To see the other types of publications on this topic, follow the link: Indonesia. Badan Pertanahan.

Journal articles on the topic 'Indonesia. Badan Pertanahan'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Indonesia. Badan Pertanahan.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Fitriana, Gita, and Abdul Mukmin Rehas. "PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA SAMARINDA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN (DITINJAU BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN)." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 9, no. 2 (February 4, 2020): 27. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v9i2.150.

Full text
Abstract:
Tanah merupakan sumber daya yang menopang kehidupan manusia tidak jarang dengan kedudukan tanah yang sangat penting menyebabkan sengketa tanah antar manusia, oleh karena itu Badan Pertanahan Nasional Kota Samarinda berperan dalam membantu penyelesaian sengketa secara damai untuk kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa. Peran Badan Pertanahan Nasional Kota Samarinda dalam menangani dan menyelesaikan sengketa pertanahan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Mekanisme penyelesaian sengketa oleh Badan Pertanahan Nasional harus mengedepankan mediasi yang bertujuan untuk mencapai keputusan mufakat dan tidak merugikan para pihak. Namun dalam menjalankan tugasnya dalam menangani sengketa pertanahan di Kota Samarinda, tidak jarang terjadi kendala-kendala yang harus dihadapi oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Samarinda.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Fitriana, Gita, and Abdul Mukmin Rehas Mukmin Rehas. "PERAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA SAMARINDA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERTANAHAN (DITINJAU BERDASARKAN PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN PENGKAJIAN DAN PENANGANAN KASUS PERTANAHAN)." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 9, no. 2 (November 22, 2017): 90. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v9i2.224.

Full text
Abstract:
Tanah merupakan sumber daya yang menopang kehidupan manusia tidak jarang dengan kedudukan tanah yang sangat penting menyebabkan sengketa tanah antar manusia, oleh karena itu Badan Pertanahan Nasional Kota Samarinda berperan dalam membantu penyelesaian sengketa secara damai untuk kepentingan kedua belah pihak yang bersengketa. Peran Badan Pertanahan Nasional Kota Samarinda dalam menangani dan menyelesaikan sengketa pertanahan diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan. Mekanisme penyelesaian sengketa oleh Badan Pertanahan Nasional harus mengedepankan mediasi yang bertujuan untuk mencapai keputusan mufakat dan tidak merugikan para pihak. Namun dalam menjalankan tugasnya dalam menangani sengketa pertanahan di Kota Samarinda, tidak jarang terjadi kendala-kendala yang harus dihadapi oleh Badan Pertanahan Nasional Kota Samarinda.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Mukmin, Abdul, and Andri Pranata. "Peran Kantor Pertanahan Kota Samarinda Dalam Penyelesaian Sengketa Dan Konflik Pertanahan." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 12, no. 2 (September 8, 2020): 148–59. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v12i2.1014.

Full text
Abstract:
Tanah di Indonesia memiliki makna yang besar bagi masyarakat, hal ini disebabkan bahwa tanah bukan hanya sebagai tempat untuk bermukim atau membangun tempat tinggal, akan tetapi lebih dari pada itu tanah juga dijadikan sebagai objek untuk mata pencaharian masyarakat, Atas nilai kemanfaatan tanah yang begitu luar bisa baik bagi masyarakat maupun bagi negara, tanah juga menjadi objek vital dalam hal timbulnya sengketa atau konflik, atas dasar itulah pemerintah dalam upaya percepatan sengketa atau konflik pertanahan, menerbitkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan, Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran kantor pertanahan kota samarinda dalam melakukan penyelesaian sengketa pertanahan dan untuk mengetahui kendala-kendala dari kantor pertanahan kota samarinda dalam melakukan penyelsaian sengketa atau konflik pertanahan. Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian yuridis empiris, Sumber data pada penelitian ini menggunakan data sekunder. Dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian dengan analisis deskriptif kualitatif. Teknik yang digunakan peneliti adalah dengan mengelola dan menganalisis data tersebut menggunakan analisis kualitatif. Luaran dari penelitian ini, yaitu publikasi ilmiah dan untuk pengayaan bahan ajar. peran kantor pertanahan dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan sangat besar dan sangat penting. Peran kantor pertanahan dalam penyelesaian sengketa dan konflik pertanahan sangat besar karena sejak awal dalam melakukan penyelesaian sengketa atau konflik tersebut, baik berdasarkan inisiatif dari pemerintah dalam hal ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional maupun berdasarkan pengaduan masyarakat, Kantor Pertanahan memiliki peran yang sangat penting mulai dari pemantauan dengan tujuan untuk mengetahui sengketa atau konflik yang terjadi, melakukan pelaporan kepada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, melakukan pengumpulan data-data untuk mengetahui histori awal dari tanah tersebut sampai dengan terjadinya sengketa atau konflik, kemudian melakukan analisis data untuk mengetahui apakah sengketa atau konflik tersebut merupakan kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional atau bukan, hingga menerima perintah untuk menyelesaikan sengketa atau konflik yang terjadi. Dan Kendala-kendala Kantor Pertanahan dalam penyelesaian sengketa atau konflik pertanahan, mulai dari kurangnya bukti-bukti dan kepercayaan masyarakat serta terbatasnya kewenangan yang dimiliki Kantor Pertanahan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Hasiah, Hasiah. "Analisis Yuridis Wewenang Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah dalam Pengurusan Tanah di Indonesia." Shar-E : Jurnal Kajian Ekonomi Hukum Syariah 6, no. 2 (December 18, 2020): 91–107. http://dx.doi.org/10.37567/shar-e.v6i2.186.

Full text
Abstract:
Penelitian ini merupakan kajian hubungan pemerintah pusat dan daerah terkait pengurusan tanah di Indonesia berdasarkan telaah yuridis. Adapun dasar teori yang digunakan adalah menurut Herbert G.Hick yang menyebutkan wewenang adalah adalah hak untuk melakukan suatu hal dan merupakan sumber kekuasaan yang sah. Oleh sebab itu, maka wewenang dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berdasarkan atas asas legalitas yang berlaku. Asas legalitas yang dimaksud dalam pengurusan tanah adalah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, Undang-Undang Pokok Agraria Undang-Undang No.5 Tahun 1960 (UUPA), Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2015 Tentang Badan Pertanahan Nasional (BPN), Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 148 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Dari peraturan perundang-undangan tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan pengurusan tanah tidak lepas dari asas desentralisasi. Dalam UU No 23 Tahun 2014 pula terdapat (3) sub pengurusan tanah yang tidak ada kewenangannya pada pemerintah pusat dalam hal urusan tanah ulayat, tanah kosong dan penerbitan Izin yang diserahkan sepenuhnya kepada Pemerintahan Daerah. Berdasarkan kajian Hukum Administrasi Negara, urusan perizinan dalam menguruskan tanah dilimpahkan kepada pemerintah Kabupaten (Gubernur atau Bupati) atau Badan Pertanahan Daerah dalam rangka meninjau kelancaran dan efesiensi waktu sedangkan dalam pelaksanaan fungsi yang dijalankan oleh Badan Pertanahan Nasional yaitu oleh pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No 20 Tahun 2015 maka ruang lingkup urusan pertanahan yang diatur dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2014 relatif lebih sempit dibandingkan dalam Peraturan Presiden 20 Tahun 2015.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Eliana, Eliana. "SISTEM ADMINISTRASI PELAYANAN PUBLIK PERMOHONAN HAK ATAS TANAH DI KANTOR PERTANAHAN." Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan 7, no. 1 (September 14, 2017): 123. http://dx.doi.org/10.32493/jdmhkdmhk.v7i1.595.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Penelitian ini mengenai bagaimana sistem administrasi pelayanan publik yang efektif dan efesien seharusnya dilakukan Kantor Pertanahan bagaimana konsep efesien efektifitas sistem administrasi pelayanan publik terhadap permohonan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tanggal 22 April 2013 Nomor 6 tahun 2013 Tentang Pelayanan Informasi Publik di Lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. BPN sebagaimana standar prosedur operasional pengaturan pelayanan (SPOPP) dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, fungsi yang dilaksanakan belum optimal, keberpihakan pelayanan terutama dibidang pertanahan, proses penyelesaian berbelit-belit dan mahal, Kesadaran pegawai Kantor pertanahan tentang Sapta Tertib Pertanahan masih kurang, sosialisasi prosedur pelayanan dan jenis-jenis pelayanan kurang di mengerti masyarakat, Apakah Kantor Pertanahan melaksanakan pelayanan Hak Atas Tanah yang efektif dan fesien. Penelitian ini menggunakan Metode dengan pendekatan socio-legal research yang bersumber dari pengumpulan data yang diperoleh dari data primer data sekunder, kemudian dianalisi dengan metode analisis kualitatif.Hasil penelitian memberikan jawaban bahwa pelaksanaan sistem adminitrasi pelayanan publik terhadap permohonan hak atas tanah di kantor pertanahan masih banyak yang belum diketahui masyarakat, bagaimana kemudahan dan pelayanan yang telah tersedia, sumber daya manusia pada setiap pegawai dengan persoalan persoalan terkait permohonan hak atas tanah belum semuanya mumpuni sementara Kantor Pertanahan telah melakukan inovasi pelayanan dengan tehnologi dan inovasi sehingga proses pendaftaran permohonan hak atas tanah yang efektif dan efesien dapat terwujud melalui layanan Prima Excellent Service yaitu pelayanan One day Service, Quick Wins Service, Weekend Service, Non stop Service, dan One line Service. Saran dari penelitian ini kepada pemerintah agar selalu melakukan ceck and balance pada kantor kantor pertanahan mengenai pelayanan, kepada kantor pertanahan agar lebih solid dan inovatif demi mewujudkan sistem pelayanan publik yang efektif dan efesian, dan masyarakat agar datang sendiri ke kantor pertanahan untuk melakukan pengurusan tanahnya sendiri, tanpa perantara atau calo. Kata Kunci: Sistem Administrasi pelayanan publik, Permohonan hak atas tanah, Kantor pertanahan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Sudiarto, Bambang. "SUBYEK HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UUPA." Al-Qisth Law Review 5, no. 1 (August 28, 2021): 1. http://dx.doi.org/10.24853/al-qisth.5.1.1-43.

Full text
Abstract:
Sejak diundangkan dan diberlakukan UUPA pada tahun 1960, di dalam pertanahan berlaku kaiadah-kaidah hukium ditetapkan di dalamnya. Di antaranya kaidah-kaidah hukum dalam Pasal 21 UUPA, mengamanatkan (1) hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hak milik. (2) oleh Pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya.Tampak jelas dalam kaidah-kaidah hukum pasal di atas, diketahui berdasarkan kaidah hukum dalam UUPA yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya Warganegara Indonesia saja. Meski begitu UUPA memberi kewenangan kepada Pemerintah untuk menetapkan badan-badan- hukum yang dapat memiliki hak milik atas tanah, terbatas pada badan-badan hukum dengan bidang usaha sosial dan keagamaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Wahyono, Eko Budi. "PEMIKIRAN PENGEMBANGAN SKKNI – IG UNTUK SURVEYOR KADASTER." Seminar Nasional Geomatika 2 (February 9, 2018): 419. http://dx.doi.org/10.24895/sng.2017.2-0.437.

Full text
Abstract:
<p>Tugas seorang Surveyor Kadaster tidak hanya sebatas melaksanakan survei dan pemetaan batas bidang tanah saja, melainkan juga harus memahami aspek hukum pertanahan dan tata laksana pendaftaran tanah. Maka penulisan makalah ini bertujuan untuk mengembangkan dan memperluas Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Bidang Informasi Geospasial (SKKNI-IG) untuk Asisten Surveyor Kadaster dan Surveyor Kadaster. Makalah ini akan mengkomparasikan SKKNI – IG yang terdapat dalam konsensus KKNI bidang IG 2017 dengan Peraturan Menteri Negara Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2017 tentang Perubahan Peraturan Menteri Negara Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 33 Tahun 2016 Tentang Surveyor Kadaster Berlisensi. Serta perubahan dan penambahan SKKNI khususnya untuk kompetensi Asisten Surveyor Kadaster dan Surveyor Kadaster. Dari hasil komparasi didapatkan: kualifikasi kerja yang diharapkan dari SKKNI – IG seorang surveyor kadaster masih belum memenuhi kebutuhan dari kualifikasi kerja yang diharapkan oleh Peraturan Menteri Negara Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 2017. Kualifikasi kerja yang belum ada: Metode pengukuran dan pemetaan bidang tanah non-terestris, bidang hukum agrarian/pertanahan dan bidang tata laksana pendaftaran tanah materi survei, pengukuran dan pemetaan pertanahan.<strong></strong></p><p><strong>Kata kunci</strong>: Pengembangan, SKKNI, Surveyor Kadaster</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Mudjiono, Mudjiono. "Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan di Indonesia Melalui Revitalisasi Fungsi Badan Peradilan." Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 14, no. 3 (July 27, 2007): 458–73. http://dx.doi.org/10.20885/iustum.vol14.iss3.art6.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Habiba, Diyah Retno. "Perolehan Hak Milik Yang Berasal Dari Perjanjian Pengikatan Jual Beli (Ppjb) Terhadap Bangunan Yang Berdiri Di Atas Tanah Negara Bekas Hak Eigendom." Notaire 3, no. 3 (October 28, 2020): 327. http://dx.doi.org/10.20473/ntr.v3i3.22831.

Full text
Abstract:
Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, sistem pertanahan di Indonesia masih menganut pada hukum adat dan hukum barat. Salah satunya hak eigendom yang setelah berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, hak eigendom ini sudah tidak berlaku lagi dan harus dikonversi sesuai dengan Ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode normatif dengan melalui pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual. Dalam penelitian ini, diketahui bahwa jual beli tanah menimbulkan perbuatan hukum pemindahan hak yang menganut asas tunai, riil dan terang. Selain itu, terdapat syarat sahnya jual beli yang harus dipenuhi guna menghasilkan akta jual beli sebagai alat bukti tertulis yang bersifat akta otentik. Mengenai prosedur perolehan hak milik atas tanah negara sudah tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan yang diajukan secara tertulis kepada Menteri melalui Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Dita, Anin. "Pengaturan Penerimaan Negara Bukan Pajak Sebagai Wadah Perlindungan Hukum Keuangan Negara." Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum 1, no. 1 (February 1, 2019): 19–35. http://dx.doi.org/10.37631/widyapranata.v1i1.254.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana regulasi penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Penelitian ini mengambil sumber data menggunakan hukum normatif, yang diteliti adalah bahan pustaka atau data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Metode penelitian ini akan mengkaji pokok permasalahan melalui pendekatan yuridis-normatif yang tertera dalam beberapa peraturan perundang-undangan terutama Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2015 Tentang Jenis Dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara BukanPajak Yang Berlaku Pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Penelitian ini mempergunakan salah satunya dengan pendekatan perundang-undangan. Karena yang akan diteliti adalah perlindungan hukum keuangan negara dalam sektor penerimaan negara bukan pajak.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

D N M Sahari, Deselfia. "ESENSI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITASI DALAM PENDAFTARAN TANAH DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA." Al-Ishlah : Jurnal Ilmiah Hukum 21, no. 1 (May 1, 2018): 1–10. http://dx.doi.org/10.33096/aijih.v20i1.12.

Full text
Abstract:
The essence of transparency and accountability in land registration within the legal system in Indonesia has not been realized properly. Due to the weakness of the guarantee of legal certainty and legal protection from the government. In addition, the publication system of land registration adopted is negative with a positive tendency, not applied in Article 32 paragraph (2) of Government Regulation Number 24 Year 1997 regarding expiration to file a five-year lawsuit there is a synchronization / non-harmonization concerning land authority between local government Article 14 paragraph (2 ) Letter k of Law Number 23 Year 2014 regarding Regional Government and Authority of National Land Agency (Regulation of Head of National Land Agency No.2 Year 2013 regarding Abundance of Land Rights and Land Registration Authority) and regulation of grace period of entitlement right. AbstrakEsensi transparansi dan akuntabilitas dalam pendaftaran tanah dalam sistem hukum di Indonesia belum terealisasi dengan baik. Karena lemahnya jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum dari pemerintah. Selain itu, sistem publikasi pendaftaran tanah yang diadopsi negatif dengan kecenderungan positif, tidak diterapkan dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang berakhirnya pengajuan gugatan lima tahun ada sinkronisasi / non-harmonisasi tentang kewenangan pertanahan antar pemerintah daerah Pasal 14 ayat (2) Huruf k Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Kewenangan Badan Pertanahan Nasional (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 Tahun 2013 tentang Kelimpahan Hak atas Tanah dan Pendaftaran Tanah Otoritas) dan peraturan masa tenggang hak cipta. Kata kunci: Transparansi; Akuntabilitas; Pendaftaran Tanah; Sistem Hukum;
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

D N M Sahari, Deselfia. "ESENSI TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITASI DALAM PENDAFTARAN TANAH DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA." Al-Ishlah : Jurnal Ilmiah Hukum 21, no. 1 (May 1, 2018): 1–10. http://dx.doi.org/10.33096/aijih.v21i1.12.

Full text
Abstract:
The essence of transparency and accountability in land registration within the legal system in Indonesia has not been realized properly. Due to the weakness of the guarantee of legal certainty and legal protection from the government. In addition, the publication system of land registration adopted is negative with a positive tendency, not applied in Article 32 paragraph (2) of Government Regulation Number 24 Year 1997 regarding expiration to file a five-year lawsuit there is a synchronization / non-harmonization concerning land authority between local government Article 14 paragraph (2 ) Letter k of Law Number 23 Year 2014 regarding Regional Government and Authority of National Land Agency (Regulation of Head of National Land Agency No.2 Year 2013 regarding Abundance of Land Rights and Land Registration Authority) and regulation of grace period of entitlement right. AbstrakEsensi transparansi dan akuntabilitas dalam pendaftaran tanah dalam sistem hukum di Indonesia belum terealisasi dengan baik. Karena lemahnya jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum dari pemerintah. Selain itu, sistem publikasi pendaftaran tanah yang diadopsi negatif dengan kecenderungan positif, tidak diterapkan dalam Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang berakhirnya pengajuan gugatan lima tahun ada sinkronisasi / non-harmonisasi tentang kewenangan pertanahan antar pemerintah daerah Pasal 14 ayat (2) Huruf k Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Kewenangan Badan Pertanahan Nasional (Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 Tahun 2013 tentang Kelimpahan Hak atas Tanah dan Pendaftaran Tanah Otoritas) dan peraturan masa tenggang hak cipta. Kata kunci: Transparansi; Akuntabilitas; Pendaftaran Tanah; Sistem Hukum;
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Arnowo, Hadi. "Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik Di Bidang Pertanahan Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap." Jurnal Administrasi Publik 15, no. 2 (December 20, 2019): 148–59. http://dx.doi.org/10.52316/jap.v15i2.30.

Full text
Abstract:
Perkembangan kehidupan masyaakat di Indonesia mengarah pada demokratisasi dalam berbagai tatanan sosial kemasyarakatan. Pada era reformasi, harapan masyarakat semakin tinggi untuk memperoleh pelayanan yang baik dari pemerintah. Hal tersebut menunjukkan perlunya penerapan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik di setiap sektor pembangunan. Sektor pertanahan sangat diperlukan oleh masyarakat sebagai modal utama baik untuk beraktivitas maupun untuk tempat bermukim. Persoalan pertanahan sangat kompleks dan memerlukan pendekatan penyelesaian yang bersifat komprehensif. Penyelesaian masalah pertanahan harus didasari dari adanya kepastian hukum hak atas tanah baik yang dimiliki masyarakat maupun badan hukum. Konsep penyelenggaraan negara memuat salah satu azas yaitu kepastian hukum sehingga penyelesaian masalah pertanahan merupakan bentuk perwujudan asas kepastian hukum. Salah satu upaya mewujudkan kepastian hukum di bidang pertanahan adalah kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Kegiatan PTSL dilaksanakan untuk seluruh desa dan kelurahan yang meliputi semua bidang tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia.. Pelaksanaan kegiatan PTSL juga melibatkan seluruh unsur yang terkait sehingga data yang diperoleh berdasarkan fakta di lapangan. Masalah yang diangkat adalah bagaimana penerapan asas pemerintahan yang baik di dalam kegiatan PTSL. Pembahasan masalah berupa penelaahan peraturan yang berlaku dan deskripsi empiris. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui bentuk implementasi tata pemerintahan yang baik di dalam kegiatan PTSL.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Samsaimun, Samsaimun. "STATUS HAK ATAS TANAH BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH YANG BERALIH KEWARGANEGARAAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA." Jurnal Jatiswara 34, no. 1 (March 30, 2019): 26. http://dx.doi.org/10.29303/jatiswara.v34i1.195.

Full text
Abstract:
Akibat adanya ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA, maka WNI yang telah beralih kewarganegaraan wajib melepaskan haknya selama kurun waktu 1 tahun. Oleh sebab itu, perlu dirumuskan beberapa permasalahan diantaranya : bagaimanakah status hak atas tanah bagi pemegang hak atas tanah yang beralih kewarganegaraan, bagaimanakah mekanisme penyelesaian hukum bagi pemegang hak atas tanah yang beralih kewarganegaraan dan bagaimanakah kebijakan hukum secara imperatif yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian normatif. Salah satu asas yang melekat dalam perolehan hak atas tanah terutama hak milik atas tanah adalah asas nasionalitas yang dirumuskan dalam Pasal 21 ayat (3) UUPA. Oleh sebab itu, salah satu cara yang dapat dilakukan WNI yang telah berpindah kewarganegaraannya untuk tetap memperoleh hak atas tanahnya adalah dengan melakukan mekanisme hukum yang disebut kuasa menjual. Sementara itu, kebijakan hukum secara imperatif yang ditetapkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia bagi Warga Negara Indonesia yang telah pindah kewarganegaraan menjadi WNA dan tanahnya telah menjadi penguasaan negara sebagaimana akibat dari ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA adalah dengan mengajukan permohonan hak milik atas tanah negara yang dapat dimohonkan oleh keluarga yang bersangkutan. Oleh sebab itu, penulis berkesimpulan bahwa pada dasarnya WNA maupun WNI yang telah berpindah kewarganegaraan sama-sama diperlakukan sama sebagaimana ketentuan Pasal 21 ayat (3) UUPA sehingga untuk mempertahankan hak-haknya tersebut dapat melalui beberapa mekanisme yakni dengan melakukan mekanisme kuasa menjual maupun permohonan hak milik atas tanah Negara. Dalam hal ini penulis menyarankan bahwa perlu adanya koordinasi antara instansi kependudukan, keimigrasian dan Badan Pertanahan Nasional dalam hal memberikan informasi terkait dengan status kewarganegaraan seseorang yang berimplikasi pada hak-hak warga Negara tersebut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Antasena, Nur Triaji. "PENERBITAN SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH PENGGANTI YANG HILANG OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL." Jurnal Hukum dan Kenotariatan 3, no. 2 (July 19, 2019): 303. http://dx.doi.org/10.33474/hukeno.v3i2.3377.

Full text
Abstract:
Hak Milik atas tanah sifatnya turun temurun, dan mempunyai sifat terkuat, namun bagaimana jika sertifikat yang kita miliki hilang, apakah hak kita juga akan hilang. Hal ini akan penulis bahas dalam bagaiman proses penerbitan sertipikat pengganti yang hilang oleh kantor Pertanahan Kabupaten Pasuruan dan Hambatan apa yang terjadi dalam pengurusan sertifikat pengganti tersebut. Hasil penelitian jika sertifikat yang kita miliki tersebut hilang dapat mengajukan permohonan penerbitan sertifikat pengganti oleh Kantor Pertanahan dengan prosedur dan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. Akan tetapi dalam penerbitan sertifikat pengganti banyak kendala yang di hadapi yaitu selain waktunya yang panjang juga keterbatasan suberdaya manusianya dari pihak kantor pertanahan Kabupaten Pasuruan dalam pendaftaran yang serba online yang baru diberlakukan di kantor pertanahan seluruh Indonesia. Jalan keluar adanya pemangkasan prosedur dalam penerbitannya sehingga tidak memerlukan waktu yang panjang dan tidak berbelit belit.Kata Kunci: penerbitan sertipikat pengganti, hilang Property rights over land are hereditary, and have the strongest nature, but what if the certificate we have is lost, will our rights be lost. This will be discussed by the writer in how the issuance process of the lost certificate by the Pasuruan Regency Land Office and the obstacles that occur in arranging the replacement certificate. The results of the study if the certificate that we have is lost can submit a request for the issuance of a replacement certificate by the Land Office with the procedures and terms set by the legislation. However, in the issuance of substitute certificates there are many obstacles faced, namely in addition to the long time also the limitations of human resources from the land office of Pasuruan Regency in the all-online registration that was only implemented in the land offices throughout Indonesia. The way out is the pruning of procedures in publishing so that it does not require a long time and is not complicated.Keywords: issuance of substitute certificate, lost
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Zainuddin, Zainuddin, and Zaki Ulya. "DOMEIN VERKLARING DALAM PENDAYAGUNAAN TANAH DI ACEH." Jurnal Hukum Samudra Keadilan 13, no. 1 (August 1, 2018): 139–52. http://dx.doi.org/10.33059/jhsk.v13i1.699.

Full text
Abstract:
Pengaturan mengenai domein verklaring (hak menguasai negara) diatur dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD Tahun 1945 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Undang-undang ini merupakan sebuah reformasi hukum dalam bidang agraria. permasalahan tanah terlantar merupakan permasalahan yang marak terjadi di Indonesia, termasuk di Aceh. Prihal yang menarik dikaji dalam hal hak menguasai negara dibidang pertanahan khusus di Aceh adalah masih berlakunya tiga sistem hukum yang berbeda di Aceh serta munculnya kelembagaan Badan Pertanahan Aceh dan Baitul Mal yang memiliki wewenang untuk mengelola dan mendayagunakan hak atas tanah tersebut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Sukarman, Hendra. "KERANGKA HUKUM NEGARA DALAM MENGATUR AGRARIA DAN KEHUTANAN INDONESIA." Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 3, no. 2 (September 1, 2015): 202. http://dx.doi.org/10.25157/jigj.v3i2.419.

Full text
Abstract:
Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, populasi keseluruhannya terbesar dan luas tanah kira-kira enam kali ukuran Inggris. Tanah dan semua sumber daya alam secara hukum dikuasai oleh negara. Selama dua dekade terakhir, sistem dual administrasi tanah telah muncul dimana sekitar 39% dari lahan berada dalam yurisdiksi Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan 61% dikelola oleh Departemen Kehutanan (Dephut). Menyadari konflik yang luas atas tanah di dalam area hutan dan implikasi untuk keamanan pangan, makalah ini mengeksplorasi asal-usul dualitas ini dan tantangan apakah ada dasar hukum untuk Departemen Kehutanan untuk mengelola lahan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Hairan, Hairan, and Rahmat Datau. "KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERTANAHAN DI INDONESIA." Gorontalo Law Review 3, no. 1 (April 30, 2020): 17. http://dx.doi.org/10.32662/golrev.v3i1.907.

Full text
Abstract:
Kebijakan pemerintah kita dalam membuat aturan hukum yang didalamnya memasukkan sanksi pidana, seperti penyerobotan atas tanah yang diatur dalam KUHP masih terlalu sempit, khususnya pada penyerobotan. Lemahnya perlindungan hukum bagi pemilik tanah baik yang diakui berdasarkan hukum nasional berupa bukti surat-surat sampai pada seripikat hak atas tanah, termasuk pengakuan terhadap tanah adat. Sehingga konsep perbuatan pidana ”menduduki” atas lahan atau tanah yang kepemilikannya oleh masyarakat atau orang perseorangan belum diatur, karena penyerobotan difokuskan pada memasuki pekarangan. Istilah menduduki ini dianggap lebih tepat, karena tanah tersebut luas dan bukan dalam sekedar pekarangan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 167 KUHP tentang penyerobotan tanah. Sedangkan Pasal 263, 264, 266, KUHP yang berhubungan dengan pemalsuan surat-surat hak atas tanah, demikian juga pasal 385 KUHP yang mengandung unsur penggelapan atas benda tak bergerak. Formulasi seharusnya mampu memberikan perlindungan hukum terhadap tanah bukan hanya dimiliki perorangan, badan hukum, melainkan juga tanah adat atau hak ulayat sepanjang hukumnya atau masyarakatnya masih memegang teguh hukum adat yang berlaku di lingkungannya. Tentunya hal ini didorongkan dari adanya amanat yang terdapat pada pasal 18 huruf B Undang-Undang Dasar 1945.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Hisbullah, Rakhmat Wiwin, Farida Patittingi, and Muhammad Ilham Arisaputra. "Asas Publisitas Pada Pelaksanaan Program Nasional Agraria dalam Rangka Mewujudkan Efektivitas Pelayanan Publik." Al-Azhar Islamic Law Review 1, no. 1 (January 30, 2019): 48–63. http://dx.doi.org/10.37146/.v1i1.8.

Full text
Abstract:
Program Nasional Agraria (PRONA) adalah rangkaian kegiatan pensertipikatan tanah secara masal, pada suatu wilayah administrasi desa/kelurahan atau sebutan lain atau bagian-bagiannya. Saat ini, pelaksanaan PRONA di Indonesia dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2015 tentang Program Nasional Agraria. Pelaksanaan PRONA merupakan tanggung jawab Negara sehingga untuk pelaksanaannya dibebankan kepada Aparatur Sipil Negara yang bekerja di Kantor Pertanahan kabupaten/kota. Dengan demikian, pelaksanaan PRONA erat pula kaitannya dengan tindakan pemerintahan. Selain berkaitan dengan tindakan pemerintahan, PRONA berkaitan pula dengan pelayanan publik. Untuk itu, maka perlu untuk memperhatikan asas-asas dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah, administrasi pemerintahan dan pelayanan publik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Mukmin, Abdul. "KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM ERA REFORMASI." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 2, no. 2 (February 4, 2020): 131. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v2i2.106.

Full text
Abstract:
Berbicara persoalan penegak hukum adat Indonesia, memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat. Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum positif, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah undang-undang di bidang pertanahan (UU No. 5 th 1960) yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Mukmin, Abdul. "KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM ERA REFORMASI." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 2, no. 2 (February 4, 2020): 131. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v2i2.107.

Full text
Abstract:
Berbicara persoalan penegak hukum adat Indonesia, memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat. Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum positif, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah undang-undang di bidang pertanahan (UU No. 5 th 1960) yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Mukmin, Abdul. "KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM ERA REFORMASI." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 2, no. 2 (October 19, 2017): 28. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v2i2.197.

Full text
Abstract:
Berbicara persoalan penegak hukum adat Indonesia, memang sangat prinsipil karena adat merupakan salah satu cermin bagi bangsa, adat merupakan identitas bagi bangsa, dan identitas bagi tiap daerah. Dalam kerangka pelaksanaan Hukum Tanah Nasional dan dikarenakan tuntutan masyarakat adat maka pada tanggal 24 Juni 1999, telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, peraturan ini dimaksudkan untuk menyediakan pedoman dalam pengaturan dan pengambilan kebijaksanaan operasional bidang pertanahan serta langkah-langkah penyelesaian masalah yang menyangkut tanah ulayat. Indonesia merupakan negara yang menganut pluralitas di bidang hukum, di mana diakui keberadaan hukum positif, hukum agama dan hukum adat. Dalam prakteknya (deskritif) sebagian masyarakat masih menggunakan hukum adat untuk mengelola ketertiban di lingkungannya. Di tinjau secara preskripsi (dimana hukum adat dijadikan landasan dalam menetapkan keputusan atau peraturan perundangan), secara resmi, diakui keberadaaanya namun dibatasi dalam peranannya. Beberapa contoh terkait adalah undang-undang di bidang pertanahan (UU No. 5 th 1960) yang mengakui keberadaan hukum adat dalam kepemilikan tanah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Wicaksono, Dian Agung, Ananda Prima Yurista, and Almonika Cindy Fatika Sari. "MENDUDUKKAN KASULTANAN DAN KADIPATEN SEBAGAI SUBYEK HAK MILIK ATAS TANAH KASULTANAN DAN TANAH KADIPATEN DALAM KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA." Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 8, no. 3 (December 11, 2019): 311. http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v8i3.342.

Full text
Abstract:
<div class="page" title="Page 1"><div class="section"><div class="layoutArea"><div class="column"><p><span>Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (UU KDIY) menetapkan </span><span>Kasultanan dan Kadipaten sebagai badan hukum pemegang hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. Penetapan </span><span>tersebut menjadi diskursus dalam konteks hukum pertanahan di Indonesia, karena badan hukum yang diperkenankan menjadi pemegang hak milik atas tanah secara definitif disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah (PP 38/1963). Pengaturan dalam </span><span>PP </span><span>a quo </span><span>menimbulkan persepsi seolah-olah Kasultanan dan Kadipaten tidak dapat menjadi pemegang hak milik atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. Penelitian ini mencoba melihat dari perspektif kajian hukum pemerintahan daerah dan </span><span>hukum agraria dalam kerangka menjernihkan kedudukan hukum Kasultanan dan Kadipaten sebagai pemegang hak milik </span><span>atas tanah Kasultanan dan tanah Kadipaten. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menganalisis data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan pustaka yang terkait dengan keistimewaan Yogyakarta dan hukum pertanahan di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Kasultanan dan Kadipaten merupakan salah satu badan hukum khusus yang terlepas dari ketentuan-ketentuan yang melekat bagi badan hukum publik atau privat </span><span>secara </span><span>an sich</span><span>.</span></p></div></div></div></div>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Mukmin, Abdul. "KAJIAN HUKUM TERHADAP CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) SEMENTARA DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 4, no. 1 (October 17, 2017): 50. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v4i1.163.

Full text
Abstract:
Keberadaan PPAT Sementara sangatlah dibutuhkan, terutama di daerah-daerah terpencil yang jauh dari kota diangkat KepalaDesa/Lurah sebagai PPAT Sementara (Pasal 18 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia nomor 1 Tahun 2006 Tentang Aturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dengan pertimbangan bahwa Kepala Desa/lurah tersebut dianggap mengetahui benar daerah tempat ia menjabat sehingga mempermudah dalam hal kegiatan pembuatan surat keterangan yang menyatakan penguasaan tanah oleh masyarakat. Keberadaan PPAT Sementara di daerah-daerah terpencil bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam hal pembuatan Akta Peralihan Hak atas tanah-tanah mereka, menghemat energi dengan tidak harus pergi ke kota serta juga menghemat biaya, dimana sudah barang tentu biaya yang dikeluarkan lebih kecil ketika mereka harus mengurus akta dengan Camat atau Kepala Desa sebagai PPAT Sementara dari pada dengan PPAT/Notaris. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 12 XVII – PPAT 2008 Tentang Formasi PPAT bahwa formasi PPAT untuk wilayah kota Samarinda adalah sebanyak 75 (tujuh puluh lima) dan jumlah PPAT di kota Samarinda saat ini adalah sebanyak 43 (empat puluh tiga), ini berarti bahwa keberadaan PPAT untuk saat ini di kota Samarinda belum memenuhi formasi yang ada, dimana masih ada 32 formasi lagi untuk PPAT dan PPAT Sementara.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Daldiani, Aniza Dessy. "Kepastian Hukum Hak Komunal Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016 ditinjau dari Hukum Pertanahan Indonesia." Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam 21, no. 1 (May 31, 2018): 28–44. http://dx.doi.org/10.15642/alqanun.2018.21.1.28-44.

Full text
Abstract:
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh pengakuan hak ulayat dalam Pasal 3 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Tujuan dari tulisan ini adalah mengetahui kepastian hukum hak komunal berdasarkan Peraturan Menteri ATR/Kepala BPNRI No. 10 Tahun 2016 yang ditinjau dari hukum pertanahan Indonesia. Kesimpulan dari tulisan ini adalah bahwa tidak terdapat kepastian hukum bagi masyarakat hukum adat dan masyarakat yang berada dalam kawasan tertentu yaitu kawasan hutan atau perkebunan yang akan mengajukan hak komunal atas tanah. PMATR/KBPN No. 10/2016 tidak memiliki tempat bergantung, dikarenakan hak komunal atas tanah yang diatur oleh PMATR/KBPN No. 10/2016 tidak sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) huruf h UUPA, dimana UUPA sebagai dasar hukum ditetapkannya PMATR/KBPN No. 10/2016, selain itu pelaksanaan pendaftaran hak komunal atas tanah juga tidak sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) PP No. 24/1997. Tidak adanya tempat bergantung PMATR/KBPN No. 10/2016 sebagaimana teori Hans Kelsen mengenai jenjang norma hukum (stufentheorie) dan Teori Adolf Merkl mengenai norma hukum selalu mempunyai dua wajah (das Doppelte Rechstanilitz).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Maileni, Dwi Afni. "KEPASTIAN HUKUM TERHADAP HAK MILIK DIATAS HAK PENGELOLAAN DIKOTA BATAM." DE'RECHTSSTAAT 5, no. 1 (May 15, 2019): 33. http://dx.doi.org/10.30997/jhd.v5i1.1729.

Full text
Abstract:
Hak Pengelolaan yang diberikan kepada BP Batam secara parsial diberikan Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, namun prosesnya tetap melakukan pendaftaran tanah di kantor Badan Pertanahan Kota Batam. Dengan pengaturan tersebut terdapat perbedaan dalam prosedur kepengurusan status Hak atas Tanah di Kota Batam dengan kota lainnya. Jika di kota lain di Indonesia melalui alas hak adat proses untuk memperoleh sertifikat dapat dilakukan langsung ke Badan Pertanahan Nasional, tidak demikian dengan di Kota Batam, dimana proses pendaftaran tanah harus dilakukan terlebih dahulu dengan proses permohonan tanah, dikarenakan kekhususan Kota Batam yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973 tersebut yang menyatakan bahwa seluruh tanah yang berada di Kota Batam adalah berbentuk Hak Pengelolaan. Mengenai sertipikat Hak Milik di Kota Batam, apabila ditinjau dari peraturannya memang tidak ada Hak atas Tanah berupa Hak Milik diatas Hak Pengelolaan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 menyatakan bahwa di atas tanah Hak Pengelolaan dapat diberikan atau dibebankan dengan hak-hak atas tanah yaitu Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Status kepemilikan Hak Milik diatas Hak Pengelolaan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

S.H, Yatini,. "PELAKSANAAN SERTIFIKASI TANAH WAKAF DI KALIMANTAN TIMUR." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 4, no. 2 (October 18, 2017): 126. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v4i2.184.

Full text
Abstract:
Telah dilakukan penelitian tentang Pelaksanaan Sertifikasi Tanah wakaf di Kalimantan Timur, setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan secara detail dari pelaksanaan sertifikasi tanah wakaf di Kalimantan Timur, juga menjelaskan tentang kendala-kendala yang menjadi hambatan pelaksanaan sertifikasi tanah wakaf serta upaya-upaya yang dilakukan dalam menghadapi hambatan-hambatan pelaksanaan sertifikasi tanah wakaf. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, dengan metode penelitian lapangan dalam pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi. Subyek penelitian meliputi Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Timur, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Samarinda, Kepala Kantor Pertanahan Kota Samarinda, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Balikpapan, Kepala Kantor Pertanahan Kota Balikpapan, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kutai Kartanegara, Kepala Kantor Badan Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara. Setelah pengolahan data maka hasil analisa menunjukkan bahwa jumlah tanah wakaf yang terdaftar di Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Timur sejumlah 1676, yang sudah bersertifikat sejumlah 899 dan yang belum bersertifikat sejumlah 777, yang menandakan bahwa pelaksanaan sertifikasi tanah wakaf di Kalimantan Timur belum maksimal karena tanah wakaf yang terdaftar di Kementerian Agama belum kesemuanya bersertifikat. Kendala-kendala dalam pelaksanaan sertifikasi tanah wakaf di Kalimantan Timur adalah pada proses sertifikasi di Kantor Pertanahan, belum efektifnya Surat Keputusan Bersama Menag. RI dan KBPN No. 422/2004 dan No. 3/SKB/BPN/2004 tanggal 19 Oktober 2004, biaya sertifikasi tanah wakaf yang diberikan oleh pemerintah masih terbatas, kurangnya pemahaman masyarakat terhadap wakaf, pengelolaan Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang belum maksimal. Upaya-upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan kendala-kendala sertifikasi tanah wakaf, adalah dengan menjalin pendekatan emosional dengan pihak Kantor Pertanahan, mengalokasikan anggaran untuk sertifikasi tanah wakaf, mengefektifkan peranan nadzir dalam pengelolaan wakaf, menumbuhkan wakaf produktif.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Pardede, Marulak. "Hak Menguasai Negara Dalam Jaminan Kepastian Hukum Kepemilikan Hak Atas Tanah dan Peruntukannya." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 19, no. 4 (December 9, 2019): 405. http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2019.v19.405-420.

Full text
Abstract:
Pesatnya laju pembangunan, terutama bila dikaitkan dengan arus globalisasi dewasa ini, masalah pertanahan diyakini akan semakin berkembang pesat pula, karena tidak lagi sekedar masalah sesederhana yang diperkirakan, akan tetapi lebih jauh dari itu akan mempunyai kandungan politis, yuridis, terutama nilai ekonomis. Akhir- akhir ini, Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu negara dengan perekonomian yang berkembang, keadaan ini tentu akan membuat para pengusaha melirik Indonesia sebagai tempat untuk membuka berbagai usaha. Mengingat sangat pentingannya kegunaan tanah bagi orang atau badan hokum, menimbulkan pertanyaan : bagaimanakah aspek hukum jaminan kepastian hukum atas kepemilikan tanah dan peruntukannya di Indonesia? Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif; Alat Penelitian yang dipergunakan adalah Studi kepustakaan/Library Studies, dan Studi Dokumen dari bahan primer dan sekunder, dan dengan menggunakan metode analisis data kualitatif, dapat dikemukakan bahwa: Masalah pertanahan mengungkapkan bahwa timbulnya berbagai persoalan tanah antara lain bepangkal pada adanya karancuan dalam pengaturan dan adanya kelemahan dalam melakukan implementasi berbagai ketentuan dalam praktek. Masalah hukum jaminan kepatian hukum atas kepemilikan hak atas Tanah di Indonesia, adalah persoalan hukum yang sangat penting, yang diyakini dapat memicu berbagai masalah, jika pemerintah tidak tanggap menyelesaikannya
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Agripina, Agripina, and Hanafi Tanawijaya. "PENERAPAN FUNGSI SOSIAL ATAS TANAH DALAM PENETAPAN TANAH TERLANTAR OLEH BADAN PERTANAHAN NASIONAL (STUDI TERHADAP: KEPUTUSAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NO: 14/PTT-HGB/BPN RI/2014)." Jurnal Hukum Adigama 2, no. 1 (July 22, 2019): 174. http://dx.doi.org/10.24912/adigama.v2i1.5237.

Full text
Abstract:
Land is a gift fr0m G0d that must be used t0 fulfill human needs. H0wever there are lands that have been aband0ned by the land right holder for years. Aband0nment of land has been c0mm0nly f0und in many rural areas in Ind0nesia. Aband0ned land is regulated in G0vernment Regulati0n Number 11 Year 2010 0n Disciplining and Emp0werment 0f Aband0ned Land. The land right h0lder is basically prohibited from abandoning the land. However, in case that the right h0lder left the land unused, n0t utilized in acc0rdance with the circumstances 0r the purp0se of granting the rights, it leads t0 legal c0nsequences such as the ab0liti0n of the land rights c0ncerned and the terminati0n 0f legal relati0ns and affirmed as land directly controlled by the state. Acc0rding to Article 6 Act No. 5 Of 1960 C0ncerning Basic Regulati0ns 0n Agrarian Principles, all rights 0n land have a s0cial function. The State can all0cate the aband0ned land f0r public interest c0nsidering land has n0t 0nly ec0nomic values, but als0 s0cial values.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Kartika Dewi, Maria Seraphine. "Pengaturan Kewenangan Kementerian Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Dalam Mekanisme Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah." Acta Comitas 3, no. 2 (October 2, 2018): 314. http://dx.doi.org/10.24843/ac.2018.v03.i02.p08.

Full text
Abstract:
In the provisions of Article 11 paragraph (4) PERMEN Agraria 11/2016 hasn’t clearly set about disputes and conflicts that aren’t the authority of the ministry and become the authority of other agencies. Based on the obscure norm, the problem is formulated: (1) How’s the regulation’s scope of the Ministry of Agrarian in the settlement of land rights disputes in Article 11 paragraph (4) PERMEN Agraria 11/2016?? and (2) how’s the effect of obscure norms of Article 11 paragraph (4) on dispute settlement which isn’t the authority of the ministry?. Used normative legal research, with the approach of legislation and conceptual approach. Legal material sourced from primary, secondary and tertiary law materials. Legal material is collected by snowball system techniques and analyzing legal materials using descriptive techniques and interpretation techniques. The results of this research: (1) Disputes and conflicts that aren’t the authority of ministries are disputes and conflicts already in the realm of criminal law and other institutions which is meant by the judiciary, the Indonesian police, the judiciary of Indonesia, and the law enforcement agencies that relevant; and (2) due to the obscure norms of Article 11 paragraph (4) there’ll be a change of legal relationship, so the legal basis of the settlement mechanism isn’t based on this rule, but the Penal Code.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Gita, Ketut Nurcahya, and I. Made Udiana. "Kepastian Hukum Dalam Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan." Acta Comitas 6, no. 02 (June 29, 2021): 275. http://dx.doi.org/10.24843/ac.2021.v06.i02.p05.

Full text
Abstract:
Abstract The purpose of this writing is to find out about legal certainty and comparison of power of attorney to impose mortgage rights stipulated in the Notary Position Law No.2 of 2014 with the form stipulated by the Head of Land Agency Regulation No.8 of 2012. This research uses normative legal research methods. The results of this study show that the comparison of authentic deeds according to the Law of Notary Position No.2 of 2014 and the Regulation of the Head of the Land Agency No.8 of 2012 regarding the creation of a power of attorney to impose mortgage rights made before a notary there are differences in the head and end of the deed. The form of power of attorney imposes a security right issued by the State Land Agency of the Republic of Indonesia which is different and not in accordance with the provisions stipulated in the Law of Notary Position No.2 of 2014. Second, the legal certainty of the power of attorney imposes a security right made by a Notary by following format of the Head of the Land Agency Regulation No.8 of 2012, the deed cannot provide legal certainty. The deed will be degraded into a letter under the hand, so that it cannot be used as a basis in making the deed of mortgage imposition, however, the Notary is given the right to add deficiencies to the blank so that it remains an authentic deed. Abstrak Tujuan penulisan ini untuk mengetahui mengenai kepastian hukum serta perbandingan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris No.2 Tahun 2014 dengan Blanko yang ditentukan Peraturan Kepala Badan Pertanahan No.8 Tahun 2012. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian ini menunjukan perbandingan akta autentik menurut Undang-Undang Jabatan Notaris No.2 Tahun 2014 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan No.8 Tahun 2012 dalam mengenai pembuatan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang dibuat dihadapan Notaris terdapat perbedaan pada kepala dan akhir akta. Blanko surat kuasa membebankan hak tanggungan yang diterbitkan Badan Pertanahan Negara-Republik Indonesia berbeda dan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris No.2 Tahun 2014. Kedua, kepastian hukum surat kuasa membebankan hak tanggungan yang dibuat oleh Notaris dengan mengikuti format Peraturan Kepala Badan Pertanahan No.8 Tahun 2012 maka akta tersebut tidak dapat memberikan kepastian hukum. Akta tersebut akan terdegradasi menjadi surat dibawahtangan, sehingga tidak bisa dijadikan dasar dalam pembuatan akta pembebanan hak tanggungan, akan tetapi Notaris diberikan hak untuk menambahkan kekurangan pada blangko tersebut agar tetap menjadi akta autentik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Dinarjito, Agung. "PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK : STUDY KASUS KANTOR PERTANAHAN WILAYAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA." JURNAL MANAJEMEN KEUANGAN PUBLIK 1, no. 1 (August 10, 2017): 57–69. http://dx.doi.org/10.31092/jmkp.v1i1.88.

Full text
Abstract:
Penerimaan Negara Bukan Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang saat ini keberadaannya menjadi semakin penting. Hal ini dikarenakan penerimaan perpajakan pada beberapa tahun terakhir tidak mencapai target. Oleh karena itu, sebagai salah satu sumber pendanaan bagi Kementerian/Lembaga, optimalisasi pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak mutlak diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah permasalahan pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang dilakukan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Pemilihan institusi tersebut dikarenakan layanan pertanahan merupakan layanan yang sangat penting bagi masyarakat dan jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Kementerian tersebut masuk dalam sepuluh terbesar di Indonesia. Penulis memilih Kantor perwakilan BPN di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai objek penelitiannya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan pendekatan hukum normatif- empiris. Hasil penelitian yang dilakukan adalah bahwa masih adda beberapa kelemahan dalam pengelolaan PNBP yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Provinsi Yogyakarta yang memerlukan perbaikan untuk mengoptimalkan penerimaan dan penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Wahyono, Eko Budi. "Implementasi Regulasi Tentang Surveyor Kadaster Berlisensi dalam Percepatan Pendaftaran Tanah di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Provinsi Sumatera Utara." BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan 3, no. 2 (August 19, 2018): 217. http://dx.doi.org/10.31292/jb.v3i2.125.

Full text
Abstract:
Abstract: This research aim to understand the implementation of the regulation of licensed cadaster surveyor in The Regional Office of National Land Agency of the North Sumatera Province on the acceleration of land registration. The research using qualitative method by describing the results of observation, interview and data of the implementation of accelerated land registration, specifically on the collectors of physical data (PULDASIK – Pengumpul Data Fisik) of the licensed cadastral surveyor, referring to the Regulation of The Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of National Land Agency Republic of Indonesia Nr. 33 year 2016 and the Regulation of The Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/Head of National Land Agency Nr. 11 year 2017. The results show that: the implementation of the regulation of Licensed Cadastral Surveyor has not been fully implemented, caused by the limitation of: the number of KJSKB and SKB; ASK graduated from D1 PPK-STPN prefer to do apprenticeship so they did not interested in joining KJSKB, and the limitation of financial capability of the KJSKB/SKB. The implementation of the regulation of Licensed Cadastral Surveyor also inhibited by the requirements mentioned on the regulation itself. Moreover, the competency and quality of the SKB is noticed as above the standard, and have unprofessional work ethic. It is recommended to increase the acceptance of Licensed Cadastral Surveyor, and those who already passed the test should forming KJSKB and improve their professionalism by acquiring certificate of competence when they follow the examination to obtain the license. Intisari: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi regulasi tentang Surveyor Kadaster Berlisensi di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Sumatera Utara dalam percepatan pendaftaran tanah. Metode penelitian menggunakan metode kualitatif dengan dideskriptifkan berdasarkan pengamatan, interview, dan data pelaksanaan percepatan pendaftaran tanah khusus pengumpul data fisik (PULDASIK) Surveyor Kadaster Berlisensi dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2016 dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017. Diperoleh hasil bahwa implementasi regulasi tentang Surveyor Kadaster Berlisensi belum dijalankan sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan jumlah KJSKB dan SKB, ASK lulusan D1 PPK-STPN lebih menyukai magang sehingga tidak mau bergabung dengan KJSKB dan keterbatasan modal keuangan yang dimiliki KJSKB/SKB. Pelaksanakan regulasi Surveyor Kadaster Berlisensi juga terhambat oleh persyaratan yang ada di dalam regulasi Surveyor Kadaster Berlisensi, kualitas kompetensi SKB rendah, serta sikap kerja tidak profesional. Maka untuk itu direkomendasikan meningkatkan jumlah penerimaan Surveyor Kadaster Berlisensi dan yang telah lulus ujian lisensi untuk segera membentuk KJSKB dan meningkatkan profesionalisme Surveyor Kadaster Berlisensi dengan melengkapi sertipikat kompetensi saat ujian memperoleh lisensi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Damanik, Siti Nurmawan, and Gusti Ayu Kade Komalasari. "Pengaturan Kepemilikan Satuan Rumah Susun Bagi Warga Negara Asing Menurut Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 29 Tahun 2016." Jurnal Ilmiah Raad Kertha 3, no. 1 (July 9, 2020): 88–104. http://dx.doi.org/10.47532/jirk.v3i1.170.

Full text
Abstract:
The need for homes for individuals, both for a residence and for a place ofbusiness, is the most felt need to be fulfilled. This need is not only for Indonesian Citizens(WNI) but also for the needs of Foreign Citizens (WNA) who are located or working oropening their business activities in IndonesiaIssues discussed are: legal arrangements regarding ownership of apartment units forforeign nationals in Indonesia and legal certainty for foreign nationals in possessingapartment units in Indonesia. Arrangements for foreigners to have flats in Indonesia, theGovernment issued Government Regulation Number 103 of 2015 concerning ForeignOwnership of Residential Houses or Resettlement in Indonesia and the implementingregulations, namely Regulation of the Minister of Agrarian Affairs and Spatial Planning/ Head of National Land Agency Number 13 of 2016. However, ATR Minister Regulation No. 13 of 2016 is considered to be less than optimal, so the Minister of Agrarian replacesthe Ministerial Regulation with Regulation of the Minister of Agrarian Number 29 of 2016which regulates the same thing. With the issuance of a Certificate of Property Rights inthe Flats, a legal certainty is guaranteed, which is one of the objectives of the constructionof flats. As a suggestion, it is necessary to make specific arrangements regardingownership of apartment units by foreigners, as far as providing benefits to the State andnation of Indonesia, bearing in mind that these regulations are still regulated in severalregulations, but there is no specific regulation concerning ownership of apartment unitsfor these foreign nationals. Indonesian citizens are more prudent in carrying out legalactions involving foreign citizens so as not to pose risks in the future.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Sulistyani, Aprin, Arief Syaifullah, and Mr Kusmiarto. "Penyajian Informasi Spasial Pertanahan Berbasis Bencana Tanah Longsor di Gedangsari, Gunungkidul." BHUMI: Jurnal Agraria dan Pertanahan 2, no. 2 (November 30, 2016): 239. http://dx.doi.org/10.31292/jb.v2i2.74.

Full text
Abstract:
Abstract : Indonesia is in the region with high potential threat of natural disasters. Landslides is the largest and most deadly threat in Indonesia (Gema BNPB 2015). Therefore, disaster risk reduction is needed to minimize the impact of disaster, by encouraging collection, management and access to the risk information using location-based database. To support these efforts, this research sought to describe the distribution of the level of threat, vulnerability, capacity and risk of landslides in the district of Gedangsari through decisive element of risk weighting, which are threats, vulnerabilities and capacities for 67 hamlets in study area. The result were presented as Threat Map, Vulnerability Map, Capacity Map and Landslide Risk Map. Furthermore, these maps were overlayed with Land Registry Map and Technique Base-Map. The results were analyzed using spatial and quantitative descriptive methods to provide land information-based landslides in Kecamatan Gedangsari. This information is useful to support the work of National Land Agency in providing safe land relocation near to the disaster site and to maintain Cadastral Control Points. Keywords : landslide, land relocation, contol pointsIntisari : Wilayah Indonesia berada pada potensi tinggi ancaman bencana alam. Bencana tanah longsor merupakan ancaman terbesar dan paling mematikan di Indonesia (Gema BNPB 2015). Oleh karena itu perlu upaya pengurangan risiko bencana untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan dengan mendorong pengumpulan, manajemen dan akses informasi risiko menggunakan dasar data berbasis lokasi. Dalam rangka mendukung upaya tersebut, penelitian ini mencoba menggambarkan sebaran tingkat ancaman, kerentanan, kapasitas dan risiko bencana tanah longsor di Kecamatan Gedangsari melalui pembobotan unsur penentu risiko yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas pada 67 dusun. Hasilnya, disajikan dalam bentuk Peta Ancaman, Peta Kerentanan, Peta Kapasitas dan Peta Risiko Bencana Tanah Longsor. Selanjutnya, peta-peta tersebut dipadukan dengan Peta Pendaftaran Tanah dan Peta Dasar Teknik. Hasil overlay kemudian dianalisis secara spasial dan deskriptif kuantitatif untuk menyajikan informasi pertanahan berbasis bencana tanah longsor di Kecamatan Gedangsari. Informasi tersebut bermanfaat dalam rangka melaksanakan fungsi Badan Pertanahan Nasional seperti kegiatan penyediaan tanah relokasi yang aman dan dekat dengan lokasi bencana dan pemeliharaan TDT. Kata Kunci : tanah longsor, relokasi tanah, TDT
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Darmawan, Alan. "ARENA SOSIAL, PETANI, DAN PERLUASAN KONFLIK PERTANAHAN DI SUMATERA UTARA." Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya 22, no. 2 (December 13, 2020): 245. http://dx.doi.org/10.25077/jantro.v22.n2.p245-255.2020.

Full text
Abstract:
This article deals with an agrarian dispute that has expanded from the ‘plantation belt’ to the swampy area on the East Coast of North Sumatra, which intertwined with a colonial legacy, environmental issue, Masyarakat Adat discourse, and recent political development. I conducted fieldwork in 2014 and periodic visits in 2015 to live among the community, observe, discuss, and document the events that occurred in the periods, and analyze them historically and also in the recent socio-political and economic context. Focussing on a community called Orang Paluh who are mostly the descendants of the ex-plantation labors in Percut residing on the marshland named Paluh Merbau, this research looks at their attempts in dealing with land grabbing, the change of land use, and in negotiating with the restriction in utilizing mangrove trees in their surroundings. In such a social arena of the dispute, Orang Paluh played multiple strategies against land grabbing through mass mobilization, legal dispute, political support from the local political elites, and an alliance with Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI), which holds a mandate as a regional branch of Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Hartono, Michael. "Kepastian Hukum Bagi Warga Negara Indonesia Dalam Pembuatan Surat Keterangan Waris." Jatiswara 34, no. 2 (July 31, 2019): 93. http://dx.doi.org/10.29303/jatiswara.v34i2.198.

Full text
Abstract:
Tesis ini dilatarbelakangi oleh ketidakpastian hukum bagi Warga Negara Indonesia dalam pembuatan Surat Keterangan Waris yang dasar hukumnya masih menerapkan konsep penggolongan penduduk. Tesis ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan metodek pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konsep (conceptual approach), dan pendekatan sejarah (historical approach). Bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh peneliti akan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif-analitis, yaitu mendeskripsikan atau menguraikan bahan hukum yang diperoleh, kemudian menggambarkan permasalahan hukum yang ada secara sistematis, sehingga dapat ditarik kesimpulan bagi pemecahan masalah dalam penelitian hukum ini.Semenjak diberlakukannya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang tidak lagi mengenal adanya penggolongan penduduk Indonesia, menurut hukum Pasal 111 Ayat (1) Huruf C Angka 4 Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah tidak berlaku lagi pada saat ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Zakiy, Muchamad Naufal, and Jaidun Jaidun. "KESIAPAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL KOTA SAMARINDA DALAM PENERBITAN SERTIFIKAT 1 (SATU) LEMBAR (MENURUT PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG / KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG /BENTUK DAN ISI SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH)." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 10, no. 2 (August 20, 2018): 144. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v10i2.354.

Full text
Abstract:
Human and land have a strong relations, very pure and undivided. It can be understood, because land is a home, provide food, birth place, buried place, and home of the ancestor. There are always a relations between human and land, society and a land. The constitution in 1945 article 33 clause 3 mention that earth, water and space with all its contents are controlled by nation and uses for public prosperity, that regulated in land laws are the gift of God almighty, based on rule right from the nation, so its become the government responsibility to perform land registration in all of territory of Republic Indonesia based on law number 5 year 1960 about basic rule of principles of agrarian that further mentioned in UUPA that individualistic, communal, religious, it aims to protect the land and manage the relation of land right through the certificate submission as a proof of land right for it owner. Article 4 clause 2 mention that certificate that mentioned in clause 1 is printed in one sheet based on information from physical and juridical data also equipped by owner’s photo. As one of society essential needs, land have an important roles in society lives. In the process of achieving the certificate, land registration process must be adjusted to law and technology development and society needs that regulated in Ministerial Regulation of Agrarian and Spatial / Head of National Land Agency number 7 year 2017 about shape and content of certificate of land right.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Zamil, Yusuf. "PEMBERIAN SERTIPIKAT TERHADAP PULAU-PULAU TERLUAR INDONESIA DALAM MENJAGA KEDAULATAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA." Padjadjaran Journal of International Law 1, no. 1 (January 12, 2017): 101–12. http://dx.doi.org/10.23920/pjil.v1i1.279.

Full text
Abstract:
AbstrakKementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) berencana mensertipikatkan pulau-pulau terluar di seluruh Indonesia. Dari pulau-pulau terluar tersebut sebagian merupakan pulau yang berpenghuni dan sebagian lainnya tidak berpenghuni. Tujuan pengsertipikatan pulau-pulau terluar tersebut adalah dalam menjaga kedaulatan negara dan agar status hukum dimata negara tetangga dan dunia Internasional menjadi jelas. Terhadap pulau-pulau yang tidak berpenghuni sebaiknya didaftar atas nama Republik Indonesia, sedangkan untuk pulau-pulau yang sudah berpenghuni sertipikat hak atas tanah akan diberikan kepada waga masyarakat yang tinggal di pulau tersebut sesuai dengan luasan tanah yang dimiliki masyarakat. Kebijakan pengelolaan pulau-pulau terluar Indonesia yang harus dilakukan adalah dengan adanya kegiatan aktivitas yang dilakukan oleh warga negara Indonesia dipulau-pulau tersebut termasuk membangun pangkalan-pangkalan militer sebagai alat untuk menjaga kedaulatan wilayah negara kesatuan Republik Indonesia. Kata Kunci: pendaftaran, pulau, terluar, kedaulatan negara AbstractThe Ministry of Agricultural and Spatial Planning/National Land Agency (BPN) plan to legalize outermost islands of Indonesia. These islands are partly inhabited islands and some are uninhabited. Certificating the outer-most islands is to maintain state sovereignty and legal status in the eyes of its neighbors country and the International community is clear. Against the islands are uninhabited should be registered in the name of the Republic of Indonesia, while the islands have been inhabited land rights certificates will be awarded to people living on the island in accordance with the area of land owned by the Indonesian citizen. Policy management of the outer islands of Indonesia with the activities carried out by Indonesian citizens islands including building military bases as a tool for maintaining the territorial sovereignty of the unitary Republic of Indonesia.Keywords: registration, the outermost islands, state sovereignty
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Mayasari, Ima. "EVALUASI KEBIJAKAN IZIN LOKASI DAN PERTIMBANGAN TEKNIS PERTANAHAN PASCA PENERAPAN ONLINE SINGLE SUBMISSION." Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 8, no. 3 (December 11, 2019): 403. http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v8i3.348.

Full text
Abstract:
<div class="page" title="Page 1"><div class="section"><div class="layoutArea"><div class="column"><p><span>Kebijakan izin lokasi dan pertimbangan teknis pertanahan pasca penerapan </span><span>Online Single Submission </span><span>(OSS), mengalami perubahan dalam tata kelola. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menerbitkan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2018 tentang Izin Lokasi dan Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pertimbangan Teknis Pertanahan. Penelitian ini terfokus pada evaluasi kebijakan izin lokasi dan pertimbangan teknis pertanahan pasca OSS baik </span><span>retrospective (ex post) </span><span>untuk melihat apa yang terjadi, dan apa</span><span>perbedaannya dengan pengaturan sebelumnya maupun </span><span>prospective (ex ante) </span><span>untuk melihat apa yang akan terjadi dan </span><span>apa yang seharusnya dilakukan. Metode penelitian menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dalam kewenangan pemberian izin lokasi, yang sebelumnya diterbitkan oleh Bupati/Walikota, Gubernur, dan Menteri sesuai dengan kewenangannya menjadi diterbitkan oleh Lembaga OSS berdasarkan Komitmen Pelaku Usaha (</span><span>ex post</span><span>) sementara itu secara </span><span>prospective (ex ante) </span><span>hal ini mendorong percepatan perizinan berusaha dan sinkronisasi tata ruang serta pemanfaatan ruang, didukung oleh kebijakan satu peta dan Satu Data Indonesia.</span></p></div></div></div></div>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Masriyani, Masriyani. "Fungsi Badan Pertanahan Nasional Dalam Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah Di Kabupaten Tanjung Jabung Barat." Wajah Hukum 2, no. 1 (May 31, 2018): 78. http://dx.doi.org/10.33087/wjh.v2i1.28.

Full text
Abstract:
In the national land Agency Chief Regulation No.1 Year 2006 as modified by regulation the head of BPN number 23-year 2009 on implementation of the provisions of the Government Regulation Number 37 Year 1998, head of the Office of land do coaching and surveillance against a land deed official (PPAT). Starting on the dotted the legal basis and see the development as well as the needs of the ground then for the validity of the ownership of the land, should be are published through the certificate of property rights. For it is necessary supervision against the authorized officials as a PPAT in the deed of the land pembuatak. As for the problems in this research is how the functions of the national land Agency in the construction and supervision of land deed official Tanjung Jabung Barat region. The type of research that is in use is the empirical research. Data on use is the primary data and the data of skunder. Data collection was done through the research library and field research. The research describes the construction and supervision on Land against the head of the Office to do the task in Tanjung Jabung PPAT West, running as it should be in accordance with article 65 of the regulation of the Republic of Indonesia head of BPN No. 1 year 2006 regarding the implementation of the provisions of REGULATION No. 37 Year 1998 Of Regulations Office of the PPAT in coaching and supervision is quite optimal. It can be seen that for the year 2016 year 2017 until the violations perpetrated PPAT decreased. Surveillance against PPAT performed by the Head Office of land is to provide direction to all stakeholders associated with the PPAT's, conducting surveillance over the organisation of the profession of PPAT to keep running in accordance with the direction and the goal, run other actions deemed necessary to ensure the service of PPAT continue to run properly and to conduct surveillance against a PPAT and PPAT in order to run the code of ethics of the profession, the PPAT Tanjung Jabung West land in cooperation with the relevant parties especially the IPPAT code of ethics watchdogs and PPAT.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Sida, Noer. "KEBIJAKAN HAK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TINGGAL BAGI ORANG ASING." Notaire 1, no. 2 (April 9, 2019): 305. http://dx.doi.org/10.20473/ntr.v1i2.9602.

Full text
Abstract:
Penduduk yang berada di Indonesia tidak hanya warga negara Indonesia akan tetapi juga terdapat orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia dengan berbagai latar belakang dan alasan. Keberadaan orang asing tersebut tentunya memerlukan rumah tempat tinggal atau hunian untuk bernaung selama di Indonesia. Sehingga diperlukan kebijakan yang memberikan kepastian hukum serta kemudahan dalam pemberian pelayanan maupun izin meperoleh hak atas tanah untuk rumah tempat tinggal atau hunian bagi orang asing. Tujuan penelitian ini adalah menganalisa kebijakan terkait hak orang asing memiliki rumah tinggal di Indonesia, melalui pendekatan yuridis normatif yaitu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia dan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 29 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Pelepasan, atau Pengalihan Hak Atas Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia dan juga menggunakan pendekatan perbandingan hukum beberapa negara ASEAN terkait hak orang asing memiliki rumah tinggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperkenankan bagi orang asing untuk memiliki rumah tinggal di atas tanah hak pakai di Indonesia dengan berbagai persyaratan dan pembatasan, hal serupa juga diterapkan oleh mayoritas negara ASEAN yang lain.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Limbong, Dayat. "TANAH NEGARA, TANAH TERLANTAR DAN PENERTIBANNYA." JURNAL MERCATORIA 10, no. 1 (August 28, 2017): 1. http://dx.doi.org/10.31289/mercatoria.v10i1.614.

Full text
Abstract:
<p>Setiap orang memerlukan tanah untuk kehidupan mereka karena tanah memiliki fungsi yang begitu strategis. Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Maka masyarakat harus meninggalkan tanahnya sehingga tanah tersebut menjadi terlantar. Ada empat cara untuk penertiban tanah terlantar antara lain inventarisasi tanah hak atau dasar penguasaan atas tanah yang terindikasi terlantar, identifikasi dan penelitian tanah yang terindikasi terlantar, peringatan terhadap pemegang hak dan penetapan tanah terlantar yang didasarkan pada Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar kemudian tanah ini dapat dijadikan seperti semula. Sehingga dapat dikatakan bahwa penertiban terhadap tanah terlantar untuk memberikan kesadaran terhadap pemegang hak bahwa penelantaran tanah merupakan tindakan yang tidak berkeadilan, yang dapat menyebabkan hilangnya peluang untuk mewujudnyatakan potensi ekonomi tanah.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Adzini, Danica. "Status Hak Atas Tanah Hasil Okupasi Tentara Nasional Indonesia dan Sertipikat Hak Milik Hasil Konversi." Jurist-Diction 2, no. 4 (July 23, 2019): 1195. http://dx.doi.org/10.20473/jd.v2i4.14487.

Full text
Abstract:
Pasca kemerdekaan dalam keadaan darurat perang, negara membutuhkan lahan untuk pangkalan senjata hingga perumahan Tentara Nasional Indonesia. Perolehan lahan dilakukan dengan cara okupasi Aset Bekas Milik Asing. Sengketa muncul ketika sebagian masyarakat yang berstatus Warga Negara Indonesia keturunan menuntut kepada Tentara Nasional Indonesia untuk mengembalikan tanah okupasi pada mereka. Status tanah okupasi tidak dikenal dalam UUPA dan seharusnya tidak dapat dijadikan bukti kepemilkian atas tanah. Bukti kepemilkian hak atas tanah berupa sertipikat yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional. Status okupasi menunjukkan bahwa status tanah tersebut hanya dikuasai secara fisik namun tidak dimiliki secara sah. Upaya hukum yang dilakukan oleh pemegang sertipikat Hak Milik yakni menempuh jalur litigasi. Majelis hakim menyatakan bahwa sertipikat Hak Milik No. 2034, Kec Babat, Kab Lamongan dan Sertipikat Hak Milik No. 25 Kec Babat, Kab Lamongan adalah sah secara hukum. Sedangkan Tentara Nasional Indonesia yang digugat oleh pihak pemegang Hak Milik dinyatakan perbuatan melanggar hukum. Seharusnya pihak pemegang sertipikat Hak Milik hasil konversi hak eigendom yang tanahnya masuk dalam daftar okupasi Tentara Nasional Indonesia, secara suka rela dihapuskan dari daftar tersebut karena aset yang dimiliki telah memenuhi syarat Pasal 21 UUPA adalah sah dan tidak perlu menunggu putusan hakim untuk membuktikan pihak yang berhak atas kepemilikan tanah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Silvianna, Ana. "Grondkaart; Problematika Hukum dan Penyelesaiannya (Analisis Kasus antara PT Kereta Api Indonesia (Persero) dengan PT Pura Barutama Kudus Jawa Tengah)." Law, Development and Justice Review 3, no. 1 (May 20, 2020): 70–83. http://dx.doi.org/10.14710/ldjr.v3i1.7871.

Full text
Abstract:
Permasalahan kepemilikan tanah pada Grondkaart masih sering terjadi, seperti sengketa kepemilikan tanah antara PT KAI dengan pihak lain, bisa perorangan dan juga badan hukum. Permasalahan tersebut dikaji dengan metode penelitian yuridis normatif, akan mengungkap secara Hukum Pertanahan Nasional tentang kedudukan Grondkaart dalam kepemilikan tanah disandingkan dengan sertipikat hak atas tanah. Penelusuran data dengan studi dokumen, mendapat fakta bahwa grondkaartyang dikeluarkan kantor pendaftaran tanah pada saat diberikan untuk perkeretaapian milik negara SS, bukan alat bukti kepemilikamn tanah. Tanah Grondkaart merupakan ”beheer” DKA sekarang PT KAI. Berdasarkan PMA No.9 Tahun 1965 tanah-tanah yang dikuasai oleh Instansi Pemerintah dengan hak penguasaan (beheer) sejak tanggal 24 September 1960 dikonversi menjadi Hak Pakai dan Hak Pengelolaan sesuai peruntukannya dalam jangka waktu selama dipergunakan. Semua tanah yang belum bersertifikat adalah tanah negara dalam penguasaan (beheer) PT KAI .Tanah-tanah PT KAI yang dikuasai dengan alat bukti grondkaart tanah adalah termasuk golongan tanah hak, meskipun belum bersertipikat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Moniung, Eleonora Sinay, and Keyzha Natakharisma. "Peranan Hukum Pidana Pada Penyelesaian Sengketa Pembatalan Sertifikat Hak Atas Tanah Oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional." Jurnal Ilmiah Raad Kertha 3, no. 1 (July 9, 2020): 120–35. http://dx.doi.org/10.47532/jirk.v3i1.172.

Full text
Abstract:
Land registration in Indonesia uses a negative publication system. In a negativepublication system, the state only passively accepts what is stated by the party requestingregistration. As a result of this system, every person has the right to make a claim against the landcertificate to be canceled, this land tends to be used by the land mafia to cancel the land incollaboration with an individual. BPN officials therefore in this study discuss the extent to whichcriminal law regulates these acts. This study uses a normative juridical approach. The purpose ofthe term, "approach / approach" is something or (action or effort) approaching or approaching,research specifications used are descriptive analytical methods that describe the role of criminallaw in the completion of the annulment of land with abuse of authority, research sources in researchthese are primary legal materials and secondary legal materials. Data analysis on normative legalresearch is essentially an activity to conduct a mathematical study of written legal materials.Imposing sanctions against BPN officials / Head of BPN who are involved in the cancellation ofland that is not in accordance with procedures and play can be given criminal sanctions as well asby providing criminal sanctions to those BPN officials who play are expected to reduce the numberof illegal land cancellations.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Purnama, Dewa Gede Agung Satria Yoga, and Anak Agung Istri Ari Atu Dewi. "Desa adat Dalam Pengelolaan Tanah Adat Bali Berbasis Kebijakan Daerah." Acta Comitas 4, no. 2 (July 21, 2019): 343. http://dx.doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i02.p16.

Full text
Abstract:
Desa adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki otonomi berdasarkan hak konstitusionalnya. Namun penjabaran dalam Peraturan perundang-undangan tidak ada mengatur mengenai status desa adat sebagai subyek hukum. Ketidakjelasan status desa adat menyebabkan desa adat kurang berani melakukan tindakan terhadap tanah adat termasuk pengelolaan tanah adat. Dalam membahas persoalan ini metode penelitian normatif tepat digunakan untuk menjawab isu ketidakjelasan status desa adat. Tujuan penelitian ini untuk mengungkap kejelasan status desa adat sebagai subjek hak kepemilikan atas tanah yang berimplikasi pada kewenangan desa adat dalam pengelolaan tanah adat di Bali. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dasar kepemilikan atas tanah adat oleh desa adat telah diatur secara jelas dalam Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 tentang Penunjukan Desa Pakraman di Provinsi Bali sebagai Subjek Hak Kepemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah dan kewenangan desa adat dalam pengelolaan tanah adat diatur dalam Perda 4 Tahun 2019 tentang Desa adat Di Bali.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Marpaung, Lintje Anna, Anggalana Anggalana, and Eky Sepriza. "Analisis Implementasi Pembuatan Akta Tanah/Sertipikat Tanah di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Melalui Kelompok Masyarakat (POKMAS) Kantor Pertanahan Kabupaten Lampung Barat (Studi di Desa Kuta Besi Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat)." Wajah Hukum 5, no. 1 (April 23, 2021): 149. http://dx.doi.org/10.33087/wjh.v5i1.368.

Full text
Abstract:
A land certificate is important in a rule of law because it is the strongest proof of ownership owned by a person if the status of the land is to be recognized by the law, without a certificate it can be ascertained that the person who claims the land can be canceled. In addition, land certificates can also be sold or transferred to other people or inherited to their children. In the Making of Land Deeds / Certificates in Kuta Besi Village, Batu Brak District, West Lampung Regency, currently many people do not have official land certificates from BPN, therefore People who are aware of the law establish a Pokmas organization that collaborates directly with the West Lampung BPN as an effort to assist the community in making land certificates that are more efficient and effective, and also the purpose of establishing a community group organization is to provide direct socialization to the community regarding community rights to land ownership, methods This research uses a normative juridical approach using legislation related to Land Registration and an empirical approach, which is carried out by looking directly at the object of research by means of observation and interviews.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Gelgel, Made. "IMPLIKASI ASAS RETROAKTIF TERHADAP KEABSAHAN AKTA NOTARIS/PPAT DALAM PEMBERIAN HAK GUNA BANGUNAN BAGI PERSEROAN TERBATAS." Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal) 6, no. 1 (October 3, 2017): 89. http://dx.doi.org/10.24843/jmhu.2017.v06.i01.p08.

Full text
Abstract:
Further and deeper research into the validity of the Retroactive Principle is required in order to provide assertiveness about the arrangement of Retroactive Principles in the field of agreement law in the Indonesian legal system, especially the Building Rights Agreement in Agrarian Law and the existence of obscure legal norms in the case of the legal Notary / PPAT to the granting right of building use for a period of validity is reviewed according to the provisions of Article 28 of Regulation of Head of National Land Agency Number 2 Year 2013 concerning the Delegation of Authority of Land Rights and Land Registration Activity and by using case approach of PT. Pan Pacific Nirwana Resort. This research is a normative legal research that is derived from the existence of obscurity of legal principle and legal norm contained in the provisions of Law Number 5 Year 1960 on Basic Agrarian Law Basic (UUPA) in the provisions of Article 30 and Article 28 Regulation of Head of National Land Agency No. 2 of 2013 on the Delegation of Authority of Land Rights and Land Registration Activities. The conclusion of this research in Agrarian Law there is legal uncertainty in the concept of law building rights agreement with a period of time that is still running and the future is approved by a new regulation by the government which caused the previous agreement to occur normatively contradictory whether using retroactive or non-retroactive principle and the validity of deed Notary / PPAT in the granting of right to building to limited liability company which is still valid time is reviewed according to UUPA, Article 28 Regulation of Head of National Land Agency Number 2 Year 2013 regarding Delegation of Authority of Land Rights and Land Registration Activity and Article 1320 Privat Law and by using approach case PT. Pan Pacific Nirwana Resort is not valid. Penelitian lebih lanjut dan mendalam terhadap keberlakuan Asas Retroaktif diperlukan dalam rangka memberikan ketegasan tentang pengaturan Asas Retroaktif [1] di bidang hukum perjanjian dalam sistem hukum Indonesia khususnya perjanjian Hak Guna Bangunan dalam Hukum Agraria serta masih adanya kekaburan norma hukum dalam hal keabsahan akte Notaris/PPAT terhadap Perseroan Terbatas dalam pemberian Hak Guna Bangunan yang jangka waktunya masih berlaku dikaji menurut ketentuan Pasal 28 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah serta dengan menggunakan pendekatan kasus PT. Pan Pasific Nirwana Resort. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yakni beranjak dari adanya kekaburan asas hukum dan norma hukum yang terdapat di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) dalam ketentuan Pasal 30 dan Pasal 28 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah. Kesimpulan dari penelitian ini dalam Hukum Agraria terdapat ketidakpastian hukum dalam konsep hukum perjanjian Hak Guna Bangunan dengan jangka waktu yang masih berjalan dan ke depannya di sahkan suatu peraturan baru oleh pemerintah yang menyebabkan perjanjian sebelumnya terjadi pertentangan secara normatif apakah menggunakan asas retroaktif atau non retroaktif dan keabsahan Akta Notaris/PPAT dalam Pemberian Hak Guna Bangunan terhadap Perseroan Terbatas yang jangka waktunya masih berlaku dikaji menurut UUPA, Pasal 28 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah jo Pasal 1320 KUH Perdata serta dengan menggunakan pendekatan kasus PT. Pan Pasific Nirwana Resort adalah tidak sah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Santoso, Urip. "PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI." Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 27, no. 2 (October 13, 2015): 214. http://dx.doi.org/10.22146/jmh.15886.

Full text
Abstract:
Status of reclamation coast land is state land. The status of land rights acquired privately held company is derived from reclamation building right or use right. The status of land rights acquired local governmentis the management right or use right. The status of land rights acquired by privat company that workwith local government is building right or use right of management right. Land right derived from thereclamation acquired through the determination of the government in the from of decree granting right,namely those who do apply. Reclamation land titling state to the head of the national land agency republikof Indonesia. Status tanah hasil reklamasi pantai adalah tanah negara. Status hak atas tanah yang diperoleh perusahaanswasta yang berasal dari reklamasi pantai adalah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. Status hak atastanah yang diperoleh Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Hak Pakai atau Hak Pengelolaan. Status hakatas tanah yang diperoleh perusahaan swasta yang bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten/Kotaadalah Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan. Hak atas tanah yang berasal darireklamasi pantai diperoleh melalui Penetapan Pemerintah dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hakyaitu pihak yang melakukan reklamasi pantai mengajukan permohonan pemberian hak atas tanah negarakepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography