To see the other types of publications on this topic, follow the link: Bentian Dayak (Indonesian people).

Journal articles on the topic 'Bentian Dayak (Indonesian people)'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 15 journal articles for your research on the topic 'Bentian Dayak (Indonesian people).'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Ahyat, Ita Syamtasiyah. "Masyarakat Dayak di Kesultanan Kutai pada Abad Ke-19." Paradigma, Jurnal Kajian Budaya 1, no. 1 (March 4, 2016): 28. http://dx.doi.org/10.17510/paradigma.v1i1.3.

Full text
Abstract:
<p>The Dayak people of Kalimantan, who have occupied in the territory of Kutai Sultanate, the water kingdom along the riverbank and the upper course of the Mahakam, live by trading in the river ways. The Dayak people consist of eleven tribes; the Kenyah, Kayan, Bahau, Tunjung, Benua, and Bentian, were only some of them. They were governed under the sovereignty of the Sultanate of Kutai which had made easier for the colonial government to subdue the territory. However, the people of Kutai found ways to accept the Dayak, and vice versa. They sold forest produce, such as resin, birds’ nests,rice, and wax. At the time when the Dutch annexed the area under her state, the Dayak was prohibited to do business, and the Dutch became the sole proprietor of the region, exploiting rattan besides others.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Latif, Fauzia. "Tarian dan Topeng Hudoq Kalimantan Timur: suatu Kajian Filsafat Seni." Humaniora 4, no. 1 (April 30, 2013): 712. http://dx.doi.org/10.21512/humaniora.v4i1.3481.

Full text
Abstract:
Indonesia is a rich country of arts and cultures. Dayak culture is one example. Dayak community has distinctive and unique of culture, from art, social system, to belief system. Hudoq mask and dance are samples of the culture of East Kalimantan Dayak community which are not decorative shapes and motifs only, but also full of philosophical meaning and symbol of the community’s faith. The results of this study are very important to record the progress of Dayak culture from ancient to present time, as well as to preserve the high values of Dayak community, as Indonesian people. This study can be used as materials in further Indonesian culture studying and served as examples to the upcoming art design world.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Nugroho, Mardi. "SIKAP MASYARAKAT TERHADAP BAHASA IBUNYA: DAYAK LENGILU, BENGGOI, DAN PAKKADO (SOCIETY ATTITUDE TOWARDS MOTHER TONGUE: DAYAK LENGILU, BENGGOI, AND PAKKADO)." Kadera Bahasa 10, no. 1 (December 20, 2018): 23–31. http://dx.doi.org/10.47541/kaba.v10i1.41.

Full text
Abstract:
The speakers of Dayak Lengilu language are only four people in 2000. The condition of the language is almost extinct. In 1989, the speaker of Benggoi language were 350 people. According to society information, in Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, there is Pakkado language which the condition is endangered. Local languages with few speakers and local languages whose condition is almost extinct or endangered should be prioritized for protection. Knowing the attitude of the society toward the local language is important in the revitalization program local languages usage. The mother tongue for most Indonesian citizens is the local language. The problem of this research is how the attitude of society toward their mother tongue, especially the Dayak Lengilu, Benggoi, and Pakkado people? The purpose of this research is to know the attitude of Dayak Lengilu, Benggoi, and Pakkado people towards their mother tongue. This research uses quantitative method. The data were collected by using questionnaire. Data processing is done quantitatively with simple statistics. Language attitude theory, measurement scale determining theories, questionnaire compiling, and questionnaire validity test theory were used in this research. The result shows that the attitude of Dayak Lengilu, Benggoi, and Pakkado language is positive. This study recommends that the results of this study can be used as a consideration in the local language protection program.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Wahyuni, Sri. "PELAKSANAAN PERKAWINAN CAMPUR BEDA AGAMA ANTARA WARGA MELAYU MALAYSIA DAN DAYAK KALIMANTAN DI DAERAH PERBATASAN SAMBAS KALIMANTAN BARAT (Antara Living Law dan Hukum Positif Indonesia)." Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam 9, no. 1 (March 1, 2017): 31. http://dx.doi.org/10.14421/ahwal.2016.09103.

Full text
Abstract:
This article discusses about the implementation of mix and interreligious marriages among the Indonesian people of Dayak, Kalimantan and Malaysian people of Muslim Malayu in Sarawak, which is in the boarder of Indonesia-Malaysia. These two of groups live together as one unity of etnic in the boarder area. They are not separated by the boarder of two states. They live in tolerance among the different religions such as Dayak etnic who majority is Christian and Malay who are Muslims. The mix and interreligious marriage are conducted according to adat law, and it is also compatible to Indonesia law which is religious law according to Article 2 (1) and (2) of Indonesian Marriage Law. Therefore, interreligious marriage can’t be conducted formally, but they have interreligious marriage by changing their religious identity to follow the other spouses. For the example, a Christian who wants to marry a muslim and conduct their marriage according to Islamic law which is registed in KUA, he or she must follow the muslim religion, and vice versa.[Artikel ini mendiskusikan tentang pelaksanaan campur beda agama antara orang Dayak, Kalimantan berkewarganegaraan Indonesia dengan muslim Melayu, Serawak berkewarganegaan Malaysia di perbatasan Indonesia-Malaysia. Keduanya hidup bersama sebagai satu kesatuan etnik di daerah perbatasan. Mereka tidak dipisahkan oleh perbatasan dua negara. Mereka tinggal dalam lingkungan yang memegang teguh toleransi antara agama-agama yang berbeda seperti Dayak yang mayoritas Kristen dan Melayu yang Muslim. Perkawinan campur beda agama dilakukan menurut hukum adat dan didasarkan pada hukum Indonesia yang sesuai dengan Pasal 2 (1) dan (2) UU Perkawinan. Oleh karena itu, Perkawinan campur tidak dapat dilakukan secara formal, tetapi mereka memiliki cara dengan mengubah identitas agama mereka untuk mengikuti pasangan lainnya. Misalnya, seorang Kristen yang ingin menikah dengan muslim dan mereka melakukan perkawinan menurut hukum Islam yang dicatat di KUA, seorang calon isteri atau calon suami harus mengikuti tata cara Islam, begitu sebaliknya.]
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Wahyuni, Sri, and Aditia Aditia. "PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK BAWANG DAYAK TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA TANGKAHEN KECAMATAN BANAMA TINGANG KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH." Jurnal Kesehatan 6, no. 1 (June 29, 2019): 68–77. http://dx.doi.org/10.35913/jk.v6i1.117.

Full text
Abstract:
Latar Belakang: Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013), secara nasional terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013. Prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar 25,8%. Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah 2015 terdapat 10 kabupaten/kota yang melaporkan hasil pengukuran tekanan darah pada penduduk yang berusia ≥ 18 tahun, terdapat 68.922 orang (23,20%) yang menderita hipertensi. Salah satu cara mengatasi hipertensi yakni dengan menggunakan ekstrak tanaman Bawang Dayak. Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak Bawang Dayak terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi di Desa Tangkahen, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah tahun 2017. Metode: Desain penelitian Pre-experimental Design dengan rancangan One-group Pretest-posttest Design. Jumlah populasi dan sampel 30 orang dengan teknik sampling total populasi. Analisa data menggunakan Paired-Sample T Test. Hasil: Nilai rata-rata MAP pretest 117,23 mmHg dan nilai rata-rata posttest 112,02 mmHg, perubahan rata-rata MAP tekanan darah 5,21 mmHg. p value < α, yakni 0,000 < 0,05 yang berarti H0 ditolak dan Hα diterima. Kesimpulan: Ada pengaruh pemberian ekstrak Bawang Dayak terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi di Desa Tangkahen, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah tahun 2017. Saran: Penderita hipertensi dapat menggunakan tanaman Bawang Dayak untuk mengatasi penyakit hipertensi. Sebagai dasar bagi peneliti lainnya dalam mengembangkan penelitian terkait tanaman Bawang Dayak dan hipertensi. Kata kunci : Ekstrak Bawang Dayak - Tekanan Darah - Hipertensi. ABSTRACT Background: The Result of Basic Health Research (2013), there was an increase in hypertensive prevalence based on interviews from 7,6 in 2007 to 9,5 in 2013. The prevalence of hypertension in Indonesian residents aged ≥ 18 years was 25,8%. According to data from Health Service of Central Kalimantan Province in 2015, there were 10 regencies/cities reporting results of blood pressure measurement of the residents aged ≥ 18 years, where 68,922 residents (23.20%) had hypertension. One of the ways to control hypertension is using the extract of Dayak Onion. Objective: To examine the effects of Dayak Onion extract on blood pressure of people with hypertension in Tangkahen Village, Banama Tingang Subdistrict, Pulang Pisau Regency, Central Kalimantan in 2017. Method: This research employed Pre-Experimental Design using One-Group Pretest-Posttest Design. The population and sample consisted of 30 participants collected using total population sampling technique. Data were analyzed using Paired-Sample T-test. Result: The average value of MAP pretest 117,23 mmHg and the average value of MAP posttest 112,02 mmHg, average change in blood pressure MAP 5,21 mmHg. p-value < α, i.e. 0.000 < 0.05, it means H0 is rejected while Hα is accepted. Conclusions: Dayak Onion extract has an effect on the decrease of blood pressure of people with hypertension in Tangkahen Village, Banama Tingang Subdistrict, Pulang Pisau Regency, Central Kalimantan in 2017. Suggestions: People with hypertension can use Dayak Onion to control hypertension. Moreover, it can be used as a basis for other researchers to develop research about Dayak Onion and hypertension. Keywords: Dayak Onion Extract - Blood Pressure - Hypertension.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

West, Paige. "Anna Tsing. Friction: An Ethnography of Global Connections. Princeton and Oxford: Princeton University Press, 2005." Comparative Studies in Society and History 47, no. 3 (July 2005): 667–68. http://dx.doi.org/10.1017/s0010417505220297.

Full text
Abstract:
In Friction, Anna Tsing uses logging practices and timber consumption, environmental activisms and ideas about nature, local loss of livelihood and local despair over the loss of forest-as-life (as opposed to forest-as-resources), and Indonesian nation-making through business practices and international investment as her entry points for a richly argued and ethnographically nuanced analysis of the social processes by which the spatial, discursive, and metaphoric sites that have come to be known as the ‘local’ and the ‘global’ are made by each other. Her ethnographic contribution is her ability to demonstrate multiple experiences of events—from Meratus Dayak elders to Indonesian environmentalists, from Indonesian businessmen to consumers in an IKEA, from the Korean Development Company to Freeport McMoRan—which each person and institution understands and narrates differently. Indeed, Tsing shows that these people and institutions understand events and misunderstand each other in profound ways, but that the misunderstandings are productive, creating the social fact that is the Indonesian forest.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Pasha Karim, Zahlul. "Relasi FPI dengan Dayah dalam Penegakan Syari’at Islam di Aceh." Jurnal Sosiologi Agama Indonesia (JSAI) 1, no. 3 (March 15, 2021): 228–37. http://dx.doi.org/10.22373/jsai.v1i3.789.

Full text
Abstract:
This article attempts to answer why FPI's relationship with Dayah in Aceh is so close. This condition is seen in contrast to several other areas in Indonesia that are seen to experience frequent collisions. This article shows that the relations between FPI and Dayah groups in Aceh occurred for several reasons: first, the FPI organization in Aceh was led by Dayah people and used the Dayah santri network as a mass base. When FPI entered Aceh, the idea was rejected by some senior Acehnese scholars. After FPI succeeded in approaching young people from the Dayah circles, such as Muslem Attahiry, FPI's progress was seen to be very strong and succeeded in establishing its influence in some Dayah. Second, FPI in Aceh has the right space on the issue they are raising, namely Islamic Syari'at. Politicians who need an image of taking sides with shari'ah need to use FPI, either directly or indirectly. Third, the character of Acehnese people who are fanatical and like religious symbols so they don't care less about FPI's background. The people of Aceh will accept it as long as they (FPI) wrap their actions and agendas with narratives and religious symbols. Abstrak Artikel ini berusaha menjawab pertanyaan tentang mengapa hubungan FPI dengan Dayah di Aceh sangat dekat. Kondisi ini terlihat kontras dengan beberapa daerah lain di Indonesia yang terlihat sering mengalami benturan. Artikel ini menunjukkan bahwa relasi FPI dengan kalangan Dayah di Aceh terjadi karena beberapa sebab: pertama, organisasi FPI di Aceh dipimpin oleh orang Dayah dan menggunakan jaringan santri Dayah sebagai basis massa. Awal FPI masuk ke Aceh, idenya sempat ditolak oleh sejumlah ulama senior Aceh. Setelah FPI berhasil mendekati orang-orang muda dari kalangan Dayah, seperti Muslem Attahiry, kiprah FPI terlihat amat kuat dan berhasil menancapkan pengaruhnya di sejumlah Dayah. Kedua, FPI di Aceh memiliki ruang yang tepat pada isu yang mereka angkat, yaitu syari’at Islam. Politisi yang perlu citra keberpihakan pada syari’at perlu menggunakan FPI, baik secara langsung atau tidak langsung. Ketiga, karakter masyarakat Aceh yang fanatik dan menyukai simbol-simbol keagamaan sehingga kurang peduli dengan latar belakang FPI. Masyarkat Aceh akan menerima sejauh mereka (FPI) membungkus aksi dan agenda mereka dengan narasi-narasi dan simbol-simbol agama.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Achwan, Rochman. "The Fountain of Love Credit Union: A Vibrant Microfinance Institution in a Hostile Inter-Ethnic Society." Asian Case Research Journal 16, no. 01 (June 2012): 93–114. http://dx.doi.org/10.1142/s0218927512500046.

Full text
Abstract:
The Fountain of Love Credit Union (FLCU) is a rare example of a vibrant microfinance institution in Indonesia. Located at the heart of a hostile inter-ethnic society in the province of West Kalimantan, the FLCU invents unique types of social capital and financial organization that bolster its unparallel financial performance. In recognition of this achievement, the Indonesian government presented the FLCU with the 2005 Award for Small-Medium Corporate Excellence. Decades of inter-ethnic hostility inspired school teachers to establish the FLCU in 1987. They dreamt of creating a big microfinance institution and promoting the economic well-being of the Dayak ethnic group. The Dayak, one of Kalimantan's two largest ethnic groups, defines itself as disadvantaged. A sense of grievance evolving around these issues culminated in a series of ethnic conflicts. Today, after more than two decades of operations, the FLCU has not only won the trust of most Dayak people but also inspires other ethnic groups to establish microfinance institutions. This environment has allowed unique types of social capital and financial organization to flourish. The Fountain of Love Foundation (FLF), the parent organization of the FLCU, has set up a variety of social and economic organizations. They work in partnership with the FLCU in all aspects of its business, from recruiting, disciplining, and empowering clients to weaving organizational networks with other microfinance institutions. The latter plays a vital role in curbing the penetration of modern micro banking in the province. The FLF, therefore, has become an ethnic-based conglomerate in which the FLCU functions as one of its driving forces. However, the FLCU faces a number of hurdles. Almost all FLCU clients, in rural and urban areas, are of the Dayak ethnic group. From organizational and policy points of view, the legal status of the FLCU is vulnerable as its assets grow beyond the mandatory requirement of the current banking law.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Syahrin, Alif Alfi, and Bunga Mustika. "Etnopedagogi Berlandaskan Nilai-Nilai Rumah Betang dalam Pembelajaran Sosiologi." ENTITA: Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan Ilmu-Ilmu Sosial 2, no. 2 (December 28, 2020): 199–216. http://dx.doi.org/10.19105/ejpis.v2i2.3923.

Full text
Abstract:
Betang house is a traditional house of Dayak ethnicity which has various values that behavein life. Betang house values are part of the character of the Indonesian people so that theycan be implemented in sociology subjects based on ethnopedagogy.This research uses aliterature study method based on various relevant documents. The results of this studyindicate that in implementing the values of betang houses in class X, XI and XI materials canmake students have character that is sourced from the values of local wisdom in their area,especially in West Kalimantan Province.Furthermore, the use of learning models in sociologysubjects is the use of learning models that are tailored to each material taught to studentssuch as the material in class X and XII used models of lecture and discussion learning.Whilethe class XI material uses the role playing learning model in material about community andmulticultural groups as an effort to provide students with an understanding of local wisdomand efforts to revitalize the values of the Betang house towards social life.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Misrita, Misrita, Rosdiana Rosdiana, Srie Rosmilawati, and Imam Qalyubi. "Pembuatan Batik Alam Berbahan Tumbuhan Sekitar Rumah." PengabdianMu: Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat 5, no. 4 (September 26, 2020): 343–50. http://dx.doi.org/10.33084/pengabdianmu.v5i4.1151.

Full text
Abstract:
Batik is one of Indonesia's cultural arts, which has been integrated with Indonesian people since several centuries ago. However, so far, the batik produced still uses synthetic motifs and coloring, which can contribute to environmental pollution. Hence, people's interest in batik starts to diminish, so it is necessary to find breakthroughs in batik motifs and coloring, which are more environmentally friendly by using natural dyes. One of the natural dyes for batik is to use plant leaves that grow around the house, also called eco print, which is the activity of making leaves with specific patterns on a t-shirt, which produces motifs and colors obtained from the leaves. The target partners involved in community service activities are women's business groups in Palangka Raya, which are under the auspices of the Palangka Raya City Cooperative, Small and Medium Enterprises Agency, namely UKM Bawi Dayak Palangka Raya. This is because the batik produced so far still uses synthetic motifs and coloring. Assistance carried out for this group is to provide insight into knowledge and understanding of the importance of natural coloring and the danger of synthetic dyes. Build and encourage creativity informing design motifs and colors on fabric through the use of leaves that grow around the house. Outcome targets are t-shirt products that use leaves as motifs and natural dyes�introducing natural batik with the use of natural resources around.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

KITLV, Redactie. "Book reviews." Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde / Journal of the Humanities and Social Sciences of Southeast Asia 161, no. 4 (2009): 517–75. http://dx.doi.org/10.1163/22134379-90003706.

Full text
Abstract:
Sitor Situmorang, Toba na Sae; Sejarah lembaga sosial politik abad XIII-XX (Johann Angerler) Raul Pertierra, Science, technology, and everyday culture in the Philippines (Greg Bankoff) Françoise Gérard and François Ruf (eds), Agriculture in crisis; People, commodities and natural resources in Indonesia, 1996-2000 (Peter Boomgaard) Kennet Sillander, Acting authoritatively; How authority is expressed through social action among the Bentian of Indonesian Borneo (Aurora Donzelli) Kathleen M. Nadeau, Liberation theology in the Philippines; Faith in a revolution (Gareth Fisher) Roy Ellen, On the edge of the Banda Zone; Past and present in the social organization of a Moluccan trading network (Gregory Forth) Roy Ellen, On the edge of the Banda Zone; Past and present in the social organization of a Moluccan trading network (J.M. Gullick) I.H.N. Evans, Bornean diaries, 1938-1942 (Fiona Harris) S. Margana, Kraton Surakarta dan Yogyakarta 1769-1874 (Mason C. Hoadley) Henry Frei, Guns of February; Ordinary Japanese soldiers’ views of the Malayan campaign and the fall of Singapore 1941-42 (Russell Jones) Gerrit Knaap and Heather Sutherland, Monsoon traders; Ships, skippers and commodities in eighteenth-century Makassar (J. Thomas Lindblad) David W. Fraser and Barbara G. Fraser, Mantles of merit; Chin textiles from Myanmar, India and Bangladesh (Sandra A. Niessen) Kees Snoek, E. du Perron; Het leven van een smalle mens (Frank Okker) Arthur J. Dommen, The Indochinese experience of the French and the Americans; Nationalism and communism in Cambodia, Laos and Vietnam (Vatthana Pholsena) J.H.M.C. Boelaars and A.C. Blom, Mono Koame; ‘Wij denken ook’ (Anton Ploeg) James J. Fox and Dionisio Babo Soares (eds), Out of the ashes; Destruction and reconstruction of East Timor (Johanna van Reenen) Anke Niehof and Firman Lubis (eds), Two is enough; Family planning in Indonesia under the New Order 1968-1998 (Elisabeth Schröder-Butterfill) Andrew MacIntyre, The power of institutions; Political architecture and governance (Henk Schulte Nordholt) Carol Ireson-Doolittle and Geraldine Moreno-Black, The Lao; Gender, power, and livelihood (Guido Sprenger) David L. Gosling (with a foreword by Ninian Smart), Religion and ecology in India and Southeast Asia (Bryan S. Turner) William C. Clarke, Remembering Papua New Guinea; An eccentric ethnography (Donald Tuzin) Review essay Gerben Nooteboom: Competition, collateral damage, or ‘just accidents’? Three explanations of ethnic violence in Indonesia: - Jacques Bertrand, Nationalism and ethnic conflict in Indonesia - Cristina Eghenter, Bernard Sellato, and G. Simon Devung (eds), Social science research and conservation management in the interior of Borneo; Unravelling past and present interactions of people and forests - Nancy Lee Peluso and Michael Watts (eds), Violent environments - Günther Schlee (ed.), Imagined differences; Hatred and the construction of identity
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Safitra, Febriartha Dwi Wahyu, Ni Kadek Yuni Utami, and Ni Wayan Ardiarani Utami. "REDESAIN INTERIOR NEW STAR CINEPLEX TIMBUL JAYA PLAZA DI KOTA MADIUN." Jurnal Patra 2, no. 1 (May 2, 2020): 19–26. http://dx.doi.org/10.35886/patra.v2i1.83.

Full text
Abstract:
Febriartha Dwi Wahyu Safitra1, Ni Kadek Yuni Utami 2, Ni Wayan Ardiarani Utami3 1,2,2Sekolah Tinggi Desain Bali, Denpasar,Bali - Indonesia e-mail: febrisafitra97@gmail.com1 A B S T R A C T Movie theater is one of public entertainment designed to give a good quality audio-visual and services to people who would like to spend their time to watch a movie. The purpose of this redesign is to increasing the quality of services provided into movie theater, also to attracting public interest of Indonesian movie world by serving a good facilities and accommodation of watching movie activities. The process of collecting information data by doing an observation to site location at the movie theater, and do an interviewed with one of the staff, also one of customer at the movie theater. The result of those observation will be analyzed using qualitative analyses method and glass box method by listing what people’s demand as for services and facilities should be provide at movie theater, to figuring what rooms that needed, as well as theme and concept for the design. The conclusion is Futuristic Entertainment applied as theme and concept at theater’s interior redesign has a hope will become the new face of the Movie Theater as of facing high business competition among movie theater industry also to calibrate the Industry 4.0 era where internet based at most of life aspect, nowadays. Key words : movie theater, movie, watching, services, public, Futuristic, Entertainment, redesign, interior A B S T R A K Bioskop merupakan salah satu tempat sarana hiburan untuk menonton film yang dirancang memberikan kualitas audio-visual yang baik dan kegiatan pelayanan dalam meningkatkan kenyamanan dalam menonton film. Tujuan dari redesain interior ini untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pada bioskop, serta meningkatkan minat masyarakat untuk menghargai perfilman di Indonesia dengan memberikan fasilitas dan sarana yang baik dalam kegiatan menonton film. Proses pengumpulan data dilakukan dengan observasi ke lokasi site bioskop tersebut dan melakukan wawancara pada salah satu pegawai bioskop, serta salah satu pengunjung dari bioskop. Hasil dari observasi tersebut kemudian di analisa menggunakan metode analisa kualitatif dan metode desain glass box, dengan mendata pelayanan yang harus disediakan pada area bioskop, untuk mengetahui kebutuhan ruang, serta tema dan konsep dalam redesain interior. Simpulan redesain pada interior bioskop menggunakan tema dan konsep Futuristic Entertainment, yang mana dari tema dan konsep tersebut akan memberikan wajah baru untuk menghadapi persaingan bisnis bioskop yang semakin tinggi dan sekaligus menyesuaikan era Industry 4.0 sekarang, dimana Internet based pada hampir segala aspek kehidupan. Kata Kunci: bioskop, film, menonton, pelayanan, masyarakat, Futuristic, Entertainment, redesain, interior. PENDAHULUAN Di digital era seperti sekarang ini, menonton film menjadi salah satu pilihan sarana hiburan bagi masyarakat untuk melepas penat maupun kebosanan akan rutinitas sehari-hari. Cerita-cerita dalam film dapat diadaptasi dari novel, dokumentasi ilmiah, autobiografi, sejarah dari sebuah peristiwa, maupun dari kisah nyata seseorang yang menarik untuk diangkat ke dalam sebuah film, sehingga sebuah film pun juga dapat menjadi media visual informasi bagi masyarakat luas. Sekarang ini bioskop sebagai tempat pemutaran film-film sudah banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dilihat dari jumlah layar bioskop yang semakin bertambah, sekaligus berpengaruh pada pertambahan jumlah penonton Indonesia. Menurut data GPBSI (Gabungan Pengusaha Bioskop Indonesia), jumlah layar bioskop di Indonesia terus bertambah dalam dekade terakhir, pada tahun 2008 tercatat ada 574 layar, kemudian terus bertambah menjadi 1518 layar pada 2017, bertambah lagi menjadi 1774 pada 2018, dan hingga pada per 13 Mei 2019, bertambah 87 layar, sehingga total jumlah menjadi 1861 layar bioskop. Di Kota Madiun sendiri terdapat 2 bioskop yang beroperasi yaitu New Star Cineplex (NSC) Timbul Jaya Plaza dan CGV*Blitz, dari kedua bioskop terdapat perbedaan dari segi fasilitas, jumlah pengunjung bioskop, dan juga desain yang diterapkan. Berdasarkan data survey pengunjung pada Goggle Trend yang diambil dari bulan September – November 2019, menunjukkan perbedaan signifikan jumlah pengunjung antara bioskop NSC Timbul Jaya Plaza Madiun dengan bioskop CGV*Blitz, dimana jumlah pengunjung di bioskop NSC Timbul Jaya Plaza cenderung lebih rendah dari bioskop CGV*Blitz. Gambar 1. Data perbadingan jumlah pengunjung bioskop [Sumber : Google Trend, 2019] Kurang nya pembaharuan dari segi fasilitas dan desain pada interior bioskop NSC Timbul Jaya Plaza Madiun juga menjadi salah satu faktor sepinya pengunjung pada bioskop. Gambar 2. Keadaan eksisting bioskop NSC Timbul Jaya Plaza Madiun [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Maka dari itu di dalam makalah ini akan dibahas redesain interior dari bioskop dengan menggunakan tema dan konsep Futuristic Entertainment yang bertujuan memberikan suasana baru pada bioskop untuk menghadapi persaingan bisnis bioskop yang semakin ketat seiring pertumbuhan jumlah layar bioskop yang semakin meningkat setiap bulannya dan era Industry 4.0 yang semakin canggih, selain itu pembaharuan dari segi desain dan hiburan dapat menarik perhatian pengunjung untuk datang ke bioskop NSC ini. METODE PENELITIAN 2.1 Metode Pengumpulan Data Terdapat dua data pada metode ini, yaitu Data Primer dengan dilakukan pengumpulan informasi-informasi melalui wawancara pada salah satu staff bioskop dan salah satu pengunjung bioskop. Data Sekunder dengan mengumpulkan data informasi dari berbagai sumber referensi akurat. Metode ini diyakini dapat memberikan data yang akurat, dan dapat memberikan gambaran jelas permasalahan pada bioskop. 2.2 Metode Analisa Data Metode Analisa Data pada redesain ini menggunakan metode kualitatif. Metode dengan pendekatan kualitatif merupakan metode penelitian yang di gunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat deskripsi. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitianya di lakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Dimana untuk hasil desainnya lebih bersifat umum, fleksibel serta berkembang dan muncul dalam proses penelitian. Kesimpulannya desain hanya digunakan sebagai asumsi untuk melakukan penelitian sehingga desain harus bersifat fleksibel dan terbuka. 2.3 Metode Desain Metode yang digunakan pada redesain ini yaitu metode glass box, dimana metode yang menggunakan parameter yang terukur, sesuai dengan fakta dan telah dianalisisa secara mendalam serta sistematis. Sehingga metode desain menggunakan sistem ini hasilnya diharapkan mampu rasional sehingga memenuhi standar kenyamanan. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Lokasi Site Bioskop ini berlokasi di Jalan Pahlawan Kav. 46 – 48, Mangu Harjo, Kota Madiun. Untuk akses ke bioskop tersebut sangatlah mudah, karena bangunan Timbul Jaya Plaza sendiri berada tepat dipinggir jalan raya dan berada di tengah kota Madiun sebagai pusat perekonomian kota tersebut sehingga mudah untuk ditemukan. Dari lokasi tersebut dapat dihasilkan data berupa eksisting dari bioskop tersebut. 3.2 Tema dan Konsep Menentukan tema dan konsep merupakan langkah awal dalam meredesain suatu interior. Hal ini akan memberikan gambaran yang jelas suatu ruangan dari segi bentuk, warna, dan material yang akan digunakan, sehingga memiliki visual yang menarik. Tema yang diaplikasikan pada redesain ini adalah Futuristic, Futuristik sendiri merupakan tema desain yang berorientasi pada masa depan, dengan banyak menggunakan bentukan yang tidak lazim, dan jarang diterapkan pada furniture pada umumnya. Dalam tema futuristik yang akan diterapkan pada redesain ini memiliki karakteristik dan ciri-ciri tersendiri, seperti tampilan artistik namun memiliki bentuk sederhana, elegant modern, dan dengan nuansa ruangan yang penuh dengan permainan lampu. (a) (b) Gambar 3. (a) Ruangan tema futuristic (b) aksen garis lampu pada garis pada furniture futuristic [Sumber : pinterest, 2020] Konsep yang diplikasikan pada redesain ini adalah Entertainment. Konsep ini mengambil elemen dari bioskop ini sendiri yaitu sebagai tempat hiburan yang sekaligus memberikan kesan dan pengalaman terbaik untuk menonton film bagi pengunjungnya. Dari tema dan konsep akan muncul suatu skema warna yang akan banyak diterapkan pada interior, yaitu cyan, hitam dan putih. Untuk material, banyak akan diterapkan menggunakan bahan stainless steel, aluminium, dan kaca tempered glass. 3.3 Scheme Color Dalam setiap konsep desain ruangan, terdapat warna-warna yang akan secara dominan muncul dalam pengaplikasiannya. Pada tema ini akan memiliki skema warna : Gambar 4. Scheme Color Redesain Bioskop New Star Cineplex Timbul Jaya Plaza Madiun [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] 3.4 Visualisasi tema dan konsep Tema dan konsep yang akan diterapkan pada interior adalah Futuristic Entertainment pada bagian lantai, dinding, ceiling/plafond, furniture, ruangan, dan fasilitas pada bioskop. Lantai Area lantai bioskop yang akan diterapkan adalah lobby bioskop dan area ruang teater. a) Lobby Gambar 5. Lantai Karpet [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Pada bagian lobby bioskop, diaplikasikan karpet sebagai lapisan penutup lantai, dan aksen garis lampu untuk futuristic look yang mengelilingi area ruangan lobby, selain sebagai aksen, penggunaan garis ini berfungsi sebagai garis emergency ketika keadaan darurat terjadi, yang akan menyala untuk menuntun pengunjung ke arah pintu keluar. b) Ruang Teater Gambar 6. Lantai Ruang Teater [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Area ruang teater diberikan lapisan karpet tile, dengan hidden lamp pada bagian tangga teater. Hidden lamp pada tangga selain berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi penonton, sekaligus sebagai lampu emergency, penunjuk jalan ketika dalam keadaan darurat. Dinding Area yang akan diterapkan yaitu pada dinding lobby, ruang tunggu dan ruang teater. a) Lobby Gambar 7. Dinding Lobby [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Dinding lobby menggunakan bentuk yang simetris, asimetris dan banyak menggunakan permainan hidden lamp untuk menyesuaikan konsep futuristik pada ruangan. b) Ruang Tunggu Gambar 8. Dinding Ruang Tunggu [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Pada area dinding ini di aplikasikan bentuk simetris organic berbentuk honeycomb, bentuk ini menjadi focal point di salah satu sudut area ruang tunggu sebagai futuristic look. c) Ruang Teater Gambar 9. Dinding Ruang Teater [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Dinding pada ruang teater, diterapkan backdrop untuk menambah kesan futuristik dalam ruangan, dan sebagai menambah pencahayaan ruangan. Ceiling/Plafond Area yang diterapkan yaitu pada lobby, ruang teater, dan lorong Exit Ruang Teater 2. a) Lobby Gambar 10. Plafond Ruang Lobby [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Pada area lobby menggunakan drop ceiling yang terdapat hidden lamp di dalamnya mengelilingi lampu gantung. Penggunaan ceiling ini untuk memberikan tambahan pencahayaan dan menambah estetika futuristik pada ruangan. b) Ruang Teater Gambar 11. Plafond Ruang Teater [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Ceiling pada area bioskop terdapat lampu pada setiap garis nya untuk memberikan futuristic look pada ruangan. Selain itu ceiling pada area ini sedikit diberikan bentuk lengkungan sebagai pengatur akustik audio ruangan. c) Lorong Exit Teater 2 Gambar 12. Plafond area lorong exit teater 2 [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Area lorong exit diaplikasikan plafon kaca dengan ceiling yang tinggi, ukuran ruang lorong yang sempit, tidak ingin memberikan kesan claustrophobic pada pengunjung sehingga penggunaan plafond kaca memberikan kesan ruang yang lebih lapang, dan banyak penggunaan permainan lampu untuk memberikan daya tarik pada pengunjung. Furniture Gambar 13. Bentuk Desain [sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Furniture pada area lobby memiliki bentuk yang berbeda dan memiliki bentukan yang simple. Furniture pada konsep ini banyak menggunakan LED strip yang mengikuti garis bentuknya, selain sebagai penambahan pencahayaan pada ruangan, sekaligus menambah estetika pada ruangan. Ruangan Bioskop Salah satu ruangan yang diterapkan tema dan konsep ini yaitu area lorong exit teater 2. Gambar 14. Area Lorong Exit Teater 2 [sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Permainan lampu dan penempatan permainan cermin pada ruangan, untuk memberikan suasana fun dan eye catching pada para pengunjung, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Fasilitas Bioskop Fasilitas ini sebagai pelayanan yang diberikan oleh bioskop kepada pengunjung yang datang. a) Penggunaan teknologi terbaru pada bioskop. (Proyektor NEC NC3200S) Pengaplikasian proyektor versi ini akan memberikan kualitas gambar video 2K – 4K dan kontras warna yang jernih, sehingga akan memanjakan mata para penonton film. b) Audio berkualitas Dolby Atmos Pengaplikasian audio berkualitas Dolby Atmos akan memberikan kualitas suara yang lebih jernih, dan tampak realistis, sehingga memberikan pengalaman menonton yang menyenangkan. c) Fasilitas pendukung yang berbasis Smart Technology Pengaplikasian fasilitas yang telah mendukung Smart Technology selain mempermudah aktivitas agar lebih efisien, juga akan menarik pengunjung untuk datang, mencoba fasilitas baru yang belum pernah mereka coba. d) Online Based and Self-Service activity Pada era industry 4.0 sekarang ini, hampir segala aspek kegiatan sehari-hari barbasis pada internet, dan online dimana hal ini dimaksudkan untuk mempermudah kegiatan masyarakat agar lebih efisien. Dari keunggulan tersebut juga dapat diterapkan pada fasilitas hiburan publik seperti pada bioskop. Pemesanan tiket film tidak perlu lagi harus datang mengantri ke bioskop, cukup memesan tiketnya via online. Jika pun tidak sempat memesan tiket online bisa langsung memesan tiket on the spot, dengan self-service pada ticket box, yang telah disediakan layanan pemesanan tiket. Selain pelayanan pemesanan tiket film, kegiatan ini juga akan diterapkan pada pemesanan makanan di cinema café. Pengunjung dapat memesan makanan secara online melalui aplikasi sebelum menonton, ataupun on the spot. Sistem pembelian on the spot memiliki 2 cara, yaitu memesan sebelum menonton, atau ketika sedang menonton film. Pesan makanan sebelum menonton dapat dilakukan di cinema café dengan sistem self-service, pemesanan ketika sedang menonton dapat dilakukan melalui layanan customer service yang di install pada setiap kursi penonton, layanan ini terhubung langsung pada cinema café yang nantinya akan dibawakan makanan/minuman nya ke dalam ruang teater oleh pegawai cinema café. Material Bahan Material yang digunakan disesuaikan dengan tema dan konsep yang akan diterapkan pada bioskop. Penggunaan material logam seperti stainless steel, aluminum, dan besi banyak digunakan pada ruang interior, hal ini untuk memberikan kesan glossy pada ruangan. (a) (b) (c) Gambar 15. (a) Aluminum (b) Stainless Steel (c) Besi [Sumber : google, 2020] Selain itu penggunaan bahan kaca tempered glass dan cermin untuk memberikan reflective, bersih, sederhana, dan elegan. (a) (b) Gambar 16. (a) Kaca Tempered Glass (b) Kaca Cermin [Sumber : google, 2020] Lalu adanya penambahan material akustik, seperti rockwool dan gypsum digunakan pada area ruang teater sebagai pengaturan akustik pada ruangan. (a) (b) Gambar 17. (a) Kaca Tempered Glass (b) Kaca Cermin [Sumber : google, 2020] 3.5 Branding Branding pada New Star Cineplex ini bertujuan untuk mengenalkan desain logo baru pada bioskop ini, dengan tampilan yang berbeda dengan dengan sebelumnya menyesuaikan dengan konsep baru pada bioskop. Logo (a) (b) Gambar 18. (a) Logo Before (b) Logo After [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Desain dari logo baru ini menyesuaikan dengan tema yang diterapkan pada ruang bioskop, yaitu futuristik dengan skema warna hitam, putih dan cyan. Font pada “New Star” dan “Cineplex” dirubah untuk mendukung tema menjadi lebih modern. Bentuk bintang dari logo sebelumnya masih tetap dipertahankan dan sedikit diberikan pembaharuan dari segi warna logo, untuk identitas diri dari bioskop tersebut. Tiket Film Gambar 19. Desain tiket bioskop [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Desain tiket film ini terinspirasi oleh desain tiket film yang ada di Korea Selatan. Setiap tiket film terdapat gambar poster dari film yang ingin ditonton, bertujuan sebagai kenang-kenangan dan menambah daya tarik pecinta film bioskop yang gemar mengoleksi tiket film yang sudah ditonton. Interface pada aplikasi online Gambar 20. Interface pada aplikasi online [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Pada desain aplikasi bioskop ini menyesuaikan dengan tema pada bioskop, sehingga dibuat simple agar mudah pengoperasian nya oleh masyarakat. 3.6 Hasil Desain Berikut beberapa hasil desain penerapan dari tema dan konsep pada bioskop Façade Gambar 21. Façade bioskop [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Lobby Gambar 22. Lobby bioskop [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Ruang Teater Gambar 23. Ruang Teater [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] Lorong Exit Teater 2 Gambar 24. Ruang Teater [Sumber : dokumentasi pribadi, 2020] SIMPULAN Bioskop New Star Cineplex (NSC) Timbul Jaya Plaza kota Madiun, bioskop ini berada di area pusat perbelanjaan (mall), dimana NSC merupakan salah satu tenant yang menjadi pendukung perputaran ekonomi pada area mall tersebut. Sayang, kurangnya minat pengunjung untuk datang ke bioskop, sedikit menghambat perputaran tersebut. Persaingan akan bisnis tempat pemutaran film semakin ketat, dimana setiap bulannya jumlah bioskop semakin bertambah dan hal ini menjadi tantangan bagi pengusaha bisnis bioskop untuk tetap mempertahankan usahanya. Maka dari itu, dari pihak pengelola harus tetap terus melakukan inovasi, perawatan, dan peningkatan fasilitas yang terdapat pada bioskop. Selain itu penerapan konsep Futuristic Entertainment ini bertujuan memberikan fasilitas hiburan yang bernuansa masa depan, sehingga dapat mengimbangi persaingan bisnis tempat bioskop yang semakin berkembang setiap bulannya. Apalagi di era Industry 4.0 sekarang ini dimana segala aspek didasari oleh teknologi internet dan online harus dapat diterapkan dalam segala hal, termasuk pada bioskop sebagai media hiburan masyarakat untuk memperluas jangkauan nya. DAFTAR PUSTAKA A. Wicaksono, D. Kharisma, dan S. Sastra. Ragam Desain Interior Modern. Cibubur, Jakarta Timur: Griya Kreasi (Penebar Swadaya Grup). 2014. A. Wicaksono, dan E. Tisnawati. Teori Interior. Cibubur, Jakarta Timur: Griya Kreasi (Penebar Swadaya Grup). 2014. P. Satwiko. Fisika Bangunan 1. Yogyakarta: CV Andi Offset. 2004. L. Doelle. 1972. Environmental Acoustics. New York, NY: Reprinted with permission from McGraw-Hill Book Company. 1972. W. Swasty. A-Z Warna Interior: Rumah Tinggal. Cibubur, Jakarta Timur: Griya Kreasi (Penebar Swadaya Grup). 2010. V. Leiwakabessy. 2013. “LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN CINEMA AND FILM LIBRARY DI YOGYAKARTA, no. 3, http://e-journal.uajy.ac.id/3395/3/2TA13281.pdf, (Diakses pada 11 Desember 2019) Tim CNN Indonesia. 2019. “Jumlah Layar Bioskop Indonesia Mulai Kejar Korea Selatan”, Jakarta, 16 Mei. https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20190516152929-220-395469/jumlah-layar-bioskop-indonesia-mulai-kejar-korea-selatan, Diakses pada 11 Desember 2019) Dekoruma, Kania. 2018. “8 Ciri Desain Futuristik, Gaya Desain Interior Masa Depan” Jakarta, 27 April. https://www.dekoruma.com/artikel/66939/gaya-desain-futuristik, (Diakses pada 11 Desember 2019) D. Agasbrama. 2014. “Konsep Desain Interior Futuristik” Jakarta, 15 Mei, https://interiorudayana14.wordpress.com/2014/05/15/konsep-desain-interior-futuristik/, (Diakses pada 11 Desember 2019) N. Khmairah, S. Wahyuning. 2017. “KAJIAN KARAKTERISTIK PENCAHAYAAN BUATAN PADA BIOSKOP (STUDI KASUS : CINEMACITRA XXI,MALL CIPUTRA,KOTA SEMARANG)” MODUL 17, no. 1(2017): 75-77. http://dx.doi.org/10.14710/mdl.17.2.2017.75-77, (Diakses pada 11 Januari 2020
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

WAHDINA, Wahdina, Dede Setiadi, Yohanes Purwanto, and Ibnul Qayim. "Natural dye plants used by Dayak Iban in Sungai Utik, Kapuas Hulu, West Kalimantan, Indonesia." Biodiversitas Journal of Biological Diversity 22, no. 3 (February 24, 2021). http://dx.doi.org/10.13057/biodiv/d220342.

Full text
Abstract:
Abstract. Wahdina, Setiadi D, Purwanto Y, Qayim I. 2021. Natural dye plants used by Dayak Iban in Sungai Utik, Kapuas Hulu, West Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas 22: 1397-1404. Natural dye plants used by indigenous people in Indonesia are considered an important and unique gene pool, especially in Kalimantan (Indonesian Borneo), known to have high biodiversity and endemicity. Dayak Iban people in Sungai Utik, Kapuas Hulu District, West Kalimantan Province, Indonesia are considered a culturally important group, recognized by their customary forest and harmonious living with nature. One of the traditional knowledge practiced by this group is the use of dye plants for along time to make traditional woven fabric and various plaiting handicrafts. This study aims to investigate the types of natural dye plants used by the Dayak Iban people in Sungai Utik, and how the local people use them traditionally. Information about the dye plants used and their utilization process was obtained through in-depth interview methods. We also identified the color produced by the dye plants. There were 15 plant species used as dye plants in Sungai Utik Village. The dye plants are used for plaiting and yarn dyeing as traditional woven material with white, red, and black colors are the only colors used. The most important dye plants are engkerebai kayoh (Psychotria malayana) for red dye color and rengat kikat (Clerodendrum laevifolium) for black dye color. The coloring process includes the yarn oiling, tying, measuring, dyeing, and drying, followed by weaving process. The people in Sungai Utik obtain the dye plants in their customary forest as they keep their forests as a highly valuable treasure.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Imang, Ndan. "Short Communication: Adoption level of indigenous communities on agricultural technology in East Kalimantan, Indonesia: Problem and adaptive solutions." Biodiversitas Journal of Biological Diversity 21, no. 3 (February 24, 2020). http://dx.doi.org/10.13057/biodiv/d210341.

Full text
Abstract:
Abstract. Imang N. 2020. Short Communication: Adoption level of indigenous communities to agricultural technology: problem and adaptive solutions in East Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas 21: 1160-1164. The economic and cultural background of the indigenous people of the Dayak Borneo was traditional shifting cultivation, hunting, and gathering. Since the 1980s, Indonesian central government promoted Resettlement Program by relocating them in down rivers to encourage and to improve their agricultural and economic life. By living in downriver with limited farming areas, they, of course, need more products of agriculture and therefore government promoted agricultural extension. The objectives of the study are to: assess adoption level of two indigenous Dayak communities on agricultural technology, assess the causes of problems on adoption of agricultural technology, and seek adaptive strategy in implementing agricultural technology. Data were collected by interviewing 54 respondents that were selected randomly and descriptive qualitative approach was used for data analysis. Some important findings were: (i) adoption level of 60% i.e. Low level and 40% i.e. middle level in both villages; (ii) the low level of adoption was caused by some factors, such as: low performance of the extension officers which was caused by the lack support from government, and the background of the farmers; farmers with low education background need visual media to understand the extension and to see the evidence of the new technology; (iii) adaptive strategies to improve agricultural extension level such as: government should support the extension officers with appropriate visual and material support such as LCD projector, portable generator, appropriate training and communication skill that suitable with socio-cultural background of the respondents. The extension officers also need to understand the cultural background of the respondents. Practical implication is that the government can develop more typical effective method of extension for indigenous communities with low educational background and traditional way of agriculture. Theoretical implications, of course, are to provide specific further information for research related to agricultural extension.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Hidayah, Nursantri, Arya Hadi Dharmawan, and Baba Barus. "EKSPANSI PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DAN PERUBAHAN SOSIAL EKOLOGI PEDESAAN." Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan 4, no. 3 (December 25, 2016). http://dx.doi.org/10.22500/sodality.v4i3.14434.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRACT<br />The biggest threat to Indonesian forest is the rise of new palm oil plantation. Indonesia ranked the top by the quantity and rate of expansion of oil palm cultivation. Riau ranked first with a contribution of 29 percent of the total national production of palm oil. The rate of expansion of oil palm plantations such as by land use change forest area, land of community, and farmland. Demand for land to the expansion of oil palm plantations in Riau Province continues to increase is so that has triggered high rates of conversion of land into oil palm plantations, this expansion HAS ALSO led to a conservation area. Many cases of illegal land conversion is done as occurs in protected areas and conservation. Tesso Nilo National Park is one of the National Park in Riau province precisely in Pelalawan and Indragiri Hulu does not escape from the activity of land conversion for oil palm plantations. Oil palm expansion has led to various effects such as changes in the landscape, the relocation of land and natural resources, changing economic and social. This research was conducted with the aim of identifying changes in land use landscape surrounding Tesso Nilo National Park, the changes livelihoods of local communities and the vulnerability of farm Households. Studies conducted in the village conservation area affected by oil palm expansion. Data were Analyzed descriptively by using spatial analysis and livelihood systems. From the results of the research Noted that oil palm expansion in Tesso Nilo has the caused massive degraded forests, forest cover is left now only about 20 percent. The pattern of the community living around the area turn out to be are relatively homogeneous with one source of income is from oil palm plantations. This causes people to be vulnerable to a crisis when palm oil prices declined. The high food consumption from the dependent communities will complicate the supply from outside the community when revenues decline. For the sustainability of the region need more intensive management area so that the destruction of the forests as a result of actions of this expansion can be overcome and potential conflicts between the oil palm and food crops in the future must be anticipated so there is no economic vulnerability of farm households.<br />Keywords: ecology landscape changes, expansion of oil palm, livelihood systems</p><p>ABSTRAK<br />Ancaman terbesar terhadap hutan Indonesia adalah maraknya pembukaan perkebunan kelapa sawit baru. Indonesia menduduki peringkat teratas berdasarkan kuantitas perluasan perkebunan dan laju penanaman kelapa sawit. Riau berada di peringkat pertama dengan kontribusi sebesar 29 persen terhadap total produksi minyak sawit nasional.Laju perluasan perkebunan kelapa sawit diantaranya dengan jalan mengalihfungsikan kawasan hutan, kebun rakyat, dan lahan pertanian. Permintaan lahan untuk ekspansi perkebunan sawit di Provinsi Riau terus meningkat sehingga telah memicu tingginya angka konversi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, ekspansi ini juga sudah mengarah ke kawasan konservasi. Banyak kasus konversi lahan dilakukan secara illegal seperti yang terjadi pada kawasan lindung dan konservasi. Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) adalah salah satu Taman Nasional di Provinsi Riau tepatnya di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu yang tidak luput dari aktivitas konversi lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Ekspansi kelapa sawit telah menimbulkan berbagai dampak seperti terjadinya perubahan bentang alam, relokasi tanah dan sumber daya alam, perubahan ekonomi dan perubahan sosial. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan disekitar lanskap Taman Nasional Tesso Nilo, perubahan sistem naflah masyarakat lokal dan kerentanan rumah tangga petani. Studi dilakukan di desa sekitar kawasan konservasi yang terkena dampak ekspansi kelapa sawit. Data dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan analisis spasial dan analisis sistem penghidupan. Dari hasil penelitan diketahui bahwa ekspansi kelapa sawit di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo telah menyebabkan hutan terdegradasi secara masif, tutupan hutan yang tersisa saat ini hanya sekitar 20 persen. Pola nafkah masyarakat sekitar kawasan berubah menjadi cenderung homogen dengan satu sumber nafkah yaitu dari perkebunan kelapa sawit. Ini menyebabkan masyarakat menjadi rentan terhadap krisis ketika harga kelapa sawit menurun. Tingginya konsumsi pangan masyarakat yang tergantung pasokan dari luar akan menyulitkan masyarakat ketika pendapatan mengalami penurunan.Bagi keberlanjutan pengembangan wilayah perlunya pengelolaan kawasan yang lebih intensif sehingga kerusakan hutan akibat tindakan ekspansi ini bisa diatasi dan potensi konflik antara pihak perkebunan kelapa sawit dan pertanian tanaman pangan kedepan harus diantisipasi sehingga tidak terjadi kerentanan ekonomi rumah tangga petani.<br />Kata kunci: perubahan lanskap ekologi, ekspansi kelapa sawit, sistem penghidupan</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography