To see the other types of publications on this topic, follow the link: Endokrinologi.

Journal articles on the topic 'Endokrinologi'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Endokrinologi.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Deliana, Melda, Hakimi Hakimi, and Siregar CD. "Gambaran Kunjungan Pasien Rawat Jalan Endokrinologi Anak dan Remaja FK USU / RS. H. Adam Malik Medan, Tahun 2000-2004." Sari Pediatri 7, no. 4 (December 5, 2016): 183. http://dx.doi.org/10.14238/sp7.4.2006.183-7.

Full text
Abstract:
Latar belakang. Masyarakat banyak yang tidak mengetahui bahwa kelainan endokrinpada anak membutuhkan penanganan yang khusus dari ahli endokrinologi anak.Tujuan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kunjunganpasien endokrinologi anak dan remaja di RS H.Adam Malik Medan tahun 2000-2004.Metoda. Penelitian ini merupakan studi deskriptif retrospektif. Data diperoleh daricatatan rekam medik pasien yang berkunjung ke Poliklinik Endokrinologi Anak danRemaja FKUSU/RS. H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu Januari 2000-Desember2004.Hasil. Terdapat 93 pasien yang berkunjung ke Poliklinik Endokrinologi Anak danRemaja, 33 anak perempuan (35%) dan 60 anak laki-laki(65%). Sebaran umur padasaat datang pertama kali adalah 33 anak (35%) berusia 0-5 tahun, 25 anak (27%) berusia> 5-10 tahun, 25 anak (27) % > 10-15 tahun, dan 10 anak (11%) berusia >15 tahun.Keluhan utama yang paling sering muncul pada saat pasien datang berobat pertama kaliadalah alat kelamin laki-laki kecil 15 kasus (16%) dan buah zakar tidak turun 15 kasus(16%), keluhan anak pendek 13 kasus (14%), benjolan di leher 12 kasus (13 %). Diagnosisyang dijumpai adalah kriptorkismus (20%), mikropenis (16%) dan hipotiroidismekongenital (13%). Status gizi berdasarkan NCHS WHO 2000 pada pasien yangberkunjung terutama gizi baik, terdapat pada 22 kasus (23,6%).Kesimpulan. Kasus terbanyak berkunjung ke Poliklinik Endokrinologi Anak dan Remajaadalah kriptorkismus (20%), mikropenis (16%) dan hipotiroidisme kongenital (13%).Diduga masih banyak kasus endokrinologi anak dan remaja yang tidak ditangani olehahli endokrinologi anak secara komprehensif oleh karena kemungkinan banyak kasusyang tidak dirujuk.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Birkeland, Kåre. "Standardverk i endokrinologi." Tidsskrift for Den norske legeforening 132, no. 1 (2012): 60. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.11.1161.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Rørvik, Samund. "Nyttig om perioperativ endokrinologi." Tidsskrift for Den norske legeforening 131, no. 4 (2011): 371. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.10.1302.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Kelp, Oskar. "Kortfattet innføring i endokrinologi." Tidsskrift for Den norske legeforening 136, no. 10 (2016): 941. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.16.0219.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Hanssen, Kristian F. "Imponerende veileder i endokrinologi." Tidsskrift for Den norske legeforening 136, no. 11 (2016): 1020. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.16.0291.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Berg, Tore. "Detaljert håndbok i endokrinologi og diabetes." Tidsskrift for Den norske legeforening 131, no. 11 (2011): 1109. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.11.0260.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Bjerknes, Robert. "God og praktisk håndbok i pediatrisk endokrinologi." Tidsskrift for Den norske legeforening 131, no. 19 (2011): 1924. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.11.0759.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Fougner, Kristian J. "Nytt og nyttig på norsk om endokrinologi." Tidsskrift for Den norske legeforening 134, no. 6 (2014): 639. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.13.1662.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Supriatmo, Supriatmo, and Charles D. Siregar. "Mikropenis." Sari Pediatri 5, no. 4 (December 6, 2016): 145. http://dx.doi.org/10.14238/sp5.4.2004.145-9.

Full text
Abstract:
Jumlah kasus mikropenis tidak diketahui secara pasti, diduga tidak semua pasienberobat. Dalam penanganan mikropenis, terapi hormonal dengan testosteronmerupakan pilihan utama. Terapi testosteron 25 mg intramuskular setiap 3 minggu,4 dosis, dapat langsung diberikan sebelum pemeriksaan kadar testosteron darah.Jika tidak terjadi penambahan panjang penis, pemberian terapi hormonal dapatdiulangi satu siklus lagi. Terapi operatif dipertimbangkan pada kasus yang gagal denganterapi hormonal. Sebaiknya pasien mikropenis diberi pengobatan dalam pengawasanahli endokrinologi anak.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Sunarti, Sri, and Helena Helena. "Gangguan Tidur pada Lanjut Usia." Journal of Islamic Medicine 2, no. 1 (April 23, 2018): 1. http://dx.doi.org/10.18860/jim.v2i1.5009.

Full text
Abstract:
<p>Sekitar 50% orang lanjut usia mengalami kesulitan tidur gangguan tidur memberikan pengaruh negatif yang signifikan pada kesehatan fisik dan mental, terutama pada orang lanjut usia. Gangguan tidur pada orangtua dapat bersifat akut atau kronis, dapat disebabkan karena faktor intrinsik atau gangguan tidur primer atau sekunder akibat penyakit lain, gangguan psikologis atau fisik, faktor lingkungan dan efek samping obat. Gangguan tidur dapat mempengaruhi kualitas hidup pada orangtua, menurunkan status imunologi, gangguan hormonal dan endokrinologi, serta penurunan fungsi kognitif. Manajemen untuk gangguan tidur ini meliputi terapi non-farmakologis dan farmakologis. Perubahan perilaku dan modifikasi diet pada beberapa penyebab gangguan tidur terbukti efektif. Intervensi non-farmakologis seperti <em>sleep hygiene</em> dan terapi perilaku kognitif merupakan terapi lini pertama pada berbagai gangguan tidur.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Nugraha, Ida Bagus Aditya, Made Arie Dwi Winarka, and Anak Agung Gede Budiartha. "Seorang penderita hipopituitarisme akibat kraniofaringioma." Jurnal Penyakit Dalam Udayana 1, no. 2 (November 13, 2018): 57–62. http://dx.doi.org/10.36216/jpd.v1i2.7.

Full text
Abstract:
Hipopituitarisme merupakan suatu kelainan di bidang endokrinologi yang ditandai dengan kurangnya sekresi baik secara total atau sebagian dari hormone pituitari anterior atau posterior atau keduanya. Kraniofaringioma merupakan tumor intrakranial tersering pada anak-anak dan merupakan tumor tersering pada region hipotalamus dan hipopituitari. Berikut ini akan dilaporkan satu kasus hipopituitarisme yang terjadi pada seorang penderita perempuan usia 15 tahun dengan kraniofaringioma yang juga telah dilakukan tindakan pembedahan.Diagnosis kraniofaringioma ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis yaitu adanya gangguan pertumbuhan baik dari tinggi badan, pertubuhan tulang, rambut pada pubis, ketiak, atau ekstremitas, pasien tampak lemas, nafsu makan berkurang sedikit, dan saat kontrol pasien belum haid. Dari pemeriksaan MRI kepala + kontras menunjukan adanya massa di intersella sampai supra sella. Diagnosa hipopituitari didapatkan dari beberapa pemeriksaan hormonal yang terjadi. Penatalaksanaan yang telah dilakukan yaitu terapi pengganti hormonal GH, glukokortikoid, tiroksin, dan estradiol. Monitoring dilakukan tiap 3 bulan awal yang kemudian nantinya dapat diulang tiap 6 bulan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Suryawan, Wayan Bikin, Jose RL Batubara, Bambang Tridjaja, and Aman B. Pulungan. "Gambaran Klinis Kriptorkismus di Poliklinik Endokrinologi Anak RS Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Tahun 1998 - 2002." Sari Pediatri 5, no. 3 (December 6, 2016): 111. http://dx.doi.org/10.14238/sp5.3.2003.111-6.

Full text
Abstract:
Latar belakang: kriptorkismus merupakan kelainan organ seksual lelaki yang seringditemukan. Sampai berapa tahun terapi hormonal dan pembedahan dilakukan masihkontroversial.Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui umur saat berobat pertama kali, asalrujukan, lokasi testis, peran perabaan, penyakit penyerta, dan peran terapi hormonalpada kriptorkismus.Cara kerja: Penelitian dilakukan secara retrospektif dari semua pasien baru yang didiagnosiskriptorkismus di Poliklinik Endokrinologi Anak RSCM selama 5 tahun (Januari 1998 –Desember 2002).Hasil: diteliti 63 pasien baru, 58 pasien diantaranya dengan kriptorkismus murni, dan 5 pasientestis retraktil. Didapat 22,4% kriptorkismus bilateral, 77,6% kriptorkismus unilateral,kriptorkismus kanan dan kiri jumlahnya hampir sama. Pasien yang dirujuk oleh spesialis anak33,3%. Umur pertama datang di poliklinik 9 bulan-2 tahun 24,1%, dan >2 tahun 56,9%.Pada perabaan, lokasi testis paling banyak tak teraba 74,1%, setelah dikonfirmasi dengan USG75% hasilnya sama dengan perabaan. Kriptorkismus disertai skrotum bifidum dan hipospadia12,6%, mikropenis 11,1%, sindrom Prader Willi, sindrom Noonan, sindrom Kallmann masingmasing1,6% dan merupakan penyakit dasar kriptorkismus. Keberhasilan Terapi hormonal65% ( inguinal 77,8% dan pada testis tak teraba 50%) , terapi dimulai sejak umur 9 bulan.Kesimpulan: sebagian besar pasien datang pada umur >2 tahun, sedangkan terapihormonal dimulai pada umur 9 bulan dengan keberasilan 65%. Pemeriksaan fisik samaakurat dibandingkan dengan pemeriksaan USG. Terapi hormonal pada kriptorkismusumur 6 bulan - 2 tahun masih efektif sebelum terapi bedah dilakukan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Rahmawati, Lily, Soedjatmiko Soedjatmiko, Hartono Gunardi, Rini Sekartini, Jose RL Batubara, and Aman B. Pulungan. "Gangguan Perilaku Pasien Diabetes Melitus tipe-1 di Poliklinik Endokrinologi Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo." Sari Pediatri 9, no. 4 (November 30, 2016): 264. http://dx.doi.org/10.14238/sp9.4.2007.264-9.

Full text
Abstract:
Latar belakang. Diabetes melitus tipe-1 (DM tipe-1) merupakan penyakit kronis yang dapat mempengaruhiemosi dan perilaku anak dan remaja. Pasien mengalami tekanan yang berhubungan dengan bagaimanamengontrol metabolik dan tumbuh kembang yang sedang berlangsung.Tujuan. Mengetahui gangguan perilaku pasien DM tipe-1 dan faktor-faktor yang berhubungan dengangangguan perilaku.Metode. Penelitian dilakukan secara potong lintang pada bulan Agustus 2006 di poliklinik EndokrinologiDepartemen IKA FKUI RSCM. Subjek penelitian adalah pasien DM tipe-1 umur 4-18 tahun yang diambilsecara purposive sampling. Sumber data diperoleh dari orangtua/ wali responden dengan wawancaraterpimpin, menggunakan Pediatric Symptom Check List-17 (PSC-17) dan Kuesioner Masalah MentalEmosional (KMME).Hasil. Prevalensi gangguan perilaku pasien DM tipe-1 dijumpai kemungkinan gangguan psikososial 45,8%,paling banyak adalah gangguan internalisasi (33,3%). Kemungkinan gangguan mental emosional 41,7%.Lama sakit lebih dari 5 tahun dan pernah mengalami komplikasi memiliki risiko lebih besar mengalamigangguan mental emosional.Kesimpulan. Kemungkinan gangguan perilaku pada diabetes tipe-1 45,8%. Skrining gangguan perilakupada pasien DM tipe-1 perlu dilakukan secara rutin di pusat pelayanan kesehatan sehingga dapat segeradievaluasi lebih lanjut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Isnaeni, Farida Nur, Khairunnisa Nadya Risti, Hernie Mayawati, and Mahluristya Khaulil Arsy. "TINGKAT PENDIDIKAN, PENGETAHUAN GIZI DAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DM) RAWAT JALAN DI RSUD KARANGANYAR." MPPKI (Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia): The Indonesian Journal of Health Promotion 1, no. 2 (May 25, 2018): 40–45. http://dx.doi.org/10.31934/mppki.v1i2.116.

Full text
Abstract:
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan salah satu dari empat pilar penanganan DM berdasarkan Persatuan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) dimana keberhasilannya dapat diukur berdasarkan kepatuhan diet yang dijalani pasien. Kepatuhan diet adalah kesesuaian perilaku seseorang terhadap diet yang diberikan oleh ahli gizi maupun tenaga kesehatan lain. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepatuhan diet adalah pengetahuan dan pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran pengetahuan, pendidikan dan kepatuhan diet pada pasien DM rawat jalan di RSUD Karanganyar. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sebanyak 52 subjek direkrut dengan metode accidental sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Data pendidikan, pengetahuan dan kepatuhan diet didapat menggunakan kuesioner. Data dianalisis secara deskriptif menggunakan software SPSS for windows versi 16. Sebanyak 57.7% subjek penelitian tergolong patuh terhadap diet yang direkomendasikan. Akan tetapi, sekitar 57.7% subjek memiliki tingkat pendidikan dasar. Selain itu, 51.9% dari subjek penelitian memiliki pengetahuan yang kurang. Oleh karena itu perlu dilakukan adanya edukasi yang berkelanjutan untuk meningkatkan kepatuhan diet pada pasien DM demi menjaga kontrol glukosa darah dan mencegah terjadinya komplikasi DM.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Rajuddin, Rajuddin, Riska Firda Rini, and Nurjannah Nurjannah. "HUBUNGAN KADAR PROGESTERON DAN β-HCG DENGAN ABORTUS PADA KEHAMILAN ≤ 12 MINGGU DI KLINIK RASI BANDA ACEH." AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh 2, no. 2 (February 16, 2018): 19. http://dx.doi.org/10.29103/averrous.v2i2.409.

Full text
Abstract:
AbstrakProgesteron dan β-hCG sangat berperan penting untuk mempertahankan kehamilan, terutama pada awal kehamilan sehingga rendahnya kadar progesteron dan kadar β-hCG diduga dapat menyebabkan terjadinya abortus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar progesteron dan kadar β-hCG dengan kejadian abortus. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kohort retrospektif. Subjek penelitian terdiri atas 70 orang ibu hamil yang berobat ke praktik Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan Konsultan Fertilisasi dan Endokrinologi Reproduksi di Klinik Rasi Banda Aceh. Penelitian ini dianalisis dengan uji chi-square dengan tingkat kepercayaan p ≤ 0,05 dan perhitungan resiko relatif. Dari hasil penelitian didapatkan kejadian abortus sebanyak 27,1% (19 orang). Pada pasien yang mengalami abortus kadar progesteron rata-rata (cut point) adalah 18,58 ng/ml dan kadar β-hCG rata-rata (cut point) adalah 22.714 mIU/ml. Berdasarkan hasil uji chi-square diperoleh hasil yaitu ada hubungan antara kadar progesteron (p=0,005) dan kadar β-hCG (p=0,006) dengan kejadian abortus. Pasien dengan progesteron rendah akan mengalami resiko abortus 5,7 kali dan pasien dengan β-hCG rendah akan mengalami resiko abortus 2,8 kali. Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kadar progesteron dan kadar β-hCG dengan kejadian abortus pada ibu hamil dengan usia kehamilan ≤12 minggu.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Pateda, Vivekenanda, and Lora Sri Nofi. "Pengaruh Konsumsi Beras Indeks Glikemik Rendah Terhadap Pengendalian Metabolik Diabetes Melitus Tipe-1." Sari Pediatri 10, no. 5 (November 29, 2016): 320. http://dx.doi.org/10.14238/sp10.5.2009.320-4.

Full text
Abstract:
Latar belakang. Pengendalian metabolik yang baik dapat mengurangi komplikasi diabetes mellitus tipe-1 (DMT1). Diet dengan indeks glikemik rendah menunjukkan perbaikan pengendalian glikemik secara bermakna. Pemeriksaan fruktosamin merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kontrol metabolik pasien DMT1.Tujuan. Menilai perubahan kadar fruktosamin setelah mengkonsumsi beras herbal ponni dengan indeks glikemik rendah pada pasien DMT1Metode. Studi prospektif di Divisi Endokrinologi Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan sampel pasien DMT1 yang berusia ≥2 tahun. Dilakukan pengukuran berat badan, tinggi badan, analisis dan anjuran diet selama 2 minggu, serta pemeriksaan kadar fruktosamin sebelum dan sesudah pemberian beras herbal ponni. Kriteria eksklusi adalah penderita DMT1 yang sakit berat/dirawat di rumah sakit atau menolak ikut penelitian. Analisis data menggunakan uji t berpasangan atau uji Wilcoxon Signed Ranks.Hasil. Diantara 24 pasien didapatkan 11/24 memiliki riwayat keluarga DM, 19/24 memiliki riwayat ketoasidosis diabetes, 21/24 memakai insulin suntik secara teratur, dan hanya 9/24 anak yang mengawasi kadar gula darahnya secara teratur. Rerata kadar fruktosamin sebelum pemberian beras herbal ponni (506,6±134,2) sedangkan rerata kadar fruktosamin sesudah pemberian beras herbal ponni (458,1±106,7) (p< 0,01)Kesimpulan. Didapatkan penurunan kadar fruktosamin secara bermakna setelah dua minggu mengkonsumsi beras herbal ponni dengan indeks glikemik rendah pada pasien DMT1
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Deliana, Melda, Jose RL Batubara, Bambang Tridjaja, and Aman B. Pulungan. "Hipotiroidisme kongenital di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Ciptomangunkusumo Jakarta, tahun 1992-2002." Sari Pediatri 5, no. 2 (December 6, 2016): 79. http://dx.doi.org/10.14238/sp5.2.2003.79-84.

Full text
Abstract:
Gejala klinis hipotiroidisme kongenital pada neonatus seringkali tidak begitu jelas danbaru terdeteksi setelah 6-12 minggu. Diagnosis dini sangat penting untuk mencegahtimbulnya retardasi mental atau meringankan derajat retardasi mental. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui gambaran klinis awal, laboratorium dan respons terapiawal natrium levotiroksin pada pasien hipotiroidisme kongenital. Data dikumpulkandari catatan rekam medik kasus-kasus hipotiroidisme kongenital yang berkunjung kePoliklinik Endokrinologi Anak dan Remaja FKUI/RSCM Jakarta selama kurun waktu1992-2002. Dalam kurun waktu tersebut terdapat 30 pasien baru, 21 anak (70%)perempuan dan 9 anak (30%) laki-laki. Sebagian besar (53,3%) didiagnosis pada umur1-5 tahun. Berdasarkan status antropometri menurut NCHS-WHO ditemukan gizi burukpada 53,3% kasus (berat badan/umur), perawakan pendek paa 90% kasus (tinggi badan/umur), dan pada 70% kasus perbandingan berat badan/tinggi badan adalah normal.Gejala klinis tersering saat diagnosis adalah perkembangan motorik terlambat (83,3%),konstipasi (73,3%), aktivitas menurun (70%), makroglosia (70%), dan pucat (70%).Ditemukan maturasi tulang terlambat (95,5%), gangguan pendengaran (22,7%),gangguan sistem neuromuskular (16,7%), dan retardasi mental (62,5%). Padapemeriksaan skintigrafi dijumpai agenesis tiroid pada 11,1% kasus. Sebagian besar(26,7%) mendapat terapi awal dosis tinggi (8-10 mg/kg/hari). Gejala klinis berkurang(36,7%) dalam 4 minggu dan fungsi tiroid kembali normal (33,3%) dalam 1-3 bulansetelah terapi awal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Irlisnia, Irlisnia, Bambang Supriyatno, Bambang Tridjadja, and Endang Windiastuti. "Gambaran Uji Fungsi Paru pada Diabetes Melitus Tipe 1 Usia 8-18 Tahun." Sari Pediatri 17, no. 4 (September 27, 2016): 241. http://dx.doi.org/10.14238/sp17.4.2015.241-248.

Full text
Abstract:
Latar belakang. Uji fungsi paru dapat membedakan kelainan paru obstruktif, restriktif atau campuran antara obstruktif dn restriktif. Namun demikian, sampai saat ini belum ada penelitian tentang dampak DMT1 terhadap paru di Indonesia. Tujuan. Mengetahui gambaran uji fungsi paru pada pasien DMT1 usia 8-18 tahun. Metode. Penelitian potong lintang dilakukan di Poliklinik Endokrinologi dan Respirologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), serta Laboratorium Prodia pada bulan Januari 2015.Wawancara orangtua dilakukan dan data kadar HbA1c dalam rentang satu tahun terakhir diambil dari rekam medis atau berdasarkan hasil pemeriksaan sebelumnya. Uji fungsi paru dilakukan tiga kali dan diambil salah satu hasil yang terbaik. Kemudian darah subjek diambil untuk pemeriksaan kadar HbA1c dengan metode cation-exchange high pressure liquod chromatography (HPLC).Hasil. Terdapat 35 subjek, terdiri atas 68,6% perempuan. Rerata usia 14±2,7 dan median durasi DM 4 tahun (1,3-10,2). Rerata parameter FEV1 86,8%±14%, FVC 82,7%±12% dan V25 83,1% ± 26,2%. Median FEV1/FVC 92,4% (77,6-100) dan V50 91,5% (41,1-204). Fungsi paru normal dan terganggu didapatkan 19 (54,3%) dan 16 (45,7%) subjek, terdiri atas 10 (28,6%) gangguan restriktif, 2 (5,7%) obstruktif dan 4 (11,4%) subjek campuran. Rerata HbA1c dalam 1 tahun terakhir pada subjek dengan gangguan restriktif 10,3%. Kesimpulan. Nilai parameter uji fungsi paru pasien DMT1 usia 8-18 tahun masih dalam batas normal. Gangguan fungsi paru didapatkan 16 (45,7%) subjek dengan gangguan restriksi terbanyak 10 (28,6%) subjek.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Irlisnia, Irlisnia, Bambang Supriyatno, Bambang Tridjadja, and Endang Windiastuti. "Gambaran Uji Fungsi Paru pada Diabetes Melitus Tipe 1 Usia 8-18 Tahun." Sari Pediatri 17, no. 4 (October 26, 2016): 241. http://dx.doi.org/10.14238/sp17.4.2015.241-8.

Full text
Abstract:
Latar belakang. Uji fungsi paru dapat membedakan kelainan paru obstruktif, restriktif atau campuran antara obstruktif dn restriktif. Namun demikian, sampai saat ini belum ada penelitian tentang dampak DMT1 terhadap paru di Indonesia.Tujuan. Mengetahui gambaran uji fungsi paru pada pasien DMT1 usia 8-18 tahun.Metode. Penelitian potong lintang dilakukan di Poliklinik Endokrinologi dan Respirologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), serta Laboratorium Prodia pada bulan Januari 2015.Wawancara orangtua dilakukan dan data kadar HbA1c dalam rentang satu tahun terakhir diambil dari rekam medis atau berdasarkan hasil pemeriksaan sebelumnya. Uji fungsi paru dilakukan tiga kali dan diambil salah satu hasil yang terbaik. Kemudian darah subjek diambil untuk pemeriksaan kadar HbA1c dengan metode cation-exchange high pressure liquod chromatography (HPLC).Hasil. Terdapat 35 subjek, terdiri atas 68,6% perempuan. Rerata usia 14±2,7 dan median durasi DM 4 tahun (1,3-10,2). Rerata parameter FEV1 86,8%±14%, FVC 82,7%±12% dan V 25 83,1% ± 26,2%. Median FEV1 /FVC 92,4% (77,6-100) dan V 50 91,5% (41,1-204). Fungsi paru normal dan terganggu didapatkan 19 (54,3%) dan 16 (45,7%) subjek, terdiri atas 10 (28,6%) gangguan restriktif, 2 (5,7%) obstruktif dan 4 (11,4%) subjek campuran. Rerata HbA1c dalam 1 tahun terakhir pada subjek dengan gangguan restriktif 10,3%.Kesimpulan.Nilai parameter uji fungsi paru pasien DMT1 usia 8-18 tahun masih dalam batas normal. Gangguan fungsi paru didapatkan 16 (45,7%) subjek dengan gangguan restriksi terbanyak 10 (28,6%) subjek
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Dhyani, Ludi, Jose RL Batubara, Setyo Handryastuti, and Lamtorogung Prayitno. "Mutasi Gen CYP21 dan Manifestasi Klinis pada Hiperplasia Adrenal Kongenital." Sari Pediatri 18, no. 1 (November 30, 2016): 27. http://dx.doi.org/10.14238/sp18.1.2016.27-33.

Full text
Abstract:
Latar belakang. Hiperplasia adrenal kongenital (HAK) adalah suatu kelainan genetik yang disebabkan oleh mutasi gen CYP21 yang bersifat autosomal resesif. Lebih dari 90% kasus terjadi akibat defisiensi enzim 21-hidroksilase (21-OHD).Tujuan. Mengetahui manifestasi klinis mutasi CYP21 pada anak dengan HAK.Metode. Studi deskriptif retrospektif dilakukan selama Oktober-Desember 2014. Subjek adalah anak HAK yang terdaftar di Divisi Endokrinologi Anak RSCM dan pernah dilakukan pemeriksaan mutasi gen CYP21. Data diambil dari rekam medis, dan register HAK tahun 2009-2014.Hasil. Didapatkan 45 subjek HAK (37 perempuan, 8 laki-laki) yang yang telah diketahui jenis mutasinya. Manifestasi klinis yang dijumpai adalah tipe salt wasting (SW) 33 subjek, simple virilizing (SV) 10 subjek, dan non-classic (NC) 2 subjek. Median usia saat terdiagnosis HAK pada tipe SW usia 1 bulan (0-3 bulan), tipe SV usia 3 tahun (2-6 tahun), dan tipe NC usia 5 tahun. Keluhanutama terbanyak adalah genitalia ambigus (60%). Dua jenis mutasi (R356W dan I172N) ditemukan pada 21 subjek, mutasi R356W tunggal ditemukan pada 9 subjek, dan mutasi I172N tunggal ditemukan pada 15 subjek. Mutasi I172N ditemukan pada 80% alel, dan mutasi R356W pada 66,7% alel.Kesimpulan.Manifestasi klinis terbanyak pada penelitian ini adalah tipe SW yang memiliki dua jenis mutasi. Pemeriksaan mutasi gen CYP21 bermanfaat untuk konseling genetik, diagnosis prenatal dan tata laksana pada keluarga yang memiliki risiko HAK.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Indriyani, Ratna, and Harjoedi Adji Tjahjono. "Hubungan antara Status Kontrol Glikemik, Vitamin D dan Gizi pada Anak Diabetes Melitus Tipe 1." Jurnal Kedokteran Brawijaya 30, no. 2 (August 27, 2018): 114. http://dx.doi.org/10.21776/ub.jkb.2018.030.02.7.

Full text
Abstract:
<p>Di beberapa negara barat kasus DM tipe-1 adalah 5-10% dari kasus diabetes, dan lebih dari 90% penderita diabetes pada anak dan remaja adalah DM tipe-1. Vitamin D berperan penting dalam membangun dan memelihara mineralisasi tulang. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan penekanan bone turnover sehingga menyebabkan gangguan kecepatan tinggi badan. Kontrol glikemik yang buruk berupa HbA1c yang tinggi dapat menyebabkan berat dan tinggi badan tidak naik secara adekuat. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan hubungan antara status kontrol glikemik(HbA1c), status vitamin D (25(OH)D), dan status gizi pada anak DM tipe-1. Desain penelitian berupa studi cross-sectional dilakukan pada 28 subjek penelitian yaitu anak DM tipe 1 usia 1-18 tahun yang menjalani rawat jalan di Poli Endokrinologi Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang. Kriteria eksklusi yaitu menderita penyakit autoimun lain, infeksi berat, gangguan hati, gangguan fungsi ginjal dan anemia. Variabel yang diukur status gizi, kadar HbA1c dan 25(OH)D. Untuk mengetahui perbedaan rerata kadar 25(OH)D dan HbA1c berdasarkan status gizi digunakan uji beda Kruskal wallis, dan uji korelasi Spearman. Dari 28 subjek didapatkan 68% anak dengan status gizi baik, 64% anak dengan kontrol metabolik buruk dan 61% anak dengan defisiensi/insufisensi 25(OH)D. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi, kontrol glikemik, dan vitamin D. </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Widodo, Ariani Dewi, Jose R. L. Batubara, Evita B. Ifran, Arwin AP Akib, Sudung O. Pardede, and Darmawan B. Setyanto. "Karakteristik Densitas Tulang Anak dengan Hiperplasia Adrenal Kongenital yang Mendapat Terapi Glukokortikoid." Sari Pediatri 12, no. 5 (November 18, 2016): 307. http://dx.doi.org/10.14238/sp12.5.2011.307-14.

Full text
Abstract:
Latar belakang. Anak dengan hiperplasia adrenal kongenital (HAK) mendapat terapi glukokortikoid seumurhidup. Penggunaan glukokortikoid jangka panjang diketahui dapat menyebabkan penurunan densitas mineraltulang (DMT), namun pada anak HAK terapi tersebut bersifat substitusi. Belum diketahui karakteristikDMT pada anak HAK di Indonesia.Tujuan. Mengetahui karakteristik densitas tulang anak dengan HAK yang mendapat terapiglukokortikoid.Metode. Uji potong lintang deskriptif dilakukan di Poliklinik Endokrinologi Departemen Ilmu KesehatanAnak RSUPN Cipto Mangunkusumo selama November 2008-April 2010. Subjek adalah anak HAK yangmendapat terapi glukokortikoid teratur lebih dari 6 bulan. Pada setiap subjek dilakukan pencatatan data danpemeriksaan DMT menggunakan dual energy x-ray absorptiometry (DEXA) di Klinik Teratai RSUPNCM.Hasil. Tigapuluh dua subjek, 25 perempuan dan 7 lelaki, 18 dengan HAK tipe virilisasi sederhana dan 14tipe salt-losing, diikutsertakan dalam penelitian, median usia 6 tahun. Diagnosis 24 subjek ditegakkan padausia <1 tahun, tipe salt-losing terdiagnosis pada usia lebih muda. Semua subjek memiliki status gizi baikhingga obesitas, dan 29/32 subjek memiliki status pubertas sesuai usia. Semua pasien HAK mendapat terapiglukokortikoid teratur sejak saat diagnosis, dengan median dosis 17,7 mg/m2/hari atau 3,8 gram dalam 6bulan terakhir, dan rerata lama pengobatan 7,7 tahun. Terapi mineralokortikoid pada subjek dengan mediandosis 50 mcg/hari. Ditemukan DMT normal pada 24/32 subjek, 7 osteopenia, dan 1 osteoporosis. Delapandi antara pasien dengan DMT normal, memiliki Z-score >+1. Rerata Z-score DMT L1-L4 subjek +0,29 (SB1,46). Terdapat korelasi lemah antara DMT dengan dosis kumulatif glukokortikoid enam bulan terakhir(r= -0,36; p=0,04), dan tidak ditemukan korelasi dengan dosis glukokortikoid/LPB/hari (r= -0,29; p=0,11)maupun dengan durasi terapi (r= -0,07; p=0,69).Kesimpulan. Sebagian besar anak HAK yang mendapat terapi substitusi glukokortikoid memiliki DMTnormal. Terdapat korelasi lemah antara DMT dengan dosis kumulatif glukokortikoid enam bulan terakhir,sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut dengan durasi dosis kumulatif yang berbeda-beda.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Darmayanti, Siska, Rini Hendriani, and Cynthia Retna Sartika. "The Number and Potency of Endothelial Progenitor Cells in Type 2 Diabetes Mellitus Patients." Indonesian Biomedical Journal 11, no. 2 (August 1, 2019): 205–9. http://dx.doi.org/10.18585/inabj.v11i2.576.

Full text
Abstract:
BACKGROUND: Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) is a metabolic disease, due to the disorder of insulin function, insulin secretion, or both. Long-term hyperglycemia conditions promote endothelial dysfunction precedes to the development of multiple organ dysfunctions. Endothelial progenitor cells (EPCs) and hematopoietic stem cell (HSCs) are the key cellular effectors of postnatal neovascularization and play central role in endothelial dysfunction. However, in T2DM condition, the number of apoptotic HSCs increase, it may cause the reduction in potency and number of EPCs. In diabetes, the circulating EPCs number decrease and their functionality is impaired, but mechanism underlie of this impairement is unknown. The purpose of this study was to examine the relationship duration diabetes with the number and potency of EPC cells in T2DM patients controlled and poorly controlled.METHODS: Thirty-eight T2DM male patients were classified into two group based on Indonesian Society of Endocrinology/Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) criteria on T2DM. The first group was a controlled glycemic condition group (hemoglobin A1c (HbA1C) <7.0%) and the second group was a poorly controlled glycemic condition group (HbA1C >7.0%). Cluster of differentiation (CD)34+ and CD133+ expressions were used as specific marker for EPC, while quantified bright aldehyde dehydrogenase (ALDHbr) assay was used to represented the potency of EPCs.RESULTS: This study showed that in poorly controlled T2DM group the number of EPCs was lower by 24.80% (p<0.05) compared to the T2DM controlled group. Similarly, the expression of ALDHbr was lower by 43.07% (p<0.05) in poorly controlled group.CONCLUSION: There was a decrease in the number and potency of EPCs in poorly controlled T2DM patients compared to the controlled T2DM patients. There was also a strong negative correlation between the duration of diabetes and number of EPCs.KEYWORDS: ALDHbr, endothelial progenitor cells, type 2 diabetes mellitus
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Pfäffle, Prof Dr Roland. "Endokrinologie." Kinder- und Jugendmedizin 16, no. 04 (July 2016): 241. http://dx.doi.org/10.1055/s-0037-1616329.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

de Ziegler, Dominique, Roger Bessis, and Rene Frydman. "Endokrinologie." Gynäkologisch-geburtshilfliche Rundschau 32, no. 2 (1992): 119. http://dx.doi.org/10.1159/000271861.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Kiess, Wieland. "Endokrinologie." Kinder- und Jugendmedizin 12, no. 04 (2012): 201. http://dx.doi.org/10.1055/s-0038-1629207.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Ziegler, R. "Endokrinologie." Der Internist 39, no. 4 (April 6, 1998): 342–45. http://dx.doi.org/10.1007/s001080050179.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Ziegler, R., M. Grußendorf, H. Lehnert, P. M. Schumm-Draeger, and C. J. Strasburger. "Endokrinologie." Der Internist 40, no. 4 (March 30, 1999): 349–55. http://dx.doi.org/10.1007/s001080050345.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Lehnert, H. "Endokrinologie 2007." DMW - Deutsche Medizinische Wochenschrift 132, no. 25/26 (June 15, 2007): 1420–23. http://dx.doi.org/10.1055/s-2007-982050.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Lehnert, H., and G. Hintze. "Endokrinologie 2008." DMW - Deutsche Medizinische Wochenschrift 133, no. 25/26 (June 2008): 1389–92. http://dx.doi.org/10.1055/s-2008-1081087.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Stute, P., and L. Kiesel. "Molekulare Endokrinologie." Gynäkologische Endokrinologie 4, no. 3 (September 2006): 154–60. http://dx.doi.org/10.1007/s10304-006-0150-0.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Birkhäuser, M. "Geriatrische Endokrinologie." Gynäkologische Endokrinologie 11, no. 4 (October 27, 2013): 241–42. http://dx.doi.org/10.1007/s10304-013-0560-8.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Hubold, C., H. Mönig, and H. Lehnert. "Endokrinologie 2010." DMW - Deutsche Medizinische Wochenschrift 135, no. 25/26 (June 2010): 1295–98. http://dx.doi.org/10.1055/s-0030-1255157.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Harbeck, B., H. Mönig, and H. Lehnert. "Endokrinologie 2009." DMW - Deutsche Medizinische Wochenschrift 134, no. 25/26 (June 2009): 1361–66. http://dx.doi.org/10.1055/s-0029-1225292.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Ramadhan, Nur, Nelly Marissa, Eka Fitria, and Veny Wilya. "Pengendalian Diabetes Melitus Tipe 2 pada Pasien di Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh." Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 28, no. 4 (December 31, 2018): 239–46. http://dx.doi.org/10.22435/mpk.v28i4.63.

Full text
Abstract:
Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic disease that affects many people of the world, including Indonesia. To prevent complications, a good control of DM is needed by patients, one of them is controlling blood sugar and keeping blood pressure stable. DM is reported in Banda Aceh as one of diseases with the highest number of visits every year. The purpose of this study was to determine the achievements of DM control by patients with type 2 diabetes mellitus in Puskesmas Jayabaru Banda Aceh. The study used a cross sectional design and a sample of 85 patients with type 2 diabetes mellitus in Puskesmas Jayabaru in 2015. The results showed 81.2% HbA1c value ≥ 7%, 80% fasting plasma glucose (FPG) ≥ 100 mg/dl, 85.9% of the value post prandial plasma glucose ≥ 140 mg/dl and 58.8% blood pressure ≥ 130 mmHg. Of the 85 patients only 7 showed good DM control results. This illustrates that DM control achievement is still below the cut-off value set by PERKENI. Counseling to patients and families is needed to improve the management of type 2 DM by patients. Abstrak Abstrak Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang banyak diderita penduduk dunia, termasuk Indonesia. Untuk mencegah terjadi komplikasi diperlukan pengendalian DM yang baik oleh penderita, salah satunya dengan mengontrol gula darah dan menjaga tekanan darah tetap stabil. Penyakit DM dilaporkan di Kota Banda Aceh sebagai salah satu penyakit dengan angka kunjungan terbanyak setiap tahun. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui capaian pengendalian DM oleh penderita DM tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Jayabaru Kota Banda Aceh. Penelitian menggunakan desain potong lintang dan sampel berjumlah 85 orang penderita DM tipe 2 di Puskesmas Jayabaru tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan 81,2% nilai HbA1c ≥ 7%, 80% nilai GDP ≥ 100 mg/dl, 85,9% nilai GD 2 jam PP ≥ 140 mg/dl, 58,8% dan tekanan darah ≥ 130. Dari 85 pasien hanya tujuh orang yang menunjukkan hasil pengendalian DM yang baik. Hal ini menggambarkan bahwa capaian pengendalian DM masih di bawah nilai cut off yang ditetapkan Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). Penyuluhan kepada pasien dan keluarga sangat dibutuhkan untuk memperbaiki pengelolaan DM tipe 2 oleh penderita.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Hoppen, H. O. "3. Postersitzung: Endokrinologie." Reproduction in Domestic Animals 30, S1 (December 1995): 408–23. http://dx.doi.org/10.1111/j.1439-0531.1995.tb00649.x.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Ellger, Björn, Yves Debaveye, and Greet Van den Berghe. "Endokrinologie der Intensivmedizin." Intensivmedizin up2date 1, no. 4 (November 2005): 313–26. http://dx.doi.org/10.1055/s-2005-921042.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Neumann, F. "Endokrinologie der Geschlechtsentwicklung." Der Urologe B 37, no. 1 (February 1997): 9–13. http://dx.doi.org/10.1007/s001310050055.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Strowitzki, T. "Endokrinologie und Sport." Gynäkologische Endokrinologie 8, no. 4 (September 25, 2010): 229. http://dx.doi.org/10.1007/s10304-010-0375-9.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Urdl, W. "Endokrinologie der Schwangerschaft." Gynäkologische Endokrinologie 10, no. 3 (August 17, 2012): 153–54. http://dx.doi.org/10.1007/s10304-012-0472-z.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Ellger, Björn, Ingeborg van den Heuvel, and Antje Gottschalk. "Endokrinologie der Intensivmedizin." Intensivmedizin up2date 09, no. 03 (August 14, 2013): 217–31. http://dx.doi.org/10.1055/s-0033-1344623.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Ebner, Monika. "Endokrinologie und Osteopathie." DO - Deutsche Zeitschrift für Osteopathie 17, no. 04 (September 12, 2019): 16–23. http://dx.doi.org/10.1055/a-0957-6203.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Schumm-Draeger, Petra-Maria, Sven Diederich, Martina Dören, Walter Josef Faßbender, Benno Mann, Friedhelm Raue, Tobias Schilling, Matthias M. Weber, and Andreas F. H. Pfeiffer. "Endokrinologie—Teil I." Medizinische Klinik 99, no. 6 (June 2004): 293–308. http://dx.doi.org/10.1007/s00063-004-1043-4.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Schumm-Draeger, Petra-Maria, Sven Diederich, Martina Dören, Walter Josef Faßbender, Benno Mann, Friedhelm Raue, Tobias Schilling, Matthias M. Weber, and Andreas F. H. Pfeiffer. "Endokrinologie—Teil II." Medizinische Klinik 99, no. 7 (July 2004): 372–82. http://dx.doi.org/10.1007/s00063-004-1062-1.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

von Holst, Th, K. Klinga, and B. Runnebaum. "Endokrinologie des Klimakteriums." Archives of Gynecology and Obstetrics 245, no. 1-4 (July 1989): 952–57. http://dx.doi.org/10.1007/bf02417634.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Rossmanith, W. G. "Endokrinologie des Klimakteriums." Der Gynäkologe 31, no. 10 (1998): 822. http://dx.doi.org/10.1007/s001290050340.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Luef, Gerhard. "Epilepsie und Endokrinologie." Zeitschrift für Epileptologie 28, no. 4 (July 10, 2015): 245. http://dx.doi.org/10.1007/s10309-015-0019-0.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Führer, D., and W. A. Scherbaum. "Neues zur Endokrinologe." Der Diabetologe 13, no. 5 (July 2017): 342–54. http://dx.doi.org/10.1007/s11428-017-0235-5.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Jiskra, Jan. "Endocrine orbitopathy: the present view of a clinical endocrinologist." Vnitřní lékařství 63, no. 10 (October 1, 2017): 690–96. http://dx.doi.org/10.36290/vnl.2017.137.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Schovánek Ph. Ľubica Cibičková Zdeněk Fryšák, Jan D., and David Karásek. "Late sequelae of head injury from the perspective of an endocrinologist." Medicína pro praxi 15, no. 1 (March 1, 2018): 43–45. http://dx.doi.org/10.36290/med.2018.008.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography