To see the other types of publications on this topic, follow the link: Indonesia. Kepolisian.

Journal articles on the topic 'Indonesia. Kepolisian'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Indonesia. Kepolisian.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Budiarta, Gede, I. Nyoman Lemes, and Saptala Mandala. "PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MENCEGAH PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM PENEGAKAN HUKUM DI KEPOLISIAN RESOR BULELENG." Kertha Widya: Jurnal Hukum 9, no. 1 (August 31, 2021): 73–98. http://dx.doi.org/10.37637/kw.v9i1.783.

Full text
Abstract:
Kode Etik Profesi Kepolisian mengandung jabaran pedoman perilaku setiap anggota Kepolisian dalam berhubungan dengan masyarakat. Penelitian ini meneliti pelaksanaan Kode Etik Profesi Polri terhadap anggota Kepolisisan Negara Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dalam mencegah penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakan hukum di Kepolisian Resor Buleleng dan kendala-kendala yang dihadapi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Pelaksanaan Kode Etik Profesi Polri terhadap Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dalam mencegah penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakan hukum di Kepolisian Resor Buleleng dapat berjalan dengan baik. Kendala-kendala yang dihadapi di antaranya pengetahuan dan ketrampilan, serta kepribadian Petugas Kepolisian sebagai penegak hukum ada yang belum sesuai dengan Kode Etik Profesi Polri dan peraturan perundang-undangan lainnya, kesadaran masayarakat untuk membantu penegakan Kode Etik Profesi Polri terhadap Anggota Kepolisisan Negara Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 dalam mencegah penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakkan hukum masih rendah. Hal ini tampak antara lain dengan tidak adanya keberanian masyarakat untuk melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh petugas, dan keengganan masyarakat untuk menjadi saksi dalam proses penegakan Kode Etik Profesi Polri.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Basyarudin, Basyarudin, and Budi Kurniawan. "Penegakan Kode Etik Polri Terhadap Anggota Porli yang Melakukan Tindak Pidana." Rechtsregel : Jurnal Ilmu Hukum 4, no. 1 (August 11, 2021): 10. http://dx.doi.org/10.32493/rjih.v4i1.12661.

Full text
Abstract:
Kode Etik bagi profesi kepolisian telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2006 sebagaimana telah dirubah dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia, sehingga Kode Etik Profesi Polri berlaku bagi setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Untuk menegakkan Kode Etika Profesi Polri maka disetiap tingkatan Polri (Polsek, Polres, Polwil, Polda dan Mabes), harus mampu memberikan sanksi kepada Anggota Polri yang melakukan pelanggaran melalui Sidang Kode Etik Profesi (KEP) maupun Sidang Disiplin. Penegakan etika kepada Anggota Polri diharapkan harus dilaksanakan oleh setiap Kepala Satuan Organisasi Polri selaku Atasan Yang Berhak Menghukum (Ankum) di seluruh tingkatan sehingga pelanggaran sekecil apapun harus ditindak-lanjuti dengan tindakan berupa korektif atau sanksi. Apabila hal ini selalu terpelihara, maka pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Anggota Polri dapat diminimalisir. Terkait dengan uraian singkat tersebut di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah; Pertama, bagaimana Penegakan Kode Etik Polri Terhadap Anggota yang melakukan Tindak Pidana Penulisan Artikel ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis yaitu penelitian dan pembahasan yang didasarkan pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku dan Wawancara. Kesimpulan dalam penelitian ini ialah bahwa penerapan terhadap pelanggaran kode etik profesi Kepolisisan Negara Republik Indonesia dapat dilakukan secara prosedural berdasarkan ketentuan Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Dila May Sekarsari, I Nyoman Gede Sugiartha, and I Made Minggu Widyantara,. "WEWENANG KEPOLISIAN DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI." Jurnal Preferensi Hukum 3, no. 3 (December 6, 2022): 578–84. http://dx.doi.org/10.55637/jph.3.3.5581.578-584.

Full text
Abstract:
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa atau extraordinary cirmes, disebabkan dampaknya yang dapat merugikan perekonomian sebuah negara. Penanganan tindak pidana korupsi diberikan kewenangan pada 3 lembata yakni Kejaksaan, KPK dan Kepolisian Republik Indonesia. Ketiga lembaga negara tersebut akan berpotensi memunculkan kekaburan terhadap peradilan korupsi di Indonesia dan ketimpangan hukum dalam mengatasi kasus korupsi di Indonesia karena pada hakikatnya setiap instansi hukum baik Kepolisian, Jaksa maupun Komisi Pemberantasam Korupsi (KPK) itu sendiri memiliki aturan tersendiri terhadap penyidikan tindak pidana korupsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wewenang kepolisan dalam melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep, dan, kasus. Adapun hasil penelitian yang diperoleh yakni Pengaturan Hukum Penyidik Kepolisian dalam memberantas tindak pidana korupsi terdapat dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab UU Hukum Acara Pidana yang mengatur fungsi, tugas, serta wewenang penegak hukum dalam penanggulangan kejahatan termasuk padanya tindak pidana korupsi serta dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Pasal 14 huruf g. Penegakan tindak pidana korupsi bukanlah tugas yang mudah karena bukan merupakan hal yang tabu yang melibatkan banyak lembaga penegak hukum, seperti: Korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan dapat memberikan dampak yang signifikan bagi negara, tidak mudah untuk memberantasnya, dan dapat dilakukan oleh penyidik KPK Mengenai kewenangan Polri untuk melakukan penyidikan tindak pidana korupsi, Pasal 1 ayat (4) Kitab UU Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyatakan bahwa aparat kepolisian negara Indonesia memiliki kewenangan menurut undang-undang untuk melakukan penyidikan. Oleh karena itu, dapat dimaklumi jika ia aktif.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Adnyani, Ni Ketut Sari. "Kewenangan Diskresi Kepolisian Republik Indonesia dalam Penegakan Hukum Pidana." Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial 7, no. 2 (December 1, 2021): 135. http://dx.doi.org/10.23887/jiis.v7i2.37389.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis kewenangan diskresi kepolisian dalam fungsi dan tugas kepolisian, dan menganalisis implementasi kewenangan diskresi kepolisian dalam penanganan tindak pidana. Jenis penelitian yaitu penelitian normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Sumber bahan hukum primer. Teknik analisis yang digunakan teknik analisis hermeneutika hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan diskresi kepolisian dilakukan dengan cara melakukan tindakan kepolisian lainnya yang dapat dipertanggungjawabkan. Lebih jauh, implementasi kewenangan diskresi Kepolisian dalam penanganan tindak pidana, tindakan Polisi itu cenderung dihargai oleh publik, negatifnya banyak kalangan masyarakat yang tidak mengetahui kewenangan diskresi yang dimiliki polisi. Pembinaan kemampuan profesi pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diselenggarakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalamannya di bidang teknis Kepolisian.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Anugerah Prasetya, Gemmy, Meri Yarni, and Muhammad Eriton. "Studi Komparatif Kewenangan Presiden Dalam Pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Sebelum Dan Sesudah Amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945." Limbago: Journal of Constitutional Law 2, no. 1 (February 28, 2022): 96–106. http://dx.doi.org/10.22437/limbago.v2i1.17700.

Full text
Abstract:
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai kewenangan Presiden dalam mengangkat Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan untuk mengetahui bagaimana tahapan mekanisme pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia. Tipe penelitian yang digunakan termasuk jenis penelitian yuridis normatif, yang mengacu pada norma-norma hukum, asas-asas hukum, sistematika hukum, perbandingan hukum, dan sejarah hukum yang berhubungan dengan permasalahan pengaturan kewenangan Presiden dalam pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan aturan mengenai mekanisme pengankatan Kepala kepolisian Republik Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia. Pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan perbandingan. Bedasarkan hasil pembahasan, bahwa setelah bergulirnya masa order baru dan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, bahwa dalam pengangkatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Presiden harus meminta persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terlebih dahulu sebagai cerminan dari sistem pemerintahan Indonesia yaitu sistem pemerintahan Presidensil dengan prinsip check and balances. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tidak terdapat aturan mengenai bagaimana calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang telah mendapat persetujuan DPR tetapi tidak ditetapkan oleh Presiden. Adapun mekanisme yang seharusnya, bahwa calon Kepala Kepolisian Republik Indonesia yang telah melakukan fit and poper test dan telah mendapat persetujuan dari DPR haruslah dilantik/ditetapkan oleh Presiden.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Wijayanto, Dody Eko. "KEWENANGAN PROVOS DALAM MENGHADAPI PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH ANGGOTA KEPOLISIAN." Jurnal Independent 3, no. 2 (September 1, 2015): 36. http://dx.doi.org/10.30736/ji.v3i2.39.

Full text
Abstract:
Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, seiring dengan merebaknya fenomena supremasi hukum, hak asasi manusia, globalisasi, demokratisasi, desentralisasi, transparansi, dan akuntabilitas, telah melahirkan berbagai paradigma baru dalam melihat tujuan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung jawab Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya menyebabkan pula tumbuhnya berbagai tuntutan dan harapan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia yang makin meningkat dan lebih berorientasi kepada masyarakat yang dilayaninya. Oleh sebab itu keberhasilan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat, selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan keterampilan teknis kepolisian yang tinggi sangat ditentukan oleh perilaku terpuji setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di tengah masyarakat. Guna mewujudkan sifat kepribadian tersebut, setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya senantiasa terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang tercermin pada sikap dan perilakunya, sehingga terhindar dari petbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.Keywords : Kewenangan provos, Penyalahgunaan senjata api
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Alfath, Tahegga Primananda, Asimatul Chobibah, and Resi Puspitosari. "Konformitas Hukum Kepolisian dalam Sistem Penegakan Hukum di Laut Indonesia." Law & Justice Review Journal 1, no. 1 (June 21, 2021): 37–46. http://dx.doi.org/10.11594/lrjj.01.01.06.

Full text
Abstract:
Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki peluang yang besar sebagai poros maritim dunia, karena laut di Indonesia tersimpan sumber daya yang besar. Akan tetapi tantangan atau ancaman juga menjadi perhatian, khususnya dalam penegakan hukum di wilayah laut. Perihal penegakan hukum di wilayah laut, Indonesia memiliki 13 (tigabelas) kelembagaan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, 6 (enam) diantaranya telah memiliki armada laut. Kepolisian adalah salah satu dari 6 (enam) tersebut. Banyaknya lembaga yang memiliki kewenangan penegakan hukum di wilayah laut tersebut berpotensi mengalamai tumpang tindih. Penelitian ini menganalisis tentang kewenangan penegakan hukum yang dimiliki oleh Kepolisian di wilayah laut, dan batasan kepolisian dalam penegakan hukum di laut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum dengan pendekatan perundang-undangan (statue approach), dan pendekatan konsep (conseptual approach). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Kepolisian memiliki kewenangan di wilayah laut yang berupa pengawasan dan penegakan hukum di seluruh wilayah perairan Indonesia. Batasan kewenangan penegakan hukum kepolisian adalah ruang lingkup wilayahnya, yaitu hanya ada pada wilayah laut teritorial.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Semy BA Latunussa and Samsul Tamher. "Analisis Kewenangan Diskresional Kepolisian Republik Indonesia Dalam Penindakan Penyidikan Pidana Khusus." Jurnal Ius Publicum 3, no. 3 (November 15, 2021): 60–78. http://dx.doi.org/10.55551/jip.v3i3.23.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan menganalisis kewenangan diskresional kepolisian RepublikIndonesia dalam penindakan penyidikan pidana khusus, dengan menggunakan metode penelitian hukum Deskriptif-Normatif. dengan pendekatan perundang-undangan (statuteapproach) dengan teknik pengumpulan data yaitu penelitian kepustakaan (studi bahanhukum) terhadap suatu masalah hukum dengan mengkaji sebab-sebab terjadinyapelangaran berdasarkan norma dan undang-undang dengan mengkaji berupa produk hukum yang terkait kemudian dikaitkan dengan kebijakan pengaturan dan pertimbanganhukum dalam hal kewenangan diskresional kepolisian dalam penindakan penyidikan tindakpidana khusus. Adapun hasil penelitian ini adalah Diskresi dapat dilakukan oleh pejabat publik dandalam praktek apabila berupa keputusan pemerintah lebih mengutamakan pencapaiantujuan sasarannya (doelmatigheid) daripada legalitas hukum yang berlaku (rechtsmatigheid).Diskresi memiliki tiga syarat antara lain; demi kepentingan umum, masih dalam lingkupkewenangannya, dan Tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. di dalamPasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian RepublikIndonesia, untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Republik Indonesia dalammelaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendirinamun dapat di lakukan dalam keadaan sangat perlu dengan memperhatikan peraturanperundang-undangan, serta kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Jenistindak pidana yang dimungkinkan untuk dilakukan diskresi pada dasarnya pidana khusus,.Misalnya dalam kasus tindak pidana yang pelakunya melibatkan anak-anak, seperti dalamkasus Narkoba. Anak-anak yang menjadi pemakai narkoba adalah korban perilaku orangdewasa yang berperan sebagai pengedar.Kata Kunci: Diskresi , Kepolisian Republik Indonesia, Pidana Khusus
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Sritito, Beny. "PATROLI PERBATASAN INDONESIA-MALAYSIA, SEGMEN KHUSUS TUGAS KEPOLISIAN UDARA REPUBLIK INDOENSIA." Jurnal Diplomasi Pertahanan 8, no. 3 (October 30, 2022): 26. http://dx.doi.org/10.33172/jdp.v8i3.1371.

Full text
Abstract:
Kontrol wilayah perbatasan Indonesia masih memiliki permasalahan karena masih tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di wilayah perbatasan. Hal tersebut terlihat dari banyaknya “jalur-jalur tikus” diperbatasan negara yang berpotensi besar menimbulkan tindak pidana. Pola-pola pengamanan wilayah perbatasan telah dikaji dan diimplementasikan pada masing-masing wilayah perbatasan, akan tetapi tindak pidana masih terjadi dan cenderung naik setiap tahunnya terutama pada perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif dalam menuangkan hasil penelitiannya. Teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain wawancara semi-terstruktur, observasi dan studi dokumentasi. Dengan terknik tersebut diharapkan dapat memahami peningkatan kemampuan kepolisian udara dalam pengamanan perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Kalimantan Barat. Sebagai informan dalam penelitian ini adalah Direktur Kepolisian Udara Korpolairud Baharkam Polri beserta staf, Pejabat Polda Kalimantan Barat, air crew pesawat udara yang melaksanakan Bawah Kendali Operasi (BKO) di Polda Kalimantan Barat dan informan lain diluar kesatuan Polri antara lain staf Skadron Helikopter TNI AU serta staf Skadron Helikopter Serbu TNI AD. Peningkatan Kemampuan Kepolisian udara dalam mengamankan perbatasan Indonesia-Malaysia di wilayah Kalimantan Barat melalui penggunaan helikopter sebagai sarana patroli udara kepolisian, mengoptimalkan pelaksanaan patroli udara kepolisian yang telah berjalan, kerja sama operasional penerbangan helikopter, penguatan internal organisasi kepolisian udara dan penguatan stakeholder dalam upaya pemberantasan tindak pidana narkoba di wilayah perbatasan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Hasibuan, Edi Saputra. "KOMISI KEPOLISIAN DALAM PERBANDINGAN." KRTHA BHAYANGKARA 13, no. 2 (December 26, 2019): 261–76. http://dx.doi.org/10.31599/krtha.v13i2.10.

Full text
Abstract:
Peran dan tanggung jawab Polisi sebagai penegak hukum tentunya sangat diandalkan, dan tentunya sangat diharapkan implementasinya demi keadilan dan kemanfataan bagi masyarakat. Dalam prakteknya tentu Kepolisian mempunyai berbagai sistem dan standar operasional dalam menjalankan tugasnya, mulai dari sistem keamanan, sistem penyidikan, maupun sistem dalam menangani keluhan dan kritikan dari masyarakat. Melihat pentingnya peran Kepolisian, maka tentunya bukan hanya Indonesia yang memiliki “penegak hukum”, Negara lain pun tentunya memiliki Polisi mereka sendiri. Dalam tulisan kali ini, Amerika dan Kanada menjadi contoh Negara yang juga mempunyai “Penegak Hukum”. Perbandingan ini tentunya bukan untuk mencari Negara mana yang lebih baik dalam sistem dan penanganan masalahnya, namun untuk melihat dan mempelajari cara kerja dari sistem mereka. Mengambil hal yang positif dan mengesampingkan yang tidak perlu. Bagaimana kemudian Polisi Indonesia dapat berkembang semakin maju dengan belajar dari Negara-negara tetangga.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Lubis, Fahrian. "Kontribusi Perceived Organizational Support terhadap Komitmen Organisasi pada Anggota Kepolisian Republik Indonesia." Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia 7, no. 2 (February 26, 2022): 2037. http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v7i2.6362.

Full text
Abstract:
Berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan anggota kepolisian merupakan salah satu bentuk fenomena rendahnya komitmen organisasi yang dimiliki oleh anggota kepolisian. Salah satu faktor yang memengaruhi komitmen organisasi adalah bagaimana individu mempersepsikan dukungan organisasi yang diperoleh, atau dikenal dengan istilah perceived organizational support (POS). Penelitian ini bertujuan menguji secara empiris kontribusi perceived organizational support terhadap komitmen organisiasi anggota kepolisian Republik Indonesia. Data diperoleh melalui skala perceived organizational support dan komitmen organisasi. Responden penelitian ini berjumlah 100 terdiri dari 86 laki-laki dan 14 perempuan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perceived organizational support memiliki pengaruh yang sangat signifikan sebesar 36% terhadap komitmen organisasi. Perceived organizational support memiliki peran yang sangat penting dalam menjelaskan perilaku komitmen organisasi pada anggota kepolisian Republik Indonesia. Ketika seorang polisi mendapatkan dukungan organisasi seperti mendapatkan penghargaan atas kontribusi yang dilakukan dan mau mendengarkan keluhan, secara otomatis akan membuat perasaan bangga anggota polisi, sehingga secara tidak langsung akan menjadikan anggota polisi menjadi lebih disiplin dalam bekerja. Hadirnya dukungan yang diberikan instansi, maka anggota polisi memiliki komitmen organisasi yang tinggi di dalam instansi kepolisian seperti menjadi lebih disiplin dalam menjalankan tugas-tugas nya sebagai polisi yang profesional serta tidak meninggalkan instansi kepolisian dalam situasi apapun.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Setiyoko, Adif, and B. R. Suryo Baskoro. "Kuasa Dan Ideologi Kepolisian Republik Indonesia terhadap Anarko-Sindikalis: Analisis Wacana Kritis." Deskripsi Bahasa 3, no. 2 (October 31, 2020): 116–26. http://dx.doi.org/10.22146/db.v3i2.4086.

Full text
Abstract:
Ideologi dan kuasa dipandang sebagai dua konsep sentral dalam kajian-kajian Analisis Wacana Kritis. Keduanya memiliki kaitan erat dengan upaya melanggengkan, mempertahankan, serta menetapkan dominasi pihak-pihak yang berkuasa melalui praktik produksi wacana. Penelitian ini berupaya menyingkap struktur kuasa serta mengidentifikasi ideologi Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang terefleksikan melalui penggunaan bahasa dalam mengonstruksi representasi kelompok anarko-sindikalis. Untuk menguraikan struktur kuasa dan ideologi Polri, penelitian ini mengadopsi analisis praktik sosiokultural yang menjadi salah satu bagian dari tiga dimensi AWK yang dirumuskan oleh Norman Fairclough. Melalui analisis praktik sosiokultural ini pula, hubungan antara kuasa, ideologi, dan bahasa, mampu teridentifikasi. Hasil kajian ini menemukan bahwa seluruh wacana siaran pers hanya berisi informasi yang berasal dari pihak kepolisian. Dengan kata lain, tak ada satu pun informasi dari pihak terkait, dalam hal ini kelompok anarko-sindikalis. Selain itu, penelitian ini juga menemukan adanya kuasa sepihak pihak kepolisian dalam merepresentasikan kelompok tersebut. Kuasa yang dimiliki pihak kepolisian ini turut digunakan untuk menciptakan atau menetapkan stigma-stigma tertentu yang dilekatkan kepada kelompok anarko-sindikalis seperti perusuh, kelompok yang menunggangi demonstrasi, merusak fasilitas, dan mengeroyok petugas kepolisian.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Supriyanto, Supriyanto. "ANALISA HUKUM DISKRESI POLISI PADA UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI POLRES BLITAR KOTA." Jurnal Supremasi 8, no. 2 (November 2, 2018): 2. http://dx.doi.org/10.35457/supremasi.v8i2.484.

Full text
Abstract:
Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki kewenangan yang sangat luas dalam menegakan hukum dan menjamin keamanan serta ketertiban masyarakat. Oleh karena itu Polisi diberi kewenangan melakukan diskresi Kepolisian, yakni sebuah konsep pemberian otoritas untuk melakukan tindakan berdasarkan pertimbangan hati nurani polisi yang sedang bertugas ataupun pertimbangan institusi Kepolisian. Melalui penelitian normatif dilengkapi dengan data sekunder penelitian di Polres Blitar Kota maka diperoleh hasil penelitian bahwa diskresi polisi sebagai tindakan pihak yang berwenang berdasarkan hukum untuk bertindak pasti atas dasar situasi dan kondisi menurut pertimbangan dan keputusan nuraninya sendiri sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Atas kewenangan polisi melakukan penyidikan terhadap semua tindak pidana, maka pelaksanaan diskresi harus dilakukan dengan pertimbangan-pertimbangan yang jelas, yang bertujuan untuk menghindari munculnya penilaian negatif dari masyarakat bahwa penerapan diskresi kepolisian dianggap sebagai permainan pihak kepolisian untuk memperoleh keuntungan materi dari pihak-pihak yang berperkara agar penerapan diskresi kepolisian tidak dipandang sebagai alat rekayasa dari aparat kepolisian untuk memperoleh keuntungan pribadi, sehingga penerapannya harus dilandasi dasar hukum yang kuat. Terkait hal tersebut, perwujudan Diskresi Polisi di Polres Blitar Kota pada upaya pemberantasan tindak pidana narkotika, bersifat individual dan institusional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Afrizal, Afrzal, Ruslan Renggong, and Abd Haris Hamid. "KINERJA PENGAWAS PENYIDIK KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA TERHADAP PEMENUHAN HAK TERSANGKA PADA KEPOLISIAN RESORT PINRANG." Indonesian Journal of Legality of Law 4, no. 1 (December 24, 2021): 33–41. http://dx.doi.org/10.35965/ijlf.v4i1.1182.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis bentuk dan faktor yang memengaruhi pelaksanaan kinerja pengawas penyidik terhadap pemenuhan hak tersangka di Polres Pinrang, dilaksanakan di Kantor Polres Pinrang. Penelitian ini adalah penelitian normatif-empiris dengan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk untuk mengetahui dan menganalisis bentuk dan faktor yang memengaruhi pelaksanaan kinerja pengawas penyidik terhadap pemenuhan hak tersangka di Polres Pinrang, dilaksanakan di Kantor Polres Pinrang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk pelaksanaan kinerja Pengawas Penyidik terhadap pemenuhan hak tersangka di Polres Pinrang telah dilakukan dalam bentuk monitoring, eksaminasi dan supervisi, namun belum berjalan sebagaimana mestinya. Faktor yang memengaruhi pelaksanaan kinerja Pengawas Penyidik terhadap pemenuhan hak tersangka di Polres Pinrang adalah aturan hukum aturan hukum yang ada belum mengakomodir cara pelaksanaan pengawasan, hanya memberikan legalitas kepada Pengawas Penyidik, sarana dan prasarana masih sangat kurang seperti tidak adanya ruangan khusus dan kendaraan operasional bagi Pengawas Penyidik, dan sumber daya manusia hanya 1 (satu) orang Pengawas Penyidik, yakni Kepala Urusan Pembinaan Operesional (Kaur Bin Ops/KBO), yang bertugas juga membantu Kasat Reskrim Polres Pinrang. The purpose of this study was to determine and analyze the forms and factors that influence the conduct of investigators on the rights of suspects at the Pinrang Police, carried out at the Pinrang Police Office. This research is a normative-empirical research with an approach to identify and analyze the forms and factors that influence the performance of supervisors on the fulfillment of the rights of suspects at the Pinrang Police, carried out at the Pinrang Police Office. The results showed that the implementation of the performance of the Investigating Supervisor towards the fulfillment of the suspects’ rights at the Pinrang Police had been carried out in the form of monitoring, examination and supervision, but it had not run as it should. Factors that affect the implementation of Investigator Supervision on the rights of investigators at the Pinrang Police are the legal rules that accommodate the implementation of supervision, only provide legality to investigators, facilities and infrastructure that are still very lacking such as the absence of a special room and operational vehicle for the Investigator Supervisor, and human resources that are only 1 (one) Investigating Supervisor, namely the Head of Operations Development Affairs (KBO), who also assists the Pinrang Police Criminal Investigation Unit
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Situmorang, Lasroha M., Herlina Manullang, and July Esther. "Peranan Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara)." Visi Sosial Humaniora 3, no. 1 (June 28, 2022): 68–76. http://dx.doi.org/10.51622/vsh.v3i1.955.

Full text
Abstract:
This study aims to determine and understand the roleof the police in dealing with money laundering. -views inbuilding legal arguments for data collection Researchersalso conduct field studies (Field Research) by conductingDirect Interviews conducted at the North Sumatra Regional Police (Poldasu) The role of the police incarrying out their duties as law enforcement there areobstacles, namely good from internal and external factors Therole of the police in tackling the crime of moneylaundering includes pre-emptive measures. preventive and repressivemeasures This regulation related to money laundering isbased on Law Number 8 of 2010 concerning the preventionand eradication of money laundering in Indonesia, PenalEfforts (repressive) and non-penal (preventive) measuresthat the Police can undertake to tackling the crime of moneylaundering in the context of carrying out its duties as aState apparatus that maintains public security andorder, enforces the law, and protects. Protecting andserving the community is based on Law Number 2 of 2002concerning the Indonesian National Police
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Mochammad Nasser. "Peran Komisi Kepolisian Nasional Dalam Pengawasan Fungsional Polri." Jurnal Hukum Sasana 7, no. 1 (June 2, 2021): 96–116. http://dx.doi.org/10.31599/sasana.v7i1.535.

Full text
Abstract:
Komisi Kepolisian Nasional secara prinsip bertugas untuk membantu Presiden dalam urusan penetapan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan kelembagaan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas-tugas Komisi Kepolisian Nasional diatur dalam Pasal 38 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 yang menentukan sebagai berikut “Komisi Kepolisian Nasional bertugas (a) membantu Presiden dalam nenetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan (2) memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.” Wewenang Kompolnas dalam menerima menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden, merupakan wewenang yang ambigu. Hal ini dikarenakan wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu yang diberikan oleh lembaga yang tinggi dalam menjalankan tugas dan fungsi. Namun demikian wewenang yang disebutkan tersebut lebih cenderung merupakan tugas yang menunjang fungsi pengawasan fungsional atas kinerja Polri untuk menjamin profesionalitas dan kemandirian Polri. Wewenang kompolnas dalam menerima menerima saran dan keluhan dari masyarakat terkait kinerja Polri memang dapat menjadi masukan dalam penyusunan arah kebijakan Polri. Namun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam rangka memenuhi wewenang tersebut lebih bersifat teknis daripada strategis yang menunjang penyusunan arah kebijakan strategis Polri. Berdasarkan paparan yang telah kemukakan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian ilmiah di bidang hukum. Penelitian ilmiah di bidang hukum tersebut berjudul “Peran Komisi Kepolisian Nasional dalam Pengawasan Fungsional Polri”. Penelitian yang dilakukan ini menggunakan Jenis penelitian Yuridis Normatif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menelaah asas hukum, sistematika hukum, sejarah hukum, dan sinkronisasi hukum. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan Pustaka atau data Sekunder sebagai bahan dasar untuk diteliti
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Suryani, Lilis. "Faktor-Faktor Pendorong dan Praktik Aborsi di Indonesia." Jurnal Studi Gender dan Anak 8, no. 02 (December 30, 2021): 148. http://dx.doi.org/10.32678/jsga.v8i02.5506.

Full text
Abstract:
Pada umumnya upaya kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana aborsi yaitu berupa upaya preventif (pencegahan) dan upaya represif (penindakan hukum). Upaya pencegahan dilakukan dengan cara melakukan pemantauan bekerja sama dengan masyarakat sekitar, melakukan pemantauan di daerah kos tempat tinggal yang ditempati oleh para pelajar atau mahasiswa khususnya daerah sewa kos yang bebas dan tidak mempunyai aturan. Sedangkan upaya penindakan hukum dilakukan dengan melakukan razia langsung diberbagai tempat yang sudah menjadi incaran pihak kepolisian berdasarkan laporan yang diberikan oleh masyarakat atau para pihak yang mengetahui adanya suatu tindakan aborsi serta melakukan razia langsung ke tempat praktek pengguguran kandungan illegal. Selain itu berdasarkan data statistik yang ada, laporan yang masuk kepada pihak kepolisian sangat sedikit bahkan pertahunnya belum tentu terdapat laporan tentang tindak pidana aborsi.Hal tersebut disebabkan karena tindak pidana aborsi yang dilakukan secara ilegal sangat sulit diberantas dan dilakukan upaya hukum sesuai dengan aturan yang sudah terdapat pada Undang-Undang karena sulitnya melakukan penyelidikan serta tertutupnya informasi tentang adanya suatu tindakan aborsi ilegal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Tohadi. "PENGANGKATAN PENJABAT KEPALA DAERAH YANG BERASAL DARI ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA (Studi Kasus Pengangkatan Komjen Pol Mochammad Iriawan Sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat)." Jurnal Hukum Replik 6, no. 1 (March 1, 2018): 68. http://dx.doi.org/10.31000/jhr.v6i1.1178.

Full text
Abstract:
Pengaturan pengangkatan penjabat kepala daerah yang berasal dari anggota TNI dan anggota Polri menimbulkan interpretasi yang berbeda. Dalam penelitian ini telah dihasilkan, pertama, bahwa pengaturan pengangkatan penjabat kepala daerah yang berasal dari anggota TNI dan anggota Polri selain harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan oleh UU Pilkada dan UU ASN, juga harus memenuhi persyaratan yang ditentukan sebagai anggota TNI dan anggota Polri, sebagaimana diatur dalam UU TNI dan UU Polri yang merupakan hukum khusus (lex specialis) bagi anggota TNI dan anggota Polri tersebut. Kedua, pengangkatan penjabat kepala daerah yang berasal dari anggota TNI dan anggota Polri tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas keprajuritan dan dinas kepolisian tidak dapat dibenarkan menurut peraturan perundang-undangan. Dan ketiga, pengangkatan Komjen Pol Mochammad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat yang masih aktif sebagai anggota Polri dan tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian tidak tepat, jika dilihat dari hukum positif. Khususnya yaitu UU Polri, PP No. 15/ 2001 tentang Pengalihan Status Anggota TNI dan Anggota Kepolisian Negara RI Menjadi PNS untuk Menduduki Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan PP 4/ 2002 dan terakhir diubah dengan PP 21/ 2002; dan PP 1/2003 tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara RIKata Kunci: Penjabat Kepala Daerah, Penjabat Gubernur, Hukum Khusus (Lex Specialis), Hukum Umum (Lex Generali), Peraturan Perundang-undangan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Ahmad, S., Ruslan Renggong, and Baso Madiong. "EFEKTIVITAS FUNGSI INTELIJEN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DI WILAYAH HUKUM POLRES MAMUJU." Indonesian Journal of Legality of Law 2, no. 2 (June 5, 2020): 66–72. http://dx.doi.org/10.35965/ijlf.v2i2.333.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan (a) untuk mengetahui Efektifitas Fungsi Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di Wilayah Hukum Polres Mamuju. (b) untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Efektifitas Fungsi Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di Wilayah Hukum Polres Mamuju. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriftif yakni penelitian yang mengkaji permsalahan dengan menggunakan data perimer dan sekunder dengan cara melalui wawancara, kuesioner dan observasi langsung kelapangan serta menggunakan buku-buku, artikel melalui penelusuran internet termasuk peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Efektifitas Fungsi Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di Wilayah Hukum Polres Mamuju dapat dikatakan cukup baik dan hal ini dapat dilihat dari Efektifitas Fungsi Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di Wilayah Hukum Polres Mamuju melalui (1) fungsi penyelidikan, (2) fungsi pengamanan., (3) fungsi penggalangan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi Efektifitas Fungsi Intelijen Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Mewujudkan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat di Wilayah Hukum Polres Mamuju juga dapat dilihat dalam tiga hal yaitu (1) Faktor sumber daya manusia, (2) Faktor Sarana dan prasarana, (3) Faktor kondisi wilayah. The research aims to know: (a) the effectiveness of the function of Indonesian Police Force Intelligence to create security and order in Law District of Mamuju Resort Police. (b) the factors that affect the effectiveness of the Function of Indonesian Police Force Intelligence to create security and order in Law District of Mamuju Resort Police. The research method used was descriptive research, a research that is used to collect primary and secondary data through interview, questionnaire and direct observation supported by the use of books and articles from the internet as well as the law and regulations in the Constitution related to the topic of this research. The result of the research shows that the effectiveness of the function of Indonesian Police Force Intelligence to create security and order in Law District of Mamuju Resort Police is quite well, which is proven by the effectiveness of the function of Indonesian Police Force Intelligence to create security and order in Law District of Mamuju Resort Police through the function of (1) Investigation, (2) Security, (3) Coordination, while the factors that affect the effectiveness of the function of Indonesian Police Force Intelligence to create security and order in Law District of Mamuju Resort Police consist of (1) Human resources, (2) Infrastructure and (3) District Environment.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Christian, Juan Ivander. "KEPASTIAN HUKUM MENGENAI JANGKA WAKTU SEBAGAI TERSANGKA DALAM PROSES PENYIDIKAN DI INDONESIA." Sapientia Et Virtus 3, no. 2 (August 1, 2018): 137–58. http://dx.doi.org/10.37477/sev.v3i2.72.

Full text
Abstract:
Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Sistem pemerintahan maupun penegakan hukum harus dilakukan berdasarkan peraturan perundang-undangan, Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang kitab hukum acara pidana (KUHAP) sebagai pedoman untuk penegakan hukum materiil. Tersangka mempunyai seperangkat hak yang telah diatur dalam KUHAP, berdasarkan ketentuan Pasal 50 ayat (1) KUHAP bahwa tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum. KUHAP sebagai pedoman untuk penegakan hukum materiil tidak mengatur mengenai jangka waktu penyidikan dan tidak mengatur mengenai perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada tersangka yang perkaranya tidak dilimpahkan dalam proses penuntutan dan tidak diberikan surat perintah penghentian penyidikan sehingga tidak memberikan kepastian hukum. Di dalam beberapa hal yaitu UU Pengadilan HAM dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 12 tahun 2009 tentang pengawasan dan pengendalian penanganan perkara pidana dilingkungan kepolisian Indonesia telah mengatur jangka waktu penyidikan. UU Pengadilan HAM tidak dapat diterapkan dalam semua tindak pidana di Indonesia melainkan hanya khusus dapat diterapkan dalam tindak pidana HAM berat, sedangkan peraturan kepala kepolisian negara republik Indonesia tidak mengatur secara jelas mengenai berapa lama dapat dilakukan perpanjangan waktu penyidikan dan peraturan tersebut diatas hanya berlaku dalam ruang lingkup kepolisian, sedangkan Pejabat Pegawai Negeri Sipil juga termasuk dalam penyidik. Serta peraturan tersebut tidak termasuk dalam hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Asriyani, Arini, Auliah Ambarwati, Muhammad Nur Iqbal Nurdin, and Andi Darmawansya. "Quo Vadis Fungsi Kepolisian dalam Penanganan Penyebaran Paham Radikalisme dan Intoleransi." JUSTISI 7, no. 2 (July 15, 2021): 137. http://dx.doi.org/10.33506/js.v7i2.1365.

Full text
Abstract:
Penyebaran paham radikalisme dan intoleransi di Indonesia hingga kini belum terselesaikan dengan baik karena sejumlah masalah, baik dalam tingkat infrastruktur maupun suprastruktur hukum yang memadai. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis arah kebijakan Kepolisian dalam Penanganan Penyebaran Paham Radikalisme dan Intoleransi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, karena fokus kajian berangkat dari kekaburan norma, menggunakan pendekatan : statute approach, conceptual approach, serta analytical approach. Tehnik penelusuran bahan hukum menggunakan tehnik studi dokumen, serta analisis kajian menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam penanganan paham radikalisme dan intoleransi di Indonesia, sejauh ini telah dilakukan beberapa upaya oleh Kepolisian. Akan tetapi, pemberantasan penyebaran paham radikalisme dan intoleransi di Indonesia tidak cukup apabila hanya dilakukan oleh pihak Kepolisian saja, tetapi juga harus melibatkan beberapa pihak dalam membangun kesadaran bersama
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Cahyono*, Erieg Adi. "Optimalisasi Sumber Daya Manusia Kepolisian Republik Indonesia dalam Peningkatan Pelauanan Publik di Kepolisian Resor Gresik." Airlangga Development Journal 1, no. 1 (March 4, 2020): 11. http://dx.doi.org/10.20473/adj.v1i1.18007.

Full text
Abstract:
Police function in the state government system in the presence of police institutions is indispensable to the community. No community does not have a police institution. Police are tasked with maintaining the security and public Order (Kamtibmas). In addition, police also acted as law enforcement officers. Police are part of the criminal justice system along with other law enforcement officers, namely prosecutors and courts. The important role of human resources of Gresik in improving public services is very important to improve the quality that is in accordance with the expectations of the community and implemented in a unified network that is simple, open , smooth, precise, complete, reasonable, and affordable in accordance with the principles of public service.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Hakim, Lukman, Paidjo Paidjo, and Tegar Mukmin Alamsyah Putra. "PERLINDUNGAN HUKUM KORBAN SALAH TANGKAP OLEH KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA." Jurnal Hukum Magnum Opus 3, no. 1 (January 20, 2020): 35–45. http://dx.doi.org/10.30996/jhmo.v3i1.2786.

Full text
Abstract:
Indonesia is a country of law that upholds justice and guaranteeing all citizens equal before the law in its position without any exceptions. In the opening text of the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945 and the first paragraph of the fifth principle of Pancasila prove that Indonesia is a country that upholds the sense of social justice for all Indonesian people, independent country, united, sovereign, just and prosperous. Indonesia received the law as the state ideology to create order, security, justice and prosperity for its citizens. One of the state apparatus that perform the function of the law is the police, one of the actions of the national police is investigating. The process of investigation is the examination process in criminal cases in order to obtain enough information to find and collect evidence on the matter and to find the suspects. Nowadays many cases of wrongful arrests in the investigation process at the police level causing adverse effects on the morale and psychological. How the legal protection for victims of wrongful arrests made by the police of the Republic of Indonesia. The method used in this study is adalahYuridis Normative that is based on the Principles of Law, the rules of law and Regulation Legislation relating to criminal law. In the legal protection as stipulated in the Regulation Legislation that the suspect, defendant or convict is entitled to sue for damages because of being arrested, detained, charged and prosecuted or subjected to other measures, without reason under the Act or in error about the person or the applicable law , Paragraph (2) compensation claim by the suspect or his heirs for the arrest or detention and other measures without reason under the Act or in error about the person or the applicable law as referred to in paragraph (1) that its case was not submitted to the district court, disconnected at a pretrial hearing.Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi rasa keadilan dan menjamin semua warga negara, sama dalam kedudukannya dimata hukum tanpa ada perkecualian. Dalam teks pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 alinea pertama dan Pancasila sila kelima membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang menjunjung tinggi rasa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Indonesia menerima hukum sebagai ideologi negara untuk menciptakan ketertiban, keamanan, keadilan serta kesejahteraan bagi warga negaranya. Salah satu aparatur negara yang menjalankan fungsi hukum adalah Polri, Salah satu tindakan polri adalah penyidikan. Proses penyidikan adalah proses pemeriksaan dalam perkara pidana guna mendapatkan informasi yang cukup, menemukan dan mengumpulkan bukti-bukti mengenai perkara tersebut dan guna menemukan tersangkanya. Sekarang ini banyak kasus salah tangkap dalam proses penyidikan pada tingkat kepolisian menyebabkan kerugian yang berdampak pada moril dan psikis. Bagaimana perlindungan hukum terhadap korban salah tangkap yang dilakukan oleh kepolisian Negara Republik Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ini adalahYuridis Normatif yaitu berdasarkan Asas-Asas Hukum, kaidah-kaidah hukum dan Peraturan Perundang-Undangan yang berkaitan dengan hukum pidana. Dalam perlindungan hukum sebagaimana diatur di dalam Peraturan Perundang-Undangan bahwa tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan. Ayat (2) tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan Undang-Undang atau karena kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri,diputus di sidang praperadilan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Al'Azza, Nadya Eka Amalia, Kurnia Fajar Suryani, and Sigmawati Widyaningrum. "Analisis Yuridis Penggunaan Sertifikat Vaksinasi Sebagai Syarat Pelaporan Dugaan Tindak Pidana." Jurnal Suara Hukum 4, no. 1 (January 10, 2023): 1–21. http://dx.doi.org/10.26740/jsh.v4n1.p1-21.

Full text
Abstract:
Adanya pelaporan kasus di Aceh menjadi sorotan tersendiri dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Karena ketidakkonsisten kebijakan Kepolisian Banda Aceh dengan KUHAP dan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia, yang tidak menyebutkan persyaratan khusus untuk melaporkan atau menerima laporan. Rumusan masalah yang diangkat dalam jurnal ini adalah (1) Apakah penggunaan syarat vaksinasi sebagai dasar pelaporan korban percobaan pemerkosaan di Aceh sudah sesuai dengan ketentuan hukum positif di Indonesia?; dan (2) perlindungan hukum dan pemulihan hak-hak korban perkosaan. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut untuk mengetahui bagaimana hukum positif Indonesia mengatur tindakan aparat penegak hukum mengenai penggunaan aplikasi berikut untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum dan hak-hak yang dilindungi bagi korban perkosaan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum dengan jenis penelitian normatif yang menggunakan pendekatan hukum dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian bahwa penggunaan program vaksinasi sebagai dasar menunjukkan bahwa laporan korban tidak dibenarkan secara hukum. Aparat kepolisian telah melanggar ketentuan kode etik sehingga dapat dikenakan sanksi. Korban berhak atas restitusi dan/atau bantuan medis dan bantuan psikososial.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Kurniawan, Rido, Ikhsan Alfarisi, Joko Susanto, H. M. Chotib, and Zepa Anggraini. "Implementasi Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Mutasi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Di Polres Bungo." Transparansi : Jurnal Ilmiah Ilmu Administrasi 4, no. 2 (December 31, 2021): 200–210. http://dx.doi.org/10.31334/transparansi.v4i2.1849.

Full text
Abstract:
Based on the regulations regarding mutations, this research is based on the limitation of promotion and demotional mutations within the Bungo Police Station, promotional mutations within the Bungo Police Station are still not on target for the purpose of implementing mutations both in terms of personnel and placement of mutations aimed at mutated personnel. and demotional mutations within the Bungo Police are one of the punishments that must be carried out by members of the Bungo Police in accordance with the results of the disciplinary hearing of the professional code of ethics received for violating the professional code of ethics. This study uses a descriptive type of research with a qualitative approach. The population in this study were all members of the Bungo Police. With a sample of 15 people who were taken using purposive sampling technique. The results showed that the implementation of the Regulation of the Head of the National Police of the Republic of Indonesia Number 16 of 2012 concerning Mutations of Police Members at the Bungo Police had been carried out in accordance with the mutation procedures and principles in the Perkap, namely the principles of legality, accountability, justice, transparency, objectivity and anti-corruption. The inhibiting factors for the implementation of the Regulation of the Head of the Indonesian National Police Number 16 of 2012 concerning Mutations of Members of the Indonesian National Police at the Bungo Police are the real number of Bungo Police personnel, which is very far when compared to the number of DSPP (List of Police Personnel Composition) of the Bungo Police which must owned by the Bungo Police and there is still a lack of individual competency development for Bungo Police personnel to attend training or vocational education in order to develop the individual competencies of personnel to be professional in carrying out their duties.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Huda, Ni'matul. "HAK POLITIK TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PASCA REFORMASI." JURNAL HUKUM IUS QUIA IUSTUM 21, no. 2 (April 2014): 203–26. http://dx.doi.org/10.20885/iustum.vol21.iss2.art3.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Firmansyah, Shandy Herlian, and Achmad Miftah Farid. "Politik Hukum Praperadilan sebagai Lembaga Perlindungan Hak Tersangka Ditinjau dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 mengenai Penetapan Tersangka." Jurnal Penegakan Hukum dan Keadilan 3, no. 2 (September 30, 2022): 90–103. http://dx.doi.org/10.18196/jphk.v3i2.15195.

Full text
Abstract:
Kewenangan melakukan pembatasan kebebasan pribadi dalam penetapan tersangka kasus pidana hanya dimiliki oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. Hal ini menyebabkan tidak adanya mekanisme pengawasan bagi kepolisian ketika melakukan proses penangkapan, penahanan ataupun penggeledahan terhadap seorang tersangka. Ditetapkannya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana berfungsi untuk mengatur kelembagaan praperadilan dalam melaksanakan upaya pengawasan horizontal terhadap tindakan pembatasan kebebasan pribadi yang bersifat memaksa. Lembaga praperadilan diciptakan sebagai upaya bagi tersangka untuk mengajukan keberatan terhadap proses penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik dari kepolisian. Adanya mekanisme praperadilan terebut diharapkan proses penegakan hukum tidak dilakukan sewenang-wenang oleh Kepolisian Republik Indonesia yang dapat mengakibatkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Penelitian hukum normatif dengan studi kepustakaan ini memiliki tujuan untuk mengelaborasi politik hukum preperadilan dalam perlindungan hak tersangka yang ditunjau dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tentang sah atau tidaknya penetapan tersangka. Hasil penelitian ini menemukan bahwa masih terdapat kesewenangan dalam penetapan tersangka yang dilakukan oleh aparat Kepolisian. Selain itu, ditemukan bahwa masih banyak tersangka yang tidak mengetahui adanya upaya hukum yang dapat dilakukan ketika hak pribadinya dilanggar. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman dan kesadaran hukum dari tersangka.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Pramana, Setiya, Muhammad Junaidi, Zaenal Arifin, and Kadi Sukarna. "KEWENANGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM PENANGANAN KASUS KETERLIBATAN APARATUR SIPIL NEGARA DALAM PEMILIHAN UMUM." JURNAL USM LAW REVIEW 3, no. 2 (December 17, 2020): 462. http://dx.doi.org/10.26623/julr.v3i2.2903.

Full text
Abstract:
<p>Tujuan penelitian ini untuk mengkaji dan menganalisis kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum serta untuk mengkaji dan menganalisis kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum. Pegawai ASN sejatinya berada dalam posisi yang dilematis dan terombang-ambing oleh kepentingan politik. Di satu sisi, mereka adalah pegawai yang diangkat, ditempatkan, dipindahkan dan diberhentikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang berstatus pejabat politik. Kondisi seperti ini membuat karir ASN sering dikaitkan dengan kepentingan politik PPK. Disisi lain, ASN juga harus tetap bersikap netral untuk menjaga profesionalitasnya dalam menjalankan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publiknya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum dan Kendala dan solusi apakah yang dihadapi terkait kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah : (1) Kebijakan Polda Jawa Tengah dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan. (2) Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum, yaitu: a) Kurang Alat Bukti. b) Tidak adanya penjelasan tentang kata netral yang jelas c). Waktu Penanganan yang Terbatas, dan d). Keterangan Masyarakat yang Kurang Koperatif. e) Pertimbangan situasi tertib yang condong dijaga oleh Pori dalam hal ini Polda Jawa Tengah. Sedangkan Solusinya dari kendala tersebut diatas adalah : 1) Memperjelas aturan terkait definisi netral dari ASN tersebut. 2) Perlu regulasi penanganan dalam bentuk Undang-Undang yang jelas. 3) Pembentukan Mahkamah Pemilu yang terdiri dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Hakim, dan beberapa perwakilan dengan background tindak tidana pemilu yang dapat menangani sengketa pemilu.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Hartawan, Varian Dedy, Erni Setyowati, and Atik Suprapti. "PERSEPSI KENYAMANAN PARA PENGHUNI ASRAMA POLISI DI LEMBAGA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA – AKADEMI KEPOLISIAN." MODUL 19, no. 1 (May 29, 2019): 33. http://dx.doi.org/10.14710/mdl.19.1.2019.33-49.

Full text
Abstract:
As a primary need, shelter or boards are often to the top priority in human life which must be fulfilled after clothing and food. The Police Dormitory from Indonesian Republic Police Education And Training Institutions – Police Academy or abbreviated in Indonesian “Lemdiklat Polri – Akpol” is residential facility in the police dormitory provided for personnel and staff who teach or served in the Police Academy both members of the National Police or PNS (Goverment Employees). Not infrequently this dormitory are also inhabited more than two years by its members who serve in the Indonesian Republic Police Education And Training Instituitions – Police Academy. The majority of residents can be said to be decent enough to buy, or rent and inhabit outside the plice dormitory which has far better conditions than the police dormitory itself. This paper aims to determine the factors that make them stay at home to live there, even thought they can rent or buy more suitable home to live. The method used is mixing of qualitative methods and quantitative methods called mixed methods, and also look at the psychological and economic aspects of them. The results of the study reveal that there are a numbers of reasons for neighboring life that are safe, comfortable, economically affordable, the tranquility and natural silence in the surrounding area along with pollution – free air makes the residents still remain even though this location is far from the economic center in mainly.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Hutahaean, Armunanto, and Erlyn Indarti. "STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI OLEH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA (POLRI)." Masalah-Masalah Hukum 49, no. 3 (July 31, 2020): 314–23. http://dx.doi.org/10.14710/mmh.49.3.2020.314-323.

Full text
Abstract:
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana amanat Undang-Undang yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungani, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat,. Untuk melaksanaan tugas dibidang penegakan hukum, Polri diberi wewenang untuk melakukan Penyelidikan dan Penyidikan terhadap semua tindak pidana, termasuk perkara tindak pidana korupsi. Tulisan ini akan membahas permasalahan peran Polri dalam memberantas korupsi di Indonesia, serta bagaimana strategi pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia. Pembahasan menunjukkan bahwa orupsi di Indonesia telah merasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat, membawa bencana terhadap perekonomian nasional. Untuk itu dalam rangka pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan penegakan hukum yang luar biasa, dilaksanakan secara optimal dan profesional serta modern.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

FERILS, MUH, and Suharlina. "DETERMINAN KINERJA PEGAWAI PADA RUMAH SAKIT BHAYANGKARA HOEGENG IMAM SANTOSO KEPOLISIAN DAERAH PROVINSI SULAWESI BARAT." Assets : Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi 12, no. 2 (December 6, 2022): 262–80. http://dx.doi.org/10.24252/assets.v12i2.32377.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan dan disiplin kerja terhadap kinerja. Objek penelitiannya adalah salah satu pelayanan kesehatan publik yang berada dibawah naungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yakni Rumah Sakit Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Kepolisian Daerah Sulawesi Barat. Metode penelitian yang digunakan metode kuantitatif deskriptif. Penarikan sampel menggunakan nonprobability sampling teknik sampling purposive, sampel dalam penelitian ini 43 responden. Hasil analisis data menunjukkan kepemimpinan dan disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap kinerja pegawai Rumah Sakit Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Kepolisian Daerah Sulawesi Barat, Kepemimpinan lebih dominan berpengaruh dari pada disiplin kerja terhadap kinerja pegawai Rumah Sakit Bhayangkara Hoegeng Imam Santoso Kepolisian Daerah Sulawesi Barat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Hainia, Silvia, and Abdurrakhman alhakim. "Perlindungan Hukum Terhadap Whistleblower Dalam Tindak Pidana Narkotika." Jurnal Hukum Sasana 8, no. 1 (April 5, 2022): 145–52. http://dx.doi.org/10.31599/sasana.v8i1.1048.

Full text
Abstract:
Penyebaran narkoba serta obat-obatan terlarang di Indonesia menjadi perhatian serta keprihatinan besar masyarakat, dan media hampir penuh dengan perdagangan narkoba dan penangkapan untuk kegiatan kriminal lainnya. Dalam melakukan tugas sebagai aparat penegak hukum kepolisian, perlu menggunakan Kode Etik asalkan pedoman dalam praktik sehari-hari. Peraturan terkait Kode Etik Kepolisian dapat ditemukan dalam Undang-Undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002, Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2006, dan Nomor 7 Tahun 2006. Tujuan pembangunan nasional Indonesia ialah menciptakan masyarakat yang benar-benar adil, damai, aman, dan makmur bersumber pada Pankashira serta Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2009 35 tentang Narkotika. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode hukum normatif atau kepustakaan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan Undang-Undang Narkotika Nomor 35 Tahun 2009. Pendekatan yang ditonjolkan yaitu studi literatur yang valid dan pendekatan tekstual yang berasal dari studi kasus dan literatur tertulis, yaitu studi yang membedakan antara apa yang terkandung dalam teks atau literatur dengan apa yang terkandung di dalamnya. Untuk menjamin keselamatan pelapor, maka keselamatan pelapor harus diatur dengan undang-undang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Kurniawan, Rudy Cahya. "MENINGKATKAN PROFESIONALITAS KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA MELALUI PEMANTAPAN MEDIA MASSA." SENTRI: Jurnal Riset Ilmiah 1, no. 2 (October 17, 2022): 371–81. http://dx.doi.org/10.55681/sentri.v1i2.242.

Full text
Abstract:
Beberapa persoalan menjadikan potret Polri secara umum masih terlihat buram di mata masyarakat maupun media massa yang semestinya menjadi perhatian serius untuk segera dibenahi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan profesionalisme Polri melalui pemantapan media massa beserta hambatan yang dihadapi. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris dengan spesifikasi deskriptif analitis. Analisis data dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: Peningkatan profesionlisme Polri melalui pemantapan media massa dapat dilakukan dengan cara membentuk kemitraan dengan berbagai media, membangun reputasi terhadap media, memberikan informasi yang baik, kerjasama dalam penyampaian materi informasi, menyediakan fasilitas verifikasi, kerjasama dalam penyampaian materi informasi. Hambatan yang dihadapi adalah terjadi pergeseran jadwal, terbatasnya sarana prasarana, kekurangan SDM, padatnya jadwal, minim anggaran, kesulitan dalam menjangkau informasi dari semua Satuan Kerja yang jumlahnya banyak.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Kurniawan, Rudy Cahya. "MENINGKATKAN PROFESIONALITAS KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA MELALUI PEMANTAPAN MEDIA MASSA." SWARNA: Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat 1, no. 2 (October 18, 2022): 83–93. http://dx.doi.org/10.55681/swarna.v1i2.66.

Full text
Abstract:
Beberapa persoalan menjadikan potret Polri secara umum masih terlihat buram di mata masyarakat maupun media massa yang semestinya menjadi perhatian serius untuk segera dibenahi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peningkatan profesionalisme Polri melalui pemantapan media massa beserta hambatan yang dihadapi. Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris dengan spesifikasi deskriptif analitis. Analisis data dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan: Peningkatan profesionlisme Polri melalui pemantapan media massa dapat dilakukan dengan cara membentuk kemitraan dengan berbagai media, membangun reputasi terhadap media, memberikan informasi yang baik, kerjasama dalam penyampaian materi informasi, menyediakan fasilitas verifikasi, kerjasama dalam penyampaian materi informasi. Hambatan yang dihadapi adalah terjadi pergeseran jadwal, terbatasnya sarana prasarana, kekurangan SDM, padatnya jadwal, minim anggaran, kesulitan dalam menjangkau informasi dari semua Satuan Kerja yang jumlahnya banyak.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Amy Yayuk Sri Rahayu, Galih Putra Samodra. "Implementasi Kebijakan Pengarusutamaan Gender di Kepolisian Negara Republik Indonesia." Jurnal Ilmu Kepolisian 15, no. 3 (September 21, 2022): 11. http://dx.doi.org/10.35879/jik.v15i3.342.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Rejekiana, Sri, and Ilin Sukma. "SISTEM INFORMASI PENGADUAN HUKUM SECARA ONLINE TINDAK PIDANA (STUDI KASUS PADA POLRES KENDARI)." Simtek : jurnal sistem informasi dan teknik komputer 5, no. 2 (November 5, 2020): 108–13. http://dx.doi.org/10.51876/simtek.v5i2.84.

Full text
Abstract:
Kepolisian di negara modern yang demokratis mempunyai fungsi pelayanan keamanan kepada individu, komunitas (masyarakat setempat) dan negara. Melaporkan tindak pidana kepada Kepolisian diatur berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Daerah Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tingginya tingkat kejahatan di kota Kendari dan kurang efektifnya sistem pengaduan yang masih menggunakan cara manual dengan mendatangi langsung kantor kepolisian menjadi salah satu kendala yang menghambat penanganan tindak kejahatan. Untuk itu dibutuhkan sebuah sistem berbasis komputer yang memudahkan masyarakat untuk melakukan pengaduan tindak kekerasan dengan mudah dan cepat menggunakan intenet kapan pun dan di mana pun tempatnya. Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah sistem informasi pengaduan hukum untuk tindak pidana pada Polres Kendari secara online. Hasil penelitian ini diharapkan membantu masyarakat dalam melaporkan tindak pidana sehingga dapat lebih cepat diproses dan ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Susilo, Budi Hartanto. "Perbandingan Jumlah Lalulintas Jalan Antar Instansi Terkait di Indonesia." Jurnal Teknik Sipil 5, no. 1 (March 26, 2019): 78–92. http://dx.doi.org/10.28932/jts.v5i1.1313.

Full text
Abstract:
Kinerja keselamatan lalulintas jalan di Indonesia berada pada peringkat sembilan dari sepuluh negaraASEAN (ADB-ASEAN, 1999). Penanganan masalah keselamatan akibat kecelakaan lalulintas jalan diIndonesia belum memberi hasil yang baik. Oleh karena itu, Indonesia perlu bekerja keras dan segeramelakukan berbagai program serta tindakan untuk meningkatkan keselamatan lalulintas. Suatu kajiantentang faktor konversi data kecelakaan fatal pernah dilakukan di Bandung pada tahun 1996 (Susilo etal). Metode yang digunakan pada studi ini adalah membandingkan data jumlah korban meninggalyang ada di rumah sakit dengan data yang ada di kepolisian untuk kecelakaan yang sama. Lima rumahsakit yang menjadi obyek pengamatan adalah Hasan Sadikin, Boromeus, Imannuel, Advent, dan Al-Islam. Studi ini menghasilkan suatu faktor konversi yang mempunyai rentang antara 1,15 hingga 1,35,dan studi ini merekomendasikan faktor konversi sebesar 1,25. Rasio antara jumlah kecelakaan yangada di PT. Jasa Raharja (36.000) terhadap jumlah kecelakaan yang ada pada Kepolisian RepublikIndonesia (28.470) adalah 1,26. Angka ini mendekati faktor konversi data hasil studi Susilo et al(1996). Bila faktor konversi yang digunakan adalah 1,25 dengan data kecelakaan mati 28.470 jiwa(POLRI, 2006) dan diasumsikan jumlah penduduk Indonesia 220 juta, serta rasio kepemilikankendaraan bermotor adalah 1 : 20 maka akan didapat jumlah kecelakaan mati sebanyak 35.588 jiwadengan tingkat kecelakaan fatal sebesar 33 jiwa per 10.000 kendaraan (= (28.470 x 1,25) : (220 juta x1/20 x 1/10000)). Berdasarkan tabel peringkat kecelakaan fatal dari Fjellstrom (2002) maka Indonesiamenduduki peringkat ke-14 setelah Botswana atau peringkat ketiga di Asia setelah Bangladesh danSyria. Data yang diperoleh dari instansi terkait seperti instansi kepolisian dalam hal ini ada tigainstansi, antara lain instansi kepolisian (POLDA dan Polwitabes), Jasa Raharja dan Dinas Kesehatan.Data dari ketiga instansi tersebut diperlukan untuk dikelompokkan dan dibandingkan sehingga dapatdicari suatu faktor yang bisa menghubungkan data-data yang ada sebagai suatu kesatuanpangkalandata yang seragam (uniform). Oleh karena itu diperlukan suatu faktor konversi untukmenyeragamkan data yang ada berdasarkan time series. Selanjutnya data yang sudah lengkap dapatdibuatkan suatu persamaan untuk memprediksi kecelakaan yang akan terjadi di masa mendatang. Halini sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya seperti Smeed dan Andreassen.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Saputro, Legowo. "DISKRESI ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM PENANGANAN AKSI UNJUK RASA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP KETAHANAN WILAYAH (STUDI DI KEPOLISIAN RESORT KOTA YOGYAKARTA)." Jurnal Ketahanan Nasional 21, no. 2 (August 25, 2015): 89. http://dx.doi.org/10.22146/jkn.10153.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk: Pertama, mengetahui penerapan dikresi anggota kepolisian dalam penanganan aksi unjuk rasa, terkait bentuk tindakan dan pertimbangannya serta kendala; dan Kedua, implikasinya terhadap ketahanan wilayah.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu pencarian dan pengumpulan data yang berupa pendapat atau gagasan, fenomena, gambar serta dokumen yang berkaitan dengan diskresi anggota kepolisian dalam penanganan aksi unjuk rasa. Data diperoleh dengan wawancara mendalam, pengamatan serta studi kepustakaan dan dokumen, yang selanjutnya dianalisis dan dituangkan dalam bentuk kata-kata dan gambar sehingga memberikan gambaran yang jelas tentang obyek penelitian. Penelitian dilakukan di Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dengan mengambil sampel beberapa Anggota Polresta Yogyakarta dan Polda DIY, pengunjuk rasa, masyarakat,dan ahli hukum. Diskresi yang diterapkan oleh Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dalam penanganan aksi unjuk rasa berupa toleransi atas pelanggaran pengunjuk rasa dalam hal surat pemberitahuan dan pelaksanaan aksi unjuk rasa, dan tindakan tersebut sekaligus merupakan pengabaian ketentuan dalam penanganan aksi unjuk rasa oleh Polisi. Kendalanya berupa pemahaman yang sempit serta dangkal terhadap diskresi oleh Polisi, sanksi yang diberikan bersifat personal, tanggapan negatif dari masyarakat dan pengunjuk rasa. Diskresi Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta dalam penanganan aksi unjuk rasa berakibat, yaitu: Pertama, akibat positif berupa terciptanya stabilitas wilayah di Kota Yogyakarta dan berdampak terhadap ketahanan wilayah pada aspek ideologi, politik, sosial budaya dan keamanan; Kedua yaitu, akibat negatif berupa anggapan masyarakat bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh pengunjuk rasa merupakan hal yang benar, apabila diskresi yang diterapkan tidak dipahami dengan baik oleh polisi. Kendala yang ada harus diatasi dengan memberikan pemahaman dan pengetahuan yang cukup tentang diskresi kepolisian, khususnya kepada Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta, dan kepada masyarakat maupun pengunjuk rasa
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Puspita, Kumara, Samriananda Septiyani, and I. Gde Sandy Satria. "EFEKTIVITAS TIM ESCORT SEBAGAI PEMBUKA JALAN AMBULANS DI INDONESIA." Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune 3, no. 2 (July 22, 2020): 189–200. http://dx.doi.org/10.30996/jhbbc.v3i2.3576.

Full text
Abstract:
AbstractThis study aims to identify the formation of the escort team community and the important role of the ambulance escort. Research methods used by researchers are empirical studies by obtaining live data from interviews via social media with escort teams and communities in Indonesia. Research on the role of escort team helps the ambulance travel quickly to the assigned hospital. Early in the development of the escort team in Indonesia, due to people's indifference to the presence of ambulances when the ambulance sirens went off, this caused patients to bet their lives on the streets. Several communities and police departments disagreed on the escort team's presence, as it was in the interest of security and order in police traffic that had the authority to escort ambulances. In this case the host team helps the ambulance, since the ambulance asks escort teams to escort ambulances, for a definite decision or discrete of the police force to provide a specific clearance for the escort team's communities.Keywords: ambulance escort; escort team community; roleAbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui awal terbentuknya komunitas tim escort dan peranan penting dalam melakukan pengawalan ambulans. Metode penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian empiris dengan cara memperoleh data langsung dari hasil wawancara melalui media sosial dengan pihak tim escort dan masyarakat di Indonesia. Melalui penelitian ini peneliti peranan tim escort dapat membantu perjalanan ambulans agar cepat sampai ke rumah sakit yang dituju. Pada awal terbentuknya komunitas tim escort di Indonesia, disebabkan karena ketidakpedulian masyarakat akan keberadaan ambulans ketika sirine ambulans berbunyi, hal ini yang menyebabkan pasien bertaruh nyawa di jalan. Beberapa masyarakat dan pihak kepolisan tidak setuju akan keberadaan komunitas tim escort, karena demi keamanan dan ketertiban dalam berlalu lintas pihak kepolisian yang memiliki wewenang untuk melakukan pengawalan ambulans. Dalam hal ini keberadaan komunitas tim escort sangat membantu pihak ambulans, karena pihak ambulans yang meminta tim escort untuk mengawal ambulans, supaya adanya kepastian diperlukan keputusan atau diskresi kepolisian agar memberikan ketegasan berupa izin khusus untuk komunitas tim escort dalam melakukan pengawalan ambulans.Kata kunci: komunitas tim escort; pengawalan ambulans; peranan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Zulkarnaen, Safiq Jundhira. "Diskresi Oleh Kepolisian Republik Indonesia Resor Mojokerto Kota Dalam Penyelesaian Perkara Kecelakaan Lalu Lintas." Airlangga Development Journal 4, no. 2 (November 9, 2020): 106. http://dx.doi.org/10.20473/adj.v4i2.23103.

Full text
Abstract:
Dalam lingkup wilayah hukum Kepolisian Republik Indonesia Resor Mojokerto Kota, peristiwa kecelakaan lalu lintas adalah peristiwa hukum yang seringkali pada tahun 2017 terjadi 322 peristiwa dan tahun 2018 terjadi 370 peristiwa kecelakaan lalu lintas, yang mana dari peristiwa tersebut tidak ada yang naik ke pengadilan kecuali hanya 1 kasus saja. Sehingga adanya penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan diskresi oleh Kepolisian Resor Mojokerto Kota dalam penyelesaian perkara kecelakaan lalu lintas. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis empiris. Pengumpulan data diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan triangulasi. Analisis dilakukan dengan tahapan: kompilasi bahan-bahan hukum, klasifikasi, sistematisasi, serta interpretasi. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penegakan hukum oleh Polri tidak bisa dilakukan secara kaku. Penegak hukum untuk menguji setiap perkara kecelakaan lalu lintas melalui diskresi maupun mediasi, dengan tujuan adalah kepentingan korban dalam perspektif keadilan restoratif. Penerapan diskresi oleh Kepolisian Resor Mojokerto Kota dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Namun hal tersebut dilaksanakan dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko tindakannya dan untuk kepentingan umum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Fitriani, Andi Pancai, and Sholahuddin Harahap. "Penegakan Hukum terhadap Penyalahgunaan Narkotika oleh Anggota Kepolisian Ditinjau dari Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia." Jurnal Riset Ilmu Hukum 1, no. 1 (July 5, 2021): 1–5. http://dx.doi.org/10.29313/jrih.v1i1.56.

Full text
Abstract:
Abstract. Law enforcement against narcotics abuse has been widely carried out by law enforcement officials. This law enforcement is expected to be able as an antidote to the spread of narcotics trafficking. Although the Indonesian people already have laws on narcotics and psychotropics, in practice, law enforcement related to drug problems is still chaotic and ineffective. The ineffectiveness of the implementation of the law is due to the fact that the police who deal with narcotics problems are sometimes so low that they are often tempted to work with syndicates to get money. Law enforcement can be carried out using Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics Abuse and besides members of the Police who abuse narcotics can be charged with Article 114 paragraph (1) Subsider Article 112 paragraph (1), while Brigadier Devis will be charged under Article 131 of the Act Law No. 35 of 2009 concerning drug abuse. And members of the Police who commit crimes will be followed by a trial of the existing Police Professional Code of Ethics. Abstrak. Penegakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum. Penegakan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan narkotika. Kendati bangsa Indonesia telah memiliki undang-undang tentang narkotika dan psikotropika, dalam praktiknya, penegakan hukum yang terkait dengan masalah narkoba masih carut marut dan tidak efektif. Tidak efektifnya pelaksanaan undang-undang tersebut disebabkan oleh aparat kepolisian yang menangani masalah narkoba terkadang rendah sehingga sering tergiur untuk bekerja sama dengan sindikat demi memperoleh uang. Penegakan hukum dapat dilakukan dengan menggunakan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Penyalahgunaan Narkotika dan selain itu anggota Kepolisian yang menyalahgunakan narkotika dapat dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) Subsider Pasal 112 ayat (1), sedangkan Brigadir Devis akan dijerat dengan Pasal 131 Undang-undang No.35 Tahun 2009 tentang penyalahgunaan narkotika. Dan anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana akan diikuti dengan sidang Kode Etik Profesi Kepolisian yang ada.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Sukarnita, Putu Heri, and I. Nyoman Surata. "PERANAN PROFESI DAN PENGAMANAN DALAM PENEGAKAN KODE ETIK KEPOLISIAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DI KEPOLISIAN RESOR BULELENG." Kertha Widya 8, no. 1 (January 5, 2021): 38–66. http://dx.doi.org/10.37637/kw.v8i1.638.

Full text
Abstract:
Fungsi dan peranan Propam di lingkungan kepolisian Republik Indonesia penting karena akan memberikan dampak terhadap penegakan disiplin anggota Kepolisian dan terutama penegakan kode etik Kepolisian. Penelitian ini meneliti peranan Propam dalam penegakan KEPP berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 dan kendala-kendala yang dihadapi Propam dalam penegakan KEPP di Kepolisian Resor Buleleng. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris, bersifat deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen dan wawancara. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif. Peranan Propam dalam penegakan KEPP berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 di Polres Buleleng sangat penting, perannya antara lain: penatausaha pengaduan masyarakat bersama seksi pengawasan (Siwas); auditor investigasi, pemeriksa, dan petugas pemberkasan pada tahap pemeriksaan pendahuluan atas dugaan pelanggaran KEPP, bertugas sebagai penuntut pada sidang KKEP, pengawas pelaksanaan Putusan Sidang KEPP dan Komisi Banding. Kendala-kendala yang dihadapi Propam dalam penegakan KEPP di Kepolisian Resor Buleleng antara lain: kurangnya jumlah personil yang ditempatkan pada Sipropam, terbatasnya perlengkapan dan peralatan yang digunakan, masih kurangnya personil yang di tugaskan di Sipropam mengikuti pendidikan dan latihan kejuruan tentang Propam, dan perubahan regulasi, yang harus disertai dengan sosialisasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Nabilah, Farah, and Gigit Mujianto. "Ragam Kolokial pada Kepolisian RI." Alinea: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajaran 10, no. 2 (October 31, 2021): 126. http://dx.doi.org/10.35194/alinea.v10i2.1257.

Full text
Abstract:
Artikel ini akan mendeskripsikan variasi kolokial yang dipengaruhi faktor luar bahasa yang tedapat dalam interkasi SPEAKING. Metode deskriptif kualitatif digunakan dalam penelitian ini, dengan menitik beratkan peneliti sebagai instrumen penentu dalam penyelesian penelitian ini dengan deskripsi analisis terkait data. Data dalam penelitian ini berupa tuturan yang ditranskrip dari interaksi para penutur pada peritiwa turur tertentu. Teknik dalam penelitian ini yaitu deksriptif analisis yang digunakan untuk memaparkan penjelasan mengenai interaksi SPEAKING pada terapan variasi kolokial dalam bentuk tuturan yang ditranskrip. Hasil penelitian ini menujukkan penggunaan variasi bahasa kolokial yang ada dalam hierarki Kepolisian Republik Indonesia terdiri dari, (1) kolokial penghilangan huruf vokal dalam sebuah kata, (2) kolokial penghilangan huruf konsonan dalam sebuah kata, (3) penggunaan suku kata awal dan akhir pada sebuah kata, kemudian variasi bahasa kolokial dapat juga digunakan dalam situasi semi formal, dan formal. Katakunci: kolokial, SPEAKING, semi formal, dan formalAbstract This article will describe colloquial variations that are influenced by external factors in the SPEAKING interaction. The qualitative descriptive method was used in this study, with the emphasis on the researcher as a decisive instrument in completing this study with a description of the analysis related to the data. The data in this study are utterances that are transcribed from the interactions of speakers at certain speech events. The technique in this study is the descriptive analysis which is used to explain the explanation of the SPEAKING interaction in the application of colloquial variations in the form of transcribed speech. The results of this study indicate the use of colloquial language variations that exist in the hierarchy of the Indonesian National Police consisting of, (1) colloquial omission of vowels in a word, (2) colloquial omission of consonants in a word, (3) use of initial and final syllables in a word. a word, then colloquial language variations can also be used in semi-formal and formal situations.Keywords: Colloquial, SPEAKING, Semi-Formal, and Formal Situations
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Hasibuan, Edi Saputra. "Mengenal Proses Hukum Dalam Kepolisian." Justicia Sains: Jurnal Ilmu Hukum 5, no. 2 (August 25, 2021): 200–219. http://dx.doi.org/10.24967/jcs.v5i2.1286.

Full text
Abstract:
Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu instansi Negara yang mengemban tugas dalam rangka menjaga ketertiban dan keamanan Negara, serta penegakkan hukum. Terkait hal tersebut dalam pelaksanaannya tentu saja menemui berbagai kendala serta melalui proses dan SOP yang berlaku. Dalam penyelesaian suatu kasus Polri melakukan upaya untuk menentukan apakah kasus tersebut berupa pelanggaran atau tindak pidana. Apakah suatu kasus itu mengandung unsur tindak pidana atau tidak. Hal ini sangat penting mengingat tidak boleh adanya seseorang yang dibawa ke pengadilan jika perbuatannya tidak diatur dalam undang-undang. Penyidikan dan penyelidikan yang menjadi salah satu upaya dalam proses hukum rasanya sudah tidak asing didengar oleh masyarakat. Selain kedua hal tersebut, masih ada proses lain yang tentunya akan dipaparkan dalam tulisan ini. Penegakkan hukum adalah hal yang sangat esensial maka dari itu Polri yang menjadi ujung tombak “Gakkum” diharapkan untuk selalu siap, tegas, dan professional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Arifin, Zainal, and Hary Masrukin. "ANALISIS KEWENANGAN POLRI DALAM MELAKUKAN PENYIDIKAN PENANGKAPAN TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI DI KABUPATEN NGANJUK)." MIZAN, Jurnal Ilmu Hukum 7, no. 2 (April 24, 2019): 43. http://dx.doi.org/10.32503/mizan.v7i2.462.

Full text
Abstract:
Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia Pasal 13 dan pasal 14 adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan, menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan, membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, turut serta dalam pembinaan hukum nasional dan memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum, melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa, melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya, menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian, melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang, memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Rumusan masalah pada Tesis ini adalah (1) Apa Yang Menjadi Dasar Hukum POLRI Dalam Melakukan Penyidikan Penangkapan Tindak Pidana Korupsi? (2) Bagaimana Proses POLRI Dalam Melakukan Penyidikan Penangkapan Tindak Pidana Korupsi? (3) Apa Kendala POLRI Dalam Melakukan Penyidikan Penangkapan Tindak Pidana Korupsi Jenis penelitian ini adalah Metode pendekatan yang dilakukan menggunakan metode pendekatan Yuridis empiris. Metode ini mempunyai tujuan untuk menilai dan melihat pelaksanaan kinerja seseorang dan penelitian kepustakaan serta penelitian lapangan, penelitian ini bersifat kualitatif untuk melihat secara langsung gambaran yang terjadi di masyarakat. Hasil penelitian ini adalah Dasar hukum POLRI dalam Melakukan Penyelidikan Penangkapan Tindak Pidana Korupsi yaitu sudah sesuai dengan aturan Perundang-undangan, memakai Standar Operasional Prosedur, Surat Perintah Penangkapan, Surat Pemberitahuan dimulainya penyidikan, surat perintah tugas penyelidik dan Penyidik. Jadi Setiap POLRI / Petugas Dalam menjalankan kewajiban dan wewenang nya selalu berpedoman dengan aturan atau perundang-undangan yang berlaku. Apabila ada petugas penyelidik ataupun Penyidik pada waktu menjalankan tugasnya tidak sesuai aturan atau SOP POLRI maka perlu mendapatakan teguran dari atasan atau Provos bahkan kritik dari masyarakat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Hartanto, Alwin Widyanto, Ellyzabeth Tanaya, and Hansel Ng. "URGENSI PEMBATASAN PENANGANAN REPRESIF APARAT KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI RADIKALISME." Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni 1, no. 2 (February 1, 2018): 60. http://dx.doi.org/10.24912/jmishumsen.v1i2.866.

Full text
Abstract:
Radikalisme merupakan isu yang menjadi masalah di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Agar permasalahan radikalisme tidak terus berkembang, diperlukan upaya untuk menanggulangi perkembangan radikalisme. Salah satu lembaga yang bertugas untuk menanggulangi radikalisme adalah kepolisian. Ketika menjalankan tugasnya, polisi dapat mengambil tindakan-tindakan, baik tindakan yang bersifat pencegahan maupun tindakan yang bersifat represif. Akan tetapi, diperlukan adanya pembatasan-pembatasan yang perlu diperhatikan saat menanggulangi radikalisme menggunakan cara-cara represif. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis pentingnya pembatasan tindakan represif oleh aparat kepolisian serta upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kinerja kepolisian dalam menanggulangi radikalisme. Melalui penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa dalam penanggulangan radikalisme, aparat kepolisian perlu membatasi penggunaan tindakan represif dan menggunakannya hanya jika diperlukan, misalnya ketika eskalasi masalah terlanjur besar dan tindakan pencegahan tidak lagi dimungkinkan. Hal ini disebabkan oleh tindakan represif yang cenderung tidak efektif untuk menyelesaikan permasalahan radikalisme. Selain itu, upaya-upaya peningkatan kinerja kepolisian dapat dilakukan agar radikalisme dapat ditangani secara lebih efektif.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Utama, Leonardus Agung Putra, and Febby Mutiara Nelson. "Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api dan Senjata Tajam Dalam Undang-Undang Darurat No. 12 tahun 1951 dikaitkan dengan Faktor Korelatif Kriminalisasi." SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 9, no. 2 (March 25, 2022): 549–62. http://dx.doi.org/10.15408/sjsbs.v9i2.25115.

Full text
Abstract:
The main difference between the Emergency Law 12/1951 and the law that came before it is how punishments work. A sentence of 4 (four) years will be given if someone transfers guns without permission from the Chief of Police in Article 4c and Article 3 of Law 8 of 1948. When it comes to the Emergency Law 12/1951, it is punishable by death, life imprisonment, or a temporary prison sentence of up to twenty years. The difference in punishments is big because of the state's security situation at the time the emergency law was passed. However, do these sanctions still make sense in light of the current situation? People who do this kind of research call it "normative" or "library law research." When reviewing and analyzing library materials or secondary data that are related to research materials, the normative approach is used. This approach is used to look at primary legal materials, secondary legal materials, and third-party legal materials. Other laws and regulations that deal with guns and sharp weapons, like Regulation of the Head of the Indonesian National Police Number 18, 2015, which deals with licensing, supervision, and control of non-organic firearms of the Indonesian National Police/Indonesian National Armed Forces for Self-Defense and Regulations of the Head of the Indonesian National Police.Keywords: Firearms; Sharp Weapons; Criminalization AbstrakPerbedaan antara Undang-Undang Darurat 12/1951 dengan Undang- Undang sebelumnya yang paling terlihat adalah tentang sanksi. Sebagai contoh, dalam Pasal 4c jo Pasal 3 UU No. 8 Tahun 1948 bila terjadi pemindahtangan senjata api tanpa tanpa ijin dari Kepala Kepolisian maka akan dikenakan pidana selama 4 (empat) tahun. Sementara dalam Pasal 1 ayat (1) UU Drt 12/1951, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun. Perbedaan sanksi yang signifikan mengingat situasi keamanan negara pada saat dibuatnya UU darurat. Namun apakah sanksi tersebut masih relevan bila dibandingkan dengan kondisi saat ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Peraturan mengenai sejata api dan senjata tajam selain Undang- Undang Darurat 12/1951 seperti contohnya Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non organik Kepolisian Negara Republik Indonesia/ Tentara Nasional Indonesia untuk Kepentingan Bela Diri dan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.enjaKata Kunci: Senjata Api; Senjata Tajam; Kriminalisasi
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Siahaan, Herikson Parulian, Marlina Marlina, and Muaz Zul. "Peran Kepolisian dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi (Studi pada Kepolisian Daerah Sumatera Utara)." ARBITER: Jurnal Ilmiah Magister Hukum 1, no. 2 (October 2, 2019): 135–45. http://dx.doi.org/10.31289/arbiter.v1i2.116.

Full text
Abstract:
The purpose of this study was to determine how the role of the police in the investigation of corruption, how the authority of the police in investigating corruption and how the obstacles faced by the police in investigating corruption in the North Sumatra Regional Police. This research is directed towards normative juridical legal research or doctrinaire which is also referred to as library research or document study because more is done on secondary data in the library. Normative or doctrinaire legal research proposed in this study is a study of legal principles by conducting research in the North Sumatra Regional Police. The results of the research and discussion explaining the regulation of the role of the police in investigating criminal acts of corruption are found in Law No. 8 of 1981 concerning the Criminal Procedure Code, Law No. 31 of 1999 concerning Corruption Crimes as amended by Law No. 20 of 2001 and Law No. 2 of 2002 concerning the National Police of the Republic of Indonesia, in which of all the arrangements explained that the investigator included in the corruption case was the Republic of Indonesia's National Police Officer.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Dewi, Kadek Intan Pramita. "Penegakan hukum terhadap anggota Polri yang melakukan pelanggaran tidak masuk dinas." Jurnal Sosiologi Dialektika 15, no. 1 (May 30, 2020): 57. http://dx.doi.org/10.20473/jsd.v15i1.2020.57-63.

Full text
Abstract:
Kedisiplinan dalam lingkungan keanggotaan polisi merupakan suatu bentuk kredibilitas dan komitmen polri dalam melaksanakan pekerjaannya. Berbagai peraturan dalam kepolisian banyak membahas mengenai kedisiplinan yang harus ditaati oleh para anggota. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penegakan kedisiplinan di lingkungan Kepolisian Udara Pondok Cabe. Adapun Metode penelitian yang digunakan ialah kualitatif dan studi kasus. Teknik pengumpulan datanya melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anggota polisi yang tidak masuk layanan tanpa izin, dianggap melakukan tindakan disipliner jika hal ini dilakukan selama 30 hari kerja berturut-turut dan dapat dikenai sanksi administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (3) surat Peraturan Kepolisian Nasional No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia. Sanksi administratif dapat berupa rekomendasi pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) yang prosedur penanganannya dilakukan oleh Provos.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Armunanto Hutahaean. "PENERAPAN RESTORATIVE JUSTICE OLEH KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNTUK MEWUJUDKAN TUJUAN HUKUM." Jurnal Hukum to-ra : Hukum Untuk Mengatur dan Melindungi Masyarakat 8, no. 2 (August 15, 2022): 140–48. http://dx.doi.org/10.55809/tora.v8i2.119.

Full text
Abstract:
Nowadays, settlement of criminal cases out of the court through restorative justice is essential for Indonesian society. State Police of the Republic of Indonesia as the bearer of the state government's function of law enforcement duties, in addition to provide protection, safeguard and service to public are expected to be able to realize the demands of the community to achieve justice. The public has high expectations for the State Police of the Republic of Indonesia as one of the law enforcement officers, who are authorized by law as investigators to carry out investigations of all criminal acts in the context of law enforcement. Certainly, law enforcement is carried out according to the priority program of the National Police Chief which carries the concept of Transformation towards a Predictive, Responsive and Just Transparency Police (PRESISI) for the realization of legal purpose.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography