To see the other types of publications on this topic, follow the link: Batimetrie.

Journal articles on the topic 'Batimetrie'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Batimetrie.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Soeprobowati, Tri Retnaningsih. "Peta Batimetri Danau Rawapening." Bioma : Berkala Ilmiah Biologi 14, no. 2 (December 27, 2012): 78. http://dx.doi.org/10.14710/bioma.14.2.78-84.

Full text
Abstract:
Lake has an important function as source of water; maintain biodiversity; source of protein; manage toxicity; device to reduce river flooding; source of groundwater; device climate; transportation and touris; medium; and for cultural and religion activities. Semi natural lake of Rawapening has function for hydroelectricity power, irrigation for agriculture, fisheries, and tourism. For maintaning those functions, lake batimetric map is required for limnological study as well as for basic informasi for development lake management. However, there is no batimetric map of Rawapening Lake after1976 lake’s sketch by Goltenboth. Therefore, this survey was conducted in order to update batimetric map of Rawapening. On August 16th, 2008, echosounding was donecfross section and lake edge every 30 second. Recorded data on the GPS then interpolated to the lake depth form in every dot of echosounding.The deepest part of Rawapening Lake was 18 metres, around Bukit Cinta spring. Comparing to Goltenboth sketch, the Rawapening Lake depth was not quite change. North West part of the lake remain has 2-4.7 metres depth. However, based on sedimentation rate, the shallowness lake was very sharply, and predicted that in 2021 Rawapening Lake will full of sediment. Maintaning lake depth is a must to maintain lake’s function. Key words: batimetri, Danau Rawapening, limnologi
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Sartika, Dewi, Agus Hartoko, and Kurniawan Kurniawan. "ANALISIS DATA BATIMETRI LAPANGAN DAN CITRA LANDSAT 8 OLI DI PERAIRAN SELAT LEPAR KABUPATEN BANGKA SELATAN (ANALYSIS BATIMETRY FIELD AND BATIMETRY CITRA LANDSAT 8 OLI IN LEPAR CURRENT REGENCY OF SOUTH BANGKA)." SAINTEK PERIKANAN : Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology 13, no. 2 (October 2, 2018): 75. http://dx.doi.org/10.14710/ijfst.13.2.75-81.

Full text
Abstract:
Selat Lepar merupakan perairan dengan batas antara kawasan pesisir Sadai dengan kawasan Pulau Lepar Kabupaten Bangka Selatan. Informasi perairan kedalaman (batimetri) merupakan salah satu hal penting dalam menentukan wilayah alur jalannya pelayaran dalam perencanaan kawasan industri Sadai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis data batimetri lapangan dan citra Satelit Landsat 8 dan membuat dalam bentuk peta 3D di perairan Selat Lepar Kabupaten Bangka Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga April di perairan Selat Lepar Kabupaten Bangka Selatan. Metode yang telah digunakan adalah metode akustik dengan melakukan pengambilan data batimetri di lapangan menggunakan singlebeam echosounder kemudian data lapangan dibandingkan dengan metode pengolahan citra landsat 8 menggunakan algoritma Satellite Derived Bathymetry (SDB). Algoritma Satellite Derived Bathymetry (SDB) menggunakan tiga pendekatan yaitu rationing, thresholding dan mean value Kanal 5 dan Kanal 2 citra satelit Landsat 8. Pengukuran lapangan nilai batimetri perairan Selat Lepar Kabupaten Bangka Selatan berkisar antara 0.8 – 19 m. Model pendekatan thresholding memiliki hubungan yang paling baik dengan persamaan regresi polinomial y = -235,3(B2-B5)2 + 126,2(B2-B5) - 13.35 dan y = -235,3(B5-B2)2 – 126,2(B5-B2) – 13,35, nilai koefisien determinasi tertinggi R2= 0,849. Peta layout batimetri perairan Selat Lepar Kabupaten Bangka Selatan dalam bentuk 3D menghasilkan kedalaman 0-19 m dengan bentuk dasar perairan dangkal, landai dan dangkal. Lepar Strait is a borderline area between Sadai coastal area with Lepar Island area of South Bangka Regency. Basic information of bathymetry is one of important things in determining the area of the shipping path in the planning of the Sadai industrial estate. This study aims to analyze the bathymetry and Landsat 8 satellite data and create it in 3D map form in the Lepar Strait area of South Bangka Regency. This research was conducted from October to April in Lepar Strait waters in South Bangka Regency. The method that has been used is acoustic method by collecting data using singlebeam echosounder and data then proceed with the method of image processing of landsat 8 using Satellite Derived Bathymetry (SDB) algorithm. The Satellite Algorithm Derived Bathymetry (SDB) used three approaches namely rationing, thresholding and the mean value of Kanal 5 and Kanal 2 Landsat 8 satellite. The measurement of bathymetry Lepar Strait of South Bangka Regency between 0.8 to 16 m. The thresholding approach model has the best relation with the polynomial regression equation y = -235.3(B2-B5)2 + 126.2 (B2-B5) - 13.35 and y = -235.3 (B5-B2) 2 - 126.2 (B5-B2) –13.35, coefficient value of determination main R2 = 0.849. Map of bathymetry layers Lepar Strait of South Bangka Regency in the form of 3D produces a depth of 0-19 m with a shallow, slope and shallow base.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Yudha Nugraha, Adi, Bayu Prayudha, Ahmad Lufti Ibrahim, and Nur Riyadi. "Pemetaan Batimetri di Perairan Dangkalmenggunakan Data Penginderaan Jauh Spot-7 (Studi Kasus Lembar-Lombok)." Jurnal Chart Datum 3, no. 2 (December 22, 2017): 61–80. http://dx.doi.org/10.37875/chartdatum.v3i2.120.

Full text
Abstract:
Keunggulan memanfaatkan inderaja untuk pemetaan batimetri yang lebih efektif dan efisien dibanding metode lainnya. Batimetri juga termasuk kedalam suatu sistem dinamis yang rentan akan perubahan, sehingga teknologi inderaja merupakan solusi alternatif yang tepat secara tepat dan berkala untuk merevisi peat batimetri yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan batimetri perairan dangkal Lembar Lombok, menggunakan citra Spot-7 dengan mengaplikasikan metode Water Depth Relatif algoritma Stumpf & Holderied (2003). Salah satu ketentuan teknis yang berlaku internasional yaitu ketentuan IHO (International Hydrographic Organization) dalam publication-C13 yaitu metode Kontrol kualitas terhadap data batimetri, agar diketahui sejauh mana kualitas data batimetri tersebut. Kontrol kualitas data batimetri adalah suatu prosedur untuk memastikan bahwa produk telah memenuhi suatu standar survei hidrografi dan spesifikasi yang ditetapkan. Nilai orde yaitu 67% orde khusus, 0% orde 1A/1B, 0% orde 2 dan tidak masuk 32%. Nilai kedalaman yang dipakai adalah nilai kedalaman hasil dari persamaaan regresi terbaik yang dilihat dari nilai koefisien determinasi, koefisien korelasi dan nilai RMS error. Uji akurasi model Relatif Water Depth menghasilkan nilai R2 sebesar 0,4696, R sebesar 0,6853 dan RMSE 2,055377848. Tingkat akurasi peta batimetri hasil estimasi mencapai 78,77%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Sunaryo, Sunaryo, Sudarman Sudarman, Ahmad Lufti Ibrahim, and Johar Setiyadi. "Penentuan Kedalaman Menggunakan Metode RTK Tides (Studi Kasus Perairan Ancol Teluk Jakarta)." Jurnal HIDROPILAR 2, no. 1 (July 31, 2016): 41–48. http://dx.doi.org/10.37875/hidropilar.v2i1.41.

Full text
Abstract:
Batimetri adalah pengambilan data kedalaman di bawah air yang menunjukkan nilai ukuran kedalaman atau topografi 3-Dimensi dari dasar perairan. Sekarang ini tuntutan untuk mendapatkan peta batimetri secara real- time belum dapat diwujudkan. Berdasarkan International hydrographic Organization (IHO) pengamatan pasang surut harus dilakukan selama minimal 29 piantan (±30 hari) untuk mendapatkan koreksi pasut, guna mereduksi data kedalaman hasil survei batimetri. Untuk itu dengan metode RTK Tides, survei batimetri real-time diharapkan dapat memberikan metode alternatif di dalam melaksanaan kegiatan survei batimetri, dengan tuntutan hasil yang efisien dan sesuai standar IHO. Dengan mengganti komponen koreksi pasut ini dengan parameter undulasi geoid, selisih nilai tinggi Mean Sea Level (MSL)/Geoid ke chart datum dan mengukur tinggi antena GPS di kapal terhadap permukaan air laut, survei batimetri real-time bisa diwujudkan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Resda, Dodi Prima, Muhammad Zainuddin Lubis, and Dirgan Timbang. "Pemetaan Kedalaman Laut Menggunakan Multibeam Echosounder, (MB1) di Perairan Punggur, Kepri." JURNAL INTEGRASI 13, no. 1 (June 30, 2021): 84–92. http://dx.doi.org/10.30871/ji.v13i1.3042.

Full text
Abstract:
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2018 di perairan Punggur untuk melakukan penelitian ini dilakukan menggunakan metode survei batimetri dan pasut bertujuan mendapatkan informasi kedalaman dan posisi di perairan Punggur yang berperan untuk mendukung aktifitas di sekitar perairan Punggur. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pemeruman menggunakan intrumen Multibeam Echosounder (MBES) System. Pasang surut mengetahui dinamika atau perubahan permukaan laut dengan demikian maka di lakukan survei batimetri dan survei pasang surut secara bersamaan yaitu pasang surut pada kegiatan survei batimetri bertujuan sebagai bidang acuan kedalaman untuk menentukan jenis/tipe Pasut dan ketinggian muka air laut rata-rata MSL(Mean Sea Level) sebagai titik referensi (titik nol) untuk pengukuran elevasi. Nilai Formzahl diketahui nilai besaran bilangan Formzahl adalah 1,35 Sehingga tipe pasut pada Perairan sekitaran pelabuhan yaitu tipe campuran condong ganda (Mixed mainly diurnal tides). Hasil pengukuran batimetri yang telah di koreksi dengan nilai MSL 1,35 meter yang menghasilkan akurasi pada nilai kedalaman. Hal ini menunjukkan dengan adanya perubahan nilai kedalaman di perairan punggur, Batam. Hasil penelitian menunjukan nilai kedalaman di perairan punggur berkisar antara 16 sampai 25 meter di bawah permukaan laut, sehingga nilai kedalaman atau batimetri di perairan tersebut tidak termasuk berada di daerah continental shelf yang menjelaskan dengan adanya nilai topografi landai. Kata kunci: Batimetri, Perairan Punggur, Pasang Surut, Multibeam Echosounder (MBES)
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Agus, Syamsul B., Vincentius P. Siregar, Dietrich G. Bengen, and Aryo Hanggono. "PROFIL BATIMETRI HABITAT PEMIJAHAN IKAN TERUMBU HASIL INTEGRASI DATA INDERAJA SATELIT DAN AKUSTIK: Studi Kasus Perairan Sekitar Pulau Panggang, Kepulauan Seribu." Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan 3, no. 1 (April 7, 2017): 45–61. http://dx.doi.org/10.24319/jtpk.3.45-61.

Full text
Abstract:
Teknologi penginderaan jauh, optik maupun akustik, berperan sebagai perangkat utama dalam memetakan kondisi batimetri secara sinoptik dan efisien. Di perairan Kepulauan Seribu yang kompleks, profil batimetri dapat berubah akibat proses alami seperti akresi/erosi terumbu oleh biota karang/ikan dan badai, maupun akibat kegiatan manusia seperti eksploitasi pasir/karang dan penangkapan ikan (menggunakan muroami dan bom). Dalam tulisan ini, elaborasi profil batimetri di perairan sekitar Pulau Panggang akan didasari oleh kombinasi set data inderaja optik-akustik untuk mengeksplorasi habitat pemijahan ikan terumbu. Sebanyak 17 stasiun telah disurvei untuk mengamati tanda pemijahan dan ikan terumbu yang terkait (misalnya: ikan betina gravid, perubahan warna pada ikan jantan, agregasi, dll) selama periode Oktober 2010-Maret 2012. Citra Quickbird 2008 dan data akustik bim tunggal dikonversi dalam format raster berukuran grid 1 m menggunakan teknik interpolasi Inverse Distance to Power untuk menghasilkan peta batimetri 2-dimensi dan 3-dimensi yang menggambarkan kondisi dasar perairan laut dangkal. Profil terrain (kemiringan lereng) menggambarkan kondisi lateral batimetri untuk setiap lokasi yang menunjukkan tanda pemijahan ikan terumbu
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Lima, Josimar R. da C., Renata A. Shinozaki-Mendes, and André Q. de Almeida. "Estimativa da batimetria do açude do Saco-PE com auxílio de dados orbitais." Engenharia Agrícola 33, no. 5 (October 2013): 1017–23. http://dx.doi.org/10.1590/s0100-69162013000500013.

Full text
Abstract:
A batimetria de um corpo d'água pode ser medida em campo, a partir de sondas batimétricas; no entanto, é um processo oneroso e que demanda tempo. Com isso, o objetivo principal deste estudo foi ajustar modelos de estimativa de batimetria de um lago a partir de dados orbitais. O trabalho foi realizado no açude do Saco, localizado na bacia hidrográfica do Rio Pajeú, na cidade de Serra Talhada - PE. Foram ajustados modelos de regressão entre os valores batimétricos, coletados com auxílio de uma sonda, as bandas espectrais verde e infravermelho próximo do satélite Landsat 5 TM e o índice da diferença normalizada da água. A avaliação dos modelos ajustados foi realizada pela análise do coeficiente de determinação, do erro quadrado médio e da eficiência do modelo. A batimetria do açude variou entre 0,3 e 10 metros de profundidade. Os melhores ajustes foram encontrados com a utilização dos modelos potencial e exponencial, com valores de coeficiente de determinação superiores a 0,46 e de eficiência do modelo próximos da unidade. Pode-se concluir que os modelos de batimetria, ajustados a partir de dados de sensoriamento remoto, estimaram com satisfatória exatidão os valores de batimetria do açude do Saco, principalmente nas partes mais rasas do lago.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Febrianto, Try, Totok Hestirianoto, and Syamsul B. Agus. "PEMETAAN BATIMETRI DI PERAIRAN DANGKAL PULAU TUNDA, SERANG, BANTEN MENGGUNAKAN SINGLEBEAM ECHOSOUNDER." Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan 6, no. 2 (November 17, 2016): 139–47. http://dx.doi.org/10.24319/jtpk.6.139-147.

Full text
Abstract:
Batimetri adalah pengukuran dasar laut. Data batimetri yang rinci di perairan dangkal pulau kecil belum memadai sehingga tidak bisa memberikan informasi bagi aktivitas di sekitar perairan dangkal tersebut seperti aktivitas pelayaran oleh kapal-kapal rakyat. Nilai kedalaman dapat ditentukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh yang menggunakan teknologi akustik dengan sistem propagasi suara. Tujuan penelitian adalah mendapatkan nilai batimetri secara rinci, menampilkan dalam bentuk 3D serta mendapatkan nilai slope dan melihat perbedaan terhadap koreksi pasang surut. Pemetaan batimetri dilakukan di perairan dangkal pulau Tunda, Serang, Banten pada 21 sampai 24 Agustus 2014. Data Akustik dikumpulkan menggunakan GPS map echosounder 585 Singlebeam. Data pasang surut diterapkan untuk koreksi. Data itu pasca diproses menggunakan Surfer software 11, Global Mapper v8 dan ArcGIS 10.1. Berdasarkan penelitian ini, kedalaman maksimal yang didapat adalah 52 m dan bentuk dasar laut yang termasuk landai dengan kondisi tubir yang mengelilingi pulau.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Leite, Igor Vieira, André Quintão de Almeida, Diego Campana Loureiro, Rodolfo Marcondes Silva Souza, Maria Isidória Silva Gonzaga, Donizete dos Reis Pereira, and Anderson de Almeida Santos. "Avaliação de métodos de interpolação em dados de batimetria na barragem do rio Poxim-Açu – SE." Research, Society and Development 9, no. 9 (September 3, 2020): e690997755. http://dx.doi.org/10.33448/rsd-v9i9.7755.

Full text
Abstract:
Normalmente, a profundidade dos reservatórios é estimada por dados pontuais de batimetria. Após a coleta dos dados batimétricos, seus valores são espacializados por métodos de interpolação. O objetivo deste trabalho foi avaliar o desempenho de três diferentes tipos de interpoladores em dados de batimetria coletados na barragem do rio Poxim-Açu, SE. Em setembro de 2016, 882 pontos batimétricos foram coletados no reservatório. Os dados de batimetria foram espacializados pelos métodos de interpolação do inverso do quadrado da distância, spline e da krigagem. Suas estimativas foram avaliadas e o melhor modelo escolhido com base nas estatísticas (RMSE) da validação cruzada. A barragem do rio Poxim apresenta uma profundidade média de aproximadamente 8,6 m e valores máximo e mínimo de 19,3 e 0,5 m, respectivamente. O melhor modelo de interpolação foi o da krigagem, com o ajuste do semivariograma esférico, com valores de RMSE de 1,64 m na validação cruzada, seguido pelo inverso do quadrado da distância (RMSE = 1,69 m) e o spline (RMSE = 1,72 m). Recomenda-se, portanto, a utilização da krigagem para espacialização dos valores de batimetria do reservatório analisado.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

IRANZO, C. S., G. C. BENETTI, H. S. OLIVEIRA, and R. L. S. JUNIOR. "MODELAGEM E VALIDAÇÃO DE LEVANTAMENTO BATIMÉTRICO FLUVIAL – ESTUDO DE CASO." Revista SODEBRAS 15, no. 180 (December 2020): 82–87. http://dx.doi.org/10.29367/issn.1809-3957.15.2020.180.82.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Hutahean, Syawaluddin. "Model Refraksi-Difraksi Gelombang Air Oleh Batimetri." Jurnal Teknik Sipil 15, no. 2 (August 1, 2010): 85. http://dx.doi.org/10.5614/jts.2008.15.2.4.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Lahay, Abdulrahman, Rignolda Rignolda Djamaluddin, Hermanto W. K. Manengkey, and Brama Djabar. "PEMETAAN BATIMETRI PANTAI MALALAYANG DUA, KOTA MANADO." JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS 8, no. 3 (September 30, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.35800/jplt.8.3.2020.30445.

Full text
Abstract:
As with other coastal areas, Malalayang Dua Coast has been used for various activities and is predicted to continue to grow along with the development of Manado City. To support efforts to manage and utilize coastal space in an effective and sustainable manner, data and information are needed related to oceanographic factors, one of which is the bathymetry condition of the coastal waters. This research was carried out with the aim of describing the bathymetric conditions and analyzing the slope of the bottom of the waters. The depth measurement by acoustic method was carried out along 15 survey lines and 750 fixed measurement points, and the bathymetry map was drawn with reference to Mean Seawater Level (MSL). The results obtained indicate that the bathymetry of Malalayang Dua Coast in the west has shallow waters that are wider than the eastern one. Meanwhile, parts of the waters deeper up to a depth of 50 m appear to be steeper in the West than on the East side. In the middle part of the observed waters, there is a part that is relatively deep and protrudes towards the land with a steeper side towards the east. The slope of the bottom of the water in the west (Profile 1) is indicated by flat slopes (2.6%) to a depth of 7 m, and slopes (13%) at a depth of 7 m to 50 m. In the middle section (Profile 2) the slope is categorized as gentle (3%) to a depth of 4 m, and inclined slopes (10%) at a depth of 4 m to 50 m. In the eastern part (Profile 3) the slopes are categorized as sloping slopes (10.28) to a depth of 35 m, and gentle slopes (3.42%) at a depth of 35 m to 50 m. Keywords: bathymetry, acoustics, slope, Malalayang Dua CoastAbstrakSebagaimana wilayah pantai pada umumnya, Pantai Malalayang Dua telah dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas dan diprediksi akan terus berkembang seiring perkembangan Kota Manado. Untuk menunjang upaya pengelolaan dan pemanfaatan ruang pantai secara efektif dan berkelanjutan, diperlukan data dan informasi terkait faktor oseanografi dimana salah satu yang penting yaitu kondisi batimetri perairan pantai tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk menggambarkan kondisi batimetri dan menganalisis kemiringan lereng dasar perairan. Pengukuran kedalaman dengan metode akustik dilakukan sepanjang 15 lajur perum dan 750 titik fix perum, dan peta batimetri digambarkan dengan referensi Muka Laut Rata-rata (Mean Seawater Level - MSL). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa batimetri Pantai Malalayang Dua sebelah Barat memiliki perairan dangkal yang lebih lebar dibandingkan sebelah Timur. Sementara itu, untuk bagian perairan yang lebih dalam hingga kedalaman 50 m nampak lebih terjal di bagian Barat dibandingkan sisi sebelah Timur. Pada bagian tengah perairan yang diamati, terdapat bagian yang relatif dalam dan menjorok ke arah darat dengan sisi yang lebih terjal ke arah sebelah Timur. Kemiringan lereng dasar perairan di sebelah Barat (Profil 1) terindikasi lereng datar (2,6%) hingga kedalaman 7 m, dan lereng miring (13%) pada kedalaman 7 m hingga 50 m. Pada bagian tengah (Profil 2) kemiringan lereng terkategori landai (3%) hingga kedalaman 4 m, dan lereng miring (10%) pada kedalaman 4 m hingga 50 m. Pada bagian Timur (Profil 3) kemiringan lereng terkategori lereng miring (10,28) hingga kedalaman 35 m, dan lereng landai (3,42%) pada kedalaman 35 m hingga 50 m. Kata kunci: batimetri, akustik, kemiringan lereng, Pantai Malalayang Dua
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Adi, Anang Prasetia, Henry M. Manik, and Sri Pujiyati. "INTEGRASI DATA MULTIBEAM BATIMETRI DAN MOSAIK BACKSCATTER UNTUK KLASIFIKASI TIPE SEDIMEN." Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan 7, no. 1 (February 20, 2017): 77–84. http://dx.doi.org/10.24319/jtpk.7.77-84.

Full text
Abstract:
Sistem multibeam echosounder tidak hanya memperoleh presisi tinggi dalam pengolahan data batimetri saja, tetapi juga mendapatkan resolusi tinggi dalam data backscatter strenght (BS) dasar perairan. Sejumlah penelitian telah menerapkan metode akustik untuk mengklasifikasikan tipe sedimen dasar perairan dengan menggunakan data backscatter, dan hasil klasifikasi yang diperoleh lebih baik daripada sampling sedimen secara tradisional. Tujuan penelitian ini untuk mengintegrasikan hasil data multibeam echosounder dalam penentuan batimetri dan pengklasifikasian tipe sedimen dasar perairan.Penelitian menggunakan data survei batimetri multibeam echosounder Kongsbergs EM 2040C di Sungai Kapuas Pontianak, Kalimantan Barat. Penentuan batimetri menggunakan metode Combined Uncertainty and Bathymetry Estimator (CUBE), sedangkan klasifikasi tipe sedimen menggunakan metode Angular Response (ARA) dan Sediment Analysis (SAT) yang semuanya tertanam dalam software Caris Hips and Ships versi 9.0. Hasil klasifikasi tipe sedimen secara unsupervised terdapat empat tipe sedimen. Nilai intensitas tipe sedimen kerikil (gravel) berkisar antara -16 dB hingga -13 dB, pasir (sand) berkisar antara -22 dB hingga -17 dB, lumpur (silt) antara -26 dB hingga -23 dB dan lempung (clay) berkisar antara -34 dB hingga -29 dB.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

W. Asmoro, Nuki, Danar Guruh Pratomo, Adi Kusuma Negara, and Agus Iwan Santoso. "Studi Penentuan Dimensi dan Posisi Wreck Menggunakan Data Batimetri – Data Kolom Air Multibeam Echosounder (Studi Kasus di Perairan Teluk Jakarta)." Jurnal Chart Datum 4, no. 2 (December 28, 2018): 117–26. http://dx.doi.org/10.37875/chartdatum.v4i2.133.

Full text
Abstract:
Keamanan pelayaran navigasi merupakan faktor yang sangat penting untuk menunjang kelancaran transportasi laut serta mencegah terjadinya kecelakaan dilaut. Bahaya navigasi pelayaran seperti objek di bawah laut berasal dari kejadian alami atau akibat buatan manusia, salah satu objek bahaya navigasi buatan manusia berupa bangkai kapal (wreck). Penelitian ini menggunakan objek berupa wreck yang berada di perairan Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dimensi, least depth dan mengidentifikasi posisi wreck dengan menggunakan metode batimetri algoritma CUBE dan kolom air. Pengambilan data dilakukan oleh KRI Rigel 933 pada tanggal 30 Maret 2017 menggunakan Multibeam Echosounder EM 2040 single head. Hasil dari penelitian menggunakan data batimetri dan data kolom air yaitu interpretasi dari data kolom air lebih detail menggambarkan objek di zona kolom air sedangkan menggunakan data batimetri interpretasi yang dihasilkan hanya menangkap objek yang berada di dasar laut. Pengolahan data menggunakan CARIS HIPS and SIPS 9.0 menyatakan bahwa target wreck dapat diketahui lebih detail pencitraan dimensi, posisi dan least depth, dengan menggabungkan data batimetri dan data kolom air.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Purwanto, Rudy, Mohamad Yazid, Anom Puji Hascaryo, and Ahmad Lufti Ibrahim. "Studi Kartografi Untuk Pengolahan Data Bathymetric ENC (Studi Kasus Alur Pelabuhan Bakaheuni, Lampung)." Jurnal HIDROPILAR 2, no. 1 (July 31, 2016): 9–14. http://dx.doi.org/10.37875/hidropilar.v2i1.38.

Full text
Abstract:
Generasi ENC pada saat ini dibuat dengan cara mendigitasi peta kertas. Proses ini menyebabkan ketidak akuratan informasi detail topografi dasar laut pada saat diperbandingkan dengan sumber data surveinya. Informasi topografi dasar laut ini sangatlah penting pada area-area dimana kedalamannya cepat sekali mengalami perubahan, salah satu contoh proses alamiah seperti sedimentasi atau aktivitas-aktivitas manusia lainya yaitu pengerukan laut. Secara terus menerus data batimetri terbaru tersedia dengan publikasi yang kurang lengkap apabila dibandingkan dengan standar ENC yang diproduksi atau terupdate. Data batimetri yang terbarukan dapat digabungkan ke dalam ENC, untuk digunakan dalam bernavigasi oleh kapal-kapal. Salah satu datanya adalah data kontur kedalaman atau layer sounding yang akan ditampalkan ( overlay ) dengan data ENC yang lain. Dengan perangkat lunak CARIS GIS menggunakan metode base sueface dapat memproses garis kontur yang diinginkan. Kontur kedalaman yang dibuat menggunakan perangkat lunak Caris GIS pada Base Surface relatif sama dengan kontur lembar lukis teliti ( LLT ) dan cell ID4095R1. Proses pengujian dengan ECS atau ECDIS tidak mempengaruhi perubahan-perubahan topografi atau informasi peta lainnya. Oleh karena itu dinamakan Batimetri ENC. Batimetri ENC sangat tepat untuk keselamatan Navigasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Utomo, Teguh, Leonardo Rexano B, Aditya Prayoga, and Gathot Winarso. "Pengolahan Data Multibeam Echosounder Menggunakan Perangkat Lunak Caris Hips and Sipsversi 9.0 Dengan Metode Cube." Jurnal HIDROPILAR 4, no. 1 (July 27, 2018): 1–8. http://dx.doi.org/10.37875/hidropilar.v4i1.86.

Full text
Abstract:
Teknologi Multibeam Echosounder (MBES) mampu memberikan informasi dasar laut dalam bentuk 3D (tiga dimensi) sehingga dapat mempermudah dalam interpretasi terhadap bentuk topografi dan objek dasar laut.Penelitian ini menggunakan data survei batimetri peralatan MBES Kongsbergs EM 2040C di perairan Pramuka kepulauan Seribu. Proses pengolahan data batimetri MBES menggunakan perangkat lunak CARIS HIPS and SIPS 9.0 dengan metode CUBE yang mempunyai kelebihan dalam hal proses filtering atau pembersihan noise pada proses Subset Editor, dapat menghasilkan permukaan Surface yang lebih halus dibandingkan dengan metode Swath Angle. Dalampengolahan data MBES menggunakan perangkat lunak CARIS HIPS and SIPS 9.0 dengan metode CUBE ada persyaratan yang harus dipenuhi yaitu memasukkan nilaiTotal Propragated Uncertainty (TPU). Penulisan ini untuk mengetahui proses pengolahan data batimetri MBES menggunakan perangkat lunakCARIS HIPS and SIPS 9.0 dengan metode CUBE sampai export data.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Safi'i, Ayu Nur, and Ratna Sari Dewi. "Uji Akurasi Metode Berbasis Citra Satelit untuk Ekstraksi Data Batimetri." TEKNIK 41, no. 2 (August 9, 2020): 142–51. http://dx.doi.org/10.14710/teknik.v0i0.29516.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Yosep Wiratama, Eska, Danar Guruh, and Anang Prasetia Adi. "Analisis Efektivitas Lajur Overlap dan Lajur Silang Sebagai Kontrol Kualitas Data Batimetri Multibeam Echosounder." Jurnal Chart Datum 6, no. 1 (January 13, 2021): 36–51. http://dx.doi.org/10.37875/chartdatum.v6i1.172.

Full text
Abstract:
Survei batimetri dengan menggunakan Multibeam Echosounder (MBES) sangat umum digunakan pada saat ini, berbeda dengan survei menggunakan Singlebeam Echosounder (SBES). MBES merupakan hasil pengembangan dari alat SBES yang menggunakan gelombang suara/akustik yang dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi, MBES menggunakan overlap antar lajur yang sesuai dengan IHO S-44 edisi 5 tahun 2008. Untuk mendapatkan data dengan kualitas yang tinggi, diperlukan adanya penjaminan kualitas atau Quality Assurance (QA) dan kontrol kualitas atau Quality Control (QC) yang diterapkan sejak perencanaan survei batimetri sampai dengan visualisasi data survei. Prosedur QA dan QC diterapkan untuk memberikan kepercayaan kepada pengguna atas data yang diambil. Standar minimal yang dipergunakan dalam pengujian kualitas data batimetri mengacu kepada standar IHO S-44 edisi 5 tahun 2008. Pada penelitian ini digunakan pendekatan dengan metode mixing kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan ini digunakan dalam menentukan proses penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahapan diantaranya penelitian mixing kualitatif dan kuantitatif dengan menentukan instrumen pengambilan data, penentuan sampel, pengumpulan data, serta analisa data. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan suatu metode yang efektif dalam survei batimetri dengan menggunakan MBES. Dimana survei tersebut dapat dipertanggungjawabkan tingkat kepercayaannya. Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisa yang telah dilakukan, terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan, pada pengujian lajur overlap 200% dan 100%, di perairan Tanjung Priok (data primer) memiliki tingkat kepercayaan tinggi, hal ini dibuktikan pada hasil ordo tiap-tiap overlap yang mencapai prosentase ordo spesial 99,9%, sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan lajur silang tidak diperlukan. Hal ini didukung dengan kondisi cuaca terang dan ombak tenang. Untuk pengujian lajur overlap 50% dan 25%, dari pengambilan data batimetri pada area yang sama perairan (Tanjung Priok), tingkat kepercayaan mulai menurun sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan lajur silang diperlukan, ditunjukkan dari hasil penelitian terdapat data yang masuk pada ordo 2 serta beberapa data dinyatakan tidak memenuhi ordo (undefined). Semakin besar overlap antar lajur membuat kualitas lajur yang diuji akan lebih bagus (overlap 100% dan overlap 200%). Pada dasarnya yang mempengaruhi kualitas data terlepas dari hal-hal teknis adalah faktor spasial yang meliputi kondisi geografis, topografi dasar laut dan area survei (laut lepas atau teluk yang terlindung dari ombak) juga faktor temporal (suhu, curah hujan, kecepatan angin, cuaca) yang dapat berubah sewaktu-waktu.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Ahmad Farid Ibrahim, Dody, Danar Guruh Pratomo, Nur Riyadi, and Dwi Jantarto. "Pemanfaatan Data Kolom Air Multibeam Echosounder untuk Mendeteksi Kebocoran Pipa Gas Bawah Laut." Jurnal Chart Datum 4, no. 2 (December 28, 2018): 95–106. http://dx.doi.org/10.37875/chartdatum.v4i2.131.

Full text
Abstract:
Multibeam Echosounder merupakan salah satu instument akustik bawah air yang digunakan untuk survei hidrografi. Multibeam Echosounder selain memiliki kemampuan untuk mengakuisisi data batimetri, dapat juga untuk mengakuisisi jenis data lain yang dapat diteliti lebih dalam lagi dan dianalisis. Salah satu contohnya adalah data kolom air. Data kolom air mampu mendeteksi dan memvisualisasikan obyek yang ada pada kolom air yang sebelumnya tidak dapat terlihat jika hanya menggunakan data batimetri saja. Data kolom airdapat melakukan survei investivigasi kolom air untuk mengamati obyek yang terletak diantara permukaan perairan dan dasar perairan.Pada penelitian ini, data batimetri dan data kolom air yang berasal dari Multibeam Echsounder EM2040 Dual Headakan digabungkan untuk mencari dan menganalisis kebocoran pipa gas bawah laut. Pendeteksian kebocoran pipa gas bawah laut ini dilakukan dengan menentukan pola dan ciri spesifik dari gelembung udara di dalam laut.Obyek yang terdapat di kolom air memiliki nilai intensitas pantulan gelombang yang berbeda, dengan menentukan ambang batas intensitas gelombang kita dapat membedakan obyek yang terdapat di kolom air.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

MELLO, J. A. Nunes de. "O GPS usado na Batimetria de grandes lagos Amazônicos." Acta Amazonica 28, no. 4 (December 1998): 455. http://dx.doi.org/10.1590/1809-43921998284456.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Djabar, Brama, Rignolda Djamaluddin, and Royke Rampengan. "Morfometri lereng kawasan sub-litoral pantai Malalayang II Kota Manado." JURNAL PESISIR DAN LAUT TROPIS 5, no. 3 (June 1, 2017): 56. http://dx.doi.org/10.35800/jplt.5.3.2017.17843.

Full text
Abstract:
Pemanfaatan pantai harus didukung oleh pemahaman yang baik tentang morfometri lereng ruang pantai tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendeskripsikan batimetri ruang dan pergerakan arus di kawasan sub-litoral Pantai Malalayang II, serta menganalisis kaitannya terhadap perubahan ruang pantai. Dengan menerapkan metode Lagrangian dan pengukuran kedalaman, diperoleh hasil bahwa ruang pantai bagian Barat memiliki perairan yang dangkal dibandingkan bagian Timur sehingga pergerakan arus relatif cepat di ruang tersebut. Analisis data batimetri menyimpulkan bahwa kawasan ini rentan terhadap erosi pantai, untuk itu disarankan adanya pembangunan pelindung pantai demi keamanan dan pengembangan pemukiman di kawasan Pantai Malalayang II
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Fatah, Ujang, Johar Setiyadi, Edy Susanto, and Dikdik S Mulyadi. "Pengolahan Data Multibeam Echosounder Menggunakan Perangkat Lunak Hypack." Jurnal HIDROPILAR 1, no. 1 (July 31, 2015): 68–82. http://dx.doi.org/10.37875/hidropilar.v1i1.22.

Full text
Abstract:
Survei batimetri bertujuan untuk memetakan topografi dasar perairan. Seiring dengan kemajuan teknologi, metode survei batimetri ikut mengalami perkembangan. Salah satu instrumen yang digunakan untuk akuisisi data kedalaman adalah multibeam echosounder, dimana instrumen ini memanfaatkan teknologi gelombang akustik. Multibeam echosounder memiliki pancaran gelombang akustik berbentuk kipas, sehingga mampu memetakan topografi dasar laut dengan tanpa adanya gap. Multibeam echosounder menghasilkan jumlah Volume data yang besar, sehingga dalam pengolahan data tersebut tidak efisien bila menggunakan metode manual. Oleh karena itu, diperlukan perangkat lunak dan perangkat keras yang khusus ditujukan untuk mengolahan data multibeam. Salah satu perangkat lunak ini adalah Hypack ( Hydrographic package ).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Vinny Christian Tumuday, Mexi, Ahmad Lufti Ibrahim, and Leonardo Rexano B. "Pengelolaan Data Batimetri Menggunakan Perangkat Lunak Caris Bathy Database." Jurnal HIDROPILAR 3, no. 2 (December 29, 2017): 77–82. http://dx.doi.org/10.37875/hidropilar.v3i2.90.

Full text
Abstract:
Penulisan ini dilatarbelakangi oleh penyimpanan data multibeam echosounder MBES di PUSHIDROSAL melalui beberapa tahapan dan proses agar menghasilkan data MBES yang sesuai standar S-57 IHO, tahapan dan proses tersebut menggunakan perangkat lunak Computer Aided Resource Information System. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari dalam pengelolaan data MBES menggunakan perangkat lunak CARIS BDB 4.2 sesuai kaidah S-57 IHO. Perangkat lunak CARIS BDB 4.2 merupakan perangkat lunak dengan tampilan yang sederhana yang berfokus pada penyimpanan validasi data batimetri multibeam. Tahapan dalam pengelolaan data MBES meliputi Interpolasi, generalisasi, pembuatan garis contour (contouring), pembuatan area kedalaman (depth area) sounding dan penyimpanan data MBES ke dalam Database. Dengan menggunakan perangkat lunak CARIS BDB 4.2 akan menghasilkan data MBES sesuai standard S-57 IHO sebagai bahan kompilasi data dalam pembuatan peta laut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Ulinnuha, Hilmiyati, Maritsa Faridatunnisa, and Abdul Basith. "ANALISIS BATIMETRI SUNGAI SERANG UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR YOGYAKARTA." Geoid 15, no. 2 (June 1, 2020): 158. http://dx.doi.org/10.12962/j24423998.v15i2.6094.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Santoso, Dwi, Khoirul Imam Fatoni, Eka Djunarsjah, and Johar Setiyadi. "Hitungan Hitungan Volume Pengerukan." Jurnal HIDROPILAR 1, no. 1 (July 31, 2015): 46–56. http://dx.doi.org/10.37875/hidropilar.v1i1.20.

Full text
Abstract:
Pelabuhan merupakan salah satu jaringan transportasi yang menghubungkan transportasi laut dengan transportasi darat. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa akan banyak kegiatan yang berhubungan erat dengan perencanaan, pelaksanaan, dan pemeliharaan pelabuhan, salah satu pekerjaan perawatan pelabuhan adalah pengerukan alur pelayaran untuk menjaga kedalaman dan menjamin keselamatan kapal yang melalui alur pelayaran pelabuhan tersebut, dengan dukungan data batimetri. Berdasarkan data batimetri pelabuhan PLTU Tanjung Jati-B Jepara Jawa Tengah dapat dijadikan sebagai data untuk menghitung luas segmen dan volume yang akan dikeruk secara teliti sampai kedalaman yang diinginkan. Metode yang digunakan pada hitungan volume ini adalah metode Newton-Cotes, ada tiga metode yang terkenal yaitu Metode Trapesium (Trapezoidal Rule), Metode Simpson 1/3 (Simpson’s 1/3 Rule), dan Metode Simpson 3/8 (Simpson’s 3/8 Rule), hitungan volume dilaksanakan dengan perangkat lunak Matlab. Berdasarkan hitungan yang sudah dilaksanakan menggunakan data batimetri hasil survei Hidro-Oseanografi dan pemetaan di Pelabuhan Khusus PLTU Tanjung Jati-B Jepara Jawa Tengah yang dilaksanakan oleh Primkopal Dishidros. Berdasarkan hasil penghitungan menggunakan Metode Trapesium dihasilkan volume sebesar 302.294,8882 m3, Metode 1/3 Simpson 302.268,9474 m3, dan Metode 3/8 Simpson sebesar 304.657,8472 m3.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Wiyono, Arum, Dikdik S. Mulyadi, Kamija Kamija, and Adhi Kusuma Negara. "Pengolahan Data Multibeam Echosounder Menggunakan Perangkat Lunak PDS 2000 (Studi Kasus Perairan Selat Sunda)." Jurnal HIDROPILAR 1, no. 2 (December 31, 2015): 125–35. http://dx.doi.org/10.37875/hidropilar.v1i2.32.

Full text
Abstract:
Survei batimetri bertujuan untuk memetakan topografi dasar perairan. Teknologi survei kelautan khususnya survei batimetri mengalami perkembangan yang pesat. Salah satu instrumen yang digunakan untuk akuisisi data kedalaman adalah multibeam echosounder dengan memanfaatkan teknologi gelombang akustik. Multibeam echosounder mengukur kedalaman tidak hanya yang tepat dibawah transduser, namun juga kedalaman pada sisi-sisinya (tegak lurus halu kapal). Volume data yang besar hasil survei multibeam menjadikan pengolahan data secara manual menjadi tidak efisien. Oleh karena itu diperlukan perangkat lunak dan perangkat keras komputer yang khusus ditujukan untuk mengolah data multibeam. Pengolahan data multibeam echosounder menggunakan perangkat lunak PDS (Product Data Sheet) 2000 dapat mengolah data dalam jumlah besar, memiliki tingkat ketelitian yang baik dan menghasilkan data kedalaman yang cukup representatif.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Bogucka, Małgorzata, and Artur Magnuszewski. "The Sedimentation Processes in Włocławek Reservoir." Miscellanea Geographica 12, no. 1 (December 1, 2006): 95–101. http://dx.doi.org/10.2478/mgrsd-2006-0011.

Full text
Abstract:
Abstract The study discusses accumulation and erosion processes which occurred in the bowl of Włocławek Reservoir in the period 1971-1992, and were analysed using digital batimetric maps. It also provides the results of the work of other authors concerning the assessment of the river sediments accumulated in the reservoir. Analysis of digital batimetric maps has shown that the material deposited in Włocławek Reservoir in the years 1971-1992 totalled about 18.3 million m3, which corresponds to approximately 0.87 million m3 of sediments per annum, and means a 4.5% loss of the reservoir’s storage capacity. The volume of accumulation and erosion, assessed in this manner, approximates the earlier calculations performed using different research methods; it corroborates the fact that accumulation prevails in the balance of the sediments.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Suaib, Syatir, Ahmad Alieffathur Rusvan, and A. Imran Anshari. "ANALISIS HASIL SURVEI BATIMETRI DAN ARUS DI PELABUHAN JAMPEA KABUPATEN SELAYAR." TEKNIK HIDRO 12, no. 2 (August 23, 2019): 25–31. http://dx.doi.org/10.26618/th.v12i2.2808.

Full text
Abstract:
Survei Batimetri dan Arus dilakukan untuk mengetahui peta batimetri dan pola arus disekitar pelabuhan Jampea. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran hasil pengujian di lapangan dengan hasil uji numerik pada data yang akan diolah. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni hingga bulan Agustus 2019 di perairan pelabuhan Jampea Kabupaten Selayar. Metode yang digunakan adalah kuantitatif. Pengambilan data pemeruman dengan Echosounder Singlebeam Garmin GPS MAP 178C. Sedangkan pengukuran arus dilaksanakan 2 kali, yaitu pada saat pasang tertinggi (spring tide) dan terendah (neap tide). Penyajian data ditampilkan dengan software SMS 10.0 (Surface water modeling system). Dari hasil pengukuran dilapangan bahwa arus menjelang pasang memiliki kecepatan rata-rata adalah 0,044 m/s, pada saat pasang inilah arus laut mengarah ke arah tenggara. Sementara itu, pada saat menjelang surut, kecepatan arus rerata adalah 0,08 m/s dan mengarah ke barat laut. Sedangkan pada hasil analisa software SMS.10 dimana pada saat surut, arus di sekitar lokasi studi dominan bergerak dari tenggara ke barat laut dengan kecepatan rerata 0,009 m/detik dan pada saat pasang di sekitar daerah studi arus bergerak dari barat laut menuju ke tenggara dengan kecepatan rerata yaitu 0,0084 m/detik. Kondisi batimetri pada areal sekitar pelabuhan Jampea termasuk kategori pantai yang landai dimana pesisir atau tepi laut yang daratannya menurun sedikit demi sedikit ke arah laut yang mengakibatkan pengaruh pasang surut sangat jauh keluar menuju ke laut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Yanuar, Ratna, Henry M.Manik, and Ari Wahyudi. "Studi Pengaruh Noise Level Vessel Terhadap Kontrol Kualitas Data Multibeam Echosounder (Studi Kasus Sounding Vessel Kri Spica – 934 di Perairan Kolam Dermaga Pondok Dayung Baru Jakarta Utara)." Jurnal Chart Datum 5, no. 1 (July 9, 2020): 31–44. http://dx.doi.org/10.37875/chartdatum.v5i1.145.

Full text
Abstract:
Survei Hidrografi adalah ilmu pengukuran dan penggambaran fitur - fitur yang mempengaruhi navigasi maritim, konstruksi kelautan, pengerukan, eksplorasi/pengeboran minyak lepas pantai dan kegiatan - kegiatan lain yang terkait. Penggunaan Multibeam Echosounder (MBES) membutuhkan metoda dan pola pemeruman yang tepat. sehingga kontrol kualitas data yang sesuai dengan standar S-44 IHO (2008) maupun SNI 7988-2014. Pemeruman dilaksanakan sesuai dengan lajur perum yang telah ditentukan dengan menggunakan kecepatan yang sudah ditentukan sesuai dengan perencanaan survey. Penggunaan kecepatan kapal dan generator mempengaruhi noise level vessel yang dihasilkan memiliki pengaruh terhadap pancaran sinyal akustik dari MBES. Hal tersebut terdapat dalam perumusan persamaan Sonar. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui pelaksanaan pengukuran noise level vessel yang didapatkan setiap perubahan beban mesin dan generator serta penggunaan MBES pada Sounding Vessel KRI Spica – 934, serta mengetahui sumber noise paling dominan, dan kontrol kualitas data batimetri dengan adanya kondisi noise level vessel yang berbeda. Pengambilan Data dilakukan pada tanggal 20 - 25 April 2018 di Perairan Dermaga Pondok Dayung Baru, Jakarta Utara. Penempatan hidrofon pada 5 titik pada kapal untuk mengetahui noise yang dominan pada kapal tersebut. Pengolahan data batimetri menggunakan software CARIS HIPS and SIPS 9.0 dan untuk pengolahan data noise menggunakan Matlab 2015a. Pengukuran noise dilaksanakan dengan menggunakan standar ANSI/ASA. Noise yang tertinggi didapatkan pada posisi dekat dengan propeler. Hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa pada penggunaan kecepatan 4 knot didapatkan kualitas data batimetri tertinggi 99,88% dengan noise level 24,88 dB. Pada kecepatan 6 knot didapat noise tertinggi dengan noise level 26,56 dB.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Pangestu, Nugraha Jaya, Arie Antasari Kushadiwijayanto, and Yusuf Arief Nurrahman. "Studi Batimetri dan Morfologi Muara Sungai Mempawah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat." Jurnal Laut Khatulistiwa 3, no. 2 (July 30, 2020): 69. http://dx.doi.org/10.26418/lkuntan.v3i2.41150.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemetaan kedalaman, analisis dinamika fisis perairan berdasarkan tipe morfologi muara sungai dan bentuk topografi perairan. Peta batimetri dibuat berdasarkan data kedalaman hasil pengukuran yang telah terkoreksi, nilai kedalaman dihitung dari muka surutan terendah, dan diinterpolasi menggunakan metode natural neighbour. Data pasang surut selama 30 hari digunakan untuk penentuan muka surutan terendah dan koreksi dalam pembuatan peta kedalaman. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa kedalaman berkisar 4,2 m sampai dengan 0,5 m, dengan nilai rata-rata kedalaman sebesar 1,5 m. Kelerengan di Muara Mempawah memiliki nilai yang bervariasi dari nilai 0-55 % . Dari peta kedalaman dan kelerengan menunjukan bahwa bentuk morfologi yang diperoleh memiliki karakteristik tipe morfologi dominansi gelombang yang memiliki ciri-ciri pesisir yang landai, penampang searah sungai cenderung curam ke arah laut dan memiliki satu alur keluar pada bagian muara.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Mosa, Sergio G., Virgilio Núñez, and Miguel A. Boso. "Colmatación de los embalses de generación Hidroeléctrica del Noroeste Argentino aplicación de nuevas Metodologías Batimétricas." Aqua-LAC 1, no. 2 (September 30, 2009): 93–104. http://dx.doi.org/10.29104/phi-aqualac/2009-v1-2-01.

Full text
Abstract:
Los relevamientos batimétricos de los embalses con fines hidroeléctricos proporcionan el conocimiento de la variación de su capacidad y la reconstrucción de las curvas de áreas-volúmenes, información necesaria para una adecuada planificación de sus operaciones. Asimismo, el estudio de las características granulométricas de los sedimentos acumulados aporta información del mecanismo de colmatación que están sufriendo los embalses. Las nuevas tecnologías disponibles para el registro de posiciones espaciales con mayor precisión, representan un nuevo escenario y un reto para la aplicación de mejores metodologías en los levantamientos batimétricos con destino al conocimiento de la tasa de colmatación de los embalses hidroeléctricos. Se analizan las metodologías utilizadas antiguamente para los levantamientos batimétricos basadas en la realización de transectas trasversales al espejo de agua de los embalses y se comparan con una nueva propuesta metodológica introducida por los autores en el año 2005; ésta se basa en la realización de un registro muy denso de posiciones espaciales y de la profundidad (x, y, z) en forma de espiral para cada embalse. Dichos datos son completados con la línea de costa obtenida de la banda del infrarrojo cercano de una imagen satelital actualizada, cuya cota de máximo embalsado es conocida para la fecha correspondiente. Todos los datos plani-altimétricos son usados para la generación de los Modelos Digitales de Profundidad MDP de los embalses. La información obtenida para cada batimetría fue comparada con la planimetría original de cada embalse y de los anteriores levantamientos para determinar los espesores de sedimentos depositados. En laboratorio se procesaron las muestras colectadas con una draga de fondo para determinar las fracciones granulométricas de los sedimentos. Se han relevado los embalses de El Cadillal y Escaba en la Provincia de Tucumán, los de Cabra Corral y El Tunal en Salta y el de Río Hondo en Santiago del Estero. Estos resultados contrastaron fuertemente con los cálculos de sedimentación obtenidos en forma secuencial a partir del cierre de cada embalse siendo muy inferiores a los calculados previamente. El Cadillal tuvo una reducción del 36,8 % de su volumen original, Escaba posee una colmatación del 20,9 %, mientras que Cabra Corral está colmatado un 15,6 %. El Tunal tiene una colmatación del 24,0 % y el embalse de Río Hondo tiene una reducción de su capacidad original del 13,0 %. Esta información nos da una idea de los procesos erosivos que ocurren en las cuencas hídricas de cabecera y de la importancia de sus efectos negativos, especialmente sobre la vida útil de los embalses.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Kusworo, Hery, Danar Guruh Pratomo, and Anom Puji Hascaryo. "Studi Penentuan Catzoc Berdasarkan Kontrol Kualitas Data Batimetri dari Multibeam Echosounder (MBES) (Studi Kasus Pulau Bawean)." Jurnal Chart Datum 5, no. 1 (July 9, 2020): 17–30. http://dx.doi.org/10.37875/chartdatum.v5i1.144.

Full text
Abstract:
Dalam operasi SAR dan pencarian target, peta laut memiliki peran penting dalam memberikan informasi mengenai karakteristik dari fitur-fitur dasar laut. Informasi ini berguna dalam mapping objek dan pengambilan keputusan dalam menentukan metode SAR. Data utama dalam peta laut adalah data batimetri yang diperoleh dengan kontrol ketat melalui prosedur Quality Assurance (QA) dan Quality Control (QC). International Hydrographic Organization (IHO) menetapkan sebuah standar yakni Category Zones of Confidence (CATZOC) yang merepresentasikan kualitas dari survei batimetri. Penelitian ini menggunakan lajur silang sebagai data independen dalam pengujian kualitas data batimetri yang dibandingkan dengan lajur overlap dari Multibeam Echosounder (MBES). Pengujian dilaksanakan dengan 3 metode yakni 1. menguji lajur silang dan lajur utama yang bertampalan dengan lajur silang, 2. menguji 25 spot persilangan antara lajur utama dan lajur silang dan 3. menguji lajur overlap antar lajur utama di sepanjang lajur silang. Data hasil pengujian kualitas tersebut kemudian diuji kembali dengan metode analisis statistik untuk mengetahui sejauh mana data tersebut mampu mewakili kualitas data dari area survei. Hasil pengolahan menunjukkan bahwa lajur silang lebih efektif digunakan dalam pengujian data karena tidak terpengaruh oleh karakteristik dari lajur utama. Secara umum data yang diuji 97.57% CL memenuhi Orde Spesial dengan 99.84% CL memenuhi ZOC A1. Kemudian hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa data dari lajur silang mampu mewakili kualitas dari area penelitian. Pada pengujian terhadap area survei, hasil uji sampel menunjukkan bahwa kualitas dari area penelitian tidak dapat mewakili kualitas dari area survei, hal ini dikarenakan terbatasnya sampel yang ada (lajur silang) untuk menguji data lajur utama pada area survei.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Sasi, Gea Amara, Rudi Siap Bintoro, and Supriyatno Widagdo. "POLA SEBARAN SEDIMEN DI KOLAM DERMAGA JAMRUD NILAM BERLIAN DAN MIRAH DI PELABUHAN TANJUNG PERAK,SURABAYA." Jurnal Riset Kelautan Tropis (Journal of Tropical Marine Research) (J-Tropimar) 2, no. 1 (July 9, 2020): 37. http://dx.doi.org/10.30649/jrkt.v2i1.38.

Full text
Abstract:
<p>Tanjung Perak Surabaya, sebagai salah satu Pelabuhan yang sangat ramai berpotensi mengalami pendangkalan yang disebabkan oleh pengendapan atau penumpukan sedimen suspense maupun material sedimen lainnya yang terbawa oleh arus yang menuju masuk ke Pelabuhan. Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui Pola sebaran sedimen. Data penelitian meliputi data utama dan data pendukung, data utama berupa sampel sedimen grab, sampel sedimen trap, peta batimetri, data pendukung berupa arus, pasut, dan konsentrsi TSS. Metode yang digunakan dalam penelitian metode sampling dan menganalisis hasil sampel sedimen di laboratorium. Hasil dari 9 stasiun pengamatan di Pelabuhan Tanjung Perak menunjukan Jenis sedimen yang didominasi oleh <em>Silt</em> <em>Clay Loam</em>,, nilai konsentrasi TSS 0.32-0.07 (g/l). Kecepatan laju sedimentasi yang terakumulasi berkisar antara 0.124-1.233(g/ml/hari). Overlay peta batimetri menunjukkan adanya sebaran endapan sedimen di area pintu masuk Pelabuhan tanjung Perak(tengah).</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Yulianti, Yulianti, Desti Ardiani, Fratiwi Susanti, Muliadi Muliadi, and Arie Antasari Kushadiwijayanto. "Profil Spasial Batimetri, Salinitas, Suhu, dan Densitas di Perairan Teluk Tambelan, Kepulauan Riau." PRISMA FISIKA 7, no. 2 (July 10, 2019): 63. http://dx.doi.org/10.26418/pf.v7i2.34025.

Full text
Abstract:
Penelitian profil batimetri, salinitas, suhu, dan densitas telah dilakukan di Perairan Teluk Tambelan, Provinsi Kepulauan Riau. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan pemetaan terhadap kondisi kedalaman, salinitas, suhu, dan densitas di perairan tersebut. Pengukuran batimetri, salinitas, dan suhu dilakukan secara langsung menggunakan metode random sampling. Hasil dari penelitian digambarkan dalam bentuk peta kontur kedalaman ISLW (Indian Spring Low Water) berkisar antara 0,2 – 24,3 meter dengan nilai rata-rata 8,1 meter. Salinitas di kedalaman 0,2d berkisar antara 30 – 35 ‰ dengan nilai rata-rata 34,5 ‰ dan di kedalaman 0,8d salinitas berkisar antara 30 – 35 ‰ dengan rata-rata 34,42‰. Suhu di lapisan 0,2d berkisar antara 28,5 – 31 °C dengan nilai rata-rata 30 °C dan suhu di lapisan 0,8d berkisar antara 28 – 31 °C dengan rata-rata 29,5 °C. Densitas kedalaman 0,2d berkisar antara 1019 Kg/m³ - 1021,5 Kg/m³ dengan nilai rata-rata 1020,64 Kg/m³, sedangkan densitas kedalaman 0,8d berkisar antara 1019 Kg/m³ - 1021,5 Kg/m³ dengan rata-rata 1021,05 Kg/m³.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Wulandari, Annisa, and Bambang Kun Cahyono. "Estimasi Volume Sedimentasi Waduk Sermo Menggunakan Metode RUSLE, Batimetri dan Angkutan Sedimen." JGISE: Journal of Geospatial Information Science and Engineering 3, no. 1 (June 24, 2020): 39. http://dx.doi.org/10.22146/jgise.53719.

Full text
Abstract:
Sermo Reservoir is a reservoir which was built by Indonesian Government and supported by Asian Development Bank in program Integrated Irrigation Sector Project (IISP) in 1996. Sermo Reservoir functions as a flood control, raw water source and irrigation. Changes that occur to water catchment area of the Sermo Reservoir affects its condition. Especially changes that occur in aspects of water runoff, sediment production and watershed deposition of watershed aspects which are caused by erosion in water catchment area resulting in sedimentation. Long term sedimentation causes a decrease in reservoir capacity. To overcome this problem it is necessary to estimate the sedimentation volume to determine the latest condition of the Sermo Reservoir. In this activity, volume estimation of sedimentation was conducted using RUSLE, bathymetry and sediment transport methods. The data used in this activity are the data in 2016, 2017 and 2018. In this activity, the analysis of the RUSLE method in the Ngrancah Watershed includes the factors of rainfall erosivity, soil erodibility, length and slope and land cover and preservation. In addition to RUSLE, an analysis was carried out using the bathymetry method. This method calculates sedimentation based on reservoir baseline DTM data of 2017 and 2018. From the difference between both DTM epochs, obtained sediment volume and spread of Sermo Reservoir. Besides, analysis of the sediment transport method was conducted using water soil content data of 2016 which is assumed static until 2018. While analyzing with RUSLE, bathymetry and sediment transport methods using ArcGIS Software. The results of volume estimation of sedimentation using RUSLE, sediment transport and bathymetry consecutively yields 184.158,580 m3/year, 163.151,173 m3/year and 149.959,800 m3/year. Thus the estimation results of sediment thickness velocity of Sermo Reservoir using RUSLE, bathymetry and sediment transport are 8,687 mm/year, 7,790 mm/year and 7,074 mm/year. Generated volume from the methods was tested by using precision test yielding RSD 8,407 % thus classified as low accuracy. From the precision test can be concluded that sediment transport was the most precise because it has a percentage difference of -0,766 % of the average sediment volume.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Tendean, Maxi, Agnes Tenly Moningkey, and Joyce Christian Kumaat. "Pemanfaatan Data Hidro Oseanografi dan Batimetri Untuk Penataan Pantai Tatapaan, Minahasa Selatan." Jurnal Episentrum 1, no. 1 (April 15, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.36412/jepst.v1i1.1803.

Full text
Abstract:
Penting untuk pengelolaan wilayah pesisir, ditarik dengan menghancurkan hampir sebagian besar wilayah pesisir yang tepat dan juga eksistensi, bentuk terbentang sifatnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji parameter fisik hidro-oseanografi dan bathimetri perairan pantai Tatapaan. Dari hasil penelitian, distribusi arus permukaan memiliki kecepatan 0,01 - 0,9 m/detik dalam duapuluh sampel pengamatan. Sedangkan arus maksimum (Umax) diukur pada kedalaman 0.8d sama dengan 0,60 m / detik. Mulai sekarang, tipe pasang surut dari hasil analisis harmonik pasang surut selama 15 hari pengamatan ditunjukkan oleh nisbah Formzahl yaitu 0,40 diartikan sebagai pasang surut semi-diurnal, yaitu satu hari ada dua kali air tinggi dan dua kali air surut. Selain itu, informasi tentang survei batimetri di pantai Tatapaan, variasi kedalaman ditunjukkan dengan morfologi pantai yang diidentifikasi dari 48 profil mengikuti contoh pantai curam dan miring.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Hutahean, Syawaluddin. "Model Refraksi-Difraksi Gelombang Air oleh Batimetri dengan Mengerjakan Persamaan Kekekalan Energi." Jurnal Teknik Sipil 16, no. 1 (April 1, 2009): 39. http://dx.doi.org/10.5614/jts.2009.16.1.4.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Saputra, Angga Dwi, Heryoso Setiyono, and Agus Anugroho Dwi Saputro. "Pemetaan Batimetri dan Sedimen Dasar di Perairan Karangsong, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat." BULETIN OSEANOGRAFI MARINA 5, no. 1 (April 3, 2016): 38. http://dx.doi.org/10.14710/buloma.v5i1.11294.

Full text
Abstract:
Perairan Karangsong adalah wilayah pesisir di Kabupaten Indramayu dan merupakan kawasan penting bagi perekonomian masyarakat setempat. Adanya rencana pengembangan serta perawatan infrastruktur di wilayah Pesisir Karangsong secara berkelanjutan diperlukan adanya penelitian mengenai batimetri, kelerengan perairan dan sedimen dasar. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui kedalaman perairan, profil perairan, kelerengan serta jenis sedimen dasar di Perairan Karangsong. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode kuantitatif. Metode pengambilan data kedalaman dan sedimen dasar dilakukan di wilayah yang dianggap mewakili kerakteristik wilayah seluruhnya. Hasil penelitian menunjukkan kedalaman Perairan Karangsong, Kabupaten Indramayu berkisar antara 1 meter sampai 11 meter dengan nilai kelerengan berkisar antara 0,250◦ hingga 0,277◦ dengan rata-rata kelerengan adalah hampir datar. Perairan Karangsong, Kabupaten Indramayu memiliki tipe pasang surut campuran condong harian ganda dengan nilai nilai Formzahl sebesar 0,57. nilai-nilai elevasi Perairan Karangsong meliputi MSL 64 cm, HHWL 118,9 cm, LLWL 9,19 cm, LWL 10 cm dan HWL 110 cm. Jenis Sedimen Dasar di Perairan Karangsong, Kabupaten Indramayu adalah pasir (silt) dan pasir lanauan (silty sand). Kata kunci: Batimetri, Sedimen Dasar, Kelerengan, Perairan Karangsong.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Pasaribu, Roberto Patar, Asep Irwan, Liliek Soeprijadi, and Chrisoetanto Pattirane. "Studi Alternatif Bangunan Pengaman Pantai di Pesisir Kabupaten Karawang." PELAGICUS 1, no. 2 (May 30, 2020): 83. http://dx.doi.org/10.15578/plgc.v1i2.8875.

Full text
Abstract:
Dinamika oseanografi pantai Karawang sangat dipengaruhi oleh gelombang dari Laut Jawa. Proses hidro-oseanografi ini menyebabkan kerusakan di beberapa tempat di Pantai Utara Karawang. Penyebab kerusakan yang paling utama adalah gelombang laut yang datang dari arah timur laut. Gelombang ini menyebabkan adanya arus sejajar pantai dan tegak lurus pantai yang menyebabkan terjadinya abrasi dan sedimentasi pantai. Kerusakan pantai dapat dicegah dengan mendirikan bangunan pengaman pantai. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis bangunan pengaman pantai sebagai salah satu cara mencegah kerusakan pantai di pesisir kabupaten Karawang dengan cara mengumpulkan, mengolah dan menganalisis data batimetri, angin dan pasang surut. Berdasarkan analisis data pasang surut dapat menentukan elevasi bangunan, dari pengolahan data angin diperoleh peramalan gelombang berupa tinggi, periode, dan arah gelombang. Hasil analisis gelombang, batimetri dan topografi, diperoleh bahwa jenis bangunan pantai yang sesuai untuk pengaman pantai di pesisir kabupaten Karawang adalah bangunan breakwater dan groin. Breakwater dan groin dipilih untuk pengaman pantai di pantai Karawang karena dapat mengurangi limpasan gelombang yang terjadi, sehingga dapat melindungi pantai dari gempuran gelombang supaya tidak terjadi abrasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Setya Indramawan, Brama, Anang Prasetia Adi, Eka Djunarsjah, and Wahyu W. Pandoe. "Analisis Nilai Hambur Balik pada Kapal Karam (Wreck) Menggunakan Data Multibeam Echosounder di Perairan Belawan." Jurnal Chart Datum 4, no. 1 (July 27, 2018): 51–67. http://dx.doi.org/10.37875/chartdatum.v4i1.127.

Full text
Abstract:
Wreck (kapal karam) sangat membahayakan bagi pelayaran terutama di alur pelayaran, maka menjadi penting untuk dapat mengetahui posisi, dimensi dan karaktersik wreck tersebut. Pendeteksian wreck selama ini menggunakan magnetometer dan side scan sonar, padahal dengan kemampuan Multibeam Echosounder (MBES) saat ini pendeteksian itu dapat dilakukan oleh MBES, karena mampu menghasilkan data batimetri dan data hambur balik dari material dasar laut. Penelitian ini memanfaatkan data batimetri MBES untuk mendapatkan nilai kedalaman dan nilai intensitas dari wreck. Dari nilai intensitas inilah dapat diketahui material badan kapal yang tenggelam. Data yang digunakan adalah data MBES Kongsberg EM2040C hasil Survei Pushidrosal tahun 2016 di perairan Belawan. Pengolahan data menggunakan software Caris Hips and Ships 9.0 dengan cara membuat CUBE Surface untuk mendapatkan nilai kedalaman dan estimasi dimensi (panjang dan lebar) dari wreck. Untuk mendapatkan nilai hambur balik menggunakan metode Angular Response Analysis (ARA) dan Sediment Analysis Tool (SAT). Hasil penelitian ini diperoleh nilai intensitas dari kapal karam berkisar -9,7 sampai -3,02 dB pada wreck bermaterial besi dan -27,3 sampai -21,5 pada wreck bermaterial kayu dengan nilai koefisien refleksi 0.928 dan 0.414
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Ondara, Koko, and Guntur Adhi Rahmawan. "PEMANTAUAN SEDIMENTASI MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI HIGH FRECUENCY DI PERAIRAN SAYUNG, DEMAK-JAWA TENGAH." GEOMATIKA 26, no. 1 (May 29, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.24895/jig.2020.26-1.987.

Full text
Abstract:
<p><span lang="EN-US">Kecamatan Sayung merupakan wilayah terabrasi di Kabupaten Demak yang terkena dampak paling parah dari kenaikan muka air laut di kawasan Pantai Utara Jawa. Perencanaan untuk pembuatan struktur pelindung pantai kawasan pesisir Sayung, Demak, Jawa Tengah sebagai salah satu solusi dalam mengendalikan dampak abrasi yang terjadi memerlukan penelitian batimetri (kedalaman perairan laut) untuk memantau besarnya sedimentasi yang ada di perairan laut tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedalaman perairan, volume sedimen, kemiringan topografi dasar perairan serta ketebalan sedimen dasar perairan. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 dan tahun 2018. Data batimetri diperoleh dengan pengukuran langsung di lapangan pada tahun 2016 dan 2018. Data tersebut diperoleh menggunakan <em>echosounder </em>dual frekuensi. Kemudian data tersebut dikoreksi terhadap pasut lalu dihitung tebal sedimen yang diperoleh menggunakan pemodelan numerik. Hasil analisis proses sedimentasi yang terjadi di dasar perairan menunjukkan adanya penambahan ketebalan sedimen sebesar 0.32 m dengan pertambahan volume sedimen sebesar 1.181.731,38 m<sup>3</sup>. </span></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Harianto, Kurniawan, Amadhan Takwir, and Halili. "PEMETAAN BATIMETRI PERAIRAN DANGKAL MENGGUNAKAN ALGORITMA JUPP PADA CITRA SPOT-7 DI PERAIRAN TANJUNG TIRAM." Jurnal Sapa Laut (Jurnal Ilmu Kelautan) 4, no. 1 (May 16, 2019): 1. http://dx.doi.org/10.33772/jsl.v4i1.6802.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara nilai-nilai setiap kanal citra SPOT-7 dengan kedalaman perairan dangkal Tanjung Tiram, mensimulasi tingkat akurasi serta memetakan kedalaman pada perairan Tanjung Tiram menggunakan algoritma Jupp. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari – Maret 2018 di perairan Tanjung Tiram. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pengumpulan data-data primer dan sekunder hingga pengolahan data citra. Data primer berupa data batimetri. Data sekunder berupa data pasang surut. Data citra yang digunakan adalah citra SPOT-7 yang memiliki 4 kanal, multispektral dengan resolusi spasial 6 m terdiri dari kanal spektral biru (450 – 520 nm), hijau (530-590 nm), merah (625- 695 nm) dan band NIR (760 - 890 nm). Pengolahan data citra dilakukan dengan mengubah nilai digital menjadi nilai kedalaman perairan berdasarkan algoritma Jupp lalu koreksi terhadap pasang surut. Hasil penelitian menunjukan bahwa hubungan anatara nilai digital (DN) dan kedalaman lapangan cukup baik dengan nilai R2 0,71. Selain itu, terlihat bahwa nilai digital setiap kanal cenderung semakin rendah dengan bertambahnya kedalaman lapangan suatu perairan begitu pun sebaliknya.Kata Kunci : Tanjung Tiram, Batimetri, Citra SPOT-7, Algoritma Jupp
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Darminto, Darminto, Dikdik S. Mulyadi, Agung Prasetyo, and Johar Setiyadi. "Pengolahan Data Bathymetry dan Side Scan Sonar System Edgetech 6205 Untuk Pemetaan Kondisi Permukaan Dasar Laut (Studi Kasus Perairan Tanjungkubu, Kepulauan Riau)." Jurnal HIDROPILAR 3, no. 1 (July 31, 2017): 1–10. http://dx.doi.org/10.37875/hidropilar.v3i1.52.

Full text
Abstract:
Pemetaan kondisi permukaan dasar laut di daerah-daerah kritis seperti alur masuk pelabuhan, tempat berlabuh kapal-kapal, jalur pipa serta kabel bawah laut sering digunakan perpaduan beberapa alat survei yang berbeda seperti kombinasi penggunaan alat survei batimetri dan Side Scan Sonar (SSS) secara terpisah maupun dalam satu sounding boat. Dengan kemajuan teknologi peralatan survei batimetri, kini telah hadir peralatan survei Edgetech 6205 yang dapat menghasilkan output dua data dalam proses akuisisinya yaitu data Multibeam Echosounder (MBES) dan SSS. Proses akuisisinya telah dilaksanakan oleh tim survei PT. Pageo Utama di Perairan Tanjungkubu, Kepulauan Riau. Tulisan ini membahas pengolahan data MBES dan SSS Edgetech 6205. Hasil pengolahan data MBES diperoleh data angka kedalaman, image seabed surface (*.tiff) dan objek dasar laut yang belum diketahui secara pasti. Sedangkan hasil pengolahan data SSS diperoleh citra (foto) fitur dasar laut (*.tiff) . Sapuan data MBES dan sapuan data SSS sangat representatif sehingga objek temuan hasil pengolahan data MBES dapat diverifikasi dan didigitasi untuk mendapatkan data posisi dari fitur dasar laut yang dianggap benar. Dari dua data tersebut diperoleh informasi yang cukup akurat tentang kondisi permukaan dasar laut yang berupa fitur dasar laut, angka kedalaman dan kontur.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Aditya, Sandi. "PEMBUATAN MODEL TIGA DIMENSI (3D) HASIL INTEGRASI DATA LiDAR DAN DATA SURVEI HIDROGRAFI." Seminar Nasional Geomatika 2 (February 9, 2018): 561. http://dx.doi.org/10.24895/sng.2017.2-0.454.

Full text
Abstract:
<p>Visualisasi informasi geospasial tiga dimensi (3D) untuk penyajian data batimetri yang diperoleh dari hasil survei hidrografi terhitung jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan kegiatan survei yang dilakukan pada Pusat Pemetaan Kelautan dan Lingkungan Pantai (PPKLP) Badan Informasi Geospasial (BIG) pada saat dahulu masih dilakukan pada skala menengah (1:50.000 dan 1:25.000). Seiring dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan data pada skala yang lebih besar (1:10.000) terutama untuk mendukung program nasional tol laut di daerah pelabuhan-pelabuhan, maka PPKLP sudah mulai menerapkan metode dan peralatan survei yang lebih baik. Kualitas data hasil survei akan semakin terlihat pada skala besar dan dengan divisualisasikan pada bentuk 3D. Pada penelitian ini, penulis membentuk <em>Digital Elevation Model</em> (DEM) laut hasil survei hidrografi kemudian menggabungkan dengan DEM darat dari data LiDAR dalam satu referensi tinggi EGM 2008. Hasil penggabungan kedua DEM divisualisasikan dalam bentuk 3D yang dapat memerlihatkan DEM yang kontinu dari darat ke laut serta penggambaran posisi garis pantai pada saat pasang tertinggi, rata-rata, dan surut terendah.<strong></strong></p><strong>Kata kunci</strong>: 3 Dimensi, DEM, Batimetri, LiDAR
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Rassarandi, Farouki Dinda, Siti Noor Chayati, Luthfiya Ratna Sari, M. Zainuddin Lubis, Oktavianto Gustin, Dwiki Novri Ditya, Afifah Aprilianda, and Adelia Eky Wardani. "Pemetaan Batimetri untuk Pertimbangan Alur Pelayaran Kapal Nelayan di Pantai Sembulang, Kecamatan Galang." JGISE: Journal of Geospatial Information Science and Engineering 3, no. 1 (June 24, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.22146/jgise.54654.

Full text
Abstract:
Sembulang is located in a strategic maritime location and supports the majority of the local population to work as fishermen. In addition, Sembulang is also directly adjacent to the waters of Mubut Island which is one of the favorite tourist attractions in Batam and also to the waters leading to Bintan and Tanjungpinang, making it a popular port for people in that location. However, until now there has not been an official sea map or cruise line map for traditional fishing boats / local transportation to support economic and tourism activities there. The flow of a cruise is very closely related to the depth of a waters. Water depth data can be used by fishermen and boat captains as a reference when they are sailing across Sembulang Beach. The purpose of this study was to analyze the bathymetry conditions in Sembulang Beach, Galang, which were used as a reference for safe and efficient ship grooves considerations. Bathymetry mapping is done by using multibeam echosounder to create a seafloor topographic map at the research location which is then analyzed based on the depth and width of the cruise line which is ideal for the specifications of traditional fishing vessels. Based on the analysis that has been done, it can be concluded that only ships with size <5 GT with the form of "V" Pump Boat, "V", "V" High Bow, "V" Katir, "V" Without Katir, "U" Katir and 5 GTs with safe "U" and "V" shapes to be anchored at Sembulang pier. In other words, traditional fishing boats with a size of GT 10 GT are not recommended to dock at the pier.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Ihlas, Ihlas, Gathot Winarso, Agus Iwan Santoso, and Johar Setiyadi. "Akuisisi Data Batimetri Menggunakan Citra Satelit Spot-7 Diperairan Teluk Halong Kota Ambon." Jurnal HIDROPILAR 4, no. 1 (July 27, 2018): 9–17. http://dx.doi.org/10.37875/hidropilar.v4i1.91.

Full text
Abstract:
Peta laut Indonesia dituntut harus selalu diperbaharui, namun pada kenyataannya tidak berjalan secara optimal bahkan sebagian peta laut belum diperbaharui sampai dengan saat ini. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka teknologi penginderaan jauh memberikan peluang besar untuk pemetaan batimetri perairan dangkal secara efektif dan efisien, terutama untuk daerah yang memiliki tingkat perubahan kedalaman secara cepat. Penelitian ini menggunakan data Citra Satelit Spot-7 dan Lembar Lukis Teliti (LLT) di perairan Teluk Halong Kota Ambon. Proses pengolahan data menggunakan metode Satellite Derived Bathymetry (SDB) yang dikembangkan Kano et al. (2011) mempunyai kelebihan dapat menganalisa suatu wilayah tanpa menyentuh atau berada di wilayah tersebut dengan rentang waktu yang relatif singkat. Tujuannya untuk mendapatkan seberapa besar tingkat ketelitian dan keakurasian data kedalaman laut hasil ekstraksi kedalaman laut dari citra satelit pada daerah Teluk Halong Kota Ambon. Dalam pengolahan data menggunakan metode SDB menunjukan bahwa Metode STR menghasilkan nilai korelasi tertinggi dibanding empat metode lainnya. Pada kedalaman 0 meter sampai dengan 2 meter memiliki ketelitian 0.21, pada kedalaman 2.1 meter hingga 5 meter memiliki ketelitian 0.23 meter, pada kedalaman 5.1 meter hingga 10 meter memiliki ketelitian 0.06 meter, dan pada kedalaman 10.1 meter hingga 20 meter memiliki ketelitian 0.08 meter.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Rahman, Arip, Vincentius P. Siregar, and James P. Panjaitan. "Pemetaan Kompleksitas Habitat Dasar Perairan Menggunakan Data Batimetri di Perairan Pulau Kemujan Karimunjawa." Jurnal Kelautan Tropis 24, no. 2 (May 18, 2021): 159–66. http://dx.doi.org/10.14710/jkt.v24i2.10498.

Full text
Abstract:
The complexity of the substrate of the bottom waters describes the diversity of the bottom structure of the waters. The structure of the complexity of bottom waters can be measured by the rugosity. Manual method for measuring rugosity can be used chain method. Besides that rugosity can be calculated using bathymetry data using Surface Area from Elevation Grid Extension tools that integrated in ArcGIS which produces Arc-chord ratio (ACR) rugosity. Based on this method, a flat area has rugosity close to 1, while an area with high elevated will show rugosity value higher then 1 (>1). Measurement of the complexity of the bottom waters is carried out to see the condition of benthic habitat in the shallow waters of Kemujan Island, Karimunjawa Islands. Based on the rugosity index, conditions of bottom waters of the Kemujan Island are quite complex (ACR rugosity index, 2-2.044). The ACR rugosity index correlated quite well with the rugosity index of the field measurement (r = 0.76). Kompleksitas dasar perairan menggambarkan keragaman struktur dasar perairan. Struktur kompleksitas suatu dasar perairan dapat diukur dengan tingkat kekasaran (rugosity) dasar perairan. Metode pengukuran rugosity secara manual dilakukan dengan menggunakan metode rantai (chain). Selain itu rugosity juga dapat dihitung dengan menggunakan data kedalaman dengan menggunakan Surface Area from Elevation Grid Extension yang terintegrasi pada ArcGIS yang menghasilkan Arc-chord ratio (ACR) rugosity. Berdasarkan metode ini daerah datar memiliki nilai rugosity mendekati 1, sedangkan area dengan relief tinggi akan menunjukkan nilai rugosity yang lebih tinggi (>1). Pengukuran kompleksitas dasar perairan dilakukan untuk melihat kondisi habitat dasar di perairan dangkal Pulau Kemujan Kepulauan Karimunjawa. Berdasarkan indeks rugosity, kondisi dasar perairan Pulau Kemujan memiliki kompleksitas yang cukup tinggi (indeks ACR rugosity 2-2.044). Hal tersebut menggambarkan kondisi dasar perairan di sekitar lokasi penelitian cukup beragam. Indeks rugosity ACR berkorelasi cukup baik dengan indeks rugosity hasil pengukuran lapangan (r=0.76).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Bufon, A. G. M., S. M. Tauk-Tornisielo, and A. C. S. Pião. "TEMPO DE VIDA ÚTIL DA REPRESA VELHA DA MICROBACIA DO CÓRREGO DA BARRINHA, PIRASSUNUNGA, SP, BRASIL." Arquivos do Instituto Biológico 76, no. 4 (December 2009): 673–79. http://dx.doi.org/10.1590/1808-1657v76p6732009.

Full text
Abstract:
RESUMO Conservação das águas continentais torna-se cada vez mais necessária devido aos crescentes impactos ambientais negativos e ao aumento acelerado da sua escassez. No Centro de Pesquisa e Gestão de Recursos Pesqueiros Continentais (CEPTA/IBAMA), no Município de Pirassununga, SP, localiza-se a represa Velha. O tempo de vida útil desta represa foi determinado por meio da taxa de sedimentação, comparando-se duas metodologias distintas. Uma delas consistiu na batimetria com guincho hidrométrico e a outra utilizando câmaras de sedimentação. As coletas das amostras nestas últimas ocorreram na coluna de água a 50 cm acima do sedimento, nos períodos de seca e chuvoso, durante doze meses. Com esta metodologia pode-se calcular a taxa de sedimento de 7,0 mg.cm-2dia-1 e a densidade anual de 0,66 mg.cm-3. O cálculo do tempo de vida útil para a represa Velha foi de 7,5 anos. Por meio da batimetria foi determinada a perda da profundidade ao longo de toda a extensão desta represa, sendo em média, de 0,07 m.ano-1. Concluiu-se que serão necessários 72 anos para que esta represa possa ser totalmente assoreada, este tempo podendo ser reduzido se não houver ações mitigadoras dos impactos atuais e planejamento para evitar outros que possivelmente poderão ocorrer.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

VIEIRA, Yury Souto Simen, Natasha Santos Gomes STANTON, Hélio Heringer VILLENA, and Renata Cardia REBOUÇAS. "IMPACTO ANTRÓPICO NO PROCESSO DE ASSOREAMENTO DA ENSEADA DA JAPUÍBA, ANGRA DOS REIS (RJ)." Geosciences = Geociências 39, no. 2 (July 17, 2020): 481–91. http://dx.doi.org/10.5016/geociencias.v39i2.13463.

Full text
Abstract:
Foi realizado um estudo da Enseada da Japuíba, no município de Angra dos Reis, para investigar o processo de assoreamento que vem ocorrendo na região. Realizou-se levantamentos batimétricos, sedimentológicos e de acervos fotoaéreos para analisar a evolução temporal da batimetria, da textura sedimentar e de áreas de interesse nos arredores da enseada. Foram processados dados batimétricos de 1979 e de 2018, resultando em mapas comparativos de batimetria e de assoreamento/erosão. Com a análise dos sedimentos obteve-se a distribuição textural. Ocorre na enseada um processo de assoreamento, principalmente ao longo de uma zona leste – oeste em frente ao aeroporto da cidade de Angra dos Reis, próximo à linha de costa e no canal de navegação entre as ilhas Redonda e dos Bois. As principais fontes de sedimento são os rios Japuíba e Gamboa e pequenos ribeirões além do escoamento superficial devido a chuvas. O volume total de assoreamento e a taxa foram de 1.252.642,75 m³ e 0,97 cm/ano respectivamente. Propõe-se que significativos impactos antrópicos aumentaram o assoreamento da enseada, através de uma ocupação urbana desenfreada, do desmatamento das áreas de mangue, da retificação dos rios Gamboa e Japuíba e a remoção de suas matas ciliares e as dragagens ocorridas na enseada.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

PINHEIRO, Lidriana de Souza, Francisco Gleidson GASTÃO, Yan Thé Cardoso LOUSADA, Wilson FRANKLIN JÚNIOR, and Mônica Pimenta de Novaes CASTELO BRANCO. "MAPEAMENTO DE HABITATS MARINHOS DA PLATAFORMA CONTINENTAL INTERNA DA PRAIA DE IRACEMA – FORTALEZA – CEARÁ." Geosciences = Geociências 38, no. 3 (December 19, 2019): 813–25. http://dx.doi.org/10.5016/geociencias.v38i3.14129.

Full text
Abstract:
O presente trabalho tem como objetivo caracterizar os habitats marinhos da plataformacontinental interna da Praia de Iracema – Fortaleza/CE, a partir da análise integrada do substrato bentônico. Para isto, foi feita a batimetria de fundo, sedimentologia e a fauna e flora bentônica dos fragmentos de paisagens, com base em dados coletados em campo e analisados em laboratório. As análises granulométricas realizadas nas 20 amostras apontaram para uma distribuição das frações: cascalho, areia média, areia fina e muito fina e frações biogênicas. A classe das areias está em pontos isolados, com um percentual de 90 a 100%, contendo algumas percentagens de mica. As areias médias ocorrem na porção NW da área. Os depósitos biogênicos correspondem a sedimentos constituídos por fragmentos de animais marinhos e algas calcárias. O destaque da biodiversidade foi encontrado na Estação 3, onde pode-se verificar exemplares dos Filos Echinodermata, Mollusca, Porifera e Annelida. Nas amostras essencialmente arenosas, foi observada a presença de organismos pertencentes ao Filo Mollusca – Classe Bivalvia. A interação dos dados bióticos e abióticos (sedimentológicos e batimétricos) permitiu mapear quatro habitats marinhos, enquadrados nos Níveis 1 e 2, códigos A (Marine Habitats) e A1 (Littoral Rock andother hard substrata), da classificação proposta pela EUNIS, 2012. Palavras-chave:Habitats Marinhos, Plataforma Continental, Sedimentologia, Batimetria.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography