Relevant bibliographies by topics / Doktrin

Journal articles
Dissertations / Theses
Books
Book chapters
Conference papers

Academic literature on the topic 'Doktrin'

Author: Grafiati

Published: 4 June 2021

Last updated: 27 January 2023

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the lists of relevant articles, books, theses, conference reports, and other scholarly sources on the topic 'Doktrin.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Journal articles on the topic "Doktrin"

Matalu, Ranjawali. "TINJAUAN TERHADAP DOKTRIN KOVENAN KERJA DALAM TEOLOGI REFORMED." VERBUM CHRISTI: JURNAL TEOLOGI REFORMED INJILI 1, no. 2 (September 6, 2017): 200–237. http://dx.doi.org/10.51688/vc1.2.2014.art2.

Full text

Abstract:

Dalam artikel ini, pertama-tama penulis membahas asal mula doktrin kovenan kerja, yang menurut hemat penulis, terutama dimulai pada zaman reformasi. Di dalamnya, penulis menyimpulkan bahwa doktrin ini dipelopori oleh Bullinger dan Calvin. Akan tetapi, dalam perkembangannya di kemudian hari, muncul perbedaan pandangan di antara para teolog Reformed mengenai apakah doktrin kovenan kerja diajarkan dalam Kitab Suci atau tidak. Karena itu, dalam bagian berikutnya, penulis mencoba menganalisis argumen- argumen yang dikemukakan penentang doktrin kovenan kerja. Dari analisis ini, penulis menyimpulkan bahwa argumen-argumen yang mereka kemukakan tidak selaras dengan ajaran Alkitab. Kesimpulan ini membawa kita untuk melihat lebih lanjut implikasi doktrinal yang ada ketika kita menerima doktrin kovenan kerja. Dalam artikel ini, penulis membahas dua implikasi doktrinal, yaitu doktrin transmisi dosa dan ketidakberdosaan Kristus.?

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Jonaidi, Dona Pratama, and Andri G. Wibisana. "LANDASAN DOKTRINER HAK GUGAT PEMERINTAH TERHADAP KERUGIAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA." Jurnal Bina Mulia Hukum 5, no. 1 (September 23, 2020): 156–75. http://dx.doi.org/10.23920/jbmh.v5i1.9.

Full text

Abstract:

ABSTRAKMeskipun hak gugat pemerintah atas kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup telah menjadi hal yang lazim dewasa ini, namun di Indonesia landasan doktriner gugatan pemerintah tersebut masih jarang diperbincangkan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum doktrinal, penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis landasan teoretis hak gugat pemerintah. Berdasarkan kajian analisis atas peraturan dan putusan pengadilan yang berlaku, serta melakukan perbandingan dengan doktrin-doktrin yang berlaku dalam tradisi common law, tulisan ini menemukan bahwa gugatan pemerintah telah diajukan dalam beberapa dasar teoretis yang berbeda, antara lain: i) pemerintah sebagai wali lingkungan hidup; ii) kerugian negara; dan iii) konsekuensi tanggung jawab negara terkait lingkungan hidup. Selain itu, hak gugat pemerintah di Indonesia memiliki karakteristik yang serupa dengan yang ditemukan dalam doktrin public trust dan doktrin parens patriae. Kemiripan ini membawa pada konsekuensi hukum bahwa gugatan pemerintah atas pencemaran harus ditujukan semata-mata untuk memulihkan lingkungan hidup yang mengalami kerusakan/pencemaran.Kata kunci: doktrin; hak gugat pemerintah; kerugian lingkungan hidup. ABSTRACTDespite the government’s right to sue for environmental damage is a common practice in various countries nowadays, in Indonesia the theoretical basis of it is rare to be discussed. Using a doctrinal-research, this article analyzes the government’s right to sue with prevailing laws and court rulings and compares it to several common law doctrines. This article finds the government’s right to sue in Indonesia is based to three different theories, including: i) the government as a trustee of public natural resources; ii) state’s damage; and iii) the tail of state’s responsibility. In addition, the government’s right to sue also shares similar characteristics found in the public trust doctrine and parens patriae doctrine. The similarities bring about the legal basis that the government’s suit against pollution should primarily aim at restoration.Keywords: doctrine; environmental damage; government’s right to sue.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Ibrahim, Mohammad. "Pembatasan Kekuasaan Amendemen Konstitusi: Teori, Praktik di Beberapa Negara dan Relevansinya di Indonesia." Jurnal Konstitusi 17, no. 3 (November 10, 2020): 558. http://dx.doi.org/10.31078/jk1735.

Full text

Abstract:

Dalam studi perbandingan hukum tata negara, doktrin amendemen konstitusi yang inkonstitusional telah banyak menarik perhatian para sarjana dalam beberapa tahun terakhir. Konsekuensi dari doktrin amendemen konstitusi yang inkonstitusional adalah adanya pembatasan kekuasaan amendemen konstitusi. Artikel ini bermaksud untuk menjelaskan doktrin amandemen konstitusi yang inkonstitusional yang berimplikasi pada pembatasan kekuasaan amendemen konstitusi. Selain itu, artikel ini juga membahas praktik pembatasan kekuasaan amendemen konstitusi di beberapa negara seperti Jerman, India dan Kolombia. Berdasarkan teori dan praktik atas pembatasan kekuasaan amendemen konstitusi, artikel ini berupaya untuk menjawab apakah doktrin amendemen konstitusi yang inkonstitusional dapat diterapkan di Indonesia. Dalam artikel ini dikemukakan bahwa dalam UUD 1945 terdapat ketentuan yang tidak dapat diubah. Oleh karenanya, Mahkamah Konstitusi dapat mengadopsi doktrin amendemen konstitusi yang inkonstitusional jika amendemen konstitusi dilakukan terhadap ketentuan yang tidak dapat diganggu gugat dalam konstitusi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan komparatif.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Hanif, Abdulloh. "Sekularisasi Kesadaran Dan Penafsiran Ulang Doktrin-Doktrin Agama." FIKRAH 5, no. 1 (June 22, 2017): 99. http://dx.doi.org/10.21043/fikrah.v5i1.1960.

Full text

Abstract:

The Modern Age gave rise to secular ideology. Religionists got worry about religion that is getting out of the community of life. Research proves that secularization has revolutionized the religion of society with the traditions they carry. Turas (tradition) in this context is dogma, that is, something that has the truth and is based on religious texts. It can be either the text itself or the thought. In order to appreciate Turas as a dogma in the modern world, it must undergo a process of secularization. In this case, turats should be viewed live with the community and historic. Turas is not a transcendent element apart from the life of society. Hassan Hanafi and Khaled Abou el-Fadl received secularization and led him to revise the meaning of tura by using three approaches in reading turats, revolutions, transcendence, and hermeneutics. Secularization is not the abandonment of religious dogma but it reconstructs the appropriate meaning.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Tan, Kian Guan. "Kebenaran Doktrin Antropologi dan Soteriologi Bagi Kepentingan Etika Lingkungan." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 13, no. 2 (October 1, 2012): 203–16. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v13i2.264.

Full text

Abstract:

Orang-orang sekuler menuduh kekristenan sebagai agama yang paling bertanggung jawab atas kerusakan ekologi. Menurut mereka, ajaran-ajaran kekristenan seperti antropologi dan soteriologi lebih mengutamakan manusia daripada ciptaan yang lain. Kalau memang benar ajaran doktrinal di atas yang menyebabkan terjadinya masalah ekologi, maka ini selaras dengan pernyataan Alister E. McGrath bahwa etika Kristen merupakan hasil yang keluar dari doktrin Kristen. Namun tentu bukan hasil etika seperti ini yang ia maksud. Sebaliknya, doktrin Kristen harus dibangun dan dipahami dengan benar sesuai Alkitab karena itu akan mempengaruhi seluruh etika Kristen. Dari permasalahan di atas, penulis memandang perlu untuk menegakkan kebenaran dari kedua doktrin tersebut supaya: pertama, orangorang Kristen dapat lebih utuh memahami dan mengimplementasikannya sehingga tidak menjadi batu sandungan lagi; dan kedua, golongan sekuler memahami kebenaran dari ayat-ayat yang dituduhkan dan mengerti bahwa kekristenan tidak antiekologi, namun mementingkan lingkungan.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Hartopo, Yohanes Adrie. "Doktrin Sola Scriptura ." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 3, no. 1 (April 1, 2002): 1–13. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v3i1.77.

Full text

Abstract:

“Unless I am convinced by Sacred Scripture or by evident reason, I will not recant. My conscience is held captive by the Word of God and to act against conscience is neither right nor safe.” Kata-kata ini diucapkan oleh Martin Luther pada 18 April 1521 ketika ia diajukan pada sidang kekaisaran di kota Worms di hadapan kaisar Charles V yang menjadi penguasa Jerman (dan beberapa bagian Eropa lainnya) pada saat itu, serta di hadapan para pemimpin gerejawi. Luther dipanggil ke kota ini dengan tujuan supaya ia menarik kembali perkataan dan pengajarannya. Ia diminta mengaku salah di depan publik untuk apa yang ia tuliskan dan ajarkan tentang injil, keselamatan melalui iman, dan hakikat gereja. Tetapi ia tidak bersedia melakukannya. Mengapa Luther tidak bersedia? Sebab hati nuraninya dikuasai sepenuhnya oleh firman Tuhan. Ia yakin sepenuhnya bahwa Alkitab dengan jelas mengajarkan kebenaran tentang manusia, jalan keselamatan, dan kehidupan Kristen. Ia melihat bahwa kebenaran-kebenaran yang penting ini sudah dikaburkan dan diselewengkan oleh gereja-gereja pada saat itu, yang seharusnya justru menjadi pembela yang setia. Di mata Luther, dasar penyelewengan gereja pada saat itu adalah pengajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab. Ia tidak dapat tahan lagi melihat kerusakan gereja yang telah melawan Alkitab, yang juga sudah mencemari aspek-aspek kehidupan gereja lainnya. Di sinilah kita melihat sikap Reformasi terhadap Alkitab. Prinsip penting yang ditegakkan dalam gerakan Reformasi adalah Sola Scriptura (hanya percaya kepada apa yang dikatakan oleh Alkitab yang adalah firman Tuhan, karena hanya Alkitab yang memiliki otoritas tertinggi). Kita mengetahui dua ungkapan yang mewakili gerakan Reformasi yaitu Sola Fide dan Sola Scriptura. Sering dikatakan bahwa Sola Fide adalah prinsip material dari pengajaran Reformasi, sedangkan Sola Scriptura adalah prinsip formalnya. Kalau ditelusuri lebih dalam lagi maka jelaslah bahwa prinsip Sola Scriptura ada di balik semua perdebatan mengenai pembenaran melalui iman, karena Luther yakin sekali bahwa kebenaran ini diajarkan di dalam Alkitab.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Ashidqi, Fadlurrahman. "Problem Doktrin Sekulerisme." KALIMAH 12, no. 2 (September 15, 2014): 213. http://dx.doi.org/10.21111/klm.v12i2.237.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Un, Antonius. "PENDASARAN TEOLOGIS BAGI PEMIKIRAN POLITIK JOHN CALVIN." VERBUM CHRISTI: JURNAL TEOLOGI REFORMED INJILI 2, no. 1 (June 5, 2020): 115–52. http://dx.doi.org/10.51688/vc2.1.2015.art5.

Full text

Abstract:

Sebagai seorang teolog, John Calvin mendasarkan pemikiran politiknya atas doktrin-doktrin teologis. Dalam kajian terhadap pemikiran politiknya, paling tidak dalam bagian pemerintahan aristokratis-demokratis, terlihat Calvin mengasumsikan sejumlah doktrin penting yakni doktrin Alkitab, doktrin kedaulatan Allah dan doktrin dosa. Ketiga doktrin ini memberi pengaruh paling tidak, bagi eksistensi pemerintahan, pentingnya hukum, dan kepemimpinan plural.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Arifki, Nindi Achid, and Ilima Fitri Azmi. "PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERPAJAKAN (SUATU KAJIAN HUKUM DOKTRINAL)." Jurnal Administrasi Negara 24, no. 1 (June 26, 2018): 33–46. http://dx.doi.org/10.33509/jan.v24i1.136.

Full text

Abstract:

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam penerapan pertanggungjawaban korporasi di Indonesia dalam penyelesaian sengketa perpajakan. Penerapan pertanggungjawaban korporasi di Indonesia sangat dipengaruhi bentuk hubungan kerja direksi, pemilik dan organ perseroan. Hubungan kerja ini berdampak pada adanya ruang lingkup pertanggungjawaban tertentu dari masing-masing bentuk korporasi (yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum). Ruang lingkup yang terbatas ini memberikan konsekuensi tersendiri atas perbuatan hukum korporasi. Seperti halnya perbuatan hukum dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, pengaturan subjek hukum sebagai Artificial Person dalam mewakili tindakan dan perbuatan hukum korporasi yang diatur dalam konsep Hukum Perdata, secara khusus juga diatur dalam Undang-undang perpajakan. Pembahasan terkait hal tersebut dikaji dengan menggunakan metode penelitian hukum doktrinal, dimana dengan menggunakan pendekatan hermeneutik guna menerjemahkan doktrin-doktrin yang mendasarinya, sehingga dapat dicapai sebuah kesimpulan bahwa terdapat doktrin lifting the corporate veil berkenaan dengan pengaturan pertanggungjawaban korporasi dalam penyelesaian sengketa perpajakan sehingga penentuan subjek hukum korporasi menjadi lebih luas. Pertanggungjawaban korporasi tidak terbatas pada pengurus saja tetapi dapat mencakup pemegang saham maupun pegendali perusahaan.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Asnawi, Muhammad Natsir. "PERLINDUNGAN HUKUM KONTRAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM KONTRAK KONTEMPORER." Masalah-Masalah Hukum 46, no. 1 (February 24, 2018): 55. http://dx.doi.org/10.14710/mmh.46.1.2017.55-68.

Full text

Abstract:

Doktrin hukum pada prinsipnya terbagi atas dua, yaitu doktrin klasik dan doktrin kontemporer. Doktrin hukum kontrak klasik menekankan pada aspek kepastian hukum. Aspek ini tergambar dari penekanannya bahwa setiap pernyataan kehendak harus dituangkan dalam kontrak yang ditandatangani para pihak agar memiliki kekuatan mengikat. Doktrin klasik membedakan secara tegas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Tuntutan atas pelanggaran kontrak harus dengan dasar wanprestasi, bukan perbuatan melawan hukum. Sebaliknya, doktrin kontemporer lebih menekankan pada aspek keadilan dan kepatutan. Doktrin kontemporer mengenal kontrak sebagai konstruksi yang terdiri atas tahap pracontractual, contractual, dan postcontractual. Karenanya, doktrin kontemporer menganggap janji-janji pra kontrak memiliki akibat hukum tertentu, hal mana berbeda dengan doktrin klasik yang tidak mengakui adanya akibat hukum pra kontrak. Doktrin kontemporer juga tidak lagi membedakan secara tegas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sebagai dasar gugatan pelanggaran kontrak karena wanprestasi pada prinsipnya merupakan specific genus dari perbuatan melawan hukum.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

More sources

Dissertations / Theses on the topic "Doktrin"

Östbring, Peter. "Doktrin - Prövad kunskap?" Thesis, Försvarshögskolan, 2008. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:fhs:diva-1462.

Full text

Abstract:

Doktrin utgör en del av grunden till en nations krigföringsförmåga och skall i detta avseende ses somen normativ styrning med riktlinjer för nuet och den omedelbara framtiden. Doktrin skall såledesutgöra ett verktyg för militära chefer att hantera situationer som annars hade upplevts som mycketpressade och omöjliga att genomföra. För att så skall vara fallet måste en doktrin bygga på relevantunderlag baserad på omvärldsanalys samt de erfarenheter de väpnade styrkorna vunnit genomdeltagande i skarpa insatser, men även erfarenheter kopplade till övningsverksamhet och nationenshistoria och förutsättningar. En doktrin borde således ses som riktlinjer för handling baserat påkunskap. Är detta verkligen fallet? I doktriner hävdas att de baseras på prövad kunskap. En vackertanke eller är verkligheten en annan med helt andra styrande påverkansfaktorer på en nationsdoktrinutveckling. Analys och utvärdering resulterar i lärdomar. Denna dyrköpta kunskap är värd attminnas och nyttjas. Syftet med denna uppsats blir därför att undersöka om de lärdomar som denbrittiska försvarsmakten identifierade efter Falklandskriget 1982 påverkade den brittiskadoktrinutvecklingen efter kriget. För att uppnå detta syfte kategoriseras två brittiska maritimadoktriner - The Naval War Manual (1969) samt The Fundamentals of British Maritime Doctrine(1995). Doktrinerna tillsammans med de brittiska lärdomarna från kriget kategoriseras utifrån de sexgrundläggande förmågorna. Resultatet visar på att brittiska Marinen drog en stor mängd lärdomarunder och efter kriget. Med anledning av att 26 år förflutit mellan de båda doktrinerna kankonstateras att doktrinen utvecklats. Lärdomarna från Falklandskriget har tagits tillvara men inte iden omfattning man skulle kunna tro och önska. Den omvärldsutveckling som skett efterFalklandskriget är i många stycken omfattande och av sådan art att lärdomarna från Falklandskrigetär mer aktuella idag än de var under utvecklingen av 1995 års doktrin.
Doctrine is one of the foundations of a nation’s war fighting capability and, in this respect,should be seen as normative guidelines for the present and immediate future. As such,doctrine provides military commanders with a tool to manage situations, which wouldotherwise be seen as extremely stressful and impossible to deal with. For this to be the case,doctrine must be built on relevant information based on an analysis of the world around usand the experiences of armed forces on live operations, but also on experiences linked toexercise activities and a nation’s history and circumstances.Thus doctrine should be seen as knowledge-based guidelines for action. Is this actually thecase? Doctrine claims to be based on tried and tested knowledge. Is this wishful thinking, or isreality something else, with completely different controlling factors influencing thedevelopment of a nation’s doctrine? Analysis and evaluation results in lessons learned and itis worth remembering and taking advantage of this hard-earned knowledge. The aim of thisessay is, therefore, to investigate whether or not the lessons learned by the British ArmedForces during the 1982 Falklands War have influenced the development of British doctrinesince the War. To achieve this aim two publications of British maritime doctrine, The NavalWar Manual (1969) and The Fundamentals of British Maritime Doctrine (1995), have beenexamined, along with the lessons learned from the War, using the six fundamental capabilitiesas a basis. The results show that the British Royal Navy learned a considerable number oflessons both during and after the War. Because there are 26 years between the publications ofthe two documents, it can be stated that there has been a development in doctrine. Accounthas been taken of the lessons learned during the Falklands War, but not to the extent that onemight expect or wish. Developments in the world around us since the Falklands War are, inmany cases, so comprehensive and of a kind that the lessons learned from the Falklands Warare more current today than they were during the development of the 1995 doctrine.
Avdelning: ALB - Slutet Mag 3 C-upps.Hylla: Upps. ChP 06-08

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Berlin, Mats. "Luftmaktsteoriers koppling till svensk doktrin : En kvalitativ undersökning av svensk doktrin." Thesis, Försvarshögskolan, 2017. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:fhs:diva-6829.

Full text

Abstract:

The Swedish armed forces doctrine does not disclose where the knowledge about the use of airpower was acquired. Earlier research supports the fact that doctrine needs to contain theory to support its legitimacy. The purpose of this study is to examine whether the doctrine contains air power theory. The author believes that increased internationalization may have caused international air power theories to have been integrated in the doctrine. The research was conducted as a qualitative research of the Swedish air force doctrine documents. The research intended to see if the air power theories of John Warden and Shaun Clark have influenced the doctrine. The result of this study shows that the ideas of Shaun Clarke had a much higher presence than the ideas of John Warden. The study has shown that the Swedish air force doctrine has theoretical support. The study concludes that internationalizing has affected but not to the point where the Swedish air force blindly copied air power theories without it suiting the Swedish air force.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Lindahl, Per. "Militärteorins inflytande på doktriner : William S. Linds påverkan på svensk doktrin för markoperationer." Thesis, Swedish National Defence College, War Studies Division, 2010. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:fhs:diva-623.

Full text

Abstract:

Influences from military theory are a part of the development of military doctrines. This thesis has, by using a method with three different dichotomies, traced and classified influences from William S Lind’s theories regarding manoeuvre warfare in the Swedish military doctrine, for land operations. The purpose has been to discuss the connection between military theory and how the Swedish doctrine for land operations (DMarkO) has been formulated. It has also been to show what this influence depends on and what consequences it will present.

The examination has shown that William S. Lind’s theory regarding manoeuvre warfare has a great impact and influence on the content of DMarkO. This used through direct literal use of the theory and also through an indirect influence. It has, however, been difficult to reconstruct and to show awareness from the authors’ perspective that William S. Lind has been a deliberate choice to use regarding what to write in the doctrine. On the other hand, the parts that together constitute the theory are known as classical military maxims, and they are therefore as such, hard to relate only to Lind and his theory regarding manoeuvre warfare. “Main effort” or “Schwerpunkt” is such an example, used by Lind as a part of his theory but also known as a military maxim.

I denna uppsats avhandlas hotuppfattningar och strategier för maritim säkerhet i Östersjön ur ett svenskt perspektiv. Ökade varuflöden, oljetransporter och handel inom östersjöregionen har tillsammans med den snabba omvärldsutvecklingen bidragit till ett nationellt och transnationellt intresse för bibehållen maritim säkerhet i Östersjön.

Syftet med uppsatsen är att med kunskap om av regering och riksdag identifierade hot under perioden 1998-2009, analysera vilka strategier Sverige valt för att hantera hoten och bibehålla den maritima säkerheten.

För att identifiera hoten mot svenska intressen i Östersjön har teorin om det vidgade säkerhetsbegreppet använts för att med sektorerna; politik, ekonomi, samhälle, miljö samt militär identifiera de hot som regering och riksdag lyfter fram i propositioner och försvarsberedningar. Strategierna som har analyserats har fokus både på svenskt nationellt såväl som transnationellt samarbete och berör både nutid och framtid.

Resultatet av uppsatsen visar att Sverige lägger allt mer fokus på transnationellt samarbete med bl.a. EU och de nordiska länderna men att även instruktioner till svenska myndigheter betonar ökat behov av samarbete för att hantera de identifierade hoten.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Hallén, Björn. "En marin doktrin, varför då?" Thesis, Försvarshögskolan, 2021. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:fhs:diva-10018.

Full text

Abstract:

Denna uppsats frågeställning tar oss på en resa från kalla krigets kyligaste period med den strategiska kultur som präglade den svenska säkerhetsstrategin till läget idag med de förändringar som skett på vägen. Genom att fokusera på de försvarspropositioner och svenska marina doktriner eller doktrinliknande dokument som getts ut inom ramen för det tidsfönster som valts, 1980-2020, skapas en förståelse och en relation mellan det auktoritära och det auktoritäras beroenderelation. Beroenderelationen till befolkningen och omvärlden samt spårbarheten av detta i de marina doktrinerna. Harald Høiback har forskat inom militära doktriner och utvecklat en teori om vikten av balansen mellan de hörnstenar som ingår eller bör ingå i en militärdoktrin, för att doktrinen ska fylla det syfte som avses. Tillsammans med Elizabeth Kiers teori om strategisk kultur skapas ett verktyg som gör att analysen och förståelsen för vad som har varit, det som är och det som kan komma att bli, ökar. Balansen mellan det auktoritära och militärteori kan inledningsvis tyckas vara självklar men komplexiteten kopplat till säkerhetsstrategi gör att syftet med doktrinen emellanåt varierar, hur har det då sett ut, hur ser det ut idag, och hur kan det tänkas se ut framöver?

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Lust, Philipp. "Die Essential-Facilities-Doktrin im Telekommunikationsrecht /." Wien : WUV, 2001. http://www.gbv.de/dms/sbb-berlin/332201953.pdf.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Landewall, Anders. "Militärteorins influenser på svensk militär doktrin." Thesis, Försvarshögskolan, 2012. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:fhs:diva-3435.

Full text

Abstract:

Militär doktrinutveckling har beskrivits som en process där kunskap och beprövad erfarenhet omsätts i principer för användandet av militära medel. Militärteorin erbjuder vetenskaplig förankring till militära doktriner och dess påverkan på utvecklingen av doktriner är därför viktig. Förra året, 2011, gav Försvarsmakten ut en ny militärstrategisk doktrin, MSD12. Syftet med denna uppsats är att undersöka kopplingen mellan den svenska doktrinen och dess vetenskapliga förankring. Undersökningen visar bland annat att von Clausewitz teorier, såväl direkt som indirekt, har haft stor influens på doktrinen. Det är dock skillnad mellan hur doktrinen beskriver det som Clausewitz benämner krigets natur och vad som verkligen står i boken ”Om kriget”. Clausewitz beskriver krigets natur som en märklig treenighet sammansatt av den primitiva våldsamheten i dess element, hatet och fiendskapen som tillsammans kan betraktas som en blind naturkraft; av sannolikheternas och tillfälligheternas spel, som ger utrymme för ett fritt skapande sinne; och slutligen av att vara ett till politiken underordnat instrument, varigenom det betingas av det rena förståndet. Doktrinen beskriver krafterna som bildar krigets natur som Emotionell kraft(folket), Styrande rationell kraft (politiken) och Våldsutövande kraft (Försvarsmakten). Det är viktigt, bland annat kopplat till behovet av vetenskaplig förankring, att skilja på vad Clausewitz verkligen skrev och på andra förklaringsmodeller som härstammar från Clausewitz men som också på vissa punkter skiljer sig från originaltexten i ”Om kriget”.
The development of military doctrines has been described as a process where knowledge and well-tried experience turns to principles for the use of military forces. The military theory offers a scientific basis for military doctrines and influences from military theory are therefore an important part of the development of doctrines. Last year, 2011, The Swedish Armed Forces released a new military-strategic doctrine, MSD12. The purpose of this essay is to examine the link between the Swedish doctrine and its scientific basis. The examination has shown that the theory of Carl von Clausewitz regarding the nature of war has a great impact and influence on the content of the doctrine. The theory is used both through direct- and also through indirect influences. An analysis of how the doctrine relate to the factors that, according to Clausewitz, constitute the nature of war shows a discrepancy between its definition of the "remarkable trinity" and the definition given by Clausewitz himself. The book “On War” defines the components of the “trinity” as: The play of chance and probability, Primordial violence, hatred, and enmity and War's element of subordination to rational policy. The doctrine state that the “trinity” consists of: Emotional forces (the people), Rational forces (The politics and the policy) and Violence conducting forces (The Swedish Armed Forces). It is important to make a difference between what Clausewitz actually wrote and other concepts of a trinity that are derived from the “remarkable trinity” defined in “On War.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Larsson, Erika. "Margin of Appreciation : en kulturrelativistisk doktrin?" Thesis, Uppsala universitet, Tros- och livsåskådningsvetenskap, 2015. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:uu:diva-254369.

Full text

Abstract:

With the collapse of the Soviet Union and the 9/11 attacks, the landscape of the freedom of religion has changed. The issues now facing freedom of religion varies greatly from the issues that the drafters of the universal declaration of human rights faced after World War II. In the light of the new issues that States face in the intersection of religion and societal interest, scholars have criticized the European Court of Human Rights to give too much leeway to the States in determining how the human rights should be implemented, by using the doctrine of margin of appreciation. Critics of the margin of appreciation claim that it is based on culture relativism and that the doctrine undermines the universality of the human rights. In order to decide if the margin of appreciation has indeed led to a relativization of the human rights I compared it to the jurisprudence of the UN Human Rights Committee and its use of the Syracusa principles. My conclusion is that the jurisprudence of the European Court of Human Rights cannot be considered to be based on culture relativism. The jurisprudence of the UN Human Rights Committee is not entirely universal given that the contracting states can make reservation to articles in the ICCPR, which excludes the UN Committee’s jurisdiction of that specific provision in the treaty. Both the European Court and the UN Comittee has to balance their jurisdiction with sovereignty of the its member states and therefore it is inevitable that some leeway must be given to the member states, First of all, to decide whether the margin of appreciation is a sympton of culture relativity in a specific case, the Europan Court has to improve their way of describing and justifying how the margin of appreciation is used. Secondly, I will discuss the necessity to review the relationship between universalism and culture relativism in order to better understand international human rights law.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Månsson, Fredrik. "Militärstrategisk doktrin 2016 möter svensk armékultur." Thesis, Försvarshögskolan, 2020. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:fhs:diva-9391.

Full text

Abstract:

Militärstrategisk doktrin 2016 inriktar Försvarsmakten att förstå den militära strategin utifrån ett nytt perspektiv, en alliansstrategi. Försvarsmakten skall undvika att förlora enskilt för att sedan kunna vinna tillsammans med andra militära samarbetspartners, detta är nya förutsättningar i en svensk kontext. Den kvalitativa intervjustudien fokuseras på hur det militärstrategiska konceptet i den militärstrategiska doktrinen 2016 påverkar samspelet mellan militärstrategin och den högre taktiken inom den svenska Armén. Resultatet visar att en offensiv förförståelse på den högre taktiska nivån möter en mer defensiv militärstrategisk inriktning vilket kan vara problematiskt i samspelet mellan militärstrategin och den högre taktiken. Vidare visar resultatet på att en bristande implementering av den militärstrategiska doktrinen 2016 skapat en divergerande tolkning av den nya militärstrategin. Effekten av detta påverkar den kollektiva förståelsen avseende samspelet mellan den militära strategin och den högre taktiken.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Hallgren, John. "Rysslands maritima doktrin 2001 – En strategisk korpral?" Thesis, Swedish National Defence College, Swedish National Defence College, 2010. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:fhs:diva-789.

Full text

Abstract:

Rysslands doktrinella hierarki fungerar utan arenaspecifika doktriner. Det finns ett övergripande säkerhetsstrategiskt dokument, direkt underställt detta dokument finns den militära doktrinen. Ändå utformades 2001 en maritim doktrin som skall behandla det maritima läget och rysslands ekonomiska intressen på haven fram till år 2020. Varför denna doktrin utformades kan ha sitt svar i Rysslands ökade maritima intresse i och kring ryskt havsterritorium, men det kan även vara ett sätt att visa sina officiella ställningstaganden, intressen och intentioner öppet för världssamfundet. 2010 publicerades ett nytt säkerhetsstrategiskt dokument och samma år offentliggjordes även den nya militäradoktrinen. Det utformades i samma veva även en strategisk Arktisk doktrin som tillkännagav Rysslands intentioner och intressen i denna nya och oexploaterade region som tack vare jordens förhöjda medeltemperatur de senare åren har öppnat upp nya områden. Många nationer har blivit intresserade av detta nya område, bland annat USA, Kanada, Danmark och Norge. Detta har i sin tur skapat en grogrund, för tvister om gränsdragningar och om vem som har rätten till resursextraheringen i området. Det som detta arbete kommer att avhandla är, vad den äldre ryska maritima doktrinen har haft för inverkan påde senare utvecklade doktrinerna. Vad finns det för skillnader, likheter och vilka punkter har höjts till en merbeslutad nivå? Utifrån dessa kriterier kommer sedermera en estimering, om vad dessa variabler kan ha förinverkan, på ryska marinstridskrafters uppträdande i Arktis regionen i ett framtidsperspektiv.

Russian doctrine on set hierarchy works without specific arena doctrines. There is a comprehensive security strategy document, and as a direct subordinate to this document is the military doctrine. Yet in the year of 2001 a maritime doctrine was developed to deal with the maritime situation and Russia's economic interests in the seas until 2020. Why this doctrine was designed might have its answer in Russia's increased interest in maritime and Russian waters around the territory, but it can also be a way to show their official positions, interests and intentions open to the world community. In 2010 Russia published a new security strategy document, and the same year the new military doctrine was presented to the public. A strategic doctrine was also produced that announced Russia’s Arctic intentions and interests in this new and undeveloped region. That thanks to the earth's average temperature incensement in recent years has opened up new areas. Many nations are now interested in this new area, including the U.S., Canada, Denmark and Norway. This has created a dispute about the boundaries and who have the right to excavate the resources in the area. What this paper will discuss, is how the older Russian maritime doctrine has influenced the later developed doctrines. What are the differences, similarities, and what points have been raised to amore decision-making level? The based off these criteria will subsequently result, in an estimation of what impact these variables could have, on the Russian naval forces behaviour in the Arctic region ina future perspective.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Hellquist, Joachim. "Försvars- och säkerhetspolitisk resonans i militärstrategisk doktrin." Thesis, Försvarshögskolan, 2017. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:fhs:diva-7080.

Full text

Abstract:

In recent years the political situation in the Baltic sea region has deteriorated. This can mainly be referred to a change in Russia’s threat posture, which has caused Sweden to refocus military strategic doctrine from international peace operations towards national defence. The new doctrine involves elements of deterrence through what is called a “threshold effect” which is aimed at discouraging a potential aggressor from taking military action towards Sweden. The doctrine is implemented despite obvious lack of military power and that recent research questions the usefulness of deterrence strategies. This essay examines to what extent the discourse in political security policy is implemented in development of new doctrine. This is done by examining two cases of doctrine development in conjunction with different discourses in Swedish security policy. The implementation of security policy is viewed as a framing process, where the security policy frame is projected at the Swedish armed forces through a defence bill. The result of the examination show that the discourse in political security policy have a high degree of resonance in the military doctrine but that there are some areas connected to the defence forces narrative and culture where the frame lacks resonance. The adaptation of a deterring threshold affect can be connected to these circumstances.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

More sources

Books on the topic "Doktrin"

Meier, Thomas. Die Reagan-Doktrin. Bern: P. Lang, 1998.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Islam: Doktrin dan peradaban. [Jakarta]: Yayasan Wakaf Paramadina, 1992.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Siregar, L. Hidayat. Tarekat: Doktrin dan sejarah. Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2008.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Dāñāčaw, Waldé. Doktrin: Kamaṣeḥaf qedus simanaċ. ʼAdis ʼAbabā: [s.n.], 2006.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Landesverteidigungsakademie (Austria). Institut für Strategie und Sicherheitspolitik. Strategie: Theorie und Doktrin. Wien: Institut für Strategie und Sicherheidspolitik, 2002.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Fuady, Munir. Doktrin-doktrin modern dalam corporate law dan eksistensinya dalam hukum Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

M, Team Kajian Ilmiah Abituren 2007. Polaritas sektarian: Rekonstruksi doktrin 'pinggiran'. Kediri: Team Kajian Ilmiah Abituren '07, 2007.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Hendropriyono, Abdullah Machmud. Menuju reformasi doktrin keamanan nasional. Jakarta: Andalusia Bumi Pertiwi, 2013.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

(Indonesia), Lembaga Pertahanan Nasional, ed. Doktrin pertahanan keamanan rakyat semesta. Jakarta: Departemen Pertahanan Keamanan, Lembaga Pertahanan Nasional, 1991.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Abdurrachman, E. Pengaruh Wawasan Nusantara terhadap doktrin Hankamrata. [Jakarta]: Markas Besar Angkatan Bersenjata, Republik Indonesia, Lembaga Pertahanan Nasional, 1986.

Find full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

More sources

Book chapters on the topic "Doktrin"

Nolte, Georg. "Doktrin." In Eingreifen auf Einladung, 99–132. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg, 1999. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-642-58405-3_4.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Mohr, Hans. "Wissenschaft und Doktrin." In Wissen - Prinzip und Ressource, 181–95. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg, 1999. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-642-58481-7_10.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Mauntel, U. "Auge- und Ohr-Doktrin." In Juristische ExamensKlausuren, 167–86. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg, 1998. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-642-58889-1_11.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Schlenstedt, Dieter. "Doktrin und Dichtung im Widerstreit." In LiteraturGesellschaft DDR, 33–103. Stuttgart: J.B. Metzler, 2000. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-476-01814-4_2.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Woyke, Wichard. "Truman-Doktrin und Marshall-Plan." In Weltpolitik im Wandel, 131–42. Wiesbaden: Springer Fachmedien Wiesbaden, 2016. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-531-94262-9_11.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Wortmann, Rolf. "Die Doktrin der Flexible Response." In Frieden oder Sicherheit, 49–68. Wiesbaden: VS Verlag für Sozialwissenschaften, 1988. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-322-95601-9_2.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Szyrwińska, Anna. "Was interessierte Kant an der pietistischen Doktrin?" In Wiedergeborene Freiheit, 71–85. Wiesbaden: Springer Fachmedien Wiesbaden, 2016. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-658-15184-3_6.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Lorbach, Lea. "Die Stolpe-Doktrin und darauf basierende Entscheidungen." In Die Stolpe-Doktrin und ihre Anwendung auf verdeckte Äußerungen und Bildberichterstattungen, 71–123. Wiesbaden: Springer Fachmedien Wiesbaden, 2022. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-658-37871-4_3.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Dymerskaya-Tsigelman, Liudmila. "Die Doktrin des Stalinschen Antisemitismus. Zur Entstehungsgeschichte." In Der Spätstalinismus und die "jüdische" Frage, 29–52. Köln: Böhlau Verlag, 1998. http://dx.doi.org/10.7788/9783412304324-002.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Stender-Vorwachs, Jutta, and Natalia Theißen. "Von der Coverture-Doktrin zu vermögensrechtlicher Autonomie." In Reformforderungen zum Familienrecht international, 481–501. Köln: Böhlau Verlag, 2015. http://dx.doi.org/10.7788/9783412503802-016.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Conference papers on the topic "Doktrin"

Hasibah, Syaffin Humaira, Elsa Berliana Oktaviani, and Saniatul Fadilah. "Pruitt Igoe, Saksi Bisu Runtuhnya Arsitektur Modern." In Temu Ilmiah IPLBI 2021. Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia, 2021. http://dx.doi.org/10.32315/ti.9.g009.

Full text

Abstract:

Gerakan Arsitektur Modern (Modern Architecture Movement)dengan doktrin rasionalisme, behaviorisme, pragmatisme sebagai keagungannya mulai memudar semenjak dihancurkannya bangunan Pruitt Igoe Housing di St.Louis, Missouri, Amerika Serikat pada tanggal 15 Juli 1972. Kemegahan Pruitt Igoe sebagai ide besar CIAM (Congress International d’Architect Moderne) yang merupakan kelompok para pelopor Arsitektur Modern dan memenangkan penghargaan dari ‘The American Institute of Architects’ (AIA) pada tahun 1961 ternyata tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Bangunan yang awalnya diharapkan dapat membaurkan kedua ras, malah terjadinya kesenjangan ekonomi dan sosial menjadi salah satu daerah yang dihuni oleh ras berkulit hitam dan putih. Dalam proyek pembangunanya Pruitt Igoe berusaha menerapkan teori-teori arsitektur modern sesuai konteks. Arsitektur juga dipergunakan sebagai alat kepentingan pemerintah, politik, bisnis, sehingga makin memperparah kondisi Pruitt Igoe pada saat itu. Kata-kunci : Pruitt-Igoe, arsitektur modern, doktrin, rumah susun, kehancuran

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Zapivalov, N. "NOVAJa NAUChNO-PRAKTIChESKAJa DOKTRINA V NEFTEGAZOVOJ GEOLOGII." In International Workshop "Multiscale Biomechanics and Tribology of Inorganic and Organic Systems" ; Mezhdunarodnaja konferencija "Perspektivnye materialy s ierarhicheskoj strukturoj dlja novyh tehnologij i nadezhnyh konstrukcij" ; VIII Vserossijskaja nauchno-prakticheskaja konferencija s mezhdunarodnym uchastiem, posvjashhennaja 50-letiju osnovanija Instituta himii nefti "Dobycha, podgotovka, transport nefti i gaza". Tomsk State University, 2019. http://dx.doi.org/10.17223/9785946218412/446.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Dushkina, Iana Olegovna. "Ucheniia o biudzhete v doktrine otechestvennogo finansovogo prava." In All-Russian scientific and practical conference. Publishing house Sreda, 2022. http://dx.doi.org/10.31483/r-104445.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Pleps, Jānis. "Valstiskās nepārtrauktības doktrīna Satversmes tiesas praksē." In 6th International Scientific Conference of the Faculty of Law of the University of Latvia. University of Latvia Press, 2016. http://dx.doi.org/10.22364/cvcls.1.2016.01.

Full text

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Apse, Diāna. "Īpašā doktrīna un jaunā tiesiskā realitāte." In The 8th International Scientific Conference of the Faculty of Law of the University of Latvia. University of Latvia Press, 2022. http://dx.doi.org/10.22364/iscflul.8.1.08.

Full text

Abstract:

Although legal science (including special doctrine) is a source of subsidiary law, it has a growing role in understanding, applying, creating and further developing the law in order to achieve justice – an independent and divided will for everyone’s rights. Judges use their freedom to express special doctrine very responsibly, even modestly. Authoritative criticism of the special doctrine in legal science can, in some cases, promote, as well as “slow down” the self-sufficiency of the court composition, the efficiency and influence of applying this legal institute. The special doctrine clarifies the rule of law, but, for the time being, outside the question of the pandemic. Legal practitioners can achieve justice through applying particular types of sources of law as specifically as possible, in conjunction with the dimensional aspect of the doctrine of national sources of law.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Dzimko, Jakub, Lenka Ušiaková, and Andrea Barancová. "SMRŤ DLŽNÍKA V PROCESE ODDLŽENIA FYZICKEJ OSOBY." In Košické dni súkromného práva IV. Univerzita Pavla Jozefa Šafárika, Vydavateľstvo ŠafárikPress, 2022. http://dx.doi.org/10.33542/kds22-0098-1-18.

Full text

Abstract:

Právna doktrína chápe smrť fyzickej osoby ako ultimatívnu právnu skutočnosť, pri ktorej je objektívne nespochybniteľné, že v budúcnosti nastane. Smrťou zaniká ex lege spôsobilosť fyzickej osoby mať práva a povinnosti, a teda jej právna subjektivita. Smrť fyzickej osoby – dlžníka má nesporne veľký význam na priebeh oddlženia fyzickej osoby podľa zákona č. 7/2005 Z. z. o konkurze a reštrukturalizácii v platnom znení. Predkladaný článok analyzuje právnu úpravu, ako aj postup príslušných orgánov v prípade smrti dlžníka počas procesu oddlženia fyzickej osoby, ako aj vplyv prebiehajúceho insolvenčného konania na dedičské konanie.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Huszthy, Viola. "Az autonóm tanuláshoz szükséges tanári és tanulói kompetenciák digitális tanulási környezetben." In Agria Média 2020 : „Az oktatás digitális átállása korunk pedagógiai forradalma”. Eszterházy Károly Egyetem Líceum Kiadó, 2021. http://dx.doi.org/10.17048/am.2020.311.

Full text

Abstract:

Doktori tanulmányaim során az idegennyelv-tudás önálló fejlesztésének lehetőségeit kutatom az aktuális digitális pedagógiai környezetben. Másodéves doktorandusz hallgatóként a kutatás megalapozó fázisánál tartok, vagyis célom a későbbi empirikus kutatás stabil elméleti bázisának kialakítása. Elméleti, strukturáló munkám során dokumentumelemzés révén szeretném az autonóm, tanuláshoz szükséges tanári-, valamint tanulói kompetenciákat minél pontosabban meghatározni, definiálni a mai elektronikus tanulási környezetben. A digitális technológia alkalmazása ma már a modern pedagógia megkerülhetetlen része, a felsőoktatásban egyre inkább elterjednek a távoktatási formák, míg a középiskolákban a digitális tanrend kihívásaival kellett/kell megküzdenie a tanulóknak, tanároknak. Ezekből is kitűnik, hogy az önszabályozott tanulásra való képesség fontossága napjainkra jelentősen megnőtt, a továbbtanulás sikerességének egyik kulcsa. Az elméleti kutatás során tehát az autonóm tanulás négy fő területéhez kapcsolódó kompetenciákat azonosítom tanári és tanulói oldalról, ezek a kogníció, motiváció, viselkedés és kontextus. Az előkutatás eredményei amellett, hogy a későbbi empirikus kutatás alapjául szolgálnak, segítséget nyújthatnak a tanulóknak autonómiájuk hatékony fejlesztésében, a tanároknak pedig támogatás lehet, a paradigmaváltás korában az esetleges attitűdbéli változáshoz.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Bobay, István Zoltán. "A mexikói osztrák önkéntes sereg magyarországi katonáinak életrajzi adattáráról a legújabb kutatási eredmények tükrében." In Idegen hadakban. Eszterházy Károly Katolikus Egyetem Líceum Kiadó, 2022. http://dx.doi.org/10.17048/magyarkatonakavilagtajain.2022.15.

Full text

Abstract:

A szerző készülő doktori disszertációjának mellékleteként közölni tervezi a mexikói osztrák önkéntes sereg magyar honos katonáinak átfogó biográfiai adattárát. Ezen munka a néhai jeles történész, Tardy Lajos hagyatékára épül, aki az 1980-as években végzett mélyreható kutatásokat a bécsi hadilevéltárban a mexikói magyar önkéntesekre vonatkozóan, megkezdve a magyar katonák névsorának az összeállítását. A további feltárásokat és az anyagnak a feldolgozását azonban már nem tudta elvégezni 1990 januárjában tragikus hirtelenséggel bekövetkezett halála miatt, csupán egy részleges lista került leközlésre halálát követően a Hadtörténelmi Közleményekben. A Tardy család a szerzőre bízta e nagy volumenű kutatási anyag feldolgozását, melyhez a szerző hazai és amerikai levéltári kutatásokon felül 2018 márciusa és 2019 februárja között Mexikóban, az Instituto Dr. José María Luis Mora vendégkutatójaként végzett további levéltári adatgyűjtéseket. Jelenleg egy Klebelsberg Kuno-ösztöndíj segítségével a bécsi Österreichisches Staatsarchiv Kriegsarchiv tagintézményében őrzött törzslapok alapján a seregben szolgált magyar honos katonák teljes létszámának a felülvizsgálatát végzi. A tanulmányban e kutatási eredményeit ismerteti.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

BARLAS, Dilek. "TÜRKİYE CUMHURİYETİ DIŞ POLİTİKASINA GENEL BAKIŞ 1923-1960." In 9. Uluslararası Atatürk Kongresi. Ankara: Atatürk Araştırma Merkezi Yayınları, 2021. http://dx.doi.org/10.51824/978-975-17-4794-5.13.

Full text

Abstract:

1923-1938 Atatürk dönemi dış politikasını bağlantısız bir dış politika diye nitelendirebiliriz. Bu dönemde Türkiye hiçbir büyük güce kendisini bağımlı hissetmemiştir. Zaten dünya ekonomik krizi nedeniyle tüm ülkeler içlerine kapanmak zorunda kalmıştır. Öte yandan kriz nedeniyle güçlenen Faşist İtalya ve Nazi Almanya’sı çevrelerine tehdit oluşturmaya başlamışlar ve bu durum Türkiye’yi komşuları ile daha yakın bir ilişkiye girmesini sağlamıştır. Atatürk özellikle Balkan ülkeleri ile iş birliğine önem vermiş hatta bu iş birliğini Akdeniz’e de yaymak istemiştir. 1939 yılında savaşın başlamasıyla Türkiye, İngiltere ve Fransa ile ittifak antlaşması imzalamak zorunda kalmıştır. Buna rağmen Türkiye bu ülkeler safında savaşa girmeyerek tarafsız bir politika izlemiştir. Savaşın sonuna doğru Birleşmiş Milletlerin bir parçası olabilmek için Mihver devletlerine savaş ilan etmiştir. 1946 yılında Missouri’nin Türkiye’yi ziyareti Ankara’nın Washington ile yakınlaşmasına doğru atılan ilk adımdır. Bundan sonraki adım Truman doktrinini Türkiye’nin kabul etmesidir. 1947’den sonra Pax Britannica döneminden Pax Americana dönemine geçilmiş, Türkiye de kaçınılmaz olarak yeni dünya düzeninin içerisinde yerini almaya başlamıştır. Türkiye’nin ABD ile ilişkisi Avrupa devletleri ile olan ilişkilerinden farklıdır. Osmanlı mirasından dolayı Avrupa’nın büyük güçlerine karşı temkinli davranan Türkiye, ABD ile ilişkileri geliştirmekte daha istekli davranmıştır. Oysa İngiltere bölgeden hemen çekilmemiştir. 1957 Eisenhower Doktrinine kadar özellikle Ortadoğu bölgesinde ABD ve İngiltere birlikte hareket etmişlerdir. Ankara Washington ile daha yakın ilişkiye girmek istese de ABD bölgeye temkinli yaklaşmaktadır. 1952 yılında Türkiye’nin NATO’ya girişi iki ülkeyi birbirine daha yakınlaştırmıştır. 1955 yılında ABD, İngiltere’nin üye olduğu Bağdat Paktını desteklese de ancak 1957 yılında Eisenhower Doktrini ile Ortadoğu’da daha etkili hale gelmiştir. Ankara’nın İngiltere ve ABD’ye karşı ikilemli tutumu da bu tarihten sonra daha netleşmiştir.

APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

Contents

Academic literature on the topic 'Doktrin'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Journal articles on the topic "Doktrin"

Dissertations / Theses on the topic "Doktrin"

Books on the topic "Doktrin"

Book chapters on the topic "Doktrin"

Conference papers on the topic "Doktrin"