To see the other types of publications on this topic, follow the link: Fasies.

Journal articles on the topic 'Fasies'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Fasies.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Al Haqiqi, Jundiya, Jenian Marin, and Tri Winarno. "Pemetaan Fasies Vulkanik berdasarkan Geomorfologi dan Stratigrafi Batuan Gunungapi pada Gunungapi Sindoro, Jawa Tengah." Jurnal Geosains dan Teknologi 2, no. 1 (2019): 24. http://dx.doi.org/10.14710/jgt.2.1.2019.24-32.

Full text
Abstract:
Gunungapi Sindoro merupakan salah satu gunungapi aktif yang berada di Provinsi Jawa Tengah dan termasuk ke dalam jajaran gunungapi Kuarter di Pulau Jawa. Aktivitas vulkanisme Gunungapi Sindoro dapat dipelajari dari aspek vulkanostratigrafinya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi fasies vulkanik Gunungapi Sindoro berdasarkan aspek geomorfologi dan stratigrafi batuan gunungapi. Pemetaan fasies vulkanik dilakukan dengan analisis peta dan citra satelit, observasi lapangan, dan analisis petrografi. Geomorfologi daerah penelitian diklasifikasikan menjadi 13 satuan berdasarkan aspek genetiknya, mencakup kerucut utama, kerucut parasiter, punggungan aliran lava dan piroklastik, serta dataran antargunungapi. Litologi daerah penelitian dikelompokkan menjadi 22 satuan berumur Kuarter, terutama berupa endapan jatuhan freatik, kubah lava, aliran lava, endapan jatuhan piroklastik dan endapan aliran piroklastik. Satuan vulkanostratigrafi diklasifikasikan ke dalam Khuluk Sindoro yang terdiri atas Gumuk Kembang, Gumuk Kekep dan Gumuk Watu. Khuluk Sindoro juga termasuk ke dalam Bregada Sindoro-Sumbing. Berdasarkan sejarah dan endapan vulkanik yang ditemukan, dapat diinterpretasikan bahwa karakter letusan Gunungapi Sindoro didominasi oleh letusan tipe Strombolian.Berdasarkan geomorfologi dan stratigrafi, Gunung Sindoro dibedakan menjadi 9 fasies vulkanik meliputi Fasies Sentral Sindoro, Fasies Sentral Kembang, Fasies Sentral Kekep, Fasies Sentral Watu, Fasies Proksimal Sindoro, Fasies Proksimal Kembang, Fasies Proksimal Kekep, Fasies Proksimal Watu, dan Fasies Medial Sindoro.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Apriani, Ani. "METODE MARKOV CHAINS UNTUK ANALISA PERULANGAN FASIES DI SUB BASIN KILIRAN JAO SUMATRA BARAT." Angkasa: Jurnal Ilmiah Bidang Teknologi 8, no. 1 (2017): 1. http://dx.doi.org/10.28989/angkasa.v8i1.128.

Full text
Abstract:
Salah satu ironi dalam aplikasi geologi yaitu kita berhadapan dengan data fasies sebagai fungsi waktu, tetapi jarang dilakukan analisa statistiknya. Metoda Rantai Markov (Markov Chains) adalah salah satu cara untuk melakukan analisis perulangan fasies atau jenis batuan yang nantinya akan membantu dalam memprediksi dinamika sedimentasi. Tujuan dari penelitian ini yaitu melakukan analisa perulangan fasies dengan menggunakan metode markov chains. Metode statistik yang digunakan adalah deskriptif evaluatif dan diolah menggunakan Statistik Inferensial yaitu markov chains untuk mengetahui analisa perulangan fasies atau jenis batuan. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa hadirnya suatu fasies dalam arti luas,tergantung pada fasies sebelumnya. Hal ini ditunjukkan dengan uji chi square dengan nilai x^hitung (10456) > x^tabel(51). Metode markov chains dapat melakukan analisa perulangan fasies yaitu dengan melihat matriks probabilitas transisi yang dapat memprediksi kehadiran fasies yang akan muncul selanjutnya sesuai dengan data yang ingin diketahui yang diprediksi dengan hadirnya fasies sebelumnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Hidayatillah, Ahmad Syauqi, Tri Winarno, and Rofiatun Khasanah. "Hubungan Antara Fasies Batugamping Terhadap Kualitasnya Sebagai Bahan Baku Semen Portland Menurut Kadar CaO dan Senyawa Terkait di Kuari B dan C, PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Unit Palimanan, Cirebon." Jurnal Geosains dan Teknologi 3, no. 1 (2020): 1. http://dx.doi.org/10.14710/jgt.3.1.2020.1-11.

Full text
Abstract:
Batugamping merupakan sumberdaya alam kategori bahan galian industri nonlogam. Penelitian mengenai fasies dan kualitas batugamping di PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Unit Palimanan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jenis fasies terhadap kualitas batugamping sebagai bahan baku semen portland. Penelitian dilakukan dengan pengamatan sampel batugamping secara makroskopis dan mikroskopis terhadap 20 singkapan batugamping Kuari B dan C. Setiap singkapan batugamping dilakukan pengambilan sampel hand speciment untuk analisis kualitas kimia menggunakan X-Ray Fluorescence dan analisis fasies lebih spesifik. Hasil analisis menyatakan bahwa batugamping Kuari B diklasifikasikan menjadi 3 fasies, yaitu packstone, bafflestone, dan rudstone yang terbentuk pada zonasi fasies reef core dan back-reef lagoon. Batugamping Kuari C diklasifikasikan menjadi 4 fasies, yaitu mudstone, wackestone, packstone, dan grainstone yang terbentuk pada zonasi fasies back-reef lagoon. Analisis kualitas kimia menunjukkan bahwa 8 sampel batugamping Kuari B berkualitas baik (kadar CaO>49%), sedangkan pada Kuari C didapati sebanyak 8 sampel berkualitas baik (kadar CaO >49%), 2 sampel berkualitas sedang (kadar CaO 40-49%) dan 2 sampel berkualitas rendah (kadar CaO<40%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis fasies batugamping yang bersifat grain supported seperti grainstone, packstone, bafflestone, dan rudstone cenderung menghasilkan batugamping dengan kualitas baik, sedangkan fasies batugamping yang bersifat matrix supported seperti mudstone dan wackestone akan menghasilkan batugamping dengan kualitas yang lebih buruk.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Moechtar, Rio Alcanadre Tanjung. "Evolusi Cekungan pada Periode Holosen Kaitannya dengan Fluktuasi Muka Air Laut, Tektonik dan Perubahan Iklim di Nabire dan Sekitarnya, Papua." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 20, no. 4 (2019): 237. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.geologi.20.4.237-248.

Full text
Abstract:
Daerah penelitian terletak di Kabupaten Nabire, Papua yang sebagian besar wilayahnya ditutupi endapan Kuarter. Penelitian bertujuan untuk mengungkap dinamika Kuarter serta interval proses pengendapan berdasarkan aspek sedimentologi dan stratigrafi. Metode yang dilakukan adalah pemboran dangkal menggunakan hand auger sebanyak 48 titik. Hasil pengeboran menunjukkan 7 (tujuh) fasies pengendapan, yaitu: endapan limpah banjir, endapan cekungan banjir, endapan sungai, endapan rawa bakau, endapan pantai, endapan laut dekat pantai, dan batuan pra-Holosen. Berdasarkan rekonstruksi penampang stratigrafi, kelompok fasies pengendapan tersebut terbagi menjadi dua interval periode pengendapan. Interval periode pengendapan pertama merupakan fasies muka airlaut tinggi (transgresi) dan tersusun atas sistem laut dan sistem rawa. Interval periode pengendapan kedua merupakan fasies muka airlaut rendah (regresi) dan tersusun atas sistem laut, sistem rawa dan sistem sungai. Hasil pentarikhan umur menggunakan metode pentarikhan radiokarbon menunjukkan bahwa batas antara periode pertama dan periode kedua terjadi pada kisaran umur 9.200-10.700 tahun yang lalu. Kemunculan sistem sungai pada periode kedua diakibatkan oleh turunnya muka air laut. Kondisi ini menunjukkan kecenderungan tingkat energi semakin mengecil, berkaitan dengan jumlah volume air ketika itu. Jumlah volume air tersebut berhubungan dengan tingkat kelembapan yang bergantung pada siklus perubahan iklim. Fasies endapan rawa bakau dicirikan dengan keterdapatan Rhizophora sp., Sonneratia alba, dan Bruguiera cylindrica, terjadi penipisan endapan gambut pada fasies tersebut. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa iklim menuju ke kering. Munculnya fasies pantai di bagian tengah fasies endapan rawa bakau membuktikan bahwa ketika muka airlaut turun secara global, secara lokal muka airlaut tinggi pada periode tertentu. Gejala ini cenderung berkaitan dengan turunnya dasar cekungan (base level) akibat tektonik.Katakunci : Muka air laut, tektonik, iklim, Holosen, Nabire
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Moechtar, Rio Alcanadre Tanjung. "Evolusi Cekungan pada Periode Holosen Kaitannya dengan Fluktuasi Muka Air Laut, Tektonik dan Perubahan Iklim di Nabire dan Sekitarnya, Papua." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 20, no. 4 (2019): 237. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.geologi.v20i4.484.

Full text
Abstract:
Daerah penelitian terletak di Kabupaten Nabire, Papua yang sebagian besar wilayahnya ditutupi endapan Kuarter. Penelitian bertujuan untuk mengungkap dinamika Kuarter serta interval proses pengendapan berdasarkan aspek sedimentologi dan stratigrafi. Metode yang dilakukan adalah pemboran dangkal menggunakan hand auger sebanyak 48 titik. Hasil pengeboran menunjukkan 7 (tujuh) fasies pengendapan, yaitu: endapan limpah banjir, endapan cekungan banjir, endapan sungai, endapan rawa bakau, endapan pantai, endapan laut dekat pantai, dan batuan pra-Holosen. Berdasarkan rekonstruksi penampang stratigrafi, kelompok fasies pengendapan tersebut terbagi menjadi dua interval periode pengendapan. Interval periode pengendapan pertama merupakan fasies muka airlaut tinggi (transgresi) dan tersusun atas sistem laut dan sistem rawa. Interval periode pengendapan kedua merupakan fasies muka airlaut rendah (regresi) dan tersusun atas sistem laut, sistem rawa dan sistem sungai. Hasil pentarikhan umur menggunakan metode pentarikhan radiokarbon menunjukkan bahwa batas antara periode pertama dan periode kedua terjadi pada kisaran umur 9.200-10.700 tahun yang lalu. Kemunculan sistem sungai pada periode kedua diakibatkan oleh turunnya muka air laut. Kondisi ini menunjukkan kecenderungan tingkat energi semakin mengecil, berkaitan dengan jumlah volume air ketika itu. Jumlah volume air tersebut berhubungan dengan tingkat kelembapan yang bergantung pada siklus perubahan iklim. Fasies endapan rawa bakau dicirikan dengan keterdapatan Rhizophora sp., Sonneratia alba, dan Bruguiera cylindrica, terjadi penipisan endapan gambut pada fasies tersebut. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa iklim menuju ke kering. Munculnya fasies pantai di bagian tengah fasies endapan rawa bakau membuktikan bahwa ketika muka airlaut turun secara global, secara lokal muka airlaut tinggi pada periode tertentu. Gejala ini cenderung berkaitan dengan turunnya dasar cekungan (base level) akibat tektonik.Katakunci : Muka air laut, tektonik, iklim, Holosen, Nabire
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Siregar, Hans Elmaury Andreas, and Eki Komara. "PENENTUAN PERLAPISAN BATUGAMPING FORMASI RAJAMANDALA MENGGUNAKAN METODE GROUND PENETRATING RADAR DI DAERAH PADALARANG, KABUPATEN BANDUNG." Buletin Sumber Daya Geologi 11, no. 3 (2016): 174–85. http://dx.doi.org/10.47599/bsdg.v11i3.29.

Full text
Abstract:
Batugamping Formasi Rajamandala sangat menarik untuk diteliti karena batuannya tersingkap secara luas di permukaan. Batugamping terbentuk di wilayah laut dangkal yang tersingkap menjadi perbukitan karena gejala tektonik berupa subduksi dan lipatan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan Ground Penetrating Radar (GPR) untuk mengetahui sebaran fasies batugamping. Penelitian ini meliputi, pengambilan data pada frekuensi 75 MHz, pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak ReflexW, dan interpretasi data lapangan. Data bor digunakan untuk membantu interpretasi sebaran fasies dalam arah vertikal. Frekuensi antena yang digunakan adalah 75 MHz. Penggunaan frekuensi ini memberikan kemampuan resolusi yang cukup baik dengan jangkauan kedalaman yang memenuhi target. Proses pengolahan data GPR dilakukan dengan tahapan, penapisan noise, penguatan sinyal gelombang, proses bandpass frekuensi, dekonvolusi, stack trace, migrasi kirchoff, penapisan f-k-filter, dan penerapan koreksi statik. Data yang sudah diolah kemudian diinterpretasi dan dianalisis sehingga didapatkan sebaran fasies dan struktur batugamping. Daerah Cikamuning sekitar sumur X merupakan daerah slope dari terumbu, karena didominasi oleh fasies batugamping packstone-grainstone dan floatstone-rudstone dengan arah pengendapan timurlaut - baratdaya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Namigo, Elistia Liza. "PREDIKSI DISTRIBUSI SAND MENGGUNAKAN PEMODELAN GEOSTATISTIK." JURNAL ILMU FISIKA | UNIVERSITAS ANDALAS 6, no. 2 (2014): 45–51. http://dx.doi.org/10.25077/jif.6.2.45-51.2014.

Full text
Abstract:
Gambaran distribusi fasies dan heterogenitas geologi yang representatif sangat diperlukan dalam pengelolaan aktivitas eksplorasi dan eksploitasi migas di bawah permukaan. Telah dilakukan pemodelan distribusi sand pada formasi Missisauga, lapangan Penobscot dengan menggunakan tiga algoritma berbasis grid yaitu Sequential Indicator Simulation (SIS) dan Truncated Gaussian Simulation (TGS) dan Multipoint Geostatistic (MPG). SIS dan TGS yang merupakan algoritma yang berbasis variogram, mampu menghasilkan model yang merepresentasikan korelasi spasial antar sumur dengan cukup baik namun belum secara optimal menangkap geometri fasies akibat sifat dari variogram yang hanya bisa memodelkan kontinuitas spasial antara dua lokasi pada satu waktu. TGS lebih unggul dibandingkan SIS pada aspek keterhubungan lateral dari sand channel dan distribusi fasies terlihat lebih well-ordered (sand-shalysand-shale).. MPG yang merupakan metode yang didasarkan pada data singkapan menawarkan korelasi lateral yang lebih baik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Siftianida, Iffatul Izza, Agus Budhie Wijatna, and Bungkus Pratikno. "Aplikasi Isotop Alam untuk Pendugaan Daerah Resapan Air Bagi Mataair Di Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat." Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 12, no. 2 (2017): 97. http://dx.doi.org/10.17146/jair.2016.12.2.2274.

Full text
Abstract:
Mataair sebagai sumber airtanah di Kecamatan Cijeruk dimanfaatkan oleh warga sekitar maupun perusahaan air. Pemanfaatan air yang berlebihan menyebabkan terjadinya kekeringan air selama musim kemarau. Perlu adanya konservasi pada daerah resapan air bagi mataair di Kecamatan Cijeruk untuk menjaga ketersediaan air di mataair agar mencukupi permintaan air. Penentuan titik lokasi daerah resapan dan analisis kimia airtanah perlu dilakukan untuk memberi informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan konservasi pada daerah resapan mataair. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan: (1) menentukan asal usul dan genesis airtanah, (2) menentukan daerah resapan air bagi mataair, (3) mengetahui fasies airtanah, dan (4) mengetahui kualitas airtanah.Pengambilan sampel dilakukan di Kecamatan Cijeruk, dengan mengambil sampel airtanah yang berasal dari 10 lokasi sumber mataair yang digunakan oleh perusahaan air dan warga pada bulan Mei 2015. Rasio isotop D dan pada sampel air diukur dengan liquid water stable isotope analyzer LGR DLT-100 untuk menentukan genesis airtanah dan daerah resapan mataair. Analisis hidrokimia untuk mengetahui fasies dan kualitas airtanah. Parameter kimia yang digunakan adalah pH, Daya Hantar Listrik (DHL), Total dissolved Solid (TDS), dan ion mayor.Hasil penelitian menunjukan: (a) mataair berasal dari beberapa sumber yaitu air hujan dan airtanah, (b) daerah resapan CJR01, CJR02, CJR03, dan CJR04 berada pada elevasi 1988 – 2055 m.dpl, (c) daerah resapan CJR06 dan CJR09 pada elevasi 1379 – 1430 m.dpl, (d) daerah resapan mataair CJR07 dan CJR08 pada elevasi 811 – 836 m.dpl, (e) daerah resapan CJR05, dan CJR10 masing – masing berada pada elevasi 1475 mdpl, dan 1932 m.dpl, (f) fasies airtanah tergolong dalam fasies Mg-HCO3 (magnesium bikarbonat), dan (g) kualitas airtanah merupakan air tawar segar (fresh water).Kata kunci: deuterium, oksigen-18, resapan air, fasies, kualitas, airtanah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Listyani R.A., T., Purwita Rosa Nugrahani, Irghi Reynaldi Adam, and Raras Prabowo. "Proses Hidrokimia pada Air Dolina Kars Gunungsewu di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta." Jurnal Geosains dan Teknologi 4, no. 1 (2021): 11–20. http://dx.doi.org/10.14710/jgt.4.1.2021.11-20.

Full text
Abstract:
Salah satu permasalahan di daerah kars yang menarik untuk dikaji adalah masalah hidrokimia, khususnya pada subbentang alam eksokars yang berupa dolina.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena proses hidrokimia pada air dolina yang terjadi pada dua sub sistem hidrogeologi Panggang dan Wonosari-Baron, Kabupaten Gunungkidul. Metode yang dilakukan adalah survey hidrogeologi dilengkapi dengan uji sifat fisik/kimia air di laboratorium. Analisis hidrokimia dilakukan menggunakan diagram Piper dan grafik hubungan antar ion. Fasies hidrokimia pada musim kemarau pada umumnya berkembang sebagai fasies Ca,Na-bikarbonat, sedangkan pada musim hujan, air dolina didominasi oleh fasies Ca-bikarbonat. Hidrokimia air dolina sangat dipengaruhi oleh proses pelapukan disolusi batugamping sebagai proses utama, selain adanya pengayaan pada musim kemarau melalui proses evaporasi. Pada musim hujan, presipitasi ikut berperan penting dalam mempengaruhi hidrokimia air dolina melalui proses dilusi. Adapun proses antropogenik hanya menunjukkan intensitas yang kecil.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Kamal Roslan, Mohamad Hanif, Che Aziz Ali, and Kamal Roslan Mohamed. "Fasies dan Sekitaran Sedimen Formasi Singa di Langkawi, Malaysia." Sains Malaysiana 45, no. 12 (2016): 1897–904. http://dx.doi.org/10.17576/jsm-2016-4512-14.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Gibran, Akhmad Khahlil, and Aries Kusworo. "FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI KANIKEH, CEKUNGAN BULA, MALUKU." RISET Geologi dan Pertambangan 30, no. 2 (2020): 171. http://dx.doi.org/10.14203/risetgeotam2020.v30.1108.

Full text
Abstract:
Batuan silisiklastik berumur Trias yaitu Formasi Kanikeh, tersebar di Pulau Seram hingga Pulau Kesui dan Teor dari Maluku hingga Maluku Tenggara. Formasi Kanikeh telah lama dikenal memiliki karakteristik batuan induk yang baik. Pemahaman tentang Formasi Kanikeh masih minim, interpretasi lingkungan pengendapan dan korelasi stratigrafi masih ada perbedaan. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan hasil interpretasi lingkungan pengendapan berdasarkan data terbaru. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran penampang stratigrafi pada empat lintasan pengamatan di daerah Seram Bagian Timur dengan menggunakan pendekatan analisis litofasies dan asosiasi fasies. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya 9 litofasies, yaitu: Litofasies Batupasir Konglomeratan (Sg); Litofasies Batupasir Lapisan Silangsiur Mangkok (Sp); Litofasies Batupasir Bioturbasi (Sb); Litofasies Batupasir Karbonan (Sc); Litofasies Batupasir Bergelombang (Sw); Litofasies Batupasir Flasser (Sf); Litofasies Batupasir Laminasi Sejajar (Sh); Litofasies Batulumpur Lenticular (Fl); Litofasies Batulumpur Berlapis (Fsc). Deskripsi litofasies tersebut termasuk ke dalam suatu sistem pengendapan pasang-surut (intertidal) yaitu tidal channel, tidal sand flat, tidal sand-mud mixed flat, dan tidal mudflat. Formasi Kanikeh terendapkan dengan sistem pengendapan batuan silisiklastik yang dipengaruhi oleh arus pasang-surut pada lingkungan pengendapan transisi. ABSTRACT - Facies and depositional environment of Kanikeh Formation, Bula Basin, Maluku. The Triassic siliciclastic rocks, Kanikeh Formation are spread across Seram, Kesui, and Teor Island from Molucca to Southeast Molucca. The Kanikeh formation has been known as an excellent source rock. However, its interpretation of the depositional environment and stratigraphic correlation are still poorly understood. This study aims to give a better understanding of the depositional environment. This study consists of Lithofacies descriptions and facies associations of four stratigraphy measuring sections in Eastern Seram Island. The results of this study indicate that there are 9 lithofacies, including conglomeratic sandstone (Sc); Through cross bed sandstone (Sp); Bioturbated sandstone (Sb); Carboniferous sandstone (Sc); Wavy Sandstone (Sw); Flasser Sandstone (Sf); parallel laminated sandstone (Sh); lenticular mudstone (Fl); dan laminated mudstone (Fsc). The lithofacies description is included in four facies associations which are included in a tidal deposition system (intertidal) there are tidal channels, tidal sand flat, tidal sand-mud mixed flat, dan tidal mudflat. Based on the results Kanikeh Formation is deposited with a siliciclastic deposition system influenced by tidal currents within transition deposition environments.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Rizal, Yan, Wahyu Dwijo Santoso, Alfend Rudyawan, Ricky Adrian Tampubolon, and Affan Arif Nurfarhan. "SEDIMENTARY FACIES AND HYDROCARBON RESERVOIR POTENTIAL OF SAND FLAT IN THE UPPER PART OF TAPAK FORMATION IN BANYUMAS AREA, CENTRAL JAVA." RISET Geologi dan Pertambangan 28, no. 2 (2018): 251. http://dx.doi.org/10.14203/risetgeotam2018.v28.835.

Full text
Abstract:
The upper part of Tapak Formation in Kali Cimande consists of alternating sandstones, siltstone and mudstone. The alternating sequence showed a fining and thinning upward bedding pattern. The facies association of the alternation built up by sand flat facies, which characterized by medium sandstone, moderate sorted, with cross-lamination sedimentary structures and mostly on the top of sandstone layer found a bioturbation trace fossils (Skolithos). Mixed flat facies, which is characterized by an alternation of thin layered sandstones with mudstone and siltstone, with lenticular, wavy, and flaser sedimentary structures, contained many forms of bioturbation, such Planolites, Thallasinoides, Lockeia, and Ophiomorpha. Mud flat facies association, is characterized by a repeated of claystone with thin sandstone intercalation, where the ratio of clay content more than 95 % of the total layers, contained abundantly with trace fossil Lockeia. Upper Tapak Formation plays as moderate reservoir potential. The thick sandstone in sand flat facies with moderate to poorly sorted and moderate porosity is required to provide hydrocarbon flows in Banyumas Basin.Bagian atas Formasi Tapak di Kali Cimande terdiri dari perselingan batupasir-batulanau dan mudstone. Sekuen perselingan menunjukkan pola perlapisan menghalus dan menipis ke atas. Asosiasi fasies tersebut terdiri dari fasies sand flat, yang dicirikan oleh batu pasir sedang, pemilahan sedang, struktur sedimen silang-siur serta fosil jejak bioturbasi (Skolithos) pada bagian puncak kebanyakan lapisan batu pasir. Fasies mixed flat, dicirikan oleh perselingan batupasir berlapis tipis dengan mudstone dan batulanau, serta struktur sedimen lentikular, perlapisan bergelombang, dan flaser, mengandung banyak bioturbasi, seperti Planolites, Thallasinoides, Lockeia, serta Ophiomorpha. Asosiasi Fasies sand flat, dicirikan oleh perulangan batulempung dengan sisipan batupasir tipis, dengan kandungan lempung lebih dari 95% total lapisan, serta fosil jejak Lockeia yang melimpah. Formasi Tapak Atas berperan sebagai reservoir potensial sedang. Bagian batupasir tebal di fasies sand flat dengan pemilahan sedang hingga buruk dan porositas sedang diperlukan untuk menyediakan aliran hidrokarbon di Cekungan Banyumas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Saerina, Anisa Nevi, Anis Kurniasih, and Reddy Setyawan. "Analisis Perkembangan Fasies Dan Lingkungan Pengendapan Pada Interval Formasi Kujung Dan Tuban, Blok West Tuban, Cekungan Jawa Timur." Jurnal Geosains dan Teknologi 4, no. 1 (2021): 38–47. http://dx.doi.org/10.14710/jgt.4.1.2021.38-47.

Full text
Abstract:
Cekungan Jawa Timur merupakan cekungan hidrokarbon yang telah terbukti menghasilkan minyak bumi dengan reservoir utama yaitu pada Formasi Kujung dan Tuban. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui variasi litologi, distribusi litologi secara lateral, fasies dan lingkungan pengendapan berdasarkan asosiasi litologi serta perkembangan terumbu yang berkaitan dengan perubahan muka air laut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif menggunakan data sumur berupa wireline log. Analisis kualitatif menggunakan software Paradigm Geolog 7.0 untuk mendeterminasi litologi. Langkah selanjutnya, menganalisis dan membuat permodelan fasies, lingkungan pengendapan dan sikuen stratigrafi.Berdasarkan hasil analisis Formasi Kujung dan Tuban terdiri dari 4 jenis litologi yaitu batugamping, batulempung, batulanau dan batupasir. Setelah dilakukan analisis fasies, formasi tersebut terdiri dari 4 fasies yaitu patch reef core, patch reef flank, off-mound near reef dan off-mound. Patch reef pada daerah penelitian dicirikan dengan litologi batugamping energi rendah diendapkan pada bagian rongga antar koloni terumbu, menghasilkan asosiasi skeletal wackestone – packstone. Lingkungan pengendapan terumbu berada pada platform terisolasi akibat segmentasi basement berarah timurlaut – baratdaya. Perubahan muka air laut Formasi Kujung dibagi menjadi yaitu TST-1 dan HST-1, kemudian dilanjutkan dengan TST-2 saat pengendapan Formasi Tuban. Fase transgresi awal terumbu tumbuh dengan fase catch up, pada fase high stand terumbu tumbuh dengan fase keep up dan pada saat transgresi kedua terumbu sebagian tetap berkembang sebagai keep up dan sebagian lainnya mengalami give up.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Siringoringo, Luhut Pardamean, and Sandi Maulana. "UNCONFINED GROUNDWATER FLOW PATTERN AND FACIES CHANGES AT WAY HUWI VILLAGE, SOUTH LAMPUNG." RISET Geologi dan Pertambangan 30, no. 1 (2020): 109. http://dx.doi.org/10.14203/risetgeotam2020.v30.1076.

Full text
Abstract:
Way Huwi Village is located in South Lampung, near the Institut Teknologi Sumatera (ITERA). The purposes of this research is to know the unconfined groundwater flow pattern and groundwater facies changes. We measured the depth of water table at nine dig wells, analyzed piper diagram for groundwater facies identification. Then, we integrated groundwater flow patterns and groundwater facies from each well to analyze groundwater facies change pattern in research area. The result indicated that the unconfined groundwater flows from SW to NE of research area, following higher (SW) to lower elevation (NE). There are six patterns of unconfined groundwater facies changes: from Facies Na-Cl to Facies Na-HCO3-Cl, Facies Na-HCO3-Cl to Facies Ca-Mg-HCO3, Facies Na-HCO3-Cl to Facies Na-Cl, Facies Na-HCO3-Cl to Facies Na-SO4-Cl, Facies Ca-Mg-HCO3 to Facies Na-SO4-Cl, and Facies Ca-Mg-HCO3 to Facies Na-HCO3-Cl. ABSTRAK - Pola aliran airtanah tidak tertekan dan perubahan fasiesnya di Desa Way Huwi, Lampung Selatan. Desa Way Huwi terletak di Lampung Selatan, di dekat Institut Teknologi Sumatera (ITERA). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan pola aliran airtanah dan fasies airtanah yang terjadi. Kami mengukur kedalaman muka airtanah pada sembilan sumur gali, menganalisis Diagram Piper untuk mengetahui fasies airtanah. Kemudian kami mengintegrasikan pola aliran airtanah dan fasies airtanah setiap sumur untuk mengetahui pola perubahan fasies air tanah. Hasil analisa menunjukkan bahwa airtanah tidak tertekan mengalir dari Barat Daya ke Timur Laut mengikuti ketinggian yang lebih tinggi (SW) ke ketinggian yang lebih rendah (NE). Ada enam pola perubahan fasies airtanah tidak tertekan: dari Facies Na-Cl ke Facies Na-HCO3-Cl, Facies Na-HCO3-Cl ke Facies Ca-Mg-HCO3, Facies Na-HCO3-Cl ke Facies Na-Cl, Facies Na -HCO3-Cl ke Facies Na-SO4-Cl, Facies Ca-Mg-HCO3 ke Facies Na-SO4-Cl, dan Facies Ca-Mg-HCO3 ke Facies Na-HCO3-Cl
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Baihaqi, Azmi, Rita Susilawati, Lili Fauzielly, and Budi Muljana. "STUDI PERBANDINGAN KARAKTERISTIK KIMIA DAN PETROGRAFI BATUBARA LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN DAN LAPANGAN Y CEKUNGAN SUMATERA TENGAH INDONESIA." Buletin Sumber Daya Geologi 12, no. 2 (2017): 87–102. http://dx.doi.org/10.47599/bsdg.v12i2.35.

Full text
Abstract:
Karakteristik batubara dari dua wilayah prospek batubara di Sumatera dievaluasi dengan menggunakan metode kimia dan petrografi batubara. Penelitian terfokus pada evaluasi peringkat (tingkat pembatubaraan di daerah penelitian), tipe (komposisi material organik dan lingkungan pengendapan batubara) serta grade (kandungan material inorganik yang bisa berpengaruh terhadap proses utilisasi) batubara. Lapangan X memiliki lapisan batubara yang merupakan bagian dari Formasi Muaraenim dan Kasai Cekungan Sumatera Selatan sedangkan batubara pada lapangan Y merupakan bagian dari Formasi Petani Cekungan Sumatera Tengah. Sebanyak enam conto batubara dari lapangan X dan 8 conto dari lapangan Y digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua lapangan memiliki batubara dengan karakteristik yang berbeda. Walaupun batubara di kedua daerah termasuk dalam kategori lignit, nilai rata-rata reflektansi huminit batubara Lapangan Y sedikit lebih tinggi dari lapangan X. Hal ini mengindikasikan bahwa batubara lapangan Y mengalami pengaruh peningkatan termperatur dan pembebanan yang lebih tinggi dari lapangan X. Berdasarkan hasil analisis komposisi maseral, batubara lapangan X dapat dibedakan ke dalam 3 fasies: fasies 1 (huminit >90%, kandungan inertinit dan liptinit <10%), fasies II (huminit 80% s.d. 90%, inertinite 10% s.d. 15%, dan liptinit 10%) serta fasies III (huminit 75% s.d. 85%, inertinit 15% s.d. 20% dan liptinit <10%). Sementara batubara lapangan Y lebih homogen dan dapat digolongkan ke dalam satu fasies (huminit >90% dan liptinit serta inertinite <10%). Hasil plot Gelification index (GI) dan Tissue preservation index (TPI) menunjukkan bahwa batubara lapangan X diendapkan pada lingkungan limnic-marsh hingga limno telmatic sedangkan batubara lapangan Y pada lingkungan limnic hingga telmatic marsh. Banyaknya konkresi pirit pada batubara lapangan Y mengindikasikan bahwa batubara tersebut mendapat pengaruh laut yang lebih besar daripada batubara lapangan X Batubara di kedua lapangan dapat dianggap sebagai batubara grade tinggi atau batubara bersih karena memiliki kandungan sulfur (<10%) dan abu yang relatif rendah (<10%). Hanya satu conto (SJ2) yang memiliki kadar abu tinggi (>50%) menunjukkan bahwa conto tersebut bukan batubara. Sebagai kesimpulan, perbedaan karakteristik batubara lapangan X dan Y mendukung teori bahwa batubara dengan sejarah pengendapan yang berbeda akan menghasilkan karakteristik yang berbeda.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Cahyadi, Ahmad, and Wahyu Hidayat. "Analisis Karakteristik Hidrogeokimia Airtanah Di Pulau Koral Panggal, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta." JURNAL GEOGRAFI 9, no. 2 (2017): 99. http://dx.doi.org/10.24114/jg.v9i2.6052.

Full text
Abstract:
The small island has a very unique hydrological characteristics. The unique character are low rainfall, rain catchment narrow and high vulnerability to seawater intrusion. This study aims to (1) analyze the groundwater hydrogeochemistry facies in Panggang Cay and (2) to analyze the evolution of groundwater hydrogeochemistry in Panggang Cay. Data used include major element analysis results of the groundwater samples taken from the study site. Hidrogeochemistry fasies of groundwater determined the type of diagram analysis stiff, while the analysis of the hydrogeochemistry evolution of groundater analyzed using piper diagram. Groundwater hydrochemical facies in Panggang Cay is MgCl2 with hydrogeochemical evolution of CaCO3 into MgCl2. The evolution of hydrogeochemistry fasies that occur indicate the sea water intrusion process.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Nugrahini, Rr Amara, Hill Gendoet Hartono, and T. Listyani R.A. "PALEOMORFOGENESIS BENTANG ALAM KOMPLEKS GUNUNG IJO, KULONPROGO." KURVATEK 5, no. 2 (2020): 1–8. http://dx.doi.org/10.33579/krvtk.v5i2.1831.

Full text
Abstract:
Studi geomorfologi daerah Kompleks Gunung Ijo perlu dilakukan untuk memahami geomorfologi masa lampau. Maksud penelitian adalah mengidentifikasi karakteristik geomorfologi dengan tujuan untuk mendapatkan pemahaman tentang paleomorfogenesis Gunung Ijo. Penelitian dilakukan dengan metode observasi geomorfologi di lapangan dan dibantu dengan analisis petrografi batuan. Gunung Ijo merupakan salah satu gunungapi tua yang membentuk Perbukitan Kulon Progo. Kompleks Gunung Ijo disusun oleh dominasi batuan beku serta batuan gunung api yang berupa lava koheren dan piroklastika, selain oleh batuan sedimen yang berupa batugamping. Kompleks G. Ijo membentuk bentang alam sisa tubuh gunung api purba. Morfologi yang tersisa ini diinterpretasikan sebagai bagian dari tubuh gunungapi purba pada fasies pusat dan proksimal.Kata kunci: G. Ijo, paleomorfogenesis, fasies gunungapi, bentang alam sisa
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Permana, Asep Kurnia, Joshua Shima, Sigit Maryanto, and Joko Wahyudiono. "Model Fasies Batuan Karbonat Formasi Wainukendi di Cekungan Biak-Yapen, Papua." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 20, no. 2 (2019): 101. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.geologi.20.2.101-110.

Full text
Abstract:
This paper provides the carbonate rocks facies model of the Wainukendi Formation. Several outcrops are well exposed in the Southern part of the Supiori Island. The main data are taken from 28 outcrops and 25 measured sections. Thirty seven rocks samples from the Korido dan Warvey Sections were collected and have been petrographic examination for microfacies analysis. Finally, the analysis find that the Wainukendi Formation basically composed by bioclastic carbonate platform and reef margin platform. Microfacies analysis indicate that these carbonate platforms consist of 4 facies zone, deep shelf (FZ2), toe of slope (FZ3), slope (FZ4), and platform margin (FZ5). Keywords: Facies, stratigraphy, Wainukendi Formation, Biak-Yapen Basin.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Permana, Asep Kurnia, Joshua Shima, Sigit Maryanto, and Joko Wahyudiono. "Model Fasies Batuan Karbonat Formasi Wainukendi di Cekungan Biak-Yapen, Papua." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 20, no. 2 (2019): 101. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.geologi.v20i2.129.

Full text
Abstract:
This paper provides the carbonate rocks facies model of the Wainukendi Formation. Several outcrops are well exposed in the Southern part of the Supiori Island. The main data are taken from 28 outcrops and 25 measured sections. Thirty seven rocks samples from the Korido dan Warvey Sections were collected and have been petrographic examination for microfacies analysis. Finally, the analysis find that the Wainukendi Formation basically composed by bioclastic carbonate platform and reef margin platform. Microfacies analysis indicate that these carbonate platforms consist of 4 facies zone, deep shelf (FZ2), toe of slope (FZ3), slope (FZ4), and platform margin (FZ5). Keywords: Facies, stratigraphy, Wainukendi Formation, Biak-Yapen Basin.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Permana, Asep Kurnia, Joshua Shima, Sigit Maryanto, and Joko Wahyudiono. "Model Fasies Batuan Karbonat Formasi Wainukendi di Cekungan Biak-Yapen, Papua." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 20, no. 2 (2019): 101. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.v20i2.129.

Full text
Abstract:
This paper provides the carbonate rocks facies model of the Wainukendi Formation. Several outcrops are well exposed in the Southern part of the Supiori Island. The main data are taken from 28 outcrops and 25 measured sections. Thirty seven rocks samples from the Korido dan Warvey Sections were collected and have been petrographic examination for microfacies analysis. Finally, the analysis find that the Wainukendi Formation basically composed by bioclastic carbonate platform and reef margin platform. Microfacies analysis indicate that these carbonate platforms consist of 4 facies zone, deep shelf (FZ2), toe of slope (FZ3), slope (FZ4), and platform margin (FZ5). Keywords: Facies, stratigraphy, Wainukendi Formation, Biak-Yapen Basin.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Mohamed, Kamal Roslan, Che Aziz Ali, Mohd Shafeea Leman, and Ibrahim Abdullah. "Sedimentologi dan analisis fasies batuan Paleozoik Akhir di kawasan Panching, Pahang." Bulletin of the Geological Society of Malaysia 48 (June 1, 2004): 73–80. http://dx.doi.org/10.7186/bgsm48200415.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

A Amin, Abd Kadir Mubarak, Yayu Indriati Arifin, and Noviar Akase. "Studi Fasies Formasi Endapan Danau Untuk Menentukan Lingkungan Pengendapan Danau Limboto." Jambura Geoscience Review 1, no. 2 (2019): 50–67. http://dx.doi.org/10.34312/jgeosrev.v1i2.2056.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

N.P.H, Aditya, Oke Aflatun, and Idarwati Idarwati. "FASIES KUARTER VULKANIK DAERAH PAGAR JATI DAN SEKITARNYA, KAB.BENGKULU TENGAH, BENGKULU." Komunikasi Fisika Indonesia 15, no. 2 (2018): 98. http://dx.doi.org/10.31258/jkfi.15.2.98-104.

Full text
Abstract:
The Jati Fence Area, Bengkulu is the fore arc basin area whose deposition is influenced by the volcanic event. The deposition event took place on a quaternary volcano that has been active in having sedimentation activities that continue. This study aims to carry out mineralogical analysis in the proximal facies deposit area with petrographic data at observation locations (LP) 14, 59, 81,108, and (ST) 14,70 which are sourced from the results of local geological mapping. In LP 81 and 14 with proximal facies have volcanic breccia lithology with compilation components which are dominated by andesitic rocks, pyroclastic matrix composition, packed packing, hard hardness, and mineralogicalcomposition which tend to have many crystals. In LP 59 and 108 proximal facies found andesite lava.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Rizal, Yan, Wahyu Dwijo Santoso, Alfend Rudyawan, Romy Ari Setiaji, and Eko Bayu Purwasatriya. "Turbidite Fasies of Lower Penosogan Formation in Karanggayam Area, Kebumen, Indonesia." Modern Applied Science 12, no. 6 (2018): 124. http://dx.doi.org/10.5539/mas.v12n6p124.

Full text
Abstract:
A continuous clastic sedimentary rock outcrop in the Karanggayam Area, Kebumen represents the complete deep marine fan facies of the Middle Miocene Lower Penosogan Formation. Lithology association and vertical succession were observed from a 63 meters detailed measured section along the Karanggayam River. This study aims to identify and classify the turbidite succession as well as the depositional environment of the formation within the North Serayu Basin, Central Java. From the bottom to top the Lower Penosogan Formation is divided into: A2, B2, C2, D2 and F2 facies which represents basin plain, overbank (levee and distal levee), crevasse splay, channel-fill and frontal splay facies respectively. Changes in the depositional environment are interpreted to be influenced by the dynamic changes in morphology and global climate change caused by underwater volcanic activity as a result of Middle Miocene tectonic activity.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Jumhari, Jumhari, M. Sapari Dwi Hadian, Zufialdi Zakaria, and Hendarmawan Hendarmawan. "Kontrol Geologi Terhadap Perubahan Kimia Airtanah Pada Sistem Akuifer Vulkanik Di Lereng Timur Gunung Ciremai Jawa Barat." Dinamika Rekayasa 15, no. 2 (2019): 117. http://dx.doi.org/10.20884/1.dr.2019.15.2.267.

Full text
Abstract:
Gunung Ciremai adalah gunung berapi Strato dengan tingkat curah hujan yang tinggi di bagian barat pulau Jawa. Hal ini menjadikan Gunung Ciremai sebagai sumber air tanah di daerah sekitarnya sehingga membutuhkan keseimbangan antara pengisian dan pembuangan untuk keberlanjutan air tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah mnentukan kontrol geologis terhadap perubahan kimia dalam air tanah sebagai dasar untuk menentukan langkahlangkah keberlanjutan air tanah. Adapun metode yang dilakukan adalah pemetaan geologi, pangamatan mata air, pengujian laboratorium dan menganalisis dengan diagram pipper, diagram durov dan diagram Gibbs. Hasilnya menunjukan terdapat 4 zona perubahan kimia airtanah yang dikontrol geologi diantaranya Zone 1 memiliki nilai EC dan TDS yang rendah dengan fasies kimia air tanah Ca-HCO3. Zone 2 memiliki nilai EC dan TDS yang rendah dengan fasies kimia air tanah Ca-Na + K - HCO3-Cl. Zona 3 memiliki nilai EC dan TDS yang tinggi dengan sumber ion Ca dan Mg yang seimbang. Zone 4 memiliki nilai EC dan TDS yang sangat tinggi dengan fasies kimia air tanah Na + K Cl.Perubahan kimia air tanah daerah penelitian dipengaruhi mengontrol perubahan kimia air tanah adalah jenis litologi dan morfologi, sedangkan pada daerah tenggara dan selatan proses yang paling dominan mengontrol adalah struktur geologi. Proses lain yang berpengaruh di daerah penelitian adalah aktivitas panas bumi dan interaksi air dengan batuan sedimen tua.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Kusumawardani, Dina, Yoga Aribowo, Ahmad Syauqi Hidayatillah, and Fahri Usmani. "Pemetaan Bawah Permukaan dan Perhitungan Cadangan Hidrokarbon Formasi Baturaja, Lapangan Mawar, Cekungan Sumatera Selatan." Jurnal Geosains dan Teknologi 1, no. 1 (2018): 25. http://dx.doi.org/10.14710/jgt.1.1.2018.25-33.

Full text
Abstract:
Lapangan Mawar Formasi Baturaja merupakan lapangan yang terletak di Cekungan Sumatra Selatan. Cekungan ini merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya hidrokarbon. Studi pemetaan bawah permukaan diperlukan dalam kegiatan eksplorasi untuk mengetahui keadaan geologi dan jebakan minyak melalui data seismik. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui litologi dan stratigrafi, struktur geologi, dan sebaran reservoir dari data inti batuan dan petrografi, log dan seismik. Kemudian untuk mengetahui fasies karbonat yang ada pada Formasi Baturaja dari analisis fasies seismik dan validasi data inti batuan dan petrografi, dan juga mengetahui cadangan hidrokarbon pada reservoir Baturaja, Lapangan Mawar, Cekungan Sumatra Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Metode ini dilakukan dengan melakukan studi literatur, studi kasus dan analisis data. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif untuk menentukan jenis litologi, korelasi stratigrafi, korelasi struktural dan analisis data seismik 2D. Analisis data seismik 2D dilakukan dengan picking fault dan picking horizon yang digunakan sebagai dasar interpretasi geologi bawah permukaan dan analisis fasies karbonat pada reservoir Formasi Baturaja, Lapangan Mawar. Berdasarkan dari hasil pengolahan dan analisis data, diinterpretasikan litologi penyusun Formasi Baturaja, Lapangan Mawar yaitu batugamping dari carbonate shelf. Analisis kualitatif, ditemukan zona prospek hidrokarbon pada lapangan Mawar berada pada puncak antiklin dengan perhitungan cadangan yang ada pada reservoir Formasi Baturaja sebesar 188.905.829,38 STB.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Santoso, Wahyu Dwijo, Yahdi Zaim, and Yan Rizal. "PALEONTOLOGY OF ACROPORA CORALS AND STANDARD FACIES BELT FROM UJUNGGENTENG AREA, WEST JAVA." RISET Geologi dan Pertambangan 28, no. 2 (2018): 129. http://dx.doi.org/10.14203/risetgeotam2018.v28.799.

Full text
Abstract:
The detail taxonomy analysis was performed to classify Acropora corals in Ujunggenteng Area. The research area was selected because the continuously exposed Quaternary coralline limestones, indicated the high variation and wide distribution of coral fossils. Moreover, the facies changes and contacts with shoreface sediments were clearly observed in this area. Detail taxonomy based on morphological description can classify Acropora corals in Ujunggenteng area into four species: Acropora cervicornis, Acropora palifera, Acropora gemmifera, and Acropora humilis. The study of coral paleontology and the application of the presence of corals as a standard facies belt were still rarely performed in Indonesia. Previous studies classified the coralline limestone into one standard facies belt, which was the organic build- up standard facies belt. Another approach was required to capture many conditions of coral fossil occurrences; not only in build-up condition but also in transported condition. Therefore, another purpose of this study is to modify the standard facies belt with a different approach using coral taphonomy and sediment association.Analisis taksonomi secara detil dilakukan untuk mengklasifikasikan koral Acropora di daerah Ujunggenteng. Daerah penelitian dipilih karena tersingkapnya batugamping terumbu berumur Kuarter yang menerus, yang menunjukkan tingginya jumlah spesies dan distribusi fosil koral yang luas. Selain itu, perubahan fasies dan kontak dengan batupasir pantai dapat jelas diamati pada daerah ini. Taksonomi detil berdasarkan deskripsi morfologi dapat mengelompokkan koral Acropora di daerah Ujunggenteng menjadi empat spesies: Acropora cervicornis, Acropora palifera, Acropora gemmifera, dan Acropora humilis. Selain itu, studi mengenai paleontologi dan penggunaan kehadiran koral sebagai dasar pembagian sabuk standar fasies batugamping masih jarang dilakukan di Indonesia. Studi sebelumnya mengelompokkan batugamping terumbu menjadi satu sabuk standar fasies, yaitu organic build up. Pendekatan yang lain diperlukan untuk menjelaskan kondisi koral lainnya pada batugamping, tidak hanya dalam kondisi tumbuh, tetapi juga dalam kondisi tertransportasi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memodifikasi sabuk standar fasies dengan pendekatan berbeda menggunakan tafonomi koral dan asosiasi sedimen.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Rohmana, Rian Cahya, Ali Achmad, and Suyoto Suyoto. "Analisis Sedimentologi dan Stratigrafi untuk Rekonstruksi model Paleogeografi: Mengungkap Proses Pembentukan Formasi Tapak, Sub-Cekungan Banyumas." Jurnal Geosains dan Teknologi 2, no. 3 (2019): 126. http://dx.doi.org/10.14710/jgt.2.3.2019.126-134.

Full text
Abstract:
Objek studi difokuskan pada Formasi Tapak yang terendapkan pada Miosen Akhir – Pliosen Akhir di Sub-Cekungan Banyumas. Pengungkapan serta rekonstruksi model lingkungan pengendapan purba didasarkan pada analisis detail sedimentologi dan stratigrafi yang meliputi tekstur, struktur sedimen, asosiasi fasies, paket sekuen pengendapan, kandungan fosil, geometri pelamparan secara vertikal maupun horisontal serta pengukuran arah arus purba pada daerah penelitian. Fasies yang berkembang pada Formasi ini cukup bervariasi yaitu lagoonal pond, tidal channel in foreshore facies, upper shoreface – shelf mud facies. Secara regional Formasi Tapak diendapkan dalam suatu sistem pada lingkungan pengendapan lagoon hingga laut dangkal. Pada daerah penelitian juga ditemukan batugamping terumbu yang terbentuk pada barrier reef. Dari Hasil pengukuran arus purba pada struktur sedimen trough crossbedding pada lokasi pengamatan Banyumas – 14, terlihat bahwa arah umum dari transportasi sedimennya berasal dari baratlaut menuju ke tenggara.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Siregar, M. Safei. "Fasies dan Lingkungan Pengendapan Formasi Campurdarat di Daerah Trenggalek-Tulungagung, Jawa Timur." Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan 18, no. 1 (2008): 36. http://dx.doi.org/10.14203/risetgeotam2008.v18.10.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Praptisih, Praptisih, M. Safei Siregar, Kamtono Kamtono, Marfasran Hendrizan, and Purna Sulastya Putra. "FASIES DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUAN KARBONAT FORMASI PARIGI DI DAERAH PALIMANAN, CIREBON." Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan 22, no. 1 (2012): 33. http://dx.doi.org/10.14203/risetgeotam2012.v22.56.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Alfatih, Ismail Zaky, Dwa Desa Warnana, and Priatin Hadi Wijaya. "Seismik Fasies Modelling Pada Reservoar Gas Biogenik: Studi Kasus pada Lapangan “TG”." Jurnal Geosaintek 3, no. 1 (2017): 65. http://dx.doi.org/10.12962/j25023659.v3i1.2958.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Margaesa, Dany, Vijaya Isnaniawardhani, and Undang Mardiana. "FASIES PENGENDAPAN BATUBARA SEAM X25 FORMASI BALIKPAPAN BERDASARKAN LOG INSIDE CASING DI DAERAH SEPARI, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR." Buletin Sumber Daya Geologi 8, no. 3 (2013): 141–52. http://dx.doi.org/10.47599/bsdg.v8i3.90.

Full text
Abstract:
Cekungan Kutai terletak di Kalimantan Timur menyimpan banyak kandungan sumber daya alam yang melimpah, seperti endapan batubara. Daerah penelitian secara geologi termasuk ke dalam Formasi Balikpapan yang dicirikan oleh keterdapatan litologi batupasir lepas (loose sand). Penggunaan Log Inside Casing merupakan salah satu solusi terbaik dalam pengambilan data well logging di Formasi Balikpapan ini untuk mengatasi beberapa kendala, seperti runtuhnya lubang bor dalam batuan sedimen lepas. Dengan metode Log Inside Casing ternyata terjadi penurunan kualitas pembacaan log sekitar 50% terutama pada Log Density. Namun demikian Log Gamma Ray masih sangat baik digunakan dalam interpretasi tekstur batuan sedimen sehingga suksesi sedimen dapat dipelajari sebagai aplikasi dari elektrofasies.Batubara seam X25 dibedakan menjadi dua fasies berbeda dan diendapkan pada lingkungan Transitional Lower Delta Plain yang dicirikan oleh pola fasies crevasse splay, channel, levee dan interdistributary bay berdasarkan model Horne (1978). Penelitian ini dapat mengkoreksi korelasi litostratigrafi dan perhitungan sumberdaya batubara berdasarkan genesa batubaranya secara tepat, akurat dan ilmiah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Mamengko, David Victor, Yoga B.Sendjadja, Budi Mulyana, et al. "Perkembangan Fasies Sedimen Formasi Mamberamo Berumur Miosen Akhir-Pliosen di Cekungan Papua Utara." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 20, no. 1 (2019): 37. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.2019.v20.1.37-47.

Full text
Abstract:
North Papua Basin is a fore arc basin located in northern coastal of Papua Island. This basin filled by Middle-Upper Miocene turbidite sediment and overlied by Upper Miocene – Quarternary clastic sediment. Upper Miocene – Quaternary clastic sediments (Mamberamo Formation) composed by interbedding conglomerate, sandstone and shale as molasses deposit. A detailed stratigraphic study was performed to identify facies and its association of the Mamberamo Formation to that give a new perspective on the characteristics and development of facies succession of Lower Mamberamo Formation. Result shows that the Lower Mamberamo Formation consists of three facies: A) cross bedding sandstone (subtidal), B) heterolothic silty shale (intra-tidal), C) carbonaceous shale (supra-tidal) deposited on Late Miocen to Plio-Pleistocene during centra range orogeny (syn-orogeny) as molasses deposits.Keywords: Fore arc basin, North Papua Basin, Mamberamo Formation, molasse deposits.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Mamengko, David Victor, Yoga B.Sendjadja, Budi Mulyana, et al. "Perkembangan Fasies Sedimen Formasi Mamberamo Berumur Miosen Akhir-Pliosen di Cekungan Papua Utara." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 20, no. 1 (2019): 37. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.geologi.20.1.37-47.

Full text
Abstract:
North Papua Basin is a fore arc basin located in northern coastal of Papua Island. This basin filled by Middle-Upper Miocene turbidite sediment and overlied by Upper Miocene – Quarternary clastic sediment. Upper Miocene – Quaternary clastic sediments (Mamberamo Formation) composed by interbedding conglomerate, sandstone and shale as molasses deposit. A detailed stratigraphic study was performed to identify facies and its association of the Mamberamo Formation to that give a new perspective on the characteristics and development of facies succession of Lower Mamberamo Formation. Result shows that the Lower Mamberamo Formation consists of three facies: A) cross bedding sandstone (subtidal), B) heterolothic silty shale (intra-tidal), C) carbonaceous shale (supra-tidal) deposited on Late Miocen to Plio-Pleistocene during centra range orogeny (syn-orogeny) as molasses deposits.Keywords: Fore arc basin, North Papua Basin, Mamberamo Formation, molasse deposits.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Mamengko, David Victor, Yoga B.Sendjadja, Budi Mulyana, et al. "Perkembangan Fasies Sedimen Formasi Mamberamo Berumur Miosen Akhir-Pliosen di Cekungan Papua Utara." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 20, no. 1 (2019): 37. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.geologi.v20i1.399.

Full text
Abstract:
North Papua Basin is a fore arc basin located in northern coastal of Papua Island. This basin filled by Middle-Upper Miocene turbidite sediment and overlied by Upper Miocene – Quarternary clastic sediment. Upper Miocene – Quaternary clastic sediments (Mamberamo Formation) composed by interbedding conglomerate, sandstone and shale as molasses deposit. A detailed stratigraphic study was performed to identify facies and its association of the Mamberamo Formation to that give a new perspective on the characteristics and development of facies succession of Lower Mamberamo Formation. Result shows that the Lower Mamberamo Formation consists of three facies: A) cross bedding sandstone (subtidal), B) heterolothic silty shale (intra-tidal), C) carbonaceous shale (supra-tidal) deposited on Late Miocen to Plio-Pleistocene during centra range orogeny (syn-orogeny) as molasses deposits.Keywords: Fore arc basin, North Papua Basin, Mamberamo Formation, molasse deposits.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Mamengko, David Victor, Yoga B.Sendjadja, Budi Mulyana, et al. "Perkembangan Fasies Sedimen Formasi Mamberamo Berumur Miosen Akhir-Pliosen di Cekungan Papua Utara." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 20, no. 1 (2019): 37. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.v20i1.399.

Full text
Abstract:
North Papua Basin is a fore arc basin located in northern coastal of Papua Island. This basin filled by Middle-Upper Miocene turbidite sediment and overlied by Upper Miocene – Quarternary clastic sediment. Upper Miocene – Quaternary clastic sediments (Mamberamo Formation) composed by interbedding conglomerate, sandstone and shale as molasses deposit. A detailed stratigraphic study was performed to identify facies and its association of the Mamberamo Formation to that give a new perspective on the characteristics and development of facies succession of Lower Mamberamo Formation. Result shows that the Lower Mamberamo Formation consists of three facies: A) cross bedding sandstone (subtidal), B) heterolothic silty shale (intra-tidal), C) carbonaceous shale (supra-tidal) deposited on Late Miocen to Plio-Pleistocene during centra range orogeny (syn-orogeny) as molasses deposits.Keywords: Fore arc basin, North Papua Basin, Mamberamo Formation, molasse deposits.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Hasria, Hasria, Suryawan Asfar, Adriyansyah Adriyansyah, et al. "Fasies Batuan Metamorf Daerah Wumbubangka, Kecamatan Rarowatu Utara, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara." Jurnal Geomine 9, no. 1 (2021): 55–64. http://dx.doi.org/10.33536/jg.v9i1.896.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Syaeful, Heri, and Adi Gunawan Muhammad. "Interpretasi Lingkungan Pengendapan Formasi Batuan Menggunakan Analisis Elektrofasies di Lokasi Tapak Puspiptek Serpong." EKSPLORIUM 38, no. 1 (2017): 29. http://dx.doi.org/10.17146/eksplorium.2017.38.1.3538.

Full text
Abstract:
ABSTRAKKegiatan karakterisasi material bawah permukaan penyusun pondasi tapak merupakan bagian dari studi tapak instalasi nuklir. Karakterisasi dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya pemahaman tentang sistem pengendapan formasi batuan. Sebagai bagian dari metode interpretasi lingkungan pengendapan, analisis pemodelan fasies berdasarkan elektrofasies memberikan informasi yang cepat mengenai sistem pengendapan suatu formasi batuan. Metodologi yang digunakan adalah dengan interpretrasi log sinar gamma (log GR) menggunakan korelasi relatif antara variasi bentuk log dan fasies sedimentasi. Berdasarkan analisis diketahui Formasi Bojongmanik terbentuk pada lingkungan marine-lagoonal dengan pengaruh gelombang sangat rendah. Log GR yang menunjukan bentuk funnel, bergerigi dan simetris, mengindikasikan fasies shoreface, lagoon, dan tidal point bar. Arah sedimentasi, cekungan, dan suplai pada pengendapan sedimen Formasi Bojongmanik diinterpretasikan relatif ke utara. Formasi Serpong diendapkan pada sistem sungai bermeander dan tersusun atas endapan point bar, crevasse splay dan floodplain. Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi panduan dalam analisis lanjutan terkait karakterisasi material pondasi. ABSTRACTThe activity of subsurface material composing site foundation characterization is part of nuclear installation siting study. Characterization conducted by several methods, such as understanding the depositional environment of rock formations. As a segment of depositional environment interpretation method, facies model analysis based on electrofacies provides quicker information on depositional system of rock formation. Methodology applied is gamma ray log (log GR) interpretation using relative correlation between log shape variation and sedimentation facies. Based on the analysis, Bojongmanik Formation was deposited on marine-lagoonal environment with very low wave influence. Log GR that shows shape of funnel, serrated, and symmetry, indicate shoreface, lagoon, and tidal point bar facies. The direction of sedimentation, basin, and supply of Bojongmanik Formation interpreted relatively to the north. Serpong Formation deposited on meandering river system, and composed of point bar deposit, crevasse splay, and floodplain deposit. The result of analysis is expected to be guidance in further analysis related to the characterization of foundation materials.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

C. Mohamad, Ismail, Abdul Rahim Samsudin, Abdul Ghani Rafek, and Mohd Tadza Abdul Rahman. "Perubahan fasies hidrokimia dalam akuifer aluvium pantai: Kajian kes di kawasan Pekan-Nenasi, Pahang." Bulletin of the Geological Society of Malaysia 45 (May 2, 2002): 23–30. http://dx.doi.org/10.7186/bgsm45200204.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Setyawan, Reddy, Abdurrahman Hakim, Afif Sulestianson, et al. "Variasi dan Sebaran Litologi Batugamping di Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Jwa Tengah." Jurnal Geosains dan Teknologi 3, no. 1 (2020): 42. http://dx.doi.org/10.14710/jgt.3.1.2020.42-51.

Full text
Abstract:
Daerah Todanan merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Blora. Todanan merupakan wilayah dataran perbukitan landai yang secara geologi masuk ke dalam Zona Rembang. Zona Rembang merupakan bagian dari cekungan sedimentasi Jawa Timur bagian utara (East Java Geosyncline). Cekungan ini terbentuk pada Oligosen Akhir yang berarah Timur. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi litologi batugamping, umur dan fasies dari batugamping yang diharapkan dapat memperkaya pengetahuan geologi di lokasi ini. Metode penelitian yang digunakan adalah observasi lapangan untuk mendapatkan data variasi litologi. Sampel batuan yang didapatkan dari lapangan selanjutnya dilakukan analisis petrografi dan mikrofosil. Hasil dari observasi di lapangan, dapat diketahui kondisi geomorfologi, variasi litologi dan kondisi struktur geologi di lokasi penelitian. Geomorfologi lokasi penelitian terbagi menjadi Dataran Landai Denudasional, Bergelombang Miring Denudasional, Berbukit Bergelombang Karst, Bergelombang Miring Struktural Karst, Bergelombang Miring Struktural Lembah Sinklin, dan Bergelombang Miring Struktural Bukit Antiklin. Struktur geologi cukup sulit dilakukan di lapangan, karena sebagian besar area di lokasi penelitian tertutup oleh hutan jati, sawah, dan pemukiman. Variasi litologi yag ditemukan di lapangan adalah Satuan Batupasir Karbonatan, Satuan Batugamping Kalkarenit, Satuan Lempung Karbonatan, Satuan Batugamping Wackestone, Satuan Batugamping Grainstone, dan Satuan Batugamping Packestone. Satuan litologi Wackestone, Grainstone dan Packestone terendapkan di fasies fore reef.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Vebryatna, Vicco O., and Dardji Noeradi. "Analisis Stratigrafi dan Identifikasi Fasies Seismik Pada Interval Syn - Rift, Daerah Kotagaro, Cekungan Sumatera Tengah." bulletin of geology 3, no. 2 (2019): 381–86. http://dx.doi.org/10.5614/bull.geol.2019.3.2.6.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Marfai, Muh Aris, Ahmad Cahyadi, Danang Sri Hadmoko, and Andung Bayu Sekaranom. "SEJARAH LETUSAN GUNUNG MERAPI BERDASARKAN FASIES GUNUNGAPI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BEDOG, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA." Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan 22, no. 2 (2012): 73. http://dx.doi.org/10.14203/risetgeotam2012.v22.59.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Aulia, M. Rio, Thomas Triadi Putranto, and Reddy Setyawan. "Karakteristik Reservoir Berdasarkan Analisis Petrofisik Pada Formasi Baturaja, Lapangan Aulia, Cekungan Jawa Barat Utara." Jurnal Geosains dan Teknologi 3, no. 1 (2020): 31. http://dx.doi.org/10.14710/jgt.3.1.2020.31-41.

Full text
Abstract:
Formasi Baturaja merupakan salah satu formasi penghasil minyak dari Cekungan Jawa Barat Utara. Formasi Baturaja pada Cekungan Jawa Barat Utara ini memiliki keunikan yaitu kondisi batuan yang tergolong tight, namun bisa memproduksi minyak. Lokasi penelitian berada di Lapangan Aulia, Subcekungan Jatibarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi litologi secara vertikal, mengetahui lingkungan pengendapan Formasi Baturaja, mendapatkan nilai properti petrofisik dan menentukan kedalaman reservoir yang prospektif.Metode deterministik digunakan dengan pertimbangan lebih cocok pada litologi yang homogen. Data yang digunakan dalam penelitian adalah data dari 6 sumur pemboran. Hasil analisis kualitatif pada semua sumur menunjukkan variasi litologi tersusun dari batugamping dan batugamping sisipan batulempung. Fasies batuan yang terdapat pada Formasi Baturaja berupa packstone dan perselingan packstone – wakckestone hasil pengendapan laut dangkal dengan fasies karbonat yaitu reef crest. Nilai properti petrofisik di Lapangan Aulia memiliki volume shale rata-rata 0,24281 dan nilai rata-rata porositas efektif sebesar 1-6,5% (porositas buruk). Porositas yang rendah pada batugamping Formasi Baturaja ini diinterpretasikan sebagai dampak dari fluktuasi muka laut dan akibat diagenesis batugamping. Nilai permeabilitas rata-rata adalah 0,0134 – 2,0452 mD (tight). Lapisan batuan prospek rerata di Lapangan Aulia adalah 5,67 m dengan lapisan paling tebal dijumpai pada RUO 25, yaitu setebal 9 m di kedalaman 1.846,110 m (TVDSS).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Rizki, Reza. "Aplikasi Metode Ground Penetrating Radar untuk Mengidentifikasi Fasies Batugamping Formasi Rajamandala Di Daerah Cikamuning, Jawa Barat." Jurnal Fisika Indonesia 22, no. 2 (2020): 22. http://dx.doi.org/10.22146/jfi.v22i2.32628.

Full text
Abstract:
Formasi Rajamandala tersingkap luas di daerah Padalarang, Jawa Barat, mulai dari daerah Cikamuning (Tagogapu) di bagian timur sampai Saguling di bagian barat. Batugamping dari formasi ini dibagi menjadi dua satuan batuan yaitu anggota batugamping dan anggota lempung dan napal. Formasi ini terbentuk pada Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Penelitian dilakukan di daerah Cikamuning, Padalarang, Jawa Barat dengan menggunakan metode ground penetrating radar (GPR). Penelitian ini meliputi pengambilan (akuisisi) data GPR, pengolahan data GPR dengan menggunakan software ReflexW, dan menginterpretasi data lapangan dengan mengikat data bor ITB-1. Frekuensi alat yang digunakan adalah 75 MHz, penggunaan frekuensi ini memberikan kemampuan resolusi yang cukup baik dengan jangkauan kedalaman yang memenuhi target. Pengolahan data GPR dilakukan dengan tahapan dewow, AGC, energy decay, background removal, bandpass frequency, autocorrelation, deconvolution, stack trace, kirchoff migration, FK-filter, dan static correction. Data yang sudah diproses kemudian diinterpretasi untuk mengetahui kondisi geologi bawah permukaan serta penyebaran fasies batugamping daerah penelitian.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Ali, Che Aziz, Mohd Shafeea Leman, and Kamal Roslan Mohamed. "Fasies karbonat dan diagenesis di dalam batu kapur Bukit Biwah dan Bukit Taat, Kenyir, Ulu Terengganu." Bulletin of the Geological Society of Malaysia 49 (April 1, 2006): 61–66. http://dx.doi.org/10.7186/bgsm49200611.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Firmansyah, Yusi, Dhehave Riaviandhi, and Reza Muhammad Ganjar Gani. "Sikuen Stratigrafi Formasi Talang Akar Lapangan “Dr”, Sub–Cekungan Jambi,Cekungan Sumatera Selatan." Bulletin of Scientific Contribution 14, no. 3 (2017): 263. http://dx.doi.org/10.24198/bsc.vol14.yr2016.art10970.

Full text
Abstract:
The area of this study include to PT. Energi Mega Persada Tbk work area. The area of this study is located in Jambi Sub - Basin, South Sumatera Basin. This study is emphasized to examine the sequence stratigraphy of Talang Akar Formation. The data that is used in this study include core, mudlog, 3D seismic, well log, and palynomorf fossil. The result of those data analysis and data correlation are lithofacies, electrofacies, depositional environment, and stratigrahys sequences of Talang Akar Formation. From data analysis, the facies’ that develop in Talang Akar Formation are A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, and M. Those facies’are deposited in fluvial – deltaicenvironment at Late Oligocene until Early Miocene. From the well correlation and seismic interpretation, the sediment distribution pattern of Talang Akar Formation become thicker and deeper in the west side and the highland is located relatively in the east of the study area. At the area of study Talang Akar formation is very influenced by structure. From the lithofacies and electrofacies analysis, there are six kinds of stratigraphy sequencesthat develop in the study area. System tracts LST-1 (braided channel) just developed at sequence-1. The other sequences developed TST 1 – 4 (floodplain meandering channel), TST 5 – 6 (marsh delta plain), HST 1 – 4 (crevasse splay meandering channel) and HST 5 – 6 (floodplain delta plain). . Keywordsi: Sequence stratigraphy, facies,depositional environment, Talang Akar Formation, Jambi Sub - Basin. Daerah penelitian termasuk ke dalam wilayah kerja PT. Energi Mega Persada Tbk. Daerah penelitian berada di Sub – Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan. Studi ini difokuskan untuk membahas sikuen stratigrafi Formasi Talang Akar. Dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah core, mudlog, seismik 3 dimensi, well log, dan fosil palinomorf. Hasil dari analisis dan korelasi data tersebut adalah litofasies, elektrofasies, sikuen stratigrafi, dan lingkungan pengendapan dari Formasi Talang Akar. Dari analisis data tersebut didapatkan bahwa fasies yang berkembang pada Formasi Talang Akar adalah fasies A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, dan M. Fasies tersebut diendapkan di lingkungan fluvial – deltaic pada umur Oligosen Akhir sampai Miosen Awal. Berdasarkan korelasi antar sumur dan interpretasi seismik, distribusi sedimen Formasi Talang Akar lebih menebal dan mendalam pada sisi barat dengan tinggian yang berada relatif pada bagian timur daerah penelitian. Pada daerah penelitian Formasi Talang Akar sangat dipengaruhi oleh struktur serta berdasarkan analisis litofasies dan elektrofasies terdapat 6 sikuen yang berkembang pada daerah penelitian. System tracts LST-1 (braided channel) hanya berkembang pada sikuen-1. Pada sikuen lainnya berkembang TST 1 – 4 (floodplain meandering channel), TST 5 – 6 (marsh delta plain), HST 1 – 4 (crevasse splay meandering channel) dan HST 5 – 6 (floodplain delta plain). Kata kunci : Sequence stratigraphy, facies, depositional environment, FormasiTalang Akar, Sub Cekungan Jambi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Adrian, Fahri, Ariadi Putra, Akmal Muhni, and Marwan Marwan. "Depositional Environment Analysis Carbonate Rocks in Montasik District." Journal of Aceh Physics Society 9, no. 3 (2020): 72–77. http://dx.doi.org/10.24815/jacps.v9i3.17028.

Full text
Abstract:
Kecamatan Montasik terdiri dari 2 formasi yaitu Formasi Gunungapi Lam Teuba berumur Pliosen Akhir sampai Plistosen Akhir dan Formasi Anggota Padangtiji berumur Pliosen Awal sampai Pliosen Tengah. Litologi Formasi Anggota Padangtiji terdiri dari konglomerat, batulanau, batupasir gampingan dan batu gamping. Lingkup penelitian ini meliputi kajian tentang kondisi geologi permukaan dan analisis lingkungan pengendapan sedimen karbonat pada lokasi penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pengambilan data langsung di lapangan dan menganalisis petrologi dan petrografi pada sampel batuan. Litologi pada lokasi penelitian terdiri dari 7 satuan yaitu guguran lava, lava andesit, lapili jatuhan piroklastik, tuf jatuhan piroklastik, konglomerat, batugamping terumbu dan batupasir gampingan. Lingkungan pengendapan sedimen karbonat yang terdapat pada lokasi penelitian terbentuk di laut dangkal (reef) pada kedalaman 0 m - 200 m di bawah permukaan laut. Zona fasies pengendapan batugamping pada lokasi penelitian terendapkan pada zona platform margin sands dan organic buildups. Sedangkan zona fasies terumbu pada lokasi penelitian terdapat pada zona reef front. Montasik district consists of two formations, Gunungapi Lam Teuba Formation aged Late Pliocene – Late Pleistocene and Padangtiji Member aged Early Pliocene – Middle Pliocene. Lithology of Padangtiji Member consists of conglomerate, siltstone, carbonate sandstone, and limestone. The scope of this research includes a study of surface geological conditions and depositional environmental analysis of carbonate sediment. The method used in this study is direct data collection in the field and analyzing petrology and petrography in rock samples. Lithology of the research area consists of lava drop, andesit, lapili pyroclastic, tuff pyroclastic, conglomerate, fosilliferous limestone, and carbonate sandstone. Depositional environment in the research area formed at shallow marine (reef) on 0m-200m depth under sea level. Depositional facies zone in the research area is on the margin sands platform zone and organic buildups, while Reef facies zone contained in reef front zone.Keywords: Geological Mapping, Depositional Environment, Carbonate Rocks, Petrography, Montasik
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Yuskar, Yuniarti. "Interpretasi Fasies Pengendapan Formasi Tondo, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara Berdasarkan Data Pemetaan Geologi dan Potensinya Sebagai Batuan Reservoir Minyakbumi." Journal of Earth Energy Engineering 3, no. 1 (2014): 31–40. http://dx.doi.org/10.22549/jeee.v3i1.940.

Full text
Abstract:
Daerah penelitian berada di Pulau Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Fokus penelitian pada bagian selatan Pulau Buton yaitu daerah Gonda dan Sekitarnya. Secara geografis terletak antara 122° 42’ 28’’ BT - 122° 48’ 00’’ BT dan 5° 25’ 28” LS - 05° 25’ 28” LS. Penelitian ini bertujuan mengetahui stratigrafi dan fasies pengendapan pada Formasi Tondo. Formasi Tondo menarik untuk dipelajari karena merupakan reservoir utama pada Cekungan Buton. Metodologi yang digunakan yaitu penelitian lapangan dengan mengambil conto batuan yang kemudian dilakukan analisis laboratorium mikropaleontologi dan laboratorium petrografi. Selain itu digunakan juga data-data dari peneliti terdahulu sebagai penunjang dalam interpretasi geologi. Formasi Tondo pada daerah penelitian setara dengan Satuan batupasir kerikilan. Satuan ini tersusun oleh batupasir kerikilan, batupasir sisipan batulempung dan konglomerat yang didominasi oleh batupasir kerikilan. Umur Satuan ini berdasarkan analisis laboratorium mikropaleontologi yaitu berumur Miosen Akhir (N17 – N18). Formasi Tondo merupakan reservoi utama di daerah Buton memiliki porositas yang baik sekitar 8 hingga 25% dengan rata-rata 10% dan maksimum permeabilitas 172mD. Sistem pengendapan pada batupasir kerikilan ini merupakan sistem pengendapan tuirbidit terlihat dari adanya campuran butiran kasar dan halus serta dipengaruhi oleh lingkungan laut terlihat dari batuan yang bersifat karbonatan. Batupasir kerikilan sampai konglomerat merupakan hasil pengendapan channel dilaut dalam.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Riza, Yan, Ricky Andrian Tampubolon, Wahyu Dwijo Santoso, and Alfend Rudyawan. "Sediment Fasies of Upper Part of Late Miocene Halang Formation in Kali Tajum, Gumelar Area, Banyumas - Central Java , Indonesia." Modern Applied Science 13, no. 8 (2019): 22. http://dx.doi.org/10.5539/mas.v13n8p22.

Full text
Abstract:
A detailed stratigraphy description and measurements of the sedimentary facies within the Halang Formation has been carried out to provide a thorough assessment of the architectural facies and depositional environment. The study area is located along the Tajum River in the District of Gumelar, Banyumas, Central Java-Indonesia where most of the Halang Formation is preserved in a good condition. Three cycles of facies association from basin plain, in channel to channel overbank deposits were able to be determined from the formation which indicate very active changes of sub-depositional environment that related to transgressive response influenced by the local tectonic during sedimentation takes place.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Alam, Syaiful. "Analisis Deret Waktu dalam Korelasi Stratigrafi: Studi Kasus Formasi Subang, Jawa Barat." Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral 21, no. 4 (2020): 199. http://dx.doi.org/10.33332/jgsm.geologi.v21i4.502.

Full text
Abstract:
Fasies turbidit dan endapan hasil aliran gravitasi serta suksesi litologi yang monoton pada anggota batupasir Formasi Subang telah membuat korelasi stratigrafi menjadi sulit. Singkapan pada lokasi penelitian mayoritas berupa perselingan batupasir-batulempung, serta setempat ditemukan batupasir amalgamasi. Korelasi stratigrafi merupakan tahapan awal dalam analisis stratigrafi lebih lanjut, antara lain bertujuan untuk mengetahui runtutan kejadian sejarah pengendapan serta penyebarannya secara lateral. Analisis Time-Trend (TTA) merupakan metode dalam statistik untuk melihat tren/pola yang ada dari suatu sikuen data. TTA kemudian diterapkan pada penampang stratigrafi terukur pada anggota batupasir Formasi Subang yang tersingkap di lintasan Sungai Cikandung, Jawa Barat. Berdasarkan TTA, terdapat enam pola penumpukan strata yang dapat dikorelasikan secara meyakinkan, dengan batupasir amalgamasi sebagai variasi lokal dalam tren global yang melekat pada penampang stratigrafi di daerah penelitian.Katakunci: Analisis Time-Trend (TTA), korelasi stratigrafi, Formasi Subang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography