To see the other types of publications on this topic, follow the link: Doktrin.

Journal articles on the topic 'Doktrin'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Doktrin.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Matalu, Ranjawali. "TINJAUAN TERHADAP DOKTRIN KOVENAN KERJA DALAM TEOLOGI REFORMED." VERBUM CHRISTI: JURNAL TEOLOGI REFORMED INJILI 1, no. 2 (September 6, 2017): 200–237. http://dx.doi.org/10.51688/vc1.2.2014.art2.

Full text
Abstract:
Dalam artikel ini, pertama-tama penulis membahas asal mula doktrin kovenan kerja, yang menurut hemat penulis, terutama dimulai pada zaman reformasi. Di dalamnya, penulis menyimpulkan bahwa doktrin ini dipelopori oleh Bullinger dan Calvin. Akan tetapi, dalam perkembangannya di kemudian hari, muncul perbedaan pandangan di antara para teolog Reformed mengenai apakah doktrin kovenan kerja diajarkan dalam Kitab Suci atau tidak. Karena itu, dalam bagian berikutnya, penulis mencoba menganalisis argumen- argumen yang dikemukakan penentang doktrin kovenan kerja. Dari analisis ini, penulis menyimpulkan bahwa argumen-argumen yang mereka kemukakan tidak selaras dengan ajaran Alkitab. Kesimpulan ini membawa kita untuk melihat lebih lanjut implikasi doktrinal yang ada ketika kita menerima doktrin kovenan kerja. Dalam artikel ini, penulis membahas dua implikasi doktrinal, yaitu doktrin transmisi dosa dan ketidakberdosaan Kristus.?
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Jonaidi, Dona Pratama, and Andri G. Wibisana. "LANDASAN DOKTRINER HAK GUGAT PEMERINTAH TERHADAP KERUGIAN LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA." Jurnal Bina Mulia Hukum 5, no. 1 (September 23, 2020): 156–75. http://dx.doi.org/10.23920/jbmh.v5i1.9.

Full text
Abstract:
ABSTRAKMeskipun hak gugat pemerintah atas kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup telah menjadi hal yang lazim dewasa ini, namun di Indonesia landasan doktriner gugatan pemerintah tersebut masih jarang diperbincangkan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum doktrinal, penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis landasan teoretis hak gugat pemerintah. Berdasarkan kajian analisis atas peraturan dan putusan pengadilan yang berlaku, serta melakukan perbandingan dengan doktrin-doktrin yang berlaku dalam tradisi common law, tulisan ini menemukan bahwa gugatan pemerintah telah diajukan dalam beberapa dasar teoretis yang berbeda, antara lain: i) pemerintah sebagai wali lingkungan hidup; ii) kerugian negara; dan iii) konsekuensi tanggung jawab negara terkait lingkungan hidup. Selain itu, hak gugat pemerintah di Indonesia memiliki karakteristik yang serupa dengan yang ditemukan dalam doktrin public trust dan doktrin parens patriae. Kemiripan ini membawa pada konsekuensi hukum bahwa gugatan pemerintah atas pencemaran harus ditujukan semata-mata untuk memulihkan lingkungan hidup yang mengalami kerusakan/pencemaran.Kata kunci: doktrin; hak gugat pemerintah; kerugian lingkungan hidup. ABSTRACTDespite the government’s right to sue for environmental damage is a common practice in various countries nowadays, in Indonesia the theoretical basis of it is rare to be discussed. Using a doctrinal-research, this article analyzes the government’s right to sue with prevailing laws and court rulings and compares it to several common law doctrines. This article finds the government’s right to sue in Indonesia is based to three different theories, including: i) the government as a trustee of public natural resources; ii) state’s damage; and iii) the tail of state’s responsibility. In addition, the government’s right to sue also shares similar characteristics found in the public trust doctrine and parens patriae doctrine. The similarities bring about the legal basis that the government’s suit against pollution should primarily aim at restoration.Keywords: doctrine; environmental damage; government’s right to sue.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Ibrahim, Mohammad. "Pembatasan Kekuasaan Amendemen Konstitusi: Teori, Praktik di Beberapa Negara dan Relevansinya di Indonesia." Jurnal Konstitusi 17, no. 3 (November 10, 2020): 558. http://dx.doi.org/10.31078/jk1735.

Full text
Abstract:
Dalam studi perbandingan hukum tata negara, doktrin amendemen konstitusi yang inkonstitusional telah banyak menarik perhatian para sarjana dalam beberapa tahun terakhir. Konsekuensi dari doktrin amendemen konstitusi yang inkonstitusional adalah adanya pembatasan kekuasaan amendemen konstitusi. Artikel ini bermaksud untuk menjelaskan doktrin amandemen konstitusi yang inkonstitusional yang berimplikasi pada pembatasan kekuasaan amendemen konstitusi. Selain itu, artikel ini juga membahas praktik pembatasan kekuasaan amendemen konstitusi di beberapa negara seperti Jerman, India dan Kolombia. Berdasarkan teori dan praktik atas pembatasan kekuasaan amendemen konstitusi, artikel ini berupaya untuk menjawab apakah doktrin amendemen konstitusi yang inkonstitusional dapat diterapkan di Indonesia. Dalam artikel ini dikemukakan bahwa dalam UUD 1945 terdapat ketentuan yang tidak dapat diubah. Oleh karenanya, Mahkamah Konstitusi dapat mengadopsi doktrin amendemen konstitusi yang inkonstitusional jika amendemen konstitusi dilakukan terhadap ketentuan yang tidak dapat diganggu gugat dalam konstitusi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan komparatif.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Hanif, Abdulloh. "Sekularisasi Kesadaran Dan Penafsiran Ulang Doktrin-Doktrin Agama." FIKRAH 5, no. 1 (June 22, 2017): 99. http://dx.doi.org/10.21043/fikrah.v5i1.1960.

Full text
Abstract:
<span>The Modern Age gave rise to secular ideology. Religionists got worry about religion that is getting out of the community of life. Research proves that secularization has revolutionized the religion of society with the traditions they carry. </span><em><span>Turas</span></em><span> (tradition) in this context is dogma, that is, something that has the truth and is based on religious texts. It can be either the text itself or the thought. In order to appreciate </span><span>Turas</span><span> as a dogma in the modern world, it must undergo a process of secularization. In this case, <em>turats</em> should be viewed live with the community and historic. <em>Turas</em> is not a transcendent element apart from the life of society. Hassan Hanafi and Khaled Abou el-Fadl received secularization and led him to revise the meaning of tura by using three approaches in reading turats, revolutions, transcendence, and hermeneutics. Secularization is not the abandonment of religious dogma but it reconstructs the appropriate meaning.</span>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Tan, Kian Guan. "Kebenaran Doktrin Antropologi dan Soteriologi Bagi Kepentingan Etika Lingkungan." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 13, no. 2 (October 1, 2012): 203–16. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v13i2.264.

Full text
Abstract:
Orang-orang sekuler menuduh kekristenan sebagai agama yang paling bertanggung jawab atas kerusakan ekologi. Menurut mereka, ajaran-ajaran kekristenan seperti antropologi dan soteriologi lebih mengutamakan manusia daripada ciptaan yang lain. Kalau memang benar ajaran doktrinal di atas yang menyebabkan terjadinya masalah ekologi, maka ini selaras dengan pernyataan Alister E. McGrath bahwa etika Kristen merupakan hasil yang keluar dari doktrin Kristen. Namun tentu bukan hasil etika seperti ini yang ia maksud. Sebaliknya, doktrin Kristen harus dibangun dan dipahami dengan benar sesuai Alkitab karena itu akan mempengaruhi seluruh etika Kristen. Dari permasalahan di atas, penulis memandang perlu untuk menegakkan kebenaran dari kedua doktrin tersebut supaya: pertama, orangorang Kristen dapat lebih utuh memahami dan mengimplementasikannya sehingga tidak menjadi batu sandungan lagi; dan kedua, golongan sekuler memahami kebenaran dari ayat-ayat yang dituduhkan dan mengerti bahwa kekristenan tidak antiekologi, namun mementingkan lingkungan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Hartopo, Yohanes Adrie. "Doktrin Sola Scriptura ." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 3, no. 1 (April 1, 2002): 1–13. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v3i1.77.

Full text
Abstract:
“Unless I am convinced by Sacred Scripture or by evident reason, I will not recant. My conscience is held captive by the Word of God and to act against conscience is neither right nor safe.” Kata-kata ini diucapkan oleh Martin Luther pada 18 April 1521 ketika ia diajukan pada sidang kekaisaran di kota Worms di hadapan kaisar Charles V yang menjadi penguasa Jerman (dan beberapa bagian Eropa lainnya) pada saat itu, serta di hadapan para pemimpin gerejawi. Luther dipanggil ke kota ini dengan tujuan supaya ia menarik kembali perkataan dan pengajarannya. Ia diminta mengaku salah di depan publik untuk apa yang ia tuliskan dan ajarkan tentang injil, keselamatan melalui iman, dan hakikat gereja. Tetapi ia tidak bersedia melakukannya. Mengapa Luther tidak bersedia? Sebab hati nuraninya dikuasai sepenuhnya oleh firman Tuhan. Ia yakin sepenuhnya bahwa Alkitab dengan jelas mengajarkan kebenaran tentang manusia, jalan keselamatan, dan kehidupan Kristen. Ia melihat bahwa kebenaran-kebenaran yang penting ini sudah dikaburkan dan diselewengkan oleh gereja-gereja pada saat itu, yang seharusnya justru menjadi pembela yang setia. Di mata Luther, dasar penyelewengan gereja pada saat itu adalah pengajaran yang tidak sesuai dengan Alkitab. Ia tidak dapat tahan lagi melihat kerusakan gereja yang telah melawan Alkitab, yang juga sudah mencemari aspek-aspek kehidupan gereja lainnya. Di sinilah kita melihat sikap Reformasi terhadap Alkitab. Prinsip penting yang ditegakkan dalam gerakan Reformasi adalah Sola Scriptura (hanya percaya kepada apa yang dikatakan oleh Alkitab yang adalah firman Tuhan, karena hanya Alkitab yang memiliki otoritas tertinggi). Kita mengetahui dua ungkapan yang mewakili gerakan Reformasi yaitu Sola Fide dan Sola Scriptura. Sering dikatakan bahwa Sola Fide adalah prinsip material dari pengajaran Reformasi, sedangkan Sola Scriptura adalah prinsip formalnya. Kalau ditelusuri lebih dalam lagi maka jelaslah bahwa prinsip Sola Scriptura ada di balik semua perdebatan mengenai pembenaran melalui iman, karena Luther yakin sekali bahwa kebenaran ini diajarkan di dalam Alkitab.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Ashidqi, Fadlurrahman. "Problem Doktrin Sekulerisme." KALIMAH 12, no. 2 (September 15, 2014): 213. http://dx.doi.org/10.21111/klm.v12i2.237.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Un, Antonius. "PENDASARAN TEOLOGIS BAGI PEMIKIRAN POLITIK JOHN CALVIN." VERBUM CHRISTI: JURNAL TEOLOGI REFORMED INJILI 2, no. 1 (June 5, 2020): 115–52. http://dx.doi.org/10.51688/vc2.1.2015.art5.

Full text
Abstract:
Sebagai seorang teolog, John Calvin mendasarkan pemikiran politiknya atas doktrin-doktrin teologis. Dalam kajian terhadap pemikiran politiknya, paling tidak dalam bagian pemerintahan aristokratis-demokratis, terlihat Calvin mengasumsikan sejumlah doktrin penting yakni doktrin Alkitab, doktrin kedaulatan Allah dan doktrin dosa. Ketiga doktrin ini memberi pengaruh paling tidak, bagi eksistensi pemerintahan, pentingnya hukum, dan kepemimpinan plural.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Arifki, Nindi Achid, and Ilima Fitri Azmi. "PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERPAJAKAN (SUATU KAJIAN HUKUM DOKTRINAL)." Jurnal Administrasi Negara 24, no. 1 (June 26, 2018): 33–46. http://dx.doi.org/10.33509/jan.v24i1.136.

Full text
Abstract:
Artikel ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam penerapan pertanggungjawaban korporasi di Indonesia dalam penyelesaian sengketa perpajakan. Penerapan pertanggungjawaban korporasi di Indonesia sangat dipengaruhi bentuk hubungan kerja direksi, pemilik dan organ perseroan. Hubungan kerja ini berdampak pada adanya ruang lingkup pertanggungjawaban tertentu dari masing-masing bentuk korporasi (yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum). Ruang lingkup yang terbatas ini memberikan konsekuensi tersendiri atas perbuatan hukum korporasi. Seperti halnya perbuatan hukum dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, pengaturan subjek hukum sebagai Artificial Person dalam mewakili tindakan dan perbuatan hukum korporasi yang diatur dalam konsep Hukum Perdata, secara khusus juga diatur dalam Undang-undang perpajakan. Pembahasan terkait hal tersebut dikaji dengan menggunakan metode penelitian hukum doktrinal, dimana dengan menggunakan pendekatan hermeneutik guna menerjemahkan doktrin-doktrin yang mendasarinya, sehingga dapat dicapai sebuah kesimpulan bahwa terdapat doktrin lifting the corporate veil berkenaan dengan pengaturan pertanggungjawaban korporasi dalam penyelesaian sengketa perpajakan sehingga penentuan subjek hukum korporasi menjadi lebih luas. Pertanggungjawaban korporasi tidak terbatas pada pengurus saja tetapi dapat mencakup pemegang saham maupun pegendali perusahaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Asnawi, Muhammad Natsir. "PERLINDUNGAN HUKUM KONTRAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM KONTRAK KONTEMPORER." Masalah-Masalah Hukum 46, no. 1 (February 24, 2018): 55. http://dx.doi.org/10.14710/mmh.46.1.2017.55-68.

Full text
Abstract:
Doktrin hukum pada prinsipnya terbagi atas dua, yaitu doktrin klasik dan doktrin kontemporer. Doktrin hukum kontrak klasik menekankan pada aspek kepastian hukum. Aspek ini tergambar dari penekanannya bahwa setiap pernyataan kehendak harus dituangkan dalam kontrak yang ditandatangani para pihak agar memiliki kekuatan mengikat. Doktrin klasik membedakan secara tegas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Tuntutan atas pelanggaran kontrak harus dengan dasar wanprestasi, bukan perbuatan melawan hukum. Sebaliknya, doktrin kontemporer lebih menekankan pada aspek keadilan dan kepatutan. Doktrin kontemporer mengenal kontrak sebagai konstruksi yang terdiri atas tahap pracontractual, contractual, dan postcontractual. Karenanya, doktrin kontemporer menganggap janji-janji pra kontrak memiliki akibat hukum tertentu, hal mana berbeda dengan doktrin klasik yang tidak mengakui adanya akibat hukum pra kontrak. Doktrin kontemporer juga tidak lagi membedakan secara tegas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum sebagai dasar gugatan pelanggaran kontrak karena wanprestasi pada prinsipnya merupakan specific genus dari perbuatan melawan hukum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Nurhayati, Yati, Ifrani Ifrani, and M. Yasir Said. "METODOLOGI NORMATIF DAN EMPIRIS DALAM PERSPEKTIF ILMU HUKUM." Jurnal Penegakan Hukum Indonesia 2, no. 1 (January 17, 2021): 1–20. http://dx.doi.org/10.51749/jphi.v2i1.14.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik metode penelitian hukum normatif serta empiris dan kapan penggunaanya dalam sebuah penelitian hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian normatif, metode ini dipilih karena obyek kajian penelitian adalah mengenai asas dan prinsip hukum, kaidah hukum, teori dan doktrin hukum dari para ahli hukum. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Penelitian normatif (doktrinal), yaitu penelitian terhadap hukum yang dikonsepkan dan dikembangkan atas dasar doktrin. Metode ini dimaknai sebagai penelitian hukum dalam tataran norma, kaidah, asas-asas, teori, filosofi, dan aturan hukum guna mencari solusi atau jawaban atas permasalahan baik dalam bentuk kekosongan hukum, konflik norma, atau kekaburan norma. Sedangkan Penelitian hukum empiris merupakan penelitian berkarakteristik non-doktrinal yang dilakukan melalui penelitian lapangan. Dalam penelitian ini dikumpulkan data yang kemudian diolah sesuai dengan teknik analisis yang dipakai yang dituangkan dalam bentuk deskriptif guna memperoleh keadaan sebenarnya dari hukum sebagai kenyataan sosial.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Sulistio, Thio Christian. "Kesaksian Internal Roh Kudus menurut John Calvin." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 3, no. 2 (December 20, 2018): 243–53. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v3i2.97.

Full text
Abstract:
Doktrin kesaksian internal Roh Kudus merupakan doktrin yang sangat penting bagi kekristenan terutama kalangan Reformed, terutama dalam membentuk epistemologi Kristen. Mengapa kita menerima kekristenan sebagai pengajaran yang benar dari Allah? Mengapa kita menerima Alkitab sebagai firman Allah? Jawabannya ada pada kesaksian internal Roh Kudus. Di dalam artikel ini kita akan membahas doktrin kesaksian internal Roh Kudus menurut salah seorang tokoh Reformator, yaitu John Calvin. Dibandingkan Luther, Calvin mengajarkan doktrin ini lebih jelas. Setiap kali orang berbicara mengenai otoritas Alkitab maka ia juga akan berbicara tentang kesaksian internal Roh Kudus menurut Calvin. Doktrin ini juga penting bagi kita untuk memahami seluruh doktrin pengetahuan akan Allah dan seluruh sistem teologi Calvin. Bagi Calvin sendiri doktrin ini merupakan dasar dari seluruh pengetahuan akan Allah. B. B. Warfield mengatakan demikian, “His doctrine of the testimony of the Holy Spirit is the keystone of his doctrine of the knowledge of God.” Meski demikian doktrin ini bukan tanpa kritikan. David Friedrich Strauss, misalnya, pernah mengatakan bahwa doktrin ini merupakan titik lemah dari teologi Protestan. Karena tidak ada dasar rasional bagi seseorang untuk percaya kepada Alkitab sebagai firman Allah ketika seseorang hanya menunjuk kembali kepada Allah.2 Argumen demikian diangap argumen sirkular dan lemah. Bagaimana sebenarnya doktrin ini menurut Calvin? Apa kaitan antara doktrin ini dan otoritas Alkitab? Apakah doktrin ini mengabaikan “pembuktian rasional”? Artikel ini akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut. Untuk itu yang pertama-tama akan dibahas adalah konteks historis doktrin ini dan konteksnya di dalam Institutio. Setelah itu akan dibahas kaitan doktrin ini dengan otoritas Alkitab kemudian kaitannya dengan “pembuktian rasional” menurut Calvin.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Purdaryanto, Samuel. "DESKRIPSI HISTORIS DOKTRIN KRISTOLOGI." SESAWI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 1 (December 27, 2020): 156–69. http://dx.doi.org/10.53687/sjtpk.v2i1.19.

Full text
Abstract:
Kristologi merupakan doktrin penting dan central bagi iman Kristen. Oleh karena itu, melihat sejarah doktrin Kristologi diperlukan untuk melihat asal dan perkembangannya. Penelitian ini merupakan deskripsi sejarah asal-mula dan perkembangan doktrin Kristologi. Peneletian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analisis. Metode ini dipilih agar lebih mudah dalam mengumpulkan data-data literatur yang berkaitan dengan topic penelitian. Pembahasan mengenai kehidupan dan pribadi Kristus sudah dimulai sejak abad permulaan. Penyesatan doktrin Kristologi sudah terjadi pada abad permulaan. Pandangan yang berbeda tentang doktrin kristologi membawa kepada pertikaian yang pada akhirnya harus diselesaikan melalui konsili. Diskusi mengenai Kristologi ini masih terus berkembang hingga mencapai puncaknya pada abad ke-19.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Firmansyah, Farid. "DOKTRIN WIRAUSAHA ALA RASÛLULLÂH." AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial 4, no. 2 (September 2, 2013): 243–56. http://dx.doi.org/10.19105/al-lhkam.v4i2.275.

Full text
Abstract:
Indonesia face the challenge of economy globalization era that isfree trade system that has been agreed by the world. Tradesystem and free-opened investment becomes globalcommitment signed by agreement of GATT (General Agreementon Tariffs and Trade) and the form of world trade organization,WTO. Indonesia must be able to prepare human resource to facethis global challenge. Indonesian government needs younggeneration that has competitive advantage. It means that theyare ready to do business by following the model of a truebusinessman figure, our prophet Muhammad saw. It is hopedthat young Indonesians can develop the Indonesian economy byapplying business management that had been applied by theprophet Muhammad saw. It has been proved that hismanagement principle that he did was accurate and reliable thatmade his business form always get profit and never loss.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Bisariyadi, Bisariyadi. "Membedah Doktrin Kerugian Konstitusional." Jurnal Konstitusi 14, no. 1 (July 24, 2017): 22. http://dx.doi.org/10.31078/jk1412.

Full text
Abstract:
Penetapan ukuran kerugian konstitusional memiliki kedudukan strategis sebagai pintu gerbang atas pengujian norma yang hendak diuji. Mahkamah Konstitusi merumuskan syarat kerugian konstitusional berdasarkan penafsiran Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Doktrin kerugian konstitusional terdiri dari lima syarat yang dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok. Kelompok pertama berisikan unsur-unsur yang harus dipenuhi pemohon terdiri dari (i) adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional dan (ii) ada kerugian. Kelompok kedua merupakan prosedur pengujian mengenai ukuran kerugian yang diderita pemohon yang didalamnya yang terdiri dari (i) bentuk kerugian, (ii) hubungan kausalitas dan (iii) pemulihan kerugian. Kelima syarat ini bersifat kumulatif. Dalam penerapannya, doktrin kerugian konstitusional ini sangatlah dinamis. Ada kecenderungan bahwa doktrin ini menyimpan permasalahan. Tulisan ini berupaya mengidentifikasi masalah yang ada dalam penerapan doktrin kerugian konstitusional. Salah satunya adalah tumpang tindihnya antara pembuktian hak konstitusional pemohon dalam bagian kedudukan hukum dengan pengujian norma dalam pokok perkara. Sedangkan konkretisasi pembuktian unsur kerugian berkelindan dengan pengujiannya dalam kelompok doktrin kedua. Oleh karenanya, tulisan ini berkesimpulan bahwa telah ada kebutuhan untuk melakukan penyempurnaan doktrin kerugian konstitusional dengan melakukan penafsiran ulang atas Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan tidak lagi mencantumkan kelompok pertama dalam doktrin kerugian konstitusional untuk pemeriksaan pengujian Undang-Undang di masa yang akan datang.The concept of constitutional injury is a substantial pre-requisite in the examination of judicial review case. The Constitutional Court drafted the concept as an interpretation of Article 51(1) of the Law on the Constitutional Court. It consists of five conditions that can be classified into two groups. The first group contains elements that must be met by the applicant which are (i) constitutional rights and/or authorities and (ii) injuries. The second group is the test in regard to the size of the injury suffered by the applicant therein consisting of (i) forms of injury, (ii) causality and (iii) redressability. The requirement is accumulative. Yet in practice the doctrine is variedly applied. There is tendency the doctrine itself causes problems. This paper seeks to identify the problems and aimed to give solution to the problem. Two problems are identified, one is an overlap examination of constitutional rights in standing and also in ratio decidendi. Another one is that the injury element in the doctrine intertwined with its own testing in the second group of the doctrine. Therefore, this paper concludes that there is a need to revise the doctrine with reinterpretation of Article 51 (1) of the Law and recommend not to exclude the first group of the doctrine.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Winarjo, Hendra. "Dari Doktrin ke Aplikasi." VERBUM CHRISTI JURNAL TEOLOGI REFORMED INJILI 9, no. 1 (April 5, 2022): 3–21. http://dx.doi.org/10.51688/vc9.1.2022.art1.

Full text
Abstract:
Sejak zaman modern, sifat dari teologi telah mengalami pemisahan yang tidak perlu antara disiplin ilmu yang bersifat teoritis-doktrinal, atau aplikasi praktis. Tujuan artikel ini adalah untuk mengusulkan bahwa sifat dari teologi sebagai aplikasi dan menarik implikasinya dalam konteks pendidikan teologi dan pelayanan gerejawi. Penulis menggunakan pandangan John M. Frame yang berpendapat bahwa teologi tidak boleh dipandang hanya sebagai doktrin yang bersifat teoritis yang abstrak, atau hanya mengajarkan bagaimana untuk hidup, tetapi teologi perlu dipandang sebagai kehidupan itu sendiri. Implikasi dari teologi sebagai aplikasi dalam konteks pendidikan teologi dan pelayanan gerejawi menunjukkan keterikatan dan keterlibatan antara seminari atau sekolah teologi dan gereja. Dengan memandang teologi sebagai aplikasi, tujuan berteologi tidak hanya sebatas berteori, tetapi juga menjadi pelaku firman Allah karena terdapat hubungan yang erat antara apa yang diketahui dan apa yang dilakukan, dan demikian juga sebaliknya secara sirkular.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Suryaningsih, Eko Wahyu. "Doktrin Tritunggal Kebenaran Alkitabiah." PASCA : Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 15, no. 1 (November 30, 2019): 16–22. http://dx.doi.org/10.46494/psc.v15i1.64.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Harahap, Ahmad Yunus Mokoginta. "SPRITUALISME DAN PLURALISME AGAMA." Jurnal As-Salam 2, no. 1 (March 31, 2018): 28–36. http://dx.doi.org/10.37249/as-salam.v2i1.7.

Full text
Abstract:
Tulisan ini ditujukan untuk mengkaji pengentasan berbagai permasalahan-permasalahan menjalankan misi suci ajaran-jaran keagamaan dengan segala keragamannya. Adanya beberapa asfek kesenjangan antara spritualitas dan doktrin agama, antara doktrin suatu agama dengan doktrin agama lainnya, sangat berpotensi untuk menopang terjadinya konflik yang berkepanjangan, baik dikalangan internal satu agama atau antar agama. Hal ini diakibatkan karena pertama, doktrin agama lebih menekankan pada hal-hal eksternal (eksoteris), sedangkan pada asfek spiritual lebih menekankan asfek Internal (essoteris), kedua, doktrin agama memfokuskan ke ritual yang sudah tertentu, sebaliknya spritual lebih kepada ibadah yang spontanitas, doktrin agama juga menjadi aktivitas kalangan umum pemeluknya, dan sebaliknya spiritual lebih merupakan aktivitas khusus atau privat seseorang, ketiga, doktrin agama fokus pada tabiat/kelakuan sebaliknya spritual fokus pada cinta kasih, dan kelima, pada doktrin Agama bersifat jelas dan qat`i, sebaliknya ajaran spiritual bisa diinterpreasikan. Dalam realitas masyarakat masa kini yang serba majemuk dengan situasi hal-hal baru yang selalu perlu untuk direspon spontanis oleh masyarakat beragama, maka tidak ada jalan lain untuk mempertemukannya dalam wadah nilai-nilai spritualitas dari agama-agama.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Thianto, Yudha. "Doktrin Allah Tritunggal dari Jurgen Moltman dan Permasalahannya." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 14, no. 2 (October 1, 2013): 149–64. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v14i2.286.

Full text
Abstract:
Artikel ini mengkaji analogi sosial doktrin Allah Tritunggal versi Jurgen Moltmann sebagaimana yang ia jelaskan dalam bukunya The Trinity and the Kingdom. Meskipun Moltmann kuat dalam menggunakan pendekatannya terhadap doktrin tersebut beserta analoginya seperti yang dipresentasikan oleh bapa-bapa gereja Timur, doktrin Tritunggal versinya memiliki permasalahannya sendiri. Meskipun ia menyangkal semua tuduhan bahwa ia triteistik dalam doktrinnya, analisis yang cermat terhadap pandangannya menunjukkan bahwa ia telah meninggalkan doktrin Trinitarian kredo ekumenis yang standar, khususnya kredo Athanasius. Artikel ini mengusulkan bahwa doktrin Tritunggal Moltmann terlalu dekat pada triteisme.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Pramudya, Wahyu. "Doktrin Kerajaan Allah Menurut Walter Rauschenbusch." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 1, no. 2 (October 1, 2000): 169–79. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v1i2.41.

Full text
Abstract:
Walter Rauschenbusch lahir dan dibesarkan di Rochester, New York. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Rochester Theological Seminary, ia ditahbiskan sebagai pendeta di Second Baptist Church di New York. Dalam pengalaman pelayanannya di daerah yang yang disebut “Hell’s Kitchen,” ia melihat betapa kerasnya kehidupan saat itu. Ia menyaksikan eksploitasi tenaga kerja oleh industri-industri raksasa, penindasan kepada kaum miskin dan lemah, dan perlakuan diskriminatif dari pihak penguasa kepada orang-orang yang menderita. Sementara di sisi lain, ia melihat gereja tidak melakukan tindakan apapun. Sikap pasif dari gereja itu dimengerti oleh Rauschenbusch sebagai tanda dari kegagalan teologi di dalam menjawab tantangan zaman. Bagi Rauschenbusch teologi membutuhkan suatu penyesuaian untuk dapat menjawab tantangan ataupun kebutuhan zaman. Ia menyadari adanya kesulitan-kesulitan yang besar dalam usaha penyesuaian itu. Kunci untuk menjawab tantangan ini adalah penempatan kembali doktrin Kerajaan Allah sebagai pusat dari teologi. Melalui Injil Sosial, Rauschenbusch ingin kembali menempatkan doktrin Kerajaan Allah sebagai pusat dari teologi. Oleh karena itu dalam Injil Sosial, doktrin Kerajaan Allah menjadi pusat, bahkan “This doctrine [the Kingdom of God] is itself social gospel.” Seluruh doktrin yang lain haruslah diinterpretasikan (ulang) di bawah terang doktrin ini. Tulisan ini mencoba melihat apa dan bagaimana karakteristik doktrin Kerajaan Allah menurut Rauschenbusch, latar belakang filsafat di balik pemikiran Rauschenbusch, dan implikasinya terhadap doktrin Kerajaan Allah, doktrin dosa dan doktrin keselamatan. Setelah itu akan diberikan kajian terhadap pemikiran Rauschenbusch dari sudut pandang teologi Injili. Dalam bagian penutup akan diberikan kesimpulan dan sumbangsih pemikiran Rauschenbusch dalam konteks gereja di Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Manafe, Yanjumseby Yeverson, and Yenny Anita Pattinama. "Konsep Kesatuan Yesus dan Allah Bapa Dalam Injil Yohanes 17:22 Untuk Menghadapi Doktrin Subordinansi Tritunggal Saksi Yehuwa." SCRIPTA: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kontekstual 7, no. 1 (June 24, 2020): 1–15. http://dx.doi.org/10.47154/scripta.v7i1.57.

Full text
Abstract:
Doktrin Trinitas atau doktrin Allah Tritunggal adalah pengajaran tentang Allah yang menyatakan diri-Nya dalam tiga pribadi, yaitu Allah Bapa, Allah Anak (Yesus Kristus), dan Allah Roh Kudus yang ketiganya adalah esa. Di satu sisi, doktrin tersebut merupakan doktrin yang sangat penting dan unik dalam kekristenan. Dikatakan penting karena doktrin ini berbicara tentang Allah Tritunggal yang menjadi pusat pujian, penyembahan dan pelayanan orang percaya. Dikatakan unik karena doktrin tersebut tidak terdapat dalam agama manapun di dunia ini. Namun, di sisi lain, doktrin tersebut merupakan doktrin yang sulit dipahami dan diterima oleh akal manusia bahkan menjadi bahan perdebatan yang hebat di berbagai tempat, masa dan kalangan manusia. Dengan studi eksegetis Yohanes 17: 22 sebagai dasar evaluasi kritis terhadap doktrin subordinasi Tritunggal dalam theologia Saksi Yehuwa, maka dapat diketahui bahwa doktrin subordinasi Tritunggal dalam theologia Saksi Yehuwa adalah doktrin yang menyimpang dari kebenaran Alkitab. The doctrine of the Trinity or the doctrine of the Triune God is the teaching of God revealing Himself in three persons, namely God the Father, God the Son (Jesus Christ), and God the Holy Spirit of which all three are one. On the one hand, the doctrine is a doctrine that is very important and unique in Christianity. It is said to be important because this doctrine speaks of the triune God who is the center of the worship, worship and service of believers. Said to be unique because the doctrine does not exist in any religion in this world. However, on the other hand, the doctrine is a doctrine that is difficult to understand and accepted by human reason and even becomes a matter of great debate in various places, times and circles of humans. With the exegetical study of John 17: 22 as the basis for a critical evaluation of the doctrine of the subordination of the Trinity in the theology of Jehovah's Witnesses, it can be seen that the doctrine of the subordination of the Trinity in the theology of Jehovah's Witnesses is a doctrine that deviates from Bible truth.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Lumintang, Danik Astuti. "KEBANGKITAN ORANG MATI MENURUT I KORINTUS 15:12-34 DAN IMPLIKASI ETISNYA BAGI ORANG PERCAYA." Missio Ecclesiae 3, no. 1 (April 30, 2014): 35–63. http://dx.doi.org/10.52157/me.v3i1.36.

Full text
Abstract:
Doktrin kebangkitan merupakan dasar atau sentral pemberitaan dari iman kristen, karena itu, doktrin kebangkitan merupakan keunikan Kristen yang tiada tandingnya. Memang, doktrin kebangkitan orang mati bukanlah monopoli agama Kristen, karena agama-agama dan aliran lain, misalnya: agama Islam, Hindu, Budha dan aliran kebatinan, serta agama Suku memiliki konsep masing-masing.1 Yang jelas, bahwa doktrin Kristen mengenai kebangkitan berbeda sama sekali dengan doktrin kebangkitan agama-agama lain, aliran-aliran kepercayaan bahkan pandangan filsafat. Kesamaan yang ada hanyalah kesamaan istilah, sedangkan sumber dan konsepnya berbeda. Tetapi karena tulisan ini bukanlah studi perbandingan agama, maka perbedaan konsep ini tidak akan dibahas lebih lanjut. Doktrin kebangkitan menurut ajaran kristiani adalah doktrin yang unik, karena Alkitab yang adalah sumber dogma menyatakan bahwa kebangkitan orang percaya (Gereja) adalah kebangkitan tubuh. Tidak ditemukan di dalam ajaran lain mana pun juga. Kebangkitan Kristus yang menjadi dasar kebangkitan orang percaya adalah unik. Kendatipun demikian di kalangan Kristen sendiri masih menjadi pokok perdebatan yang seru, antara dongeng dan fakta, antara spiritual dan jasmaniah, antara bohong dan benar. Perdebatan ini sesungguhnya sudah dimulai sejak zaman Tuhan Yesus.2 Hal ini disebabkan oleh karena perbedaan pandangan atau konsep di antara orang Kristen sendiri. Perbedaan-perbedaan yang ada ini disebabkan oleh perbedaan hermeneutika yang dipakai, dan perbedaan latar belakang yang mempengaruhi masing-masing pandangan tersebut, bahkan perbedaan konteks zaman dan tempat dimana doktrin itu dibicarakan atau diajarkan. Karena itu, penulis sengaja membahas lagi topik kebangkitan orang mati ini dalam 1Korintus 15:12-58 untuk menggali kebenaran alkitabiah mengenai doktrin ini, sekaligus menemukan implikasinya etisnya bagi kehidupan orang percaya (Gereja).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Roisah, Kholis, and Joko Setiyono. "PENERAPAN TRADEMARK DILUTION PADA PENEGAKAN PERLINDUNGAN HUKUM HAK MEREK TERKENAL DI INDONESIA." LAW REFORM 15, no. 2 (September 30, 2019): 303–19. http://dx.doi.org/10.14710/lr.v15i2.26188.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan menganalisa peraturan perlindungan merek terkenal dikaitkan dengan doktrin trademark dilution dan membahas peluang penerapan doktrin trademark dilution dalam penegakan perlindungan hak merek di Indonesia. Metode peneltian yang digunakan yuridis normati dengan pendekatan analisis deskriptif dengan menggunakan data sekunder serta metode analisa digunakan menggunakan analisa kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa peluang menerapkan doktrin dilusi yaitu pada proses pendaftaran merek dan pada perkara sengketa gugatan pembatalan hak merek. Pemeriksa merek menerapkan doktrin trademark dilution pada waktu melakukan penolakan secara ex-officio ataupun atas permintaan keberataan pemilik merek terkenal terhadap setiap permohonan merek yang mempunyai persamaan dengan merek terkenal untuk pemakaian produk tidak sejenis dengan mempertimbangkan reputasi merek terkenal. Belum ada keputusan hakim Indonesia yang berani menerapkan doktrin trademark dilution dengan alasan penerapan doktrin itikat tidak baik sudah cukup memadai dalam memberikan perlindungan hukum terhadap hak merek terkenal. Ketiadakan aturan tentang trademark dilution yang secara jelas tersurat di dalam Undang Undang Merek menjadi alasan para hakim alasan utama belum bisa menerapkan doktrin trademark dilution. Tanpa adanya alasan bluring ataupun tarnisment tujuan untuk menghapuskan tanda merek yang sama ataupun menyerupai oleh pihak lain yang non competitor sudah tercapai.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Abdul Manap, Norhoneydayatie, and Mat Noor Mat Zain. "Doktrin Caveat Emptor: Penilaian terhadap Akta Kontrak 1950 dan perundangan Islam." Kanun Jurnal Undang-undang Malaysia 33, no. 2 (July 5, 2021): 287–304. http://dx.doi.org/10.37052/kanun.33(2)no5.

Full text
Abstract:
Amalan caveat emptor yang menyerahkan sepenuhnya tanggungjawab kepada pembeli agar berhati-hati ketika melakukan transaksi merupakan satu doktrin yang telah diperkenalkan oleh common law sejak abad ke-13 lagi. Menerusi amalan ini, pihak penjual tidak bertanggungjawab untuk mendedahkan segala maklumat yang diketahuinya kepada pembeli. Di Malaysia, doktrin ini tidak jelas dalam mana-mana peruntukan undang-undang. Oleh itu, kajian ini bertujuan untuk menganalisis pemakaian doktrin caveat emptor ini dalam Akta Kontrak 1950. Selain itu, kajian ini juga melihat pandangan perundangan Islam berkaitan dengan amalan doktrin ini. Reka bentuk kajian bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan analisis dokumen. Data dianalisis secara analisis kandungan. Hasil kajian mendapati terdapat beberapa peruntukan dalam Akta Kontrak 1950 yang mengamalkan doktrin caveat emptor, walaupun tidak diperuntukkan secara jelas dalam akta tersebut. Berdasarkan perundangan Islam pula, doktrin ini tidak sesuai dilaksanakan kerana bertentangan dengan prinsip yang terdapat dalam perundangan Islam. Oleh yang demikian, kajian mencadangkan agar pindaan dibuat terhadap peruntukan berkaitan dengan amalan caveat emptor yang terdapat dalam Akta Kontrak 1950.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Kahar, Kahar. "Integrasi Hukum Positif Dengan Budaya Daerah Dalam Sistem Hukum Indonesia." JISH: Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum 3, no. 1 (March 15, 2021): 1–16. http://dx.doi.org/10.36915/jish.v3i1.12.

Full text
Abstract:
Tulisan ini berjudul “Integrasi Hukum Positif Dengan Budaya Daerah Dalam Sistem Hukum Indonesia” judul ini diangkat karena peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif harus memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Dari judul tersebut, maka permasalahan yang ditarik adalah bagaimana impelementasi integrasi hukum positif dengan budaya daerah dalam sistem hukum Indonesia dapat diiplementasikan. Penulisan ini menggunakan penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yang lazimnya disebut “Legal Research” atau “Legal Research Instruction”. Penelitian ini identik penelitan kepustakaan (library research). Penelitian semacam ini, sering juga disebut studi hukum dalam buku (law in books), menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal berdasarkan data sekunder yang terdidri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekudner dan bahan hukum tersier. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual (conseptual approach), dalam hubungan ini orientasi penelitian hukum normatif adalah law in books, dengan mengurai doktirn-doktrin hubungan hukum positif dengan budaya daerah. Hasil penelitian ini, menggambarkan bahwa integrasi hukum positif dengan budaya daerah adalah kebutuhan dalam praktikal maupun teoritikal sehingga pengimplementasian hokum positif tidak terbebani dengan nilai-nilai budaya daerah.Rekomendasi, kiranya pekerjaan para legislatif dalam menyusun hukum positif sedapat mungkin memperhatikan budaya daerah agar tidak saling berhadap-hadapan anatara hukum positif dengan budaya daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Suryawan, I. Putu Nopa, and I. Ketut Laba Sumarjiana. "IDEOLOGI DIBALIK DOKTRIN DWIFUNGSI ABRI." Jurnal Santiaji Pendidikan (JSP) 10, no. 2 (July 28, 2020): 182–91. http://dx.doi.org/10.36733/jsp.v10i2.1092.

Full text
Abstract:
Orde Baru merupakan salah satu rezim dimana ABRI mempunyai peran ganda atau sering juga disebut dengan Dwifungsi ABRI. Dwifungsi ABRI adalah doktrin di lingkungan militer Indonesia yang menyebutkan bahwa ABRI memiliki dua tugas yaitu menjaga keamanan dan ketertiban Negara serta memegang kekuasaan dan mengatur Negara. Dengan peran ganda ini, militer diizinkan untuk memegang posisi strategis di dalam pemerintahan. Permasalahan yang timbul dalam penelitian ini yaitu (1). Apa tugas utama ABRI bagiB angsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (2). Mengapa ABRI berperan penting pada masa Orde Baru. Penelitian ini dilandasi oleh berbagai konsep teori yaitu :Ideologi, Kekuasaan, Dwifungsi ABRI, dan Orde Baru. Teknik pengumpulan data dengan cara observasi dan wawancara. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian kualitatif dengan analisis data deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Dwifungsi ABRI dijadikan sebagai alat kekuasaan oleh Presiden Soeharto untuk melanggengkan kekuasannya karena kerakteristik militer yang tunduk terhadap atasan (Doktrinasi). Dengan adanya Dwifungsi ABRI, kegiatan politik masyarakat khususnya yang tidak sejalan dengan apa yang digariskan oleh pemerintah berada di bawah kekangan. Namun demikian, terjadi sebuah stabilitas politik yang mampu menjadi pendorong bagi keberhasilan program-program yang dicanangkan oleh pemerintah. Ideologi dibalik Dwifungsi ABRI adalah ideology kekuasaan. Hal ini terbukti selama 32 tahun Presiden Soeharto berhasil mempertahankan kekuasaannya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Nofialdi, Nofialdi. "DOKTRIN DAN HUKUM EKONOMI ISLAM." El -Hekam 5, no. 2 (December 31, 2020): 129. http://dx.doi.org/10.31958/jeh.v5i2.2662.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Dagnis Jensen, Mads. "USA’s doktrin: Liberalisme via engagement?" Udenrigs, no. 2 (June 1, 2011): 75–79. http://dx.doi.org/10.7146/udenrigs.v0i2.118846.

Full text
Abstract:
Mads Dagnis Jensen & Tonny Brems Knudsen diskuterer USA's støtte af demokratier, og hvad det egentlig betyder i de enkelte lande i Mellemøsten og Nordafrika.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Mildenberger, F. G. "Der gerade Rücken als Doktrin." Manuelle Medizin 52, no. 4 (July 30, 2014): 324–26. http://dx.doi.org/10.1007/s00337-014-1126-0.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Abdul Wahid, Ilham Panji Akbar, Janu Annas Wijanarko, Wawan Kurniawan Purnomo Aji, and Nurul Hikmah. "Manusia dan Kebutuhan Doktrin Agama." Jurnal Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam & Pendidikan 14, no. 2 (December 12, 2022): 20–25. http://dx.doi.org/10.47435/al-qalam.v14i2.1359.

Full text
Abstract:
Agama adalah suatu arah atau pegangan untuk menunjang manusia dalam menyelesaikan berbagai macam masalah yang ada dalam menjalani kehidupnya seperti hal nya didalam ilmu agama, sosial, politik, ekonomi dan budaya, yang terbagi atas dua fungsi yaitu agama didalam kehidupan individu dan agama dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila seseorang tidak diberi dengan ilmu pengetahuan agama yang kental, sehingga terdapat berbagai penyimpangan sebagaimana kasus yang sering terjadi diantaranya adalah pelecehan seksual, pembunuhan, perampokan dan lain sebaginya. Oleh sebab itu penting untuk memiliki pengetahuan dan doktrin agama dalam diri seseorang. Tujuan dari peneliian ini adalah untuk mendeskripsikan kebutuhan manusia tehadap doktrin agama. Metode penelitian dalam penulisan artkel ini menggunakan metode kepustakaan. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa manusia memerlukan agama sebagai pedoman hidup untuk menyelesaikan berbagai masalah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Şamiloğlu, Ali Rasizade. "Türkiye Açısından Truman Doktrini ve Stalin Diplomasisinin Hataları." Belleten 55, no. 212 (April 1, 1991): 239–56. http://dx.doi.org/10.37879/belleten.1991.239.

Full text
Abstract:
Truman doktrininin beyan edilişinde, direkt neden Yunanistan'daki olaylar ve Türkiye ile ilgili durum olmuştursa da, Sovyetler Birliği'nde söz konusu doktrin gerek Yunanistan, gerekse de Türkiye açısından özel bir araştırmaya tabi tutulmamıştır. Oysa Truman doktrini ABD ile Türkiye arasındaki ilişkilerin gelişmesinde önemli bir etken olarak savaş sonrası dönemde Türkiye'nin dünyadaki yeri ve tercihini belirlemiş, ayrıca doğal olarak Sovyet-Türkiye ikili ilişkilerini yoğun şekilde etkilemiştir. Aslında Türkiye'nin yaptığı tercih bir dereceye kadar Sovyetler Birliği'nin tutumundan, I.V. Stalin'in yanlış dış politika kavrayışından kaynaklanmaktaydı.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Budiman, Kalvin S. "Memahami Ulang Konteks Berteologi John Calvin dalam Doktrin Predestinasi." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 2, no. 2 (October 1, 2001): 159–75. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v2i2.74.

Full text
Abstract:
Artikel ini tidak bermaksud secara langsung dan detail menguraikan doktrin predestinasi, atau bahkan menjawab serangkaian pertanyaan rumit yang sering kali muncul seputar doktrin ini. Artikel ini lebih merupakan suatu usaha untuk memahami kembali kerangka dasar atau konteks doktrin predestinasi sebagaimana diajarkan oleh John Calvin. … Artikel ini dibagi dalam dua bagian. Bagian pertama membahas konteks pemahaman doktrin predestinasi Calvin dengan mengamati perkembangan tulisan-tulisannya guna melihat kerangka atau pola dasar pemikirannya tentang predestinasi. Bagian kedua merupakan aplikasi pemahaman bagian pertama di dalam membaca tulisan Calvin tentang predestinasi dalam relevansinya dengan konteks yang ia maksud.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Efferin, Henry. "Doktrin Pilihan dari Perspektif Reformed Kontemporer ." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 3, no. 1 (April 1, 2002): 15–24. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v3i1.78.

Full text
Abstract:
Doktrin pilihan adalah doktrin utama yang paling kontroversial dalam tradisi Reformed. Sebetulnya doktrin ini mempunyai akar yang jauh mulai dari PL. Konsep mengenai umat Israel sebagai umat pilihan sangat jelas dikemukakan Musa dalam kitab Ulangan 7:6-8, “Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN, Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya ....” Masalah yang sering diperdebatkan ialah bagaimana umat Israel mengerti peran dan fungsinya tersebut. Namun dalam pembahasan artikel ini saya akan lebih menitikberatkan pada beberapa tokoh yang berpengaruh dalam sejarah gereja, sebelum membahas pandangan Reformed yang lebih kontemporer dalam pendekatan terhadap doktrin pilihan ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

APRIANI, TITIN. "KEDUDUKAN DOKTRIN RES IPSA LOQUITUR (DOKTRIN YANG MEMIHAK PADA KORBAN) DALAM TATA HUKUM INDONESIA." GANEC SWARA 14, no. 1 (March 6, 2020): 401. http://dx.doi.org/10.35327/gara.v14i1.113.

Full text
Abstract:
This research is a library research that uses data in the form of books, laws, articles, journals and other literature related to the title, while the technique and data collection is by collecting various ideas, theories and concepts from various literatures that focus on the process of comparison between the arguments or other laws. The results of the study can be drawn a conclusion that the doctrine of res ipsa loquitur can be applied in Indonesia through the evidences that have been concluded by the judge, in accordance with applicable law. Article 173 of the RIB states that the allegations which are not based on an applicable law, may only be considered by the judge in passing the verdict, if the allegations are important, thorough, certain and in accordance with one another. In line with Article 1922 of the Civil Code, it is stated that the allegations that are not based on the law are left to the consideration and alertness of judges, which should not be considered by other allegations, other than those that are thorough and certain, and in accordance with each other
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

AB, Hadariansyah. "MENGUNGKAP ASPEK PEMIKIRAN TEOLOGI DALAM DOKTRIN AKIDAH KAUM SYI’AH." Jurnal Ilmiah Ilmu Ushuluddin 9, no. 2 (May 18, 2017): 111. http://dx.doi.org/10.18592/jiiu.v9i2.1413.

Full text
Abstract:
Nama atau sebutan Syi'ah memang sudah tidak asing bagi kita. Akan tetapitentang aspek pemikiran teologi yang mewarnai doktrin akidah mereka belumbanyak diketahui. Tulisan ini merupakan suatu kajian yang berupaya mengungkapaspek pemikiran teologi yang mewarnai doktrin akidah kaum Syi'ah. Deskripsihasil kajian ini menggambarkan bahwa pemikiran teologi yang paling kuat memberiwarna bagi doktrin akidah kaum Syi'ah yang membuat berbedanya doktrin akidahmereka dari akidah yang dianut umat Islam pada umumnya ialah tentang imâmahdan rukun iman. Imâmah ialah kepemimpinan pengganti Nabi setelah beliau wafatdan kepemimpinan seterusnya. Menurut kaum Syi'ah, imam (pemimpin) umatsetelah Nabi wafat adalah ‘Alî bin Abi Thâlîb dan kemudian dilanjutkan secaraturun-temurun olah keturunannya. Imam-imam itu oleh mereka dianggap sebagaiorang-orang yang ma'shûm, yakni terpelihara dari berbuat dosa atau kesalahan.Bagi mereka kepercayaan terhadap imâmah ini adalah bagian dari akidah. Karenaitu, mereka menjadikan imâmah salah satu rukun iman. Rukun iman bagi merekaterdiri dari Tauhid, Kenabian, Hari Kemudian, dan Imâmah. Dari sini terlihat segiperbedaan doktrin akidah kaum Syi'ah dari ajaran akidah yang dianut umat Islampada umumnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Kheng, Philip Hong Djung. "Belajar dari Bapa Gereja Agustinus: Sebuah Pendekatan terhadap Khotbah Doktrin Trinitas." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 15, no. 1 (April 1, 2014): 1–20. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v15i1.291.

Full text
Abstract:
Tulisan ini mengupas pendekatan bapa gereja Agustinus dalam mengkhotbahkan doktrin Trinitas, yang terangkum dalam prinsip fides quaerens intellectum (iman mencari pengertian), dimana iman harus diutamakan dan iman mendahului pengertian. Setelah itu baru memberdayakan akal budi manusia secara benar dan tepat untuk memperjelas akan apa yang telah diterima melalui iman. Penerapan prinsip ini dalam khotbah berarti seorang pengkhotbah perlu menekankan aspek iman doktrin ini baru setelah itu menjelaskan kandungan doktrin tersebut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Borysowa, Olga, and Denys Rudnik. "DIE ENTWICKLUNG DER IDEE „DES GERECHTEN KRIEGES“ IN DEN WERKEN DER MITTELALTERLICHEN CHRISTLICHEN DENKER." Scientific Journal of Polonia University 51, no. 2 (June 14, 2022): 210–19. http://dx.doi.org/10.23856/5125.

Full text
Abstract:
In diesem Artikel, der auf die Analyse von mittelalterlichen christlichen Denkern basiert, werden die Grundlagen der christlichen Doktrin des „gerechten Krieges“ untersucht. Sie entstand im Mittelalter und blieb zum Zweiten Vatikanischen Konzil (1962–1965) ohne wesentlichen Änderungen. Aktualität besteht darin, dass derzeit viele bewaffnete Konflikte die religiösen Konnotationen haben, was auch für den modernen ukrainisch-russischen Krieg gilt, der unter der Devise der Ideologie von russischer Welt geführt wird. Solche Weihen von Kriegen und bewaffneten Konflikten durch religiöse Organisationen rufen die politischen und rechtlichen Konzepte hervor, die, man sollte glauben, in Vergessenheit geraten sind, aber in unser Zeit den neuen Inhalt erhalten. Der Hauptteil des Artikels zeigt, dass der Begriff „gerechter Krieg“ trotz in Antike entstand, die Architekten des Doktrin waren die mittelalterlichen christlichen Autoren – Ambrosius von Mailand, Aurelius Augustinus, Thomas von Aquin, Francisco de Vitoria. Im Artikel werden im Detail die Arbeit dieser Autoren im Bereich der Entwicklung der Doktrin untersucht, es wird betont, dass der Begriff „Doktrin“ der Teil des schöpferischen Erbe von Thomas von Aquin ist. Diese Doktrin ist die Grundlage der katholischen Kriegslehre, die viele Jahrhunderte unverändert bestand, geworden.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Harefa, Julitinus, and Meniati Hia. "Kerajaan Seribu Tahun Dalam Perspektif Kaum Injili." Jurnal Missio Cristo 5, no. 1 (April 28, 2022): 72–85. http://dx.doi.org/10.58456/missiocristo.v5i1.25.

Full text
Abstract:
In the Millennial Era, some Christian theologians have forgotten and abandoned the doctrine of the Millennial Kingdom which in fact was inherited from the early church fathers. Even more, narrowed and sharper differences are caused by this doctrine, thus creating suspicion among the people through hypocritical Bible texts for self-justification. The presence of this scientific work aims to find out again the main points of truth contained in the Thousand Years doctrine written in God's Word. Whether the Millennium Kingdom is an event that will occur in the future or is currently taking place. In hermeneutic language, whether this Millennial Kingdom is literal (literal) or figurative (figuratively). Therefore, to restore the interest of Christian theologians regarding the attitude towards the Millennial doctrine, a comparative study of the three Millennials is needed which will be presented in the following discussion. For the approach to this study, the author uses library research methods. These efforts will provide an overview for readers to determine how to determine which one is closest to and in accordance with Bible truth. Abstrak Bahasa Indonesia Di Era-millenial beberapa teolog Kristen telah melupakan dan meninggalkan doktrin tentang Kerajaan Seribu Tahun yang notabene warisan dari para Bapa-bapa gereja mula-mula. Bahkan semakin mengerucut dan tajam perbedaan yang ditimbulkan oleh doktrin ini, sehingga menciptakan suasana mencurigai diantara umat dengan memunafikkan teks-teks Alkitab demi pembenaran diri. Kehadiran karya ilmiah ini bermaksud untuk merenungkan kembali pokok-pokok kebenaran yang terkandung dalam doktrin Kerajaan Seribu Tahun yang dituliskan dalam Firman Tuhan. Apakah Kerajaan Seribu Tahun merupakan peristiwa yang terjadi diwaktu yang akan datang atau sedang berlangsung. Dalam bahasa hermeneutiknya, apakah Kerajaan Seribu Tahun ditafsirkan secara harafiah (literal) atau Figuratif (kiasan). Oleh sebab itu, untuk mengembalikan minat para teolog Kristen terkait pengambilan sikap yang tepat pada doktin Millenial dibutuhkan studi perbandigan diantara ketiga paham Millenial yang akan dipaparkan pada pembahasan berikutnya. Untuk pendekatan pada kajian ini penulis menggunakan metode penelitian literatur. Upaya tersebut akan memberikan gambaran kepada para pembaca untuk menentukan sikap doktrin mana yang paling mendekati dan sesuai dengan kebenaran Alkitab.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Nggadas, Deky Hidnas Yan. "Monotheisme Yahudi Kuno dan Doktrin Trinitas." JURNAL LUXNOS 4, no. 1 (February 12, 2021): 53–94. http://dx.doi.org/10.47304/jl.v4i1.123.

Full text
Abstract:
Abstract: This study examines ancient Jewish monotheism and compares it with the doctrine of the trinity in the Bible, particularly in Paul's epistles (Ephesians) and the Gospel of John. Researchers used qualitative methods with an emphasis on biblical studies. Researchers conclude that triadic patterns are central to Paul's theology in Ephesians. On the other hand, from the point of view of the practice of worship and devotion, early Christianity seemed to be dominated by a binitarian or diadid pattern of worship (as Hurtado argues). Was the Holy Spirit worshiped in the worship practices and devotion of early Christianity? The evidence from the NT forces us to refrain from giving positive answers to this question. This does not mean that the Holy Spirit is not presented as God (cf. John 14-16; etc.), but that the objects of recipients of worship and devotion in the NT pages are dominated by the Father and the Son. This pattern of worship finds its background not in the Greco-Roman religions, but in ancient Jewish monotheism. From ancient Jewish monotheism too, we find reference to the Christology of divine identity which was so dominant in the NT. Abstrak: Penelitian ini mengkaji tentang monoteisme Yahudi kuno dan membandingkannya dengan doktrin trinitas dalam Alkitab, khususnya dalam surat Paulus (Surat Efesus) dan juga Injil Yohanes. Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan menitikberatkan pada kajian biblika. Peneliti menyimpulkan pola-pola triadik merupakan pusat teologi Paulus dalam Surat Efesus. Di sisi lain, dari segi praktik penyembahan dan devosinya, Kekristenan mula-mula tampaknya didominasi oleh pola penyembahan yang binitarian atau diadik (seperti argumentasi Hurtado). Apakah Roh Kudus disembah dalam praktik penyembahan dan devosi Kekristenan mula-mula? Bukti-bukti dari PB memaksa kita untuk menahan diri dalam memberikan jawaban positif terhadap pertanyaan ini. Hal ini tidak berarti bahwa Roh Kudus tidak dipresentasikan sebagai Allah (bnd. Yoh. 14-16; dll.), namun memang objek penerima penyembahan dan devosi dalam halaman-halaman PB didominasi oleh Bapa dan Anak. Pola penyembahan ini, mendapatkan latar belakangnya bukan dalam agama-agama Greco-Roman, melainkan dalam monotheisme Yahudi kuno. Dari monotheisme Yahudi kuno juga, kita mendapati acuan bagi Kristologi identitas ilahi yang sangat dominan dalam PB.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Salam, Syukron. "PERKEMBANGAN DOKTRIN PERBUATAN MELAWAN HUKUM PENGUASA." Nurani Hukum 1, no. 1 (December 1, 2018): 33. http://dx.doi.org/10.51825/nhk.v1i1.4818.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Uling, Manintiro. "IMPLIKASIPRAKTIS-RELASIONAL DOKTRIN TRITUNGGAL: REFLEKSI INJILI." Missio Ecclesiae 8, no. 2 (October 30, 2019): 172–89. http://dx.doi.org/10.52157/me.v8i2.149.

Full text
Abstract:
Orang Kristen ada dan hadir di tengah-tengah dunia yang plural. Sebab, pluralitas itu niscaya dalam hidup manusia. Realitas kemajemukan tidak bisa dihindari dan ditolak, sehingga berbeda itulah hidup, menerima perbedaan itulah indahnya hidup. Hidup bersama, meskipun berbeda dalam banyak hal, saling menerima satu dengan yang lain, demikianlah semestinya hidup dijalani. Akan menjadi Ironis, jika gaya hidup yang eksklusif, tertutup, dan isolatif, bahkan separatis yang ditampilkan. Namun faktanya, fenomena hidup yang eksklusif, tertutup dan cenderung hanya mau berbaur dengan yang sefaham, segolongan, dan sekeyakinan saja menjadi ciri khas sekelompok orang yang ekstrem atau singkatnya yang biasa disebut dengan gerakan radikalisme dan fundamentalisme.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Fahamsyah, Fadlan. "Ideologi Politik dan Doktrin Agama Syiah." Jurnal Al-Fawa'id : Jurnal Agama dan Bahasa 11, no. 1 (September 7, 2021): 20–26. http://dx.doi.org/10.54214/alfawaid.vol11.iss1.159.

Full text
Abstract:
الملخص الشيعة والسياسة موضوع مثير للاهتمام ودائمًا يكون ساخنًا للمناقشة، منذ ظهورها لأول مرة وفي تاريخ تطورها، كانت الطائفة الشيعية مطابقة لقضايا السياسة. وهذا ليس من المستغرب لأنه من بين المبادئ الأساسية للشيعة هو مبدأ الإمامة أو االولاية، حتى يكون هذا هو ركن من أركان عقيدتهم. ومن عقيدة الإمامة أنهم يؤمنون بأن القيادة الشرعية ليست إلا في أيدي أئمة معصومين من الخطأ أو مقدسين من الذنوب. إنهم يضعون الأئمة كبديل عن الله على الأرض، بحيث تكون كلماته قوانين يجب طاعتها. الإمامة والولاية هما أهم الكلمات المفتاحية في الحركة السياسية الشيعية. وفي صفحات التاريخ، يبنون دائمًا قوى سياسية للاستيلاء على السلطة التي يسيطر عليها أهل السنة كمنافسين للشيعة. من الأمويين إلى العباسيين ، قاموا دائمًا ببناء القوة وإشعال روح الثورة والفتن في أرض أهل السنة، والدليل الواضح على ذلك كان ظهور السلالة الفاطمية الشيعية في عهد العباسية. وفي هذا المقال، يريد االكاتب أن يصف الأيديولوجية السياسية الشيعية، بدءًا من تعريف الشيعة، وتاريخ ظهورها إلى استكشاف كيفية تعزيز الأيديولوجية أو العقيدة الشيعية لسياستها للوصول إلى السلطة والقيادة، ومن تلك الأيديولوجيات هي: الإمامة، والعصمة والمهدية، والمرجعية أو ولاية الفقيه والتقية. الكلمات الرئيسة: الشيعة، السياسة، العقيدة، الإمامة
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Wijaya, Yahya. "Doktrin Trinitas dalam Diskursus Teologi Ekonomik." DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA 15, no. 1 (April 1, 2016): 45. http://dx.doi.org/10.26551/diskursus.v15i1.18.

Full text
Abstract:
Abstrak: Artikel ini menguraikan penggunaan konsep teologis “Trinitas sosial” oleh empat teolog yang secara khusus menyoroti isu-isu ekonomi. Secara umum para teolog itu menyatakan bahwa teologi ekonomik yang berdasarkan “Trinitas sosial” menolak model ekonomi individualistik yang memertaruhkan komunitas. Mereka memberi gambaran yang berbeda-beda tentang model ekonomi yang layak ditolak itu. Meeks dan Boff melihat praktik ekonomi pasar yang berlaku saat ini maupun praktik ekonomi sosialis yang pernah dijalankan di negara-negara komunis sebagai wujud-wujud dari model ekonomi semacam itu. Novak menolak praktik sosialisme dan memandang kapitalisme yang bersifat demokratik sebagai model ekonomi yang trinitaris. Higginson menilai model ekonomi yang individualistik itu tersirat dalam “etos Protestan”nya Max Weber dan seringkali tercermin dalam cara pengelolaan perusahaan. Saya melanjutkan teologi ekonomik yang berdasarkan Trinitas Sosial itu dengan menjadikan secara spesifik keluarga sebagai wujud konkret komunitas. Saya berpendapat bahwa “Trinitas keluarga” dapat menjadi dasar bagi pengembangan teologi ekonomik yang responsif terhadap konteks ekonomi Indonesia dan Asia pada umumnya, di mana keluarga menjadi bukan hanya model hubungan sosial tetapi juga acuan etis. Kata-kata Kunci: Trinitas sosial, teologi ekonomik, ekonomi kekeluargaan. Abstract: This article explores the use of the theological concept of “social Trinity” by four theologians focusing on economic issues. In general, those theologians suggest that the concept of “social Trinity” implies an economic theology resisting the individualistic economy model, which puts the community at stake. They disagree on which economic system exactly they consider worth rejecting. For Meeks and Boff, that economic model includes both the existing market economy and socialism as had been practiced in the communist countries. Novak rejects the economic system of socialist countries whilst insisting that “democratic capitalism” is consistently Trinitarian. Higginson argues that the individualistic economy is implied in Weber’s “Protestant ethic” and often reflected in the management of corporations. Subscribing to the economic theology based on “social Trinity,” and, at the same time, responding specifically to the characteristics of the Indonesian context, I suggest the family as a concrete form of community. I argue that “familial Trinity” would serve as a foundation for developing an economic theology in response to the situation of Indonesian economy and Asian economy in general, where the family is not only a model of social relations, but also an ethical reference. Keywords: Social Trinity, economic theology, familial economy.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Fauzia, Ine. "INDONESIA DALAM DOKTRIN HUKUM DAN PEMBANGUNAN." Asy-Syari'ah 19, no. 2 (March 28, 2019): 197–206. http://dx.doi.org/10.15575/as.v19i2.4358.

Full text
Abstract:
AbstractBased on Law and development doctrine, according to David Trubek and Alvaro Santos in The New Law and Economic Development book, there are at least three phases of the development of legal roles in development, namely 1) Law and Developmental State, 2) Law and the Neoliberal Market, and 3) The emerging paradigm. Using descriptive analysis methods, this paper attempts to examine Indonesia’s position of Indonesia in these three phases through legislation, government policies and secondary data related to this paper. The search results show that Indonesia has experienced the first and second moments of legal and development relations. To enter the third moment, Indonesia should not experience difficulties if Pancasila as national ideology is fully understood and re-enforced in Indonesia.Keywords:development phase, role of law, human rights AbstrakBerdasarkan Doktrin Hukum dan Pembangunan menurut David Trubek dan Alvaro Santos melalui buku The New Law and Economic Development, setidaknya terdapat tiga fase perkembangan peran hukum dalam pembangunan, yaitu 1) Law and the Developmental State, 2) Law and the Neoliberal Market, dan 3) The emerging paradigm. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis, tulisan ini mencoba untuk mengkaji posisi Indonesia dalam ketiga fase tersebut melalui peraturan perundang-undangan, kebijakan-kebijakan pemerintah serta data-data sekunder yang terkait dengan tulisan ini. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa Indonesia telah mengalami momen pertama dan momen kedua dari hubungan hukum dan pembangunan. Untuk masuk kepada momen ketiga, Indonesia hendaknya tidak akan mengalami kesulitan jika falsafah Pancasila yang digadang sebagai sumber dari segala sumber hukum dipahami secara utuh untuk kemudian ditegakkan di bumi Indonesia.Kata Kunci:fase pembangunan, peran hukum, hak asasi manusia
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

GİRAY, Rabia Eda. "Program Formatları Arasında Önemli Ölçüde Benzerliğin Tespiti Yöntemleri ve Fikir/ İfade Ayrılığı Doktrini." Marmara Üniversitesi Hukuk Fakültesi Hukuk Araştırmaları Dergisi 28, no. 2 (December 21, 2022): 1111–37. http://dx.doi.org/10.33433/maruhad.1207908.

Full text
Abstract:
Program format benzerliklerinden doğan uyuşmazlıkların tüm dünyada üst sıralarda olduğu görülmektedir. Yapımcıların yeterli yasal koruma elde edemedikleri yönündeki eleştirileri ile de formatların eser niteliği, formatların telif hukuku çerçevesinde koruma kapsamı ve iki format arasındaki benzerliğin tespiti noktasında farklı yöntem ve doktrinlerin oluşmasına sağlamıştır. İncelememiz format uyuşmazlıklarının ilk olarak 1930’larda ortaya çıktığı Amerikan ve İngiliz Hukuku özelinde, mahkeme ve doktrin görüşlerini Türk yargı kararları ile mukayese ederek, objektif kriterlerin ve yöntemlerin uygulanmasını önermeyi amaçlamaktadır. Zira incelememiz sırasındaki tespitimiz, yabancı mahkeme kararlarında format benzerliklerinde kullanılan Scènes À Faire doktrinin ve Merger doktrinin uygulanmadığı, formatların arasındaki önemli ölçüde benzerliğin tespiti noktasında objektif yöntemlere yer verilmediği şeklindedir.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Hadi P. Sahardjo. "Mencermati Teologi Reformed dan Gerakan Reformed Injili." TE DEUM (Jurnal Teologi dan Pengembangan Pelayanan) 9, no. 2 (November 2, 2020): 211–29. http://dx.doi.org/10.51828/td.v9i2.21.

Full text
Abstract:
Perkembangan doktrin dan Teologi Reformed yang sudah berlangsung lebih dari lima abad, telah menjadi sebuah tonggak sejarah dalam sejarah gereja dan kekristenan. Harus diakui bahwa Gerakan Reformasi telah menjadi bukti bahwa Tuhan masih memakai orang-orang yang dipilih-Nya untuk meluruskan pengajaran dan doktrin-doktrin yang sudah diselewengkan oleh gereja pada saat itu. Nama-nama seperti: Martin Luther, Phillip Melanchthon, Ulrich Zwingli, Johannes Calvin, dan lain-lain tercatat sebagai reformator dalam tradisi Calvinis. Tuhan berkarya, tetapi manusia terpilih telah dijadikan sebagai penegak kebenaran firman yang harus dikumandangkan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Efferin, Henry. "Perkembangan Doktrin Alkitab Clark Pinnock dan Pengaruhnya terhadap Jangkauan Keselamatan." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 4, no. 1 (December 21, 2018): 15–35. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v4i1.107.

Full text
Abstract:
Perhatian utama artikel ini adalah memperlihatkan bagaimana melalui perjalanan karier Pinnock sebagai seorang teolog, pergeseran doktrin Alkitabnya—khususnya pandangan mengenai ineransi, mempengaruhi pandangannya tentang jangkauan keselamatan. Karena itu doktrin Alkitab Pinnock akan dibahas lebih dahulu kemudian diikuti dengan membahas pandangannya tentang jangkauan keselamatan. Setelah itu saya akan memberikan evaluasi dan konstruksi paralel antara longgarnya doktrin Alkitab Pinnock dan luasnya pandangannya tentang “belas kasihan” Allah serta mengamati bagaimana yang pertama mempengaruhi yang belakangan. Dalam bagian kesimpulan saya akan menyajikan secara ringkas cara pendekatan saya sendiri terhadap isu ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Lukito, Daniel Lucas. "500 tahun Yohanes Calvin : Pengetahuan tentang Allah adalah Testing Ground untuk Mengenal Manusia." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 10, no. 1 (April 1, 2009): 3–28. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v10i1.212.

Full text
Abstract:
Dalam artikel ini saya berusaha memaparkan sesuatu yang paling dasar dan permulaan sekali dari karya Calvin, yaitu doktrin Allah, atau lebih spesifik lagi, doktrin pengetahuan tentang Allah. Menarik sekali ia memulai pembahasan dalam Institusio-nya dari sudut ini dan bukan dimulai dari doktrin-doktrin penting lainnya (mis. Kristus, penebusan, Alkitab, atau Gereja). Sengaja di bagian awal saya mengutip perkataan Aleksandr Solzhenitsyn (11 Desember 1918–3 Agustus 2008)—seorang novelis pemenang hadiah Nobel bidang kesusasteraan tahun 1970, penulis drama dan sejarawan Rusia ternama—yang di antara berbunyi: “Men have forgotten God; that’s why all this has happened.” Saya berasumsi mirip dengan Solzhenitsyn: Di abad 21 dan era posmodernisme sekarang ini, manusia sebenarnya telah melupakan Allah; itulah sebabnya semakin banyak masalah melanda kehidupan manusia di zaman ini, baik di tingkat nasional maupun internasional. Intinya, manusia tidak mengenal Allah, atau, mengutip perkataan Calvin di awal tadi, manusia berusaha semaksimal mungkin menjauhkan diri dari pengetahuan tentang Allah yang benar itu. Maka melalui artikel ini penulis berusaha menghadirkan kembali pemahaman yang benar tentang doktrin pengetahuan tentang Allah khususnya dari perspektif Calvin, serta melihat pada aplikasinya dalam kehidupan dan pelayanan Kristen dewasa ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Wahid, Abdul, Sunardi Sunardi, and Dwi Ari Kurniawati. "DOKTRIN KHILAFAH SEBAGAI ANCAMAN TERHADAP KONSTRUKSI NEGARA HUKUM INDONESIA." Yurispruden 1, no. 2 (June 30, 2018): 206. http://dx.doi.org/10.33474/yur.v1i2.1038.

Full text
Abstract:
Doktrin khilafah merupakan salah satu doktrin yang dinilai sebagai ancaman serius terhadap konstruksi Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI), khususnya konstitusionalitas Indonesia sebagai negara hukum yang memang tidak menempatkan agama tertentu sebagai dasar kehidupan bernegara. Di negara Indonesia ini, penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat dan bernegara dinilai sudah menyimpang, karena tidak sesuai dengan syariah, padahal secara substansial, sudah banyak produk legislatif di Indonesia, yang produk legislatif ini menjadi karakter konstruksi negara hukum, yang secara esensialitas sudah sejalan dengan norma-norma yang berlaku dalam “fiqih” (hukum Islam)Kata Kunci: negara hukum, doktrin khilafah, konstitusi, substansialitas
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Mulia, Hendra G. "Menikmati Perjamuan Kudus : Pengajaran Perjamuan Kudus menurut John Calvin dan Sumbangsihnya bagi Kehidupan Bergereja." Veritas : Jurnal Teologi dan Pelayanan 8, no. 2 (October 1, 2007): 191–204. http://dx.doi.org/10.36421/veritas.v8i2.187.

Full text
Abstract:
Perjamuan Kudus pada masa kini mengalami bahaya degradasi. Pelaksanaan Perjamuan Kudus melalui cara pelaksanaan yang tidak benar dan pengaruh konsep yang salah telah mengakibatkan desakralisasi sakramen tersebut. Akibatnya, jemaat tidak bertumbuh, sekalipun mereka setia mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Gereja dengan pemimpin dan jemaat yang demikian akan sekadar menjadi lapangan permainan kebutuhan sosial dan ajang ekspresi diri yang subjektif. Khususnya bagi gereja-gereja Protestan reformed, yang mestinya berpegang pada ajaran bapa gereja John Calvin, pelaksanaan Perjamuan Kudus perlu dikaji ulang, karena pelaksanaan Perjamuan Kudus dalam gereja jauh dari konsep yang dikemukakan oleh Calvin. Pengertian doktrin Calvin tidak terwujud dalam praksis kehidupan gereja. ... Berikut ini kita mencoba untuk melihat hakekat Perjamuan Kudus. Dalam hal ini penulis akan mengikuti doktrin Perjamuan Kudus seperti yang dikemukakan oleh Calvin. Mengapa mengikuti Calvin? Karena dalam keyakinan penulis, teologi Perjamuan Kudus Calvin adalah teologi Perjamuan Kudus yang cukup seimbang antara dimensi materi dan dimensi spiritualnya. Lagi pula, doktrin Calvin merupakan doktrin yang paling konsisten dalam semua bagiannya. Alasan terakhir adalah karena doktrin Calvin adalah warisan yang berharga selama ini ditinjau dari sudut historis, teologis dan biblikal. Dalam tulisan ini, kita akan melihat apa hakikat Perjamuan Kudus, perdebatan dalam konsep kehadiran Kristus dan dampak Perjamuan Kudus terhadap orang percaya yang mengambil bagian dalam Perjamuan Kudus. Dalam terang pengertian doktrin Perjamuan Kudus Calvin ini, kita mencoba melihat pelaksanaan yang benar dari Perjamuan Kudus dalam kehidupan gereja. Pelaksanaan Perjamuan Kudus yang benar dalam gereja akan mengembalikan kedalaman dan berkat yang melimpah pada waktu kita menjalankan Perjamuan Kudus.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography