To see the other types of publications on this topic, follow the link: Islamische Bank.

Journal articles on the topic 'Islamische Bank'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 43 journal articles for your research on the topic 'Islamische Bank.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Azmi, Muhammad Aslah Akmal, and Ashraf Ahmad Hadi. "Pan-Islamisme di Negeri-Negeri Melayu dan Reaksi British (1912-1918)." Akademika 91, no. 3 (January 13, 2022): 3–14. http://dx.doi.org/10.17576/akad-2021-9103-01.

Full text
Abstract:
Artikel ini menganalisis perkembangan Pan-Islamisme di Negeri-Negeri Melayu pada zaman Perang Dunia Pertama. Sebelum Perang Dunia Pertama meletus, kerajaan British di Negeri-Negeri Melayu mengamalkan hubungan diplomatik dengan pelbagai negara. Keterbukaan ini memberi ruang kepada negara-negara lain untuk mengadakan hubungan ekonomi dan sosial dengan penduduk Negeri-Negeri Melayu. Turki merupakan antara negara yang mempunyai hubungan baik dengan British telah memberi ruang kepada negara tersebut untuk mempunyai hubungan diplomatik dengan Negeri-Negeri Melayu. Pan-Islamisme mula menjadi isu hangat apabila sekumpulan inteklekual muda di Turki telah mencetus idea dan gerakan kesatuan Islam sejagat. Kesannya, semangat Pan-Islamisme telah mula tersebar ke Negeri-Negeri Melayu. Semangat ini mempengaruhi masyarakat Islam untuk menyokong kerajaan Turki atas prinsip kesatuan umat Islam sejagat. Walaupun British sedar bahawa perkembangan semangat Pan-Islamisme ini mampu mempengaruhi kesetiaan penduduk Negeri-Negeri Melayu terhadap British namun British tidak dapat menyekat kemasukan pendakwah atau pedagang Turki untuk datang ke Negeri-Negeri Melayu. Hal ini disebabkan British masih mempunyai hubungan baik dengan Turki. Maka, semangat Pan-Islamisme terus berkembang di Negeri-Negeri Melayu sehingga Perang Dunia Pertama meletus pada tahun 1914. Justeru itu, artikel ini menilai sejauhmanakah PanIslamisme memberi kesan terhadap perkembangan Pan-Islamisme di Negeri-Negeri Melayu pada zaman Perang Dunia Pertama. Kajian ini menggunakan kaedah penyelidikan kualititatif dengan meneliti sumber primer seperti dokumen Laporan Tahunan Negeri-Negeri Selat dan fail-fail Pejabat Pesuruhjaya Tinggi British. Hasil kajian membuktikan semangat Pan-Islamisme telah diterima oleh penduduk Negeri-Negeri Melayu namun sokongan ini berjaya dikawal oleh British sepanjang zaman Perang Dunia Pertama. Kata kunci: Pan-Islamisme; Turki; British; Perang Dunia Pertama; Hubungan Diplomatik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Daven, Mathias. "MEMAHAMI PEMIKIRAN IDEOLOGIS DALAM ISLAMISME RADIKAL | UNDERSTANDING IDEOLOGICAL THOUGHT IN RADICAL ISLAMISM." Jurnal Ledalero 17, no. 1 (May 26, 2018): 27. http://dx.doi.org/10.31385/jl.v17i1.123.27-57.

Full text
Abstract:
<b>Abstrak:</b> Islamisme atau fundamentalisme Islam merupakan ideologi yang memperjuangkan moralisasi politik berdasarkan keunggulan moral agama Islam. Istilah “Islamisme” dan “fundamentalisme Islam” menggambarkan fenomen politisasi agama dan sakralisasi politik. Moralisasi politik berdasarkan kebenaran iman suatu agama selalu berbahaya, sebab ia menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan masyarakat yang heterogen. Namun Islamisme radikal lebih dari sekedar Fundamentalisme Islam. Islamisme radikal selalu bercorak fundamentalis, tetapi tidak semua fundamentalisme Islam bersifat radikal. Keradikalan dalam Islamisme terletak dalam usaha memperjuangkan moralisasi politik berdasarkan ajaran Islam baik dengan cara legal, maupun dengan menggunakan sarana teror atau kekerasan. Itulah sebabnya Islamisme radikal selalu dikaitkan dengan terorisme internasional; artinya terorisme internasional tidak bisa dipikirkan tanpa Islamisme radikal. Salah satu jalan untuk menyikapinya ialah diskursus kritis terbuka yang bertujuan menyingkapkan dan mengkritik pemikiran ideologis yang terkandung di dalamnya serta meningkatkan kewaspadaan akan konsekuensi praktis dari sebuah jenis pemikiran ideologis. Usaha bersama untuk memahami struktur pemikiran ideologis dan melawan radikalisasi agama menjadi penting dan urgen jika semua komponen bangsa masih berkepentingan merawat negara Pancasila sebagai “rumah bersama” bagi semua warga dengan aneka latar belakang agama, suku, dan bahasa yang berbeda. <b>Kata-kata Kunci:</b> Islamisme radikal, fundamentalisme agama, ideologi, totaliter, kebenaran, dan politik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Iswanto, Agus. "MEMBACA KECENDERUNGAN PEMIKIRAN ISLAM GENERASI MILENIAL INDONESIA." Harmoni 17, no. 1 (June 30, 2018): 172–79. http://dx.doi.org/10.32488/harmoni.v17i1.299.

Full text
Abstract:
Tulisan ini mengulas buku berjudul "Literatur Keislaman Generasi Milenial: Transmisi, Apropriasi, dan Kontestasi." Fokus buku ini adalah memetakan literatur keislaman yang beredar dan dibaca generasi milenial, khususnya pelajar SMA dan mahasiswa. Buku ini juga melihat tingkat keberterimaan literatur keislaman yang beraneka ragam dalam orientasi ideologis, genre, kecenderungan pendekatan, dan gaya di kalangan generasi milenial. Hal yang membedakan dengan kajian tentang literatur keislaman yang sudah dilakukan, buku ini memeriksa buku-buku yang digunakan dalam Pendidikan Agama Islam, baik di SMA maupun di Perguruan Tinggi. Buku ini ditulis sebetulnya dalam rangka untuk membaca dinamika dan pergeseran Islamisme, terutama di kalangan anak muda. Hal ini dilakukan karena kebanyakan sarjana hanya memerhatikan dinamika ideologi gerakan Islam, sehingga mengabaikan hal yang lebih mendasar menyangkut faktor yang membentuk ideologi tersebut. Buku ini berargumen bahwa peran literatur keislaman dalam persemaian Islamisme di kalangan generasi milenial, khususnya pelajar dan mahasiswa, jelas tidak bisa diabaikan. Buku ini memberikan gambaran tentang pemikiran Islam anak muda melalui literatur keislaman yang tersedia, diakses dan dibaca. Meskipun demikian, buku ini tidak mengulas tentang karakter generasi milenial yang menjadi subyek penelitiannya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Biliu, Yusni. "PEMIKIRAN SOEKARNO TENTANG ISLAMISME DAN PEMAHAMAN PENDIDIKAN ISLAM." Jurnal Ilmiah AL-Jauhari: Jurnal Studi Islam dan Interdisipliner 2, no. 2 (December 1, 2017): 159–77. http://dx.doi.org/10.30603/jiaj.v2i2.678.

Full text
Abstract:
Pemikiran Soekarno tentang Islamisme menekankan pada rasionalitas dengan yang dapat dibuktikan dengan salah satu pernyataannya bahwa �motor� hakiki dari semua rethinking of Islam adalah kembalinya penghargaan terhadap akal. Soekarno menegaskan perlu difungsikannya akal agar umat Islam mampu bangkit dari keterlelapan. Umat Islam harus berani melepaskan diri dari �penjara taqlid� dan memberanikan diri untuk menatap masa depan yang sarat dengan kompetisi dan kompleksitas kultur dan ilmu pengetahuan. Soekarno juga memandang bahwa Islam memiliki ide progresif (idea of progress). Pemikiran Soekarno tentang Islamisme pendidikan Islam dapat ditunjukkan dari adanya pemikiran tentang humanisme merupakan prinsip yang tidak pernah lepas dari materi maupun proses pembelajaran yang diterapkannya. Karena Islam memiliki nilai universal dalam segala hal. Islam adalah rahmatal lil alamin maka pemahaman pendidikan Islam harus menekankan pada pendidikan kasih sayang, menghormati dan menghargai orang lain, kebebasan berfikir, humanisme dan pluralisme serta tidak mengenal etnisitas maupun sekterianisme yang sejalan dengan gagasan-gagasan yang dikedepankan oleh Soekarno dalam berbagai tulisan dan pernyataannya. Implikasi lainnya terlihat pada komponen-komponen pendidikan Islam baik tujuan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan dan lingkungan pendidikan yang harus menumbuhkan nilai-nilai Islam khususnya keimanan dalam pendidikan. Keimanan yang dapat memperbaiki suatu kehidupan masyarakat dan bangsa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Bule, Yosep Aurelius Woi. "RADIKALISME ISLAM DALAM BINGKAI KEINDONESIAAN." Atma Reksa : Jurnal Pastoral dan Kateketik 3, no. 2 (February 11, 2021): 3. http://dx.doi.org/10.53949/ar.v3i2.76.

Full text
Abstract:
Fenomena radikalisme Islam telah menjadi wacana publik yang sangat mencemaskan, sebab model radikalisme Islam ini sangat identitk dengan kekerasan dan terorisme. Artikel ini mengulas radikalisme Islam sebagai sebuah fenomena global dalam bingkai keindonesiaan, yang memiliki penduduk Muslim terbanyak serta hidup dalam keberagaman. Melalui berbagai kajian kepustakaan serta temuan hasil riset, penulis mengangkat fakta radikalisme Islam yang termanifestasi dalam gerakan-gerakan islamisme, baik dalam konteks global maupun dalam konteks Indonesia. Tujuan utamanya adalah untuk memahami sejauh mana kiprah radikalisme Islam di Indonesia berimplikasi pada sistem berdemokrasi dan konteks pluralisme di Indonesia. Akhir dari uraian ini memuat catatan kritis terhadap radikalisme Islam di Indonesia untuk mengembalikan citra Islam yang rahmatan lil alamin (rahmat untuk alam semesta).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Christiansen, Johanne Louise. "Selvforsømmelse, fuldskab og andre beskidte ting i Koranen og tidlig islam." Religionsvidenskabeligt Tidsskrift, no. 69 (March 5, 2019): 89–104. http://dx.doi.org/10.7146/rt.v0i69.112744.

Full text
Abstract:
ENGLISH ABSTRACT: This article presents and discusses two cases from the Qurʾān and the early Islamic post-qurʾānic period that may be relevant to the overall topic of this special issue, Salvation and impurity: 1) The so-called ‘drunken’ or ‘intoxicated’ Islamic mystics, here represented by the Persian ṣūfī al-Ḥusayn b. Manṣūr al-Ḥallāj (d. 922); and 2) the state of iḥrām, which is the holy state that a Muslim enters in connection with the minor and major Islamic pilgrimage. Based on the two cases, which I have termed an obvious and an inobvious example of the positive (post)Axial relation between salvation and anomic practice, I propose the analytical distinction between a ‘temporary’ and ‘permanent fetishism with impurity’. Whereas the drunken ṣūfīs seem to pursue a more permanent anomic – and perhaps impure – mode of being, the qurʾānic descriptions of the state of iḥrām indicate a temporary and controlled exit from and entry back into the normal system. I argue that such a negotiation, and ultimately archaic solution, could be a result of the Qurʾān being a complex, conflictual, and tension-filled post-Axial compromise from its very beginning. DANSK RESUMÉ: I denne artikel præsenterer og diskuterer jeg to cases fra henholdsvis Koranen og den tidlige islamiske post-koraniske periode som kan være relevante for dette temanummers overordnede tema): 1) De såkaldte ‘fulde’ eller ‘berusede’ islamiske mystikere repræsenteret her af den persiske ṣūfī al-Ḥusayn b. Manṣūr al-Ḥallāj (d. 922); og 2) iḥrām-tilstanden, som er den hellige tilstand man som muslim indtræder i i forbindelse med den lille og store islamiske pilgrimsfærd. Med udgangspunkt i de to cases, som jeg har kaldt et oplagt og et uoplagt eksempel på en positiv (post-)aksial forbindelse mellem frelse og anomisk prasisk, foreslår jeg den analytiske skelnen mellem en ‘temporær’ og en ‘permanent urenhedsfetichisme’. Hvor de fulde ṣūfīer synes at søge en mere permanent anomisk – og måske uren – situation, er de koraniske beskrivelser af iḥrām-tilstanden en temporær og kontrolleret exit fra og entry tilbage til det normale system. Jeg argumenterer for, at en sådan forhandling, og i sidste ende arkaisk løsning, kan skyldes at Koranen allerede fra sin begyndelse var et komplekst, konfliktuelt og spændingsfyldt post-aksialt kompromis.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Domo, Arrasyidin Akmal, Nuhasanah Bachtiar, and Z. Zarkasih. "Revolusi Sosial masyarakat turki: Dari Sekularisme Attatur Menuju Islamisme Erdogan." Sosial Budaya 15, no. 2 (December 30, 2018): 83. http://dx.doi.org/10.24014/sb.v15i2.6696.

Full text
Abstract:
AbstrakTurki, yang pernah tercatat sebagai salah satu dinasti Islam terbesar dalam sejarah mengalami jatuh bangun dan perubahan kebijakan politik yang luar biasa sampai saat ini. Sekularisasi Turki oleh Mustafa Kemal Attatur pada tahun 1924, yang pada awalnya bermaksud untuk kamajuan Turki, namun ternyata menjadi momok yang membahayakan eksistensi Islam di Turki. Kemunculan Erdogan sebagai pemimpin Turki menjadi titik cerah kebangkitan Islam kembali muncul di Turki. Penelitian ini bertujuan untuk menganilisis proses sekularisasi yang dilakukan Mustaf Kemal Attatur dan usaha Kebangkitan Islam oleh Erdogan serta dampak yang ditimbulkannya. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research), dengan mengkaji sumber data dari berbagai literatur baik artikel jurnal maupun buku. Analisa data yang digunakan dengan pendekatan kualitatif melalui content analisis. Pada penelitian ini, penulis menemukan bahwa proses sekularisasi yang dibangun oleh Mustafa Kemal Attatur dengan cara mengadopsi kemajuan dan budaya Barat di Turki. Simbol-simbol Islam diganti dengan model dan gaya hidup Barat. Kebijakan ini telah memudarkan bahkan mengebiri eksistensi Islam di Turki. Sejak kematian Kemal, Para kemalis yang melanjutkan faham yang diajarkan Mustafa Kemal tidak mendapat respon baik dari masyarakat Turki. Para militer yang dulu panatik terhadap faham sekularisasi yang diajarkan Mustafa Kemal Attaur sudah berubah, mereka tidak menjadi nasionalis yang membabi buta, namun telah loyal kepada negara dan penguasa yang sah. Turki saat ini telah memasuki era baru, kelompok Islamis moderat yang menguasai jalannya pemerintahan menunjukkan kemajuan diberbagai bidang. Perubahan konstitusi sedikit demi sedikit dilakukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan peran militer yang besar di dalam politik. Munculnya tokoh-tokoh Islam yang berada dipemerintahan mampu merubah negara sekuler menjadi negara yang menjunjung tinggi Islam dan bahkan saat ini, Turki bersama Erdogan telah menjadi kekuatan yang diperhitungkan di Dunia. Erdogan muncul sebagai sosok yang mengusung Partai Konservatif dan Religius yang relatif dapat diterima oleh semua kelompok. Bahkan kejayaan Erdogan mampu mengantarkan partai AKP untuk memenangkan pemilihan 3 kali berturut-turut. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat, Erdogan mampu mengubah wajah Turki, dari sekularisasi menjadi kebangkitan Islam di Turki.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Rasyidin, Yusafrida. "PEMIKIRAN POLITIK HASAN AL-BANA." Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam 18, no. 1 (May 30, 2022): 1–14. http://dx.doi.org/10.24042/tps.v18i1.12220.

Full text
Abstract:
AbstractHasan al-Bana is a charismatic figure who is loved by his followers. The way he leads his congregation is like a Sufi sheikh leading his tarekat, in his movement al-Bana is very concerned about the function of each component of his organization. In politics, al-Bana provides several discussions and all of them are based on the correct understanding of Islam as a complete and comprehensive way of life. The discussions are: 1) Urubah (Arabism), 2) Wathaniyah (Patriotism), 3) Qauniyah (Nationalism), 4) Alamiyah (Internationalism). In the activities of political movements, there are three main steps that must be passed: the Ta'rif stage (Introduction/stages), Takwin (Formation), and Tanfiz (Implementation). The stages mentioned above show the systematic steps of a movement in achieving its goals. The influence of Hasan al-Bana's thought on the emergence of political parties in Indonesia is in terms of Islamism (his thoughts on Syumuliatul Islam/universal Islam), Patriotism (love of the homeland), and Nationalism (the next generation who must follow in the footsteps of their predecessors. The process of transforming Hasan's thought al-Bana to Indonesia, namely through the social interactions of Tarbiyah movement activists on campuses throughout Indonesia, and Hasan al-Bana's works through books containing the thoughts and ideological values of al-Ikhwan, both written directly by Hasan al-Bana and al-Ikhwan figures.Keywords: Thought, Hasan al-Bana, PoliticsAbstrak Hasan al-Bana merupakan tokoh karismatik yang begitu dicintai oleh pengikutnya. Cara memimpin jamaahnya bagai seorang syeikh sufi memimpin tarekatnya, dalam gerakannya al-Bana sangat memperhatikan fungsi setiap komponen organisasinya. Dalam perpolitikan al-Bana memberikan beberapa pembahasan dan semuannya itu berpijak pada pemahaman yang benar terhadap Islam sebagai pedoman hidup yang paripurna dan komprehensif. Pembahasan tersebut adalah: 1) Urubah (Arabisme), 2) Wathaniyah (Patriotisme), 3) Qauniyah (Nasionalisme), 4) Alamiyah (Internasionalisme). Dalam aktivitas gerakan politik menetapkan tiga langkah pokok yang harus dilalui: Tahap Ta’rif (Pengenalan/tahapan), Takwin (Pembentukan), dan Tanfiz (Pelaksaan). Tahapan-tahapan tersebut diatas menunjukkan langkah-langkah sistematis dari suatu gerakan dalam mencapai tujuannya. Dalam pengaruh pemikiran Hasan al-Bana terhadap munculnya partai perpolitikan di Indonesia adalah dari segi Islamisme (pemikirannya tentang Syumuliatul Islam/universal Islam), Patriotisme (cinta tanah air), dan Nasionalisme (generasi penerus yang harus mengikuti jejak para pendahulunya. Proses transformasi pemikiran Hasan al-Bana ke Indonesia yakni melalui interaksi sosial para aktivis gerakan Tarbiyah yang ada dikampus-kampus di seluruh Indonesia, dan karya-karya Hasan al-Bana melalui buku-buku yang memuat pemikiran dan nilai-nilai ideologi al-Ikhwan, baik yang ditulis langsung oleh Hasan al-Bana maupun tokoh-tokoh al-Ikhwan. Kata Kunci : Pemikiran, Hasan al-Bana, Politik
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Mpayang, Putri Rizki. "PERAN WAHID HASYIM DALAM PENDIDIKAN NADATUL ULAMA DI INDONESIA PADA TAHUN 1940-1949." FACTUM: Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah 9, no. 1 (April 11, 2020): 27–32. http://dx.doi.org/10.17509/factum.v9i1.21494.

Full text
Abstract:
Peranan Wahid Hasyim dalam bidang pendidikan islam khususnya dalam keterkaitannya dalam pembaharuan pendidikan islam di Pesantren Tebuireng, dengan metode yang digunakan adalah metode historis yang terdiri dari empat langkah, yaitu Heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, upaya pembaharuan pendidikan islam pesantren tebuireng oleh Wahid Hasyim dari adanya gerakan pan Islamisme di Timur Tengah, yang salah satunya menyebar ke daerah Mekkah, saat Wahid melakukan studi di Mekkah pada tahun 1932, ide-ide pembaharuan islam pun diperolehnya, baik melalui pembelajaran maupun pergaulannya dengan orang-orang yang berbeda bangsa. Hal ini menumbuhkan ide-ide pembaharuan pendidikan islam dalam dirinya. Sekembalinya ke tebuireng, Wahid hasyim mengusulkan kepada Hasyim Asy’ari untuk melakukan pembaharuan dalam metode pelajaran dan materi ajar di pesantren Tebuireng.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Basrian, Basrian, Nor'ainah Nor'ainah, and Maimanah Maimanah. "Islamisme dan Habib Preneur: Dinamika Bisnis Para Habib di Kalimantan." Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 21, no. 1 (December 2, 2022): 14–32. http://dx.doi.org/10.18592/al-banjari.v21i1.6918.

Full text
Abstract:
There is something interesting about the business of these habibs, namely their "involvement" in taking advantage of their status as habibs, who incidentally are descendants of the Prophet Muhammad SAW, making the habib's business different from other businessmen. This study is important because there are no serious studies on this issue. This study uses the phenomenological method, phenomenology assumes that the real reality and data of a phenomenon is what is behind the phenomenon, in-depth interviews and observations are carried out in extracting data, the focus of this research is various models of the commodification of religion and the application of the spiritual economy in business ventures habibs in South Kalimantan. Many Hadhrami descendants from the Sayyid group are also active preachers in business, whether as actors, owners, financiers or joint owners. Many habib preachers use religious narratives to support their business. Habib the preacher got many advantages, both morally and materially. In addition, the religious narrative presented by the habib preacher group also presents a wedge between religion and prosperity, thus adding to the ways the habib group promotes itself to the Muslim community, namely by combining that of a pious figure who has wealth and prosperity. Ada yang menarik dari bisnis para habib ini, yaitu “keterlibatan” mereka dalam memanfaatkan statusnya sebagai habib yang notabene adalah keturunan Nabi Muhammad SAW, membuat bisnis para habib berbeda dengan pebisnis lainnya. Kajian ini penting karena belum ada kajian yang serius mengenai masalah ini. Penelitian ini menggunakan metode fenomenologi, fenomenologi beranggapan bahwa kenyataan dan data yang sebenarnya dari suatu fenomena adalah apa yang ada di balik fenomena tersebut, wawancara mendalam dan observasi dilakukan dalam penggalian data, fokus penelitian ini adalah berbagai model komodifikasi komoditas. agama dan penerapan ekonomi spiritual dalam usaha bisnis para habib di Kalimantan Selatan. Banyak keturunan Hadhrami dari kelompok Sayyid juga aktif berdakwah dalam bisnis, baik sebagai pelaku, pemilik, pemodal atau pemilik bersama. Banyak pendakwah habib menggunakan narasi agama untuk mendukung usahanya. Habib sang da'i mendapat banyak manfaat, baik secara moril maupun materiil. Selain itu, narasi keagamaan yang dibawakan oleh kelompok dai habib juga menghadirkan sekat antara agama dan kesejahteraan, sehingga menambah cara kelompok habib mempromosikan diri kepada masyarakat muslim, yaitu dengan memadukan sosok soleh yang memiliki kekayaan dan kemakmuran.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Baharun, Hasan, and Robiatul Awwaliyah. "Pendidikan Multikultural dalam Menanggulangi Narasi Islamisme di Indonesia." Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies) 5, no. 2 (November 2, 2017): 224. http://dx.doi.org/10.15642/jpai.2017.5.2.224-243.

Full text
Abstract:
<p><strong>Bahasa Indonesia:</strong></p><p>Kertas kerja ini memaparkan pendidikan multikultural dalam usahanya menanggulangi narasi Islamisme di Indonesia. Intisari dari pendidikan multikultural adalah sebuah ide dan gerakan pembaruan dalam proses pendidikan. Kemajemukan Indonesia adalah dua mata pisau yang memiliki sisi positif dan negatif. Dalam kemajemukan itu sendiri, keeratan afiliasi kelompok muncul bersamaan dengan potensi perpecahan dalam konteks situasi yang tak terkendali dengan baik. Oleh karenanya, pendidikan multikultural menawarkan demokrasi, kesetaraan, kemerdekaan, dan keberagaman dalam sebuah pendekatan. Dengan kedatangan pendidikan multikultural, ini diharapkan bahwa setiap lapisan masyarakat merasa dikenali, dihargai, diperlakukan secara demokratis dan pantas kendati berbagai perbedaan budaya. Sebagai hasilnya, mereka mendapatkan kesempatan yang sama dalam mencapai tujuan-tujuannya. Indikasi idealnya adalah adanya kemauan untuk menerima dan menghargai kelompok-kelompok lain dari etnik, gender, dan afiliasi keberagamaan dan budayanya. Dengan kata lain, pendidikan multicultural muncul sebagai pengikat, kepenghubungan, pengaman, dan penjamin terhadap keberlangsungan kemajemukan. Ajuan pendidikan multikultural ini muncul untuk mengangulangi narasi Islamisme di Indonesia yang muncul sebagai akibat dari ketika Islam berhadapan dengan modernitas yang identik dengan Barat.</p><p> </p><p><strong>English:</strong></p><p>This paper presents multicultural education in tackling Islamism narration in Indonesia. The heart of multicultural education is the idea and renewal movement in educational process. Indonesian diversity is like a double-edged knife, which involves both positives and negatives. In the diversity itself, strong group affilition emerged as well as potential of disunity appears in the context of unwell-managed circumstances. Hence, multicultural education offers democracy, equality, freedom, and pluralism in a single approach. With the advent of multicultural education, it is hoped that all levels of society will feel recognized, appreciated, democratically and equitably treated despite cultural differences. As a result, they have equal opportunity to achieve their goals. The ideal indication shows the willingness to accept and appreciate other groups of different ethnics, gender, and religious affilition and cultures. In other words, multicultural education exists as a binder, liaison, safety, and assurance of sustainability diversity. This multicultural education proposal emerged in order to overcome the narration of Islamism, which born as encounter efforts between Islam vis-à-vis the modernity associated with the west.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Achour, Christiane. "EUROPAS ISLAMISCHE NACHBARN, Studien zur Literatur und Geschichte des Maghreb, Band 2, Wùrzburg, Kônigshausen und Neumann, 1995 (avril), 313 p." Études littéraires africaines, no. 2 (1996): 78. http://dx.doi.org/10.7202/1042651ar.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Kam, Hureyre. "Maha El Kaisy-Friemuth, Reza Hajatpour & Mohammed Abdel Rahem (Hg.). Rationalität in der Islamischen Theologie. Band II: Die Moderne." Forum 2, no. 1 (2023): 104–5. http://dx.doi.org/10.5771/2748-923x-2023-1-104.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Iswadi, Iswandi. "STUDI GERAKAN IDEOLOGI PARTAI POLITIK PADA PEMILU 2019." Politica: Jurnal Hukum Tata Negara dan Politik Islam 7, no. 1 (December 30, 2020): 3–21. http://dx.doi.org/10.32505/politica.v7i1.1459.

Full text
Abstract:
The ideology contestation is basically a classic polemic, where after independence the ideology of Islam was confronted with nationalism and took root until now (reform). However, the momentum of the 2019 election political contestation was again marked by the struggle of ideology namely ideology of Islamism and nationalism. The polemic began with the emergence of religious issues that were raised on the surface of political actors as a hegemony in taking the sympathy of voters. The existence of religion as a central issue began in 2016-2017 related to the prosecution of Ahok who insulted religious values ​​(Islam), and among the political parties involved in the demonstrations namely PPP, PKS, PBB, and PKB. In that momentum the beginning of the revival of Islamic ideology as the power in defending Islamic sovereignty. Judging from the ideology of political parties in Indonesia in the 2019 election political contestation, the ideology of political parties based on the statutes and bylaws (AD / ART) that the ideology applied can be classified into three parts namely ideology Nationalism, Islamism, and Nationalist-Religious, and the three ideologies. This can be proven based on the results of a survey from Australia 2017-2018 based on the voters. However, political parties based on multiple ideologies, PAN, PKB and Democrats, each have priority orientation. PAN and PKB tend to polarize the values ​​of Islamism (religious), while Democrats are more dominated by nationalist issues. The concept of Islamic political ideology, in the context of political contestation in political party elections, is basically a necessity to implement the values ​​of ri'ayah, taqwin, irshad and ta'dib through political education, or campaign in elections to achieve mutual benefit, both parties whose ideology Islamism, nationalism and nationalist-religious, so as to build the moralistic side of society, and intelligence in responding to the issues that exist in the election apart from that, political parties in confronting political contestation the emphasis of the movement must reflect the value of poverty, the three ideologies have been packaged in the values ​​of Pancasila in the third principles of Indonesian unity. Asbtak Kontestasi ideology pada dasarnya polemik klasik, dimana pasca kemerdekaan ideologi islam dihadapkan dengan nasionalisme dan mengakar sampai sampai saat ini (reformasi). Akan tetapi momentum pemilu 2019 kontestasi politik kembali diwarnai pergulatan ideology yakni ideology islamisme dan nasionalisme. Polemik tersebut berawal dengan mencuatnya isu keagamaan yang dimunculkan dipermukaan pelaku politik sebagai hegemoni dalam mengambil simpati pemilih. Eksistensi agama sebagai sentral isu berawal tahun 2016-2017 terkait penuntutan terhadap ahok yang melecehkan nilai-nilai agama (islam), dan diantara partai politik yang terlibat dalam demonstrasi yakni PPP, PKS, PBB, dan PKB. Dalam momentum tersebut awal mencuatnya kembali ideologi islam sebagai of the power dalam mempertahan kedaulatan Islam. Menilik ideologis partai politik di Indonesia pada konstestasi politik pemilu 2019, ideology partai politik berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) bahwa ideologi yang diterapkan dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yakni ideology Nasionalisme, Islamisme, dan Nasionalis-Religius, dan ketiga ideology tersebut dapat dibuktikan dengan berdasarkan hasil survey dari asutralia 2017-2018 berdasarkan pemilih. Namun demikian partai poltik yang berasaskan ideologi ganda, PAN, PKB dan Demokrat, masing-masing memiliki kiblat prioritas. PAN dan PKB condong polarisasi nilai-nilai islamisme (religious), sedangkan Demokrat lebih didominasi oleh isu-isu nasionalis. Konsep ideology politik islam, dalam konsteks kontestasi politik dalam pemilu partai politik pada dasarnya sebuah keharusan mengimplementasikan nilai-nilai ri’ayah, taqwin, irsyad dan ta’dib melalui pendidikan politik, ataupun kampanye dalam pemilu guna mencapai kemaslahatan bersama, baik partai yang berideologi islamisme, nasionalisme dan nasionalis-religius, sehingga terbangun sisi moralistik masyarakat, dan kecerdasan dalam menanggapi isu-isu yang ada dalam pemilu. selain dari itu partai politik dalam menghadapi konstestasi politik penekanan gerakannya harus mencermikan nilai kemaslahan, ketiga ideology tersebut telah kemas dalam nilai-nilai pancasila pada sila ketiga persatuan Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Zulfadli, Zulfadli. "REVIEW BUKU KONSERVATISME ISLAM: POLITIK IDENTITAS DAN KELOMPOK ISLAMIS DI INDONESIA." Jurnal Penelitian Politik 19, no. 2 (December 30, 2022): 145. http://dx.doi.org/10.14203/jpp.v19i2.1238.

Full text
Abstract:
Setelah jatuhnya rezim Orde Baru telah terjadi pergeseran dinamika Islam dalam masyarakat muslim di Indonesia. Salah satu fenomena yang muncul sejak dua dasawarsa terakhir adalah menguatnya konservatisme Islam dalam berbagai dimensi kehidupan masyarakat baik secara teologis, sosiologis-politik. Konservatisme Islam tidak hanya menunjukkan pengaruh yang cukup kuat dalam kehidupan masyarakat akan tetapi juga merupakan tantangan serius terhadap Islam arus utama Indonesia yang mengedepankan karakteristik moderatisme Islam. Pergeseran ini, sangat berbeda dengan persepsi Islam Indonesia yang dikenal selama ini sebagai salah satu entitas Islam yang distingtif, ramah, karakteristik moderat, inklusif, toleran, pluralistik menunjukkan wajah yang senyum mengalami perubahan menuju arus konservatisme agama. Buku ini merupakan studi terbaru daam menggambarkan bagaimana dinamika Islam Indonesia mengalami penguatan ke arah konservatisme agama. Kehadiran kelompok keagamaan konservatif secara aktif merespon isu-isu sosial politik dan keagamaan dan mempromosikan sikap dan pemahaman konservatisme agama. Aktivitas kelompok konservatisme Islam telah mengubah wajah Islam Indonesia dari yang bercorak inklusif-moderat ke arah orientasi ekslusif-literal. Buku ini diakhiri dengan prediksi bahwa Islamisme konservatif masih menjadi pengaruh signifikan bagi perkembangan politik dan sosial-ekonomi di Indonesia untuk masa depan. Kata Kunci: Konservatisme Islam, Kelompok Keagamaan, Politik Identitas, Demokrasi
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Pfahl-Traughber, Armin. "Wahied Wahdat-Hagh: Die Islamische Republik Iran. Die Herrschaft des politischen Islam als eine Spielart des Totalitarismus (Konfrontation und Kooperation im Vorderen Orient, Band 10)." Politische Vierteljahresschrift 45, no. 4 (December 2004): 616–17. http://dx.doi.org/10.1007/s11615-004-0109-5.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Griffel, Frank. "Rationalität in der islamischen Theologie. Band I: Die klassische Periode, edited by Maha El Kaisy-Friemuth, Reza Hajatpour and Mohammed Abdel Rahem." Intellectual History of the Islamicate World 10, no. 3 (November 16, 2022): 370–76. http://dx.doi.org/10.1163/2212943x-12340013.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Madelung, W. "Der Islamische Orient: Grundlagen zur Länderkunde eines Kulturraums. By Eckart Ehlers, Abdoldjavad Falaturi, Günther Schweizer, Georg Stöber, and Gerd Winkelhane. (Studien zum Islam in Interkulturellen Wechselbesziehungen, Schriftenreihe der Islamischen Wissenschaftlichen Akademie zur Erforschung der Wechselbeziehung zur abendländischen Geistesgeschichte und Kultur: Islam: Raum – Geschichte – Religion, Band 1.) pp. xv, 417, 51 illus., tables and maps. Cologne, Islamische Wissenschafliche Akademie zur Erforschung der Wechselbeziehung zur abenländischen Geistesgeschichte und Kultur, 1990. Distributed by Verlag Moritz Diesterweg GmbH, Frankfurt. DM 48." Journal of the Royal Asiatic Society 2, no. 2 (July 1992): 260. http://dx.doi.org/10.1017/s1356186300002509.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Busni, Darti, Mhd Rasidin, D. I. Ansusa Putra, Doli Witro, Nisaul Fadillah, and Muhamad Taufik Kustiawan. "TITAH TRANSFORMASI IDEOLOGI DARI ANIMISME KE ISLAMISME (Alih Aksara dan Penyuntingan Teks Naskah Piagam Kerinci)." Jurnal Lektur Keagamaan 20, no. 1 (June 30, 2022): 147–72. http://dx.doi.org/10.31291/jlka.v20i1.1039.

Full text
Abstract:
Penelitian ini memfokuskan persoalan pada penelitian teks naskah piagam dan surat Sultan Kerinci yang terdapat pada perpustakaan nasional Republik Indonesia. Teks naskah Piagam dan surat-suratnya dideskripsikan dengan memaparkan suntingan teks. Situasi dan kondisi sosial budaya pendukung karya sastra menurut tinjauan histories dan sosiologis tidak terdapat perhatian khusus dalam studi. Sesuai dengan pokok masalah yang telah dikemukakan di atas maka tujuan penelitian ini ialah melacak dan menjelaskan: pertama, mendeskripsikan isi piagam dan surat-surat sultan Kerinci: kedua, gambaran umum perkembangan Islam di Kerinci sehingga perkembangan khazanah intelektual religius yang ada di Kerinci dapat terlihat dengan jelas berdasarkan isi teks: dan ketiga amanat yang terdapat dalam teks. Dari aspek metodologis, penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah analisis. Konsekwensi logis dari penulisan sejarah analisis adalah penerapan seperangkat konsep dan teori sebagai alat untuk menganalisis terhadap fenomena historis yang dikaji. Data yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan dengan naskah piagam dan surat-surat Kerinci. Surat dan piagam tersebut penulis dapatkan dari perpustakaan Nasional Republik Indonesia sebanyak tiga lembar naskah dengan kode ML 396 D. Hasil penelitian menunjukkan Piagam Kerinci, baik naskah piagam A, naskah piagam B, dan naskah piagam B memuat perintah untuk taat kepada Allah Swt dan masuk ke dalam agama Islam. Selain itu dijelaskan juga perintah kepada masyarakat Kerinci untuk mendirikan syarak (syariah) agama Islam dan meninggalkan hal-hal yang dilarang dalam Islam seperti menyabung ayam, mencuri, minum minuman keras, menyembah pohon atau batu besar yang merupakan bentuk kepercayaan animisme. Dengan ada perintah dalam naskah ini terjadi transformasi ideologi dari kepercayaan animisme kepada agama Islam pada masyarakat Kerinci.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Avchian, Hakob. "Catherine Mayeur-Jaouen, Alexandre Papas (eds.), Family Portraits with Saints: Hagiography, Sanctity, and Family in the Muslim World (Islamische Untersuchungen, Band 317), Berlin: “Klaus Schwarz Verlag”, 2014, 462 pp." IRAN and the CAUCASUS 18, no. 2 (June 18, 2014): 191–94. http://dx.doi.org/10.1163/1573384x-20140209.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Kahl, O. "ARMIN SCHOPEN, Tinten und Tuschen des arabisch-islamischen Mittelalters: Dokumentation - Analyse - Rekonstruktion (Abhandlungen der Akademie der Wissenschaften zu Gottingen: Philologisch-Historische Klasse, Dritte Folge, Band 269)." Journal of Semitic Studies 54, no. 2 (July 15, 2009): 608–9. http://dx.doi.org/10.1093/jss/fgp029.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Reichmuth, Stefan. "CHRISTIAN DANIEL MÜLLER, Gerichtspraxis im Stadtstaat Córdoba. Zum Recht der Gesellschaft in einer malikitsch–islamischen Rechtstradition des 5./11. Jahrhunderts, Studies in Islamic Law and Society, vol. 10 (Leiden, Boston, Cologne: E. J. Brill 1999). Pp. 488. $145.00." International Journal of Middle East Studies 33, no. 4 (November 2001): 621–23. http://dx.doi.org/10.1017/s0020743801254075.

Full text
Abstract:
For a closer understanding of Islamic legal practice and for the application and social function of Islamic fiqh, medieval al-Andalus offers some highly fascinating source materials. Apart from a wealth of legal textbooks of the Maliki madhhab that originate from that region and a wide range of biographical and historical texts covering the different stages of the history of Islamic Spain, al-Andalus provides some of the earliest surviving collections of reported court cases (nawazil and ahkam) whose coverage of decisions in some cases reaches well back into the 9th century.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Street, Tony. "Philosophie in der Islamischen Welt, Band 1, 8.-10. Jahrhundert (Philosophy in the Islamic world, volume 1, Eighth to tenth centuries) edited by Ulrich Rudolph, with the assistance of Renate Würsch." Philosophy East and West 64, no. 2 (2014): 515–17. http://dx.doi.org/10.1353/pew.2014.0029.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Gronke, Monika. "Adab al-Mulük. Ein Handbuch zur islamischen Mystik aus dem 4. ¡10. Jahrhundert. Herausgegeben und eingeleitet von Bernd RADTKE, Beirut: 1991. (Beiruter Texte und Studien. Band 37.) 34S. Einleitung. 145S. arabischer Text und Indices." Der Islam 74, no. 1 (January 1, 1997): 349–51. http://dx.doi.org/10.1515/islam-1997-740135.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Hannase, Mulawarman. "Islamist Ideology and Its Effect on the Global Conflict: Comparative Study between Hamas and ISIS." ESENSIA: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin 20, no. 2 (October 27, 2019): 183–97. http://dx.doi.org/10.14421/esensia.v20i2.2107.

Full text
Abstract:
This paper aims to explain that the spread of the ideology of Islamism in the Middle East in recent decades has led to conflict, both intra and inter-religion that continues until today. From these Islamist groups, Hamas Movement and ISIS provided significant effects of the conflict are. This study is qualitative research. Conflict Theory of John Spanier (higt-politic conflict) used to analyze how the two groups model of ideological construction influenced the political and economic stability as well as conflict in the Middle East and the Islamic world. Based on the observations of these two groups, it can be found that theologically, Hamas adheres to religious doctrines which prompted him to undertake armed resistance against Israel. At the same time, ISIS is a militant group that is strongly influenced by religious doctrine. However, from the aspect of rigidity doctrine and strategy of the movement, both groups are much different. ISIS is an ultra-radical group hostile to all other communities and brutally attacked the community of which he considered infidels. While Hamas has a more soft ideology and commit acts of violence in the context of resistance against Israeli colonialism.[Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa penyebaran ideologi Islamisme di Timur Tengah dalam beberapa dekade terakhir telah menyebabkan konflik, baik intra maupun antar-agama yang berlanjut hingga saat ini. Dari kelompok-kelompok Islam ini, Gerakan Hamas dan ISIS memberikan efek signifikan dari konflik tersebut. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Teori Konflik John Spanier (konflik politik berskala tinggi) digunakan untuk menganalisis bagaimana model konstruksi ideologis kedua kelompok mempengaruhi stabilitas politik dan ekonomi serta konflik di Timur Tengah dan dunia Islam. Berdasarkan pengamatan kedua kelompok ini, dapat ditemukan bahwa secara teologis, Hamas menganut doktrin agama yang mendorong mereka untuk melakukan perlawanan bersenjata terhadap Israel. Pada saat yang sama, ISIS adalah kelompok militan yang sangat dipengaruhi oleh doktrin agama. Namun, dari aspek kekakuan doktrin dan strategi pergerakan, kedua kelompok jauh berbeda. ISIS adalah kelompok ultra-radikal yang memusuhi semua komunitas lain dan secara brutal menyerang komunitas yang dianggapnya sebagai orang kafir. Sementara Hamas memiliki ideologi yang lebih lunak dan melakukan tindakan kekerasan dalam konteks perlawanan terhadap kolonialisme Israel.]
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Dahnhardt, Thomas. "The Near and Middle East - Almut Wieland-Karimi: Islamische Mystik in Afghanistan: die strukturelle. Einbindung der Sufik in die Gesellschaft. (Beiträge zur Südasienforschung, Südasien Institut, Universität Heidelberg, Band 182.) ix, 263 pp. Stuttgart: Franz Steiner Verlag, 1998. DM 90." Bulletin of the School of Oriental and African Studies 63, no. 2 (January 2000): 290–91. http://dx.doi.org/10.1017/s0041977x00007308.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Menski, Werner F. "The Near and Middle East - Irene Schneider: Kinderverkauf und Schuldknechtschaft. Untersuchungen zur frühen Phase des islamischen Rechts. (Abhandlungen für die Kunde des Morgenlandes, Band LII.1). 454 pp. Stuttgart: Kommissionsverlag Franz Steiner, 1999. DM 154." Bulletin of the School of Oriental and African Studies 63, no. 2 (January 2000): 293–95. http://dx.doi.org/10.1017/s0041977x00007321.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Madelung, Wilferd. "Harald MOTZKI: Die Anfänge der islamischen Jurisprudenz: Ihre Entwicklung in Mekka bis zur Mitte des 2.IS. Jahrhunderts. (Abhandlungen für die Kunde des Morgenlandes, Band L, 2). Stuttgart 1991, Kommissionsverlag Franz Steiner. IX, 292 S." Der Islam 74, no. 1 (January 1, 1997): 171–73. http://dx.doi.org/10.1515/islam-1997-740112.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Madelung, W. "Zwischen Markt und Moschee. Wirtschaftliche Bedürfnisse und religiöse Anforderungen im frühen islamischen Vertragsrecht. By Johannes Christian Wichard. (Rechts– und Staatswissenschaftliche Veröffentlichungen der Görres-Gesellschaft, Neue Folge, Band 75.) pp. 285. Paderborn etc., Ferdinand Schöningh, 1995. DM 44." Journal of the Royal Asiatic Society 6, no. 3 (November 1996): 424–25. http://dx.doi.org/10.1017/s1356186300007896.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Zysow, Aron. "WICHARD, JOHANNES CHRISTIAN. Zwischen Markt und Moschee: Wirtschaftliche Bedürfnisse und religiöse Anforderungen im frühen islamischen Vertragsrecht. Paderborn: Ferdinand Schöningh, 1995 (Rechts- und Staatswissenschaftliche Veröffentlichungen der Görres-Gesellschaft, N.F., Band 75). Pp. 285. ISBN 3-506-73376-1. DM 44." Islamic Law and Society 4, no. 2 (1997): 251–58. http://dx.doi.org/10.1163/1568519972599842.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Brodersen, Angelika. "Thomas Würtz, Islamische Theologie im 14. Jahrhundert. Auferstehungslehre, Handlungstheorie und Schöpfungsvorstellungen im Werk von Saʿd ad-Dīn at-Taftāzānī Berlin/Boston: de Gruyter, 2016, (Welten des Islams – Worlds of Islam – Mondes de l’Islam Band 7), viii u. 295 Seiten, ISBN 978-3-11-039958-5." Der Islam 96, no. 1 (April 9, 2019): 265–69. http://dx.doi.org/10.1515/islam-2019-0023.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Ahyar, Muzayyin. "Is Islam Compatible With Democracy? Islamist Movement’s Trajectory on Democratization in Indonesia." Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 25, no. 1 (December 20, 2017): 139. http://dx.doi.org/10.21580/ws.25.1.1335.

Full text
Abstract:
<p class="ABSTRACT"><span lang="EN">The democratization process in Indonesia is in line with the emergence several Islamic mass organizations which accept or rejected the concept of democracy. Since the pre-independence era, Indonesia has been facing some Islamist groups that opposed to state’s ideology of democracy. This article presents the discussion among scholars about the compatibility between Islamic norms and democratic values, and in what position Indonesia is. The dealing question with the discussion is; does the proliferation of radical Islamist movement signify the incompatibility of Islam and democracy? By using sociological and historical approach, this paper analyzes in order to what extent the values of democracy and Islamism adapt in the frame of a democratic country. The analysis of this research results that the existing radical Islamist movement is not a failure of Indonesia’s effort to harmonize Islam with democracy. Thus, neither the presence of pro-democracy Islamic mass organizations nor the radical Islamist movement cannot be used as the final argument to answer whether Islam compatible with democracy or not. The results of this study reveal that democratization in Indonesia has been accompanied by the proliferation of Islamist movements. The proliferation of Islamist movements nowadays precisely indicates that democracy in Indonesia has a special experience regarding new formula of peacefully religion-state relations.</span></p><span>Proses demokratisasi di Indonesia berjalan seiring lahirnya berbagai organisasi masyarakat Islam yang mendukung maupun menolak demokrasi. Sejak era pra-kemerdekaan hingga era reformasi, Indonesia terus dihadapkan dengan fenomena gerakan Isalmisme yang bersebrangan dengan ideologi Negara. Artikel ini menghadirkan diskusi yang selama ini masih banyak didiskusikan mengenai kesesuaian Islam dan demokrasi, dan di mana posisi Indonesia dalam hal kesesuaian dan ketidaksesuaian Islam dan demokrasi tersebut. Pertanyaan kunci dari artikel ini apakah proliferasi gerakan Islamis radikal menandakan ketidaksesuaian Islam dan demokrasi? Dengan menggunakan pendekatan sosiologi dan historis, artikel ini menganalisis sejauh mana nilai-nilai demokrasi dan Islamisme beradaptasi dalam bingkai Negara yang demokratis. Hasil analisis dari kajian ini menemukan bahwa eksistensi gerakan Islamis radikal bukan sebuah pertanda akan kegagalan usaha keras Indonesia dalam mengharmonisasikan Islam dan demokrasi. Sehingga, kehadiran ormas Islam, baik pendukung maupun penolak demokrasi, keduanya tidak dapat dijadikan jawaban final bahwa Islam sesuai atau tidak dengan demokrasi. Hasil dari kajian ini menekankan bahwa demokratisasi di Indonesia selalu diwarnai dengan proliferasi gerakan Islamis. Proliferasi gerakan Islamis akhir-akhir ini justru membuktikan bahwa demokrasi di Indonesia memiliki pengalaman khusus terkait formula hubungan agama-negara dalam masyarakat yang demokratis.</span>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Madelung, W. "Der Herausbildungsprozeß des arabisch-islamischen Staates. Eine quellenkrittsche Untersuchung des Zusammenhangs zwischen den staatlichen Zentralisierungstendenzen und der Stammesorganisation in der Frühislamischen Geschichte 1–60 H./622–580. By Alman Ibrahim. (Islamkundliche Untersuchungen, Band 177.) pp. xvii, 265. Berlin, Klaus Schwarz Verlag, 1994." Journal of the Royal Asiatic Society 5, no. 2 (July 1995): 272–73. http://dx.doi.org/10.1017/s1356186300015480.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Navratilova, H. "Ursula Verhoeven: Dipinti von Besuchern des Grabes N13.1 in Assiut. Band 1, Teil 1: Besuchertexte, Lehren und Lieder des Neuen Reiches. Von Ursula Verhoeven unter Mitarbeit von Svenja A. Gülden. Band 1, Teil 2: Zeichnungen von Besuchern des Neuen Reiches. Von Eva Gervers. Band 1, Teil 3: Texte und Zeichnungen aus islamischer Zeit. Von Youssef Ahmed-Mohamed. Band 2: Tafeln. Wiesbaden: Harrassowitz Verlag 2020. xii, 876 + 370 pp., 368 plates. (The Asyut Project.) ISBN 978- 3-447-11523‑0. € 198,–." Zeitschrift der Deutschen Morgenländischen Gesellschaft 172, no. 2 (2022): 493–97. http://dx.doi.org/10.13173/zdmg/2022/2/16.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Singer, Amy. "Miriam Frenkel and Yaacov Lev (eds): Charity and Giving in Monotheistic Religions. (Studien zur Geschichte und Kultur des islamischen Orients. Beihefte zur Zeitschrift “Der Islam”. Neue Folge Band 22.) xvi, 413 pp. Berlin and New York: Walter de Gruyter, 2009. €99.95. ISBN 978 3 11 020946 4." Bulletin of the School of Oriental and African Studies 75, no. 1 (February 2012): 156–58. http://dx.doi.org/10.1017/s0041977x11000917.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Norris, H. T. "Central Asia - Allen J. Frank: Islamic historiography and ‘Bulghar’ identity among the Tatars and Bashkirs of Russia. 232 pp. Leiden, Boston, Köln: Brill, 1998. - Michael Kemper: Sufis und Gelehrte in Tatarien und Baschkirien, 1789–1889, der islamische Diskurs unter russischer Herrschaft. (Islamkundliche Untersuchungen, Band 218.) Berlin: Klaus Schwartz, 1998. vi, 516 pp." Bulletin of the School of Oriental and African Studies 63, no. 1 (January 2000): 133–34. http://dx.doi.org/10.1017/s0041977x00006820.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Quack, Joachim. "Verhoeven, Ursula (Hg.): Dipinti von Besuchern des Grabes N13.1 in Assiut. Band 1: Texte. Teil 1: Besuchertexte, Lehren und Lieder des Neuen Reiches. Unter Mitarbeit von Svenja As. Gülden. Teil 2: Zeichnungen von Besuchern des Neuen Reiches von Eva Gervers. Teil 3: Texte und Zeichnungen aus islamischer Zeit von Youssef Ahmed-Mohamed. Band 2: Tafeln. Wiesbaden: Harrassowitz 2020. XII, 494 S., 17 Abb., 368 Taf. 4° = The Asyut Project 15. Hartbd. € 198,00. ISBN 978-3-447-11523-0." Orientalistische Literaturzeitung 116, no. 6 (December 1, 2021): 441–44. http://dx.doi.org/10.1515/olzg-2021-0141.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Twardella, Johannes. "Der Lehrer als Erbe der prophetischen Mission." Sozialer Sinn 17, no. 1 (January 1, 2016). http://dx.doi.org/10.1515/sosi-2016-0003.

Full text
Abstract:
ZusammenfassungGegenwärtig werden unterschiedliche Vorstellungen davon diskutiert, wie die Position des Lehrers im islamischen Religionsunterricht zu verstehen ist. Vor dem Hintergrund dieser Kontroverse wird in dem vorliegenden Artikel der Frage nachgegangen, wie im Islam die Position des Lehrers gedacht wird. Eine mögliche Antwort auf diese Frage findet sich in den Schriften des aus der Türkei stammenden islamischen Predigers Fethullah Gülen. Seine Überlegungen zur Position des Lehrers werden in dem vorliegenden Artikel mit Bezug auf einen Text aus dem dritten Band der „Smaragdgrünen Hügel des Herzens“, einer Sammlung von Texten Fethullah Gülens zur islamischen Mystik, rekonstruiert. In diesem Text wird der aus dem Koran stammende Begriff der „Rechtleitung“ dergestalt interpretiert, dass die Rechtleitung als ein Erbe betrachtet wird, das von dem Propheten auf den Lehrer übergeht. Mohammed wird in diesem Text von Gülen nicht nur als Prophet begriffen, sondern auch als Lehrer und zwar als derjenige Lehrer, der am Anfang einer Kette von Lehrern steht. Während die Kette der Propheten mit Mohammed als beendet gilt, wird die Kette der Lehrer mit ihm erst begonnen. Das hat zur Folge, dass jeder sich „in die Fußstapfen Mohammeds“ begeben und an seinem Charisma partizipieren kann, der zum Lehrer wird und die Aufgabe der Rechtleitung, so wie sie Gülen definiert, übernimmt. Die Position des Lehrers wird von Gülen also – in einer für den islamischen Religionsunterricht freilich ungeeigneten Weise – unabhängig von allen weltlichen Bezügen gedacht und konsequent religiös legitimiert.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Nurhidayat, Wachid. "POST ISLAMISME “ILMU EKONOMI ISLAM” (BANK SYARI’AH ANTARA REALITA ATAU SEBUAH NAMA)." Sanaamul Quran : Jurnal Wawasan Keislaman 1, no. 1 (October 18, 2022). http://dx.doi.org/10.62096/tsaqofah.v1i1.4.

Full text
Abstract:
Sebagai disiplin ilmu, ekonomi Islam lahir dari semangat islamisasi ilmu pengetahuan. Ia merupakan respon terhadap persoalan dan realitas umat muslim yang mengalami malaise di tengah perseteruan ideologi kapitalisme dan sosialisme. Namun, setelah proses islamisasi itu berlangsung, terdapat persoalan mendasar: yaitu hegemoni pasar, popularisme ekonomi Islam sebagai dampak dari krisis epistemologi. Inilah yang menjadi wajah baru rintisan ilmu ekonomi islam pos-islamisme. Berangkat dari permasalahan ekonomi, khususnya di Indonesia, semestinya dilihat secara mendasar bermunculannya bank bank syari’ah yang ada, apakah hal ini sebagai jawabannya stagnannya ilmu ekonomi konvensional, sehingga beralih pada aktualisasi dalam mengurai isu ribawiyah yang mencuat di era urban dan multikulturalisme. Makan diperlukannnya sebuah formulasi solusi dengan pendekatan yang kompleks atau plural. Bank Syari’ah sebagai produk kerangka epistemologi ekonomi Islam yang tersistem dalam world view Islam Pada titik ini, mengindonesiakan ekonomi Islam dengan salah satunya berupa bank syari’ah merupakan bagian dari upaya membentuk kerangka ekonomi yang sesuai dengan nafas budaya dan kearifan lokal masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan sekaligus sebagai jawaban kebuntuan yang tidak bisa ditawarkan oleh bank konsvensional. Terlebih, dalam konteks paradigma pembangunan ekonomi pascamodernis, semestinya melibatkan kearifan lokal dalam pembangunan ekonomi yang merupakan upaya mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Nurhidayat, Wachid. "POST ISLAMISME “ILMU EKONOMI ISLAM” (BANK SYARI’AH ANTARA REALITA ATAU SEBUAH NAMA)." Sanaamul Quran : Jurnal Wawasan Keislaman 1, no. 1 (October 18, 2022). http://dx.doi.org/10.62096/sq.v1i1.4.

Full text
Abstract:
Sebagai disiplin ilmu, ekonomi Islam lahir dari semangat islamisasi ilmu pengetahuan. Ia merupakan respon terhadap persoalan dan realitas umat muslim yang mengalami malaise di tengah perseteruan ideologi kapitalisme dan sosialisme. Namun, setelah proses islamisasi itu berlangsung, terdapat persoalan mendasar: yaitu hegemoni pasar, popularisme ekonomi Islam sebagai dampak dari krisis epistemologi. Inilah yang menjadi wajah baru rintisan ilmu ekonomi islam pos-islamisme. Berangkat dari permasalahan ekonomi, khususnya di Indonesia, semestinya dilihat secara mendasar bermunculannya bank bank syari’ah yang ada, apakah hal ini sebagai jawabannya stagnannya ilmu ekonomi konvensional, sehingga beralih pada aktualisasi dalam mengurai isu ribawiyah yang mencuat di era urban dan multikulturalisme. Makan diperlukannnya sebuah formulasi solusi dengan pendekatan yang kompleks atau plural. Bank Syari’ah sebagai produk kerangka epistemologi ekonomi Islam yang tersistem dalam world view Islam Pada titik ini, mengindonesiakan ekonomi Islam dengan salah satunya berupa bank syari’ah merupakan bagian dari upaya membentuk kerangka ekonomi yang sesuai dengan nafas budaya dan kearifan lokal masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam dan sekaligus sebagai jawaban kebuntuan yang tidak bisa ditawarkan oleh bank konsvensional. Terlebih, dalam konteks paradigma pembangunan ekonomi pascamodernis, semestinya melibatkan kearifan lokal dalam pembangunan ekonomi yang merupakan upaya mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainable development).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Weidner, Stefan. "Blessed be the strangers." Turn - Zeitschrift fuer islamische Philosophie, Theologie und Mystik, 2018. http://dx.doi.org/10.53100/th024545368645.

Full text
Abstract:
To show that, in Islam, foreignness has a rather positive connotation, the author refers to a prophetic tradition (ḥadīṯ), according to which Islam by itself - in its beginning and its end - is strange and that is why strangers are said to be blessed. Another tradition makes clear that, in Islam, the homeland locates in heaven, whereas earth is regarded as a kind of exile. This sensation of worldly strangeness points us back to God, just as does suffering in Christianity. Thus, feeling strange is by no means solely considered to be negative. Notably, in Islamic mysticism, for instance, the teachings of Suhrawardī or Ibn al-ʿArabī, offer a way out of a worldly sensation of foreignness by establishing a connection between this world and the other world. The motif of exile as ›conditio humana‹ can also be found among contemporary poets who convey the message that there can be a return, not a religious one, but a homecoming to ourselves, as lightning or enlightenment. As we can see, an optimistic notion of foreignness can reconciliate religiosity and atheism, and it can also help to understand people in a current situation of strangeness-refugees and immigrants, for example.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Sing, Manfred, Pascale Roure, Mostafa Najafi, and Markus Daechsel. "Philosophie in der islamischen Welt. Band 4/1: 19. und 20. Jahrhundert: Arabischer Sprachraum, edited by Anke von Kügelgen Philosophie in der islamischen Welt. Band 4/2: 19. und 20. Jahrhundert: Türkei, Iran und Südasien, edited by Anke von Kügelgen." Die Welt des Islams, November 2, 2023, 1–16. http://dx.doi.org/10.1163/15700607-20230017.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Germann, Nadja. "Rudolph, Ulrich (Hg.) unter Mitarbeit von Renate Würsch: Philosophie in der islamischen Welt Band 1. 8. – 10. Jahrhundert. Basel: Schwabe Verlag 2012." Orientalistische Literaturzeitung 112, no. 1 (January 23, 2017). http://dx.doi.org/10.1515/olzg-2017-0022.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography