminatif daripada lulusan fakultas hukum. Setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat memberi peluang alumni fakultas syariah untuk bergabung menjadi advokat. Peluang tersebut tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, tapi masih disia-siakan oleh lulusan fakultas syariah. Pada tahun 2007 dari 1137 calon advokat hanya 7 orang yang berasal dari sarjana syariah. Keengganan memasuki dunia advokat dikarenakan tidak berani melaksanakan sumpah profesi advokat dan tidak sanggup menerima celaan dari masyarakat. Di samping itu kurikulum yang diajarkan di fakultas tidak terkoneksi dengan bantuan hukum lainnya. Secara finansial pendapatan advokat juga tidak menentu, ditambah lagi profesi sebagai pegawai negeri sipil lebih menjanjikan dalam opini masyarakat umumnya. Peran Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia memiliki kontribusi besar dalam rangka menggalakkan lulusan fakultas syariah untuk memasuki profesi advokat serta memotivasi supaya tertarik bergabung ke dalam profesi ini. Kata Kunci: sarjana, syariah, advokat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Books on the topic "Asosiasi Advokat Indonesia"

1

Indonesia, Asosiasi Advokat. Direktori 2004-2005: Petunjuk keanggotaan Asosiasi Advokat Indonesia : direktori AAI, 2004-2005. Jakarta: Asosiasi Advokat Indonesia, 2005.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Girsang, Juniver. Visi, misi, dan program kerja untuk DPC AAI Jakarta. Jakarta: Sekretariat Kandidat Ketua DPC AAI Jakarta, 2008.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography