To see the other types of publications on this topic, follow the link: Ekologisk produktion.

Journal articles on the topic 'Ekologisk produktion'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 30 journal articles for your research on the topic 'Ekologisk produktion.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Poutanen, Heidi. "(Sinne)bilder av ekologisk produktion och konsumtion." Sakprosa 13, no. 1 (March 16, 2021): 1–39. http://dx.doi.org/10.5617/sakprosa.8193.

Full text
Abstract:
Denna artikel tar avstamp i den socialsemiotiska multimodalitetsforskningen som utgår från att betydelser skapas i samspel mellan olika semiotiska system, som skrift och bild. I artikeln besvarar jag frågan hur djur, växter och människans relation till dem representeras i texter som handlar om ekologisk produktion och konsumtion inom den finska dagligvaru- och alkoholhandeln. Jag diskuterar även likheter och skillnader mellan representationerna i skrift och bild. Mitt material består av multimodala texter från tre svenspråkiga kundtidningar i Finland: Etiketten, K-Mat och Samarbete. I analysen redogör jag för olika semiotiska resurser och deras betydelsepotentialer i representationerna. Resultaten visar att representationer av det lyckliga livet av korna har en framträdande roll i marknadsföringen. Dessutom framkallar representationerna minnen från det förflutna och väcker konnotationer av den äkta och traditionella, finska matkulturen. I texterna betonas även den ömsesidiga relationen mellan människor och djur och människor och växter. Min analys visar att kundtidningarnas texter som helhet orienterar sig mot en verklighet där känslor och det sinnliga har betydelse.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Kurniasari, Nendah, Maharani Yulisti, and Christina Yuliaty. "LUBUK LARANGAN: BENTUK PERILAKU EKOLOGIS MASYARAKAT LOKAL DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN PERAIRAN UMUM DARATAN (TIPOLOGI SUNGAI)." Jurnal Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 8, no. 2 (December 10, 2015): 241. http://dx.doi.org/10.15578/jsekp.v8i2.5676.

Full text
Abstract:
Perilaku ekologis masyarakat di sekitar sungai merupakan sebuah modal mendasar bagi keberlangsungan sumberdaya ikan di kawasan sungai tersebut. Oleh karenanya, makalah ini bertujuan untuk menganalisis perilaku ekologis masyarakat lokal dalam memanfaatkan sumberdaya sungai. Penelitian dilaksanakan pada tahun 2012 pada masyarakat Nagari Manggilang Kecamatan Pangkalan Koto Baru Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat yang menetap di daetah aliran sungai Batang Talagiri dan Batang Manggilang. Analisis data menggunakan analisis deskriptif kualitatif yang menginterpretasikan secara logic hubungan antara faktor-faktor pendorong, implementasi serta implikasi perilaku ekologis tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perilaku ekologis masyarakat Nagari Manggilang dalam memperlakukan sungai didukung oleh beberapa hal yaitu kondisi geografis, pola kepemimpinan, hukum adat, dan sistem mata pencaharian masyarat. Keempat unsur ini turut andil dalam melestarikan perilaku ekologis tersebut. Perilaku ekologis masyakat Manggilang yang terwujud dalam lubuk larangan tidak hanya berimplikasi terhadap perilaku ekologi masyarakat secara kolektif, juga merubah perilaku sosial ekonomi masyarakat ke arah yang lebih produktif dan memiliki nilai moral yang tinggi. Title: Lubuk Larangan: Form of Ecological Behavior of Local Community in The Inland Fisheries Resource Management (River Tipology)Ecological behavior is a potential capital of sustainable resources. This paper aims to study the ecological behavior of local communities in the use of river resources. This study was conducted in 2012 at Nagari Manggilang, Pangkalan Koto Baru, Lima Puluh Kota District, West Sumatera with the objects are the community who settled in the watershed of the Batang Talagiri river and Batang Manggilang river. Data analysed by using descriptive qualitative that interpreted logically the relation among the supportive factors, implementation factors, and the implication of the ecological behavior. The results showed that the ecological behavior of Nagari Manggilang’ residents in treating the river suppoerted by several elements: geography, leadership patterns, customary laws, and livelihood systems. All of these elements contributed to preserve the ecological behavior. This ecological behavior at Nagari Manggilang’ residents that materialized as “Lubuk Larangan” was not only implicated to the ecological behavior of the society, but also changed the social behavior as well as economic behavior towards a more productive society and higher morale values
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Santosa, Imam, and Suyono Suyono. "PENGEMBANGAN ETIKA SUBSISTENSI BERWAWASAN EKOLOGIS UNTUK PENGEMBANGAN PERILAKU PRODUKTIF BAGI KOMUNITAS PETANI." Agritech: Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto 20, no. 2 (January 29, 2019): 1. http://dx.doi.org/10.30595/agritech.v20i2.3977.

Full text
Abstract:
The spreading of spatial-ecological conflicts are becoming worse with the greater crisis of ecological values. Natural resource exploitation are becoming more massive by various groups in society. The subsistence ethics of peasants in conducting productive behavior in the countryside is very necessary to be considered in preparing a new formulation of development. This research uses a qualitative approach to find the new concept. This research is located in District Karangreja and District Bojongsari, Purbalingga Regency. Based on this research, it is revealed that (1) the ecological social condition behind the ecological crisis is that the peasants are aware that their land is vulnerable to erosion but the control measures are still minimal due to the demands of economic factors (achievement of production targets), (2) ecological degradation always coincident with the decline of subsistence ethics, (3) the embryo of the concept of subsistence ethics with ecological insight for the development of productive behavior derived from several ecological values and it still maintained by the peasants who have refrained from excessive use of ground water for interest of irrigation water. Based on this research, it is suggested that the government through the related apparatus should provide more assertive signs so that the fulfillment of production targets (economic orientation) does not ignore the ecological degradation that can cause the leveling off in the future. It is important to realize that the cause of ecological degradation is not a single impact that is going to happen. Therefore, the effort to control this should necessarily require cohesiveness and culture-based peasants.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Margiyono, Margiyono, Ahmad Fauzi, Ernan Rustiadi, and Bambang Juanda. "Kerugian Ekologis dalam Pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur." Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik 10, no. 1 (July 9, 2019): 43–55. http://dx.doi.org/10.22212/jekp.v10i1.1162.

Full text
Abstract:
Kalimantan Timur adalah salah satu provinsi terkaya di Indonesia yang dikaruniai kelimpahan sumber daya alam. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur selama tahun 1990an hingga tahun 2000an mencapai lebih dari 7 persen per tahun, indeks pembangunan manusia (IPM) tertinggi ketiga di Indonesia, dan indeks kualitas lingkungan juga sangat baik. Namun saat ini, Provinsi Kalimantan Timur mengalami kontraksi pertumbuhan ekonomi hingga -1,28 persen yang dibarengi pula dengan peningkatan kejadian bencana alam. Hal ini menunjukkan indikasi bahwa Provinsi Kalimantan Timur mengalami paradoks kesejahteraan dan kelestarian. Oleh karena itu, tujuan studi ini adalah untuk mengetahui nilai kerugian ekologis, dampaknya terhadap kesejahteraan, dan penyebab kerugian ekologis. Untuk menjawab tujuan itu maka digunakan metode ecological account. Hasil studi menunjukkan bahwa kerugian ekologis tertinggi disebabkan oleh luasnya lahan kritis, kemudian secara berurutan kerugian akibat eksploitasi batu bara, gas bumi, dan minyak bumi. Kerugian ekologis tersebut telah mengoreksi tingkat kesejahteraan sampai 76 persen dari PDRB. Hasil studi lainnya menunjukkan bahwa tingginya kerugian ekologis disebabkan oleh lemahnya peraturan daerah yang berkaitan dengan lingkungan dan penegakan hukum. Akhirnya, studi ini merekomendasikan bagi para pembuat kebijakan bahwa dalam upaya untuk meningkatkan pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur atau daerah lain yang memiliki karakteristik yang sama maka perlu merehabilitasi lahan kritis untuk aktivitas yang produktif, diikuti dengan transformasi struktur ekonomi yang lebih berorientasi pada sumber daya alam yang dapat diperbaharui, serta melakukan revisi peraturan daerah tentang lingkungan dengan menerapkan pendekatan insentif dan disinsentif.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Permana, Aditya, Nunu Mahmud Firdaus, Dida Firmansyah, and Indra Permana. "IMPLEMENTASI PEMANFAATAN LATIHAN TERBIMBING DAN PEMBELAJARAN MENULIS NASKAH DRAMA BERBASIS EKOLOGI DAS CITARUM." Abdimas Siliwangi 2, no. 2 (August 31, 2019): 103. http://dx.doi.org/10.22460/as.v2i2p103-112.3258.

Full text
Abstract:
Implementasi Pemanfaatan Latihan Terbimbing dan Pembelajaran Menulis Naskah Drama Berbasis Ekologi DAS Citarum. Daerah aliran sungai (DAS) Citarum menjadi salah satu perangkat utama dalam proses pembelajaran dengan tujuan untuk membangun kesadaran masyarakat terhadap upaya pemeliharaan kualitas lingkungan yang berada di DAS Citarum. Proses upaya penyadaran dilakukan dengan berbagai pendekatan yang saling berkaitan terutama dalam membentuk karakter utama masyarakat dalam pemanfaatan ekologi DAS Citarum secara bijaksana dan produktif. Pembelajaran bahasa melalui drama, diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk menunjang pembelajaran terhadap masyarakat, dengan metode yang tidak terlalu kaku, namun efektif. Drama sebagai salah satu bentuk sastra populer diharapkan dapat membangun kesadaran masyarakat dengan komunikasi yang lebih menarik. Pelatihan terbimbing merupakan metode pendidikan sastra yang lebih fleksibel terhadap kualitas pembelajaran bahasa dan sastra. Landasan utama dalam program pengabdian adalah hasil pengabdian yang dilakukan oleh A. Permana dan R. Hidayat (2018) yang berkaitan dengan latihan terbimbing dan pembelajaran menulis naskah drama. Metode pengabdian yang dilakukan adalah dengan program pelatihan terbimbing dan demonstrasi drama dengan memanfaatkan ekologi DAS Citarum
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Riniatsih, Ita. "Struktur Komunitas Larva Ikan Pada Ekosistem Padang Lamun Di Perairan Jepara." Jurnal Kelautan Tropis 19, no. 1 (July 18, 2016): 21. http://dx.doi.org/10.14710/jkt.v19i1.596.

Full text
Abstract:
Ekosistem padang lamun sebagai salah satu ekosistem di wilayah pesisir yang produktif mempuyai fungsi secara ekologis sebagai tempat untuk memijah, daerah asuhan bagi larva yang dihasilkan dan tempat untuk mencari makan berbagai organism laut yang hidup di dalamnya. Kelestarian dan keanekaragaman organism laut sangat tergantung dari keberadaan dan kondisi biofisik padang lamun sebagai habitat sementara atau habitat selama siklus hidupnya. Penelitian tentang kajian fungsi ekologis padang lamun ini dilakukan untuk melihat seberapa jauh keterkaitan tentang kondisi padang lamun dengan keaneragaman larva ikan yang memanfaatkan padang lamun untuk tempat berlindung dan mencari makan. Penelitian dengan metoda deskriptif ini dilakukan di ekosistem padang lamun Jepara di perairan Teluk Awur, Pantai Bandengan dan perairan Mororejo. Sampel ikan di tangkap dengan menggunakan jarring sudu, yang didorong sepanjang 150 meter sejajar garis pantai. Jumlah total larva ikan yang tertangkap selama penelitian adalah sebanyak 570 ekor dari 12 famili. Hasil identifikasi memperlihatkan famili ikan yang tertangkap adalah Apogonidae, Carapidae, Blenniidae, Egraulidae, Epilephenidae, Gerridae, Heniranphidae, Labridae, Gobiidae, Lutjanidae, Syngnathidae, Mullidae, dan Siganidae. Famili ikan yang teridentifikasi didominasi dari famili Gobiidae, Bleniidae dan Eugraulidae. Berdasarkan lokasi pengamatan, lokasi perairan Bandengan merupakan lokasi dengan hasil tangkapan larva ikan tertinggi, yaitu sebanyak 9 famili, perairan Teluk Awur sebanyak 7 famili dan perairan Mororejo sebanyak 5 famili. Kata kunci: larva ikan, padang lamun, perairan Jepara
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Ramadhan, Gilang Mas. "Pelatihan Pengembangan Sistem Aquaponik Budikdamber Untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan dan Kecerdasan Ekologis Masyarakat." Madaniya 2, no. 1 (January 21, 2021): 51–59. http://dx.doi.org/10.53696/27214834.56.

Full text
Abstract:
Dewasa ini pemanfaatan lingkungan yang baik dapat menjadi salah satu akses untuk mencapai kesejahteraan hidup, guna menghasilkan produktifitas yang teraktualisasi dalam perilaku masyarakat yang aware akan lingkungan terutama dalam memanfaatkan sumber daya alam lokal, begitupun masyarakat Desa Kutasirna, tepatnya warga RT 12 dan 13 di Kecamatan Cisaat, Kab. Sukabumi, daerah dengan potensi alamya di bidang budidaya ikan air tawar dan pertanian, namun fakta di lapangan menunjukan warga belum terlalu memaksimalkan potensi tersebut, selain itu kesadaran warga akan pentingnya ketahanan pangan dengan cara sistem tanam aquaponik dan hidroponik masih kurang, juga belum ada wadah terorganisir dalam memasarkan hasil perikanan dan pertanian, oleh karena itu perlu adanya upaya pemberdayaan serta pendampingan kepada masyarakat, agar lebih produktif. Metode pelaksanaan pengabdian pada masyarakat ini dimulai dengan tahap sosialisasi mengenai Inovasi dalam sistem tanam aquaponik kemudian tahap pembangunan sistem tanam aquaponik, tahap manajemen kelembagaan masyarakat dan diakhiri dengan evaluasi serta monitoring. Hasil dari pengabdian ini sendiri adalah semakin meningkatnya kecerdasan ekologis yang terimplementasi pada pengetahuan, sikap dan keterampilan masyarakat setempat. Setelah program pengabdian ini dilaksanakan, masyarakat kini memiliki kesadaran akan pentingnya ketahanan pangan, keterampilan dalam sistem tanam aquaponik serta keterampilan membuat olahan makanan ikan lele dari hasil budikdamber yang selanjutnya dapat dipasarkan di platform aplikasi Kutamart, sehingga sektor kewirausahaan dan ekonomi kreatif dapat tumbuh dan berkembang di Desa Kutasirna ini, kemudian diharapkan dapat menciptakan sinergitas antara masyarakat dan pemerintah dalam upaya menciptakan SDM yang unggul dan mampu bersaing di era digital melalui kolaborasi dengan stakeholder, pemerintah setempat dan UMKM yang ada.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Tahir, Irmalita, Rustam Effendi Paembonan, Zulhan A. Harahap, Nebuchadnezzar Akbar, and Eko Setyabudi Wibowo. "SEBARAN KONDISI EKOSISTEM HUTAN MANGROVE DI KAWASAN TELUK JAILOLO, KABUPATEN HALMAHERA BARAT. PROVINSI MALUKU UTARA." JURNAL ENGGANO 2, no. 2 (September 29, 2017): 143–55. http://dx.doi.org/10.31186/jenggano.2.2.143-155.

Full text
Abstract:
Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem utama di wilayah pesisir yang sangat produktif namun sangat rentan terhadap perubahan lingkungan. Pengelolaan ekosistem mengrove harus memperhatikan keterpaduan secara ekologis, ekonomis dan sosial-budaya masyarakat agar pengelolaan secara optimal dan lestari tercapai. Potensi sumber daya ekosistem mangrove di Kawasan Teluk Jailolo cukup besar tetapi kondisi hutan mangrove belum terdata optimal. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sebaran kondisi ekosistem hutan mangrove di kawasan Teluk Jailolo, dengan harapan agar pemanfaatan potensi ekosistem mangrove dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Metode yang digunakan dengan pendekatan teknologi penginderaan jauh dalam memperoleh data dan informasi spasial tentang kondisi ekosistem mangrove dan pengukuran langsung (survey lapangan) untuk memperoleh data sebaran dan kondisi ekosistem mangrove di kawasan pesisir Teluk Jailolo. Berdasarkan hasil analisis data Citra Alos Avnir-2 bahwa luas mangrove yang terdapat di Teluk Jailolo adalah 393.77 ha, sebagian besar menyebar disekitar garis pantai bagian Timur Teluk Jailolo, dengan kategori tingkat kerapatan sangat jarang hingga lebat. Berdasarkan analisis NDVI diketahui bahwa luas mangrove untuk kategori sangat jarang 20.18 ha, jarang 91.97 ha, sedang 157.83 ha, dan lebat 123.79 ha
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Maryani, Anis Tatik, and Fetty Febriasti Bahar. "Pemanfaatan lahan tidak produktif dengan penanaman aneka tanaman buah-buahan di Desa Nyogan Muaro Jambi." Unri Conference Series: Community Engagement 1 (September 27, 2019): 262–66. http://dx.doi.org/10.31258/unricsce.1.262-266.

Full text
Abstract:
Tanaman buah-buahan (mangga dan avokad) merupakan salah satu tanaman komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi yang memiliki peluang untuk dikembangkan dalam rangka menambah pendapatan bagi warga desa. Tanaman buah-buahan (mangga dan avokad) dengan perbanyakan secara vegetatif (cangkok atau penyambungan) ini mulai berbuah pada umur tanaman berkisar antara 2-3 tahun. Hasil observasi dari potensi desa menunjukkan bahwa di desa Nyogan cocok untuk dibudidayakan tanaman mangga dan advokad hasil perbanyakan cangkok dan penyambungan. Atas dasar ini sangat memungkinkan jika diterapkan pada lahan tidur yang tidak dimanfaatkan lagi atau (pada lahan yang sudah terdapat komoditi yang tidak produktif). Tanaman buah-buahan menjadi sangat mungkin untuk dikembangkan pada lahan-lahan rakyat yang terdapat di sekitar perumahan atau lahan-lahan perkebunan kosong yang selama ini tidak termanfaatkan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa tanaman mangga dan advokad sudah dikenal cukup baik di Desa Nyogan, diperoleh secara konvensional. Setelah diperkenalkan bibit tanaman hasil perbanyakan cangkok dan sambungan serta prospek dari tanaman ini, masyarakat khususnya petani menjadi tertarik. Atas dasar ini tanaman buah-buahan sangat mungkin untuk dikembangkan pada lahan-lahan rakyat yang terdapat di sekitar perumahan atau lahan-lahan perkebunan kosong yang selama ini tidak termanfaatkan agar produktif dan memiliki nilai tambah ekonomi maupun ekologi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Sutikno, Agus, and Hadli Lidya Rikayana. "PENGELOLAAN SOSIAL EKOLOGI MASYARAKAT PESISIR DI PULAU SINGKEP (MELALUI BUM DESA DI KECAMATAN SINGKEP PESISIR)." Journal of Maritime Empowerment 1, no. 1 (November 30, 2018): 33–37. http://dx.doi.org/10.31629/jme.v1i1.1062.

Full text
Abstract:
Kesulitan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa yang tinggal di daerah pesisir karena kurangnya kesempatan untuk mengakses dan menguasai teknologi serta tidak memiliki modal yang cukup adalah faktor-faktor yang sering menyulitkan dalam mengelola masyarakat desa untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tujuan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah 1) Untuk mengetahui sejauh mana peran serta masayarakat dalam penyelenggaran BUM Desa pada desa di Kecamatan Singkep Pesisir, 2) Untuk melihat perkembangan BUM Desa pada desa di Kecamatan Singkep Pesisir, 3) Mendorong pendirian BUM Desa dan mengoptimalkan pengelolaan BUM Desa pada desa di Kecamatan Singkep Pesisir. Lokasi kegiatan pengabdian masyarakat ini akan dilaksanakan pada empat desa di Kecematan Singkep Pesisir yaitu Desa Lanjut, Desa Sedamai, Desa Persing, dan desa Pelakak. Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) ini merupakan penelitian studi kasus dengan menggunakan teknik observasi, diskusi pendekatan kemasyarakatan, survei dan wawancara sesuai dengan tahapan kegiatan yang dilakukan. Dari kegiatan pengabdian ini diketahui bahwa 1) Peran serta masyarakat desa di Kecamatan Singkep Pesisir dalam penyelenggaraan BUM Desa masih kurang. Terutama kurangnya partisipasi generasi muda produktif yang memiliki pendidikan SMA dalam Pengelolaan BUM Desa. 2) Pekembangan BUM Desa pada desa di Kecamatan Singkep Pesisir masih kurang karena tidak ada pendampingan dan kurangnya partisipasi SDM yang berpendidikan SMA untuk ikut mendirikan dan mengelola BUM Desa.3) Dengan adanya pengabdian ini akan mendorong Pendirian BUM Desa karena kedepanya pengabdian masyarakat ini akan terus dilanjutkan untuk melakukan pendampingan ke masyarakat untuk pengelolaan dan pengembangan BUM Desa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Hamka, Suryo Tri Harjanto, and Adhi Widyarthara. "KRITERIA PEMILIHAN MATERIAL SOFTSCAPE DAN HARDSCAPE LANSKAP BERKELANJUTAN UNTUK RANCANGAN TAMAN MERAH KAMPUNG PELANGI KOTA MALANG." Pawon: Jurnal Arsitektur 5, no. 1 (February 7, 2021): 17–28. http://dx.doi.org/10.36040/pawon.v5i1.3211.

Full text
Abstract:
Taman Merah Kampung Pelangi rancangannya direncakan dengan menggunakan konsep lanskap berkelanjutan, yaitu memepertimbangkan aspek lingkungan, sosial budaya, ekonomi, estetika dan institusional. Namun untuk memenuhi aspek lingkungan dan estetika maka perlu dilakukan kajian kriteria material softscape dan hardscape lanskap yang memiliki dampak positif terhadap lingkungan dan juga estetik secara visual. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi ketepatan pemilihan material softscape dan hardscape yang sesuai dengan konsep rancangan. Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif berdasarkan studi literatur terkait manfaat dari jenis material softscape dan hardscape lanskap. Hasil kajian menunjukkan bahwa material softscape yang digunakan adalah dibagi menjadi tiga yaitu tanaman untuk fungsi ekologi, fungsi estetika dan fungsi ekonomi atau ketahanan pangan berupa tanaman produktif. Material hardscape diselesaikan dengan cara mengurangi penggunaan perkerasan secara keseluruhan, misalkan kombinasi antara beton dan rumput, krikil atau batu koral, penggunaan pasir putih untuk lapangan futsal dan volley. Hal tersebut bertujuan agar area resapan air pada taman tetap terjaga.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Bayuaji, Giri. "PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD UNTUK IDENTIFIKASI WILAYAH POTENSIAL TAMBAK UDANG DI KABUPATEN BREBES." Seminar Nasional Geomatika 2 (February 9, 2018): 81. http://dx.doi.org/10.24895/sng.2017.2-0.400.

Full text
Abstract:
<p>Budidaya udang merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang sangat produktif dalam meningkatkan kesejahteraan masyrakat pesisir di Kabupaten Brebes. Pada wilayah pesisir Kabupaten Brebes banyak terdapat budidaya tambak udang yang belum optimal. Banyak budidaya tambak intensif yang produktivitasnya setiap tahun menurun karena budidaya tambak tersebut belum memenuhi persyaratan lokasi teknis, fisik dan ekologis yang sesuai. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan wilayah potensi tambak udang di Kecamatan Pesisir Kabupaten Brebes. Lokasi potensi budidaya tambak udang tersebut didapatkan dengan menggunakan teknik pemodelan spasial dari Sistem Informasi Geografi (SIG). Analisis spasial dengan menggunakan metode <em>overlay</em> dipilih untuk mendapatkan hasil yang komprehensif. Parameter-parameter yang digunakan adalah: Jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari laut, jarak dari pasar, jarak dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), dan penggunaan tanah di sekitar tambak. Hasil dari analisis tersebut akan memberikan informasi wilayah yang berpotensi tinggi, berpotensi sedang, berpotensi rendah di Kabupaten Brebes. Dalam pemilihan lokasi dengan metode tersebut, dapat dihasilkan juga luasan wilayah potensi yang dapat dikembangkan. Lokasi yang berpotensi untuk budidaya tambak udang adalah kecamatan Losari, Kecamatan Bulakamba, dan Kecamatan Brebes karena memiliki nilai total potensi yang tinggi. Sedangkan untuk kecamatan Wanasari memiliki nilai potensi yang sedang dan Kecamatan Tanjung memiliki nilai potensi yang rendah.</p><p><strong>Kata kunci</strong> : SIG, tambak udang, wilayah potensial</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Handiani, Dian Noor, and Aida Heriati. "Analisis Sebaran Parameter Kualitas Air dan Indeks Pencemaran di Perairan Teluk Parepare-Sulawesi Selatan." Jurnal Ilmu Lingkungan 18, no. 2 (August 31, 2020): 272–82. http://dx.doi.org/10.14710/jil.18.2.272-282.

Full text
Abstract:
Teluk Parepare di Sulawesi Selatan merupakan kawasan dengan aktivitas pelabuhan penumpang dan kargo, serta perikanan yang produktif. Aktifitas ini berdampak terhadap ekologi di perairan tersebut. Pesisir dan laut secara ekologi memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Salah satunya fungsi siklus biogeokimia dari buangan limbah yang masuk ke perairan tersebut. Akan tetapi, kebermanfaatan ini hendaknya tidak melebihi kapasitas ekologinya dalam menerima suatu jumlah limbah. Jika berlebih, maka akan terjadi kerusakan lingkungan dan kesehatan yang sulit ditoleransi. Kondisi ini mempersulit perairan tersebut untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan berkesesuaian dengan lingkungan. Penelitian ini bertujuan menganalisis sebaran spasial parameter kualitas air laut dan indeks pencemaran di perairan Teluk Parepare, serta sebagai upaya membantu pemerintah setempat melakukan pengawasan dan pengendalian pencemaran di perairan tersebut. Penelitian ini memanfaatkan hasil pengukuran in situ enam parameter (suhu, salinitas, pH, ammonia, timbal dan tembaga) di 28 stasiun pengamatan. Parameter tersebut mencakup baku mutu peruntukkan wilayah pelabuhan dan mengingat di kawasan tersebut terdapat juga aktivitas kilang minyak. Sebaran spasial parameter kualitas perairan merupakan hasil interpolasi dengan metode Inverse Distance Weighted (IDW) dari hasil pengukuran lapangan dan dihitung indeks pencemarannya. Hasil menunjukkan sebaran suhu, salinitas, ammonia, dan pH terlarut berkesesuaian dengan baku mutu, sedangkan konsentrasi timbal dan tembaga (logam berat) berada di atas baku mutu. Indeks pencemaran (IP) menghasilkan nilai antara 1,69–38,66. Nilai IP diklasifikasikan menjadi indeks cemar ringan di 14 stasiun pengamatan dan sebaran cemar ringan dominan di Teluk Parepare bagian dalam. Indeks cemar sedang terdapat di 12 stasiun pengamatan dan sebarannya di Teluk Parepare bagian luar, sedangkan cemar berat terdapat di 2 stasiun dan sebarannya di sekitar pesisir Kota Parepare. Kondisi ini menunjukkan bahwa parameter logam berat (seperti timbal dan tembaga) telah melebihi baku mutu dan berkaitan dengan berbagai kegiatan pelabuhan, serta perkapalan di sekitar perairan Teluk Parepare.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Suhaibah, Armiwal. "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERANAN PEMERINTAH DALAM PELAKSANAAN REHABILITASI HUTAN MANGGROVE." Jurnal Sosial Humaniora Sigli 2, no. 2 (December 15, 2019): 17–34. http://dx.doi.org/10.47647/jsh.v2i2.168.

Full text
Abstract:
Dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa "sistem penyangga kehidupan merupakan satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan non-hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk". Pasal 43 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 yang menyatakan "bahwa setiap orang yang memiliki, mengelola, dan atau memanfaatkan hutan yang kritis atau tidak produktif, wajib melaksanakan rehabilitasi hutan untuk tujuan perlindungan dan konservasi". Hal tersebut dapat dilakukan dengan di dampingi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang kehutanan dan di fasilitasi oleh Pemerintah Provinsi. Hasil hutan berupa kayu maupun hasil hutan ikutan dapat diekspor ke luar negeri, sehingga mendatangkan devisa bagi negara. Ditinjau dari segi kepentingan manusia yang dapat merasakan manfaat hutan secara tidak langsung dapat dibagi dua, yaitu: manusia sebagai individu (butir a sampai g) dan manusia sebagai warga negara. Manfaat hutan tersebut diperoleh apabila hutan terjamin eksistensinya sehingga dapat berfungsi secara optimal. Fungsi­fungsi ekologi, ekonomi dan sosial dari hutan akan memberikan peranan nyata apabila pengelolaan sumber daya alam berupa hutan seiring dengan upaya pelestarian guna mewujudkan pembangunan nasional berkelanjutan. Kata Kunci: Peran Pemerintah Dalam Rehabilitasi Hutan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Siregar, Ameilia Zuliyanti. "INTEGRASI PADI MERAH DAN TERNAK LEMBU MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI TAPANULI SELATAN." JURNAL PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT 27, no. 1 (March 4, 2021): 35. http://dx.doi.org/10.24114/jpkm.v27i1.23684.

Full text
Abstract:
Sumatera Utara sebagai sumber penghasil beras teridentifikasi kekurangan energi protein, dapat dikendalikan melalui konsumsi beras merah dan daging lembu. Di Sumatera Utara, lahan tanam beras merah diidentifikasi pada 7 Kabupaten, diantaranya adalah Tapanuli Selatan. Penanaman beras merah spesifik lokal terdapat di Desa Tanjung Dolok, Kec.Marancar, Kab.Tapsel, manakala pengelolaan ternak lembu sebagai sumber protein hewani yang potensial di Desa Sijungkang, Kec. Angkola Timur, Kab. Tapsel, Sumatera Utara. Oleh sebab itu, sangat penting dilakukan kegiatan Pengabdian Pengembangan Desa Mitra (PPDM) selama 3 tahun dengan menganalisis kedua faktor (internal dan eksternal), strategi penting, konservasi, pengelolaan pertanian beras merah dan ternak lembu lokal terpadu mendukung ekowisata sebagai upaya menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi kreatif. Sistem tani ternak (tanter), salah satu alternatif pemecahan masalah strategis dan efektif dengan keuntungan ekonomi, sosial dan ekologi. Induksi pengetahuan tentang pola tanam tepat guna, Pengendalian Hama Terpadu menggunakan Sweep Net (perangkap jaring), Yellow Sticky Trap (perangkap pelikat kuning), pestisida nabati, dan pakan prebiotik bagi ternak lembu diharapkan meningkatkan produktivitas hasil pertanian dan peternakan. Tanter sebagai sumber pangan protein produktif diharapkan mendukung peningkatan ketahanan pangan di Sumatera Utara.Kata kunci: Integrasi, Beras Merah, Ternak Lembu, Ketahanan Pangan, Sumatera Utara.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Roni Fajar Santoso and Sriwulan Ferindian Falatehan. "ANALISIS KEDAULATAN PANGAN PADA KOMUNITAS ADAT CIREUNDEU." Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] 5, no. 2 (June 16, 2021): 256–71. http://dx.doi.org/10.29244/jskpm.v5i2.812.

Full text
Abstract:
Kedaulatan pangan merupakan hak setiap orang, masyarakat, dan negara untuk mengakses dan menguasai sumber daya produktif dan menguasai sistem pangannya sendiri sesuai dengan kondisi ekologi, sosial, ekonomi dan budaya masing-masing. Dalam studi ini, kedaulatan pangan dalam rumah tangga dilihat dari kewenangannya dalam menentukan sistem pertanian dan praktik pemenuhan dalam berproduksi; penyimpanan dan distribusi produk; pilihan konsumsi makanan; dan pengelolaan pengetahuan dan pematenan benih. Asumsi yang mendasari kedaulatan pangan adalah individu memiliki rasa kebersamaan yang kuat sehingga ingin terlibat dalam kelembagaan pangan di komunitasnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kedaulatan pangan dalam rumah tangga Masyarakat Adat Cireundeu dan menganalisis hubungan antara rasa tingkat masyarakat dan tingkat kedaulatan pangan dengan menguji validitas konstruk. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Oktober 2018 dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik survei. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kedaulatan pangan pada Masyarakat Adat Cireundeu berada pada kategori Sedang dengan kewenangan yang dimiliki pada kategori Tokenisme dan praktik pemenuhan unsur kedaulatan pangan pada kategori Sedang. Hasil validitas identifikasi konstruk menggunakan uji korelasi Rank-Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara rasa kebersamaan dengan kedaulatan pangan yang ditunjukkan dengan nilai α> 0,05 dengan koefisien korelasi 0,115. Hal ini menunjukkan bahwa rasa kebersamaan bukanlah pemicu utama dalam membangun kedaulatan pangan. Kata kunci: Kedaulatan pangan, Masyarakat adat, Rasa kebersamaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Akil, Arifuddin. "Penyuluhan Mekanisme Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota di Kantor Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar." JURNAL TEPAT : Applied Technology Journal for Community Engagement and Services 3, no. 1 (June 30, 2020): 71–80. http://dx.doi.org/10.25042/jurnal_tepat.v3i1.105.

Full text
Abstract:
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan penyimpangan pelaksanaan penataan ruang secara berkelajutan di berbagai daerah termasuk di Kota Makassar adalah akibat dari kelalaian dalam perencanaan, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfatan ruang sesuai prinsip penataan ruang. Khusus pengendalian pemanfaatan ruang merupakan tugas strategis pemerintah dalam mewujudkan harapan penataan ruang, namun dalam penerapan di lapangan masih terdapat masalah seperti penyimpangan pemanfaatan ruang dan rendahnya pengetahuan masyarakat. Dugaan awal dasar permasalahan tersebut khususnya di Kecamatan Biringkanaya adalah masih kurangnya pemahaman aparat untuk melakukan tugas pembinaan kepada masyarakat dan pengendalian pemanfaatan ruang sesuai regulasi, yang berimplikasi pada tata ruang kota yang layak huni, produktif, dan ekologis. Permasalahan ini dapat diatasi sesuai target kegiatan ini melalui peningkatan pengetahuan aparat terkait permasalahan tersebut. Karena itu kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan (capacity Building) aparat pemerintah mengenai substansi permasalahan pemanfaatan ruang. Metode yang digunakan sesuai target dan tujuan kegiatan ini adalah melakukan penyuluhan terhadap aparat pemerintah khususnya di tingkat kecamatan Biringkananya dengan agenda penyajian: 1) materi regulasi menyangkut pembinaan kepada masyarakat agar dapat berperan aktif dalam penataan ruang, 2) materi tentang regulasi dan substansi pengendalian pemanfaatan ruang, seperti peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi, dan 3) materi tentang mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang sesuai arahan Permendagri No.115 Tahun 2017. Hasil pelaksanaan kegiatan menunjukkan peningkatan pengetahuan peserta mengenai pembinaan penataan ruang kepada masyarakat, serta pemahaman regulasi, substansi, dan mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang di wilayahnya. Hal tersebut ditunjukkan pada diskusi tanya jawab pada bagian akhir kegiatan. Dalam diskusi terungkap tentang belum optimalnya menyikapi permasalahan di lapangan akibat keterbatasan pengetahuan aparat tentang pembinaan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Beberapa regulasi mekanisme pengendalian pemanfaatan ruang termasuk prosedur, belum dikuasai akibat keterbatasan informasi sampai pada aparat di tingkat kelurahan yang sejatinya bersentuhan langsung dengan permasalahan pemanfaatan ruang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Soewandita, Hasmana. "ANALISIS POTENSI DAN KARAKTERISTIK LAHAN DI PULAU KECIL UNTUK MENUNJANG PENGEMBANGAN KAWASAN TRANSMIGRASI." Seminar Nasional Geomatika 2 (February 9, 2018): 591. http://dx.doi.org/10.24895/sng.2017.2-0.458.

Full text
Abstract:
<p>Pengembangan kawasan transmigrasi di pulau kecil masih jarang dilakukan. Pengembangan kawasan ini sangat tergantung dengan kondisi potensi lahannya baik aspek karakteristik maupun kondisi lingkungan lainnya. Tujuan dari kajian ini adalah melakukan studi investigasi kondisi potensi pulau kecil (Pulau Jemaja) dari segi aspek karateristik lahannya untuk mendukung cetak sawah sebagai bagian sarana pendukung pengembangan kawasan transmigrasi di kawasan perbatasan. Metode yang digunakan adalah analisis peta, <em>ground check</em> (sampling tanah), analisis kualitas lahan, dan analisis keterkaitan kependudukan dan ekologi lahan. Lokasi kajian di lahan wilayah pulau kecil Pulau Jemaja Kecamatan Jemaja dan Jemaja Timur Kabupaten Kepulauan Anambas. Hasil kajian menunjukkan dari pencadangan lahan untuk alokasi cetak sawah seluas 1.000 Ha, 650 Ha direkomendasikan untuk kesiapan sebagai lahan produksi. Hasil analisis menunjukkan kondisi kualitas lahan atau kesuburan lahan yang tergolong baik dan layak untuk pengembangan pertanian produktif seperti untuk budidaya tanaman padi seluas 450 Ha. Dengan didukung sarana dan prasarana bendung dan saluran irigasi, lahan seluas 450 Ha tersebut layak untuk cetak sawah dengan tingkat kualitas lahan/kesuburan lahan yang sesuai untuk tanaman padi. Kelayakan sumberdaya lahan untuk pertanian padi sawah dimungkinkan penempatan transmigran untuk mendukung aktivitas budidaya tanaman pangan. Penempatan transmigran di lokasi ini juga untuk mendukung penyebaran penduduk mengingat tingkat kepadatan penduduk di dua kecamatan tersebut (Kecamatan Jemaja dan Jemaja Timur) memang masih rendah.</p><p><strong>Kata kunci</strong>: pulau kecil, karakteristik lahan, transmigrasi</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Handayani, Estrin, Nufikha Falyauma, Dhian Dwi Hartini, Sulistiyani Purna Sari, and Seno Marijanto. "Optimalisasi Pemberdayaan Kader PKK Terhadap Peningkatan Kerajinan Limbah Plastik." Jurdimas (Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat) Royal 4, no. 2 (May 12, 2021): 173–80. http://dx.doi.org/10.33330/jurdimas.v4i2.955.

Full text
Abstract:
Abstract: The activities to optimize the empowerment of PKK cadres include 15 housewives who initially did not have productive activities, now they had skill in making crafts made from plastic waste. The program that has been implemented is the use of plastic waste into handicrafts as a means of entrepreneurial-based creative economy. This program is very helpful in maintaining the balance of the environment in an ecological manner. Preserving the environment is a very important factor today. Many natural disasters are caused due to damaged environment. PKK provides simple counseling so that the environment is not damaged and prevents contamination of water sources, carries out plastic waste management using handicrafts. The method used in this activity is Participatory Rural Appraisal, which is an approach method in the process of empowering and increasing community participation by emphasizing community involvement in all activities carried out. The purpose of this Community Service activity is to reactivate community cadres in managing waste into crafts based on creative economy entrepreneurship. The results of this event were attended by 15 PKK members, and 3 small groups were produced based on the raw materials used with craft management creations.Keywords: Crafts ; Garbage Waste; PKK Cadres; Plastic Waste Abstrak: Kegiatan optimalisasi pemberdayaan kader PKK ini meliputi 15 orang Ibu Rumah Tangga yang awalnya tidak mempunyai kegiatan produktif, sekarang telah terampil dalam membuat kerajinan berbahan baku limbah plastik. Program yang telah dijalankan berupa pemanfaatan limbah plastik menjadi kerajinan tangan sebagai sarana ekonomi kreatif berbasis wirausaha. Program ini sangat membantu dalam menjaga keseimbangan lingkungan secara ekologis. Menjaga kelestarian lingkungan menjadi faktor yang sangat penting dewasa ini. Banyak bencana alam yang disebabkan karena lingkungan yang rusak. PKK memberikan penyuluhan sederhana agar lingkungan tidak dirusak dan mencegah pencemaran sumber air, melaksanakan pengelolaan sampah plastik dengan pemanfaatan kerajinan tangan. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah Participatory Rural Appraisal yaitu metode pendekatan dalam proses pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat dengan menekankan pada keterlibatan masyarakat dalam semua kegiatan yang dilaksanakan. Tujuan dilakukan kegiatan Pengabdian ini adalah untuk mengaktifkan kembali pengkaderan masyarakat dalam mengelola limbah sampah menjadi kerajinan yang berbasis wirausaha ekonomi kreatif. Hasil pengadian ini dihadiri oleh 15 anggota PKK Dusun Wonosuko, dan dihasilkan 3 kelompok kecil berdasarkan bahan baku yang digunakan dengan kreasi pengelolaan kerajinan.Kata Kunci: Kader PKK; Kerajinan; Limbah Plastik; Limbah Sampah
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Rugebregt, Marsya Jaqualine, Caleb Matuanakotta, and Mr Syafrizal. "Keanekaragaman Jenis, Tutupan Lamun, dan Kualitas Air di Perairan Teluk Ambon." Jurnal Ilmu Lingkungan 18, no. 3 (November 30, 2020): 589–94. http://dx.doi.org/10.14710/jil.18.3.589-594.

Full text
Abstract:
Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem penting di laut, disamping terumbu karang dan mangrove sebagai pendukung kehidupan biota. Ekosistem lamun memiliki fungsi ekologi diantaranya adalah sebagai habitat, tempat pemijahan, pengasuhan, pembesaran, dan mencari makanan dari berbagai biota. Berkembangnya kegiatan manusia di wilayah pesisir khususnya di perairan Teluk Ambon seperti kegiatan pariwisata, pemukiman, dan aktivitas lainnya memungkinkan adanya pengaruh terhadap ekosistem lamun, sehingga diduga mengalami perubahan fisik, kelimpahan, maupun sebarannya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui keanekaragaman jenis dan persentase tutupan, serta kualitas air di ekosistem lamun Teluk Ambon. Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2019 di Teluk Ambon dengan 7 (tujuh) stasiun yaitu Tanjung Tiram, Halong, Galala, Lateri, Passo, Waiheru, dan Tawiri. Data diperoleh menggunakan teknik transek dengan mengadopsi protocol dari UNESCO pada ekositem lamun yang kontinu atau koleksi bebas pada vegetasi lamun yang sepenggal-sepenggal. Parameter kualitas air yang diukur meliputi parameter fisika (suhu dan salinitas) dan parameter kimia (pH, DO, nitrat, silikat dan fosfat. Suhu, salinitas, pH, dan Do diukur secara in situ dengan menggunakan Water Quality Checker (WQC) WTW 3430 Set F. Sampel air dibawa ke laboratorium kimia Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI Ambon untuk analisa nitrat, silikat dan fosfat dengan menggunakan metode spektrofotometri. Hasil yang diperoleh terdapat enam jenis lamun yang ditemukan di Teluk Ambon yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halophina minor, Cymonocea rotundata, dan Halodule pinifolia. Persentase tutupan lamun pada setiap stasiun Galala : E. acroides (34,41%), T. hemprichii (28,37%), H. ovalis (1,40 %) dan H. pinifolia (35.81%); Halong : E. acroides (29,42%), T. hemprichii (7,95%), H. ovalis (1,77 %), C. rotundata (10.58%) dan H. pinifolia (35.81%); Tj. Tiram : E. acroides (41.51%), T. hemprichii (52,72%), H. ovalis (0,61 %) dan H. pinifolia (5.16%); Lateri : E. acroides (76.25%) dan T. hemprichii (52,72%); Passo : H. minor (100%); Waiheru : E. acroides (100%); Tawiri H. ovalis (46,45%) dan H. pinifolia (53.55%). Suhu perairan lebih rendah dari suhu optimum. Salinitas perairan dan DO masih dalam bakumutu yang diperolehkan. Berdasarkan nilai pH maka perairan Teluk Ambon tergolong perairan tidak produktif. Kadar fosfat dan nitrat lebih tinggi dari bakumutu berdasarkan KMNLH 2004.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Patty, Simon I. "Mapping the Condition of Seagrasses Beds in Ternate -Tidore Waters, and Surrounding Areas." JURNAL ILMIAH PLATAX 4, no. 1 (July 22, 2016): 9. http://dx.doi.org/10.35800/jip.4.1.2016.13228.

Full text
Abstract:
Seagrass beds is one of the most prolific shallow water ecosystems, having ecological function in the life of the various marine organisms and other coastal systems. Data and information of seagrass condition in the waters of Ternate, Tidore and surrounding areas are still hardly unexplored. This study aimed to describe the spatial distribution information of seagrass cover percentage, seagrass conditions and environmental characteristics. The basic data used for mapping of seagrass is Landsat 8 on a path 110 row 59 recordings in July 2015. Analysis of overlaying and the interpretation of the seagrass distribution software using "ERMapper, Image Analysis 1.1 on ArcGIS ArcView 3.2 and 10.1". Field test was conducted on frame 50 x 50 cm squares, each square of the recorded species of seagrasses and cover percentage value. Condition assessment based on seagrass cover by (Rahmawati et al., 2014) and (KMLH, 2004). The results show that there are eight species of seagrass found in the waters of the island of Ternate, Tidore and Hiri Maitara island. The highest percentage in the seagrass cover was found in Maitara islands and Hiri Island, i.e ≥ 50%. Seagrass cover conditions in general are relatively "moderate", but the health conditions are less healthy / less wealthy (30 to 59.9%). Keywords: Seagrass beds, seagrass conditions, mapping, satelite image ABSTRAK Padang lamun merupakan salah satu ekosistem perairan dangkal yang paling produktif, mempunyai fungsi ekologis dalam kehidupan berbagai organisme laut dan sistem pesisir lainnya. Informasi data padang lamun di perairan Ternate, Tidore dan sekitarnya masih belum tereksplorasi dengan baik. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan informasi secara spasial sebaran lamun, persentase tutupan, kondisi lamun dan karakteristik lingkungannya. Data dasar yang digunakan untuk pemetaan padang lamun adalah citra Landsat 8 pada path 110 row 59 rekaman Juli 2015. Analisis tumpang susun dan interpretasi sebaran lamun dengan menngunakan perangkat lunak “Ermapper, Image Analysis 1.1 pada ArcView 3.2 dan “ArcGIS 10.1”. Uji lapangan dilakukan pada frame kuadrat 50 x 50 cm, disetiap kuadrat dicatat jenis lamun dan nilai persentase tutupan. Penilaian kondisi lamun berdasarkan tutupan menurut (Rahmawati dkk., 2014) dan (KMLH, 2004). Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis lamun yang ditemukan di perairan pulau Ternate, pulau Tidore, pulau Hiri dan pulau Maitara. Presentase tutupan lamun tertinggi terdapat di pulau Maitara dan pulau Hiri yaitu ≥ 50 %. Kondisi lamun pada umumnya memiliki tutupan tergolong “sedang”, namun kondisinya kurang sehat/kurang kaya (30-59,9%). Kata kunci: Padang lamun, kondisi lamun, pemetaan, citra satelit 1 Proyek Penelitian RHM-COREMAP, 2015 2 UPT. Loka Konservasi Biota Laut Bitung-LIPI
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Bayang, Ivin Anggraini, Andriani Rafael, and Alfred G. O. Kase. "KANDUNGAN PIGMEN PADA LAMUN Enhalus acoroides (Linnaeus f.) DI PERAIRAN PANTAI AMADOKE DESA AKLE KECAMATAN SEMAU SELATAN KABUPATEN KUPANG." Indigenous Biologi : Jurnal Pendidikan dan Sains Biologi 3, no. 1 (January 18, 2021): 24–31. http://dx.doi.org/10.33323/indigenous.v3i1.73.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Ekosistem lamun merupakan salah satu ekosistem di laut dangkal yang mempunyai peranan penting dalam kehidupan biota laut dan merupakan salah satu ekosistem bahari yang paling produktif, sehingga mampu mendukung potensi sumber daya yang tinggi pula. Fungsi ekologis ekosistem lamun adalah sebagai produsen, pendaur unsur hara, penstabil substrat, penangkap sedimen, habitat dan makanan serta tempat berlindung organisme laut lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah, untuk mengidentifikasi pigmen dan mengetahui kandungan pigmen yang terdeteksi pada lamun Enhalus acoroides (Linnaeus f.) di Perairan Pantai Amadoke Desa Akle Kecamatan Semau Selatan Kabupaten Kupang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Survei, Kromotografi Lapis Tipis, dan metode Spektrofotometer. Lamun ini mengandung pigmen terlihat pada hasil analisis spektrofotometer pada ekstrak pigmen total lamun dan pemisahan pigmen lewat uji Kromotografi Lapis Tipis (KLT). Dalam proses ekstraksi digunakan pelarut aseton untuk penggerusan dan perendaman. Dan pada uji spektrofotometer untuk kandungan klorofil a menggunakan panjang gelombang 645 nm dengan pigmen total 226,85 µg/mL, klorofil b 664 nm dengan pigmen total 368,69 µg/mL dan karotenoid 470 nm dengan pigmen total. 2.923,70 µg/mL. Pada pengujian pigmen lewat KLT terdapat sembilan noda yaitu, klorofil a dengan nilai Rf (0,78, 0,84 dan 0,08) klorofil b dengan nilai Rf (0,04), klorofil c dengan nilai Rf (0,12), feofitin dengan nilai Rf (0,22 dan 0,88), fukosantin dengan nilai Rf (0,48) dan karotenoid dengan nilai Rf (1,00). Kata kunci : E. acoroides (Linnaeus f.), pigmen, klorofil dan KLT ABSTRACT Seagress ecosystem is one of the shallow marine ecosystem that has an important role in the life of marine and is one of the most productive marine ecosystem, so that it can support the high potential of high resources as well. The ecological function of seagress ecosystem is as a producer, nutrient recycler, substrat stabilizer, sedimen capture, food and shelter of other organisme. The purpose of the research was to identifi the pigment and determine the pigment content in Enhalus acoroides (Linnaeus f.) seagress in Amadoke waters beach Akle of village, South Semau.The research use survey method, thin layer chromotographic and spectrophotometer methods. This seagress contains pigment, seen in the result of spectrophotometric analysis in total seagress extract and pigment separation through thin layer chromotography test. In the pisment used acetone for steaming and soaking. The spectrophotometric test for the content of chrolophyll a (λ 645 nm), chrolophyll b (λ 664 nm) and carotenoid (λ 470 nm), respectivelly are 226,85 µg/mL, 368,69 µg/mL and 2923,70 µg/mL. Nine pigments found based on the Rf valuef of TLC analisis are chrolophyll a (Rf 0,78, 0,84, 0,08), chrolophyll b (Rf 0,04), chrolophyll c (Rf 0,12), feofitin (Rf 0,22 dan 0,88) and carotenoid (Rf 1,00)
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Asriyana, Asriyana, and Nur Irawati. "Makanan dan strategi pola makan ikan kuniran Upeneus sulphureus, Cuvier (1829) di perairan Teluk Kendari, Sulawesi Tenggara." Jurnal Iktiologi Indonesia 18, no. 1 (June 25, 2018): 23. http://dx.doi.org/10.32491/jii.v18i1.372.

Full text
Abstract:
Knowledge of food and feeding strategies are essential to understand the ecological role and productive capacity of fish populations. This information is critical for development of conservation and management plans of fishery resources. This study aimed to analyze the food and feeding strategy of sunrise goatfish in Kendari bay. Sampling was done monthly from May to November 2016, with bottom experimental gillnets with mesh size ¾, 1, 1 ¼, and 1 ½ inches. The food habits was analyzed using index of preponderance; while feeding strategy was determined by Amundsen modified Costello method. There were 386 fish with total length and weight ranged from 46.0-176.0 mm and 3.0-67.1 g, res-pectively. The fish were categorized into 3 groups based on the length sizes. The length sizes were classified into small size (45.0-69.7 mm), medium size (69.8-94.3 mm) and large size (94.4-119.0 mm). Twenty eight species of organisms were found in the digestive system of the sunrise goatfish dominated by the phytoplankton genus Thallasiothrix. The sunrise goatfish has significant dietary changes with increasing total length and time. The sunrise goatfish developed mix feeding strategies; specialist and generalist. Generalist strategy developed for all prey, except Thallasiothrix obtained by spesialist strategy. AbstrakPengetahuan tentang makanan dan strategi pola makan adalah penting untuk memahami peran ekologi dan kapasitas produktif populasi ikan. Informasi tersebut sangat penting untuk pengembangan rencana konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis makanan dan strategi pola makan ikan kuniran di per-airan Teluk Kendari. Pengambilan contoh dilakukan sekali sebulan dari bulan bulan Mei sampai November 2016, de-ngan jaring insang eksperimental berukuran mata jaring ¾, 1, 1 ¼, dan 1 ½ inci. Kebiasaan makanan dianalisis meng-gunakan metode indeks bagian terbesar, sedangkan strategi pola makan ditentukan melalui metode Costello yang dim-odifikasi oleh Amundsen. Jumlah ikan yang terkumpul sebanyak 386 ekor dengan kisaran panjang total 46,0–176,0 mm dan kisaran bobot 3,0–67,1 g. Ikan dikelompokkan kedalam tiga kelompok ukuran yaitu ukuran kecil (46,0–90,0 mm), sedang (91,0–134,0 mm), dan ukuran besar (135,0–176,0 mm). Ditemukan 28 jenis organisme makanan dalam saluran pencernaan ikan kuniran. Menu makanan didominasi oleh kelompok fitoplankton genus Thallasiothrix. Ikan kuniran mengalami perubahan makanan yang signifikan sejalan dengan bertambahnya ukuran panjang tubuh dan waktu. Dalam memanfaatkan makanan di perairan, kuniran umumnya mengembangkan strategi pola makan campuran antara generalis dan spesialis. Strategi pola makan generalis dikembangkan untuk memperoleh semua jenis mangsa, kecuali mangsa Thallasiothrix diperoleh dengan strategi pola makan spesialis.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Yulistiono, Fakhruddin. "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PETANI DALAM BERMITRA DENGAN PT. SIRTANIO ORGANIK INDONESIA." SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis 16, no. 1 (September 16, 2019): 20. http://dx.doi.org/10.20961/sepa.v16i1.24682.

Full text
Abstract:
<p align="center"><strong>Abstrak: </strong>Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk bermitra dengan PT. Sirtanio Organik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja yaitu pada PT. Sirtanio Organik Indonesia. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total sampling. Data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data pendukung. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Karakteristik sosial ekonomi dan ekologi petani mitra PT. Sirtanio Organik Indonesia sebagian besar adalah laki-laki di usia produktif dengan jenjang pendidikan SD sederajat memiliki jumlah anggota keluarga 3 hingga 4 orang, memiliki cukup pengalaman dengan status lahan milik sendiri namun masih dalam kategori sempit serta mendapatkan modal dari dana pribadi dan kredit PT. Sirtanio Organik Indonesia serta kondisi lahan yang sudah memenuhi syarat untuk menerapkan pertanian organik. Faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap keputusan petani bermitra dengan PT. Sirtanio Organik Indonesia yaitu umur, pendidikan, luas lahan dan pendapatan.</p><p align="center"> </p><p><strong><em>Abstract: </em></strong><em>This study aims to determine the characteristics of farmers and the factors that influence the decision of farmers to partner with PT. Sirtanio Organik Indonesia. The research method used is descriptive analytic. Determination of the location of the study was done intentionally at PT. Sirtanio Organik Indonesia. The sampling method in this study uses total sampling. The data used in this study are primary data as primary data and secondary data as supporting data. Data collection techniques are carried out by observation, interviews and documentation. The results showed that the socio-economic and ecological characteristics of partner farmers PT. Organic Sirtanio Indonesia is mostly men in productive age with the same level of primary education as having family members of 3 to 4 people, having enough experience with the status of their own land but still in a narrow category and getting capital from personal funds and credit from PT. Sirtanio Organik Indonesia and the condition of land that has fulfilled the requirements to apply organic farming. Factors that significantly influence the decision of farmers to partner with PT. Sirtanio Organik Indonesia, namely age, education, land area and income.</em><em></em></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Schaduw, Joshian Nicolas William. "Struktur Komunitas Dan Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pulau-Pulau Kecil (Kasus Pada Pulau Nain Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara)." Jurnal Ilmu Lingkungan 16, no. 2 (December 25, 2018): 120. http://dx.doi.org/10.14710/jil.16.2.120-129.

Full text
Abstract:
ABSTRAKKajian ini bertujuan untuk menganalisa struktur komunitas dan keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove di Pulau Nain Kecamatan Wori, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Pulau Nain adalah salah satu pulau yang masuk dalam kawasan konservasi Taman Nasional Bunaken dan memiliki kawasan budidaya rumput laut yang masih produktif. Penelitian ini menggunakan data sekunder dan primer. Data yang dibutuhkan dalam kajian ini meliputi data dimensi ekologi, sosial ekonomi, dan kelembagaan. Analisis yang digunakan dalam kajian ini adalah RAPMECS (Rapid Appraisal for Mangroves Ecosystem) dengan analisis multy dimensional scaling (MDS). Hasil yang diperoleh dari kajian ini adalah luasan mangrove Pulau Nain sebesar 4.40 ha, memiliki dua jenis mangrove yaitu Rhizophora apiculata dan Avicennia marinna masing-masing dari family Avicenniaceae dan Rhizophoraceae. Indeks nilai penting (INP) jenis tertinggi terlihat pada jenis Rhizophora apiculata (79.64%) sedangkan jenis Avicennia marinna (79.64%). Ekosistem mangrove Pulau Nain dalam kondisi yang baik, tapi secara kuantitas belum optimal sebagai buffer sistem lingkungan pesisir. Status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove Pulau Nain menunjukkan angka 46,89 yang berarti status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove pulau ini berada dalam kondisi cukup baik. Keterisolasian pulau, luasan mangrove yang kecil, luas pulau yang kecil dan rendahnya kualitas sumberdaya manusia membuat pulau ini memiliki nilai yang kurang baik untuk keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove Pulau Nain. Pemantauan secara berkala dan strategi pengelolaan yang baik dapat meningkatkan indeks keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove serta meningkatkan kapasitas lingkungan pesisir Pulau Nain.ABSTRACTThe aims of this study are to analyze the community structure and sustainability of mangrove ecosystem management in Nain Island, Wori District, North Minahasa, North Sulawesi Province. Nain Island is one of the islands rlocated in Bunaken National Park conservation area and has productive seaweed cultivation area. This study used secondary and primary data. Data required in this study are included dimension data of ecological, socio-economic, and institutional. The analysis that used in this study was RAPMECS (Rapid Appraisal for Mangroves Ecosystem) through multy dimensional scaling (MDS) analysis. The results obtained from this study are mangroves area in Nain Island was 4.40 ha, has two types of mangroves Rhizophora apiculata and Avicennia marinna respectively belong to family Avicenniaceae and Rhizophoraceae. The highest species importance value index (INP) wasfound in Rhizophora apiculata (79.64%) while Avicennia marinna (79.64%). Mangrove ecosystem in Nain Island are in good condition, but in quantity not yet optimal as buffer for coastal environment system. The sustainability status of mangrove ecosystem management of Nain Island shows 46.89 which means that the sustainability status of mangrove ecosystem management of this island is in fair condition. Isolation of island small mangrove areas, small islands and low quality of human resources make this island has a poor value for the sustainability of mangrove ecosystem management. Regular monitoring and good management strategies can improve the sustainability index of mangrove ecosystem management and increase the capacity of the coastal environment of Nain Island.Sitasi: Schaduw J.N.W. (2018). Struktur Komunitas Dan Keberlanjutan Pengelolaan Ekosistem Mangrove Pulau-Pulau Kecil (Kasus Pada Pulau Nain Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara). Jurnal Ilmu Lingkungan, 16(2), 120-129,doi:10.14710/jil.16.2.120-129
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Yakin, Addinul, Sukardi Malik, Muhammad Yusuf, and Syarif Husni. "DAMPAK HUTAN KEMASYARAKATAN TERHADAP PENGENTASAN KEMISKINAN RUMAHTANGGA SEKITAR HUTAN DI KECAMATAN BATUKLIANG UTARA KABUPATEN LOMBOK TENGAH." JURNAL AGRIMANSION 20, no. 1 (May 9, 2019): 19–30. http://dx.doi.org/10.29303/agrimansion.v20i1.259.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Kawasan pegunungan Rinjani, khususnya resort Setiling Batukliang Utara Kabupaten Lombok Tengah memiliki fungsi biologi, ekologis, dan estetika serta sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar hutan. Deforestrasi sering dikaitkan dengan tingkat kemiskinan masyarakat sekitar hutan, sehingga dengan diberikannya Hutan Kemasyarakatan (HKm) di wilayah tersebut dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan menekan kemiskinan. Penelitian ini telah dilaksanakan dengan menggunakan metode deskriptif-eksploratif-partisipatif dengan mengkombinasikan studi dokumen, wawancara terstruktur, indepth interview, serta diskusi kelompok terarah (FGD) terbatas. Penelitian dilakukan desa Aik Berik dan Desa Setiling dengan jumlah responden sebanyak 40 orang, dengan juga melibatkan tokoh masyarakat di wilayah tersebut. Data yang telah dikumpulkan dianalisa secara deskriptif analisis pendapatan rumahtangga dan pendapatan per kapita yang kemudian digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan masyarakat berdasarkan tiga standar yang berbeda, yaitu Sajogyo, BPS, dan Bank Dunia. Hasil studi menunjukkan bahwa: 1) rata-rata total pendapatan rumahtangga masyarakat sekitar hutan mencapai Rp. 20.057.950 yang terdiri dari Rp. 13.597.950 (67,79%) dari sektor pertanian dan Rp. 6.460.000 (32,21%) dari sektor non pertanian dengan pendapatan per kapita sebesar Rp. 4.667.549,- per tahun; 2) berdasarkan kriteria BPS, masyarakat sekitar hutan di kecamatan Batukliang Utara masuk kategori tidak miskin, selanjutnya berdasarkan kriteria Sayogyo menghasilkan kategori hampir miskin, dan Kriteria bank Dunia manghasilkan kategori miskin, sehingga ketiganya memberikan tingkat kesejahteraan yang relatif berbeda; 3) Adanya Hkm telah mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan karena mampu meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat sebesar 22,18 persen dan telah mampu mengentaskan kemiskinan 7,5 sampai 22,5 persen. Oleh karena itu disarankan agar perbaikan ekonomi masyarakat sekitar hutan harus dipercepat melalui pola pembinaan dan pengembangan pada bidang-bidang usaha yang menjadi kekuatan utama mereka yaitu kehutanan, peternakan, dan perkebunan serta juga mendorong peningkatan kegiatan perdagangan dan ekonomi produktif skala rumahtangga. ABSTRACT The Rinjani mountain region, especially the North Batukliang Setiling resort of Central Lombok district holds functions biological, ecological, and aesthetical and socio-economic functions for the community near the forest. Deforestation is often associated with the level of poverty of the community near the forest, so that introduction of the Community Forest (HKm) in the region may increase people's income and reduce poverty. This research has been carried out using a descriptive-exploratory-participatory method by combining document studies, structured interviews, in-depth interviews, and limited focus group discussions. The research was conducted at the villages of Aik Berik and Setiling with 40 respondents, as well as community leaders in the area. The collected data was analyzed descriptively by analysis of household income and per capita income which was then used to analyze the level of community welfare based on three different standards, namely Sajogyo, BPS, and the World Bank. The results of the study show that: 1) the average total household income of the community near the forest reaches Rp. 20,057,950 consisting of Rp. 13,597,950 (67.79%) from the agricultural sector and Rp. 6,460,000 (32.21%) from the non-agricultural sector with a per capita income of Rp. 4,667,549, - per year; 2) based on BPS criteria, the community around the forest in the North Batukliang sub-district is categorized as not poor, then based on the Sayogyo criteria produces an almost poor category, and the World Bank Criteria produce a poor category, so the three provide relatively different levels of welfare; 3) The presence of Hkm has been able to improve the welfare of the community near the forest because it is able to increase the per capita income of the community by 22.18 percent and has been able to alleviate poverty 7.5 to 22.5 percent. Therefore, it is suggested that the economic improvement of the community near the forest should be accelerated through policy interventions in business sectors which are on their main strengths, namely forestry, livestock, and plantations, as well as in non agricutural sector such as trade and other economic activities (such as home agroindustry).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Poutanen, Heidi. "»Nu vill vi ha pulled havre.» : Avsändar- och mottagarpositioner i texter om ekologisk produktion och konsumtion i finlandssvenska kundtidningar." Språk och stil NF 30 (2020). http://dx.doi.org/10.33063/diva-427675.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Poutanen, Heidi. "»Nu vill vi ha pulled havre.» : Avsändar- och mottagarpositioner i texter om ekologisk produktion och konsumtion i finlandssvenska kundtidningar." Språk och stil NF 30 (2020). http://dx.doi.org/10.33063/diva-427675.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Saroinsong, Fabiola Baby, and Josephus Innocentius Kalangi. "DISEMINASI PENGELOLAAN RTH PEMUKIMAN UNTUK MENINGKATKAN BIODIVERSITAS FLORA." Edupreneur: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat bidang Kewirausahaan 1, no. 3 (August 1, 2018). http://dx.doi.org/10.36412/edupreneur.v1i3.727.

Full text
Abstract:
Beberapa masalah lingkungan di perkotaan yang sering ditemui adalah polusi udara, menurunnya infiltrasi air hujan, heat island effect, dan tidak kalah penting adalah menurunnya biodiversitas. Padahal RTH dengan biodiversitas flora yang tinggi menyediakan banyak fungsi, baik ekologi, ekonomi, estetika maupun amenity. Secara khusus di lingkungan mitra, permasalahan yang bisa diamati pada survey awal adalah adanya kecenderungan masyarakat menutupi halaman yang tersisa dengan perkerasan, penyeragaman dalam pemilihan dan penanaman RTH pemukiman, kurangnya pemahaman tentang fungsi RTH dan manfaat biodiversitas flora. Solusi yang ditawarkan adalah diseminasi RTH pemukiman yang meningkatkan biodiversitas flora, meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang fungsi RTH, manfaat RTH dengan nilai biodiversitas flora yang tinggi, dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk melakukan pengelolaan RTH pemukiman dengan tindakan-tindakan praktis konservasi sehingga diharapkan dapat diaplikasikan dalam kehidupan mereka sehari-hari. Lokasi kegiatan pengabdian yaitu Kelurahan Winangun Dua Kota Manado, Sulawesi Utara dengan objek (khalayak sasaran) yaitu kelompok masyarakat Winangun Dua Lingkungan 1 dan Lingkungan 3. Tujuan PKM ini adalah mentransfer iptek pengelolaan ruang terbuka hijau (RTH) kawasan pemukiman, mencakup pemilihan dan pengkombinasian jenis-jenis tanaman, tindakan-tindakan praktis pengelolaan RTH, dan penerapan beberapa contoh desain RTH yang menarik tapi mudah diaplikasikan, estetis, produktif, tapi juga ekologis. Kegiatan PKM diharapkan dapat meningkatkan pendidikan lingkungan hidup masyarakat dan kualitas lingkungan. Keywords: biodiversitas flora, konservasi, pekarangan, ruang terbuka hijau
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Ramses, Ramses. "ANALISIS KESESUAIAN LOKASI UNTUK APLIKASI TEKNOLOGI TERUMBU BUATAN UNTUK PENINGKATAN HASIL PERIKANAN DAN REHABILITASI LINGKUNGAN LAUT." JURNAL DIMENSI 4, no. 1 (August 26, 2016). http://dx.doi.org/10.33373/dms.v4i1.31.

Full text
Abstract:
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem khas tropik yang secara ekologi paling produktif, serta memiliki peranan penting terhadap perubahan lingkungannya sendiri maupun global. Sebagai ekosistem perairan yang memiliki produktifitas tinggi bersama ekosistem hutan bakau dan padang lamun, terumbu karang merupakan penyedia nutrien, serta merupakan habitat dari berbagai jenis organisme laut.Disamping memiliki fungsi fisik untuk melindungi pantai dari kikisan ombak dan gelombang, terumbu karang juga memiliki struktur fisik komunitas yang bervariasi, banyaknya celah dan lubang, wilayah alga dan adanya zonasi terumbu karang memberikan relung/ruang, tempat hidup, mencari makan dan bereproduksi bagi berbagai jenis ikan dan biota lain yang berasosiasi dengannya, sehingga kompleksitas ekosistem ini memiliki panorama alam yang sangat indah.Dari fungsi ekonomi terumbu karang juga merupakan penghasil devisa dari sektor pariwisata dan perikanan. Hasil perikanan dari peraiaran terumbu karang berkisar antara 2,5 – 5 ton/km/tahun, dengan potensi perikanan karang seluruhnya mencapai 2,7 juta metrik ton/tahun (White, 1983), atau memiliki nilai manfaat dari sektor perikanan sebesar US$ 4.464,44/ha/tahun (Kusumastanto, et.al., 1998), ini belum termasuk nilai pariwisata, Ilmu pengetahuan, biodiversiti dan sebagainya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography