To see the other types of publications on this topic, follow the link: Islamisk etik.

Journal articles on the topic 'Islamisk etik'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 15 journal articles for your research on the topic 'Islamisk etik.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Harmakaputra, Hans Abdiel. "Islamism and Post-Islamism: “Non-Muslim” in Socio-Political Discourse of Pakistan, the United States, and Indonesia." Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies 53, no. 1 (July 2, 2015): 179. http://dx.doi.org/10.14421/ajis.2015.531.179-204.

Full text
Abstract:
Islamism is defined by Asef Bayat as ideologies and movements that strive to establish some kind of an ‘Islamic order,’ in the form of a religious state, sharia law, or moral codes. However, Bayat and other scholars have found that nowadays Islamism is changing and many countries share the traits of post-Islamism instead of Islamism. According to Bayat, post-Islamism is both condition and project to “conceptualize and strategize the rationale and modalities of transcending Islam in social, political, and intellectual domains.” In short, it has a hybrid tendency to combine Islam and democracy. This paper will discuss how the category of “non-Muslim” is taken place in the socio-political discourse of Islamism and post-Islamism. To limit the discussion, there are only three examples from Pakistan, the United States, and Indonesia.[Islamisme menurut Asef Bayat adalah ideologi dan gerakan yang berjuang untuk membentuk semacam “tatanan Islam” dalam bentuk negara Islam, hukum syariat, atau pun hukum etis. Saat ini, islamisme telah berubah. Di beberapa negara muncul gejala post-islamisme yang khas. Bayat mendefinisikan post-islamisme sebagai kondisi dan keinginan untuk mengkonsep alasan dan modalitas untuk mengusung Islam ke ranah sosial, politik, dan keilmuan. Sehingga, muncul pula kecenderungan untuk menggabungkan Islam dan demokrasi. Tulisan ini mendiskusikan konsep “non-muslim” dalam wacana sosial politik terkait dengan Islamisme dan post-Islamisme. Pembahasan dibatasi pada tiga contoh dari Pakistan, Amerika Serikat, dan Indonesia.]
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Supratman, Frial Ramadhan. "Before the Ethical Policy: The Ottoman State, Pan-Islamism, and Modernisation in Indonesia, 1898–1901." Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies 54, no. 2 (December 14, 2016): 447. http://dx.doi.org/10.14421/ajis.2016.542.447-475.

Full text
Abstract:
By drawing on Ottoman-Turkish documents in the Prime Minister’s Ottoman Archives, this paper investigates the role of the Ottoman state and Pan-Islamic ideology on modernisation in Indonesia. The article revisits the process defining the Ethical Policy (Politik Etis) as the turning point of the emergence of modernisation in Indonesia. In existing scholarship, the ‘Ethical Policy’ became the grand narrative in Indonesian history, meanwhile the influence of Pan-Islamism is only seen as the unsuccessful political propaganda of Abdulhamid II on the anti-colonialism movement in Indonesia. Many Indonesian and Ottoman historians view Pan-Islamism in the context of anti-colonialism fighting against the Dutch militarily in the late nineteenth and early twentieth centuries. This article proposes an alternative view to this narrative which acknowledges Pan-Islamism as a modernisation step for Indonesians which was signed by the Jawi students arrival in Istanbul and shows the Hadhrami community as the agent of modernisation. In short, the article shows the Ottoman influence on the emergence of the Ethical Policy of 1901 in Indonesia.[Menggunakan dokumen-dokumen Turki Utsmani yang disimpan di Prime Minister’s Ottoman Archives, makalah ini meneliti peran imperium Utsmani dan ideologi Pan-Islam dalam modernisasi Indonesia. Hal itu dilakukan dengan meninjau kembali proses mendefinisikan Politik Etis sebagai titik balik lahirnya modernisasi Indonesia. Dalam literatur yang ada sekarang, Politik Etis menjadi cerita utama dalam sejarah Indonesia, sementara Pan-Islamisme hanya dipandang sebagai propaganda gagal dari Abdulhamid II bagi gerakan anti kolonial di Indonesia. Kebanyakan sejarawan di Indonesia dan Turki dalam konteks perjuangan melawan penjajah Belanda. Artikel ini menawarkan narasi alternatif yang mengakui Pan-Islamisme sebagai salah satu tahapan penting modernisasi Indonesia yang ditandai dengan datangnya para mahasiswa Jawa di Istambul dan menunjukkan peran komunitas Hadhrami sebagai agen modernisasi.]
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Hidayat, Rahmat, and Suwanto Suwanto. "Membumikan Etika Politik Islam Nabi Muhammad SAW Periode Madinah dalam Konteks Perpolitikan Indonesia." JUSPI (Jurnal Sejarah Peradaban Islam) 3, no. 2 (January 5, 2020): 124. http://dx.doi.org/10.30829/juspi.v3i2.4469.

Full text
Abstract:
<p>Dewasa ini, para elite politis massif melancarkan propaganda politik negetif baik di dunia nyata maupun maya. Persoalannya, ambisi politik yang berlebihan seringkali menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan politik, seperti dengan <em>money politic</em>, <em>hoax</em>, dan <em>hatesp</em><em>e</em><em>ech</em>. Berpolitik yang tidak etis ini berdampak pada instabilitas sosial yang menuai konflik dalam masyarakat. Selain itu, Machiavelisme politik menumbalkan moralitas publik dan mencoreng etika politik yang dijunjung tinggi oleh Pancasila dan ajaran Islam. Studi artikel ini yaitu kualitatif-deskriptif dengan pendekatan sejarah yang diintegrasi-interkoneksikan. Studi ini berusaha mengeksplorasi nilai etika politik Nabi Muhammad SAW periode Madinah di tahun politik Indonesia yaitu dengan merefleksikan nilai-nilai kepemimpinan Nabi Muhammad SAW Periode Madinah, seperti <em>ukhuwah islamiah</em>, persatuan, musyawarah, <em>at-ta’awun</em>, dan keadilan. Aktualisasi nilai-nilai etika politik Islam ini tentu sangat relevan guna mewujudkan kehidupan demokratis yang sehat, bersih, dan santun. Artinya, etika politik Nabi Muhammad SAW periode Madinah dapat diteladani dalam lingkup perpolitikan nasional menuju masyarakat madani menjunjung persatuan-kesatuan dalam kebhinnekaan.</p><p>Kata Kunci: Etika politik Islam, politik Indonesia. </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Baharun, Hasan, and Robiatul Awwaliyah. "Pendidikan Multikultural dalam Menanggulangi Narasi Islamisme di Indonesia." Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies) 5, no. 2 (November 2, 2017): 224. http://dx.doi.org/10.15642/jpai.2017.5.2.224-243.

Full text
Abstract:
<p><strong>Bahasa Indonesia:</strong></p><p>Kertas kerja ini memaparkan pendidikan multikultural dalam usahanya menanggulangi narasi Islamisme di Indonesia. Intisari dari pendidikan multikultural adalah sebuah ide dan gerakan pembaruan dalam proses pendidikan. Kemajemukan Indonesia adalah dua mata pisau yang memiliki sisi positif dan negatif. Dalam kemajemukan itu sendiri, keeratan afiliasi kelompok muncul bersamaan dengan potensi perpecahan dalam konteks situasi yang tak terkendali dengan baik. Oleh karenanya, pendidikan multikultural menawarkan demokrasi, kesetaraan, kemerdekaan, dan keberagaman dalam sebuah pendekatan. Dengan kedatangan pendidikan multikultural, ini diharapkan bahwa setiap lapisan masyarakat merasa dikenali, dihargai, diperlakukan secara demokratis dan pantas kendati berbagai perbedaan budaya. Sebagai hasilnya, mereka mendapatkan kesempatan yang sama dalam mencapai tujuan-tujuannya. Indikasi idealnya adalah adanya kemauan untuk menerima dan menghargai kelompok-kelompok lain dari etnik, gender, dan afiliasi keberagamaan dan budayanya. Dengan kata lain, pendidikan multicultural muncul sebagai pengikat, kepenghubungan, pengaman, dan penjamin terhadap keberlangsungan kemajemukan. Ajuan pendidikan multikultural ini muncul untuk mengangulangi narasi Islamisme di Indonesia yang muncul sebagai akibat dari ketika Islam berhadapan dengan modernitas yang identik dengan Barat.</p><p> </p><p><strong>English:</strong></p><p>This paper presents multicultural education in tackling Islamism narration in Indonesia. The heart of multicultural education is the idea and renewal movement in educational process. Indonesian diversity is like a double-edged knife, which involves both positives and negatives. In the diversity itself, strong group affilition emerged as well as potential of disunity appears in the context of unwell-managed circumstances. Hence, multicultural education offers democracy, equality, freedom, and pluralism in a single approach. With the advent of multicultural education, it is hoped that all levels of society will feel recognized, appreciated, democratically and equitably treated despite cultural differences. As a result, they have equal opportunity to achieve their goals. The ideal indication shows the willingness to accept and appreciate other groups of different ethnics, gender, and religious affilition and cultures. In other words, multicultural education exists as a binder, liaison, safety, and assurance of sustainability diversity. This multicultural education proposal emerged in order to overcome the narration of Islamism, which born as encounter efforts between Islam vis-à-vis the modernity associated with the west.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Mudlofir, Ali. "Pendidikan Karakter melalui Penanaman Etika Berkomunikasi dalam al-Qur’an." ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 5, no. 2 (January 22, 2014): 367. http://dx.doi.org/10.15642/islamica.2011.5.2.367-382.

Full text
Abstract:
The study is aimed at exploring the Qur’anic concept of education. It argues that the Qur’an mostly speaks of education in terms of character-building and tries to inculcate noble values upon human being in such a way that the good characters may be attained. Hence, the paper is of an argument that the Qur’anic concept of education is ethical; it imposes ethical values upon human being. But the aspect of ethics that the paper will be speaking is that which has to do with ethics in social interaction. The paper will look at some key terms that the Qur’an uses to infer to this social interaction which include qaulan sadida, qaulan ma’rufa, qaulan baligha, qaulan masysura, qaulan karima, and qaulan layyina. To offer a better explanation of what social interaction is all about, the paper will address and invoke some social setting in which people interact one another. In other words, the argument of the paper will be invalidated by the social facts found on the ground. This study is thus both normative and empirical.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Makaruku, Nathalia Debby, Izak Y. M. Lattu, and Tony Robert C. Tampake. "Keterlibatan Masyarakat dalam Membangun Harmoni Sosial Muslim-Kristen Pra dan Pasca Konflik Etnik di Maluku." ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 15, no. 1 (September 1, 2020): 68–91. http://dx.doi.org/10.15642/islamica.2020.15.1.67-90.

Full text
Abstract:
The aim of the article is to give a sociological description and analysis toward the civic engagement of Taniwel Timur in building social harmony between Muslims and Christians, pre and post-conflict in Maluku. There are two main important points which are, the history of Muslims-Christians’ engagement in building a relationship and social interaction, and Muslims-Christians’ engagement becomes the basic in building harmonious social relationships. This research employed a qualitative research method through a structured interview technique with key informants, observation, and library study. The result of the research found that; first, the Muslims-Christians engagement divided into two which are the association form of civic engagement such as religious institutions, custom and government and everyday form of civic engagement consist of such simple, routine interactions of life as Christians and Muslims family visiting each other, eating together often enough, jointly participating in festivals and allowing their children to play together. Second, the Muslims-Christians’ engagement was based on strong brotherhood, cooperation with many parties, strong traditions and mutual trust. Association form and everyday form of civic engagement had the same position to build a strong social system. It also created a sphere of solidarity, justice, and fraternity. In conclusion, Taniwel Timur's society can construct a harmonious social life.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Kanurić, Hakija. "SAVREMENA SREDSTVA KOMUNIKACIJE – BLAGODAT I ISKUŠENJE." Zbornik radova Islamskog pedagoškog fakulteta u Bihaću 9, no. 9 (December 22, 2017): 121–44. http://dx.doi.org/10.52535/27441695.2017.9.121-144.

Full text
Abstract:
Uz sve koristi koje internet pruža i opasnosti koje nosi, jasno je da je internet test imana i morala čovjeka, pa i njegovog razuma. Da bi se ovo sredstvo upotrijebilo na ispravan način i da bismo se zaštitili i sačuvali opasnosti koje ono nosi, nužno je aktivnosti na internetu uskladiti sa principima islama. Kroz ovaj rad ukazat ćemo, Allahovom dozvolom, na najbitnije norme islamske etike koje se tiču upotrebe interneta, kao što su pravila u pogledu vijesti i informacija, adabi dijaloga i vođenja rasprave, čuvanje pogleda, svijest o Allahovom nadzoru, opasnost gubljenja vremena i sl.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Hasan, Noorhaidi. "Piety, Politics, and Post-Islamism: Dhikr Akbar in Indonesia." Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies 50, no. 2 (December 27, 2012): 369. http://dx.doi.org/10.14421/ajis.2012.502.369-390.

Full text
Abstract:
<p>Dhikr akbar has developed into a performance that provides the opportunity for the sharing of political ideas, thus helping to constitute and negotiate a new public sphere. It is one of the most remarkable developments in the public visibility of Islam in post-Suharto Indonesia. Involving reflexive actions which are significant in the construction of personal and social identity, the dhikr akbar has the ability to silently invoke relations, actions, symbols, meanings and codes, and also to bind in one symbolic package changing roles, statues, social structures and ethical and legal rules. An active religiosity which takes the form of peaceful, esoteric expressions, the dhikr akbar represents a new sense of piety. To some extent, it can be conceptualized as an alternative to religious fundamentalism, an outward-oriented activism tempted to change the society or existing system with one based on religion. Normally performed in a cultural space which attracts public esteem, it serves as a concentrated moment of communality and expression of a community’s faith and, at the same time, a means of empowering political, social and economic networks.</p><p>[Dhikr Akbar berkembang menjadi ‘panggung’ di mana gagasan politik dapat disemai, karena itu berperan dalam mengokohkan dan menegosiasi ruang publik baru. Dhikr Akbar adalah salah satu bentuk ritual Islam di ruang publik yang berkembang pasca Orde Baru. Melalui aktifitas reflektif yang berperan dalam pembentukan identitas personal dan sosial, dhikr akbar mampu memunculkan relasi, aksi, simbol, makna, dan kode, sekaligus untuk mempertemukan kesemuanya dalam satu bentuk simbol peran yang berubah, status, struktur sosial, dan etika serta aturan hukum. Sebagai satu bentuk religiusitas aktif yang berbentuk corak Islam yang tenang dan berorientasi pada dimensi dalam-esoteris, dhikr akbar dapat disebut pula sebagai satu bentuk kesalehan baru. Bentuk kesalehan dapat juga merupakan bentuk keagamaan yang berbeda dengan fundamentalisme, yang berorientasi pada aktifisme dimensi luar dengan tujuan merubah masyarakat atau sistem yang berlaku dengan sistem yang dianggap Islami. Dhikr akbar yang biasanya diselenggarakan di ruang budaya menarik perhatian masyarakat. Kegiatan ini menjadi aktifitas yang mampu menyatukan komunalitas dan ekspresi agama serta pada saat yang sama, mempertemukan jaringan politik, sosial, dan ekonomi.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Sarı, Muhammed. "I.Dünya Harbi Öncesi İngiltere'de Kurulan Türkofil Bir Dernek: The Anglo-Ottoman Society." Belleten 83, no. 298 (December 1, 2019): 1033–80. http://dx.doi.org/10.37879/belleten.2019.1033.

Full text
Abstract:
İngiltere'de Türkofil bir cemiyetin kuruluşunun ilk örneğini 1896 yılında Londra'da kurulan Anglo-Foreign Turkısh Committee oluşturur. Fakat bu cemiyetin kuruluşundan sonra çok etkin olmadığından olsa gerek bu isme 1913 yılına kadar rastlanmaz. 1913 yılının Kasım ve Aralık aylarında yine Türkofil bir topluluk olarak Anglo-Ottoman Association'dan dönüşerek yeni kurulacak olan Anglo-Ottoman Society ismi zikredilmeye başlar. Bu topluluk 15 Aralık tarihinde toplantısını yapar ve bu tarihten itibaren üyelerini toplar. Bu sırada Üyeleri arasında Pan-Afrikan ve Pan-İslamist olarak tanınan Duse Muhammed Ali, sonradan Müslüman olan Marmaduke Pickthall, Arthur Field, Kont ailesinden olan Aubrey Herbert gibi etkili isimler yer alır. Üyeler arasında muhafazakâr siyasetçilerin yanısıra liberal, işçi ve İrlanda milliyetçi partilerinden milletvekilleri ve Lordlar Kamarası'ndan kişiler vardır. Bunlardan başka, dikkat çeken Rus göçmeni liberal haham Jaakoff Prelooker ile yine Siyonist olarak bilinen Moses Gaster ile Yahudi gazeteci Lucien Wolf da yürütme kurulunda yer alır. Anglo-Ottoman Society, Türk dostu propaganda merkezi konumundadır. Bu cemiyet, Osmanlı Devleti'nin çıkarlarını savunacak ve bütün dünyada Müslümanların davasını duyuracaktır. Cemiyet, ırk, siyasi ve dini inançlar dikkate alınmaksızın tüm erkekler ve kadınlara açıktır. I. Dünya Savaşı başlamadan evvel Osmanlı ve İngiliz ittifakını savunmuş, ancak savaş başlayınca iki devlet karşı karşıya gelince bu kez söylemlerini yenilemek zorunda kalmışlardır. Savaş döneminde ise İngiliz hükümeti üzerinde baskı kurarak Osmanlı ile ayrı bir barış antlaşması imzalanmasını temin etmeye çalışmışlardır. Buna da muvaffak olamayınca bu kez de Savaş sonrasında Osmanlı'nın Trakya, Anadolu ve İstanbul topraklarının Türklere bırakılması için çaba sarfetmişlerdir. Lakin bu noktada da başarı sağlayamamışlardır. Topluluk üyeleri faaliyetlerini çoğunlukla basın-yayın kuruluşları, konferanslar ve ikili görüşmelerle yaymaya çalışmışlardır. Bu yayın organları African Times and Orient Review, İslamic Review, The New Age'den oluşmaktadır. Yayın organlarıyla da İngiliz kamuoyu ve hükümetini etki altına almaya çalışmışlardır. Bu etki, Osmanlı'nın korunmasının İngiliz hükümeti açısından zaruri olduğu yönünde olmuştur. Ayrıca Osmanlı aleyhindeki çeşitli yayınlara karşı da bu yayın organlarında kendi düşüncelerini yaymaya çalışmışlardır. Bu topluluğun başarısı tartışılır bir durumda olsa da en azından ilk kez Türkofil bir yapının yurt dışında faaliyet göstermesi açısından önem arzetmektedir.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Štulanović, Muharem. "KONCEPT UMJERENOSTI U ISLAMU I NJEGOVA MANIFESTACIJA U FIKHU." Zbornik radova Islamskog pedagoškog fakulteta u Bihaću 4, no. 4 (December 15, 2011): 51–85. http://dx.doi.org/10.52535/27441695.2011.4.51-85.

Full text
Abstract:
Evidentno je da u islamu postoji koncept umjerenosti koji se očituje u svim segmentima islamske misli, od morala i etike do društvenopravnog sistema. Čovjek, kao stvoreno i ograničeno biće, nesposoban je da uspostavi apsolutnu ravnotežu i balans u svom ovosvjetskom životu zbog svoje psihofizičke nemoći, svojih ličnih poriva, strasti i stremljenja, objektivnih i subjektivnih uticaja od strane društva, porodice, politike, nacije, rase, geografske pripadnosti, običaja itd., tako da svi sistemi koje je kreirao čovjek nose i njegove ljudske nedostatke, što nam potvrđuje i metoda historijske indukcije u čitanju povijesti. Nasuprot toga, vidimo jednu harmoniju i preciznost u Božijem stvaranju, kao i u Njegovoj vjeri koju je kao sistem i program življenja poslao i objavio čovjeku. Umjereni put u šerijatskom zakonodavstvu i društvenom pogledu ogleda se u ravnoteži i balansu između slobode pojedinca i prava društva, a naslanja se na razumijevanje parcijalnih šerijatskih tekstova u svjetlu općih intencija i ciljeva Šerijata kojima neće proturječiti ili biti neovisni o njima. Umjerena škola srednjeg puta proklamuje da Šerijat sadrži sve ono što je milost za ljude, što im olakšava i pomaže u životu, smatrajući da mudžtehid mora imati znanstvene, intelektualne, moralne, fizičke i druge predispozicije kako bi mogao na pravilan način pristupiti pozitivizaciji šerijatskih propisa gledajući na tekstove kur'ansko-hadiskih normi sa stajališta intencija i ciljeva Šerijata.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Muslija, Adnan. "ISLAMSKE FINANSIJE U PRAKSI - MALEZIJA." PRIMUS - INFORMATIKA, PRAVO, EKONOMIJA, BANKARSTVO 1, no. 4 (March 30, 2016). http://dx.doi.org/10.7251/pri1204082m.

Full text
Abstract:
Islamske finansije su napravile znaĉajan napredak na meĊunarodnim finansijskim trţištima. Evidentno je da su danas islamske finansije prisutne u više od 75 zemalja širom svijeta, posebno u muslimanskim zemljama. U pogledu finansijske infrastrukture, Malezijski islamski finansijski sistem je istovremeno, i velik, i u procesu kontinuiranog rasta. Na trţištu su prisutni razni investitori s islamskim bankama, prvenstveno investicionim bankama. Cilj ovog rada je prikazati konceptualno razumijevanje rasta islamskih finansija u Maleziji, analizirajući trenutni i budući razvoj. Uĉešće u procesu islamskih finansija zahtijeva razvoj sveobuhvatnog islamskog finansijskog sistema, adekvatne finansijske infrastrukture kao što je: širok spektar proizvoda, zakonska regulativa, niske takse, jeftini uvjeti poslovanja, visoki standardi etike poslovanja, i prihvatljivi uvjeti ţivota. TakoĊer je potrebno prisustvo edukovanog ljudskog kapitala koji će doprinijeti daljem razvoju. Ovaj rad ima za cilj prikazati platformu razvoja islamskih finansija u Maleziji.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Herdiansah, Ari Ganjar, Junaidi, and Heni Ismiati. "SENTIMEN POLITIK-AGAMA DAN DINAMIKA KEAMANAN NASIONAL DI INDONESIA PASCA 2014." Jurnal Wacana Politik 2, no. 1 (June 14, 2017). http://dx.doi.org/10.24198/jwp.v2i1.11480.

Full text
Abstract:
Keamanan geopolitik dan sentimen keagamaan menjadi isu politik yang mencuat di Indonesia pasca 2014. Semenjak Joko Widodo menjadi presiden, isu kedekatannya dengan China seringkali dikemas sebagai citra yang negatif terhadap pemerintahannya. Di sisi lain, menguatnya pengaruh China di Asia Tenggara turut mempengaruhi perubahan peta ekonomi politik di Indonesia. Investasi dan dana pinjaman dari China meningkat tajam yang diiringi kompensasi proyek infrastruktur yang diberikan kepada China. Akan tetapi, memori kolektif masyarakat Indonesia terkait identiknya China dan komunisme menyulut kekhawatiran bangkitnya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. Secara kebetulan, persaingan Gubernur Jakarta 2017 yang diikuti oleh Basuki Tjahaya Purnama, petahana kuat berlatar etnik China yang diusung oleh partai pemerintah (PDIP), menjadi momentum yang membangkitkan komponen Islamis yang sudah menaruh curiga terhadap kebangkitan PKI. Artikel ini menelaah bagaimana faktor menguatnya pengaruh China dan kedigdayaan politik PDIP membentuk pusaran konflik aliran antara nasionalis kiri dengan kanan Islamis yang membawa kerawanan keamanan di Indonesia pada level lebih tinggi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

McLeod, Duke. "Ethik des Mitseins: Grundlinien einer islamisch-theologischen Tierethik, written by Asmaa El Maaroufi." Journal of Islamic Ethics, July 7, 2021, 1–4. http://dx.doi.org/10.1163/24685542-12340066.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Mohd Yusof, Farahwahida, Tamar Jaya Nizar, Siti Norlina Muhammad, and Nurain Mohd Nazir. "hanasia: Melanggar Etika dan Hak Asasi Manusia." Jurnal Teknologi 64, no. 1 (September 9, 2013). http://dx.doi.org/10.11113/jt.v64.1690.

Full text
Abstract:
Dalam era moden ini kemajuan ilmu sains dan teknologi menjadi semakin pesat kerana munculnya pelbagai penemuan yang banyak memberi manfaat kepada manusia. Hampir semua aspek kehidupan manusia berkait rapat dengan sains dan teknologi. Jika dibandingkan penemuan teknologi tersebut, perkembangan teknologi dalam bidang perubatan dilihat sangat memberangsangkan. Melalui pengetahuan dan penggunaan teknologi perubatan yang sangat maju, maka diagnosis mengenai suatu penyakit dapat dilakukan dengan lebih sempurna. Hasilnya rawatan penyakit dapat dipraktikkan secara lebih efektif. Bahkan perhitungan saat kematian penderita penyakit tertentu dapat dilakukan secara lebih tepat. Kini, hasil daripada perkembangan dan kemajuan dalam bidang sains dan teknologi terutamanya kemajuan dalam bidang perubatan, nyawa manusia telah dapat dilanjutkan dengan menggunakan ubatan atau alat pernafasan moden. Manusia seakan-akan dapat menentukan sama ada ingin mematikan atau menghidupkan seseorang pesakit. Dengan perkembangan teknologi dalam bidang perubatan ini, tidak mustahil ia bakal mengundang masalah yang rumit. Keadaan ini menimbulkan beberapa isu tentang kematian yang dikaitkan dengan euthanasia yang bermakna kematian dengan aman tanpa kesakitan. Euthanasia boleh dibahagikan kepada beberapa kategori iaitu euthanasia aktif, euthanasia pasif, voluntary euthanasia, non-voluntary euthanasia dan involuntary euthanasia. Dalam Islam misalnya, kepercayaan bahawa kehidupan dan kematian manusia adalah ditentukan oleh Allah dan manusia tidak menpunyai hak untuk menamatkan hidupnya sendiri. Jelaslah isu euthanasia menerima bantahan yang tegas daripada para ulama dan syariah Islamiah. Oleh itu, isu euthanasia bukan melibatkan kebajikan pesakit sahaja tetapi juga melibatkan sensitiviti ahli keluarga, ahli perubatan, agama dan lain-lain. Dengan ini, isu euthanasia harus diuruskan secara teliti supaya ia tidak menimbulkan kekeliruan dalam kalangan masyarakat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Noor, Irfan. "ISLAM DAN REPRESENTASI IDENTITAS BANJAR PASCA ORDE BARU DI KALIMANTAN SELATAN." Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 11, no. 2 (August 14, 2012). http://dx.doi.org/10.18592/al-banjari.v11i2.423.

Full text
Abstract:
Gerakan formalisasi syariat Islam yang marak di Indonesia pasca Orde Baru telah berhasil mengambil manfaat dari berkembangnya wacana peneguhan identiti lokal di era Otonomi Daerah. Salah satu dari keberhasilan gerakan ini adalah terbitnya berbagai Perda bernuansa syari'at Islam di berbagai daerah di Indonesia. Salah satu daerah yang menunjukan kecenderungan seperti itu adalah Kalimantan Selatan. Di daerah ini, titik tolak berkembangnya wacana peneguhan identitas lokal adalah dampak negatif budaya global yang bersinergi dengan totalitarianisme konstruk negara bangsa. Oleh karena itu, ketika karakter khas yang dikembangkan oleh gerakan Islamisme adalah suatu ideologi perlawanan (counter-ideology) terhadap berbagai faham modenisme dan sekularisme, maka gerakan ini mampu berkelindan dengan wacana peneguhan identitas lokal yang juga mengembangkan suatu upaya perlawanan terhadap konstruk negara-bangsa yang cenderung bersifat totalitarianisme ala Orde Baru. Kajian ini memberikan kerangka kerja alternatif dalam memahami identitas etnik Banjar dan politik identitasnya dari beberapa kajian sebelumnya yang cenderung menekankan unsur-unsur primordialisme. Kajian ini diharapkan dapat memberikan suatu pemahaman tambahan tentang politik identitas Islam di Indonesia pasca Orde Baru.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography