To see the other types of publications on this topic, follow the link: Dialektika.

Journal articles on the topic 'Dialektika'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Dialektika.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Yuni Pangestutiani. "Kritik Terhadap Hegel." Jurnal Ilmiah Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf 4, no. 1 (August 8, 2020): 90–103. http://dx.doi.org/10.53429/spiritualis.v4i1.45.

Full text
Abstract:
Hegel merupakan puncak gerakan filsafat Jerman yang berawal dari Kant, Para filsuf akademik terkemuka baik di Amerika maupun Britania Raya sangat bercorak Hegelian. Hegel memandang bahwa hakekat realistis dideduksi dari pertimbangan tunggal bahwa realitas tidak harus kontradiktif diri. Corak pembeda lainnya (yang terkait erat dengan yang pertama) adalah gerakan tri tunggal yang disebut “dialektik” yaitu tesis, antitesis dan sintesis. Triade-triade dialektik itu misalnya : “ada-tidak ada-menjadi” dan “Hukum (lahiriah)-moralitas (batin)-kesusilaan (sinteksis dari lahir dan batin)”. Titik pangkal filsafat Hegel adalah keyakinan bahwa “ide yang dimengerti dan kenyataan”, itu sama saja. Maka tidak ada perbedaan antara bidang “rasio” dan bidang “realitas”. Rasionalitas dan realitas itu sama menurut Hegel, menurutnya yang dimengerti itu real dan yang real itu dimengerti. “Berfikir” dan “ada” itu sama seluruh kenyataan itu satu proses dialektis. Hegel menyatakan bahwa hukum dialektis ini memimpin perkembangan jiwa. Marx tidak puas dengan dialektika Hegel yang berpusat pada ide/roh. Hal ini bagi Marx terlalu abstrak dan tidak menyentuh realitas konkrit. Pengertian ini tidak sesuai dengan tesis Karl Marx bahwa filsafat harus mengubah cara orang bertindak. Marx membalik dialektika ide Hegel menjadi dialektika materi. Hegel menyatakan bahwa kesadaranlah yang menentukan realitas, maka Marx mendekonstruksinya dengan mengatakan bahwa praksis materiallah yang menentukan kesadaran. Pandangan Kierkegaard dapat dijelaskan melalui tema sentralnya mengenai apa yang dimaksud dengan “akal yang bereksistensi”. Perkembangan tema Kierkegaard ini merupakan reaksi keras terhadap rasionalisme Hegel F. Budi Hardiman menjelaskan : Kritik Kierkegaard atas Hegelianisme bukan sekedar sebuah minat teoritis, melainkan didasari oleh sebuah keprihatinan praktis terhadap perilaku keagamaan di Denmark. Pada titik inilah Kierkegaard lalu menunjukkan bahwa “biang keladi” kemerosotan penghayatan iman ini tak lain adalah filsafat Hegel. Menurut Kierkegaard, realita Hegel tidaklah memiliki relasi dengan realita keberadaan manusia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Muniruddin, Muniruddin. "KOMUNIKASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM ANALISIS TEORI DIALEKTIKA RELASIONAL." Jurnal Pemberdayaan Masyarakat 7, no. 1 (August 24, 2019): 13. http://dx.doi.org/10.37064/jpm.v7i1.5608.

Full text
Abstract:
<p>Komunikasi merupakan cabang ilmu sosial yang bersifat multidisipliner, hal ini disebabkan karena kajian komunikasi yang sedemikian kompleksnya dan berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya dialektika relasional. <em>Relational Dialectics Theory</em> atau yang lazim disebut dengan teori dialektika relasional merupakan penjabaran ide Mikhail Bakhtin, bahwa hidup adalah sebuah monolog terbuka dan manusia mengalami tabrakan antara menentang keinginan dan kebutuhan dalam komunikasi relasional. Baxter termasuk bagian dari ketegangan dialektis yang mengingatkan kita bahwa hubungan yang terus berubah, dan bahwa hubungan yang sukes dan memuaskan membutuhkan perhatian konstan. Meskipun deskripsi Baxter dari relational dialektika menyeluruh, itu tidak berarti tepat atau semua termasuk karena kita semua memiliki pengalaman ketegangan yang berbeda dengan cara yang berbeda pula. Pran komunikasi ditinjau dari teori dialektika relasional adalah berupaya untuk mengelola dan menegosiasikan ketegangan serta kontradiksi-kontradiksi dalam hubungan antar manusia.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Batiščevas, Henrikas. "Substancijos problema (Skaitant V. Lenino „Filosofijos sąsiuvinius")." Problemos 6 (September 29, 2014): 14–19. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.1970.6.5790.

Full text
Abstract:
Straipsnyje nagrinėjama substancijos sąvoka, aptariamos jos subjektyvistinė, objektyvistinė ir dialektinė sampratos. Teigiama, kad filosofinio subjektyvizmo požiūriu, subjektas pats sau yra substancija, nereikalaujantis jokio kito, objektyvaus, substancialumo. Subjekto aktyvumas yra uždaras ir pačiame savyje randantis visų savo jėgų, sprendimų ir tikslų šaltinį. Filosofinis objektyvizmas tikrąja substancija laiko objektų pasaulį. Žmogaus aktyvumas turi iš anksto nustatytus rėmus, kurie patikimai reguliuoja ir nukreipia žmogaus veiklą ir gyvenimą. Dialektika yra substancialumo tapimo, substancijos ir subjekto abipusio atvirumo dialektika. Žmogus tampa vis labiau substancialus, įsisavindamas gamtą ir kultūrinę-istorinę kūrybą, sukurdamas iš principo naujas galimybes. Substancialumas yra nuolatinė tėkmė, jo tapimo subjektu dialektinis procesas, laisvės galimybių kūrimo procesas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Kačerauskas, Tomas. "Origeno ir Platono poetiniai siekiai." Problemos 57 (September 29, 2014): 44–57. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.2000.57.6820.

Full text
Abstract:
Remiantis Platono ir Origeno tekstais straipsnyje nagrinėjamas poezijos ir filosofijos santykis. Pateikiami filosofinės poetikos, kaip interpretacinio dalyko, apmatai, aptariamas jos objektas, interpretavimo būdai, ji palyginama su estetikos teorija. Origeno poetikoje taikoma tiponimija, metonimija ir alegorezė. Poetinis Origeno metodas suponuoja tiesos sampratą, kuri yra nepasiekiama. Poetika – ne tik Origeno egzegezės metodas, bet ir jo kosmologijos prielaida: pasaulis kaip Raštas sudaro vieningą poetinę darną, kuri yra dieviška, nes jos dalis sieja dieviškasis Žodis. Platono poetika reiškiasi šėlu, kuris sutampa su įkvėpimu. Šėlas – beprotiškas ir įkvepiantis – poetikos, bet ne estetikos principas. Dialektika (samprotavimo būdas) Platonui yra sutelkimas ir suskirstymas. Dialogą sutelkia poetinė figūra – šėlas, o suskirstymas suponuoja pliuralistinį (poetinį) metodą. Filosofinė poetika apima mokslą, dialektiką ir poeziją. Filosofinė poetika yra poetiškas samprotavimas ir interpretacinė disciplina, kurios temos neapsiriboja poezija ar menu, todėl tai yra žaismo ir dialektikos dermės meistrystė.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Matějčková, Tereza, and Jean-François Kervégan. "Dialektika!" REFLEXE 2020, no. 58 (September 15, 2020): 177–90. http://dx.doi.org/10.14712/25337637.2020.31.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Purwanto, Edi. "DIALEKTIKA IMAN KRISTEN DAN KEBUDAYAAN INDONESIA DALAM KAJIAN GEERT HOFSTEDE." Pengarah: Jurnal Teologi Kristen 1, no. 2 (July 31, 2019): 99–111. http://dx.doi.org/10.36270/pengarah.v1i2.9.

Full text
Abstract:
Banyak sisi dari iman Kristen, khususnya Injili dan Konservatif yang bertolak belakang dengan kebudayaan Indonesia berdasarkan hasil kajian dan riset Hofstede. Tujuan studi ini adalah mensintesakan dialektika keduanya menggunakan gagasan Christ above Culture dari Niebuhr. Metode riset ini menggunakan dialektika Hegel untuk mensintesakan hubungan dialektika antara kebudayaan Indonesia dan iman Kristen. Hasil penelitian ini adalah sintesa dari: (1) dialektika antara doktrin keselamatan yang bersifat individualistis dengan kebudayaan Indonesia yang kolektivis; (2) dialektika iman Kristen dengan kebudayaan penghindaran ketidakpastian; (3) dialektika ajaran iman Kristen tentang kesetaraan dan kebudayaan jarak kekuasaan; (4) dialektika nilai maskulinitas-femininitas dalam iman Kristen dengan kebudayaan Indonesia yang feminin; dan (5) dialektika orientasi waktu jangka panjang dan jangka pendek dalam perspektif iman Kristen dan kebudayaan Indonesia. Sejumlah solusi alternatif juga diusulkan sebagai aplikasi praktis sintesa-sintesa tersebut bagi pelayanan Injil di Indonesia yang tidak dapat menghindari interaksi dengan kebudayaan setempat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Adelšinas, Grigorijus. "Aristotelio Protas ir G. Hėgelio grynosios būties principo genezė." Problemos 42 (September 30, 2014): 108–15. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.1990.42.7110.

Full text
Abstract:
Straipsnyje G. Hegelio grynosios būties principo genezė aptariama siejant ją su Aristotelio skelbtuoju proto principu. Autoriaus teigimu, kai kurie Aristotelio dialektinių konstrukcijų elementai betarpiškai įsiliejo į G. Hegelio dialektiką. Daugumą Aristotelio teiginių G. Hegelis laikė giliausia spekuliatyviosios sąvokos išraiška. Platono ir Aristotelio sielos, proto ir visybės principams G. Hegelis priešpriešino dvasios, proto ir visuotinybės principus. Grynoji būtis, kaip neapibrėžiamas betarpiškumas, siejasi su G. Hegelio dialektiniu požiūriu į gyvenimą, betarpiškumo ir tarpiškumo dialektika – su pažinimo procesu, o būties neapibrėžtumo ir apibrėžtumo antitezė – su loginio prado dialektika. Tuo remiantis Aristotelio ir G. Hegelio nuostatos sugretinamos trimis aspektais: dialektiniu, gnoseologiniu ir loginiu. Aristotelio ir G. Hegelio pažiūros artimos toje save mąstančio proto arba dvasios grynosios būties sferoje, kur būtis virsta Dievu, o Dievas – būtimi. Dieviškasis pirmosios filosofijos ir „Logikos mokslo“ prado pobūdis pasireiškia ir tuo, kad jie patys save pagrindžia ir įrodo savo būtinumą, yra skirti savižinai ir atrodo esantys atitolę nuo žmogiškųjų interesų.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Valantiejus, Algimantas. "Švietimo dialektika." Sociologija. Mintis ir veiksmas 18 (November 29, 2006): 150–64. http://dx.doi.org/10.15388/socmintvei.2006.2.6023.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Khashogi, Luqman Rico. "Dialektika Tradisi Keilmuan dalam Islam." Politea : Jurnal Politik Islam 2, no. 2 (December 4, 2019): 131–49. http://dx.doi.org/10.20414/politea.v2i2.1570.

Full text
Abstract:
Diskursus keilmuan Mesir nampaknya bisa dianggap letupan awal dan menjadi acuan perkembangan pemikiran modern abad 20. Hal itu bermula dari dialektika inteligensia Muslim di Mesir pada kurun abad 17-19 yang mendapat tantangan hebat dari penetrasi Eropa. Di sinilah lempengan sejarah menarik yang menyedot perhatian dunia Islam. Ini merupakan massa di mana Mesir memasuki perubahan dan konstruksi sosial yang dinamis. Konstruksi ilmu yang membentuk wilayah itu berhasil mewarnai dan membuka berbagai akses dinamika sosial di Mesir. Kajian ini menggunakan pendekatan sosiologi ilmu dan analisis dialektis. Beberapa tokoh dan pemikiran utamanya diurai. Tujuannya memberikan potret sosial dinamika pemikiran para inteligensia Muslim Mesir sebagai pengalaman dan bagian menarik dari tradisi keilmuan Islam. Hal penting yang menjadi pengalaman bagi dunia Islam adalah bahwa tradisi keilmuan dalam Islam yang membawa konstruksi ilmu di tengah masyarakat mesti berbuah amal. Pengalaman inteligensia Muslim Mesir selain memberikan traidisi dialogis juga mengajak kepada dunia Islam secara umum bahwa hegemoni industrialisasi dan modernisasi Barat perlu mendapat respon yang rasional agar aktivisme Islam berkembang dialektis, tidak statis. Mengedepankan rasionalisasi daripada stagnasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Abeliaras, Pjeras. "DIALEKTIKA. ANTROJI KNYGA." Problemos 91, no. 91 (March 23, 2017): 156. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.2017.91.10508.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Morkūnienė, Jūratė. "Humanizmo principai Ž. P. Sartro „Dialektinio proto kritikoje“." Problemos 17 (September 29, 2014): 68–77. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.1976.17.5612.

Full text
Abstract:
Mėginama aiškinti humanizmo problemas J. P. Sartre'o "A dialektinio proto kritikoje". Pastebima tam tikra jo humanizmo sampratos evoliucija. Pagrindiniai Sartre'o humanizmo principai kinta priklausomai nuo jo nuomonės apie dialektiką pokyčių. Svarstomame darbe dialektika nebelaikoma tik žmogaus sąmonės reiškiniu, tačiau svartomas sąsajoje su patirtimi. Todėl humanizmo principai yra pagrįsti ne absoliučia laisve, bet laisvos patirties galimybe.Atsižvelgiant į vyraujantį ontologinį dualizmą, patirties koncepcija rodo Sartre'o humanizmo sampratos idealizmą. Autorė daro išvadą, kad savo "Dialektinio proto kritikoje" Sartre'as nepateikia jokio naujo humanizmo problemos sprendimo. Jo pateiktos humanizmo charakteristikos lieka abstrakčios ir subjektyvistinės.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Abdul Muhaiminul Aziz. "Komunikasi Transaksional - Dialektis dalam Drama Elektra Karya Sophokles." Jurnal Spektrum Komunikasi 6, no. 2 (December 28, 2018): 44–51. http://dx.doi.org/10.37826/spektrum.v6i2.38.

Full text
Abstract:
Artikel ini mendeskripsikan secara kualitatif komunikasi transaksional-dialektis tokoh Elektra dalam drama Elektra karya Sophokles. Dalam berkomunikasi, Elektra yang sudah disalahi secara tidak adil menerapkan unsur-unsur komunikasi transaksional yang berupa timbal balik, pernyataan, tanggapan, aksi dan reaksi. Secara dialektis, percakapan antara Elektra dan lawan bicaranya yang dibahas di dalam artikel ini adalah yang melibatkan konflik atau oposisi. Selain itu, ada prinsip-prinsip dialektika Marxisme: tidak ada kemungkinan yang statis atau konstan, memanfaatkan celah sekecil apapun demi tujuan mulia, membangun relasi kontradiktif demi penegasian kesalahan, dan berpihak pada revolusi bukan pada ketentraman khalayak tapi mengorbankan diri sendiri. Data dikumpulkan melalui purposive sampling. Data yang sudah terkumpul dianalisis dengan metode analisis wacana untuk teks yang berupa drama. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan berkomunikasi dialektis Elektra berhasil meraih tujuan mulia, berupa mendapatkan keadilan yang sebenarnya, yakni pembunuh ayahnya memperoleh balasan setimpal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Huda, Nurul. "FORMASI NALAR FIKIH ISLAM PESISIR KIAI SALEH DARAT." At-Tuhfah 9, no. 1 (September 4, 2020): 76–99. http://dx.doi.org/10.36840/jurnalstudikeislaman.v9i1.299.

Full text
Abstract:
Formasi nalar fikih Kiai Saleh Darat mengambil corak nalar fikih Islam pesisir bayani cum irfani yang bersifat, pertama, dialektis; konstruksi nalar yang mengakui perlunya dialektika antara tradisi Arab dan tradisi lokal sebagai sebuah entitas yang saling menggeluti pemaknaan hidup, sehingga melahirkan tradisi baru. Kedua, Semi-Partikularistik; nalar yang tidak mengakui elemen-elemen bersifat normatif secara mutlak untuk segala masyarakat yang mau melangsungkan Islamisasi. Ketiga, Semi-Pluralistik; konstruksi nalar yang tidak menyetujui asas tunggal dan abadi secara mutlak sehingga berpotensi menghakimi dan menghilangkan pluralitas budaya lokal yang bersifat incommensurable.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Ponomareva, I. P. "Dialektika v gosudarstvennom prave." Russian Journal of Legal Studies 4, no. 1 (March 15, 2017): 102–7. http://dx.doi.org/10.17816/rjls18244.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Luthan, Salman. "Dialektika Hukum dan Kekuasaan." Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 7, no. 14 (July 14, 2000): 83–100. http://dx.doi.org/10.20885/iustum.vol7.iss14.art6.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Yunus, Muh. "DIALEKTIKA MANUSIA DAN AGAMA." El-HARAKAH (TERAKREDITASI) 1, no. 3 (November 16, 2008): 20. http://dx.doi.org/10.18860/el.v1i3.4695.

Full text
Abstract:
<p>The existence and role of religion (Islam) get a sharp criticism, which essentially needs a re-examination of religious dogma that has been frozen, if religion does not want to be abandoned by the swift stream of modernization. Truly the religion God revealed to the earth is for man. So religion is born to man, not man born to religion. If man is born to religion, then the most prominent is his transcendent dimension, the religious world from which he came, far from the earth. If so, then humans enter into the world aIkoholistik-theocentric, intoxicated. Factors that cause humans away from the ideal message of the Qur'an is a factor understanding of religion. A series of worship conducted by religious people such as prayer, zakat, fasting, pilgrimage, and the like only stop at the point of carrying out obligations (fiqh oriented) and become a symbol of piety, while the fruits of worship that dimensi sosial less visible. Among religious communities, there has been a misunderstanding in interpreting and appreciating and appreciating the symbolic message. As a result, religion is understood only as an individual savior and not as a social blessing.</p><p> </p><p> </p><p>Eksistensi dan peran agama (Islam) mendapatkan kritik tajam, yang intinya perlu adanya pengkajian ulang terhadap dogma agama yang selama ini telah membeku, jika agama tidak ingin ditinggalkan begitu saja oleh derasnya arus modernisasi. Sesungguhnya agama itu diturunkan Tuhan ke bumi memang untuk manusia. Jadi agama lahir untuk manusia, bukan manusia lahir untuk agama. Jika manusia lahir untuk agama, maka yang pal­ing menonjol adalah dimensi transendennya, dunia agama tempat asal ia turun, jauh dari bumi. Jika demikian, maka manusia masuk kedalam dunia <strong>a</strong>Ikoholistik-teosentris, mabuk ketuhanan. Faktor yang menyebabkan manusia jauh dari pesan ideal al Quran adalah faktor pemahaman terhadap agama. Serangkaian ibadah yang dilakukan umat beragama (Islam) seperti shalat, zakat, puasa, haji, dan sejenisnya hanya berhenti pada sebatas menjalankan kewajiban (fiqh oriented) dan menjadi simbol kesalehan, sedangkan buah ibadah yang berdimensi sosial kurang nampak. Di kalangan masyarakat beragama, telah terjadi kesalahpahaman dalam memaknai dan menghayati serta mengapresiasi pesan simbolik itu. Akibatnya, agama hanya di pahami sebagai penyelamat individu dan bukan sebagai keberkahan sosial.</p><p> </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Satiyoko, Yohanes Adhi. "“AJA RUMANGSA BISA NANGING BISAA RUMANGSA” PESAN MORAL DALAM KEARIFAN LOKAL JAWA MELALUI CERPEN “JENENGKU: ASU” KARYA KRISHNA MIHARJA." Gramatika: Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan 7, no. 1 (June 28, 2019): 1–9. http://dx.doi.org/10.31813/gramatika/7.1.2019.189.1--9.

Full text
Abstract:
Penelitian ini mengungkapkan sisi kemanusiaan dalam ranah politik yang tergambar melalui cerita pendek berbahasa Jawa (cerkak) karangan Krishna Miharja berjudul “Jenengku: Asu”. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dialektika tokoh utama dengan dunia sosialnya. Tujuan penelitian adalah menjelaskan dialektika tokoh utama dengan lingkungan sosialnya, khususnya dalam usahanya memenuhi ambisi politiknya. Pembahasan dalam analisis ini menggunakan kerangka pikir sosiologi pengetahuan Peter Berger melalui dialektika proses eksternalisasi, objektivikasi, dan internalisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegagalan tokoh utama dalam memenuhi ambisinya disebabkan karena ambisi politiknya tidak didukung oleh kemampuan dan pengetahuan yang cukup. Sikap tersebut bertentangan dengan filosofi orang Jawa “aja rumangsa bisa, nanging bisaa rumangsa”, sebuah kearifan lokal untuk introspeksi diri.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Rosyadi, Salim. "Dialektika Dasein Dan Semesta Bahasa." Aqlania 10, no. 2 (November 28, 2019): 97. http://dx.doi.org/10.32678/aqlania.v10i2.2300.

Full text
Abstract:
Hermeneutika Fenomenologi hadir sebagai uapaya kritik atas hermeneutika yang metodis yang menjadikan realitas dipahami dengan kekakuan dan bersifat hitam-putih. Percangkokan Hermeneutika dengan Fenomenologi itu dimulai ketika Hedegger membawa dirinya langsung kepada sebuah tataran ontologi mengenai jumlah tertentu untuk memulihkan pemahaman, yang tidak lagi menjadi model pengetahuan, melainkan lebih sebagai model ada. Dalam pemahaman Heidegger lingkaran hermeneutika fenomenologi itu ketika terjadinya dialog anatara dasein dengan dunia kebahasaan, yang mana asal mula tempat segala bentuk pikiran lainnya dapat muncul melalui kesatuan yang saling memuat secara timbal balik dari manusia (sebagai pengguna bahasa) dengan dunia. Suatu lingkaran Hermeneutika. Sehingga bagi Heidegger bahasa mengacu kepada pikiran kemudian dasein, di mana keduanya erat berdialektika.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Syafe'i, Zakaria. "DIALEKTIKA HUKUM ISLAM DI INDONESIA." ALQALAM 25, no. 1 (April 30, 2008): 65. http://dx.doi.org/10.32678/alqalam.v25i1.1673.

Full text
Abstract:
Dalam sejarah pembentukan hukum Islam di Indonesia, UU pertama yang diberlakukan adalah UU No. 22 tahun 1946 tentang perkawinan dan Perceraian. UU ini hanya berlaku untuk wilayah pulau, Jawa,yang kemudian setelah Indonesia merdeka diperluas wilayah berlakunya untuk seluruh Indonesia dengan UU No. 32 tahun 1954, Undang-undang tentang Pencatatan Nikah, Thalaq dan rujuk.Transformasi hukum Islam di Indoseia terus bergulir dari sejak Republik ini berdiri. bukan saja hanya pada bidang hukum keluarga tetapi merambah ke berbagai hukum lainnya, seperti PP No. 70 dan 72 tahun 1992 yang menjelaskan Bank bagi hasil dan UU No. 7 tahun 1992 sebagai Bank berdasarkan syari'at. UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang melegitimasi perbankan syari'at, UU No. 17 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Ibadah Haji. UU No.23 tahun 1999 tentang BI yang memberi mandat pembentukan Bank atau Cabang Bank Syari'ah Pemerintah. UU No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Terakhir sekali UU No.44 tahun 1999 tentang pelaksanaan keistimewaan Propinsi Istimewa Aceh yang juga menyangkut tentang pelaksanaan syari'at Islam.Hukum Islam yang semakin mendapat perhatian untuk menjadi bagian dari sistem hukum nasional tersebut, ternyata sebagai bentuk dari akomodasi negara terhadap Islam. Meski ada pihak yang mengkhawatirkan dengan bentuk akomodasi negara terhadap Islam ini, justru memberikan angin segar dan peluang bagi hukum Islam untuk menjadi bagian dari sistem hukum nasionaLKata Kunci: hukum Islam di Indonesia, sistem hukum nasional, transformasi hukum islam
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Rickevičiūtė, Kristina. "Atskirybės, ypatingybės ir bendrybės dialektika." Problemos 2, no. 2 (September 29, 2014): 65–80. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.1962.0.7267.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Izza, Yogi prana. "TEORI KONFLIK DIALEKTIKA RALF DAHRENDORF." At-Tuhfah 9, no. 1 (July 5, 2020): 41–55. http://dx.doi.org/10.36840/jurnalstudikeislaman.v9i1.283.

Full text
Abstract:
This paper focuses on discussing how to structure society according to Dahrendorf, how he built his theory; from where the building theory came from, and what new thesis Daherendorf produced. Dahrendorf sees social reality as having two faces (conflict and consensus). Therefore, the theory of sociology is divided into two parts; conflict theory and consensus theory. Here it is seen that Daherndorf in theory tried to perfect Marx and Weber's opinions on social reality. The final aspect of Dahrendorf's conflict theory is the link between conflict and social change. Conflict, according to him, leads to change and development. In conflict situations, the groups involved take actions that make changes in the social structure.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Mažeikis, Gintautas. "Pogulaginė sąmonė ir atžangos dialektika." Deeds and Days 65 (2016): 55–86. http://dx.doi.org/10.7220/2335-8769.65.3.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Roibin, Roibin. "DIALEKTIKA AGAMA DAN BUDAYA DALAM TRADISI SELAMATAN PERNIKAHAN ADAT JAWA DI NGAJUM, MALANG." El-HARAKAH (TERAKREDITASI) 15, no. 1 (January 30, 2015): 34. http://dx.doi.org/10.18860/el.v15i1.2671.

Full text
Abstract:
<p>Empirical analysis on the religion and culture dialectics in the selamatan ritual of Javanese wedding has not been explored by teologist, social scientist or religion anthropologist. Their studies on such a case mostly concern with ontological-philological text analysis not directly related with the religious tradition and socio-culture which is more dynamic and realistic. This study employs social definition paradigm and phenomenological theory approach limited to the dialectic pattern between religion and myth in the ritual selamatan of Javanese wedding. The data were collected though interviewing and observing religious leaders, ethnic leaders, and Muslim preacher in Ngajum, Malang. The study found two models of dialectic pattern namely theological-compromistic and theological-humanistic. The earlier describes the theological shift from emotional-naturalistic to rational-formalistic. The later describes the theological shift from personal to social awareness theology.</p><p>Telaah empirik seputar pola dialektika antara agama dan budaya dalam kasus ritual selamatan pernikahan adat Jawa, belum banyak dilakukan oleh para pakar agama, ilmuan sosial, maupun ilmuan antropolog agama. Kajian mereka terhadap kasus ini pada umumnya masih menekankan pada objek pembacaan teks secara ontologis-filologis, yang tidak bersinggungan secara langsung terhadap tradisi keagamaan dan budaya masyarakat yang lebih dinamis dan realistis. Penelitian ini menggunakan paradigma definisi sosial dan pendekatan teori fenomenologis, yang dibatasi pada pola dialektika antara agama dan mitos dalam kasus ritual selamatan pernikahan adat Jawa. Data diperoleh dengan cara menginterview dan mengobservasi para tokoh agama, tokoh adat, dan para da’i yang ada di Ngajum, Malang. Penelitian ini menemukan dua model yaitu pola dialektika teologis-kompromistik dan pola dialektika teologis-humanistik. Pola dialektika pertama, menggambarkan pergeseran teologis, dari teologi yang bersifat emosional-naturalistik menuju teologi yang bersifat rasional-formalistik. Adapun pola teologis-humanistik menggambarkan adanya pergeseran teologi yang bersifat personal menuju teologi yang berkesadaran sosial.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Savelyeva, M. Ju. "Irrationalistic dialectics by L. P. Karsavin." Philosophical polylogue 1, no. 1 (June 2019): 41–53. http://dx.doi.org/10.31119/phlog.2019.5.3.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Wahidin, Ade. "DIALEKTIKA RASULULLAH TERHADAP AL-QUR`AN." Al - Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 3, no. 02 (November 7, 2018): 185. http://dx.doi.org/10.30868/at.v3i02.316.

Full text
Abstract:
Al-Qur’an yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad untuk seluruh manusia merupakan anugerah terindah dan salah satu manifestasi kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya. Manusia bukan hanya diperintahkan untuk membacanya, tetapi juga diperintahkan untuk memahaminya. Seseorang dapat memahami Al-Qur’an dengan baik dan benar, salah satunya dengan merujuk kepada sumber tafsir yang otoritatif. Sumber tafsir terbaik yang paling otoritattif setelah Al-Qur’an adalah al-Sunnah. Yaitu menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan hadits-hadits Nabi Muhammad. Hal ini disebabkan Nabi memiliki kedudukan paling tinggi sebagai penyampai risalah Allah dan penafsir ayat-ayat- Nya
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Urbánek, Eduard. "M. N. Rutkevič: Dialektika i sociologija." AUC PHILOSOPHICA ET HISTORICA 1983, no. 1 (January 15, 2018): 107–9. http://dx.doi.org/10.14712/24647055.2018.99.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Hidayatullah, Istnan. "DIALEKTIKA EKSISTENSIAL DALAM KISAH MUSA-KHIDIR." Al-Munir: Jurnal Studi Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 2, no. 01 (June 5, 2020): 188–222. http://dx.doi.org/10.24239/al-munir.v2i01.51.

Full text
Abstract:
This research focuses on the existential dialectical momentum contained in the story of Moses and Kheer. Judging from the title has confirmed that the approach used is the philosophy of existentialism, which in this case was introduced by Martin Heidegger. The results of this study, among others, reveal the relationship between the characters in the story (Musa and Kheer), hereinafter referred to as Dasein with other entities, such as objects that are tools, objects not tools and other Dasein. In addition, he also managed to explore the three existential phases experienced by each Dasein, namely the existential phase, the facticity phase, and the destruction phase. Musa and Khidir in Surah al-Kahf: 65-82 experienced these three phases, from the time they met, the adventure to the separation.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

‘Irfaan, Santosa. "Jurgen Habermas: Problem Dialektika Ilmu Sosial." KOMUNIKA 3, no. 1 (March 2, 2015): 101. http://dx.doi.org/10.24090/kom.v3i1.2009.pp101-113.

Full text
Abstract:
Habermas critical theory is a reconstruction effort to Frankfurt school that inspired by Karl Marx’s critical theory, thatfacing dead end. With continuing concern of his previous thinkers to radically alter practical thinking structure, Habermasformulate that concern with new and original critical theory concept. This is clear on changing process dimension, whereHabermas choosing different way from his predecessors, with non-revolutionary and non-violence. Namely, through socialtransformation, with emancipate dialogs, communicative method, without domination method
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Fittria, Anis. "Dialektika Social Entrepreneurship dan Fiqih Sosial." International Journal Ihya' 'Ulum al-Din 21, no. 1 (May 2, 2019): 39. http://dx.doi.org/10.21580/ihya.21.1.4161.

Full text
Abstract:
<em>This paper aims to find out dialectics social entrepreneurship and social fiqh. Social entrepreneurship is a concept that combines social empowerment and entrepreneurship. Social Fiqh is fiqh that able to dialogue with development era. This study include in field research that uses qualitative research methods. The results of this study indicate that social entrepreneurship is in accordance with the concept of fiqh social that has five things (al-dharuriyyat al-khamsah). First, social entrepreneurship according to hifdz al-din (religion maintain). Second, hifdz al-aql (mind maintain). Third, hifdz al-nafs (soul maintain). Fourth, hifdz al-mal (wealth maintain). Fifth, hifdz al-nasl (generation maintain), also hifdz al-bi’ah (environtment maintain)</em>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Saefullah, Ujang. "Dialektika Komunikasi, Islam, dan Budaya Sunda." Jurnal Penelitian Komunikasi 16, no. 1 (June 24, 2013): 71–90. http://dx.doi.org/10.20422/jpk.v16i1.32.

Full text
Abstract:
Customary societies of Kampung Dukuh is community tightly maintaining their tradition up to the present. It appeared on their life routine beginning from the way of having intercourse, the custom of consuming, the kind of living, the system of leadership until the construction model of stage house constructed from bamboo with palm fiber for the roof. This study aimed to analyze: 1) language dialectic, communication and Sundanese culture at customary society of Kampung Dukuh 2) communication dialectic and tradition of Islam at customary society of Kampung Dukuh 3) Dialectic of Islam tradition and Sundanese culture at customary society of Kampung Dukuh. The method of this research is Ethnography of Communication with qualitative approach. The techniques of data collection are profound interview, participatory observation and documentation research. The results are 1) communication dialectic Sundanese culture lasted in total dialectic manner and indicated relation of dependence each other 2) communication dialectic and tradition of Islam prevailed in total dialectic way, and possessed dependence, affirmed as well as strengthen each other 3) tradition dialectic of Islam and Sundanese culture were divided into two categories namely 1) dialectic of Islam value and culture norm run in total dialectic manner and owned dependence each other 2) dialectic of Islam faith and myths lasted in contradictory way or be in conflict among two different extremes.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Grigonis, Jonas. "F. Engelsas ir gamtos mokslai." Problemos 7 (September 29, 2014): 14–17. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.1971.7.5806.

Full text
Abstract:
Straipsnyje aptariamos F. Engelso gamtamokslinės pažiūros. Remdamasis dialektiniu materializmu, F. Engelsas siekė apibendrinti tuometinius gamtos mokslus, atskleisti dialektinį vystymosi ir kitimo procesą. Jis išskyrė tris svarbiausius gamtamokslinius atradimus – energijos tvermės ir virsmo dėsnį, augalinės ir gyvulinės ląstelės atradimą bei augalų ir gyvūnų rūšių kilmės ir vystymosi teoriją. Straipsnyje teigiama, kad F. Engelsas pirmasis iš esmės nagrinėjo mokslų klasifikacijos problemas, pateikė dialektika paremtą mokslinę klasifikaciją, atrado objektyvius principus, kuriais remiasi ir dabartinė mokslų klasifikacija. Jis mokslus klasifikavo pagal įvairias materijos, judėjimo formas remdamasis istorinio objektyvaus pasaulio vystymosi vidine logika. F. Engelsas išaiškino žmogaus išsivystymo problemą – pabrėžė darbo vaidmenį beždžionės sužmogėjimo procese, parodė, kad tik darbas ir veikla visuomenėje buvo sąmonės vystymąsi skatinantys svarbiausi veiksniai. F. Engelso teiginius apie materiją ir judėjimą, erdvę ir laiką, priežastingumo sąveikas, priklausomybę patvirtino reliatyvumo ir kvantų teorijos.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Stoškus, Krescencijus. "Interpretacinė filosofija ir E. Meškausko metodologija." Problemos 54 (September 29, 2014): 13–20. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.1998.54.6882.

Full text
Abstract:
Straipsnyje, analizuojant Eugenijaus Meškausko filosofiją, griežtai skiriama autorinė ir interpretacinė filosofija: pirmajai rūpi sukurti savo individualia patirtimi ir teorine tradicija paremtą savarankišką požiūrį į pasaulį ir žmogaus būtį jame, o interpretacinė filosofija turi tik priimtos doktrinos savarankiško išsiaiškinimo galimybę. Teigiama, kad E. Meškausko (ir visos Lietuvos) filosofija yra interpretacinė. Marksizmą jis laikė teorija, reikalaujančia savarankiško interpretavimo, išsamaus pagrindimo ir kritikos. Bandoma nustatyti E. Meškausko filosofijos vietą sovietinės filosofijos ir marksizmo apskritai kontekste. Jis mėgino sukurti nuoseklią vystymosi teoriją, kuri pagrįstų ir K. Marxo praktikos teoriją. E. Meškausko interpretacijoje dialektika pabrėžtinai susigrąžina savo filosofinį statusą ir virsta bendrąją vystymosi bei sąryšio teorija – tai atliekama pabrėžiant dialektikos metodologinę paskirtį: ji pačią filosofiją daro kritiškai atsinaujinančia ir suteikia jai galimybę kontroliuoti kitų mokslų pažangą. Kriticizmas ir tikrovės rekonstravimas suartina E. Meškausko metodologiją su K. R. Popperio falibilizmu.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Nesavas, Antanas. "Derdžio Lukačo kelias į marksizmą." Problemos 36 (January 1, 2015): 86–91. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.1987.0.7214.

Full text
Abstract:
Straipsnis skirtas vengrų filosofo ir politinio veikėjo marksisto G. Lukacso (1885–1971) gyvenimo ir kūrybos svarbiausiems bruožams aptarti. Ankstyvojoje jo kūryboje jaučiamas ryškus polinkis į estetikos ir literatūros kritikos problematiką. G. Lukacsas abejojo postulatais, kad empirinis pasaulis pažįstamas tik pažinimo kategorijomis, kad žmogaus protui neprieinami kai kurie tikrovės atributai. Kita vertus, jis pripažino neokantinę pažiūrą, kad racionalūs gamtos mokslų metodai gali aiškinti tik išorinį pasaulį, tačiau yra beverčiai estetikos ir moralės sferoje; jų prasmę bei tikslą galima suvokti tik intuicija. G. Lukacsas analizavo ideologijos, sudaiktinimo ir susvetimėjimo fenomenus. Jis mėgino perkelti K. Marxo praktikos sampratą į hėgeliškąją istorijos koncepciją. Jo teigimu, istorinis materializmas ir dialektika sutampa, t. y. sutampa visuomenės subjektas ir objektas. Remdamasis hėgeliška totalybės kategorija jis neigė gamtos dialektiką: gamta yra visuomeninė kategorija, socialinės veiklos dalis. Sudaiktinimo sąvoką G. Lukacsas taikė visoms mąstymo formoms ir taip suabsoliutino susvetimėjimą, paversdamas jį amžina žmogaus būkle.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Anwar, Anwar. "MENELAAH POLA KOMUNIKASI DALAM DIALEKTIKA AL-QUR’AN DAN IMPLEMENTASINYA DALAM BERDAKWAH MULTIKULTURAL." At-Tafkir 11, no. 2 (December 29, 2018): 1. http://dx.doi.org/10.32505/at.v11i2.732.

Full text
Abstract:
Artikel ini membahas tentang pola komunikasi dalam dialektika al-Qur’an dengan realitas Arab. Al-Qur’an adalah kitab suci yang tidak hanya dijadikan sebagai sumber hukum, namun proses dialektikanya pun dapat dijadikan acuan melakukan dalam berkomunikasi. Ada tiga pola dialektika yang dapat dijadikan acuan dalam komunikasi, yaitu: tahrim (pelarangan), taghyir (merubah), dan tahmil (melanjutkan). Tahrim dilakukan pada realitas budaya yang bertentangan dengan nilai-nilai islami, namun tidak dilakukan secara totalitas. Taghyir (perubahan) dilakukan merubah bagain tertentu dari budaya namun tidak menghilangkan eksistensi budaya yang sedang berlaku. Tahmil (melanjutkan), yakni melanjutkan sistem budaya yang sudah ada tanpa perlu merubah, apalagi melarang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Sasongko, Michael Hari, and Supriyadi Supriyadi. "Dialektika Musik Tradisi atas Musik Modern pada Musik Hybrid di Keraton Yogyakarta." Musikolastika: Jurnal Pertunjukan dan Pendidikan Musik 3, no. 1 (June 23, 2021): 9–17. http://dx.doi.org/10.24036/musikolastika.v3i1.59.

Full text
Abstract:
Pemikiran modern bersifat anti-tradisi,akan tetapi di dalam musik Mars Tradisional Keraton Yogyakarta bertemu dan berdialektika dengan musik Barat (yang melahirkan pemikiran modern sejak Renaisans. Melalui metode dialektika ala Hegel yang dikembangkan Arato Gebhardt, pertemuan ini menghasilkan sintesis, yakni lagu hybridKeraton, baik instrumen maupun tangga nada dimana kedua unsur kebudayaan hadir bersamaan dalam sebuah pertunjukan musik. Dialektika ini pada hakikatnya adalah“rekonsiliasi”. ​Fenomena inimerupakan perjuangan atas "kesetaraan kekuasaan" sebagai strategi kebudayaan dalam menghadapi dominasi penjajah. Dominasi penjajah ini meliputi segala aspek dari ekonomi, politik, sosial, kebudayaan, dan sebagainya, yang membuat bangsa Indonesia (Boemi Poetera) tidak dapat bergerak.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Mureika, Juozas. "Estetinė vertybė V. Sezemano filosofinėje koncepcijoje." Problemos 24 (September 29, 2014): 33–40. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.1979.24.6259.

Full text
Abstract:
Straipsnyje aprašoma V. Sezemano filosofinių pažiūrų raida, jos įvardijamos dialektine antropologija arba antropologizuotu dialektiniu materializmu. V. Sezemano požiūriu, mokslinis pažinimas kyla iš praktiško, nes žmogaus praktinė veikla yra konkreti, todėl galutinis pažinimo tikslas yra atskirybės pažinimas, ir čia teorinis žinojimas mažai padeda, nes turi tik santykiškai savarankišką tikslą, t. y. atlieka vien tarnybinę funkciją žmogaus gyvenime. Nagrinėjamos V. Sezemano estetikos svarbiausios sąvokos, objektyvumo-subjektyvumo dialektika estetiniuose reiškiniuose, estetiškumo specifika, subjekto ir objekto santykiai estetinio suvokimo ir vertinimo momentu, daugiausia dėmesio skiriama estetinės vertybės kategorijai. Estetinis suvokimas atskleidžia jutiminėje estetinio objekto sąrangoje slypintį emocionalumą. Emocinis estetinių vertybių momentas organiškai įsiterpia į jų struktūrą, todėl suvokti grožį reiškia jį ne tik pažinti, bet ir pajusti bei išgyventi. V. Sezemanas preferavo meno kūrinio analizę estetikoje, t. y. susitelkė ties objektyviu estetinių vertybių pagrindu. Estetinės veiklos ir jos pagrindinio akstino – estetinio nusistatymo – aiškinimą filosofas apribojo sąmonės sfera.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Valentinavičius, Virginijus. "T. Adornas ir vokiečių filosofija." Problemos 35 (September 29, 2014): 85–90. http://dx.doi.org/10.15388/problemos.1986.35.6539.

Full text
Abstract:
Straipsnio tikslas – apibūdinti Frankfurto filosofinės mokyklos vietą filosofijos istorijoje. Aptariama žymiausių šios mokyklos atstovų M. Horkheimerio ir T. Adorno kūryba. Jų bendras veikalas „Švietimo dialektika“ (1947) skirtas hėgeliškajai subjekto-objekto santykių vystymosi schemai tobulinti. Teigiama, kad pažinimas yra diktatūra gamtai arba socialinė priespauda. Taip išnyksta ribos tarp gnoseologijos ir ontologijos, randama pagrindinė istorijos tema – Švietimo įkūnytos prievartos vystymasis. T. Adorno laikomas naujahėgelininku, kurio koncepcijoje neigimas nebevaržomas bendros optimistinės krypties, o minties judėjimas – beribis. Pastebima A. Schopenhauerio ir F. Nietzschės įtaka T. Adorno estetikai, kurioje svarbiausią vietą užima muzika: ji tampa įkūnytu neigimu. Aptariami T. Adorno ir marksizmo santykiai, teigiama, kad jis dialektinę mintį padarė visiškai nepriklausomą nuo bet kokių iš anksto nustatytų principų. Jo koncepcijai vieningumo ir autentiškumo suteikia forma (meninės formos prasme). T. Adorno stilius dažnai pats savaime kuria teksto prasmę, jo kalbą galima priskirti meno pasauliui.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Pompe, Gregor. "Lebičeva »metafizična dialektika« – analiza skladateljeve eksplicitne poetike." Musicological Annual 43, no. 1 (December 1, 2007): 175–85. http://dx.doi.org/10.4312/mz.43.1.175-185.

Full text
Abstract:
Članek analizira različne zapise skladatelja Lojzeta Lebiča in skuša iz njih izluščiti skladateljevo eksplicitno poetiko. Ta je razpeta med številne napetostne dvojice, ki tvorijo konstitutivno bistvo skladateljeve glasbe. Takšna dialektika pa prek povezovalnega etičnega principa prevzema metafizične poteze.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Halim, Abd. "Dialektika Hadis Nabi dengan Budaya Lokal Arab." DINIKA : Academic Journal of Islamic Studies 4, no. 1 (December 19, 2019): 65. http://dx.doi.org/10.22515/dinika.v4i1.2060.

Full text
Abstract:
Perkataan Nabi Muhammad tidak bisa dipisahkan dengan konteks situasi yang dihadapinya. Konteks tersebut bisa jadi situasi sosial, politik, ekonomi dan budaya. Terdapat beberapa hadis yang harus dipahami dengan mempertimbangkan konteks sosio-kultural lokal Arab. Paper ini akan membahas tentang dialektika hadis dengan budaya lokal Arab. Dengan menggunakan pendekatan kontekstual, bisa disimpulkan bahwa terdapat hadis-hadis yang berlaku universal di samping juga terdapat hadis-hadis yang hanya berlaku temporal dan tentatif. Hadis-hadis temporal dan tentatif ini direkomendasikan untuk ditafsirkan ulang daripada langsung diterima dan digunakan sebagai sebuah aturan yang final.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Pili, Salim Bella. "DIALEKTIKA TRADISI SENI BEDENDANG DI KOTA BENGKULU." Tsaqofah dan Tarikh: Jurnal Kebudayaan dan Sejarah Islam 3, no. 2 (December 19, 2018): 101. http://dx.doi.org/10.29300/ttjksi.v3i2.1557.

Full text
Abstract:
Dalam pelaksanaannya, seni berdendang itu meliputi tiga macam kesenian, yaitu seni syair berpantun, seni tari dan seni musik. Seni berdendang ini juga mempunyai enam tahapan. Tahap pertama, Tari Berandai, yang dilakukan sebagai tari pembuka yang dilakukan oleh sepasang penari diiringi oleh seruling dilakukan dihalaman sebagai cara untuk mempersilahkan para pedendang untuk naik kepanggung. Tahap kedua, Ketapang yang berisi dari tiga macam tarian yaitu tari sapu tangan/selendang, tari gendang dan tari piring, dimana pantun-pantun mulai dibacakan, yang biasanya pantun-pantun yang menghibur, dan pantun itu dibacakan dua baris sampirannya saja dengan lagu. Tahap ketiga, Rampai-rampai yang hampir seluruhnya berisikan pantu-pantun yang dilakukan secara bersahutan dan bergiliran diiringi alat-alat musik biola, rebana, seruling, rabanga dan alat-alat musik lainnya. Tahap keempat, Senandung Suniug. Tahap kelima, Talibun yang hampir sama dengan tahap ketiga. Tahap keenam, Dendang mati dibunung, dimana tahap ini sebagai tahap penutup yang berisikan hampir sama dengan tahap kedua.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Halimah, Putri, and Alghifari Mahdi Igamo. "Analisis Penyediaan Rumah Sederhana dalam Dialektika Kapitalisme." Jurnal Ekonomi Pembangunan 17, no. 1 (July 12, 2019): 16–23. http://dx.doi.org/10.29259/jep.v17i1.8869.

Full text
Abstract:
Home is a basic human need. In the Law of the Republic of Indonesia No.1 of 2011 states that housing or access to housing is a right for every community whose existence is the responsibility of the government. The problem that has occurred to this day is that there are still many people living in urban areas who have to occupy illegal or slum settlements. This is due, among other things, to the influence of land and housing prices which increase each year due to high demand which is also caused by the increasing population and urbanization rate. However, in reality the capitalists who control the housing sector are only fixated on capital accumulation by building and marketing homes to middle and high income people. As a result, low-income communities are marginalized in the suburbs, and build non-conventional settlements, slums and squatter. This study with the literature study method aims to analyze how to provide a home for low-income people in the dialectic of capitalism, by making the MBR as an important actor in the construction and provision of housing
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Fanani, Akhwan. "PERSPEKTIF COULSON TERHADAP RUMUSAN DIALEKTIKA HUKUM ISLAM." Al-Ahkam 22, no. 2 (October 11, 2012): 121. http://dx.doi.org/10.21580/ahkam.2012.22.2.7.

Full text
Abstract:
<p class="IABSSS">Law will always evolve and dialectic with social dynamics. Coulson see that the dynamics of the Islamic law occurs through the efforts of reinterpretation of Islamic sources when there is a gap between theory and practice. With a historical approach, Coulson mapped the development of Islamic law so that he made six dialectic formulation of Islamic law which is an in-depth reading in seeing the historical development of Islamic law. According to Coulson, Islamic law is idealistic and away from social reality. Islamic law is determined by social facts and reduced as a man-made law. Coulson’s propositions departed from empirical studies of the historical development of Islamic law. Coulson formulas can be used to understand further the reality of the development of Islamic law, so Muslims can understand what really happened in the history of Islamic law and scientific perspective. It can be used to perform introspection for Muslims to develop further the Islamic legal thought and in accordance with the existing social development. This paper intends to review critically the ideas of Coulson.</p><p class="IABSSS">***</p><p class="IABSSS">Hukum akan selalu berkembang dan berdialektika dengan dinamika sosialnya. Coulson melihat bahwa dinamika hukum Islam terjadi melalui upaya penafsiran kembali sumber-sumber Islam ketika ada kesenjangan antara teori dengan praktek. Dengan pendekatan historis Coulson memetakan perkembangan hukum Islam sehingga ia membuat enam rumusan dialektika hukum Islam yang merupakan sebuah pembacaan yang mendalam dalam melihat sejarah perkembangan hukum Islam. Menurut Coulson hukum Islam bersifat idealistik dan jauh dari realitas sosial dan apa yang ia inginkan adalah hukum Islam ditentukan oleh fakta-fakta sosial dan direduksi sebagai hukum buatan manusia. Proposisi-proposisi Coulson berangkat dari penelitian empiris mengenai sejarah perkembangan hukum Islam. Rumusan-rumusan Coulson dapat digunakan untuk lebih memahami realitas perkembangan hukum Islam, sehingga umat Islam bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi dalam sejarah perkembangan hukum Islam dan perspektif keilmuan. Hal itu bisa dipergunakan untuk melakukan introspeksi bagi umat Islam untuk mengembangkan pemikiran hukum Islam lebih lanjut dan sesuai dengan perkembangan sosial yang ada. Artikel ini bermaksud untuk mereview secara kritis pemikiran Coulson tersebut. </p><p class="IABSSS">***</p><div class="WordSection1"><p class="IAKEY" align="left">Keywords: dialektika, Hukum Islam, <em>conflict</em><em> and tension</em>, <em>ijtihād</em></p></div>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Arifin, Moch Zainul. "Dialektika antara Kemaslahatan dan Teks dalam Syariah." al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam 3, no. 1 (April 1, 2013): 19–41. http://dx.doi.org/10.15642/ad.2013.3.1.19-41.

Full text
Abstract:
Abstract: This article discusses the dialetics between the benefit and the text in shari’ah. The purpose of shari’ah is to reach the benefit of mankind. It means that the entire texts and their laws serve to realize the benefit and to prevent damage, and should be based on the principle of beneficial understanding, the application of which within the scope of the benefit, and the text as a standard of benefit. The benefit is an important spirit behind shari’ah. Because of that, the understanding of the text in a legal reasoning process needs a solid foundation. Basically, the emergence of contradiction between benefit and text is nothing other than the two things: first, errors in understanding and concluding the benefit; second, errors in understanding and actualizing the text. Actualization of the benefit of the text is a branch and an expansion of the welfare interpretation of the text. This actualization plays an important role in eliminating the contradiction between the text and welfare. Therefore, it is necessary to actualize the enlightened benefit by seeing, considering, and excluding the conditions that lead to a damage.Keywords: Benefit, text, shari’ah
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Junaidy, Abdul Basith. "Dialektika Hukum Islam pada Masa Awal Islam." Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam 2, no. 2 (December 21, 2016): 420–39. http://dx.doi.org/10.15642/aj.2016.2.2.420-439.

Full text
Abstract:
Abstract: The dynamic and dialectical theory of Islamic law had been since the time of the Prophet Muhammad (p.b.u.h). However, the theory of Islamic law in a comprehensive form had just started at the time of al-Shafi’i, and then continuously further developed and refined by the next future jurists of different schools of Islamic law there. The theory of classical Islamic law seeks to integrate the authoritative text (nushûsh) and the role of human reason (ra’y). However, the function of the human mind is at a lower level (subordinate) and additional (subsidiary) rather than function doctrine revealed by God (nushûsh). All schools of Islamic law that had developed at that time had to conform to the model of integration that had to do certain concessions if it wanted to gain recognition as a legitimate school of law. For example, traditionalists must accept ra’y in the form of qiyâs. For this reason, the schools of Islamic law which would not accept qiyâs, it would have been out of the circulation, such as Zahiri and Hasywiyah schools.Keywords: Islamic Law, Early time of Islam, nushûsh, ra’y. Abstrak: Teori hukum Islam yang dinamis dan dialektis sudah ada sejak masa Rasulullah saw. Namun, teori hukum dalam bentuknya yang komprehensif baru dimulai pada masa al-Syafi’i, kemudian secara berkesinambungan terus dikembangkan dan disempurnakan oleh para fuqaha masa berikutnya dari berbagai mazhab hukum Islam yang ada. Teori Hukum Islam klasik berupaya mengintegrasikan antara teks otoritatif (nushûsh) dan peran nalar manusia (ra’y). Namun fungsi nalar manusia berada pada tingkatan yang lebih rendah (subordinatif) dan tambahan (subsider) dibanding fungsi ajaran yang diwahyukan Tuhan (nushûsh). Semua aliran hukum yang berkembang pada saat itu harus menyesuaikan diri dengan model integrasi yang ada dengan melakukan konsesi-konsesi tertentu jika ingin mendapatkan pengakuan sebagai aliran hukum yang sah. Misalnya, aliran tradisionalis harus menerima ra’y dalam bentuk qiyâs. Atas dasar itu, aliran-aliran hukum yang tidak mau menerima qiyâs, dengan sendirinya hilang dari peredaran, seperti mazhab Zahiri dan mazhab Hasywiyah.Kata Kunci: Hukum Islam, Masa Awal Islam, nushûsh, ra’y.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Hidayat, Husni. "Tajalliyât Sufistik Dialektika Nilai-Nilai Religius-Humanistik." Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam 2, no. 2 (October 16, 2015): 219. http://dx.doi.org/10.15642/teosofi.2012.2.2.219-246.

Full text
Abstract:
<p>In Sufi dimension, a tarekat is considered a madrasa (school) which leads a <em>mutasawwif</em> to purify the darkness of heart from seven passions, namely <em>ammârah</em> <em>bi al-sû’</em>, <em>lawwâmah</em>, <em>mulhamah</em>, <em>mutma’innah</em>, <em>râdiyah</em>, and <em>mardiyah</em>. These seven lusts should be controlled and merged because they can cover humans from their nature. Under the guidance of the trustee <em>murshid</em>, the <em>mutasawwifs</em> are called and encouraged to reform their selves without seeing disgrace of other people. However, such process would not alienate the students from their social life and daily activities as the common people. Therefore, after two initial phases, namely <em>takhallî</em> and <em>tahallî</em>, a Sufi will reach his or her ultimate phase, i.e. <em>tajallî</em>. For the Sufis, the highest tajalli God is the Prophet. This is because he was the first creature of God and the most complete man (<em>al-</em><em>i</em><em>nsân </em><em>al</em><em>-</em><em>k</em><em>âmil</em>). Muhammad is not a mere man, but he is a manifestation of God’s emanation.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Kusmanto, Thohir Yuli, Moh Fauzi, and M. Mukhsin Jamil. "DIALEKTIKA RADIKALISME DAN ANTI RADIKALISME DI PESANTREN." Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 23, no. 1 (June 15, 2015): 27. http://dx.doi.org/10.21580/ws.2015.23.1.221.

Full text
Abstract:
<p class="IIABSBARU">Any effort opoosing toward any form of radicalism is a part of the reactions to anti-radicalism. The spirit of anti-radicalism emerged as part of the people's resistance. Radicalism and anti-radicalism was dialectically interrelated. Although both are paradoxical, but always be united. Dialectic of radicalism and anti-radicalism interesting is once it was observed in boarding school life. The phenomena of Islamic radicalism is often associated with Islamic boarding schools in Indonesia. Some communities understood that the growing radicalism came from Islamic boarding schools. This view was based on the the many actors of violent Islamic radicalism were the alumni of boarding school. The reality may be true in certain cases, but they may not be generalized. This study explored the data on the perspective of Islamic boarding schools on the discourse and praxis of radicalism and anti radicalism and resistance patterns. The research results showed that the community of Islamic boarding schools rejected, oppossed and actively built the spirit of anti radicalism that was implemented in several patterns. The findings of these research was a synthesis of the thesis which had become the public discourse about radicalism and Islamic boarding school.</p><p class="IIABSBARU" align="center">***</p>Upaya menentang segala bentuk radikalisme merupakan bagian dari reaksi anti radikalisme. Semangat anti radikalisme muncul sebagai bagian dari resistensi masyarakat. Radikalisme dan anti radikalisme saling berkaitan secara dialektis. Meski­pun keduanya merupakan sesuatu yang paradoks, namun selalu menyatu. Dialektika radikalisme dan anti radikalisme menarik ketika dilihat dalam kehidupan pesantren. Fenomena radikalisme Islam seringkali dihubungkan dengan masya­ra­kat pesantren di Indonesia. Beberapa kelompok masyarakat memahami radikal­isme tumbuh dari pesantren. Pandangan tersebut didasari oleh banyaknya pelaku radikalisme Islam dalam bentuk kekerasan alumni pesantren. Realitas tersebut bisa jadi benar dalam kasus tertentu, tetapi tidak bisa digeneralisasi. Penelitian ini ber­upaya menggali data pandangan pesantren tentang wacana dan praksis radikalisme dan anti radikalisme serta pola resistensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat pesantren menolak, menentang dan aktif membangun spirit anti radikalisme yang diwujud­kan dalam beberapa pola. Temuan penelitian tersebut merupakan sintesis dari tesis yang selama ini menjadi wacana masyarakat tentang radikalisme dan pesantren.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Sulaeman, Mubaidi, and Yuslia Styawati. "DIALEKTIKA FILSAFAT AL-GHAZALI DAN IBN RUSHD." Jurnal Ilmiah Spiritualis: Jurnal Pemikiran Islam dan Tasawuf 7, no. 1 (March 29, 2021): 81–100. http://dx.doi.org/10.53429/spiritualis.v7i1.163.

Full text
Abstract:
Pada abad pertengahan, filsafat diambil alih oleh para filosuf muslim. Di mana perkembangan filsafat Kristen tengah mengalami zaman kegelapannya. Di antara filosuf Muslim yang termashur di dunia Barat maupun dunia Islam yaitu al-Ghaza>li> dan Ibnu Rushd. Al-Ghaza>li> seorang pemikir besar Islam yang mengkritik sikap fasik para filosuf muslim yang bersifat parepatetik dan dianggapnya telah melampaui batas dalam berfilsafat. Akhirnya ia mengkritik keras ajaran-ajaran para filosuf tersebut. Ada kesan bahwa al-Ghaza>li> membunuh semangat intelektual dalam dunia filsafat Islam, hingga hadirlah Ibnu Rushd yang mencoba membangkitkan kembali semangat intelektual tersebut dengan mengkritisi pemikiran al-Ghaza>li>.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

ZTF, Pradana Boy. "Muhammadiyah dan Salafisme: Sebuah Survei Singkat Tentang Titik Temu dan Titik Seteru." MAARIF 14, no. 2 (December 30, 2019): 135–47. http://dx.doi.org/10.47651/mrf.v14i2.67.

Full text
Abstract:
Di antara banyak tantangan kontemporer yang dihadapi oleh Muhammadiyah adalah penetrasi pemikiran dan gerakan Islam lain yang memiliki persinggungan ideologis dengan Muhammadiyah. Di antara banyak gerakan itu, Salafisme adalah salah satunya. Penetrasi Salafisme ke dalam Muhammadiyah memang telah menghadirkan sikap dan respons yang beragam, utamanya di kalangan Muhammadiyah sendiri. Sementara dari kalangan lain, tidak jarang muncul pula identifikasi Muhammadiyah dengan salafisme dan bahkan radikalisme. Seringkali, respons itu bersifat artifisial dan teknis, sementara respons yang mendalam dan detail cenderung sulit ditemukan. Tulisan ini merupakan survei awal sederhana untuk memetakan dialektika Muhammadiyah dan Salafisme. Sebagai survei singkat, tulisan ini belum sepenuhnya masuk ke dalam perbandingan yang detail dan mendalam. Akan tetapi, tulisan ini menawarkan sebuah cara pandang khas tentang bagaimana memahami dialektika Muhammadiyah dan Salafisme dewasa ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Satiyoko, Yohanes Adhi. "ANEKDOT TENTANG KEKUASAAN DAN MENTALITAS DALAM CERKAK “KURSI” DAN “LEDHEK” KARYA KRISHNA MIHARJA (ANECDOTE ABOUT AUTHORITY AND MENTALITY IN CERKAK “KURSI” AND “LEDHEK” BY KRISHNA MIHARJA)." Widyaparwa 46, no. 2 (January 23, 2019): 248–62. http://dx.doi.org/10.26499/wdprw.v46i2.203.

Full text
Abstract:
Penelitian “Anekdot tentang Kekuasaan dan Mentalitas dalam Cerkak ““Kursi”” dan ““Ledhek”” karya Krishna Miharja” berusaha melihat bagaimana dialektika individu dengan dunia sosial budaya mereka melalui tokoh utama Den Lurah dan Ledhek Kuning dalam memperoleh dan menjalankan fungsi sosial mereka. Tujuan penelitian ini ialah menjelaskan dialektika antara tokoh-tokoh cerita tersebut dan dunia sosial budaya mereka melalui tiga momen simultan, yaitu eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi dalam kerangka sosiologi pengetahuan Peter Berger. Pembahasan dilakukan dengan pembacaan terhadap kedua cerkak tersebut melalui perwatakan tokoh, latar, dan alur, kemudian menemukan tipifikasi atau perlambangan fungsional yang dapat ditafsirkan menjadi sebuah simpulan yang dapat dipaparkan menjadi sebuah ekspresi dialektis dalam momen eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi tokoh utama dengan dunia sosial budayanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua tokoh utama tersebut tidak melakukan interaksi yang benar dalam momen eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi dengan dunia sosial budaya mereka sehingga perjalanan karir mereka berakhir tragis.Research about “Anecdote about Authority and Mentality in Cerkak “Kursi” and “Ledhek” by Krishna Miharja” tries to reveal the dialectic between individuals and their social cultural world through the main character, Den Lurah and Ledhek Kuning in obtaining and running their social functions. The research aims to explain dialectic between those main caharacters and their social cultural through three simultant moments, externalization, objectivation, and internalization in the frame of sociology of knowledge by Peter Berger. The discussuin is conducted by reading to those two cerkaks (Javanese short stories) through characterization, setting, and plot, then by finding functional typifications to be expressed as dialectic expression in moments of externalization, objectivation, and internalization between the main characters and their social cultural worlds. The result shows that those two main characters do not interact properly in the moment of externalization, objectivation, and internalization with their social cultural worlds. It then impacts their carreer to tragic ending.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

MAWARDI, UDI MUFRODI. "DIALEKTIKA, LOGIKA, METAFISIKA, METODE ILMIAH, DAN IJTIHAD DALAM TRADISI SKOLASTIK ISLAM." ALQALAM 25, no. 3 (December 31, 2008): 441. http://dx.doi.org/10.32678/alqalam.v25i3.1693.

Full text
Abstract:
Pengetahuan diperoleh lewat metode, yakni suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu dan mempunyai langkah-langkah yang sistimatis. Metode banyak modelnya, diantaranya 1) dialetika, yaitu suatu metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. 2) logika, yaitu suatu alat untuk memperoleh pengetahuan yang benar melalui cara ketja pikiran yang terarah. 3) metafisika, suatu metode untuk mencapai pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat supranatural, ontologis, kosmologis, dan antropologis. atau psikologis. 4) ilmiah, suatu mctode yang di dalamnya mencoba menggabungkan cara berfikir deduktif dan cara berfikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuannya. 5) ijtihad, suatu medtode untuk mencapai pengertian-pengertian, konklusi-konklusi, dan teori-teori dengan cara memadukan keempat macam metodologi yaitu dialektika, logika, metefisika, dan ilmiah. Pengetahuan yang diperolehnya berupa ilmu, teori, akidah, filsafat, dan atau hukum. Dalam tulisan ini berusaha menjelaskan kelima paradigma metodelogi, di atas.Kata Kunci: Dialektika, Logika, Metafisika, Metode Ilmiah, dan Ijtihad
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography