To see the other types of publications on this topic, follow the link: Gunung Merapi.

Journal articles on the topic 'Gunung Merapi'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Gunung Merapi.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Hendro, Eko Punto. "Religiusitas Gunung Merapi." Endogami: Jurnal Ilmiah Kajian Antropologi 2, no. 1 (2018): 21. http://dx.doi.org/10.14710/endogami.2.1.21-29.

Full text
Abstract:
The concept of 'manunggaling kawula gusti', which had developed in Java in ancient times, until now still colored the behavior of people living around Mount Merapi, which among others demanded the full devotion of the people to the Sultan and his magical companions, namely Baurekso Mount Merapi and Nyi Rara Kidul in the southern sea. Mbah Marijan and some of her descendants and followers still show loyalty, so in order to keep their Merapi they offer to the Sultan as the ruler of the human world, which is often regarded as the incarnation of Gods / Lords of the rulers of the universe. In this way they believed that their spirits would later merge with Gusti as their worship, as a form of uniting the people's physical body to the king and to rule over nature. The purpose of this study is to find out more about the meanings contained in Mount Merapi, namely the mountain that is feared and sacred by the people of Yogyakarta, and especially those who live on the slopes of Merapi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Marhaento, Hero, and Lies Rahayu Wijayanti Faida. "Risiko Kepunahan Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Gunung Merapi: Tinjauan Spasial." Jurnal Ilmu Kehutanan 9, no. 2 (2016): 75. http://dx.doi.org/10.22146/jik.10189.

Full text
Abstract:
Gunung Merapi merupakan habitat dari berbagai spesies khas pegunungan Jawa bagian tengah. Namun demikian, tingginya aktivitas vulkanik Gunung Merapi dan besarnya tekanan masyarakat terhadap kawasan menyebabkan keanekaragaman hayati di sekitar kawasan Gunung Merapi berisiko untuk punah. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis spasial risiko kepunahan keanekaragaman hayati di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Analisis risiko dilakukan dengan mengukur komponen risiko, yaitu: kerawanan, elemen yang berisiko, dan kerentanan. Identifikasi komponen risiko dilakukan dengan melaksanakan grup diskusi terarah dengan staf Taman Nasional Gunung Merapi. Analisis risiko diukur menggunakan analisis spasial dengan perangkat lunak ArcGIS 10.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan Taman Nasional Gunung Merapi memiliki kawasan dengan tingkat risiko tinggi seluas 2185.6 ha (35,6%), risiko sedang seluas 3910,1 ha (63,6%), dan risiko rendah seluas 49,8 ha (0,8%). Wilayah yang berisiko tinggi berada di wilayah Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Dukun Kabupaten Magelang, RPTN Turi-Pakem Kabupaten Sleman, dan RPTN Kemalang Kabupaten Klaten.Kata kunci: analisis risiko, keanekaragaman hayati, Taman Nasional Gunung Merapi, analisis spasial, vulkanik. Risk of biodiversity extinction in Gunung Merapi National Park : Spatial assessionAbstractThe Mount Merapi (MM) has a unique landscape and becomes the habitat for mountainous species in the central Java, Indonesia. However, high volcanic activities and massive public pressure on its natural resources have increased the risk of biodiversity extinction in the MM. This study aims to assess the spatial risk of biodiversity extinction in the Mount Merapi National Park (MMNP). The risk analysis has been done by spatially measuring the risk elements i.e. hazard area, element at risk, and vulnerability rate. A Focus Group Discussion has been done to define and to identify components of each risk element. A spatial analysis using ArcGIS 10.1 has been used to measure the risk. The results showed that MMNP have three levels of risks: high risk level area (2185.6 ha, 35. 6%), moderate risk area (3910.1 ha, 63.6%) and low risk area (49.8 ha, 0.8%). The high risk areas were located in Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Dukun in Magelang Distict, RPTN Turi-Pakem in Sleman District, and RPTN Kemalang in Klaten District.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Widodo, Sugeng, Sriwidodo Sriwidodo, Irham Irham, and Jangkung Handoyomulyo. "AMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI (TNGM) DI DIY DANJAWATENGAH." SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis 11, no. 1 (2017): 130. http://dx.doi.org/10.20961/sepa.v11i1.14164.

Full text
Abstract:
The purpose of this study was to identify the influence of Merapi eruption on the value of the environment at Merapi TNGM region.Research carried out around the area oh Mount Merapi adjacent to protect forest area TNGM, covering 13 villages namely Kepuharjo, Glagaharjo Hargobinangun sub district, Cangkringan and Pakem Sleman District, Balerante, Tegalmulyo and Sideredjo, Kemalang sub district, Klaten District, Mranggen, Paten, Mangunsoko and Krinjing Villages, Dukun sub district,Magelang District and Tlogolele, Jrakah and Samiran Villages, Selo Sub District, Boyolali District. The samples used were 220 farmers using simple random sampling method. Studied the impact of Merapi eruption was the eruption in 2006 and most of the 2010 eruption. Environmental economic analysis by the method of Contingent Valuation Method (CVM) were used. The results showed that the eruption of Merapi significantly effected on based use value and existence value. Direct use value (dry trees to firewood, grasses and water consumption value) before and after eruption was 5.935 billions and billions 5.457 IDR per year whereas existence value (willining to pay andwilliningnes to accept value) was 223.90 millions and millions 230.16 IDRper year. The indirect use value (biodiversity, conservation and carbon storage value) on 1.51 billions IDR per year. Based on the total economic value (TotalEconomic Value) of protected forest TNGM, a decline of 0.93 %, TEV values before and after eruption was 7.67 billions and billions 7.20 IDR per year.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Ayub, Syahrial, Joni Rokhmat, Ahmad Harjono, and Wahyudi Wahyudi. "PENENTUAN HIPOSENTER DAN EPISENTER GEMPA VOLKANIK GUNUNG MERAPI DENGAN HIPO9." ORBITA: Jurnal Kajian, Inovasi dan Aplikasi Pendidikan Fisika 6, no. 1 (2020): 124. http://dx.doi.org/10.31764/orbita.v6i1.1957.

Full text
Abstract:
ABSTRAKTelah dilakukan penelitian terhadap gempa volkanik gunung Merapi. Penelitian ini bertujuan menentukan hiposenter dan episenter gempa volkanik gunung Merapi dengan HIPO9. Analisis dilakukan dalam dua kawasan, yaitu kawasan waktu dan kawasan frekuensi. Dalam kawasan waktu ditentukan waktu tiba gempa volkanik. Dalam kawasan frekuensi diperoleh informasi tentang frekuensi sumber dan lebar pita frekuensi yang akan diloloskan. Hasil analisis mendapatkan frekuensi sumber 6 Hz dan lebar pita frekuensi 0,1 Hz. Hasil pengeplotan dengan HIPO9, episenter gempa volkanik cenderung mengumpul di sekitar puncak gunung merapi, dengan hiposenter gempa volkanik terdistribusi pada kedalaman 1200 m sampai 1300 m. Kata kunci : hiposenter; episenter; gunung Merapi; HIPO9; gempa volkanik. ABSTRACTVolcanic earthquakes of mount Merapi have been investigated. The aim of the investigation to determine the hypocenter and epicenter of the volcanic earthquake of mount Merapi by HIPO9. The analysis was carried out in two domains, the time domain and the frequency domain. The analysis in the time domain was conducted by the arrival time of volcanic earthquake. The analysis in the frequency domain was done by observing spectrum to get information on frequency of source and frequency band width passed from polarization. The analysis lead to frequency of source 6 Hz and band width of 0,1 Hz. The results of plotting with HIPO9, the epicenter of volcanic earthquakes tend to gather around the top of Mount Merapi, with the hypocenter of the volcanic earthquake distributed at a depth of 1200 m to 1300 m. Keywords: hypocenter; epicenter; mount Merapi; HIPO9; volcanic earthquake.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Wijayati, Dian, and R. Rijanta. "EVALUASI ZONASI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI." Jurnal Litbang Sukowati : Media Penelitian dan Pengembangan 3, no. 2 (2019): 15. http://dx.doi.org/10.32630/sukowati.v3i2.93.

Full text
Abstract:
Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) taman nasional yang terletak di kawasan Gunung Merapi. Sejak awal penunjukkannya, keberadaan TNGM menimbulkan pertentangan dan konflik di antara masyarakat sekitar Merapi maupun stakeholder lainnya. Keberadaan TNGM dianggap sebagai ancaman yang membatasi aset, akses, dan aktivitas mereka dalam pemanfaatan sumber daya alam di dalamnya untuk pemenuhan kebutuhan. Dalam upaya untuk melindungi kelestarian alam kawasan Gunung Merapi dan ekosistem di dalamnya, dan mengacu pada peraturan pengelolaan taman nasional yang ada, maka TNGM dikelola menggunakan sistem zonasi. Pengembangan zonasi TNGM tersebut telah mempertimbangkan tanpa mengesampingkan ataupun merugikan kesejahteraan masyarakat, baik dalam aspek konservasi, ekonomi, dan sosial budaya. Namun pada kenyataannya masih terdapat berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat dan stakeholder lainnya yang menunjukkan belum ditepatinya zonasi yang telah ditetapkan oleh BTNGM. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas pengelolaan taman nasional menggunakan sistem zonasi. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan deduktif kualitatif dengan sumber data di dapat dari data primer berupa observasi dan wawancara mendalam, serta data sekunder berupa dokumen dari berbagai sumber. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peraturan zonasi efektif mengatur aktivitas yang ada pada masing-masing zona. Namun demikian, BTNGM masih mempunyai “pekerjaan rumah” untuk mengatasi masalah perumputan dan perambahan liar di dalam kawasan TNGM.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Sari, Ayu Wita, and Gede Bayu Suparta. "PENCITRAAN TOMOGRAFI SEISMIK 3-D UNTUK STRUKTUR INTERNAL DI BAWAH GUNUNGAPI MERAPI MENGGUNAKAN SOFTWARE LOTOS-10." Spektra: Jurnal Fisika dan Aplikasinya 3, no. 2 (2018): 105–16. http://dx.doi.org/10.21009/spektra.032.05.

Full text
Abstract:
Abstrak
 Telah dilakukan penelitian pencitraan tomografi seismik 3D untuk stuktur internal di bawah Gunung Merapi dengan empat stasiun pencatat gempa dan gempa vulkanik sebagai sumber sinar gelombang. Penelitian ini menggunakan perangkat LOTOS-10 (Local Tomography Software 10) untuk inversi tomografi seismik 3D. Karakteristik medium bawah Gunung Merapi dapat digambarkan oleh parameter fisis seperti kecepatan gelombang primer dan sekunder. Hasil pengolahan data seismograf menunjukkan metoda tomografi seismik dapat mengungkap struktur bawah permukaan Gunung Merapi melalui distribusi anomali deviasi kecepatan dan Vp/Vs ratio. Kualitas citra yang dihasilkan dengan menggunakan gelombang primer lebih jelas resolusinya dan waktu yang digunakan lebih efesien, sehingga dapat digunakan sebagai informasi mitigasi bencana sebelum gempa erupsi terjadi. Daerah anomali negatif yang diperoleh terletak di bawah puncak Gunung Merapi pada kedalaman 3 - 5 km mempunyai karakter fisis yaitu zona lemah, kurang kompak, panas dan heterogen. Daerah anomali tersebut dapat diinterpretasikan sebagai keberadaan zona materi panas yang berasosiasi dengan sisa dapur magma dangkal.
 Kata-kata kunci: Gunung api Merapi, sifat fisis, tomografi seismic, lotos-10.
 Abstract
 3D seismic tomography imaging research conducted for internal structures under Merapi Volcano with four earthquake recording and volcanic earthquake stations as a source of wave rays. This study used LOTOS-10 (Local Tomography Software 10) for 3D seismic tomography inversion. Characteristics of the medium under Merapi Volcano described by physical parameters such as primary and secondary wave velocities. The result of seismograph data processing shows seismic tomography method can reveal the subsurface structure of the Merapi Volcano through the distribution of deviation anomaly speed and Vp / Vs ratio. Image quality generated by using primary wave more clearly the resolution and time used more efficient, so that can be used as disaster mitigation information before earthquake eruption happened. The negative anomaly area obtained under the peak of Merapi Volcano at a depth of 3 - 5 km has the physical characteristics of weak, less compact, hot and heterogeneous zones. The anomalous region can interpret as the existence of a zone of heat material associated with the rest of the shallow magma kitchen.
 Keywords: Mount of Merapi, physical character, Seismic of Tomography, lotos-10.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Latifiana, Kurnia. "PEMETAAN HABITAT POTENSIAL HERPETOFAUNA PADA DAERAH TERDAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI 2010." Seminar Nasional Geomatika 3 (February 15, 2019): 497. http://dx.doi.org/10.24895/sng.2018.3-0.1002.

Full text
Abstract:
Integrasi data penginderaan jauh (PJ) dan sistem informasi geografis (SIG) banyak dimanfaatkan untuk evaluasi kualitas dan kesesuaian habitat satwa liar. Hal ini penting dilakukan pada daerah yang mengalami perubahan habitat karena berpengaruh terhadap satwa liar yang mendiami daerah tersebut. Pada tahun 2010, Gunung Merapi mengalami erupsi besar yang berdampak terhadap kerusakan vegetasi dan perubahan habitat. Kondisi vegetasi mempengaruhi iklim mikro terhadap satwa liar yang ternaungi di bawahnya. Herpetofauna (amfibi dan reptilia) bersifat sensitif terhadap perubahan iklim mikro dan rentan terhadap kerusakan habitat dan bencana alam karena daerah jelajahnya yang lebih sempit daripada burung dan mamalia. Penelitian ini dilakukan untuk memetakan potensi habitat, menduga tingkat kontribusi parameter, dan potensi kesesuaian habitat herpetofauna pada lokasi yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Pemanfaatan citra Landsat-5 TM dan data geospasial digunakan untuk merepresentasikan parameter lingkungan dalam membangun model habitat potensial herpetofauna. Pemodelan habitat menggunakan algoritma maximum entropy (MaxEnt) yang mengacu pada kehadiran herpetofauna. Berdasarkan hasil pemodelan, potensi habitat herpetofauna berada pada lereng selatan hingga barat daya Gunung Merapi. Parameter dengan kontribusi tinggi yaitu jarak dari pemukiman, PL, dan jarak dari sungai. Wilayah Gunung Merapi yang terkena dampak ringan diduga masih sesuai sebagai habitat herpetofauna karena cenderung tertutup oleh vegetasi dan berdekatan dengan perairan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Nur Hasanah, Rahma, Riko Arrasyid, Ridho Dwi Sumanto, and Yoga Munawar Khahfi. "Pemodelan 3D Analysis Risiko Bencana Wisata Lereng Gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan dan Pakem." Jurnal Samudra Geografi 3, no. 2 (2020): 58–67. http://dx.doi.org/10.33059/jsg.v3i2.2506.

Full text
Abstract:
Sebagai Negara yang terletak di daerah pertemuan 3 lempeng aktif, Indonesia memiliki tingkat risiko bencana yang tinggi, diantaraya adalah erupsi gunung api. Indonesia mempunyai gunung api aktif lebih dari 30% dari keseluruhan gunung aktif di dunia. Salah satu gunung api yang paling sering meletus adalah Gunung Merapi, sejak tahun 1900 sampai saat ini tercatat sudah 24 kali erupsi. Dari kekhawatiran kami terhadap ancaman bencana tersebut, kami tertarik untuk mengembangkan pemodelan 3D Analysis untuk daerah wisata di Kecamatan Cangkringan dan Pakem. Kombinasi teknologi SIG dengan sistem navigasi dapat digunakan sebagai salah satu alat untuk menganalisis keadaan daerah wisata terhadap bencana dari Gunung Merapi. Dari pemodelan 3D Analysis yang telah dibuat, Bukit Klangon yang dibuka untuk umum menjadi posisi paling tinggi dibanding lokasi wisata lain dan memiliki jarak terdekat dengan kaldera. Namun secara perhitungan spasial, lokasi wisata ini bukan termasuk kawasan wisata dengan kerentanan bahaya paling tinggi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Nurtyawan, Rian, and Lady Suci Utami. "Monitoring Deformasi Gunung Merapi Menggunakan Citra Sentinel-1A Dengan Menggunakan Metode DInSAR (Studi Kasus: Gunung Merapi, Jawa Tengah)." Jurnal Rekayasa Hijau 4, no. 1 (2020): 14–23. http://dx.doi.org/10.26760/jrh.v4i1.14-23.

Full text
Abstract:
ABSTRAKIndonesia mempunyai 127 gunung api aktif yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu, perlu adanya pemantauan aktivitas gunung api yang dapat digunakan untuk acuan mitigasi bencana. Pada penelitian ini menggunakan metode deformasi, metode deformasi merupakan perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda. Tujuan dari pemantauan deformasi ini untuk mengetahui perubahan gunung api yang disebabkan oleh aktivitas gunung api. Pemantauan aktivitas gunung api metode deformasi dilakukan dengan menggunakan citra Sentinel-1A yang diolah dengan teknologi Differential Interferometry SAR (DInSAR). Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan dengan teknologi DInSAR metode two-pass dari empat buah citra satelit sentinel-1A 10 Januari 2018, 27 Februari 2018, 10 Mei 2018 dan 22 Januari 2019 serta data Digital Elevation Model (DEM) SRTM dengan ketelitian 30 meter .Hasil dari penelitian ini yaitu peta deformasi pra 1 erupsi yang diolah dari pasangan citra 10 Januari 2018 dengan citra 27 Februari 2018 yang menghasilkan deflasi sebesar -0,12 meter, dan peta deformasi pra 2 erupsi yang diolah dari pasangan citra 27 Februari 2018 dan 10 Mei 2018 menghasilkan deflasi sebesar -0,27 meter serta peta pasca erupsi yang diolah dari pasangan citra 10 Mei 3018 dan 22 Januari 2019 menghasilkan deflasi sebesar -0,194 meter.Kata kunci: Deformasi, Gunung Merapi, Sentinel-1A, DInSAR. ABSTRACT Indonesia has 127 active volcanoes spread over from Sabang to Merauke. Therefore, it is necessary to monitor volcanic activity that can be used as a reference for disaster mitigation. In this study, deformation method was used to reflect a change in the shape, position, and dimensions of an object. The purpose of monitoring this deformation is to find out volcanic changes caused by volcanic activity. Monitoring the volcanic activity of the deformation method is carried out using Sentinel-1A images processed with Differential Interferometry SAR (DInSAR) technology. In this research, two-pass method of DInSAR technology was processed using four sentinel-1A satellite images on January 10, 2018, February 27, 2018, May 10, 2018 and January 22, 2019 and SRTM Digital Elevation Model (DEM) data with 30 meters accuracy. This research processed pre-eruption deformation map from the 10 January 2018 imagery pair with the 27 February 2018 image which resulted in a deflation of 0.12 meters. Pre- eruption 2 deformation map was processed from the 27 February 2018 and 10 May 2018 image pairs and resulted in a deflation of 0.27 meters while post-eruption map processed from the 10 May 3018 and 22 January 2019 image pairs resulted in deflation of 0.194 meters.Keywords: Deformation, Merapi Mountain, Sentinel-1A, DinSAR.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Kriswanto, Agung. "Naskah-naskah Keislaman dari Skriptorium Merapi-Merbabu di Perpustakaan Nasional." Jumantara: Jurnal Manuskrip Nusantara 10, no. 1 (2019): 19. http://dx.doi.org/10.37014/jumantara.v10i1.23.

Full text
Abstract:
Skriptorium Merapi-Merbabu merupakan pusat studi sastra dan agama Hindu-Budha pada abad ke-16, bahkan sebelumnya, yang berada di sekitar Gunung Merapi dan Merbabu, Jawa Tengah. Produksi teks-teks sastra di skriptorium Merapi-Merbabu menghasilkan 400-an naskah yang sebagian besar disimpan di Perpustakaan Nasional RI. Meski sebagian besar mengandung teks sastra dan agama Hindu-Budha, tapi juga terdapat beberapa naskah yang mengandung teks keislaman. Ditemukannya naskah-naskah keislaman di skriptorium Merapi-Merbabu menunjukkan bahwa masyarakat di sepanjang lereng-lereng Gunung Merbabu mempelajari dan menyalin teks pada jarak tertentu tetapi tidak menutup diri dari dunia luar. Tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan naskah-naskah keislaman yang berisi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Islam, bukan hanya tentang ajarannya, tetapi juga aksara dan kosakata bahasa Arab yang digunakan pada naskah-naskah tersebut. Berdasarkan hasil pembacaan terhadap naskah-naskah keislaman dari skriptorium Merapi-Merbabu yang mempunyai isi beragam, misalnya doa, jimat, kisah nabi, tasawuf dan lainnya, dapat disimpulkan bahwa pengaruh Islam pada naskah-naskah tersebut ditunjukkan melalui tiga hal yaitu; adanya aksara Arab, digunakannya bahasa Arab dan munculnya teks Islam.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Riani, Riani. "Metafora Banjir, Gempa, dan Letusan Gunung (Kajian Linguistik Antropologis)." Gramatika: Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan 3, no. 1 (2015): 22–32. http://dx.doi.org/10.31813/gramatika/3.1.2015.115.22--32.

Full text
Abstract:
Penelitian ini untuk mendeskripsikan penggunaan metafora banjir, gempa, dan letusan gunung dan bagaimana penggunaan metafora banjir, gempa dan letusan gunung mencerminkan cara pandang masyarakat terhadap salah satu bencana alam tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena data dan cara penyajian databerupa kata-kata. Seluruh data yang disajikan didapatkan dari pengamatanpenggunaan metafora kata banjir, gempa, dan letusan gunung pada media masa baiktelevisi dan internet yang memuat pemberitaan bencana banjir, gempa, dan letusanGunung Merapi bulan Januari–Maret 2013. Data dianalisis dengan menggunakan teori metafora dan linguistik antropologi. dari hasil penelitian tampak bahwa penggunaan metafora pada berita banjir, gempa, dan letusan gunung banyak digunakan, misalnya banjir melumpuhkan jalanan ibukota, letusan Merapi memakanbanyak korban, dan gempa menghancurkan beberapa bangunan tua. Banjir, letusan gunung, dan gempa diibaratkan seperti makhluk hidup yang dapat menyebabkan berbagai kerugian, yaitu melumpuhkan, memakan korban, dan menghancurkan bangunan. Ditinjau dari sudut pandang pemakaian metafora dalam masyarakat menunjukkan bahwa penggunaan metafora bencana alam (banjir, gunung meletus, dan gempa) mencerminkan aktivitas bencana alam memiliki kuasa yang besar terhadap kehidupan masyarakat sehingga bencana alam diidentikkan dengan kerugian dalam kehidupan masyarakat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Lelono, Hari. "Tradisi Yang Berkembang Di Seputar Situs Candi Petirtaan Cabean Kunti." Berkala Arkeologi 23, no. 1 (2003): 109–20. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v23i1.866.

Full text
Abstract:
Daerah lereng gunung Merapi dan Merbabu, rupa-rupanya merupakan tempat yang sejak jaman dahulu selalu ramai. Di daerah Boyolali pada lereng timur Gunung Merapi banyak dijumpai candi-candi petirtaan, diantaranya situs Cabean Kunti/ Sumur pitu. Tradisi yang masih hidup adalan tradisi Nguras Lepen yang dilakukan secara massal oleh seluruh warga Desa Cabean Kunti, dan tradisi Ngirim Lepen yang dilakukan oleh perorangan. Dua tradisi yang masih hidup sama-sama ditujukan kepada penguasa alam raya/ Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat yang diberikan berupa air yang memberikan kehidupan bagi seluruh warga desa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Dien, Ilham Nur, Sulistyani Sulistyani, Anas Handaru, Dewi Sri Sayudi, and Agus Budi Santoso. "Interpretasi Bawah Permukaan Gunung Merapi dengan Metode Magnetotellurik." Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi 11, no. 3 (2020): 143. http://dx.doi.org/10.34126/jlbg.v11i3.225.

Full text
Abstract:
ABSTRAKSurvei magnetotellurik (MT) telah dilakukan di Gunung Merapi dengan menggunakan alat Phoenix Geophysics MTU5 pada Oktober 2016 dan Mei 2017. Pengukuran dilakukan dengan jarak tiap titik sekitar 1 km, durasi pengukuran untuk satu titik ±12 jam, dan lebar dipole 50 s/d 80 meter utara-selatan dan timur barat. Sebanyak 8 titik sounding digunakan untuk menyusun profil resistivitas 2-D di lereng utara dan selatan. Hasil menunjukkan bahwa resistivitas bawah permukaan Merapi terdiri dari 2 (dua) karakteristik nilai resistivitas yaitu zona resistivitas tinggi dengan nilai 183-50.000 ohm.m dan zona resistivitas rendah dengan nilai 20-175 ohm.m. Zona resistivitas tinggi dapat diinterpretasikan sebagai zona produk erupsi sebelumnya yaitu aliran lava dan material piroklastik lainnya. Sedangkan zona resistivitas rendah diinterpretasikan sebagai kantong magma terbagi menjadi dua bagian, bagian atas berada pada kedalaman 0 s/d 2.000 meter dengan diameter mencapai 1.000 meter yang mengindikasikan sebuah kantong magma dangkal, sedangkan bagian bawah terlihat menerus dari kedalaman 3.000 s/d 11.000 meter sebagai kenampakan dapur magma yang cukup besar dengan diameter rata-rata sekitar 2.000 meter yang diindikasikan sebagai kantong magma dalam. Hasil zonasi ini senada dengan posisi hiposenter dari kejadian gempa vulkanik periode tahun 2010. Selain itu, terlihat adanya struktur yang diindikasikan sebagai sesar yang memotong lintasan di sekitar puncak.Kata kunci: Gunung Merapi, kantong magma, magnetotellurik, resistivitasABSTRACTMagnetotelluric (MT) survey has been carried out on Phoenix Geophysics MTU-5 in October 2016 and May 2017. The measurement has been done with the distance between them approximately 1 km, its duration of each sounding was 12 hours, and dipole length varied from 50-80 meters on North-South and East-West direction. Here we use the result from 8 MT sounding to construct a 2-D electrical resistivity image of the northern and southern flank of Merapi. The results show that the subsurface resistivity in Merapi consists of two types of resistivity features, i.e. the high resistivity zone which having resistivity value 183-50.000 ohm.m and the low one which varied from 20-175 ohm.m. The high resistivity zone are the lava flow and another pyroclastic material, while the low resistivity zone interpreted as magma chamber divided into two parts: upper part, at a depth of 0-2,000 meters with 1,000 meters diameter which is indicated as a shallow magma chamber, lower part, continuously from the depth of 3,000-11,000 meters as the large magma chamber with an average diameter of about 2,000 meters. The zone can be correlated to the hypocenter position taken from the volcanic earthquake event of 2010 period. In addition, there is a structure which indicated as a fault that cuts the trajectory around the summit. Keywords: Merapi Volcano, magma chamber, magnetotelluric, resistivity
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Moningka, Resky Rayvano, Djoko Budiyanto Setyohadi, Khaerunnisa Khaerunnisa, and Pranowo Pranowo. "IDENTIFIKASI KEBUTUHAN DASAR DI TEMPAT EVAKUASI SEMENTARA PASCA ERUPSI MERAPI DENGAN SENTIMENT ANALISIS DAN SUPPORT VECTOR MACHINE." Telematika 15, no. 1 (2018): 77. http://dx.doi.org/10.31315/telematika.v15i1.3068.

Full text
Abstract:
AbstractMount Merapi Eruption in 2010 was the biggest after 1872. The impact of this eruption was felt by people who lived around the areas which were affected by this Merapi Eruption. Thus, disaster management was done. One of the disaster management was the fulfillment of basic needs. This research aims to collect public opinion against the fulfillment of basic needs in the shelters after Merapi Eruption based on Twitter data. The algorithm which is used in this research is Support Vector Machine to develop classification model over the data that has been collected. The expected result from this study is to know the basic needs in a shelter. The accuracy gained by performing Cross Validation for 10 folds from Support Vector Machine is 87.96% and Maximum Entropy is 87.45%. Keywords: twitter, sentiment analisis, merapi eruption, support vector machine AbstrakErupsi Gunung Merapi 2010 merupakan yang terbesar setelah tahun 1872. Dampak dari Erupsi Gunung Merapi dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di daerah terdampak Erupsi Merapi. Oleh sebab itu dilakukan penanggulangan Bencana. salah satu penanggulangan bencana adalah pemenuhan kebutuhan dasar. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan opini publik terhadap pemenuhan kebutuhan dasar di tempat pengungsian pasca erupsi merapi berdasarkan data Twitter. Algoritma yang digunakan dalam penelitian ini adalah Support Vector Machine untuk membangun model klasifikasi atas data yang sudah dikumpulkan. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengetahui kebutuhan dasar dari suatu tempat pengungsian. Akurasi yang didapatkan dengan melakukan Cross Validation sebanyak 10 fold dari model klasifikasi Support Vector Machine87,96% dan Maximum Entropy 87,45 Kata Kunci: twitter, analisis sentimen, erupsi merapi, support vector machine
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Permanasari, Happy Ade, and Sunarto Sunarto. "Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi Bencana Gunung Merapi: Studi Kasus di Desa Umbulharjo, Sleman." Kesmas: National Public Health Journal 6, no. 1 (2011): 42. http://dx.doi.org/10.21109/kesmas.v6i1.118.

Full text
Abstract:
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah provinsi yang rawan bencana terutama Gunung Merapi. Untuk meminimalkan korban bencana dikembangkan program kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana gunung merapi melalui desa siaga. Tujuan penelitian ini mengetahui pelaksanaan kegiatandan penerapan program kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana gunung merapi di Desa Siaga Umbulharjo. Penelitian ini menggunakan rancanganpenelitian studi kasus dengan analisis kualitatif. Subjek yang diteliti adalah pelaku pelaksanaan kegiatan pada pelaksanaan desa siaga, sedangkan objek penelitian adalah situasi sosial dalam pelaksanaan kegiatan. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi nonpartisipatif, wawancara mendalam, dokumentasi, member check, dan triangulasi.Pelaksanaan kegiatan sudah baik, pembiayaan sudah cukup, pelatihan-pelatihan sudah baik, sosialisasi, sarana-sarana yang ada, kinerja kader, dan peran Puskesmas baik. Namun, keberhasilan pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan tersebut belum diikuti dengan keberhasilan pelaksanaan desasiaga. Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui tentang desa siaga. Pelaksanaan kegiatan kesiapsiagaan sudah baik, tetapi tidak diikuti dengan pelaksanaan desa siaga secara umum.Kata kunci: Kesiapsiagaan, bencana gunung merapi, desa siagaAbstractYogyakarta Province is a disaster-prone province, especially the mountain trim. Disaster preparedness is essential to minimize the disaster victims so formed the community program on disaster preparedness through Desa Siaga of Mount Merapi alert. To determine the activity and how the implementationof community disaster preparedness programs Mount Merapi onthe implementation of Desa Siaga in the Umbulharjo Village alert This study was a descriptive study using a case study research design with qualitative analysis. Subjects in the study was the perpetrator of the community in dealing with disaster preparedness merapi mountain on implementation of desa siaga with the object of research is the social situation in the implementation of preparedness merapi mountain. Resource persons determined by the method of purposive and snowball effect if necessary. The collection of data by way of nonparticipatory observation, indepth interviews, documentation, member check, and triangulation. Implementation of the activities of disaster preparedness in the face of the mountain communities have nice views of the trim is already sufficient financing, training, training has been good from the parties involved, socialization, existing facilities, the performance of cadres, and the role of good health. The success of the implementation of disaster preparedness in the face of the mountain communities are not followed by smoothing the successful implementation of the desasiaga, seen from many people who do not know what a desa siaga. Implementation of the activities of disaster preparedness in the face of the mountain communities have a good trim but it is not followed by the implementationof desa siaga in general.Key words: Preparedness, mount merapi disaster, desa siaga
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Imtiyaz, Arifah Nuha, Dhiya Khairunnisa Islami Hana, Dyah Ayu Sekarini, et al. "Analisis Vegetasi Pada Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi." Biosfer: Jurnal Tadris Biologi 10, no. 2 (2019): 169–78. http://dx.doi.org/10.24042/biosfer.v10i2.5577.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis vegetasi di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) dengan memperhatikan indeks nilai penting dan indeks shannon yang didapat. Metode Quadrant sampling digunakan untuk analisis vegetasi. Didapatkan hasil bahwa dari semua stasiun yang dianalisis, walaupun sudah berjalan proses suksesi sejak lama dan sudah banyak perubahan yang signifikan, kestabilan dari keanekaragaman di wilayah TNGM masih rendah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Widodo, Dwi Rustiono, Sutopo Purwo Nugroho, and Donna Asteria. "Analisis Penyebab Masyarakat Tetap Tinggal di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi (Studi di Lereng Gunung Merapi Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta)." Jurnal Ilmu Lingkungan 15, no. 2 (2018): 135. http://dx.doi.org/10.14710/jil.15.2.135-142.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk memetakan faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III Gunung Merapi. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan mixed method. Penentuan jumlah responden dengan rumus Slovin dengan batas toleransi 7 persen dan terpilih sebanyak 151 responden. Analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tetap tinggal di daerah rawan bencana menggunakan analisis deskriptif statistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 61,6 persen masyarakat merasa nyaman dan tenteram tetap tinggal di daerahnya meski daerahnya rawan bencana. Kenyamanan ini dikarenakan faktor lingkungan, ekonomi, dan sosial. Faktor lingkungan terutama kesuburan tanah, potensi pasir, kerikil dan batu. Sebanyak 56,9 persen penduduknya berpenghasilan lebih besar dari upah minimum regional kabupaten yang sebesar 1,4 juta rupiah per bulan. Sebanyak 92,7 persen mereka mempunyai kerabat yang masih tinggal di satu lokasi dan 95,4 persen aktif dan ikut serta dalam kegiatan kemasyarakatan seperti arisan, pengajian, dan perkumpulan lainnya.Kata kunci: Bencana, Erupsi, Kesiapsiagaan, Kawasan Rawan BencanaEnglish Title: Analysis the Causes That Make People Remain in Disaster Prone Area of Mount Merapi (Study in Mount Merapi Slope of Cangkringan Subdistrict, Sleman District, Yogyakarta Special RegionABSTRACTThis study aims to map the factors that cause people to stay in Disaster Prone Areas (KRB) III of Mount Merapi This research is conducted by mixed method approach. Determination the number of respondents carried out by Slovin formula with a tolerance limit of 7 percent and selected 151 respondents. Determination the factors that cause people to stay in disaster prone areas using descriptive analysis. The results showed that 61.6 percent of people feel comfortable and peaceful stay in their area despite the disaster-prone areas. This convenience is due to environmental, economic, and social factors. Environmental factors, especially soil fertility, the potential of sand, gravel, and stone. 56.9 percent of the population earns more than the district minimum wage of 1.4 million rupiahs per month. About 92.7 percent of them have relatives who still live in one location and 95.4 percent active and participate in community activities such as arisan, pengajian, and other associations.Keywords: Disaster, Eruption, Preparedness, Disaster prone areaCitation: Widodo, D.R., Nugroho, S.P, dan Asteria, D. (2017). Analisis Penyebab Masyarakat Tetap Tinggal di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi (Studi di Lereng Gunung Merapi Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta). Jurnal Ilmu Lingkungan, 15(2),135-142, doi:10.14710/jil.15.2.135-142
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Makrifah, Suci, and Nur Fateah. "Istilah-Istilah Sesaji Ritual Sedekah Gunung Merapi di Desa Lencoh, Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali (Kajian Etnolinguistik)." Sutasoma : Jurnal Sastra Jawa 7, no. 2 (2020): 8–14. http://dx.doi.org/10.15294/sutasoma.v7i2.36667.

Full text
Abstract:
This research discusses terms offerings of the alms ritual of Mount Merapi in Lencoh Village, District of Selo, Boyolali Regency. The purposes of this research are (1) to describe kind the terms offerings of the alms ritual of Mount Merapi in Lencoh Village, Boyolali; (2) to explain the lexical and cultural meaning of the terms offerings of the alms ritual of Mount Merapi in Lencoh Village, Boyolali; (3) to explain reflection of local wisdom in terms offerings of te alms ritual of Mount Merapi in Lencoh Village, Boyolali. This research uses an ethnolinguistic approach and a qualitative descriptive approach. Data in this research was collected using etnographic methods with observation and interview techniques. Analysis of the data in this research using distributional method, method of padan and ethnosains to the terms offerings alms ritual of mountain . The results showed that first, the terms of offerings in the alms ritual of Mount Merapi consists of words and phrases. Second, the terms offerings of the almsritual of Mount Merapi classified based on lexical meaning and cultural meaning. Third, local wisdom that found in the terms offerings of the alms ritual of Mount Merapi is cultural wisdom that acquired through life experience and or passed down from generation to generation as a guideline for activities.
 Keywords: form of terms, alms of mountain, meaning, local wisdom, etnolinguistic
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Faida, Lies Rahayu Wijayanti, Denni Susanto, Kristiani Fajar Wianti, M. Danang Anggoro, and Marlianansari Putri. "Community Interactions in Sand Utilization within Mount Merapi National Park." Jurnal Ilmu Lingkungan 19, no. 3 (2021): 525–30. http://dx.doi.org/10.14710/jil.19.3.525-530.

Full text
Abstract:
Interaksi masyarakat dengan Taman Nasional Gunung Merapi sudah ada bahkan jauh sebelum taman nasional ditetapkan. Salah satu bentuk interaksi yang masih dilakukan oleh masyarakat adalah pemanfaatan pasir di kawasan Kali Putih. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui interaksi masyarakat sekitar Taman Nasional Gunung Merapi dalam pemanfaatan pasir di kawasan Kali Putih Zona Khusus Rekonstruksi dan Mitigasi. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei. Wawancara dilakukan langsung dengan masyarakat yang melakukan aktivitas di kawasan Kali Putih, Zona Khusus Mitigasi dan Rekonstruksi Taman Nasional Gunung Merapi. Penentuan informan dilakukan dengan accidental sampling dimana informan ditentukan secara kebetulan di lapangan saat melakukan aktivitas pemanfaatan sumber daya pasir di kawasan Kali Putih. Hasil wawancara kemudian diolah menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Berdasarkan hasil pengambilan informasi di lapangan, didapatkan beberapa informasi diantaranya aktivitas penambangan pasir sudah dilakukan pada tahun 1977. Interaksi masyarakat dalam pemanfaatan pasir di Kali Putih dipayungi hukum berupa kemitraan kawasan konservasi dengan dokumen PKS Nomor : PKS.34/BTNGM/TU/Kons/04/2018 dan 08/PMH/04/2018 Tentang Penguatan Fungsi Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Melalui Kerja Sama Pemberdayaan Masyarakat. Ketergantungan masyarakat sekitar akan pemanfaatan sumber daya pasir masih sangat tinggi. Selain pemanfaatan pasir, masyarakat juga melakukan aktivitas dalam mendukung pengelolaan Taman Nasional Gunung Merapi yaitu : patroli bersama petugas TNGM, penanaman di kawasan TNGM, dan terlibat dalam pemadaman kebakaran hutan dan pengembangan Obyek Wisata Alam (OWA) Jurang Jero.ABSTRACTCommunity interaction with Mount Merapi National Park existed long before the national park was established. One form of interaction that is still carried out by the community Ngablak Viilage is the utilization of sand in the Kali Putih area. The aim of this study was to determine the interaction of the community Ngablak Village in the utilization of sand in the Kali Putih area, the Special Reconstruction and Mitigation Zone. The research method used in this research was a survey method. Interviews were conducted directly with communities carrying out activities in the Kali Putih area, the Special Zone for Mitigation and Reconstruction of Mount Merapi National Park. The determination of informants was carried out by accidental sampling where the informants were determined by chance in the field while carrying out activities to exploit sand resources in the Kali Putih area. The results of the interviews were then processed using qualitative descriptive analysis. Based on the results of information retrieval in the field, some information was obtained including sand utilization activities that were carried out in 1977. Community interaction in the use of sand in Kali Putih is legally protected in the form of a conservation area partnership with the PKS document Number: PKS.34 / BTNGM / TU / Kons / 04 / 2018 and 08 / PMH / 04/2018 concerning Strengthening the Function of the Mount Merapi National Park Area through Community Empowerment Cooperation. The dependence of the surrounding community on the utilization of sand resources is still very high. In addition to the utilization of sand, the community also carries out activities in supporting the management of Mount Merapi National Park, namely: patrolling with MMNP officers, planting in the MMNP area, and being involved in extinguishing forest fires and developing the Jurang Jero Nature Tourism Object.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Natalia, Dyna, and Trikinasih Handayani. "ANALISIS VEGETASI STRATA SEMAK DI PLAWANGAN TAMAN NASIONAL GUNUNG MERAPI PASCA ERUPSI MERAPI 2010." JURNAL BIOEDUKATIKA 1, no. 1 (2013): 62. http://dx.doi.org/10.26555/bioedukatika.v1i1.4095.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Nurhidayati, Istianna, Nur Wulan Agustina, and Novia Anggraini. "Pengalaman Keluarga Mempersiapkan Diri Menghadapi Bahaya Gunung Merapi di Desa Tegalmulyo: Studi Fenomenologi." Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta 6, no. 1 (2019): 496. http://dx.doi.org/10.35842/jkry.v6i1.291.

Full text
Abstract:
Individual and family represent the main stakeholder in alertness. Family represent tip of lance, subjek and object from alertness, because having an effect on directly to disaster risk. The aim of the research is to get the meaning about the family experience in unlimbering to face the natty mount danger in Tegalmulyo village. This research used qualitative design with the phenomenology approach. This research population is all of family Tegalmulyo village. Sum up the sample research as much 7 participle obtained that used appropriate purposive sampling of criterion of inclusion research. The researcher used indepth interview to collect the data. The result of theme research is eleven themes that are natural disaster on the slopes of Merapi, the signs of Mount Merapi disaster, the danger of Mount Merapi eruption, equipment and equipment, evacuation site, evacuation plan, traditional early warning system, early warning system with modern technology, family empowerment , psychological feelings, evacuation assistance. The conclusion of this research are the experience of family preparedness to disaster in Tegalmulyo village is ready to face the danger of Mount Merapi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Pratama, Prawira Yudha, and Nurmandi Achmad. "Collaborative Governance dan Social Capital : Peran Pemerintah dan Non-Pemerintah dalam Disaster Management di Daerah Istimewa Yogyakarta." Jurnal Ilmiah Tata Sejuta STIA Mataram 6, no. 1 (2020): 35–50. http://dx.doi.org/10.32666/tatasejuta.v6i1.102.

Full text
Abstract:
Studi pada penelitian ini terkait dengan kolaborasi antar pemerintah dan lembaga organisasi kemasyarakatan didalam tata kelola kebencanaan serta bagaimana modal sosial yang tumbuh dimasyarakat pasca terjadinya erupsi Merapi. Penelitian ini mengambil kasus tentang Disaster Management Erupsi Gunung Merapi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan untuk metode yang digunakan penelitian ini yaitu kualitatif-deskriptif yang dikumpulkan melalui jurnal, buku, serta dokumen-dokumen penting terkait Disaster Management erupsi Gunung Merapi. Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa pasca terjadinya erupsi tahun 2010 tumbuh komunitas–komunitas sadar bencana. Artinya, ketahanan sosial dalam kesiapsiagaan kebencanaan dalam menghadapi erupsi merapi bisa dilakukan dengan membentuk sebuah komunitas tanggap bencana yang mengorganisirkan kaum pemuda untuk terlibat dalam tanggap bencana. Komunitas yang terbentuk karena asas kemanusian dan kesukarelawanan. Selain itu komunitas ini terbentuk karena adanya kohesi sosial, kepercayaan dan solidaritas. Selain itu, komunitas ini terbentuk karena adanya kelompok yang aktif dalam membuat jaringan atau basis masa sehingga menimbulkan dampak yang positif yaitu infomasi yang actual kepada masyarakat lokal. pemberdayaan dan tindakan politik juga terlepas dari terbentuknya komunitas tanggap bencana ini seperti dukungan dari pemerintah dan semua stakeholders terkait dalam memberikan pelatihan dan pemberdayaan kepada masyarakat lokal. kolaborasi ini dibutuhkan agar bencana lebih sistematis dan terencana.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Yudha, Donan Satria, Yonathan Yonathan, Rury Eprilurahman, Septiana Indriawan, and Eka Cahyaningrum. "Keanekaragaman dan Kemerataan Spesies Anggota Ordo Anura di Lereng Selatan Gunung Merapi Tahun 2012." Biosfera 32, no. 1 (2015): 1. http://dx.doi.org/10.20884/1.mib.2015.32.1.289.

Full text
Abstract:
Merapi volcano as one of national park is an ecotourism site which is very potential to visit. Information about species diversity for a national park is very important especially if its area fluctuated susceptibly. Two years after 2010 Merapi eruption, there are no research about species diversity and evenness of Anuran in that place. The research is carried out during June-November 2012 which is dry season. The objective of this research is to study the species diversity and evenness of Anuran in southern slope of Mount Merapi. The research is carried out in 6 locations; those are Kali Kuning, Telogo Muncar, Telogo Nirmolo, Petak Pitu, Bukit Turgo, and Bukit Plawangan. We used Visual Encounter Survey (VES) method combined with transect in Kali Kuning, Telogo Muncar, and Petak Pitu. VES method combined with time search in Telogo Nirmolo and Bukit Turgo. VES method combined with track exploration in Bukit Plawangan. Species diversity is analyzed with Shanon-Wiener diversity index. Species evenness is analyzed with Pielou evenness index. Total individuals each species is counted to know species abundance. Species diversity of anuran in southern slope of Mount Merapi is consisted of 12 species’ which is distributed in 6 locations. The highest diversity and evenness of anuran is at Bukit Turgo (H’=1.31; E=0.94). The lowest diversity and evenness of anuran is at Petak Pitu (H’=0.49; E=0.3). Species diversity of anuran in southern slope of Mount Merapi is low (Bukit Turgo and Kali Kuning) and very low (Bukit Plawangan, Telogo Muncar, Telogo Nirmolo, and Petak Pitu). Species evenness of anuran in southern slope of Mount Merapi is stable (Telogo Nirmolo and Bukit Turgo), still labil (Bukit Plawangan, Kali Kuning, and Telogo Muncar), and oppressed (Petak Pitu).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Widyastuti, Dhyah Ayu Retno, Mario Antonius Birowo, and Thomas Adi Purnomo Sidhi. "Konsep Diri Perempuan Di Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi." Jurnal ASPIKOM 4, no. 1 (2019): 156. http://dx.doi.org/10.24329/aspikom.v4i1.420.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Riyanto, Sugeng. "EKSPLORASI DATA ARKEOLOGI DI KAWASAN LERENG TIMUR GUNUNG MERAPI KABUPATEN BOYOLALI, JAWA TENGAH." Berkala Arkeologi 31, no. 2 (2011): 166–85. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v31i2.400.

Full text
Abstract:
Boyolali District geographic area covers the eastern slopes of Mount Merapi (and Merbabu). In the archaeological area is very important as an area that holds relics of archaeological data with a fairly long time span. On the other hand, concern over this region has not been for the region south and west slopes are academically have contributed information and past knowledge of the Indonesian people, especially from the classical period (eighth century - XM), Islamic period (beginning of the sixteenth century AD), until colonial period (about XVII century - beginning of XX century AD). Therefore it was not excessive if the research activities through archaeological exploration in the eastern slopes of Mount Merapai is a momentum to the rise of attention to archaeological data in the region, to contribute information and knowledge within the framework of ideological development, the development of scientific value, as well as the approaches to extracting value -economic values
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Yudistira, Danu, Ririn Nur Fadilah, and Avi Budi Setiawan. "The Impact of Merapi Mountain Eruption on the Community Economy." Efficient: Indonesian Journal of Development Economics 3, no. 1 (2020): 719–25. http://dx.doi.org/10.15294/efficient.v3i1.36695.

Full text
Abstract:
The impact of the Mount Merapi Eruption has positive and negative impacts on the economy of the community, especially in the agricultural sector. Therefore, the purpose of this study is to analyze the impact of the Mount Merapi Eruption on the economy of the people of Sleman Regency, Magelang Regency, and Klaten Regency in terms of the potential sector in the Regency, that is agriculture. Thus it can be used as one of the considerations to boost and develop the agricultural sector. This study uses secondary data from BPS (Central Statistics Agency) Magelang regency in the form of rice production within a period of 3 years, 2010-2012. Based on the results of the analysis, it can be seen that regional income has decreased after the disaster in 2010. The agricultural sector which is the primary sector and the leading / base sector has decreased in contribution so that it shifts its role to the non-base sector. However, variations occurred in some regions in the district to meet their daily needs, eventually turning into a non-base profession. The results of this study see that the impact of the eruption of Mount Merapi on economic productivity in Sleman Regency, Magelang Regency and Klaten Regency.
 Dampak Erupsi Gunung Merapi memiliki dampak positif dan negatif terhadap ekonomi masyarakat, terutama di sektor pertanian. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak Erupsi Gunung Merapi terhadap perekonomian masyarakat Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang, dan Kabupaten Klaten dalam hal sektor potensial di Kabupaten tersebut, yaitu pertanian. Dengan demikian dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk mendorong dan mengembangkan sektor pertanian. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Magelang dalam bentuk produksi beras dalam kurun waktu 3 tahun, 2010-2012. Berdasarkan hasil analisis, dapat dilihat bahwa pendapatan daerah mengalami penurunan setelah bencana tahun 2010. Sektor pertanian yang merupakan sektor primer dan sektor unggulan / sektor basis mengalami penurunan kontribusi sehingga menggeser perannya ke sektor berbasis. Namun, variasi terjadi di beberapa daerah di kabupaten untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, yang pada akhirnya berubah menjadi profesi yang tidak berbasis. Hasil penelitian ini melihat bahwa dampak erupsi Gunung Merapi terhadap produktivitas ekonomi di Kabupaten Sleman, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Klaten.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Wulandari, Arti, and Zulisih Maryani. "FOTOGRAFI POTRET WANITA PENAMBANG PASIR DFOTOGRAFI POTRET WANITA PENAMBANG PASIR DI LERENG SELATAN GUNUNG MERAPI, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA." REKAM: Jurnal Fotografi, Televisi, dan Animasi 13, no. 1 (2017): 53. http://dx.doi.org/10.24821/rekam.v13i1.1578.

Full text
Abstract:
Ketegaran dan kesabaran yang luar biasa, sebagai sesama wanita, dari para wanita penambang pasir di Lereng Selatan Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi inspirasi bagi penulis untuk diungkapkan dalam karya fotografi dengan bentuk potret hitam putih karena potret bisa mewakili keadaan sebenarnya dari objek. Penciptaan ini bertujuan mengungkapkan kehidupan wanita penambang pasir di Lereng Selatan Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta dalam fotografi potret hitam putih dikaitkan dengan aspek teknis kreatif dan fungsi nilai sosialnya.Proses perwujudan mencakup tahap-tahap penciptaan dan media yang digunakan untuk mewujudkan karya seni fotografi potret yang tentunya membutuhkan bahan, alat, dan teknik. Prosedur pelaksanaan meliputi persiapan, pemotretan, proses editing, penentuan lay out, dan pencetakan hasil akhir. Karya penciptaan ini menampilkan karya-karya yang merupakan serangkaian fotografi potret wanita penambang pasir di Lereng Selatan Gunung Merapi, Daerah Istimewa Yogyakarta. Melalui foto-foto yang ditampilkan diharapkan dapat memberikan sudut pandang bagi masyarakat dalam mengapresiasi sosok wanita penambang pasir, melalui ketegaran dan kesabarannya yang luar biasa. Keunggulan karya ini adalah menampilkan foto potret wanita penambang pasir dengan hitam putih sehingga tampak lebih dramatis. Obstinacy and remarkable patience, as a fellow woman, from the women sand miners in South Slope of Mount Merapi, Yogyakarta became the inspiration for the author to be expressed in the form of photographic works with black and white portrait because a portrait can represent the actual state of the object. The aim of this creation reveals a woman's life sand miners in South Slope of Mount Merapi, Yogyakarta in black and white portrait photography associated with the creative and technical aspects of the function of social value. The embodiment process includes the stages of creation and media that are used to create works of art portrait photography that will require materials, equipment, and techniques. Implementation procedures covering the preparation, shooting, editing, determination lay out, and print the final results. This creative work featuring the works is a series of photographic portraits of women sand miners in South Slope of Mount Merapi, Yogyakarta. Through the photographs displayed are expected to provide viewpoints for society to appreciate the female figure sand miners, through fortitude and patience were outstanding. The advantages of this work is to show a portrait photo woman sand miners with black and white so that it looks more dramatic.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Rina Mulyaningsih, Theresia, Iman Kuntoro, and Alfian Alfian. "DISTRIBUSI UNSUR MAKRO DAN MIKRO DALAM ABU GUNUNG MERAPI YOGYAKARTA." Jurnal Ecolab 6, no. 1 (2012): 12–22. http://dx.doi.org/10.20886/jklh.2012.6.1.12-22.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Pura, Dwi Nomi, and Aisyah Wulandari. "PENINGKATAN KONSENTRASI ANAK MELALUI METODE EKSPERIMEN MEMBUAT LAVA GUNUNG MERAPI." Early Childhood Research and Practice 1, no. 01 (2020): 22–27. http://dx.doi.org/10.33258/ecrp.v1i01.1073.

Full text
Abstract:
This study aims to increase the concentration of children through the experimental method of making volcanic lava in HARAPAN BUNDA PAUD, Karang Tinggi Village, Karang Tinggi District, Central Bengkulu. This type of research is classroom action research (PTK). The subjects in this study were all children aged 5-6 years old, consisting of 24 children. Data collection techniques are done using observation, documentation. The results of the research after the implementation of playing activities to make Mount Merapi lava using experimental methods to increase children's concentration with the theme of the universe of the mountain sub-theme, the sub-themes of Mount Merapi in pre-cycle only reached 35.75% and in the first cycle, the first meeting reached 55.75%. the second meeting reached 64.25%. In the second cycle, the first meeting reached 83.75% and in the second syllable, the second meeting reached 86.75%, each indicator of creativity increased to 83.3%, which increased to 20 children from 24 children. This change is because in the first cycle the child does not get a direct approach, and the child is less interested in the game being carried out, while in the second cycle the child gets a direct approach and the child is interested in the game.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Rebscher, D., M. Westerhaus, W. Welle, and I. G. M. A. Nandaka. "Monitoring ground deformation at the decade volcano Gunung Merapi, Indonesia." Physics and Chemistry of the Earth, Part A: Solid Earth and Geodesy 25, no. 9-11 (2000): 755–57. http://dx.doi.org/10.1016/s1464-1895(00)00117-4.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Karimatunnisa, Aisyah, and Numala K. Pandjaitan. "Peran Modal Sosial dalam Resiliensi Komunitas Menghadapi Erupsi Gunung Merapi." Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] 2, no. 3 (2018): 333. http://dx.doi.org/10.29244/jskpm.2.3.333-346.

Full text
Abstract:
Impacts caused due to the disaster makes communities vulnerable. To achieve resilience community should adapt to the post-disaster environment. The purposes of this research are: (1) analyzing community vulnerability (2) analyzing shapes of community social capital (3) analyzing social capital role in community resilience in facing eruption. This research is using survey methods with 75 respondents that selected randomly with simple random sampling method. This research took place in Kalitengah Lor, Glagaharjo village, Cangkringan sub-district, Sleman regency, D.I. Yogyakarta. The results of this research shown that community has a hig vulnerability when Merapi’s mountain got eruption. Community has a great social capital so it’s tighten the community relations. Social capital has a contribution towards community resilience in facing volcano eruption.Keywords: community resilience, disaster, eruption, social capital, vulnerability----------------------------------- ABSTRAK Dampak yang ditimbulkan akibat bencana erupsi membuat komunitas mengalami kerentanan. Agar dapat resiliensi komunitas harus dapat beradaptasi pada lingkungan pasca bencana. Penelitian ini bertujuan: (1) menganalisis kerentanan komunitas (2) menganalisis bentuk-bentuk modal sosial komunitas (3) menganalisis peranan modal sosial dalam resiliensi komunitas menghadapi erupsi. Metode penelitian menggunakan metode survey dengan 75 orang responden yang dipilih secara acak sederhana. Penelitian dilakukan di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman D.I. Yogyakarta. Hasil penelitian ini menunjukan komunitas mengalami kerentanan yang tinggi pada saat erupsi. Komunitas memiliki modal sosial yang baik sehingga mempererat hubungan komunitas. Modal sosial komunitas juga berperan dalam resiliensi komunitas dalam menghadapi erupsi gunung berapi. Kata kunci :bencana, kerentanan, erupsi, modal sosial, resiliensi komunitas
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Dillashandy, Nyimas Ayu, and Nurmala K. Panjaitan. "Kapasitas Adaptasi dan Resiliensi Komunitas Menghadapi Bencana Erupsi Gunung Merapi." Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] 2, no. 5 (2019): 617. http://dx.doi.org/10.29244/jskpm.2.5.617-626.

Full text
Abstract:
Mount Merapi eruption has occurred several times in Indonesia and the biggest eruption that last occurred in 2010. The community were suffered losses and were affected by eruptions. The purposes of this research are to analyze community resilience, to analyze the level of vulnerability, and to analize the community adaptive capacity. The research using a quantitative approach supported by qualitative data. Simple random sampling technique is used as the sampling method and the informant was taken purposively. The results of this research showed that when the eruption occurred the community has a high vulnerability. The adaptive capacity is also high with innovative learning based on institutional memory and supported by the connectedness. Communities achieve resilience and can adapt to changes with high adaptive capacity. Keywords: adaptive capacity, community resilience, eruption, vulnerability ABSTRAK Erupsi Gunung Merapi sudah terjadi beberapa kali di Indonesia dan erupsi terbesar yang terjadi terakhir kalinya yaitu pada tahun 2010. Komunitas mengalami berbagai kerugian dan terkena dampak dari erupsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis resiliensi komunitas, menganalisis tingkat kerentanan komunitas, dan menganalisis kapasitas adaptasi komunitas. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik sampel acak sederhana sedangkan pemilihan terhadap informan dilakukan secara sengaja. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa saat erupsi terjadi komunitas memiliki kerentanan yang tinggi. Kapasitas adaptasi komunitas tinggi dengan adanya innovative learning yang didasari oleh pengetahuan dan pengalaman dan didukung oleh jaringan yang dimiliki. Komunitas berhasil mencapai resiliensi dan dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan dengan kapasitas adaptasi yang tinggi.Kata kunci : kapasitas adaptasi, kerentanan, erupsi, resiliensi komunitas
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Sutomo, Sutomo. "Acacia decurrens di Sebagian Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Yogyakarta." JURNAL Al-AZHAR INDONESIA SERI SAINS DAN TEKNOLOGI 5, no. 1 (2019): 38. http://dx.doi.org/10.36722/sst.v5i1.321.

Full text
Abstract:
<p><em>Abstrak</em><strong>- </strong><strong><em>Acacia decurrens</em></strong><strong>, adalah jenis asing yang mulai menjadi perhatian sejak dominasinya di lahan bekas erupsi Gunung Merapi tahun 2006. Tujuan dari kegiatan studi ini adalah untuk mendeskripsikan secara kuantitatif Ekologi <em>Acacia decurrens</em>, hubungannya dengan beberapa faktor lingkungan serta potensi keinvasifannya jika dikorelasikan dengan <em>diversity index</em>. Analisis vegetasi dilakukan di empat wilayah Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) yaitu Kalikining, Kaliadem, Plawangan dan Pranajiwa. Ordinasi menggunakan metode <em>Non metric multidimensional scaling</em> (NMDS) serta <em>Canonical Corespondence</em> (CCA) serta korelasi <em>bivariate</em> Spearman dilakukan dalam analisis data. Hasil analisis NMDS (2D stress = 0,14) memperlihatkan bahwa daerah terbuka akibat erupsi di Kaliadem kini didominasi oleh jenis <em>A. decurrens</em>. Hasil analisis juga menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan (Spearman’s rho = 0,6) antara kelimpahan jenis <em>A. decurrens</em> dengan tingkat keanekaragaman jenis di dalam lokasi sampling. Dari hasil CCA, <em>A. decurrens</em>, pada tahap semai, nampak hidup berdampingan dengan jenis groundcover lainnya seperti <em>Alangium javanicum</em>, dan Araliaceae. Namun pada fase pohonnya, jenis ini cenderung membentuk tegakan murni. <em>Acacia decurrens</em> tingkat pohon nampaknya lebih memilih sites dengan tingkat pH yang lebih rendah sedangkan <em>A. decurrens</em> tingkat semai lebih banyak ditemui pada site-site ber pH lebih tinggi. <em>A. decurrens</em> berpotensi menjadi gulma di TNGM.</strong></p><p><em>Abstract - </em><strong>Acacia decurrens, is an alien plant species that has begun to be a concern since its dominance in the former eruption of Mount Merapi in 2006. The purpose of this study is to describe quantitatively the Ecology of Acacia decurrens, its relation to several environmental factors and their invasive potential if correlated with diversity index. Vegetation analysis was carried out in four areas of Mount Merapi National Park, namely Kalikining, Kaliadem, Plawangan and Pranajiwa. Ordination using Non metric multidimensional scaling (NMDS) and Canonical Correspondence (CCA) methods and Spearman bivariate correlations were carried out in data analysis. NMDS analysis (2D stress = 0.14) shows that open areas due to eruptions in Kaliadem are now dominated by A. decurrens. The results of the analysis also showed a significant negative correlation (Spearman’s rho = 0.6) between the abundance of A. decurrens species and the level of species diversity in the sampling location. From the results of CCA, A. decurrens, at the seedling stage, appears to coexist with other types of ground cover such as Alangium javanicum, and Araliaceae. But in the tree phase, this type tends to form pure stands and only occasionally appear alive can it coexist with other Fabaceae species such as Albizia lopantha. Acacia decurrens tree level seems to prefer sites with lower pH levels while A. decurrens seedling levels are more common at higher pH sites. A. decurrens have the potential to become weeds in the Mount Merapi National Park.</strong></p><p><strong><em>Keywords</em></strong>-<em>Autekologi, Faktor Lingkungan,</em><em> IAS,</em><em> Risk Assesment</em></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Rahayu, Rahayu, Dwi Priyo Ariyanto, Komariah Komariah, Sri Hartati, Jauhari Syamsiyah, and Widyatmani Sih Dewi. "DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP LAHAN DAN UPAYA-UPAYA PEMULIHANNYA." Caraka Tani: Journal of Sustainable Agriculture 29, no. 1 (2014): 61. http://dx.doi.org/10.20961/carakatani.v29i1.13320.

Full text
Abstract:
<p>The eruption of Merapi mountain has primary and secondary hazard and may damage to the land. In detail, the hazards are land degradation is a loss of some or many of germplasm and changes in plant biodiversity. The others hazard including loss of water catchment areas, the destruction of forests, and even the closing of the water source, as well as the loss of water channels. The burried of soil and soil formation inhibition were caused by the repeated eruptions of Merapi, beside the loss of roads access to agricultural land and loss of land ownerships boundaries by the eruption and cool lava. Materials of eruption are sand and pyroclastic materials, as well as the nature of cementation require special techniques and technology to use the land as new farmland. Land restoration efforts can be done with the land management by reforestation on government-owned land for water catchment function, agroforestry forage grass based, grazing field on land owned by the village and residents, with the use of organic materials in the eruption sandy soil ameliorant.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Ainia, Dela Khoirul, and Jiarzanah Jiarzanah. "Analisis Deep Ecology Arne Naess terhadap Aktivitas Penambangan Pasir (Studi Kasus: Penambangan Pasir Merapi di Sekitar Sungai Gendol Cangkringan Sleman Yogyakarta)." Jurnal Ilmu Lingkungan 19, no. 1 (2021): 98–106. http://dx.doi.org/10.14710/jil.19.1.98-106.

Full text
Abstract:
Gunung Merapi merupakan gunung teraktif di Indonesia, sehingga setiap erupsi mengeluarkan material vulkanik berupa pasir dan batuan. Pada tahun 2010 Gunung Merapi mengalami erupsi dengan mengeluarkan material vulkanik sebanyak 140 juta m3 akibatnya sekitar 23 % material yang dikeluarkan memenuhi aliran Sungai Gendol. Pemerintah Kabupaten Sleman melalui kebijakannya mengeluarkan aturan untuk dilakukan normalilsasi aliran Sungai Gendol, selain bertujuan untuk menormalisasi aliran sungai potensi tersebut juga dimanfaatkan sebagai lahan mata pencaharian yaitu dengan mengambil pasir dan batu. Akibat dari adanya penambangan pasir dan batu lingkungan sekitar mengalami kerusakan, diantaranya vegetasi tumbuhan tidak dapat tumbuh, kerusakan jalan, debu yang beterbangan akibat truk pengangkut pasir dan batu. Dalam hal ini terkait dengan permasalahan yang terjadi disekitar penambangan pasir akan dikaji menggunakan platform deep ecology Arne Naess. Tujuan dari penelitian ini yakni menganalisis secara kritis mengenai aktivitas penambangan pasir Merapi yang ada di sekitar Sungai Gendol selain itu juga merumuskan solusi terkait permasalahan yang terjadi. Data dikumpulkan dengan cara studi pustaka, wawancara mendalam dengan pejabat kecamatan, dinas lingkungan hidup, penambang pasir, maupun dengan pengamatan lapangan. Teori Deep Ecology memiliki kelebihan di antaranya bertitik tolak dari ideologi keberlanjutan sistem ekologi membawa perubahan fundamental pada tatanan kehidupan sosial, ekonomi dan politik. Deep Ecology memandang bahwa makhluk hidup biotik maupun abiotik saling terkait sehingga harus dihormati dan dihargai. Kurangnya kesadaran masyarakat penambang pasir menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan. Sumberdaya pasir atau batu bukan untuk dikuasai dan direduksi secara berlebih, namun dapat digunakan sebagai sarana memenuhi kebutuhan kehidupan vital manusia. Perubahan pandangan dan sikap yang arif dalam memperlakukan alam harus selalu dimiliki oleh seluruh masyarakat maupun pemerintah terkait.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Minanto, Ali, and Ida Nuraini Dewi Kodrat Ningsih. "LITERASI BENCANA DI SEKOLAH GUNUNG MERAPI TENTANG MITIGASI BENCANA DAN KEWARGANEGARAAN TRANSFORMATIF." WACANA, Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi 17, no. 2 (2018): 207. http://dx.doi.org/10.32509/wacana.v17i2.646.

Full text
Abstract:
Sekolah Gunung Merapi (SGM) mengambil inisiatif untuk melakukan literasi bencana dan pendidikan mitigasi bencana. Riset ini berpretensi untuk mengetahui bagaimana cara yang digunakan komunitas seperti SGM dalam membangun literasi bencana dan melakukan pendidikan mitigasi bencana. Riset ini menggunakan pendekatan literasi bencana, literasi media dan transformative citizenship. Hasil dari literasi kebencanaan SGM tidak hanya diberikan kepada masyarakat yang (memilih) tinggal di ‘zona merah’, tapi juga kepada pelaku wisata dan para pengunjung wisata melalui mengintegerasikan literasi kebencanaan dengan mata pelajaran utama: kreativitas, environment, dan diversity. Selain itu SGM membuat tiga aktivitas penting:evakuasi mandiri, skenario mitigasi, dan merancang SOP kebencanaan. Pemanfaatkan media baru, juga dilakukan guna mengenalkan aktivitas literasi kemitigasian dan pengangkatan isu kritis terentu. Hal ini tidak hanya bermanfaat dalam hal literasi kebencanaan, tapi juga mencari formulasi paling efektif untuk melihat kembali regulasi terkait status kawasan Merapi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Muttaqin, Alfan, and Rini Mariana Sibarani. "ANALISA KEJADIAN BANJIR DI KOTA SOLO APRIL 2015." Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca 16, no. 1 (2015): 37. http://dx.doi.org/10.29122/jstmc.v16i1.2637.

Full text
Abstract:
AbstrakBanjir sering dikaitkan dengan fenomena meteorologi yang terjadi dialam. Kota Solo diterjang banjir pada tanggal 22 April 2015. Fenomena meteorologi yang menyebabkan terjadinya banjir tersebut telah dianalisis pada tulisan ini. Analisa meteorologi meliputi Gradien wind, Citra Satelit, Curah hujan dan Peta daerah aliran sungai. Dari segi gradien wind ini terlihat adanya Tropikal Siklon yang berada di Samudra Hindia sebelah selatan Pulau Jawa yang mulai tumbuh pada tanggal 19 April 2015. Tropikal siklon ini sangat mempengaruhi pola angin yang melewati daerah Jawa Tengah dan Yogyakarta, sehingga didaerah itu terbentuk daerah belokkan angin. Hujan yang terjadi sejak tanggal 19 April 2015 menyebabkan material tanah mengalami keadaan jenuh. Tanggal 22 April 2015 awan - awan potensial hujan tebentuk secara merata di daerah Jateng dan Yogyakarta sehingga menyebabkan hujan deras dalam durasi yang cukup lama. Curah hujan yang tinggi didaerah lereng gunung merapi menyebabkan air limpasan masuk kedaerah disekitarnya termasuk Yogyakarta, Boyolali, Sukoharjo dan Solo. Banjir yang terjadi tidak hanya dari hujan lokal namun juga air limpasan dari lereng gunung merapi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Solihati, Nani, Ade Hikmat, Abdul Rahman Jupri, and Syarif Hidayatullah. "CHARACTER EDUCATION VALUE IN FOLK GAMES ON MERAPI MOUNTAIN SLOPE." Jurnal Kependidikan: Penelitian Inovasi Pembelajaran 3, no. 1 (2020): 28–42. http://dx.doi.org/10.21831/jk.v3i1.22327.

Full text
Abstract:
This study was aimed at determining the value of character education in folk games on the slopes of Mount Merapi. This study used qualitative method. The subjects of this study were students, teachers, principals, and heads of Cangkringan and Pakem sub-education technical implementation unit. The instruments used were in-depth observations and interviews. The result shows that there are seventeen folk games, namely dakon, serak lidi, lompat tali, enggrang, bekelan, kelereng, bentengan, dan bola bakar, oya dodok, oya tembok, jamuran, cublak-cublak suweng, petak umpet, engklak, dingklik oglak-aglik, gobak sodor, and elang ayam.The game is used by teachers on the slopes of Mount Merapi to instill thirteen characters from eighteen educational characters. These characters, namely honesty, tolerance, discipline, hard work, creative, independent, democratic, curiosity, respect for achievement, friendship, caring for the environment, social care, and responsibility. Folk games should be integrated in learning in elementary school to develop student characterNILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERMAINAN RAKYAT DI LERENG GUNUNG MERAPIPenelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi nilai pendidikan karakter dalam permainan rakyat di lereng gunung Merapi. Metode kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Subjek penelitian ini adalah siswa sekolah dasar (SD), guru, kepala sekolah, dan kepala Unit Pelaksana Teknis sub pelayanan pendidikan di kecamatan Cangkringan dan kecamatan Pakem. Instrumen yang digunakan adalah lembar observasi dan pedoman wawancara. Hasil penelitian mengidentifikasi tujuh belas permainan rakyat, yaitu dakon, serak lidi, lompat tali, enggrang, bekelan, kelereng, bentengan, dan bola bakar, oya dodok, oya tembok, jamuran, cublak-cublak suweng, petak umpet, engklak, dingklik oglak-aglik, gobak sodor, dan elang ayam yang berpotensi sebagai sarana penanaman nilai karakter pada siswa SD. Permainan tersebut dimanfaatkan oleh para guru yang ada di lereng gunung Merapi untuk menanamkan tiga belas karakter dari delapan belas karakter pendidikan. Karakter tersebut, yaitu jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, bersahabat, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab. Permainan rakyat semestinya dapat diintegrasikan dalam pembelajaran di SD untuk mengembangkan karakter siswa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Permana, Septian Aji, Dewi Liernoor, Achmad Slamet, and Juhadi Juhadi. "Community Rituals in Facing Volcanic Eruption Threat in Java." KOMUNITAS: International Journal of Indonesian Society and Culture 9, no. 1 (2017): 29–36. http://dx.doi.org/10.15294/komunitas.v9i1.7069.

Full text
Abstract:
This research aims to explore the kinds of rituals done by the society in around Merapi mountain facing volcanic mountain eruption threat in Cangkringan and find educational meaning in the ritual. This research uses qualitative approach, phenomenology. Research informants are Cangkringan society, Merapi mountain caretaker, and Cangkringan figures. Data collecting technique are participant observation; the researcher involved directly in the ritual. Data then analyzed by using domain, taxonomic, componential, and cultural theme. Research result shows that Cangkringan society in facing Merapi mountain eruption threat is still traditionally by labuhan ritual , laku topo bisu ritual, and sedekah Gunung ritual. These rituals are representation of educational values and local wisdom whose most fundamental objectives are to maintain nature, the values of togetherness, in order and respect to achieve outer and inner harmony.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Samaratungga, Oscar. "EKSPLORASI TEKNIS FOTOGRAFI UDARA POROS IMAJINER DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA." REKAM: Jurnal Fotografi, Televisi, dan Animasi 14, no. 2 (2018): 115–24. http://dx.doi.org/10.24821/rekam.v14i2.2305.

Full text
Abstract:
Yogyakarta adalah kota yang unik dan istimewa, salah satunya karena adanya filosofi tentang garis imajiner. Garis imajiner itu sudah menjadi wacana lama, tetapi tetap menarik untuk menjadi pembahasan. Kota ini terbelah sebuah oleh sumbu imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi – Tugu Pal Putih – Keraton – Panggung Krapyak – Parangtritis. Dilihat dari peta, juga bisa dilihat jika Merapi, Keraton, dan Pantai Selatan ini memang berada di satu garis lurus secara imajiner. Filosofi garis lurus imajiner dari Merapi hingga Laut Selatan ini sarat makna. Untuk masyarakat di Yogyakarta, Gunung Merapi, Laut Selatan, dan Keraton Yogyakarta mengandung makna penting. Kehidupan di dunia merupakan sebuah harmoni antara mikrokosmos (jagat cilik) dan makrokosmos (jagat gede). Keharmonisan itu harus dijaga satu sama lain, tidak boleh terjadi ketimpangan. Tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana melakukan eksplorasi pemotretan udara atas poros imajiner dikaitkan dengan teknis kreatif dan aspek estetis yang dapat mengungkap kekhasan wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemotretan yang akan dilakukan adalah pemotretan melalui udara menggunakan drone, sebuah peralatan dan teknologi baru yang sedang berkembang dalam dunia fotografi saat ini. Lokasi yang akan direkam dan didokumentasikan adalah lima titik yang ada dalam poros imajiner tersebut, yaitu Gunung Merapi, Tugu Pal Putih, Keraton, Panggung Krapyak, dan Parangtritis. Salah satu kekuatan dalam fotografi udara dengan menggunakan drone adalah keleluasaan dalam menempatkan kamera. Keleluasaan penempatan kamera tersebut membuka ruang eksplorasi dalam mengambil gambar dari berbagai sudut yang berbeda. Gambar dari sudut yang berbeda tersebut dapat memberikan cara pandang yang berbeda pula. Hal ini berarti ruang hampir tidak terbatas untuk mengekplorasi berbagai sudut yang mungkin sulit dijangkau ketika menggunakan medium fotografi lainnya. ABSTRACTAerial Photography Technical Exploration of the Special Region of Yogyakarta’s Imaginary Axis. Yogyakarta is a unique and special city, one of them is because of the philosophy of the Imaginary Line. Although the imaginary line has become an old discourse, it is still interesting to be discussed. The city is split by an imaginary axis connecting Mount Merapi - Tugu Pal Putih - Keraton - Panggung Krapyak –Parangtritis. Explored from the map, it can also be seen that Merapi, Keraton and South Coast are indeed in one imaginary straight line. The philosophy of imaginary straight lines from Merapi to the South Sea is full of meaning. For people in Yogyakarta, Mount Merapi, the South Sea, and Yogyakarta Palace, they have their own important meaninga. Life in the world is a harmony between the microcosm (the universe) and the macrocosm (big universe). The harmony must be maintained with each other, inequality must not occur. The purpose of this study is to explore aerial photography of an imaginary axis associated with creative technical and aesthetic aspects that can reveal the peculiarities of the Special Region of Yogyakarta. The photos taken are aerial photography using Drones, a new equipment and technology that is developing in the world of photography today. The locations that were recorded and documented were the five points in the imaginary axis, namely Mount Merapi, Tugu Pal Putih, Keraton, Panggung Krapyak, and Parangtritis. One of the strengths in aerial photography using drones is the flexibility in placing the camera. The flexibility of placing the camera opens an exploration of space in taking pictures from different angles, because images from different angles can provide a different perspective. This means there is an unlimited space to explore various angles that may be difficult to reach when using other photography mediums.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Nugroho, Agus Dwi, I. Made Yoga Prasada, Saraswati Kirana Putri, Herdiana Anggrasari, and Pinjung Nawang Sari. "Rantai Nilai Cabai di Kawasan Lereng Gunung Merapi Daerah Istimewa Yogyakarta." agriTECH 40, no. 4 (2021): 270. http://dx.doi.org/10.22146/agritech.27734.

Full text
Abstract:
Fluctuation of the availability and prices of chili happen because the poor of the value chains. This research intended to know the mechanism related to the product, financial and information flow and development strategy to solve the problem of the chili’s value chain on the slopes of Mount Merapi. This research was conducted in Pakem District, Sleman Regency from May-August 2017. The method to determine the farmer respondents is random sampling while the merchants chosen by snowball sampling. The research used descriptive and SWOT analysis. The results showed that the most efficient marketing channels when farmers sell chili to the consumers through the retailers. Overall, the chili’s value chain included in the current category. Unfortunately, there are still some problems such as weak of the farmer cultivation ability and fluctuation of production and price. To solve this problem, the local government need make intensive counseling and training of chili cultivation, post-harvest handling in a professional and strengthen the auction market in Sleman Regency.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Rahayu, Sri, Handojo Hadi Nurjanto, and Rahman Gilang Pratama. "Karakter Jamur Ceratocystis sp. Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Acacia decurrens dan Status Penyakitnya di Taman Nasional Gunung Merapi, Yogyakarta." Jurnal Ilmu Kehutanan 9, no. 2 (2016): 94. http://dx.doi.org/10.22146/jik.10193.

Full text
Abstract:
Acacia decurrens merupakan salah satu jenis tanaman yang tumbuh mendominasi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Sekitar 80% tegakan A. decurrens di kawasan tersebut menunjukkan gejala busuk batang akibat infeksi jamur Ceratocystis sp. yang umumnya dipicu oleh luka gerekan kumbang dari kelompok ambrosia. Penelitian bertujuan untuk : (1) mendeskripsikan karakter morfologi jamur Ceratocystis sp., serta kemampuannya beradaptasi pada beberapa jenis tanaman hutan, (2) mengevaluasi status penyakit busuk batang oleh jamur Ceratocystis sp. Karakter morfologi dan kemampuan adaptasinya pada inang akasia, melina, jabon, sengon, dan jati dilakukan di Laboratorium Perlindungan dan Kesehatan Hutan, Fakultas Kehutanan UGM. Survei untuk evaluasi status penyakit busuk batang dilakukan pada bulan Februari sampai Agustus 2014 di demplot restorasi pasca erupsi Merapi (luas 8,4 ha), dengan intensitas sampling 8%. Berdasarkan karakter morfologi, terdapat 2 isolat jamur Ceratocystis sp. yaitu asal lembah (L) dan dari bukit (B) dengan warna koloni krem, luas koloni 20-22 cm2 pada umur 14 hari, membentuk konidia menyerupai tong, dan silindris. Sifat lainnya yaitu memiliki kemampuan yang sama untuk tumbuh, mengkolonisasi, dan menginfeksi inang akasia, sengon, jabon, dan melina, tetapi tidak mampu tumbuh pada inang jati. Berdasarkan luas serangan, status penyakit busuk batang berkisar antara sangat umum sampai menyebar luas (luas serangan = 54-100%), dengan tingkat keparahan bekisar antara ringan sampai parah (intensitas penyakit = 15-67%).Kata kunci: Ceratocystis sp., Acacia decurrens, luas serangan, intensitas penyakit, Taman Nasional Gunung Merapi. Characteristic of stem rot diseases caused by Ceratocystis sp. on Acacia decurrens and its status in Gunung Merapi National Park, YogyakartaAbstractMount Merapi National Park (TNGM) has been dominated by Acacia decurrens after the eruption in 2010. Almost 80% of A. decurrens trees showed stem rot diseases caused by Ceratocystis sp. which may associate with stem wound induced by ambrosia beetle and other physical injuries. The research objective were (1) to characterize the morphological feature, in vitro growth, and ability to adapt, colonize as well as to infect akasia, jabon, sengon, melina and jati sedlings, (2) to evaluate the status of stem rot disease in TNGM demonstration plot. Laboratory work was conducted in order to study the morphological feature of the fungus, in vitro growth on PDA media, and to evaluate its compatibility to growth, colonize, and infect on 5th month seedling of akasia, sengon, jati, jabon and melina. Field monitorings were conducted from February to August 2014 at the restoration plot (8.4 ha) at 8% sampling intensity. Disease status was evaluated in order to ascertain the disease incidence and severity of stem rot disease at the demonstration plot area. Two Ceratocistys isolates found from the hill (B) and valley (L) had similar characteristics on morphologic features i.e. cream color, 20 to 22 cm2 colony size at 14 days growth in PDA media, having both cylindrical and barrel shaped conidia. The other characteristics of the Ceratocistys were an ability to growth, to colonize, and to infect akasia, sengon, melina and jabon, except on jati. The status of stem rot disease was ranged from highly common to widespread (disease incidence = 54%-100%) as the disease severity status was ranged from low to severe (disease severity = 15%-67%).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Anggraeni, Fitriana, Sinta Febiyanti, Ayu Nadiyah, and Ilham Santoso. "STUDI LINGKUNGAN ALAM DESA PENTINGSARI KABUPATEN SLEMAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPA DI SD." Caruban: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Dasar 1, no. 2 (2019): 111. http://dx.doi.org/10.33603/.v1i2.2314.

Full text
Abstract:
Abstrak— Pembelajaran IPA di SD sangat penting untuk memberikan materi yang Konkret. Pembelajaran adalah proses interaksi pesertadidik dan sumber belajar. Dengan adanya pembelajaran ini dapdt memberikan bantuan ilmu kepada peserta didik. Desa penting sari adalah desa yang kaya akan sumber daya alam, desa penting sari terletak di kaki gunung Merapi, karena berada di kaki Gunung inilah berdampak banyak tersebarnya Flora dan Fauna yang melimpah. Untuk pembelajaran Ipa di SD ini sangat mudah sekali untuk seorang guru membimbing siswa untuk terjun langsung kepada alam untuk mengajarkan materi IPA ini.Kata Kunci—pembelajaran, Desa Penting sari, IPA Abstrack- Science learning in elementary school is very important to provide concrete material learning is a process of student interaction and learning, With this learning, adan can provide knowledge assistance to students. Pentingsari village of Pentingsari is located at the foot of mount Merapi, because it is at the foot of this mountain that has a lot of spread of abundant Flora and Funa. For IPA learning in elementary school it is very easy for a teacher to guide students to go directly to nature to go directly to nature to teach this science material.    Kata Kunci—pembelajaran, Desa Penting sari, IPA.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Anggraeni, Fitriana, Sinta Febiyanti, Ayu Nadiyah, and Ilham Santoso. "STUDI LINGKUNGAN ALAM DESA PENTINGSARI KABUPATEN SLEMAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN IPA DI SD." Caruban: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Dasar 1, no. 2 (2019): 111. http://dx.doi.org/10.33603/cjiipd.v1i2.2314.

Full text
Abstract:
Abstrak— Pembelajaran IPA di SD sangat penting untuk memberikan materi yang Konkret. Pembelajaran adalah proses interaksi pesertadidik dan sumber belajar. Dengan adanya pembelajaran ini dapdt memberikan bantuan ilmu kepada peserta didik. Desa penting sari adalah desa yang kaya akan sumber daya alam, desa penting sari terletak di kaki gunung Merapi, karena berada di kaki Gunung inilah berdampak banyak tersebarnya Flora dan Fauna yang melimpah. Untuk pembelajaran Ipa di SD ini sangat mudah sekali untuk seorang guru membimbing siswa untuk terjun langsung kepada alam untuk mengajarkan materi IPA ini.Kata Kunci—pembelajaran, Desa Penting sari, IPA Abstrack- Science learning in elementary school is very important to provide concrete material learning is a process of student interaction and learning, With this learning, adan can provide knowledge assistance to students. Pentingsari village of Pentingsari is located at the foot of mount Merapi, because it is at the foot of this mountain that has a lot of spread of abundant Flora and Funa. For IPA learning in elementary school it is very easy for a teacher to guide students to go directly to nature to go directly to nature to teach this science material.    Kata Kunci—pembelajaran, Desa Penting sari, IPA.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Arinalhaq, Arinalhaq, and Totok Wahyu Wibowo. "Pemetaan Rekomendasi Pengelolaan Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi Dari Potensi Ancaman Perambahan." JURNAL GEOGRAFI 12, no. 01 (2020): 297. http://dx.doi.org/10.24114/jg.v12i01.14987.

Full text
Abstract:
AbstractKawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) memiliki ragam potensi keunikan keanekaragaman hayati, alam, budaya dan sosial ekonomi, sehingga keberadaan kawasan ini penting dalam menciptakan hubungan yang berkelanjutan antara manusia dan lingkungan alam. Ancaman akan kelestarian TNGM salah satunya datang dari kegiatan perambahan yang dilakukan oleh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun peta tingkat potensi perambahan di TNGM dengan menggnakan pemodelan spasial berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG). Pengetahuan tentang tingkat potensi perambahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengetahui distribusi wilayah yang perlu disarankan untuk tindakan pengawasan. Pemodelan potensi ancaman perambahan disusun berdasarkan parameter ketinggian tempat, kemiringan lereng, jarak dari jaringan jalan, jarak dari jaringan sungai, jarak dari penggunaan lahan, dan jarak dari permukiman. Proses analisis yang digunakan adalah analisis tumpang susun dengan menggunakan metode kuantitatif berjenjang tertimbang. Hasil pemetaan potensi ancaman kemudian diintegrasikan dengan peta zonasi kawasan untuk menghasilkan rekomendasi tindakan pengawasan. Berdasarkan peta potensi ancaman diketahui bahwa bagian selatan dari daerah kajian memiliki tingkat ancaman yang paling tinggi, yang mana merupakan daerah di sekitar batas TNGM. Analisis rekomendasi tindakan pengawasan menunjukkan bahwa terdapat 1.194,71 hektar (58.35%) dari daerah kajian disarankan untuk diawasi. Daerah tersebut memiliki nilai potensi ancaman perambahan yang relatif tinggi dan termasuk dalam Zona Inti. Tepatnya berada dekat dengan batas kawasan yang kemungkinan besar terpengaruh oleh aktivitas masyarakat.Kata kunci: TNGM, Potensi Ancaman Perambahan, Sistem Informasi Geografis, Pemodelan Spasial. Mount Merapi National Park (TNGM) has a variety of potential uniqueness of biodiversity, nature, culture and socio-economic. The existence of this region is critical in creating sustainable relationships between humans and their natural environment. One of the threats to TNGM sustainability comes from encroachment activities carried out by humans. This study aims to perform spatial modeling by utilizing Geographic Information System to produce potential encroachment level map and uncover the areas that need monitoring. There are six parameters used to develop an encroachment threat model, namely elevation, slope, distance from the road, distance from the hydrological network, distance from land use, and distance from the settlement. Overlay analysis was implemented using a quantitative weighted scoring method. The result is then integrated with the TNGM zonation map to produce recommendations for supervision actions. The map of the potential level of encroachment threat show there are five classes of threat varying from high to low. The high-threat spatial arrangement dominates the southern area which is around the TNGM boundary. Recommendation analysis of supervisory actions shows that there are 1194.71 hectares (58.35%) of the study area recommended being monitored. Those were the region that both have a relatively high potential threat of encroachment and settled in the Core Zone. Precisely located near the boundaries of the area which are commonly affected by community activities.Key words: TNGM, Potential encroachment threat, Geographic Information System, Spatial modelling.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Saptutyningsih, Endah. "DAMPAK ERUPSI GUNUNG MERAPI TERHADAP NILAI LAHAN DAN BANGUNAN: PENDEKATAN HEDONIC PRICE." Jurnal Sains &Teknologi Lingkungan 3, no. 2 (2011): 95–107. http://dx.doi.org/10.20885/jstl.vol3.iss2.art3.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Sunaryo, Sunaryo, Imanudin Hidayat, K. H. Firos Dawwas, et al. "OBSERVASI LINGKUNGAN : KOMPOSISI DAN STRUKTUR MATERIAL BATUAN GUNUNG MERAPI DI D.I. YOGYAKARTA." JRSKT: Jurnal Riset Sains dan Kimia Terapan 3, no. 2 (2013): 322–25. http://dx.doi.org/10.21009/jrskt.032.07.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Pertiwi, Dewi, Boedi Wibowo, Endang Kasiati, Triaswati MN, and Ari Gandhi Sabban. "Perbandingan Penggunaan Pasir Lumajang dengan Pasir Gunung Merapi terhadap Kuat Tekan Beton." Jurnal Aplikasi Teknik Sipil 9, no. 2 (2011): 13. http://dx.doi.org/10.12962/j12345678.v9i2.2686.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Purbayu, Agus, and Yuliana Agustiningsih. "PERANCANGAN SISTEM WAREHOUSE BANTUAN LOGISTIK KORBAN BENCANA ALAM, STUDI KASUS : GUNUNG MERAPI." Indonesian Journal of Applied Informatics 1, no. 1 (2016): 1. http://dx.doi.org/10.20961/ijai.v1i1.8976.

Full text
Abstract:
<p><em>Indonesia is situated at the confluence of the active tectonic plates, the mountains, and the climate is tropical, so make the most of its territory vulnerable to natural disasters. The number of disaster victims belong to very high compared to other countries. During this process of distribution logistical support from the Government is often less evenly, and the spread of the post often accumulate at some point, while there are still many victims don't get logistical support. Causes less equality the help of, among others, less equality the location information of the victim or the evacuation command post and causing material needs logistical support at each refugee command post.</em></p><p><em> </em></p><p><em>In the design of the system is carried out using several methods including needs analysis, system design, coding and testing. Data collection was done to perform needs analysis system of warehouse logistics assistance. Methods used in the collection of data is to conduct interviews and literature study. The design phase in the form of the design of the user interface of the software can be estimated before it made coding.</em></p><p><em> </em></p><em>The results in the form of a system of warehouse logistics assistance to natural disasters which can handle transaction processing, delivery and acceptance of the demand for goods. The Design of application include manage data items as well as members who are involved in it.</em>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Citra, Ningrum, and Wijayanti Eka. "Aplikasi Teori Graf dalam Menentukan Jalur Tercepat Mitigasi Gunung Merapi Zona 1." Jurnal Ilmiah Matematika 7, no. 2 (2020): 88. http://dx.doi.org/10.26555/konvergensi.v7i2.19610.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography