To see the other types of publications on this topic, follow the link: Dikotomi.

Journal articles on the topic 'Dikotomi'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Dikotomi.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Mughits, Abdul. "Berakhirnya Mitos Dikotomi Santri-Abangan." Millah III, no. 2 (2016): 276–88. http://dx.doi.org/10.20885/millah.voliii.iss2.art8.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Puspita, Anggun Wira, Rina Muda Siraturrahmah, and Muhammad Khairul Rijal. "Problematika dan Solusi Dikotomi Ilmu." Tarbiyah Wa Ta'lim: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran 5, no. 2 (2020): 1–5. http://dx.doi.org/10.21093/twt.v5i2.2213.

Full text
Abstract:
Science is a knowledge of a field which is arranged systematically according to certain methods that can be used to explain certain symptoms in that field. Etymologically, science comes from the Arabic Language from the word ‘ilm’ which means to understand or know. Science is not merely knowledge based on agreed theories and can be systematically tested with a set of methods that are recognized in a particular field of science. In terms of philosopy, science is formed bbecause human tray to think further about the knowledge they have. Religion is a system that regulates the rules of God Almighty and it’s rules of association relate to human association and it’s enviroment. With the relevant knowledge. And the separation of general science and religious science make negative thinking on the side of those who are more inclined in their own religious or general science. The purpose of this paper is to discuss the problems and solutions caused by the dichotomy itself to achieve an education that has a vision and mission without a grouping system accordingto the dicipline science.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Imaduddin, Imaduddin. "Pendidikan Islam Dan Dikotomi Ilmu." Jurnal Pendidikan Islam 6, no. 1 (2017): 211–20. http://dx.doi.org/10.38073/jpi.v6i01.39.

Full text
Abstract:
Umat Islam adalah umat yang mempunyai semangat dan motivasi yang selalu hidup dan berkembang seiring dengan perubahan struktur kehidupan yang mengitarinya. Perubahan yang mengarah pada perbaikan yang selalu memotivasi dan menyemangati umat islam tersebut berangkat dari sebuah keyakinan beragama yang sangat mendalam.
 Keyakinan beragama tersebut mempu melahirkan sebuah perubahan yang tidak hanya terjadi pada individu umat islam, tetapi jauh lebih luas dari keyakinan individu tersebut yaitu menjadi sebuah perubahan kolektif yang mampu merubah sebuah peradaban dan kebudayaan masyarakat sebuah komunitas, baik kecil maupun besar bahkan sebuah negara dan benua.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Imaduddin, Imaduddin. "Pendidikan Islam Dan Dikotomi Ilmu." Jurnal Pendidikan Islam 6, no. 1 (2017): 211–20. http://dx.doi.org/10.38073/jpi.v6i1.39.

Full text
Abstract:
Umat Islam adalah umat yang mempunyai semangat dan motivasi yang selalu hidup dan berkembang seiring dengan perubahan struktur kehidupan yang mengitarinya. Perubahan yang mengarah pada perbaikan yang selalu memotivasi dan menyemangati umat islam tersebut berangkat dari sebuah keyakinan beragama yang sangat mendalam.
 Keyakinan beragama tersebut mempu melahirkan sebuah perubahan yang tidak hanya terjadi pada individu umat islam, tetapi jauh lebih luas dari keyakinan individu tersebut yaitu menjadi sebuah perubahan kolektif yang mampu merubah sebuah peradaban dan kebudayaan masyarakat sebuah komunitas, baik kecil maupun besar bahkan sebuah negara dan benua.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

GÜMÜŞ, İnan. "TÜRK DİKOTOMİ ALGISININ ORHON YAZITLARINDAKİ GÖRÜNÜMÜ." Journal of Social Sciences 3, no. 7 (2016): 292. http://dx.doi.org/10.16990/sobider.239.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Mustaqim, Muhamad. "Pengilmuan Islam dan Problem Dikotomi Pendidikan." JURNAL PENELITIAN 9, no. 2 (2015): 255. http://dx.doi.org/10.21043/jupe.v9i2.1321.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Ibrahim, Ibrahim. "TIONGHOA INDONESIA: Dari Dikotomi Ke Mono-Identitas?" Society 1, no. 1 (2013): 46–55. http://dx.doi.org/10.33019/society.v1i1.41.

Full text
Abstract:
Yang paling umum digunakan oleh berbagai elemen dalam mendefinisikan identitas Tionghoa adalah dengan membaginya menjadi dikotomi utama, yaitu totok dan peranakan. Namun demikian, definisi totok dan peranakan sendiri memiliki batasan yang terus diperdebatkan. Totok umumnya dipahami dari sisi kelahirannya dan Puritanisme Tionghoa, sementara peranakan dipahami sebagai identitas yang saling memadukan satu sama lain dengan lokalitas. Seiring berjalannya waktu, dikotomi totok dan peranakan tidak relevan lagi. Perkembangan politik baru-baru ini telah menyebabkan opsi identitas Tionghoa diukur sendiri-sendiri dengan tingkat fleksibilitas yang lebih likuid.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Gondhowiardjo, Tjahjono D. "Dikotomi Paradigma dalam Pendidikan dan Pelayanan Oftalmologi." Ophthalmologica Indonesiana 44, no. 1 (2018): 1. http://dx.doi.org/10.35749/journal.v44i1.154.

Full text
Abstract:

 
 
 Edisi ini menampilkan dua makalah terkait dengan keberhasilan penatalaksanaan trauma bolamata yang dapat mengancam kebutaan. Makalah pertama menunjukkan pentingnya untuk segera melakukan pemeriksaan neuro imaging pada dugaan adanya benda asing intra okular, yang sangat membantu penatalaksaan dan tindakan bedah selanjutnya. Makalah kedua, memperlihatkan bahwa pemberian methylprednisolon intra vena awitan dini (kurang dari 24 jam) pasca trauma tumpul pada syaraf optik (Neuropati Optik Traumatik) dapat memberikan perbaikan tajam penglihatan yang signifikan, walaupun tidak didapatkan adanya faktor-faktor yang bisa dijadikan sebagai prediktor. Disisi lain, ketebalan serabut syaraf retina (RFNL) di kuadrant temporal yang terlihat dengan pemeriksaan digital Optical Coherence Tomography (OCT) dapat menjadi prediktor fungsi penglihatan sentral pada penderita Non Arteritik Iskemik Neuropati (NAION). Secara tidak langsung, ketiga makalah tsb menunjukkan bahwa sekalipun mungkin terdapat ketergantungan kita pada bantuan pemeriksaan imaging digital, namun ketajaman eksekusi klinis tetap harus menjadi hal utama dalam penanganan kedaruratan penglihatan. 
 Kondisi pasien yang berpotensi menyebabkan kebutaan dan relatif sering dijumpai adalah ulkus kornea; yang menurut World Health Organization (WHO) merupakan penyebab kebutaan ke empat di dunia. Sayangnya, makalah deskriptif terkait ulkus kornea yang ditampilkan terasa penuh dengan duplikasi penampilan data (pada teks, grafik atau tabel), sehingga kita kurang dapat menga mbil manfaat pembelajaran. Hal itu, disebabkan karena kurang menampilkan substansi yang seharusnya dapat di tonjolkan, yang justru mungkin menjadi faktor pembeda atau kesamaan (compare and contrast) dengan laporan serupa yang berasal dari insititusi dengan situasi dan lingkungan yang berbeda. Begitu pula dengan kesimpulan yang terasa datar dan umum. Makalah yang menunjukkan adanya keterkaitan yang bermakna pada aktivitas luar gedung yang kurang dari empat (4) jam per hari pada pelajar sekolah dengan kondisi myopia, kedalaman pembahasan-nya akan menjadi lebih tajam apabila dilakukan analisa bi variate. Issu yang menarik ini, telah menjadi dasar kebijakan dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar di Negara maju, yang meng-alokasi-kan sejumlah waktu tertentu bagi para peserta didik untuk beraktifitas /belajar diluar gedung. 
 Katarak, adalah keadaan yang hampir selalu terjadi pada penderita pasca vitrektomi, terutama dengan penggunaan minyak silikon. Tindakan fakoemulsifikasi merupakan treatment of choice untuk keadaan tsb, namun termasuk dalam katagori tindakan yang sulit; sehingga dalam era BPJS ini masuk dalam kriteria yang seharusnya di tangani pada rumah sakit rujukan tipe A. Artikel yang ditampilkan, menunjukkan bahwa tindakan fakoemulsifikasi terbukti dapat meningkatkan kemampuan penglihatan penderita dengan angka komplikasi yang rendah apabila dilakukan oleh operator yang handal, namun kemungkinan terjadi nya re-detachment terpantau meningkat pada penderita yang minyak silikon nya telah dikeluarkan. Hal ini merupakan suatu kenyataan dan implementasi langsung dari konsep “volume pressure” sebagai bagian dari homeostasis regulasi cairan akueous bolamata. 
 
 
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Naif, Naif. "URGENSI INOVASI PENDIDIKAN ISLAM: MENYATUKAN DIKOTOMI PENDIDIKAN." Kordinat: Jurnal Komunikasi antar Perguruan Tinggi Agama Islam 15, no. 1 (2016): 1–16. http://dx.doi.org/10.15408/kordinat.v15i1.6304.

Full text
Abstract:
Pendidikan adalah salah satu faktor terpenting dalam usaha pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara. Pendidikan merupakan upaya pengembangan potensi manusiawi dari para peserta didik, baik berupa fisik, cipta maupun karsa agar potensi tersebut menjadi nyata dan dapat berfungsi bagi perjalan kehidupan. Sejarah mencatat bahwa Negara yang memiliki perhatian yang tinggi pada dunia pendidikan, maka negara tersebut akan mengalami kemajuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain yang menomorduakan masalah pendidikan. Namun, perhatian yang besar dari negara saja tidaklah cukup, karena praktisi dan akademisi harus berupaya keras untuk melakukan inovasi tiada henti dalam mengelola dan mengembangkan pendidikan, inovasi pendidikan tersebut haruslah didasarkan pada tujuan pendidikan guna meningkatkan kualitas pendidikan, yang pada akhirnya akan mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk insan yang kompetitif dan bermartabat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Setiawan, Iwan Setiawan. "Islam dan Nasionalisme: Pandangan Pembaharu Pendidikan Islam Ahmad Dahlan dan Abdulwahab Khasbullah." Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies 2, no. 1 (2018): 1–16. http://dx.doi.org/10.21009/hayula.002.1.01.

Full text
Abstract:
Sampai hari ini, dikotomi antara “Islam” dan “Nasionalis” masih terjadi. Dikotomi ini menjadikan seorang Muslim merasa tidak nyaman dalam pergaulan di masyarakat, khususnya saat bertemu dengan kelompok yang berbeda agama. Pada akhirnya, dikotomi ini menjadikan sebuah pertanyaan “Apakah menjadi Muslim bisa menjadi Nasionalis”? Artikel akan menjawab pertanyaan diatas dengan melihat sejarah dua tokoh pendidikan Islam dan Pahlawan Nasional. Mereka adalah Ahmad Dahlan dan Abdulwahab Khasbullah, dua pendiri organisasi terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama. Dengan meneliti tentang dua tokoh Pendidikan Islam di masa Kolonial Belanda sebelum era kemerdekaan, kita bisa menemukan jawaban atas pertanyaan diatas. Tujuan artikel ini untuk menunjukkan bahwa tokoh Islam bernama Ahmad Dahlan dan Abdulwahab Khasbullah adalah seorang Nasionalis. Penelitian ini merupakan Library Research, dimana sumber pustaka diambil dari buku-buku, jurnal, majalah dan Koran. Library Research juga sering disebut dengan istilah penelitian Kepustakaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Nurzaman, Arie. "Tradisionalitas dan Modernitas Dikotomi Perkembangan Wilayah Pesisir Kabupaten Gunungkidul." JAUR (JOURNAL OF ARCHITECTURE AND URBANISM RESEARCH) 3, no. 2 (2020): 104–15. http://dx.doi.org/10.31289/jaur.v3i2.3168.

Full text
Abstract:
Pola aktivitas dan penggunaan ruang dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk ekonomi, sosial, budaya, atau sejarah. Daerah pedesaan yang umumnya didominasi oleh daerah tertinggal menjadi korban eksploitasi manusia dalam hal pemanfaatan ruang, termasuk wilayah pesisir. Oleh karena itu, pemanfaatan dan pengembangan wilayah pesisir dan masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut membutuhkan pendekatan yang tepat. Dikotomi ruang perlu dipahami sebagai aspek pengembangan wilayah pesisir itu sendiri. Makalah ini bertujuan untuk menilai pola pemanfaatan ruang, dikotomi antara aspek tradisional dan modern dalam pemanfaatan ruang, serta kemungkinan strategi dan kebijakan pengembangan pemerintah wilayah pesisir di Kabupaten Gunungkidul. Metode ini merupakan kombinasi dari metode kuantitatif yang dilaksanakan dengan meninjau peta dan analisis data sekunder untuk melihat tren perkembangan dalam periode tertentu, sedangkan metode kualitatif dilakukan untuk memperkuat hipotesis dan untuk memahami analisis lebih lanjut dari pendekatan kuantitatif.Dikotomi ruang dijabarkan dalam konteks spasial dan pemanfaatan. Konteks spasial dibagi menjadi wilayah inti (ibukota kecamatan) dan pinggiran (wilayah pesisir), sedangkan dalam konteks pemanfaatan ruang, dibedakan menjadi penggunaan tradisional dan modern. Analisis dikotomi melalui penggambaran kuadran memberikan gambaran tentang potensi pembangunan daerah, ruang lingkup pembangunan tidak hanya sebagian tetapi juga secara spasial. Pengembangan Jaringan Jalan Nasional Jawa Selatan (JJLS) dan pengembangan sektor pariwisata adalah dua faktor utama dalam pembangunan daerah, sehingga kebijakan publik sebagai implementasi dari intervensi pemerintah setidaknya harus mempertimbangkan sektor spesifik yang akan ditangani, prioritas pembangunan seperti skala dan pendekatan, dan tingkat perkembangan.Kata kunci: dikotomi; tradisional; modern; Gunungkidul; wilayah pesisir
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Asyari, Akhmad, and Rusni Bil Makruf. "Dikotomi Pendidikan Islam: Akar Historis dan Dikotomisasi Ilmu." eL-HIKMAH: Jurnal Kajian dan Penelitian Pendidikan Islam 8, no. 2 (2014): 1–17. http://dx.doi.org/10.20414/elhikmah.v8i2.58.

Full text
Abstract:

 Akhmad Asyari PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Mataram asyarismart@yahoo.com
 Rusni Bil Makruf PAI Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Mataram
 
 Abstrak: Pemisahan ilmu agama dan non-agama atau apa yang disebut dikotomisasi ilmu dalam wacana pendidikan Islam telah menimbulkan banyak perdebatan di kalangan tokoh pendidikan Islam. Sebagian tokoh medukung penuh sistem dikotomi dan sebagian menolak keras adanya dikotomi. Tulisan ini bertujuan untuk mengurai akar historis dikotomisasi pendidikan Islam. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa Islam sangat menganjurkan eksplorasi ilmu pengetahuan dengan tidak memisahkan dan mempertentangkan antara ilmu agama dan ilmu non agama. Dalam Islam, tidak ada pendikotomian ilmu, yang ada hanyalah pengklasifikasian ilmu, akan tetapi pada praktiknya pengklasifikasian ilmu tersebut salah diartikan oleh banyak kalangan masyarakat muslim itu sendiri.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Mirza, Ade. "Mempertimbangkan Logika Himpunan Kabur Masuk Dalam Kurikulum Matematika Sekolah." Jurnal Pendidikan Matematika dan IPA 3, no. 2 (2012): 1. http://dx.doi.org/10.26418/jpmipa.v3i2.23760.

Full text
Abstract:
Logika klasik/tradisional atau logika tegas yang dipelajari selama ini di sekolah dan di awal masuk universitas, mempunyai nilai kebenaran yang dibagi secara dikotomi (benar/ya atau salah/tidak). Logika tegas ini ternyata belum mencakup fenomena sehari-hari dan alam pikiran manusia. Banyak hal yang menjadi tidak wajar bila dinilai dengan kebenaran yang bersifat dikotomi tersebut. Karena, pada kenyataannya fenomena kehidupan cenderung lebih banyak yang bersifat kontinum, sehingga batas yang tegas menjadi sesuatu yang tidak jelas. Logika himpunan kabur merupakan konsep dasar untuk teori kabur (fuzzy theory) yang hadir untuk melengkapi/menyempurnakan logika klasik. Tulisan ini memberikan beberapa teori dasar sistem kabur dan gagasan mengenai perlunya logika himpunan kabur dimasukkan dalam Kurikulum Matematika sekolah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Samsuri, Suriadi. "PENDIDIKAN ISLAM TERPADU: SEBUAH KAJIAN TEORITIK." Paedagogia: Jurnal Pendidikan 9, no. 1 (2020): 145–66. http://dx.doi.org/10.24239/pdg.vol9.iss1.63.

Full text
Abstract:
Artikel ini membahas tentang sistem pendidikan Islam terpadu yang merupakan suatu sistem pendidikan yang memadukan antara sistem pendidikan pesantren yang berorientasi pada pembinaan imtak, dengan sistem pendidikan sekolah umum yang berorientasi pada pembinaan iptek dan keterampilan fungsional yang berorientasi pada siap pakai untuk kerja dan berwira usaha. Lahirnya Sistem Pendidikan Islam Terpadu dilatarbelakangi oleh: (1) Adanya dikotomi antara ilmu umum dengan ilmu agama yang berimplikasi pada pesatnya kemajuan di bidang pengetahuan dan teknologi sementara pengetahuan agama diabaikan, atau sebaliknya pengetahuan keagamaan maju tetapi wawasan ilmu dan teknologi yang dimiliki anak didik rendah. (2) Adanya dikotomi jalur pendidikan sekolah dan luar sekolah yang berimplikasi tidak sinerginya antara kegiatan belajar, beribadah dan berkarya dengan keterampilan fungsional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Yulanda, Atika. "EPISTEMOLOGI KEILMUAN INTEGRATIF-INTERKONEKTIF M. AMIN ABDULLAH DAN IMPLEMENTASINYA DALAM KEILMUAN ISLAM." TAJDID: Jurnal Ilmu Ushuluddin 18, no. 1 (2020): 79–104. http://dx.doi.org/10.30631/tjd.v18i1.87.

Full text
Abstract:
Semakin berkembangnya kehidupan manusia maka berkembang pula keilmuan yang ada. Antara satu ilmu dengan keilmuan lainnya saling berkaitan dan berhubungan satu sama lain. Namun dewasa ini, telah terjadi dikotomi keilmuan antara ilmu-ilmu agama dengan keilmuan sains. Masing-masing keilmuan saling memisahkan diri dan tidak saling terkait. Ini juga dipengaruhi oleh kebudayaan Islam itu sendiri yang menganggap bahwa keilmuan yang berasal dari Barat bisa membawa kepada kekafiran. Oleh karena itu diperlukan upaya untuk menyatukan kedua keilmuan itu agar tidak terjadi dikotomi antara keduanya. Upaya ini banyak dilakukan oleh beberapa tokoh. Salah satu tokoh yang berupaya untuk menggabungkan kedua keilmuan itu adalah Amin Abdullah. Ia adalah salah seorang intelektual Islam Indonesia. Penyatuan kedua keilmuan di atas dilakukan dengan mencetus sebuah gagasan yaitu integratif interkonektif yang diaplikasikan langsung di UIN Sunan Kalijaga. Integratif-interkonektif ini berusaha untuk menggabungkan antara keilmuan agama dengan ilmu sains serta filsafat. Upaya yang dilakukan oleh seorang tokoh pemikir sekaligus intelektual Islam ini berupa bangunan fisik maupun dalam hal keilmuan di UIN Sunan Kalijaga. Misalnya pengintegrasian antara Gedung keilmuan Islam dengan sains yang dahulunya tidak pernah dilakukan. Sedangkan dalam hal keilmuan yaitu memasukkan mata kuliah yang bersifat umum ke dalam studi keislaman begitupun sebaliknya agar tidak terjadi pemisahan atau dikotomi antara kedua ilmu tersebut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Pranatawijaya, Viktor Handrianus, Widiatry Widiatry, Ressa Priskila, and Putu Bagus Adidyana Anugrah Putra. "Penerapan Skala Likert dan Skala Dikotomi Pada Kuesioner Online." Jurnal Sains dan Informatika 5, no. 2 (2019): 128–37. http://dx.doi.org/10.34128/jsi.v5i2.185.

Full text
Abstract:
Proses pengumpulan data dalam penelitian survey merupakan hal yang sangat penting. Penelitian berbasis survey membutuhkan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner. Selama ini peneliti atau surveyor melakukan pengumpulan data secara manual yaitu dengan mencetak kuesioner dan menyebarkannya dengan mendatangi satu persatu responden. Hal ini memakan waktu yang lama dan biaya yang besar sehingga menjadi masalah utama yang dihadapi dalam pengumpulan data dengan kuesioner. Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan suatu aplikasi yang dapat membantu surveyor dalam melakukan survey secara online. Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan membangun aplikasi kuesioner online berbasis web dengan meggunakan metode waterfall dengan tahapan analysis, design, implementation, testing dan maintanance. Pemodelan sistem dan basis data meggunakan Data Flow Diagram (DFD) dan Entity Relationship Diagram (ERD). Bahasa Pemrograman yang digunakan yaitu, HTML, PHP, CSS, Java Script, dan untuk databasenya menggunakan MySQL. Skala pengukuran yang digunakan dalam perancangan kuesioner menggunakan skala likert dan skala guttman. Aplikasi ini memiliki 3 hak akses yaitu, admin, surveyor dan pengunjung/responden. Dengan adanya aplikasi diharapkan ini proses pengumpulan data dengan kuesioner dapat lebih efektif dan efisien.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Setianto, Yudi. "Dikotomi Bebas Nilai dan Nilai Pendidikan dalam Pembelajaran Sejarah." Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 18, no. 4 (2012): 477. http://dx.doi.org/10.24832/jpnk.v18i4.103.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Masduki, Masduki. "MENUJU SISTEM PENDIDIKAN INTEGRAL MELALUI DEKONTRUKSI DIKOTOMI ILMU PENGETAHUAN." Al-Fikra : Jurnal Ilmiah Keislaman 5, no. 1 (2017): 17. http://dx.doi.org/10.24014/af.v5i1.3764.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Tamami, Badrut. "Dikotomi Pendidikan Agama Islam Dan Pendidikan Umum di Indonesia." TARLIM : JURNAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2, no. 1 (2019): 85. http://dx.doi.org/10.32528/tarlim.v2i1.2073.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Setiawan, Bahar Agus. "Dekonstruksi Dikotomi Menggagas Spiritualisasi Human Being dalam Pendidikan Islam." TARLIM : JURNAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2, no. 2 (2019): 97. http://dx.doi.org/10.32528/tarlim.v2i2.2604.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Taufik, Taufik. "PETA PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA: Telaah Dikotomi Pendidikan." HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 7, no. 2 (2010): 145. http://dx.doi.org/10.24239/jsi.v7i2.96.145-156.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Arif, Muhammad. "KRITIK DIKOTOMI TASAWUF SUNNI DAN TASAWUF FALSAFI AHMAD SIRHINDI." Al-Adabiya: Jurnal Kebudayaan dan Keagamaan 13, no. 01 (2018): 58–77. http://dx.doi.org/10.37680/adabiya.v13i01.4.

Full text
Abstract:
Though the coming of some tasawuf schools is unavoidable, the dichotomy of these schools namely sunni and falsafi is somehow too far. This dichotomy is at its turn will declare that tasawuf sunni is in the correct path of shari’a, while tasawuf falsafi is not. One of the ambitious sufi’s Imam who made this dichotomy popular is Ahmad Sirhindi. The systematic critic of Ahmad Sirhindi towards tasawuf falsafi gives big impact in the future to the spreading of this binary view. Therefore, to review this problematic classification of tasawuf, the reinterpretation of Ahmad Sirhindi’s argument is needed. This article will explain the dichotomy of tasawuf based on the view of Ahmad Sirhindi and the critical comments on this idea.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Tinambunan, Edison R. L. "Nalar dan Iman dalam Kehidupan Beragama: Dikotomi atau Harmoni." Kurios 6, no. 1 (2020): 157. http://dx.doi.org/10.30995/kur.v6i1.122.

Full text
Abstract:
Reason is the nature of human beings and those who are religious also have faith. Therefore, believers have two fundamental basics in their life: reason and faith. In the reality, some people believe that reason and faith are two separate contradictory entities that form dichotomy or dualism. This article discusses the existence of reason in human being and its relationship with faith in religious people in accordance with the ancient and modern writings. The method used in this research is source methodology which is combined with a literature study to achieve the purpose of the research which is to show how reason deepens and enlightens the faith. The result of this research shows that reason and faith are harmonious and supportive of each other in the practice of religious life; they do not create dichotomy or dualism but harmony.
 
 Abstrak
 Nalar adalah salah satu kodrat manusia dan mereka yang beragama juga memiliki iman. Oleh sebab itu umat beriman memiliki dua hal mendasar di dalam dirinya, yaitu nalar dan iman. Dalam kenyataan tidak jarang dalam kehidupan beragama seakan memiliki dualisme antara nalar dan iman, seakan yang satu mengganggu yang lain, dan menjadikan keduanya dikotomi atau dualisme. Tulisan ini akan membahas keberadaan nalar di dalam manusia dan kemudian nalar dan iman di dalam diri umat beragama yang didasarkan pada tulisan penulis kuno dan modern. Untuk penelitian seperti ini metode yang paling baik diaplikasikan adalah metodologi sumber yang dikombinasikan dengan pustaka untuk mencapai tujuan penelitian yaitu penentuan sikap dalam kehidupan beragama melalui nalar yang memberikan pendalaman dan pencerahan pada iman. Penelitian ini akan menyimpulkan keharmonisan dan saling mendukung antara nalar dan iman di dalam hidup beragama, bukan suatu dikotomi atau dualisme
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Baehaqi, Muhammad. "CUSTOMER INSIGHT: PARADIGMA DAN KONSEP STRATEGI." Fokus Bisnis : Media Pengkajian Manajemen dan Akuntansi 16, no. 2 (2017): 48–58. http://dx.doi.org/10.32639/fokusbisnis.v16i2.147.

Full text
Abstract:
Co-creation sebagai salah satu konsep pemasaran masa depan mengakhiri dikotomi pemasar-konsumen selama masa-masa orientasi product centric dan customer cenric. Konsep tersebut diyakini menjadi terobosan dalam meniti paradigma baru pemasaran yang lebih menitikberatkan pada nilai-nilai dan spirit kemanusiaan. Konsep tersebut yang kita sebut sebagai human spirit marketing. Muncul sebagai respon atas transaksional marketing, human spirit marketing menjelma sebagai disrupsi yang mengantarkan pada fase dimana para pemasar menyadari bahwa pada prinsipnya semua pemasar adalah konsumen bagi produk pemasar yang lain, dan semua konsumen adalah pemasar untuk konsumen yang lain. Konsep intinya adalah bangunan interaksi yang dibangun atas pemasar-konsumen untuk menciptakan experience product sebagai engagements yang kemudian disebut sebagai “inovasi”. Customer insight mewakili inovasi dalam human spirit, yang kemudian siap dipentaskan dalam panggung pasar modern setelah mereduksi dikotomi pemasar-konsumen dalam fase-fase sebelumnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Ayuningtyas, Nurfina Ike. "Analisis Dikotomi Ruang dan Ekonomi di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah." JAUR (JOURNAL OF ARCHITECTURE AND URBANISM RESEARCH) 3, no. 2 (2020): 175–89. http://dx.doi.org/10.31289/jaur.v3i2.3332.

Full text
Abstract:
Sragen Regency can be divided into two areas based on its tiphologycal feature, that are the north and south part area of Bengawan Solo River. Those area not only have a different kind of soil based on tiphology but also have different degree of economic growth. The goals of this paper are to define which part of the Sragen Regency that has a high and low economic growth and what kind of policies that match with the problems of those areas. The method used in this paper is dividing the area of Sragen Regency into four part based on spatial feature and the economic growth. The result are, the area that have a high growth mostly located in south part of Bengawan solo and the area that have a low growth mostly located in north parth of Bengawan Solo.The policies for the low growth areas is driven to strengthen the main sector and to develop another promising sector that can be used to increase society income. While, the policies for the high growth areas mainly driven to find an indigenous product that can be used to determined the identity of the whole region, and also to make the final output resulted from the areas having a competitive ability against another region in the Central Java Province.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Muhtamar, Syafruddin, and Muhammad Ashri. "Dikotomi Moral dan Hukum sebagai Problem Epistemologis dalam Konstitusi Modern." Jurnal Filsafat 30, no. 1 (2020): 123. http://dx.doi.org/10.22146/jf.42562.

Full text
Abstract:
This article discusses dichotomy between moral and legal consideration occuring in the modern constitutions that can be traced back in the thoughts of Thomas Aquinas and Niccolo Machiavelli. The analysis focuses on the epistemological aspects of this dichotomy that are rooted for long in the moral and legal concepts in the modern constitution.Through epistemological analysis, the authors conclude that the epistemic root of the dichotomy lie in the contrasting paradigm between supernatural law and modern positivism. While modern constitutionalism constructs moral concepts that presummes Divine truth, the legal concepts oriented to rational truth. These two concepts should be intergrated without dichotomy through the dictum 'moral exaltation in the primacy of the law' so that the law will be able to answer legal issues in the society.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Barus, Armand. "Misi Personal dan Komunal : Perbandingan Yohanes 1:35-51 dan 2:12-25." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 6, no. 2 (2005): 239–54. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v6i2.150.

Full text
Abstract:
Perkembangan suatu agama dipengaruhi dan dibentuk oleh konsep keselamatan. Demikian juga perkembangan agama Kristen bertumpu pada konsep keselamatan. Dengan perkataan lain, teologi dan praksis misi berdasarkan pada dan mengalir dari konsep keselamatan. Perkembangan agama Kristen ke seluruh dunia didorong oleh konsep keselamatan yang ingin disebarkan agar orang lain mengikutinya. Di samping itu perlu diperhatikan bahwa misi dalam PB tidak mengenal dikotomi pemberitaan injil dan perbuatan sosial. Misi PB selalu holistis. Namun ada masalah lain. Pemberitaan injil memberi penekanan pada individualitas, sedang perbuatan sosial menekankan komunitas. Dikotomi personal-komunal sebenarnya telah melandasi berbagai rumusan konsep misi Kristen, seperti terungkap, misalnya, dalam istilah-istilah penginjilan, penanaman gereja (church planting) ... Bagaimana di Indonesia? Secara umum dapat dikatakan adanya karakter komunal bangsa Indonesia. Sifat komunal ini tercermin dalam bentuk yang dikenal sebagai “gotong royong.” Pada hakikatnya, konsep gotong royong tidak memberikan ruang terhadap semangat individualistis. Konsep keselamatan individualistis yang dibawa oleh bentara Kristus dari Barat tentu saja masuk ke dalam ruang berbeda dengan asalnya. Tetapi apakah konsep keselamatan harus sesuai dengan konteks agar dapat diterima? Pengalaman gereja di Barat masa kini tidak memperlihatkan demikian. Sejatinya, yang diperlukan gereja di Indonesia bukan konsep keselamatan personal atau komunal, tetapi suatu konsep keselamatan personal dan komunal. Jika demikian, bagaimana dengan konsep keselamatan dalam PB? Apakah keselamatan PB bersifat personal atau komunal? Apakah konsep keselamatan PB bersifat holistis? Dengan kata lain, apakah dikotomi personal-komunal dapat dibenarkan? Tulisan berikut berusaha membuktikan bahwa kontur keselamatan PB selalu berdimensi personal dan komunal. Dengan pendekatan naratif (narrative criticism) diupayakan menyusun suatu gambar komprehensif konsep keselamatan dengan sampel teks Injil Yohanes.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Kamal, Faisal, and Mukromin Mukromin. "MODERNISME PONDOK PESANTREN SEBAGAI INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM NON DIKOTOMIK." PARAMUROBI: JURNAL PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 2, no. 2 (2020): 14–24. http://dx.doi.org/10.32699/paramurobi.v2i2.1299.

Full text
Abstract:
Pondok pesantren kerap dipersepsikan sebagai lembaga pendidikan yang hanya mengajarkan pengetahuan Agama. Padahal, pada kenyataannya tidak demikian. Meskipun pandangan tersebut tidak sepenuhnya juga salah, sebab, kenyataannya persepsi itu muncul disebabkan oleh watak dan karakteristik pondok pesantren yang selama ini bertahan dalam menjaga nilai-nilai tradisionalisme. Menjadi tidak tepat, manakala ada pandangan yang menyudutkan lembaga pondok pesantren sebagai institusi yang jumud dan anti perubahan, sehingga dianggap menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia.
 Artikel ini memfokuskan pada pokok bahasan tentang pondok pesantren sebagai institusi yang berorientasi pada keseimbangan antara pengetahuan agama dan umum. Temuan dalam tulisan ini adalah, (1) pondok pesantren merupakan institusi pendidikan yang unggul. Keunggulannya itu dibuktikannya, secara struktural, institusional, dan kebudayaan, bahwa pondok pesantren mampu mengelaborasikan model pendidikan Islam terintegratif sebagai wujud nyata dalam mempraktikkan prinsip-prinsip pendidikan non dikotomi. (2) secara paradigmatis, kultur, praktik, bahwa persepsi pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dikotomi, terbantahkan. Sebab, pondok pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan Islam yang sukses dalam mewujudkan keunggulan modernisme dan kearifan tradisionalisme.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Aminuddin, Luthfi Hadi. "Rekonstruksi Wacana Modernis-Tradisionalis: Kajian Atas Pemikiran Keislaman Muhammadiyah Dan Nahdlatul Ulama Pasca Reformasi." Kodifikasia 12, no. 1 (2018): 93. http://dx.doi.org/10.21154/kodifikasia.v12i1.1426.

Full text
Abstract:
Membincang mengenai Islam di Indonesia melalui telaah organisasi Islam Muhammadiyah dan NU merupakan cara yang sangat positif dan efektif, karena bangsa Indonesia mayoritas muslim. Dua organisasi Islam tersebut, melalui sejarah panjang bangsa Indonesia mampu bertahan di tengah-tengah gempuran eksternal maupun eksternal. Secara eksternal berhadapan dengan organisasi Islam yang punya jaringan Internasional semisal HTI, IM, Salafi, dan lain sebagainya. Secara internal NU dan Muhammadiyah, saling berhadapan secara ideologis, material, kultural maupun politik untuk punya pengaruh besar di kalangan masyarakat Muslim Indonesia. Embrional dari pertarungan tersebut menghasilkan perbedaan secara dikotomis dengan mengatakan Muhammadiyah lebih bercorak modernis sedangkan NU sebaliknya cenderung berperilaku tradisionalis. Dalam perjalanan sejarahnya, baik Muhammadiyah maupun NU mengalami pergeseran pemikiran dan identitas baru, seperti Liberalisme-Transformatif dan Islam Berkemajuan di Muhammadiyah, dan Post-Tradisonalis dan Islam Nusantara di NU. Identitas-identitas tersebut menjadi penanda pergeseran baik pada level pemikiran maupun sosiologis yang ada pada Muhammadiyah maupun NU. Berangkat dari ide di atas dan diiringi perubahan-perubahan sosiologis yang terjadi dalam pemikiran dan gerakan Islam Indonesia beserta pergeseran identitasnya, tulisan ini mencoba merambah pada ruang waktu pasca reformasi yang mengacu tumbangnya otoritarianisme Orde Baru sebagai arena eksplorasi rekonstruksi wacana dikotomi modernis-tradisionalis pada Muhammadiyah dan NU beserta pergeseran identitasnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Ginting, Erika Sari. "Sumatera Utara: Pengembangan Potensi Daerah dalam Dikotomi Spasial dan Non Spasial." JAUR (JOURNAL OF ARCHITECTURE AND URBANISM RESEARCH) 3, no. 2 (2020): 139–53. http://dx.doi.org/10.31289/jaur.v3i2.3157.

Full text
Abstract:
North Sumatera is a province with various characteristics, both spatial and non -spatial. For many years there has been a debate about the large spatial gaps in development exist in North Sumatera. In this paper, the province is divided into four groups. The allocation of a regency into a group based on two dichotomies. Firstly, the spatial dichotomy between the regencies near Lake Toba and outside the lake area. Secondly, the economic development dichotomy among the regions of North Sumatera. The method to determine high or low growth region was Typology Klassen. The result is two region near the Lake Toba are high growth regions, however five of them are still stated as low growth regions. Meanwhile, for the regions outside Lake Toba, six of them are high growth regions and eight of them are still in the low growth regions. In order to improve the economic growth of every region, it is important to promote and develop strategic local.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Kalalo, Julianto Jover Jotam, and Irwansyah Irwansyah. "Dikotomi Politik Hukum Nasional dengan Politik Hukum Adat di Daerah Perbatasan." Amsir Law Journal 1, no. 1 (2019): 22–35. http://dx.doi.org/10.36746/alj.v1i1.19.

Full text
Abstract:
The existence of a pluralistic law in the border area causes customary law communities who live and develop in the border area applying variety of laws. The concept of dualism is even deeper in the application of law as a reality that exists in border areas. The position of national law which is side by side with customary law apparently still has a gap which is entered by other countries' laws which are none other than neighboring countries. The existence of this plural law causes the disharmony of the legal regulations applied in the border area. The analysis shows that the dichotomy of regulations often conflicts and differences in the application of the law in each of the legal arrangements. Due to customary politics in the border areas are seeking for the truth in the application of the law. The position of national law does not guarantee the existence of legal arrangements in border areas because customary law in border areas has a strong position. National law is difficult to become a legal basis in border areas. However, the contradictions and differences in these three legal arrangements can actually be synergized, thus, thecontradictions and differences can also form a new law that is dynamic and appropriate, and does not change into a problem in the customary community.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Prabasmoro, Tisna, and Rasus Budhiyono. "Ras dan Homoseksualitas: Gagasan James Baldwin dalam Another Country." Metahumaniora 7, no. 1 (2017): 55. http://dx.doi.org/10.24198/metahumaniora.v7i1.23328.

Full text
Abstract:
Penelitian ini mencoba untuk ikut menyumbangkan gagasan-gagasan pada diskusi tentang isu-isu ras dan homoseksualitas yang pelik di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Agar dapat mendekati permasalahan yang kompleks ini, penelitian membahas novel karangan James Baldwin berjudul Another Country, yang menantang supremasi kulit putih dengan pemikiran-pemikirannya perihal identitas pribadi dan sosial. Pada penelitian ini Another Country dimanfaatkan untuk menunjukkan pentingnya pemikiran-pemikiran Baldwin tentang identitas personal dan sosial, berkaitan dengan pengenalan dam pengakuan diri seseorang sebagai manusia, yang menjadi lokus pendukung perubahan sosial yang diperlukan untuk terciptanya keselarasan hubungan-hubungan di Amerika Serikat. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis kehidupan dan karya Balwin terhadap perkembangan politik pada masanya, dan dengan meminjam konsep-konsep identitas, untuk menunjukkan bagaimana dikotomi warga berkulit putih dan hitam adalah pengalaman-pengalaman hidup Baldwin yang paling mengganggu, namun bermakna. Penelitian ini juga pada akhirnya menunjukkan bahwa dengan mempelajari Baldwin sebagai individu dan anggota masyarakat, kita dapat menafsirkan eksistensi dan ekstensi dikotomi yang tidak berterima tersebut: keunggulan warga berkulit putih disamakan dengan keumuman heteroseksualitas dan kemarjinalan warga berkulit hitam dengan keterasingan homoseksualitas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Prabasmoro, Tisna, and Rasus Budhiyono. "Ras dan Homoseksualitas: Gagasan James Baldwin dalam Another Country." Metahumaniora 7, no. 1 (2017): 55. http://dx.doi.org/10.24198/mh.v7i1.23328.

Full text
Abstract:
Penelitian ini mencoba untuk ikut menyumbangkan gagasan-gagasan pada diskusi tentang isu-isu ras dan homoseksualitas yang pelik di Amerika Serikat pada tahun 1960-an. Agar dapat mendekati permasalahan yang kompleks ini, penelitian membahas novel karangan James Baldwin berjudul Another Country, yang menantang supremasi kulit putih dengan pemikiran-pemikirannya perihal identitas pribadi dan sosial. Pada penelitian ini Another Country dimanfaatkan untuk menunjukkan pentingnya pemikiran-pemikiran Baldwin tentang identitas personal dan sosial, berkaitan dengan pengenalan dam pengakuan diri seseorang sebagai manusia, yang menjadi lokus pendukung perubahan sosial yang diperlukan untuk terciptanya keselarasan hubungan-hubungan di Amerika Serikat. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis kehidupan dan karya Balwin terhadap perkembangan politik pada masanya, dan dengan meminjam konsep-konsep identitas, untuk menunjukkan bagaimana dikotomi warga berkulit putih dan hitam adalah pengalaman-pengalaman hidup Baldwin yang paling mengganggu, namun bermakna. Penelitian ini juga pada akhirnya menunjukkan bahwa dengan mempelajari Baldwin sebagai individu dan anggota masyarakat, kita dapat menafsirkan eksistensi dan ekstensi dikotomi yang tidak berterima tersebut: keunggulan warga berkulit putih disamakan dengan keumuman heteroseksualitas dan kemarjinalan warga berkulit hitam dengan keterasingan homoseksualitas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Susanto, Mei, and Teguh Tresna Puja Asmara. "Ekonomi versus Hak Asasi Manusia dalam Penanganan Covid-19: Dikotomi atau Harmonisasi." Jurnal HAM 11, no. 2 (2020): 301. http://dx.doi.org/10.30641/ham.2020.11.301-317.

Full text
Abstract:
Artikel ini membahas persoalan ekonomi dan hak asasi manusia dalam penanganan Covid-19. Pertanyaan yang diajukan, tepatkah dikotomi ekonomi versus hak asasi manusia dalam penanganan Covid-19? Dan bagaimana harmonisasi kebijakan kesehatan dan kebijakan ekonomi sebagai dampak Covid-19 yang berbasiskan hak asasi manusia? Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah metode penelitian hukum, dengan kesimpulan, pertama, pendikotomian ekonomi dan hak asasi manusia adalah tidak tepat bahkan menyesatkan, dikarenakan ekonomi juga merupakan hak asasi manusia yang mempunyai prinsip tidak dapat dibagi, saling bergantung, saling terkait, dan tidak dapat dicabut. Hak ekonomi maupun hak kesehatan menjadi dua hak yang paling terdampak dari Pandemi Covid-19 sehingga yang dibutuhkan adalah harmonisasi kebijakan bukan pendikotomian. Kedua, harmonisasi kebijakan ekonomi sebagai dampak Covid-19 harus mengarusutamakan hak kesehatan, dalam arti setiap kebijakan ekonomi seperti pelonggaran pembatasan sosial ataupun "normal baru" harus didasarkan pada kajian epidemiologi. Kebijakan kesehatan dan ekonomi juga harus didasarkan pada prinsip universal, kesetaraan, dan non-diskriminasi sehingga dapat sebesar mungkin menyelamatkan seluruh rakyat dari krisis Covid-19. Disarankan perlunya peningkatan pengawasan guna menyukseskan harmonisasi kebijakan kesehatan dan ekonomi akibat Covid-19 serta mencegah terjadinya tindakan koruptif yang memanfaatkan kebijakan ekonomi pada saat krisis Covid-19 melalui institusi kenegaraan dan partisipasi masyarakat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Rahmah, Ihdiny Mauhiya Miftahar. "Dikotomi Keruangan Wilayah: Karakteristik Wilayah dan Daya Saing Daerah Provinsi Jawa Timur." JAUR (JOURNAL OF ARCHITECTURE AND URBANISM RESEARCH) 3, no. 2 (2020): 154–65. http://dx.doi.org/10.31289/jaur.v3i2.3142.

Full text
Abstract:
Pembangunan daerah dilaksanakan berdasarkan potensi masing-masing daerah. Pembangunan daerah diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Namun, implementasi pembangunan daerah masih belum merata di seluruh wilayahnya. Dalam tulisan ini, penulis bertujuan untuk mengidentifikasi perkembangan Provinsi Jawa Timur dengan pendekatan spasial dan non-spasial untuk mengetahui karakteristik secara lebih rinci. Untuk analisis spasial, dilakukan melalui analisis wwwwxwdikotomi sesuai dengan kondisi geografis Provinsi Jawa Timur di mana sebagian wilayahnya terletak di Pulau Jawa dan sebagian lagi terletak di Pulau Madura dan beberapa pulau di sekitarnya. Di sisi lain, analisis juga dilakukan pada aspek non-spasial yang dilakukan dengan dikotomi antara daerah maju dan terbelakang. Sebagaimana disebutkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penentuan Daerah Tertinggal 2015-2019, ada 4 kabupaten yang masih termasuk dalam daerah Tertinggal. Berdasarkan analisis spasial dan non-spasial yang mengidentifikasi karakter masing-masing daerah, penulis telah mengembangkan beberapa rekomendasi strategi untuk masing-masing daerah. Strategi-strategi ini termasuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia untuk mencapai pembangunan inklusif.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Basinun, Basinun. "HADHARIAH : PENDEKATAN FILOSOFIS MENGHADAPI PROBLEM DIKOTOMI ILMU DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA." At-Ta'lim : Media Informasi Pendidikan Islam 17, no. 1 (2018): 109. http://dx.doi.org/10.29300/attalim.v17i1.1184.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

BOZAVLI-, Ebubekir. "Jacques Ellul’de Görme ve İşitme İkileşimi (Dikotomi) ve İşitme Eksenli Dilin Belirsizliği." Journal of Turkish Studies Volume 15 Issue 7, Volume 15 Issue 7 (2020): 2811–23. http://dx.doi.org/10.7827/turkishstudies.43670.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Hudin, Nurul Amin. "Kritisisme Kant dan Studi Agama." Kaca (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin 9, no. 2 (2019): 59–79. http://dx.doi.org/10.36781/kaca.v9i2.3035.

Full text
Abstract:
Studi agama adalah kajian mengenai agama sebagai sebuah sistem yang urgen dan mandiri. Dalam perjalannya, model studi agama ini terbelah menjadi dua model, yaitu model studi agama yang dogmatif dan studi agama yang empiris. Keterbelahan paham dalam studi agama ini tentu akan mengantarkan pada pemahaman agama yang reduktif, bahkan bisa menyeret pada kesalahpahaman yang berujung konflik. Untuk mengurai permasalahan-permasalan pelik dikotomi studi agama tersebut, artikel ini mencoba untuk mengambil pelajaran dari kritisisme Immanuel Kant. Kritisisme Kant ini dimulai dengan menaruh kesangsian atas pemikiran kaum rasionalis yang begitu saja menerima pengetahuan-pengetahuan apriori. Namun, di sisi lain, Kant masih berusaha untuk menyelidiki bagaimana hal-hal apriori sebagai ilmu pengetahuan itu mungkin? Hingga akhirnya Kant menunculkan putusan sintesis apriori sebagai salah satu moda pengetahuan dan berhasil menyudahi keterbelahan paham antara kelompok rasionalis dan emirisis. Rancang bangun studi agama harus beranjak dari dikotomi dokmatis dan empiris, lalu mengadopsi sintesis rasionalisme dan empirisisme. Sebagaimana peringatkan oleh Kant baik pemikiran apriori maupun aposteriori jika berdiri sendiri, masing-masing mempunyai kelemahan sendiri-sendiri. Begitupun dengan studi agama, model dokmatis dan model empiris jika berdiri sendiri, maka masing-masing akan berujung pada pemahaman yang reduktif.
 Kata kunci: studi agama, empirisisme, dogmatisme, kritisisme, rasionalisme
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Siswati, Vialinda. "Studi Pemikiran Al Faruqi tentang Tauhid Ilmu dan Politik." TARBIYA ISLAMIA : Jurnal Pendidikan dan Keislaman 8, no. 2 (2019): 149. http://dx.doi.org/10.36815/tarbiya.v8i2.471.

Full text
Abstract:
Ismail Raji Al-Faruqi merupakan tokoh dunia Islam yang banyak dikenal dengan teori Islamisasi ilmu pengetahuan, gagasan Al-Faruqi muncul merupakan bentuk kepeduliannya terhadap keilmuan Islam karena saat itu sudah muncul yang dinamakan dikotomi ilmu yang mengelompokkan ilmu Barat dan Ilmu Islam, Al-Faruqi yang memiliki banyak latar pendidikan dari Barat mencoba memberikan nuansa baru Islam dengan tetap mempelajari keilmuan barat namun memberi nilai-nilai keislaman di dalamnya sebagai tolak ukur keberhasilan ilmu pengetahuan itu sendiri, dan gagasan inipun banyak memunculkan pro kontra pada masyarakat Islam kala itu sehingga sampai membuat dirinya menjadi terkenal di dunia. Selanjutnya Ismail Raji Al-Faruqi memberikan gambaran seharusnya keilmuan itu dengan membuat seakan-akan ada rantai di antara ilmu satu dan lainnya yang saling berkaitan tetapi yang menjadi titik utama adalah ilmu tauhid karena menurutnya ilmu ini adalah ilmu yang paling utama sebelum memunculkan ilmu lanjutan seperti contoh ilmu tauhid mampu mempengaruhi pemikirannya hingga membentuk sebuah internalisasi keimanan yang kemudian merambah dalam pengaturan keduniawian sebagai pendukung adalah politik karena memegang peranan penting dalam sebuah sistem dimanapun berada dari politik tersebut memunculkan sebuah pembentukan kepemimpinan yang nantinya menguasai sistem sebuah ketatanegaraan yang selanjutnya akan kembali terhadap kebebasan ilmu itu sendiri yang nantinya akan tetap menjadi dikotomi ataukah memberikan nilai-nilai yang bernuansa Islam.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Hanafi, Yusuf. "Bias-bias Dikotomi dalam Buku Ajar Matakuliah Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum." ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 6, no. 1 (2014): 153. http://dx.doi.org/10.15642/islamica.2011.6.1.153-167.

Full text
Abstract:
The kind of Islamic sciences being taught in many higher education institutes in Indonesia is that which tends to make students isolated from their world. These Islamic sciences in themselves are kind of separation from the religious and worldly, Islamic and secular. This dichotomous character had inflicted upon the students mentality, who in turn become equally dichotomous in their attitude, and way of thinking. This paper tries to explore this, and attempts to seek the best way in which the dichotomous curriculum can be replaced with the integrative one. It argues that, like the nature of Islam, religious sciences cannot be separated from the non-religious ones. The one must work hand in hand with the other so that. The paper addresses specifically the dilemmas intrinsic within the text book used by many higher religious institutes in the country called “Reorientasi Pendidikan Islam: Menuju Pengembangan Kepribadian Insan Kamil”. The book—we argue—directs the students to adopt a single identity, disregarding therefore the multi and diverse racial, religious and even cultural background of the students. The paper is simply about a warning of the danger of the implication that the book can come up.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Subiati, Elisabet. "DIKOTOMI IMAM-AWAM SEBAGAI TANTANGAN DALAM MEMBANGUN TATA DUNIA: SEBUAH PEMBELAJARAN DARI KEUSKUPAN SIBOLGA." Atma Reksa : Jurnal Pastoral dan Kateketik 2, no. 2 (2021): 15. http://dx.doi.org/10.53949/ar.v2i2.45.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Martoyo, Ihan, Eric Jobiliong, Wiryanto Dewobroto, Ukur Sembiring, Setiawan Sutanto, and Rudy Hartono. "INTELEKTUALITAS, GAIRAH & KERENDAHAN HATI: SIKAP TERHADAP SAINS DAN TEKNOLOGI [INTELLECTUALITY, PASSION & HUMILITY: ATTITUDES TOWARDS SCIENCE AND TECHNOLOGY]." Polyglot: Jurnal Ilmiah 15, no. 2 (2019): 223. http://dx.doi.org/10.19166/pji.v15i2.1085.

Full text
Abstract:
<p class="abstrak">Some would claim that science and technology contradict the life of faith, or that the one is more important or higher than the other. Such dualism/dichotomy may result from the pressure of atheism or the friction between various convictions in which scientists work. This writing suggests a healthier attitude towards science and technology for people of faith, where science, technology, and faith are approached without the crippling sacred/secular dichotomy. The concept of cultural mandate (Kuyper) provides a model for cultivating intellectuality, passion and humility as a divine mandate in faithful stewardship towards nature. A well-rounded scientist or engineer must be also aware of the ethical challenges in his or her field.</p><p class="abstrak"><strong>BAHASA INDONESIA ABSTRAK: </strong>Ada yang mengklaim bahwa sains dan teknologi berkontradiksi dengan kehidupan iman, atau bahwa yang satu lebih penting atau lebih tinggi dari yang lain. Dualisme/dikotomi demikian dapat muncul dari tekanan paham ateisme atau gesekan dari berbagai keyakinan tempat ilmuwan beraktivitas. Tulisan ini mengusulkan suatu sikap yang lebih sehat terhadap sains dan teknologi untuk orang percaya, di mana sains, teknologi dan iman didekati tanpa dikotomi sakral/sekuler yang melumpuhkan. Konsep mandat budaya (Kuyper) menyediakan model untuk mengusahakan intelektualitas, gairah & kerendahan hati sebagai mandat ilahi dalam penatalayanan yang setia kepada alam. Seorang ilmuwan atau insinyur yang lengkap juga harus peka pada berbagai tantangan etika dalam bidangnya.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Zuhriyyah Hidayati. "Memadu Sains dan Agama." JURNAL CENDEKIA 10, no. 02 (2018): 163–70. http://dx.doi.org/10.37850/cendekia.v10i02.73.

Full text
Abstract:
Sejarah Islam pernah mencatat bahwa umat Islam pernah mengalami masa kejayaan dalam bidang sains ini dan tidak ada permasalahan serius terkait dikotomi sains dan agama kala itu. Umat Islam masa itu bisa menjalankan penelitian tentang fenomena alam, tanpa harus “melepas baju” keimanannya. Bahkan motivasi utama mereka dalam penelitian dan observasi adalah untuk menyingkap ayat-ayat Allah dan kekuasaan-Nya yang Maha agung. Hal yang paling penting dari dari pembahasan integrasi sains dengan agama adalah menggali kembali nilai-nilai utama dan petunjuk-petunjuk utamanya tentang sains yang merupakan salah satu cabang keilmuan dalam Islam.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Syukri, Muhammad. "Analysis Dikotomi Persfektif Ferdinand de Saussure serta Ervin Goffman Dalam Kajian Strukturalisme dan Positivisme pragmatik." Jurnal Pendidikan Dasar dan Keguruan 4, no. 2 (2019): 53–62. http://dx.doi.org/10.47435/jpdk.v4i2.108.

Full text
Abstract:
Filosofi bahasa berkaitan dengan sifat-sifat, asal usul, dan penggunaan bahasa. Sebagai sebuah topic, filosofi bahasa bagi para filsuf analitis berhubungan dengan empat masalah utama yaitu, makna, penggunaan bahasa, kognisi bahasa, dan hubungan diantara bahasa dan realitas. Metode library research dari berbagai sumber yang terkait dengan Analisis kebahasaan dari tokoh struktural modern Ferdinand de Saussure pada analisis langage, langue dan parole dengan membandingkan pandangan terori kebahasaan lainnya yaitu Irvin Goffman tentang postifisme dan dragmatis. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Menurut Saussure, bahasa menggunakan tanda yang dimaknai secara konvensional. Tanda-tanda bahasa itu tersusun dalam rangkaian yang disebutnya rangkaian "sintagmatik". Dalam hal ini, tanda bahasa berada dalam relasi sintagmatik, yakni rangkaian tanda yang berada dalam ruang dan waktu yang sama atau relasi in praesentia. Disisi lain, Irving Goffman menyampaikan konsep impression management untuk menunjukkan usaha individu dalam menampilkan kesan tertentu pada orang lain. Konsep expression untuk individu yang membuat pernyataan dalam interaksi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Istikomah, Istikomah. "Integrasi Ilmu Sebuah Konsep Pendidikan Islam Ideal." Jurnal Pemikiran Keislaman 28, no. 2 (2017): 408–33. http://dx.doi.org/10.33367/tribakti.v28i2.490.

Full text
Abstract:
Artikel ini menjelaskan bahwa untuk mengikis dikotomi ilmu dalam Islam perlu adanya integrasi lembaga pendidikan antara pesantren, madrasah dan sekolah. Integrasi lembaga pendidikan ini kini telah banyak dilakukan oleh lembaga pendidikan Islam dengan corak pesantren moderen, dimana di dalam pesantren juga berdiri lembaga pendidikan formal baik madrasah maupun sekolah. Lembaga pendidikan yang terintegrasi kini menjadi pendidikan Islam yang ideal, sebab memiliki beberapa keunggulan diantaranya, waktu belajar lebih lama, tradisi pesantren tetap bisa diterapkan, lulusanya memiliki ilmu pengetahuan lebih, sebab ilmu agama dan umunya diberikan dengan porsi yang seimbang, serrta lulusanya bisa bersaing dengan sekolah atau madrasah diluar pesantren.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Is, Fadhilah. "WANITA MAYORITAS DI NERAKA, IMPERFEK AKAL DAN AGAMA: Antara Polemik, Solusi Dan Motivasi." Al-Bukhari : Jurnal Ilmu Hadis 1, no. 1 (2018): 53–80. http://dx.doi.org/10.32505/al-bukhari.v1i1.442.

Full text
Abstract:
Hadis tentang wanita adalah objek yang intens dikomentari oleh para orientalis dan feminis. Mereka mendeskripsikan bahwa Islam mendikotomikan dan menjustifikasi wanita sebagai second public. Hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhārī bahwa wanita adalah yang paling banyak menghuni neraka, karena banyak melaknat dan banyak mengingkari pemberian suami, dan kurangnya akal dan lemahnya agama wanita. Lafaz hadis ini baik tekstual ataupun konstektual tidak ada mengandung unsur misoginis, patriakhi, dikotomi, dan merendahkan wanita. Malah sebaliknya, memotivasi wanita untuk semangat menuntut ilmu, beribadah, takarub, bersedekah dan menjaga lisan. Di balik kekurangan wanita, sejatinya itulah kelebihan yang Allah berikan kepada mereka, agar saling melengkapi di antara sepasang manusia, laki-laki dan wanita.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Al Munir, Abd Malik. "PERTAUTAN ANTARA AL-QUR’AN DAN PENDIDIKAN ISLAM DALAM PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN." TANJAK: Journal of Education and Teaching 1, no. 2 (2020): 181–91. http://dx.doi.org/10.35961/tanjak.v1i2.154.

Full text
Abstract:
Fazlur Rahman adalah salah satu kalangan intelektual kontemporer yang mengambil berat terhadap perkara keummatan. Fazalur Rahman, dengan keintelektualannya berpengaruh setidaknya untuk kawasan Pakistan, Malaysia, Indonesia serta di Chicago Amerika. Fazlur Rahman bersikap kritis baik terhadap warisan Islam maupun terhadap barat. Ia mengembangkan suatu metode yang dapat memberi alternatif solusi atas problem-problem umat Islam kontemporer. Salah satu yang menjadi sorotannya adalah masalah pendidikan Islam, yang menurutnya terdapat dikotomi dan dalam rangka upaya integral yang terdikotomi ini, fazlur Rahman menawarkan al-Qur’an sebagai basis sumbernya, al-Qur’an dalam arti mengambil nilai spiritnya. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui biografi Fazlur Rahman, (2) Konsep pemikiran pendidikan Fazlur Rahman, (3) Pertautan al-Qur’an dan pendidikan Islam dalam pemikiran Fazlur Rahman.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Mulyadi, Mulyadi. "Pendidikan Islam dan Globalisasi." AL-LIQO: Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 1 (2019): 54–71. http://dx.doi.org/10.46963/al.v4i1.16.

Full text
Abstract:
Hadirnya globalisasi dalam kehidupan pribadi dan sosial kita, maka setiap perjalanan hidup kita akan dipaksa menerima warna globalisasi. Tidak terkecuali dengan sistem pendidikan Islam di era modern ini. Pendidikan Islam dihadapkan pada berbagai persoalan yang memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap produk output pendidikan Islam. Di antara tantangan yang kelihatan jelas adalah konformisme, dikotomi IMTAQ dan IPTEK, dekadensi moral dan sebagainya.Untuk itu perlu bagi pendidikan Islam untuk kembali memperkuat sistem pendidikan Islam baik secara konseptual maupun praktis. Secara konseptual harus dimulai dengan kembali secara utuh kepada ajaran agama yang mengajak umatnya untuk selalu mengoptimalkan akal, menjaga keseimbangan antara wahyu danakal, kembali kepada universalitas Islam dengan membentukkombinasi yang baik antara kehidupan pribadi, sosial dan alam.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Mulyadi, Mulyadi. "Pendidikan Islam dan Globalisasi." AL-LIQO: Jurnal Pendidikan Islam 4, no. 1 (2019): 54–71. http://dx.doi.org/10.46963/alliqo.v4i1.16.

Full text
Abstract:
Hadirnya globalisasi dalam kehidupan pribadi dan sosial kita, maka setiap perjalanan hidup kita akan dipaksa menerima warna globalisasi. Tidak terkecuali dengan sistem pendidikan Islam di era modern ini. Pendidikan Islam dihadapkan pada berbagai persoalan yang memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap produk output pendidikan Islam. Di antara tantangan yang kelihatan jelas adalah konformisme, dikotomi IMTAQ dan IPTEK, dekadensi moral dan sebagainya.Untuk itu perlu bagi pendidikan Islam untuk kembali memperkuat sistem pendidikan Islam baik secara konseptual maupun praktis. Secara konseptual harus dimulai dengan kembali secara utuh kepada ajaran agama yang mengajak umatnya untuk selalu mengoptimalkan akal, menjaga keseimbangan antara wahyu danakal, kembali kepada universalitas Islam dengan membentukkombinasi yang baik antara kehidupan pribadi, sosial dan alam.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Wiranata, Rz Ricky Satria. "KONSEP PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERBASIS ISLAM TERPADU ANALISIS TERHADAP ISI KURIKULUM SDIT BIAS INDONESIA TAHUN 2018." Abdau: Jurnal Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah 2, no. 1 (2019): 24–38. http://dx.doi.org/10.36768/abdau.v2i1.23.

Full text
Abstract:
Pendidikan Agama Islam dituduh membelenggu perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Praktik dikotomi dan sekulerisasi antara Ilmu Umum dan Ilmu Islam mengakibatkan ketidak mampuan umat Islam menterpadukan ilmu secara integral. Usahausaha praktisi Pendidikan Agama Islam dalam memadukan sebenarnya sudah banyak, namun belum menemukan formulasi yang final hingga saat ini (ongoing process) khususnya ditataran filosofis. Salah satu Lembaga Pendidikan Agama Islam yang memiliki spirit dalammemadukan gagasan integral adalah SDIT BIAS Indonesia yang lahir sejak tahun 1994 dan menjadi pelopor Pendidikan Agama Islam Terpadu di Yogyakarta. Atas dasar tersebut, peneliti tertarik untuk memformulasikan gagasan filosofis berupa peta konsep berbasis kurikulum Terpadu SDIT BIAS Indonesia . Hasil dari penelitian ini merupakan telaah dan analisis kritis terhadap konsep filosofis isi kurikulum SD BIAS Indonesia tahun 2018.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography