To see the other types of publications on this topic, follow the link: Kalus.

Journal articles on the topic 'Kalus'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Kalus.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Maulana, Rizqi, Didik Pudji Restanto, and Slameto Slameto. "PENGARUH KONSENTRASI 2,4 – DICHLOROPHENOXYACETIC ACID (2,4-D) TERHADAP INDUKSI KALUS TANAMAN SORGUM." JURNAL BIOINDUSTRI 1, no. 2 (May 17, 2019): 138–48. http://dx.doi.org/10.31326/jbio.v1i2.223.

Full text
Abstract:
Rendahnya keragaman genetik dan produktivitas tanaman sorgum menjadi permasalahan dalam pengembangan tanaman sorgum. Oleh karena itu, dilakukan pendekatan bioteknologi terutama untuk mendapatkan tanaman transgenik. Pendekatan bioteknologi didukung oleh bahan tanam yang baik dengan menggunakan teknik kultur jaringan untuk mendapatkan kalus tanaman sorgum. Perbanyakan kalus dilakukan dengan menggunakan metode kultur jaringan dengan menambahkan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Jember. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu pemberian 2,4-D berbagai konsentrasi antara lain A0 (kontrol), A1 2 ppm, A2 3 ppm, A3 4 ppm, A4 5 ppm, dan A5 6 ppm dimana setiap perlakuan diulang 3 kali. Variabel pengamatan yang dilakukan secara kuantitatif yaitu perhitungan kedinian kemunculan kalus, jumlah kalus, dan berat kalus. Variabel pengamatan secara kualitatif yaitu menentukan warna kalus dan tekstur kalus yang diamati secara visual. Hasil dari penelitian ini menunjukkan berbeda sangat nyata pada setiap pengamatan kuantitatif dan menunjukkan hasil terbaik pada pengamatan kualitatif. Perlakuan 2 ppm 2,4-D menunjukkan hasil terbaik dibandingkan perlakuan 2,4-D yang lain yaitu mampu menginduksi kalus tanaman sorgum cenderung lebih cepat yaitu 7,6 HST, presentase jumlah kalus 90%, berat kalus 0,6 gram serta kalus berwarna putih kekuningan (5Y 8/6) dan kalus bersifat friable (remah).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Nurchayati, Yulita, Santosa Santosa, Laurentius H. Nugroho, and Ari Indrianto. "Penggunaan Kinetin, Asam Naftalen Asetat, dan Benzil Adenin dalam Induksi Kalus Kecubung (Datura metel L.) Secara In Vitro." Buletin Anatomi dan Fisiologi 3, no. 1 (February 26, 2018): 105. http://dx.doi.org/10.14710/baf.3.1.2018.105-109.

Full text
Abstract:
Kecubung (Datura metel L.) merupakan tumbuhan penghasil hyosciamin dan skopolamin, yang berkasiat sebagai anticholergic dan spasmolytic. Kedua metabolit dapat ditingkatkan produksinya dari kultur kalus. Induksi kalus dari daun kecubung dilakukan dengan menggunakan aplikasi zat pengatur tumbuh (ZPT). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari respon dan perkembangan daun kecubung terhadap beberapa macam hormon dan untuk menseleksi kalus yang terbentuk secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 perlakuan ZPT dalam medium Murashige & Skoog (MS) yaitu tanpa hormon, Kinetin tunggal, NAA tunggal, kombinasi Kinetin dan NAA, BA tunggal serta kombinasi BA dan NAA. Daun yang telah disterilkan ditumbuhkan dalam medium MS dengan penambahan sukrosa 3% dan beberapa ZPT perlakuan dan diberikan 5 ulangan. Kalus yang terbentuk disubkultur dalam medium yang sama formulasinya untuk mengoptimalkan pertumbuhan. Hasil menunjukkan bahwa kalus dapat terbentuk pada semua medium yang diujikan. Kalus yang remah diperoleh dari medium MS dengan ZPT kombinasi kinetin 3x10-5 M dan NAA 10-5 M. Respon kalus yang berbeda diperoleh dari medium dengan penambahan BA tanpa NAA. Penambahan BA tunggal 6x10-6 M dalam medium MS menginduksi kalus yang embrionik. Kata kunci : induksi kalus, zat pengatur tumbuh, kalus remah, kalus embrionik
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Humaira, Adinda, and Suseno Amien. "INDUKSI KALUS LIMA KULTIVAR SELEDRI (Apium graveolens L.) DENGAN SUKROSA DAN BERBAGAI KONSENTRASI MALTOSA." Agrin 23, no. 1 (November 23, 2019): 1. http://dx.doi.org/10.20884/1.agrin.2019.23.1.413.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respon berbagai kultivar seledri terhadap induk sikalus dengan menggunakan sukrosa dan maltosa. Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yang terdiri atas dua faktor dan diulang tiga kali. Faktor pertama adalah kultivar seledri terdiri atas lima taraf yaitu Aroma, Bamby, Samantha, Sunda,Tall Utah. Faktor kedua adalah konsentrasi karbohidrat yang terdiri atas lima taraf yaitu sukrosa 20 g/L, maltosa 20 g/L), maltosa 30 g/L, maltosa 40 g/L, maltosa 60 g/L. Variabel yang diamati meliputi waktu awal kalus terbentuk, diameter kalus, warna kalus, tekstur kalus, kalus embriogenik, dan jumlah tunas pada tahap regenerasi. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi sukrosa 20 g/L merupakan konsentrasi terbaik terhadap kecepatan muncul kalus pada kultivar Bamby. Sukrosa 20 g/L memberikan pengaruh paling baik terhadap ukuran kalus pada kultivar Aroma. Maltosa 30 g/L mampu menginduksi kalus dari semua kultivar seledri yang digunakan. Kulvivar Samantha responsif terhadap pembentukan kalus di semua konsentrasi Maltosa yang digunakan. Kata kunci: seledri, sukrosa, maltosa, kalus Keywords: Celery, Plant Breeding, Carbohydrate, Maltose, and Callus
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Hapsoro, Dwi, Dwi Setiawan, Rahmadyah Hamiranti, and Yusnita Yusnita. "PENGARUH 2-iP, BA, 2,4-D, DAN TDZ PADA EMBRIOGENESIS SOMATIK IN VITRO KOPI ROBUSTA UNGGUL LAMPUNG." Jurnal Agrotek Tropika 7, no. 3 (November 1, 2019): 527. http://dx.doi.org/10.23960/jat.v7i3.3545.

Full text
Abstract:
Pengaruh 2-iP, BA, 2,4-D, dan TDZ pada Embriogenesis Somatik In Vitro Kopi Robusta Unggul Lampung. Embriogenesis somatik in vitro kopi Robusta terdiri dari empat tahap: induksi kalus primer, induksi kalusembriogenik, regenerasi embrio somatik, dan regenerasi planlet. Penelitian bertujuan mempelajari pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT) terhadap pembentukan kalus primer kopi Robusta unggul Lampung klon Komari. Eksplan potongan daun ditanam pada media induksi kalus primer dengan penambahan (mg/l): BA 1; 2-iP 1; 2-iP 1 + 2,4-D 0,5 ;2-iP 1 + 2,4-D 1 ;TDZ 1 + 2,4-D 0,5; dan TDZ 1 + 2,4-D 1 sebagai perlakuan. Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan tiga ulangan, 3 botol kultur per ulangan, 5 eksplan per botol. Hasil percobaan menunjukkan, pada 4 minggu setelah tanam, semua perlakuan dapat menginduksi kalus primer 100%, namun waktu terbentuknya kalus pertama kali dan bobot segar kalus primer berbeda-beda. Kalus primer paling cepat terbentuk pada perlakuan 2-iP (14,7 hari setelah tanam), sedangkan paling lambat (16,0-16,3) pada perlakuan TDZ + 0,5-1,0 mg/L 2,4-D dan BA 1 mg/l. Bobot segar kalus primer tertinggi didapat pada perlakuan 2-iP + 2,4-D (96-110 mg/eksplan) dan terkecil pada perlakuan 2-iP atau BA saja (24-18 mg/eksplan). Kalus primer berkembang menjadi kalus embriogenik waktu dipindah ke media induksi kalus embriogenik. Subkultur kalus embriogenik ke media regenerasi menghasilkan embrio somatik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Buana, Arum Sekar. "INDUKSI KALUS STEVIA REBAUDIANA BERTONI M. DENGAN PEMBERIAN KOMBINASI ZPT NAA (NAPHTALENE ASETIC ACID), 2,4-D (2,4 DICLOROPHENOXY ASETIC ACID) DAN BAP (BENZIL AMINO PURIN)." Jurnal Teknologi Terapan: G-Tech 1, no. 2 (August 22, 2020): 78–83. http://dx.doi.org/10.33379/gtech.v1i2.272.

Full text
Abstract:
Stevia merupakan sumber pemanis alami yang mempunyai tingkat kemanisan 300 kali lebih manis dibandingkan dengan gula tebu. Bahan pemanis tanaman ini terutama terdapat pada daun yang mengandung gula steviosida dan rebaudiosida-A (glikosida diterpen). Teknik kultur in vitro merupakan salah satu perbanyakan yang dapat meningkatkan perbanyakan melalui kalus dengan modifikasi medium pertumbuhan kalus. Penelitian ini bertujuan memperoleh kombinasi ZPT untuk menghasilkan kalus. Penelitian telah dilakukan di Laboratorium Bioteknologi, Fakultas Biologi, UGM dan Laboratorium Kimia, Fakultas Mipa, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) sejak Juni-Oktober 2015. Pada tahap induksi kalus, eksplan daun stevia ditanam pada medium MS dengan kombinasi ZPT auksin/NAA (2 mg/L), 2,4-D (2 mg/L) dan sitokinin/BAP (0,5 dan 1 mg/L); Semua perlakuan dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan 2,4-D 2 mg/L dan BAP 1 mg/L merupakan konsentrasi yang terbaik untuk menghasilkan kalus Stevia rebaudiana, dengan laju induksi kalus yaitu 12 hari, warna kalus putih, dan tekstur kalus remah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Yunita, Tika Rahma, Muhammad Rizal, Muhammad Ali, and Dwi Isyana Achmad. "Kemampuan Pembentukan Kalus 8 Varietas Tebu (Saccharum offisinarum) Pada Media MS Modifikasi." Buletin Loupe 17, no. 02 (December 30, 2021): 114–17. http://dx.doi.org/10.51967/buletinloupe.v17i02.818.

Full text
Abstract:
Tebu merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia yang penting, sehingga banyak ditanam di Indonesia. Sehingga pengadaan bibit tebu perlu dilakukan. Penyediaan bibit dapat dilakukan melalui teknik kultur jaringan untuk mendapatkan bibit dalam jumlah besar dan bebas dari hama dan penyakit. Langkah awal untuk menghasilkan bibit tebu adalah dengan menginduksi kalus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginduksi kalus dari delapan varietas tebu yang digunakan, serta untuk mengetahui kemampuan pembentukan kalus dari delapan varietas tebu. Bahan yang digunakan adalah delapan varietas tebu 383, 316, R 236, TC 15, 09, X 4, X 8, dan X 157, dan media MS yang telah digunakan untuk pertumbuhan kalus. dilakukan pada persen terbentuknya kalus. Terdapat dua varietas yang dapat membentuk kalus yatu X 157, Kata kunci : kalus, 8 varietas tebu, media MS
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Khaerasani, Ilma, Erma Prihastanti, and Sri Haryanti. "Pertumbuhan Kalus Eksplan Rimpang Jahe Merah (Zingiber officinale Rosc.) pada Berbagai Konsentrasi Sukrosa Secara In Vitro." Buletin Anatomi dan Fisiologi 2, no. 1 (March 29, 2017): 43. http://dx.doi.org/10.14710/baf.2.1.2017.43-49.

Full text
Abstract:
Sukrosa adalah disakarida yang merupakan produk fotosintesis tidak langsung. Penelitian ini dilakukan dengan metode in vitro dengan cara inisiasi kalus untuk menginduksi kalus dari eksplan mata tunas rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc). Konsentrasi senyawa osmotik dari medium menjadi faktor penting untuk pertumbuhan kalus. Selain sebagai sumber karbon dan sumber energi, sukrosa yang terserap mempengaruhi tekanan osmotik sehingga berperan dalam pemanjangan sel. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan satu faktor yaitu variasi konsentrasi sukrosa. Konsentrasi sukrosa sebagai perlakuan adalah 20 g/l (S1); 30 g/l (S2); 40 g/l (S3); dan 50 g/l (S4), masing- masing 5 ulangan. Peningkatan berat basah kalus tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi sukrosa 30 g/l. Sedangkan berat kering kalus tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi sukrosa 50 g/l, semakin banyak jumlah sukrosa dalam media maka semakin besar berat kalus. Namun berdasarkan uji statistik ANOVA, pemberian variasi konsentrasi pada pertumbuhan kalus menunjukkan tidak berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa warna kalus yang diamati dari konsentrasi yang berbeda menunjukkan warna putih kekuningan dan dengan tekstur remah. Kata kunci : Zingiber officinale Rosc, pertumbuhan, kalus, sukrosa
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Pono, Putri, Ratih Restiani, and Dwi Adityarini. "Elisitasi Saponin dalam Kultur Kalus Ginseng Jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) Menggunakan Asam Salisilat." SCISCITATIO 2, no. 2 (October 7, 2021): 45–53. http://dx.doi.org/10.21460/sciscitatio.2021.22.66.

Full text
Abstract:
Ginseng Jawa (Talinum paniculatum Gaertn.) digunakan dalam pengobatan tradisional karena mengandung senyawa metabolit sekunder berupa saponin, tannin, alkaloid, kuinon, steroid, polifenol, flavonoid, dan minyak atsiri. Dari beberapa senyawa metabolit sekunder tersebut, saponin merupakan metabolit sekunder yang dominan dihasilkan oleh ginseng jawa dan diketahui memiliki banyak efek farmakologi. Elisitasi melalui kultur in vitro khususnya kultur kalus dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kandungan saponin menggunakan asam salisilat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi asam salisilat dan waktu elisitasi terhadap pertumbuhan kalus dan produksi saponin dalam kultur kalus Talinum paniculatum. Induksi dan produksi kalus T. paniculatum menggunakan media MS dengan kombinasi 2,4-D 2 mg/L + kinetin 3 mg/L. Kalus yang telah memasuki fase stationer (pada hari ke 58) digunakan untuk proses elisitasi. Elisitasi kalus menggunakan variasi konsentrasi asam salisilat 0,5 mM, 0,10 mM, 0,15 mM, 0,20 mM, 0,25 mM, 0,30 mM, 0,35 mM dan waktu inkubasi 3 hari, 6 hari, dan 9 hari. Ekstrak kalus selanjutnya diidentifikasi menggunakan KLT untuk mengetahui kandungan saponinnya melalui luas noda saponin. Penambahan konsentrasi asam salisilat sebesar (0,05 – 0,35 mM) dan waktu elisitasi (3-9 hari) pada kultur kalus T.paniculatum berpengaruh terhadap peningkatan biomassa kalus (0,056 – 0,069 gram) dibandingkan kontrol (0,054 gram) dan kandungan saponin dalam kalus. Kandungan saponin tertinggi sebesar 0,565 cm2pada perlakuan konsentrasi asam salisilat 0,30 mM dengan waktu inkubasi 6 hari
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Inderiati, Sitti, FNU Yanti, and Eka Ria Mentari. "Induksi Kalus Morfogenik dan Regenerasi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) secara In Vitro." Agriprima : Journal of Applied Agricultural Sciences 5, no. 1 (March 31, 2021): 61–67. http://dx.doi.org/10.25047/agriprima.v5i1.380.

Full text
Abstract:
Propagasi in vitro merupakan cara memperoleh tanaman baru yang sehat secara cepat dan massal, Percobaan in vitro dilaksanakan untuk menginduksi kalus morfogenik dan regenerasi dari varietas tebu domestik. Bagian terdalam gulungan daun tebu digunakan sebagai eksplan dan diinkubasi pada medium MS yang dimodifikasi dan dilengkapi dengan 2,4-D pada konsentrasi 1 mg/l, 2.5 mg/l, dan 5 mg/l untuk menginduksi pembentukan kalus. Kalus yang terbentuk di medium induksi selanjutnya dipindahkan ke medium MS yang diperkaya dengan zat pengatur tumbuh untuk inisiasi dan perbanyakan tunas. Persentase pembentukan kalus tertinggi dicapai pada penggunaan medium yang mengandung 2.5 mg/l 2,4-D dan maksimal proliferasi kalus morfogenik diperoleh setelah subkultur ketiga. Dua tipe kalus yang terbentuk pada medium induksi yaitu berstruktur kering, remah dan struktur halus kompak. Jenis kalus yang morfogenik tersebut berwarna putih dan putih kekuningan serta mudah terpisah-pisah. Hasil proliferasi tunas dari kalus tertinggi diperoleh pada medium MS dengan kombinasi hormon tumbuh 2 mg/l Kinetin + 1 mg/l IAA dan tidak ada pertumbuhan tunas pada medium yang ditambahkan zat pengatur tumbuh tunggal, yaitu Kinetin. Dengan demikian, penelitian ini menyimpulkan bahwa hormon tumbuh jenis sitokinin yang dikombinasi dengan auksin sangat dibutuhkan untuk regenerasi kalus tebu secara in vitro.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Carsono, Nono, Desy Lidiasari, Santika Sari, and Noladhi Wicaksana. "Penggunaan Putresin Alami dan Sintetik untuk Induksi Kalus dan Regenerasi Kultur Anter Empat Genotipe Padi." Agrikultura 32, no. 3 (February 9, 2022): 312. http://dx.doi.org/10.24198/agrikultura.v32i3.36784.

Full text
Abstract:
Teknik kultur antera sering digunakan untuk memperoleh galur-galur murni double haploid (DH) yang homozigot dalam waktu singkat, yang umumnya dicapai melalui proses induksi kalus. Putresin sebagai salah satu zat pengatur tumbuh dari poliamin diketahui sangat penting bagi perkembangan embriogenesis kalus. Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh plantlet dari penggunaan putresin sintetik dan alami pada media induksi dan regenerasi kalus kultur antera secara in vitro terhadap empat genotip-genotip F3 padi hasil persilangan (Oryza sativa L.). Eksplan yang digunakan adalah antera padi generasi F3 terseleksi hasil persilangan Caka, SP, Sair dan IRPW. Hasil penelitian menunjukan bahwa induksi kalus berhasil terbentuk hanya dari genotip Caka pada media N6 dengan penambahan putresin sintetik 10-3 M, persentase pembentukan kalus sebesar 16,1%. Kalus yang terbentuk dari genotip Caka memiliki struktur remah, kompak dan berwarna putih krem. Regenerasi menggunakan media dasar MS dengan penambahan putresin sintetik konsentrasi 10-3 M belum berhasil. Penambahan putresin sintetik lebih efektif dalam pembentukan kalus dibandingkan putresin ekstrak alami.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Pratomo, Guntur Satrio. "Pengaruh Jenis Media dengan Hormon Tumbuh NAA-BAP terhadap Pertumbuhan dan Kandungan Flavonoid Kalus Daun Echinaceae purpurea (L.) Moench." Jurnal Surya Medika 1, no. 2 (February 1, 2016): 51–57. http://dx.doi.org/10.33084/jsm.v1i2.399.

Full text
Abstract:
Echinaceae purpurea (L.) Moench merupakan tanaman obat yang mempunyai khasiat salah satunya imunomodulator dan imunostimulan. Tanaman ini mengandung metabolit sekunder salah satunya yaitu falvonoid. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan media dalam menginduksi kalus dan mempengaruhi kandungan flavonoid dalam kalus daun E. purpurea (L.) Moench. Eksplan adalah daun E. purpurea (L.) Moench yang segar, sehat, dan tidak terlalu tua. Sterilisasi eksplan dilakukan dengan Dithane M-45 2 %, dengan penambahan Tween 80, Agrept 20/WP 2 % dengan penambahan Tween 80, alkohol 70 %, dan Bayclin� 10 %. Penanaman eksplan dilakukan dengan menggunakan media MS, � MS, dan Gamborg dengan penambahan kombinasi zat pengatur tumbuh NAA dan BAP masing-masing konsentrasi 1 ppm. Evaluasi kalus dilakukan terhadap prosentase keberhasilan pembentukan, waktu induksi, dan rata-rata berat kalus. Analisa flavonoid dalam kalus dilakukan secara kualitatif dengan reaksi warna, tes Wilstater Cyanidin, Kromatografi kertas , dan Kromatografi Lapis Tipis, serta semikuantitatif dengan KLT-Densitometri Hasil penelitian menujnukkan bahwa jenis media mempengaruhi keberhasilan pertumbuhan kalus dan kandungan flavonoid kalus daun E. purpurea (L.) Moench. Media Gamborg berpengaruh paling baik dalam menginduksi kalus sedangkan media � MS berpengaruh paling baik terhadap kandungan flavonoid di banding jenis media lain.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Julianti, Rizqi Fadlia, Yulita Nurchayati, and Nintya Setiari. "Produksi Flavonoid Pada Kalus Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Secara In Vitro Dalam Medium MS Dengan Konsentrasi Sukrosa Yang Berbeda." Metamorfosa: Journal of Biological Sciences 8, no. 1 (March 31, 2021): 141. http://dx.doi.org/10.24843/metamorfosa.2021.v08.i01.p15.

Full text
Abstract:
Flavonoid merupakan salah satu senyawa yang terkandung dalam tomat dan berperan sebagai antioksidan. Produksinya dapat ditingkatkan menggunakan kultur kalus. Salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah sukrosa dalam media kultur. Sukrosa dapat digunakan sebagai sumber karbon dan senyawa yang memiliki kemampuan untuk meningkatkan produksi metabolit sekunder. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji pengaruh konsentrasi sukrosa yang dapat meningkatkan produksi flavonoid dari kalus tanaman tomat. Eksplan yang digunakan dalam penelitian adalah kotiledon dari kecambah tomat varietas Permata F1 yang dikecambahkan secara aseptik. Metode yang digunakan adalah induksi kalus di dalam media Murashige and Skoog (MS). Potongan kotiledon dari kecambah umur 7 HST ditanam dalam medium MS dengan penambahan hormon NAA 1 mg/L dan BAP 1 mg/L dan sukrosa sesuai perlakuan selama 49 hari. Desain penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan faktor tunggal yaitu 3 perlakuan konsentrasi sukrosa : 20 g/L, 30 g/L, dan 40 g/L dengan 6 ulangan. Analisis kualitatif dan kuantitatif untuk kandungan flavonoid dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer uv-vis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi sukrosa berpengaruh nyata terhadap peningkatan kandungan dan produksi flavonoid pada kalus tomat. Penambahan sukrosa dalam media MS menghasilkan tekstur kalus yang kompak dan waktu inisiasi kalus paling cepat diperoleh pada konsentrasi 40 g/L. Perlakuan konsentrasi sukrosa dari 20-40 g/L meningkatkan produksi flavonoid di dalam kultur kalus. Konsentrasi sukrosa 40 g/L merupakan perlakuan paling baik untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi flavonoid kalus tomat secara in vitro. Kata kunci : kotiledon, tomat, flavonoid, kalus, sukrosa
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Supriati, Yati, Mia Kosmiatin, Ali Husni, and NFN Karsinah. "Embriogenesis Somatik Mangga Varietas Madu dengan Eksplan Nuselar." Jurnal AgroBiogen 12, no. 1 (February 13, 2018): 45. http://dx.doi.org/10.21082/jbio.v12n1.2016.p45-50.

Full text
Abstract:
<p>Perbanyakan bibit mangga umumnya dilakukan melalui teknik sambung pucuk agar laju pertumbuhan dan panen lebih cepat. Varietas mangga madu sering digunakan sebagai batang bawah karena selain memiliki sifat perakaran yang kuat dalam menopang bagian atas, juga mempunyai daya gabung yang baik dengan varietas mangga yang lain. Kendala yang dihadapi adalah rendahnya ketersediaan batang bawah mangga Madu, karena pohon induk yang ada selain sudah tua, jumlahnya sangat terbatas. Mikropropagasi tanaman melalui embriogenesis somatik diharapkan dapat membantu perbanyakan batang bawah Madu secara cepat, seragam dan dalam jumlah tak terbatas. Penelitian berlangsung dari bulan januari sampai dengan November 2015, di Laboratorium Kultur Jaringan BB Biogen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan metode terbaik dalam memproduksi kalus dan tunas <em>in vitro</em> sebagai bahan pembentuk planlet. Percobaan terdiri dari 2 kegiatan yaitu 1) Penghambatan oksidasi fenol pada eksplan mangga Madu, dan 2) Induksi pembentukan kalus embriogenik dari jaringan nuselar. Percobaan disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap dengan enam ulangan. Parameter yang diamati untuk kegiatan pertama yaitu saat terjadi pencoklatan, intensitas pencoklatan, dan persentase eksplan mati. Untuk kegiatan kedua, parameter yang diamati adalah waktu inisiasi kalus, persentase eksplan membentuk kalus, tipe kalus (embriogenik dan non embriogenik), bobot kalus, dan jumlah embrio somatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: a). <strong> </strong>Dari empat perlakuan yang diuji, ternyata perendaman dengan Potasium nitrat 0.125% selama 1 menit, lalu ditanam pada media MS yang diberi Arang aktif 0.3% merupakan perlakuan yang terbaik untuk membantu pengurangi oksidasi phenol. Induksi kalus dengan menggunakan eksplan nuselar menunjukkan persentase eksplan menjadi kalus mencapai 50% persen, pada media MS yang diberi Thidiazuron 0.4 mg/l. Induksi kalus mulai terjadi pada minggu ke 3-6 setelah tanam. Formulasi yang terbaik untuk pertumbuhan kalus adalah media 1/2MS yang ditambah kombinasi BAP 2mg/l dan 2,4D 1mg/ dan diberi AgNO<sub>3 </sub>3mg/l serta arang aktif 0.3%. Struktur kalus lebih banyak bersifat remah dan berwarna putih. Dari perkembangan kalus, terbentuk struktur embrio somatik globular, hati, torpedo sampai kecambah.</p><p> </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Admojo, Lestari, Ari Indrianto, and Hananto Hadi. "PERKEMBANGAN PENELITIAN INDUKSI KALUS EMBRIOGENIK PADA JARINGAN VEGETATIF TANAMAN KARET KLONAL (Hevea brasiliensis Muell. Arg)." Warta Perkaretan 33, no. 1 (April 23, 2014): 19. http://dx.doi.org/10.22302/ppk.wp.v33i1.46.

Full text
Abstract:
Perbanyakan tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell Arg) saat ini masih menggunakan cara konvensional yaitu okulasi. Kelemahan teknik ini antara lain membutuhkan waktu yang lama, kebutuhan lahan yang luas, musim biji yang terbatas di samping juga diperlukan tenaga kerja yang cukup banyak. Permasalahan tersebut mengharuskan penelitian diarahkan pada perbanyakan bibit dengan tehnik yang lebih efisien dalam skala massal. Teknik kultur jaringan melalui embriogenesis somatik (EGS) membuka peluang tersebut. Induksi kalus embriogenik merupakan langkah awal untuk keberhasilan teknik EGS secara tidak langsung. Tulisan ini merangkum hasil penelitian induksi kalus embriogenik pada jaringan vegetatif tanaman karet klonal yang dimulai pada tahun 2008 hingga 2012. Hasil pengujian terhadap 6 klon karet (PB 260, PB 330, IRR 111, IRR 39, GT 1 dan IRR 112) menunjukkan bahwa klon IRR 112 dan PB 330 merespon pembentukan kalus embriogenik, dan membentuk fase embrio dari globular (IRR 112) hingga jantung dan torpedo (PB 330). Hasil pengujian jaringan vegetatif yang digunakan sebagai eksplan (helai daun, tangkai, ketiak tangkai, mata tunas) menunjukkan bahwa jaringan tangkai dan ketiak tangkai merespon terbentuknya kalus embriogenik. Kombinasi media dasar MS+2,4 D 5 ppm memberikan respon induksi kalus friabel terbaik dan MS+NAA 0,1 ppm+BAP 2 ppm memberikan respon kalus embriogenik terbaik, namun frekuensinya masih rendah. Tingkat browning masih tinggi yang menjadi faktor pembatas perkembangan kalus. Kalus yang bersifat embriogenik diharapkan berpotensi untuk diinduksi menjadi planlet melalui teknik embriogenesis somatik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Kurniati, R., A. Purwito, G. A. Wattimena, Budi Marwoto, and Supenti Supenti. "Induksi Kalus dan Bulblet serta Regenerasi Tanaman Lili Varietas Sorbon dari Tangkai Sari Bunga." Jurnal Hortikultura 22, no. 4 (October 3, 2016): 303. http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v22n4.2012.p303-308.

Full text
Abstract:
Perbanyakan lili umumnya dilakukan secara vegetatif melalui teknik konvensional menggunakan umbi. Kemampuan totipotensi tanaman memungkinkan setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk perbanyakan tanaman, termasuk tangkai sari bunga. Tujuan penelitian ialah mendapatkan protokol perbanyakan lili menggunakan tangkai sari bunga sebagai eksplan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas, dari Bulan Februari sampai dengan Oktober 2011. Tangkai sari diinduksi membentuk kalus pada beberapa media perlakuan yang mengandung TDZ 0,1-0,4 mg/l, kinetin 0,1-0,4 mg/l, dan 2,4-D 0,05 mg/l. Selanjutnya kalus diregenerasikan menjadi planlet. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap dengan 12 perlakuan media induksi kalus dengan tiga ulangan. Parameter yang diamati ialah waktu inisiasi kalus, bobot basah kalus, jumlah umbi yang terbentuk, serta jumlah daun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media M1-K (MS + TDZ 0,1 mg/l + 2,4-D 0,05 mg/l + kinetin 0,1 mg/l) merupakan media terbaik untuk mendapatkan waktu inisiasi kalus lebih awal dibanding media yang lain. Bobot basah kalus tertinggi diperoleh pada media M3-K (MS + TDZ 0,2 mg/l + 2,4-D 0,05 mg/l + kinetin 0,3 mg/l). Jumlah daun dan jumlah umbi mini tidak berbeda nyata pada media perlakuan yang diuji.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Herawati, Maria Marina, Aziz Purwantoro, Endang Sulistyaningsih, and Suwijiyo Pramono. "INDUKSI KALUS DAN PROLIFERASI ARTEMISIA CINA BERG EX POLJAKOV." Agric 26, no. 1 (March 8, 2016): 45. http://dx.doi.org/10.24246/agric.2014.v26.i1.p45-51.

Full text
Abstract:
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek kondisi terang dan gelap pada induksi dan proliferasi kalus dari kalus Artemisia cina. Eksplan steril akan dikulturkan pada media MS dengan kandungan 2.4-D 1 mg/L dan diletakkan pada kondisi terang dan gelap. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi kalus akan lebih efektif pada kondisi gelap, sedangkan proliferasi kalus lebih efektif pada kondisi terang. Tahap terbaik untuk proses regenerasi adalah hari ke-48 setelah transfer dari media induksi.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Rachmawati, Fitri, A. Purwito, N. M. A. Wiendi, N. A. Mattjik, and Budi Winarto. "Perbanyakan Massa Anggrek Dendrobium Gradita 10 Secara In Vitro Melalui Embriogenesis Somatik." Jurnal Hortikultura 24, no. 3 (May 12, 2016): 196. http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v24n3.2014.p196-209.

Full text
Abstract:
Ketersediaan protokol perbanyakan massa anggrek Dendrobium secara <em>in vitro</em> memiliki peranan penting dalam mendukung pengembangan industri benih di dalam negeri. Penelitian ini bertujuan mendapatkan teknologi perbanyakan massa Dendrobium Gradita 10 melalui embriogenesis somatik. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan dan Rumah Kaca Anggrek Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung, Pacet, Cianjur, mulai bulan Maret sampai dengan Desember 2012. Penelitian<br />disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan lima ulangan. Jenis eksplan, media, periode subkultur, dan kepadatan kalus diujicobakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun planlet dan media ½ Murashige &amp; Skoog (MS) + 1 mg/l Thidiazuron (TDZ) + 0,5 mg/l N6-benzyladenine (BA) merupakan jenis eksplan dan media terbaik untuk induksi kalus embriogenik hingga 80% dengan waktu pembentukan kalus tercepat (26,3 hari setelah kultur). Proliferasi kalus embriogenik terbaik terdapat pada media ½ MS + 0,3 mg/l TDZ + 0,1 mg/l α-naphthalene acetic acid (NAA) dengan kepadatan kalus 2–3 g kalus/25 ml medium. Pertumbuhan kalus embriogenik teroptimal terdapat pada periode subkultur yang ke-2. Konversi kalus embriogenik menjadi embrio somatik mencapai 79% pada subkultur ke-3 ditemukan pada media ½ MS + 0,05 mg/l BA. Perkecambahan embrio maksimal dengan 21,7 planlet per gerombol embrio ditemukan pada media ½ MS + 0,05 mg/l BA. Keberhasilan pengembangan teknologi perbanyakan massa anggrek Dendrobium Gradita 10 secara in vitro melalui embriogenesis somatik diharapkan memiliki dampak besar terhadap pengembangan teknologi perbanyakan massa benih untuk jenis Dendrobium yang lain.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Oratmangun, Kristina M., Dingse Pandiangan, and Febby E. Kandou. "Deskripsi Jenis-Jenis Kontaminan Dari Kultur Kalus Catharanthus roseus (L.) G. Donnaman." Jurnal MIPA 6, no. 1 (June 15, 2017): 47. http://dx.doi.org/10.35799/jm.6.1.2017.16154.

Full text
Abstract:
Penelitian deskripsi jenis-jenis kontaminan dari kultur kalus Catharanthus roseus telah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis-jenis kontaminan yang terdapat pada kultur kalus C.roseus. Penelitian ini dilaksanakan dua tahap. Tahap pertama dilakukan kultur kalus C. roseus. Kultur kalus menggunakan media MS (Murashige dan Skoog) dengan zpt 2,4 D 2 mg/L dan kinetin 0,2 mg/L. Tahap kedua dilakukan pengamatan kultur kalus yang mengalami kontaminasi. Kontaminan-kontaminan yang sama secara kasat mata dikelompokan menjadi satu kelompok. Setiap kelompok yang sama diamati lebih lanjut dibawah mikroskop. Penentuan jenis kontaminan dibandingkan dengan morfologi dari Pustaka (rujukan). Pengamatan kontaminan dilakukan mulai dari pembuatan media, inokulasi, subkultur kalus C.roseus. Pengamatan dilakukan dengan 3 botol kontaminan dari setiap kelompok. Hasil yang diperoleh adalah kontaminan kultur kalus C. roseus sekitar 40 %. Jenis kontaminan yang diamati umumnya golongan jamur. Jenis-jenis kontaminan kultur kalus C. roseus adalah Rhizopus, Mucor, Aspergillus, dan Sacharomyces.Research description of the types of contaminant for cultured callus Catharanthus roseus has been done. This research aimed describe the types of contaminant found in the cultured kalus C. roseus. This research is carried out in two stages. The first stage in callus culture C. roseus using media MS (Murashige and Skoog) with zpt 2,4 D mg/L and kinetin 0,2 mg/L. The second stage in the observation of contaminated callus culture. The same of contaminants are visible into one group. Each of the same group was observed further under a microscope. Determining the types of contaminant in comparison with reference from the literature. Observation are starting from media or inoculation, subcallus culture C. roseus. Observation done by taking 3 bottles of contaminat from each group then observed for 7 days. The result obtained are culture contaminants C. roseus about 40 %. The types of contaminant observed are generally of fungi. The types of contaminant callus culture C. roseus are Rhizopus, Mucor, Aspergillus, and Sacharomyces.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Ai, Ai Yanti Rismayanti, and Hanny Hidayati Nafi'ah Hanny. "Modifikasi Media Pada Induksi Kalus Kopi Arabika (Coffea Arabica L.) Berbuah Kuning." Agro Wiralodra 4, no. 2 (July 29, 2021): 42–49. http://dx.doi.org/10.31943/agrowiralodra.v4i2.60.

Full text
Abstract:
Rendahnya ketersediaan bahan tanam kopi bermutu dapat diatasi melalui kultur jaringan. Tujuan penelitian untuk mengkaji peran modifikasi media dalam menginduksi kalus kopi arabika Garut berbuah kuning. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari enam perlakuan yang diulang empat kali. Perlakuan terdiri dari A= Kontrol (Tanpa Perlakuan) B = Air Kelapa 20% + 2,4-D 2,5 mg/l, C= Air Kelapa 20%+ 2,4-D 2 mg/l, D= Air Kelapa 20% + 2,4-D 1,5 mg/l, E= Air Kelapa 20% + 2,4-D 1 mg/l, dan F = Air Kelapa 20% + 2,4-D 0,5 mg/l. Bahan tanaman yang digunakan adalah daun kopi arabika lokal garut berbuah kuning. Pengamatan yang dilakukan meliputi waktu inisiasi kalus, persentase pembentukan kalus, dan morfologi kalus. Hasil penelitian menunjukkan pemberian media ditambah air kelapa 20% + 2,4-D 0,5 mg/l menghasilkan waktu inisiasi kalus paling terbaik yaitu 38,5 hari.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Rahayu, Shilfiana, and Suharyanto Suharyanto. "INDUKSI KALUS DENGAN 2,4D DAN BAP PADA EKSPLAN DAUN VEGETATIF DAN GENERATIF TEMPUYUNG (Sonchus arvensis L.)." BioEksakta : Jurnal Ilmiah Biologi Unsoed 2, no. 3 (December 23, 2020): 479. http://dx.doi.org/10.20884/1.bioe.2020.2.3.3677.

Full text
Abstract:
Tempuyung (Sonchus arvensis L.) merupakan tanaman yang memiliki banyak manfaat dan berpotensi sebagai obat. Tanaman ini diketahui memiliki kandungan flavonoid dan terpenoid yang tinggi. Propagasi tanaman ini sangat penting dilakukan untuk menyediakan bahan obat dalam skala prabikasi dan menghasilkan bahan yang memiliki kandungan senyawa yang tinggi. Metode kultur jaringan merupakan salah satu cara yang cepat dalam propagasi tanaman dan dapat meningkatkan kandungan metabolit sekunder dalam tanaman. Metode untuk menghasilkan senyawa yang tinggi dan menghasilkan somatik embrio dalam jumlah yang banyak dapat melalui kultur kalus. Tujuan penelitian adalah ingin mencari pengaruh hormon 2,4D dan BAP serta variasi eksplan daun terhadap pertumbuhan kalus tempuyung. Pada penelitian ini digunakan kombinasi hormon 2,4D (0; 0,5; 1 ppm) dan BAP (0; 0,5; 1 ppm) dalam menginduksi kalus, dan eksplan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun vegetatif dan daun generatif tempuyung. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa kalus dihasilkan dalam waktu 10-14 hari, dengan jenis kalus friabel dan berwarna kuning. Eksplan daun vegetatif lebih cepat inisiasi kalusnya disbanding daun generatif. Hasil lain menunjukkan bahwa kombinasi terbaik dalam produksi adalah BAP 0,5 ppm dan 2,4D 1 ppm, dan eksplan daun yang paling optimal dalam menghasilkan kalus terdapat pada eksplan daun vegetatif.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

AJIJAH, NUR. "PEMBENTUKAN KALUS DAN EMBRIO SOMATIK KAKAO MENGGUNAKAN THIDIAZURON MELALUI SATU TAHAP INDUKSI KALUS." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 20, no. 4 (June 19, 2020): 179. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v20n4.2014.179-186.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRAK</p><p><br />Embriogenesis somatik kakao (Theobroma cacao L.) telah banyak<br />dilaporkan dengan penggunaan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang<br />bervariasi. Penggunaan thidiazuron untuk menginduksi embriogenesis<br />somatik kakao telah dilaporkan melalui dua tahap induksi kalus. Penelitian<br />ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas thidiazuron menginduksi<br />embriogenesis somatik kakao melalui satu tahap induksi kalus. Penelitian<br />dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Unit Pengembangan Benih<br />Unggul, Badan Litbang Pertanian, Bogor. Empat taraf thidiazuron (0; 2,5;<br />5,0; dan 10 µg/l) dikombinasikan dengan 2,4-D 2 mg/l<br />digunakan untuk<br />menginduksi kalus dan embrio somatik 3 klon kakao (TSH858, Sca6, dan<br />ICS13) menggunakan eksplan mahkota bunga dan staminoid. Media dasar<br />DKW tanpa ZPT digunakan sebagai kontrol. Penelitian disusun dalam<br />rancangan lingkungan acak lengkap dengan lima ulangan. Setiap unit<br />percobaan terdiri dari sepuluh eksplan. Peubah yang diamati meliputi<br />persentase pembentukan kalus umur 2 dan 4 minggu, penampakan visual<br />kalus, persentase eksplan membentuk embrio somatik, dan jumlah embrio<br />somatik per eksplan umur 10 dan 14 minggu. Kalus terbentuk pada media<br />dengan penambahan hanya 2,4-D atau 2,4-D + thidiazuron, namun embrio<br />somatik hanya terbentuk pada media dengan penambahan 2,4-D +<br />thidiazuron. Pembentukan kalus dan embrio somatik sangat dipengaruhi<br />oleh tipe eksplan dan genotipe. Klon Sca6 lebih responsif dibandingkan<br />TSH858 dan ICS13 dan eksplan staminoid lebih responsif dibandingkan<br />mahkota bunga. Hasil studi ini menunjukkan terdapat pengaruh interaksi<br />yang kuat antara ZPT, genotipe, dan tipe eksplan terhadap pembentukan<br />kalus dan embrio somatik kakao serta tidak terdapat perbedaan hasil yang<br />nyata antara pembentukan embrio somatik melalui satu dan dua tahap<br />induksi kalus.<br />Kata kunci: Theobroma cacao L., genotipe, eksplan, zat pengatur tumbuh</p><p>ABSTRACT</p><p><br />Somatic embryogenesis of cacao (Theobroma cacao L.) has been<br />widely reported with varied of plant growth regulators (PGR) used. The<br />use of thidiazuron in inducing somatic embryogenesis of cacao has been<br />reported through a two-step callus induction. The study aimed to evaluate<br />the effectiveness of thidiazuron in inducing somatic embryogenesis of<br />cacao through a one-step of callus induction. The study was conducted at<br />the tissue culture laboratory of Agricultural Seed Development Unit,<br />Indonesian Agency for Agricultural Research and Development, Bogor.<br />Four levels of thidiazuron (0; 2.5; 5.0; and 10 µg/l) in combination with 2<br />mg/l 2,4-D were used for inducing callogenesis and somatic<br />embryogenesis of three cacao clones (TSH858, Sca6, and ICS13) using<br />petals and staminoids explants. DKW basal medium without PGR was<br />used as a control. The result showed that callus were formed on medium<br />containing only 2,4-D or 2,4-D + thidiazuron, while embryos were only<br />formed on medium containing 2,4-D + thidiazuron. The formation of<br />callus and somatic embryos were highly affected by explant types and<br />genotypes. Sca6 clone was more responsive than TSH858 and ICS13 and<br />staminoids were more responsive than petals. The results of this study<br />revealed that there was a strong interaction between the PGRs, genotypes,<br />and explant types on the formation of cacao callus and somatic embryos.<br />Results of this study also showed no significant difference between the<br />formation of somatic embryos through one and two steps of callus<br />induction.<br />Keywords: Theobroma cacao L., genotypes, explants, plant growth<br />regulators</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Anwar, Nurhayati, and Mayta Novaliza Isda. "Respons Pembentukan Kalus Daun Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) dengan Penambahan Naphtalene Acetic Acid dan Benzyl Amino Purin Secara In Vitro." Biota : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Hayati 5, no. 3 (April 18, 2021): 136. http://dx.doi.org/10.24002/biota.v5i3.3232.

Full text
Abstract:
AbstractGotu kola (Centella asiatica (L.) Urb.) is a medicinal plant that contains chemical compounds as triterpenoids and saponins. The chemical compounds can be produced quickly using in vitro callus induction. The callus is a very important source of planting material in regenerating new plants. Therefore, by inducing callus the need for seedling in large quantities achievable in a short time. This study aimed to determine the effect of the BAP single and combination of BAP and NAA, and determine the effective concentration of a BAP single and combination of BAP and NAA on callus induction of gotu kola leaf explant using in vitro method. This study used Complete Randomized Design (CRD) which consisted of nine treatments (control, 1 mg/l BAP, 2 mg/l BAP, 1 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA, 2 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA, 1 mg/l BAP + 0,3 mg/l NAA, 2 mg/l BAP + 0,3 mg/l NAA, 1 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA, 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA) with five replication for each treatment. Data obtained from observation were analyzed descriptively. The results of this research showed that a single BAP and combine of BAP and NAA were able provide a response in the form of colour, swelling and callus formation. The best concentration that from the most optimal callus and the highest callus growth (+++) is the treatment of P5 ( 1 mg/l BAP + 0,3 mg/l NAA) which is equal to 100% with the caracteristics of green callus and callus covering the entire surface of explants. All the callus produced was textured compact, while the colour of the callus was green and brown.Keywords: Gotu Kola (Centella asiatica (L.) Urb.), Callus, BAP, NAA AbstrakPegagan (Centella asiatica (L.) Urb.) merupakan tanaman berkhasiat obat yang mengandung berbagai bahan aktif seperti triterpenoid dan saponin. Bahan aktif tersebut dapat diproduksi dengan cepat menggunakan teknik induksi kalus secara in vitro. Kalus merupakan sumber bahan tanam yang sangat penting dalam meregenerasi tanaman baru. Oleh karena itu, dengan menginduksi kalus kebutuhan bibit dalam jumlah banyak dapat dicapai dengan waktu singkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan BAP tunggal dan kombinasi BAP dan NAA, dan menentukan konsentrasi terbaik dari penambahan BAP tunggal dan kombinasi BAP dan NAA terhadap pembentukan kalus dari eksplan daun pegagan secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas 9 (sembilan) perlakuan (kontrol, 1 mg/l BAP, 2 mg/l BAP, 1 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA, 2 mg/l BAP + 0,1 mg/l NAA, 1 mg/l BAP + 0,3 mg/l NAA, 2 mg/l BAP + 0,3 mg/l NAA, 1 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA, 2 mg/l BAP + 0,5 mg/l NAA) dan masing-masing diulang sebanyak 5 (lima) ulangan. Data hasil pengamatan yang diperoleh dibahas secara deskriptif karena tidak semua ulangan menghasilkan kalus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan BAP tunggal dan kombinasi penambahan BAP dan NAA mampu memberikan respons pada eksplan daun pegagan berupa perubahan warna, pembengkakan dan terbentuknya kalus. Konsentrasi terbaik yang mampu membentuk kalus paling optimal dan pertumbuhan kalus paling tinggi (+++) yaitu perlakuan P5 ( 1 mg/l BAP + 0,3 mg/l NAA) yakni sebesar 100% dengan ciri-ciri kalus berwarna hijau dan kalus menutupi seluruh permukaan eksplan. Semua kalus yang dihasilkan bertekstur kompak, sedangkan warna kalus yang dihasilkan hijau dan coklat.Katakunci: Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.), Kalus, BAP, NAA
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Sari, Laela, Agus Purwito, Didy Soepandi, Ragapadmi Purnamaningsih, and Enny Sudarmonowati. "INDUKSI MUTASI DAN SELEKSI IN VITRO TANAMAN GANDUM (Triticum aestivum L.)." Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) 3, no. 2 (December 6, 2016): 48. http://dx.doi.org/10.29122/jbbi.v3i2.36.

Full text
Abstract:
INDUCTION MUTATION AND SELECTION OF IN VITRO PLANT OF WHEAT (Triticum aestivum L.)The goal of this research was to produce wheat crop which is tolerant to lowland condition.Six varieties were used, Dewata, Selayar, Alibey, Oasis, Rabe and HP1744. This research consisted of 4 stages: production of the best callus on MS medium containing 3 g/L 2.4-D, induced mutation of embryogenic callus using EMS, in vitro selection of callus at temperature of 27–35°C, and callus regeneration. The best result for callus production was 76% for Dewata and 70% for Selayar varieties. Higher concentration of EMS and longer soaking time decreased the percentage of callus growth. LC50 for Dewata was 0.3% EMS at 30 minutes and that for Selayar was 0.1% EMS at 60 minutes. The higher the temperature was, the lower was the adaptation tolerant of the plants, and callus growth was inhibited. At the highest temperature (35°C) the callus did not grow at all.Keywords: Induced mutation, Triticum aestivum, EMS, in vitro selection, callusABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk merakit tanaman gandum yang toleran pada dataran rendah. Varietas yang digunakan ada 6 yaitu Dewata, Selayar, Alibey, Oasis, Rabe dan HP-1744. Penelitian terdiri atas empat tahap yaitu induksi pembentukan kalus terbaik menggunakan media MS + 3 g/L 2,4-D (dipilih dua varietas yang terbaik), induksi mutasi kalus embriogenik menggunakan EMS, seleksi kalus in vitro pada suhu 27–35°C, dan regenerasi. Hasil induksi kalus terbaik terdapat pada varietas Dewata sebesar 76% dan Selayar sebesar 70%. Semakin tinggi konsentrasi EMS dan semakin lama waktu perendaman yang digunakan maka semakin menurun persentase pertumbuhan kalus. LC50 varietas Dewata adalah EMS 0,3% waktu 30 menit sedangkan LC50 varietas Selayar adalah EMS 0,1% waktu 60 menit.Semakin tinggi suhunya maka semakin berkurang toleran adaptasi tanaman tersebut, dan pertumbuhan kalus semakin sedikit. Bahkan pada suhu tertinggi yaitu suhu 35°C tidak ada pertumbuhan kalus sama sekali.Kata Kunci: Induksi mutasi, Triticum aestivum, EMS, seleksi in vitro, kalus
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

SYAHID, SITTI FATIMAH, NATALINI NOVA KRISTINA, and DELIAH SESWITA. "PENGARUH KOMPOSISI MEDIA TERHADAP PERTUMBUHAN KALUS DAN KADAR TANNIN DARI DAUN JATI BELANDA (Guazuma ulmifolia Lamk) SECARA IN VITRO." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 16, no. 1 (June 19, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v16n1.2010.1-5.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRAK</p><p>Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) merupakan salah satu jenistanaman penghasil senyawa tannin yang berkhasiat sebagai obat untukobesitas. Tannin dapat diproduksi secara in vitro dan kadarnya dapatditingkatkan melalui kultur kalus. Komposisi media yang tepat sangatdiperlukan agar dihasilkan kalus dengan pertumbuhan cepat dan optimal.Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi media terhadappertumbuhan kalus dan kadar tannin secara in vitro. Bahan tanaman yangdigunakan adalah daun muda yang berasal dari tanaman di rumah kaca danberumur dua tahun. Media dasar yang digunakan adalah Murashige danSkoog (MS) yang diperkaya dengan vitamin dari group B. Perlakuan yangdiuji adalah media dasar MS + 2,4-D (0,1; 0,3; 0,5 mg/l) secara tunggaldan kombinasinya dengan Benzyl Adenin/BA ( 0,1 dan 0,3 mg/l).Parameter yang diamati adalah pertumbuhan kalus yang meliputi diameter,struktur, warna kalus, bobot basah kalus, serta visual kalus selamapengkulturan. Rancangan yang digunakan adalah acak lengkap polafaktorial dengan sepuluh ulangan. Analisis kandungan tannin dilakukandengan mengeringkan kalus in vitro dan sampel daun dari lapang danselanjutnya diekstrak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapatinteraksi antara perlakuan 2,4-D 0,3 mg/l yang dikombinasikan denganBenzyl Adenin 0,1 mg/l terhadap ukuran diameter kalus terbesar yaitu28,7 mm, diameter kalus terbesar setelah sub kultur yaitu 31,9 mm, danberat basah kalus yaitu 5,02 g. Kandungan tannin pada semua perlakuankalus in vitro (3,72 – 4,27%) lebih tinggi dari pada tannin yang terdapatpada daun (2,24%).</p><p>Kata kunci : Guazuma ulmifolia Lamk, jati belanda, induksi kalus,kandungan tannin, in vitro</p><p>Effect of Medium Composition on Calli Growth andTannin Content from Leaves of West Indian Elm(Guazuma ulmifolia Lamk.) through in vitro Culture</p><p>ABSTRACT</p><p>West Indian Elm ( Guazuma ulmifolia Lamk.) is one of potentialplant producing tannin which is useful for controlling obesity. Tannin canbe produced through in vitro and this compound could be increased bycalli culture. The medium composition for calli induction was necessary toproduce the optimal calli. The aim of this research was to obtain themedium composition for calli induction through in vitro. Young leaves ofWest Indian Elm from glass house were used as explants. Murashige andSkoog (MS) medium enriched with B vitamin group was used as basicmedium. The experiments were arranged in completely randomized designin factorial pattern with ten replications. For calli induction, variousconcentration of 2,4-D (0.1; 0.3; and 0.5 mg/l) and its combination withBenzyl Adenin of 0.1 and 0.3 mg/l were used as treatments. Parametersobserved were calli diameter, structure, colour, fresh weight andperformance during culture. Analysis of tannin was conducted by usingdried samples both (in vitro and leaves from glass house) and thenextracted. The result showed that there was interaction between 2,4-D 0.3mg/l and Benzyl Adenin 0.1 mg/l on calli diameter (28.7 mm), the biggestcalli diameter after sub culture (31.9 mm), and fresh calli weight (5.02 g)eight weeks after treatments. Tannin content obtained from all of the invitro treatments (3.72 – 4.27%) was higher than tannin from leaves(2.24%).</p><p>Key words : Guazuma ulmifolia Lamk., West Indian Elm, calli induction,in vitro, tannin content</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Riyadi, Imron, Djoko Santoso, Bambang S. Purwoko, and Darda Efendi. "Proliferasi Kalus dan Induksi Embriogenesis Somatik Tanaman Sagu (Metroxylon saguRottb.) Menggunakan Tiga Metode Kultur: Sistem Perendaman Sesaat, Suspensi dan Media Padat." Jurnal AgroBiogen 12, no. 1 (February 13, 2018): 37. http://dx.doi.org/10.21082/jbio.v12n1.2016.p37-44.

Full text
Abstract:
<p><strong>Proliferasi Kalus dan Induksi Embriogenesis Somatik Tanaman Sagu (<em>Metroxylon sagu</em>Rottb.) Menggunakan Tiga </strong><strong>Metode</strong><strong> Kultur: Sistem Perendaman Sesaat, </strong><strong>S</strong><strong>uspensi</strong></p><p><strong> dan Media Padat</strong><strong>. Imron Riyadi, Djoko Santoso, Bambang S. Purwoko dan Darda Efendi.</strong><strong> </strong>Metode kultur in vitro yang tepat akan meningkatkan efektifitas dan efisiensi pada proses penggandaan kalus maupun induksi embriogenesis somatik. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh metode kultur dan konsentrasi 2,4-D dalam proses penggandaan kalus maupun induksi embryogenesis somatic. Bahan tanam atau eksplan awal yang digunakan adalah kalus remah hasil induksi dari kultur meristem pucuk tunas anakan sagu. Kalus tersebut dikulturkan pada media Murashige dan Skoog modifikasi dengan penambahan 2,4-D 5,0 – 15,0 mg/L dikombinasikan dengan kinetin 0,1 mg/L yang menggunakan tiga metode kultur yaitu kultur suspensi, sistem perendaman sesaat (SPS) dan media padat, sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot segar kalus tertinggi sebesar 12,0 g/bejana yang dicapai pada perlakuan S D15K0,1 (kultur suspensi dengan konsentrasi ZPT berupa 2,4-D 15,0 mg/L dikombinasikan dengan kinetin 0,1 g/L). Perolehan jumlah embrio somatic tertinggi dicapai pada perlakuan S D5K0,1 (kultur suspensi dengan konsentrasi ZPT berupa 2,4-D 5,0 mg/L dikombinasikan dengan kinetin 0,1 g/L) sebesar 384,7 buah/bejana. Daya hidup kultur sagu terbaik dan tertinggi diperoleh pada metode kultur suspensi pada semua perlakuan konsentrasi 2,4-D yang mencapai 100%. Selama proses induksi embrio somatic, terjadi perubahan warna kalus dari sebagian besar kekuningan menjadi krem dan putih-kekuningan.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Lianturi, Grace Melania, Christian Yonathan, and Handy Winata. "Gambaran Union pada Fraktur dengan Menggunakan Plate and Screw Setelah 2 Bulan di Ciputra Hospital Citra Raya Periode Januari 2018 – Desember 2019." Jurnal Kedokteran Meditek 27, no. 2 (June 9, 2021): 109–13. http://dx.doi.org/10.36452/jkdoktmeditek.v27i2.2013.

Full text
Abstract:
Union merupakan perbaikan yang tidak sempurna, dimana kalus adalah pembungkus yang dikalsifikasi. Dari pemeriksaan radiologis seperti X-Ray akan menunjukkan garis fraktur yang terlihat, disertai kalus halus disekitarnya. Dengan terbentuknya jembatan kalus (bridging callus) akan memprediksi terjadinya union yang sangat akurat. Oleh karena itu, pada tugas akhir ini akan meneliti tentang union fraktur setelah 2 bulan, dimana secara teori dikatakan pembentukkan kalus mulai terjadi pada minggu ke 4. Penelitian ini desain penelitian cross sectional. Sumber data penelitian yang digunakan adalah hasil rekam medik pasien fraktur periode Januari 2018 sampai Desember 2019 di Ciputra Hospital Citra Raya. Jumlah sampel pasien fraktur yang didapatkan adalah 690 sampel, dimana sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebesar 158 orang. Fraktur yang mengalami union setelah 2 bulan sebanyak 134 orang (84,8%) dan 24 orang (15,2%) yang tidak mengalami union setelah 2 bulan. Lokasi fraktur terbanyak pada penelitian ini adalah fraktur klavikula sebesar 38 (24,1%), sedangkan yang paling sedikit ialah fraktur foot sebanyak 2 orang (1,3%). Hasil penelitian ini sesuai dengan beberapa penelitian yang mendapatkan hasil union 6-8 minggu, 6-12 minggu, serta 7,5 minggu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembentukkan kalus mulai terjadi di minggu ke 4.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Winarto, Budi. "Pengaruh Glutamin dan Serin terhadap Kultur Anter Anthurium andraeanum cv. Tropical." Jurnal Hortikultura 21, no. 4 (December 2, 2011): 293. http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v21n4.2011.p293-305.

Full text
Abstract:
Kultur anter merupakan salah satu teknologi haploid penting dalam produksi tanaman haploid ganda dan berhasil diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman, namun aplikasi pada Anthurium belum pernah dilaporkan. Penelitian dan pengembangan kultur anter Anthurium yang difokuskan untuk mempelajari pengaruh glutamin dan serin terhadap induksi, pertumbuhan, dan regenerasi kalus dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Hias dari bulan Januari sampai dengan September 2008. Tujuan penelitian ialah mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi glutamin dan serin terhadap induksi, pertumbuhan, dan regenerasi kalus pada kultur anter Anthurium. Spadik Anthurium andraeanum cv. Tropical, kalus hasil kultur anter serta medium Winarto dan Teixeira digunakan dalam studi ini. Glutamin dan serin pada konsentrasi 0, 250, 500, dan 750 mg/l diuji dalam percobaan ini. Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap pola faktorial dengan empat ulangan. Hasil studi menunjukkan bahwa penambahan glutamin dan serin pada medium terseleksi belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap induksi, pertumbuhan, dan regenerasi kalus. Glutamin pada konsentrasi 250 mg/l menginduksi potensi tumbuh anter hingga 48% dengan 21% anter beregenerasi dan 1,3 anter per perlakuan membentuk kalus. Sementara serin pada 500 mg/l merupakan konsentrasi yang paling potensial dalam induksi kalus dengan 55% potensi tumbuh anter, 24% anter beregenerasi, dan 1,4 anter per perlakuan membentuk kalus. Glutamin 250 mg/l merupakan konsentrasi terbaik dibanding konsentrasi yang lain dalam mendukung pertumbuhan dan regenerasi kalus. Perlakuan tersebut tanpa serin mampu menginduksi potensi pertumbuhan kalus hingga 77% dengan volume kalus mencapai 237 mm3 dan empat tunas dihasilkan per eksplan. Sementara perlakuan serin justru mereduksi pertumbuhan dan regenerasi kalus dan menstimulasi senesensi kalus yang berdampak pada pencoklatan dan kematiannya. Dari hasil penelitian ini dapat disarankan penggunaan glutamin dibanding serin dalam meningkatkan keberhasilan kultur anter Anthurium.<br /><br /><br /><br />Anther culture is one of important haploid technologies in producing double haploid lines and successfully applied in many plants, while the application in Anthurium is not reported yet. Research and development in anther culture of Anthurium focusing on studying the effect of glutamine and serine on callus induction, growth, and its regeneration was conducted at Tissue Culture Laboratory of Indonesian Ornamental Crops Research Institute from January untill September 2008. Objective of this study was to know the effect of glutamine and serine on callus induction, growth, and its regeneration in anther culture of Anthurium. Spadix of Anthurium andraeanum cv. Tropical, callus derived from anther and Winarto and Teixeira medium were utilized in the study. Glutamine and serine of 0, 250, 500, and 750 mg/l were tested in the experiments. Factorial experiment was arranged by completely randomized design with four replications. Results of the study indicate that addition of glutamine and serine in selected culture medium gave moderate significant effect on induction, growth, and regeneration of callus. Glutamine in 250 mg/l induced potential growth of anther up to 48% with 21% regenerated anthers and 1.3 anthers per treatment producing calli, while 500 mg/l of serine was better concentration in callus formation with 55% potential growth of callus, 24% regenerated anthers and 1.4 anthers per treatment producing calli. In growth and regeneration of callus, supplementation of serine reduced callus capacity in growth and production of shoots and stimulated callus senescence causing browning and death of it, while 250 mg/l glutamine exhibited positive effect on them. The treatment without serine was able to induce potential growth of callus up to 77% with 237 mm3 per callus and four shoots produced per explants. Results of the study suggest application of glutamine rather than serine in improving anther culture of Anthurium.<br /><br />
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Wijawati, Nur, Noor Aini Habibah, Fajar Musafa, Khoirul Mukhtar, Y. Ulung Anggraito, and Talitha Widiatningrum. "Pertumbuhan Kalus Rejasa (Elaeocarpus grandiflorus) dari Eksplan Tangkai Daun pada Kondisi Gelap." Life Science 8, no. 1 (April 25, 2019): 17–24. http://dx.doi.org/10.15294/lifesci.v8i1.29986.

Full text
Abstract:
Rejasa (Elaeocarpus grandiflorus) is a Salatiga identity plant which is now rarely found. Rejasa produces secondary metabolites that have the potential as drugs. This study tested the growth of rejasa callus in the medium with the addition of various types and concentrations of growth regulators. The independent variables used were the type and concentration of growth regulators (2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) with concentrations of 1.5; 2.5 and 3.5 ppm and Picloram with a concentration of 3.5; 5; and 7.5 ppm). The dependent variable in this study was the growth of callus regeneration (percentage of callus growth, time of callus formation and morphology of callus) observed for five months in dark conditions. Explants used were young petiolus and the medium used in this study was medium Murashige and Skoog (MS). The results showed the lowest percentage of callus induction was found in explants with the addition of Picloram growth regulators with a concentration of 7.5 ppm (14%). Explants maintained in the medium with the addition of Picloram with a concentration of 5 ppm resulted in the highest percentage of callus induction. The time of callus induction is in the range of 10-22 days. The explants with the addition of Picloram growth regulator substances with a concentration of 5 ppm had the best callus induction time, which was 12 days. Most of the callus formed was friable and yellowish. Based on the results of this research, the best medium for callus induction of rejasa in dark conditions was medium with the addition of 5 ppm Picloram. Rejasa (Elaeocarpus grandiflorus) adalah tanaman identitas Salatiga yang mulai jarang ditemukan. Pertumbuhan populasinya memiliki perkembangan yang lambat. Perkembangan generatif melalui perkecambahan biji terjadi dalam tingkat yang sangat rendah. Dalam kelangkaannya, rejasa memiliki khasiat sebagai tanaman obat melalui metabolit sekunder yang dihasilkan. Penelitian ini menguji pertumbuhan kalus rejasa dalam variasi jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh. Variabel bebas yang digunakan adalah jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh (2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) dengan konsentrasi 1,5; 2,5; dan 3,5 ppm serta pikloram dengan konsentrasi 3,5; 5; dan 7,5 ppm). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan kalus rejasa (persentase tumbuh kalus, waktu berkalus, dan morfologi kalus) dalam medium yang diamati selama 5 bulan. Eksplan yang digunakan adalah tangkai muda yang ditanam dalam medium agar Murashige & Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan pikloram dalam berbagai konsentrasi dan dipelihara dalam kondisi gelap. Hasil penelitian menunjukkan persentase induksi kalus paling rendah terdapat pada eksplan dengan penambahan zat pengatur tumbuh pikloram dengan konsentrasi 7,5 ppm (14%). Eksplan yang dipelihara pada medium dengan penambahan pikloram konsentrasi 5 ppm memghasilkan persentasi induksi kalus tertinggi. Waktu induksi kalus berada dalam rentang 10-22 hari. Eksplan dengan penambahan zat pengatur tumbuh pikloram konsentrasi 5 ppm memiliki rerata waktu induksi kalus paling baik yaitu 12 hari. Kalus yang terbentuk dominan berwarna kekuningan dengan jenis meremah. Berdasarkan hasil penelitiaan, medium yang paling baik untuk induksi kalus dalam kondisi gelap adalah medium MS dengan penambahan zat pengatur tumbuh pikloram konsentrasi 5 ppm.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

., Junairiah, Dewi Amelia Sofiana, Yosephine Sri Wulan Manuhara, and Surahmaida . "Induksi Kalus Piper retrofractum Vahl. dengan Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Sitokinin." Journal of Pharmacy and Science 3, no. 2 (July 16, 2018): 41–46. http://dx.doi.org/10.53342/pharmasci.v3i2.116.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Cabai Jawa (Piper retrofractum Vahl.) dikenal sebagai tanaman hias dan tanaman obat. Metabolit sekunder pada tanaman ini adalah piperin, saponin, kavisin dan minyak atsiri. Metabolit sekunder tersebut dapat diisolasi dari bahan tanaman atau kalus hasil kultur jaringan tanaman. Pada metode kultur jaringan tanaman untuk menginduksi kalus diperlukan media dengan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang tepat untuk mendapatkan hasil yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh Naphthalene Acetic Acid (NAA) dan 6-Benzyl Amino Purin (BAP) yang paling baik untuk induksi kalus P. retrofractum. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 17 perlakuan yang terdiri atas 16 perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh dan 1 perlakuan kontrol, Setiap perlakuan terdiri atas 6 ulangan. Eksplan daun P. retrofractum ditumbuhkan pada medium Murashige dan Skoog padat ditambah dengan zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi masing-masing 0; 0,5; 1; 1,5; 2 mg/L. Data yang diperoleh berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif meliputi lama waktu induksi kalus, persentase eksplan membentuk kalus, berat segar kalus dan berat kering kalus, dianalisis secara statistik dengan SPSS. Data kualitatif meliputi warna dan tekstur kalus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh NAA dan BAP berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan daun P. retrofractum. Penambahan kombinasi konsentrasi NAA 0,5 mg/L dan BAP 0,5 mg/L menunjukkan respon terbentuknya kalus paling cepat yaitu 11,5 hari. Penambahan kombinasi konsentrasi NAA 1 mg/L dan BAP 0,5 mg/L menghasilkan berat segar terbaik yaitu 70,6 mg, sedangkan pada kombinasi konsentrasi NAA 1 mg/L dan BAP 2 mg/L menghasilkan berat kering terbaik yaitu 18 mg. Warna kalus adalah putih dan putih kecokelatan dengan tekstur friabel dan kompak.Kata kunci: BAP, induksi kalus, NAA, Piper retrofractum Vahl.ABSTRACT Chili Java (Piper retrofractum Vahl.) is known as ornamental plants and medicinal plants. Secondary metabolites in this plant are piperin, saponin, kavisin and essential oils. Secondary metabolites can be isolated from plant material or callus from plant tissue culture. In plant tissue culture method to induce callus required media with the growth regulator concentration to get optimal result. The aim of this research is to know the effect of the combination of growth regulator of Naphthalene Acetic Acid (NAA) and 6-Benzyl Amino Purin (BAP) which is best for the induction of P. retrofractum callus. The type of this study was laboratory experimental. The study used a complete randomized design (RAL) with 17 treatments consisting of 16 treatment combinations of growth regulators and 1 control treatment. Each treatment consisted of 6 replications. P. retrofractum leaf eksplan grown on Murashige and Skoog solid medium coupled with growth regulator substances with respective concentrations of 0; 0.5; 1; 1.5; 2 mg / L. The data obtained in the form of quantitative and qualitative data. Quantitative data include duration of callus induction, percentage of callus form explants, fresh callus weight and dry weight of callus, analyzed statistically with SPSS. Qualitative data include callus color and texture. The results showed that NAA and BAP growth regulator effect on growth of P. retrofractum leaf eksplan. The addition of a combination of NAA concentration of 0.5 mg / L and BAP 0.5 mg / L showed the fastest callus formation response of 11.5 days. The combination of NAA concentration of 1 mg / L and BAP 0,5 mg / L resulted in the best fresh weight of 70.6 mg, while in combination NAA concentration 1 mg / L and BAP 2 mg / L yielded the best dry weight of 18 mg. Callus color is white and white with a friable and compact texture.Keywords:BAP, callus induction, NAA, Piper retrofractum Vahl
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Karyanti, Karyanti, Teuku Tajuddin, Hayat Khairiyah, Tati Sukarnih, Gemilang Rahmadara, Nurul Fitri Hanifah, Yayan Rudiyana, Sayuri Kitagawa, Farida Rosana Mira, and Hirohisa Saga. "PROLIFERATION OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) EMBRYOGENIC CALLUS WITH REPEATED SUBCULTURES IN LIQUID MEDIUM." Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) 8, no. 1 (April 9, 2021): 1–11. http://dx.doi.org/10.29122/jbbi.v8i1.4715.

Full text
Abstract:
The availability of high-quality seeds is now a necessity. This is due to a government program to replace oil palm trees in smallholder plantations with high quality seeds. An efficient protocol to produce a large number of embryos is needed. To increase the number of embryogenic callus production, the callus proliferation experiment was carried out through suspension culture. This study aimed to examine the proliferation ability of embryogenic callus from three different oil palm clones, in several repeated subcultures. Liquid MS media added with 1 ppm 2.4-D and 0.1 ppm NAA were used. Embryogenic callus was weighed by 0.1 - 0.2 g, transferred into the liquid media, shaking at 60-80 rpm and 27 ºC for 8 weeks without light. Continues subcultures were repeated up to 7 times. The results showed that the growth rate of embryogenic callus increased in the third and fourth subcultures and then decreased in subsequent subcultures. It also revealed that the entire embryogenic callus from the first subculture up to seventh subculture still has the ability to regenerate into new plants. These results indicate that oil palm embryogenic callus can be proliferated by suspension culture with a limit up to the fourth subculture. Ketersediaan benih kelapa sawit berkualitas saat ini merupakan kebutuhan karena adanya program pemerintah untuk menggantikan tanaman sawit di kebun-kebun petani. Salah satu cara vegetatif yang dapat dilakukan adalah meningkatkan jumlah kalus embriogenik yang dihasilkan melalui pengembangan kultur suspensi. Penelitian ini bertujuan mengkaji kemampuan proliferasi kalus embriogenik dari tiga klon kelapa sawit, pada beberapa kali subkultur yang berulang. Media cair MS dengan penambahan 1 ppm 2,4-D dan 0,1 ppm NAA digunakan untuk memperbanyak 0,1–0,2 g kalus embriogenik, dikocok pada 60-80 rpm dan suhu 27 ºC tanpa cahaya selama 8 minggu. Subkultur berulang dilakukan hingga 7 kali. Hasil percobaan menunjukkan bahwa kemampuan proliferasi kalus dipengaruhi oleh genotip tanaman induk. Rata-rata kalus embriogenik dapat meningkat pada subkultur ke-3 dan ke-4 dan semakin menurun pada subkultur selanjutnya. Kalus embriogenik hasil proliferasi subkultur pertama hingga ke-7 dapat tumbuh menjadi calon tanaman baru. Hasil ini menunjukkan bahwa kalus embriogenik kelapa sawit dapat diperbanyak dengan kultur suspensi pada batas sampai subkultur ke-4.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

., Junairiah, Artifa Rachmah, Yosephine Sri Wulan Manuhara, Ni’matuzahroh ., Lilis Sulistyorini, and Surahmaida . "Pengaruh Hormon Indole Butyric Acid (IBA) dan 6-Benzyl Amino Purin (BAP) terhadap Induksi Kalus Piper betle L. var Nigra." Journal of Pharmacy and Science 4, no. 2 (August 17, 2019): 85–90. http://dx.doi.org/10.53342/pharmasci.v4i2.141.

Full text
Abstract:
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh IBA (Indole Butyric Acid) dan BAP (6-Benzyl Amino Purine) yang paling baik untuk induksi kalus sirih hitam (Piper betle L.). Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 25 perlakuan dan setiap perlakuan memiliki 6 ulangan sehingga terdapat 150 unit ekperimen. Pada tahap kultur kalus dilakukan dengan menambahkan zat pengatur tumbuh IBA dan BAP ke dalam medium Murashige and Skoog (MS). Hasil uji tersebut menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh IBA dan BAP dengan kombinasi konsentrasi berbeda berpengaruh terhadap waktu induksi kalus, berat segar dan berat kering kalus sirih hitam. Hasil penelitian menunjukkan waktu tercepat pembentukan kalus pada IBA 2,0 mg/L dan BAP 2,0 mg/L yaitu 10 hari. Berat segar dan berat kering tertinggi pada IBA 2,0 mg/L dan 2,0 mg/L yaitu 0,8507 gram untuk berat segar dan 0,0769 untuk berat kering. Warna kalus adalah putih kehijauan dengan tekstur kompak dan remah.Kata kunci: Induksi kalus, Piper betle L., Indole Butyric Acid, 6-Benzyl Amino Purine.ABSTRACTThe purpose of this research to determine the effect of the combination concentration of growth regulators IBA (Indole Butyric Acid) and BAP (6-Benzyl Amino Purine) was best for callus induction black betel (Piper betle L.). This research used completely randomized design with 25 treatments and 6 replicates of each treatment, hence there were 150 experimental units. At this stage of callus culture was done by adding the growth regulators IBA and BAP into Murashige and Skoog (MS). The test results showed that plant growth regulators IBA and BAP in combination with different concentrations of influence on callus induction time, fresh weight and dry weight callus Piper betle L. The results showed the fastest time of callus formation at IBA 2,0 mg/L and BAP 2,0 mg/L at 10 days. Fresh weight and dry weight of the highest in the IBA 2,0 mg/L and BAP 2,0 mg/L were 0,8507 grams and 0,0769 grams fresh weight to dry weight. The color of callus was white greenish with compact and friable texture.Keywords: Callus induction, Piper betle L., Indole Butyric Acid, 6-Benzyl Amino Purine.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Devy, Nirmala Frianti, Farida Yulianti, and Hardiyanto Hardiyanto. "Perbanyakan Massal Embrio Kalamondin Melalui Teknologi Somatik Embriogenesis Menggunakan Bioreaktor." Jurnal Hortikultura 22, no. 1 (April 30, 2013): 1. http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v22n1.2012.p1-7.

Full text
Abstract:
<p>Sejauh ini, penelitian perbanyakan somatik embriogenesis baik untuk penyediaan semaian batang bawah maupun varietas komersial jeruk menghasilkan laju multiplikasi yang relatif lambat. Kombinasi antara perbanyakan melalui metode somatik embriogenesis dengan penggunaan bioreaktor, diharapkan mampu meningkatkan laju produksi kalus embrionik menjadi planlet. Kajian awal dilakukan menggunakan nuselus Kalamondin (Citrus mitis Blanco) sebagai sumber kalus. Kalus yang dihasilkan diinduksi dan diperbanyak menjadi kalus embrionik dan embrio dengan cara dikulturkan pada shaker (100 rpm) serta bulb bioreactor. Tujuan penelitian ini ialah membandingkan produksi embrio Kalamondin melalui teknologi somatik embriogenesis pada kultur cair menggunakan shaker dan bioreaktor. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika, dari September 2008 sampai dengan Desember 2009. Pada tahapan perbanyakan embrio dengan metode shaker, diperoleh bahwa rerata kemampuan kalus menghasilkan embrio dalam kultur selama 10 minggu ialah 18,12 embrio/g kalus. Dengan kisaran waktu yang sama, total embrio yang dihasilkan 3 g kalus/300 cc media cair di dalam bioreaktor menghasilkan 46 embrio/g kalus atau setara 2,53 kali dibandingkan metode shaker. Embrio yang tumbuh pada bioreaktor dapat berkembang hampir 100% menjadi planlet. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa aplikasi bioreaktor untuk tujuan perbanyakan massal embrio Kalamondin memiliki pengaruh yang signifikan terhadap laju multiplikasinya.</p><p>ABSTRAK</p><p>So far, research on somatic embryogenesis for rootstock and citrus commercial varieties has been faced by low multiplication rate of embryos. Combination of somatic embryogenesis method and bioreactor hypothezed can increase multiplication rate of embryos and improve regeneration of embryogenic calli to produce plantlets. Kalamondin explants were inducted and proliferated to be embryonic calli and embryos using both shaker (100 rpm) and bulb bioreactor. The aimed of this research was to compare the production of Kalamondin embryos through somatic embryogenesis method on liquid media using shaker and bulb bioreactor. Research was conducted at Tissue Culture Laboratory of Indonesian Citrus and Subtropical Fruit Research Institute from September 2008 to December 2009. Kalamondin nucelus as a callus source was used in this research. Results of the study indicated that the average of embryos production through shaker technique within 10 weeks of culture incubation was 18.12 embryos/g callus, while application of bioreactor imrpoved embryo productivity up to 46 embryos/g calli (3 g/300 cc media). The multiplication rate using the bioreactor increased up to 2.53 fold compare to shaker method. Results of the study give the real evidence that application of biorector for in vitro mass propagation of Kalamondin embryos had high significant effect on embryo multiplication rate.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Deswiniyanti, Ni Wayan, Ni Kadek Dwipayani Lestari, Ida Ayu Astarini, and Yunita Hardini. "In Vitro Propagation of Lily (Lilium longiflorum Thunb.) with Growth Regulators BAP and NAA." Jurnal Hortikultura Indonesia 11, no. 2 (August 31, 2020): 131–39. http://dx.doi.org/10.29244/jhi.11.2.131-139.

Full text
Abstract:
Tanaman lili (Lilium longiflorum Thunb.) merupakan tanaman hias dan bunga potong. Permintaan bunga potong lili sangat menjanjikan tetapi ketersediaan bibit masih terbatas. Penelitian ini terdiri dari perkecambahan biji lili secara in vitro pada media ½ Murashige & Skoog (MS), multiplikasi bagian eksplan pangkal dan ujung tunas pada berbagai perlakuan media MS kombinasi ZPT BAP dan NAA. Tujuannya untuk mendapatkan kombinasi media yang tepat dan mengetahui persentase tertinggi bagian eksplan yang mampu tumbuh tunas, akar dan kalus. Kombinasi media MS dengan BAP dan NAA yaitu (a) kontrol 0:0 mg L-1, (b) 0:0.1 mg L-1, (c) 0:1 mg L-1, (d) 0.1:0 mg L-1, (e) 0.1:0.1 mg L-1, (f) 0.1:1 mg L-1, (g) 1:0 mg L-1, (h) 0.1:1 mg L-1, (i) 1;1 mg L-1. Penelitian ini disusun dalam RAL faktorial dua faktor yaitu kombinasi pemberian BAP dan NAA, multiplikasi eksplan bagian pangkal dan ujung tunas. Biji lili mampu berkecambah sebanyak 58%. Media c dan i yang mampu menginduksi eksplan untuk tumbuh tunas, akar dan kalus. Media c mampu menginduksi tunas, akar dan kalus, media i mampu menginduksi akar dan kalus. Persentase respon pertumbuhan eksplan bagian pangkal tunas yaitu pertumbuhan tunas 11.1% dan akar 13.3%, sedangkan eksplan bagian ujung tunas menunjukkan pertumbuhan akar 6.7% tanpa pertumbuhan tunas. Pertumbuhan kalus menunjukkan hasil yang sama pada eksplan pangkal dan ujung tunas yaitu 4.4%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

DEWI IBRAHIM, MEYNARTI SARI, OTIH ROSTIANA, and NURUL KHUMAIDA. "PENGARUH UMUR EKSPLAN TERHADAP KEBERHASILAN PEMBENTUKAN KALUS EMBRIOGENIK PADA KULTUR MERISTEM JAHE (Zingiber officinale Rosc)." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 16, no. 1 (June 19, 2020): 37. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v16n1.2010.37-42.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRAK</p><p>Kendala dalam pengembangan jahe di Indonesia adalah terbatasnyabenih bermutu. Secara konvensional, budidaya jahe dilakukan denganmenggunakan bibit dari potongan rimpang. Dengan cara ini diperlukanbibit dalam jumlah yang banyak, antara 2-3 t/ha untuk jahe yang dipanentua dan 5-6 t/ha untuk yang dipanen muda. Kendala lain adalah penyakittular benih layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum.Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mendapatkan benih jahebebas penyakit adalah perbanyakan melalui kultur jaringan. Penelitianbertujuan untuk mengkaji sumber eksplan dari tingkat umur panenrimpang yang berbeda terhadap kapasitas pembentukan kalus embriogenikpada kultur meristem jahe putih besar. Penelitian dilakukan di BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatik dari September 2007 sampaiMaret 2008, menggunakan rancangan acak lengkap dengan 20 kaliulangan. Bahan tanaman yang digunakan adalah meristem jahe putih besaryang diambil dari rimpang panen muda dan tua. Peubah yang diamatimeliputi: histologi jaringan, persentase kalus embriogenik yang terbentuk,bobot segar kalus, diameter kalus, dan morfologi kalus. Hasil penelitianmenunjukkan adanya daerah meristematik pada sayatan eksplan meristemjahe putih besar ukuran ± 0,25 cm. Persentase kalus embriogenik (92,1%)dan diameter kalus (0,59 mm) dari rimpang yang dipanen tua lebih tinggidari yang dipanen muda. Berat kalus (1,18 g) dan jumlah embrio somatikglobular (29,34) asal eksplan panen tua nyata lebih tinggi dari yangdipanen muda. Kalus embriogenik yang berasal dari eksplan rimpang yangdipanen tua mampu berkembang membentuk embrio somatik danberkecambah menghasilkan planlet normal.</p><p>Kata kunci : Zingiber officinale Rosc., umur rimpang, kalus embriogenik,embriogenesis somatik</p><p>ABSTRACT</p><p>Effect of explants age on the success of embryogenic calliformation in meristem culture of ginger (Zingiberofficinale Rosc.)</p><p>Constraint in ginger cultivation in Indonesia is the limited qualityof planting materials. In conventional cultivation, planting materials weretaken from a piece of rhizomes. By this technique, significant amount ofplanting materials is required, between 2-3 tons/ha for fully harvested and5-6 tons/ha for young harvested rhizomes. Another serious constraint isbacterial wilt disease infection caused by Ralstonia solanacearum. Effortfor obtaining free disease planting materials could be performed throughtissue culture mass propagation. In this study, different ages of rhizome asexplants sources was evaluated for their capacity in embryogenic calliformation on the meristem culture of ginger. The experiment wasconducted in Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institutefrom September 2007 to March 2008, using a completely random designwith 20 replicates. Plant material used was white ginger meristem takenfrom the fully and young harvested rhizomes. The observed variables wereexplant histology, percentage embryogenic calli formation (%), freshweight of calli, calli diameter, number of globular embryo, and callimorphology. The results showed a meristematic region at the incisionexplant big-white ginger meristem ± 0.25 cm in size. Percentage ofembryogenic calli formation from the fully harvested rhizome-explant(92.1%) and calli diameter (0.59 mm) were higher than that of the youngerone. Calli weight (1.18 g) and number of globular somatic embryos(29.34) from fully harvested rhizome-explants were significantly higherthan that of the younger one. Embriogenic calli derived from the oldharvested rhizome explants was able to grow well to form somaticembryos and then germinate to produce normal plantlet.</p><p>Key words : Zingiber officinale Rosc, age of rhizome, embriogeniccalli, somatic embryogenesis</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Rahayu, Eka Murni, and Sepdian Luri Asmono. "Respon Pertumbuhan Eksplan Daun Tembakau (Nicotiana tabacum L.) PRANCAK-95 Pada Beberapa Konsentrasi Sukrosa dan BAP Secara In Vitro." Agriprima, Journal of Applied Agricultural Sciences 3, no. 2 (September 28, 2019): 91–100. http://dx.doi.org/10.25047/agriprima.v3i2.328.

Full text
Abstract:
Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kombinasi antara sukrosa dan BAP, terhadap pertumbuhan tembakau (Nicotiana tabacum L.) Prancak-95 secara in vitro. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial yang tersusun atas 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor I adalah Sukrosa yang terdiri dari 3 taraf yaitu 20 gr/l, 30 gr/l dan 40 gr/l. Faktor II adalah BAP yang terdiri dari 3 taraf yaitu 2 ppm, 3 ppm dan 4 ppm. Penelitian tersebut dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Politeknik Negeri Jember pada bulan Agustus 2018 - Desember 2018. Data yang didapat kemudian dianalisis memakai Analysis Of Variance (ANOVA) dan dilteruskan dengan DMRT taraf 5%. Parameter pengamatan meliputi kedinian kalus, berat basah kalus, tekstur kalus, kedinian tunas, berat basah tunas, tinggi tunas dan jumlah tunas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaruh konsentrasi sukrosa 20 gram/liter berbeda nyata tehadap parameter tinggi tunas. Pengaruh konsentrasi BAP 4 ppm berbeda nyata terhadap parameter kedinian tunas, tinggi tunas dan berat basah kalus. Selain itu pengaruh konsentrasi BAP 3 ppm berbeda nyata terhadap parameter berat basah tunas, dan jumlah tunas. Pengaruh konsentrasi sukrosa 20 gram/liter dan BAP 4 ppm berbeda nyata terhadap parameter berat basah tunas. Selain itu pengaruh konsentrasi sukrosa 30 gram/liter dan BAP 3 ppm berbeda nyata terhadap parameter jumlah tunas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Mulyaningrum, Sri Redjeki Hesti, Andi Parenrengi, Yenny Risjani, and Happy Nursyam. "FORMULASI AUKSIN (INDOLE ACETIC ACID) DAN SITOKININ (KINETIN, ZEATIN) UNTUK MORFOGENESIS SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PERTUMBUHAN, SINTASAN DAN LAJU REGENERASI KALUS RUMPUT LAUT, Kappaphycus alvarezii." Jurnal Riset Akuakultur 8, no. 1 (March 30, 2013): 31. http://dx.doi.org/10.15578/jra.8.1.2013.31-41.

Full text
Abstract:
Interaksi auksin dan sitokinin dianggap penting untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan dalam kultur jaringan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan komposisi auksin dan sitokinin yang optimum untuk morfogenesis kalus rumput laut K. alvarezii, dan mengevaluasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan, sintasan, dan laju regenerasi kalus. Kultur kalus dilakukan pada media cair dengan formulasi zat pengatur tumbuh (ZPT) indole acetic acid (IAA) : kinetin : zeatin, dengan komposisi konsentrasi sebagai berikut: A) 0,4:0:1 mg/L; B) 0,4:0,25:0,75 mg/L; C) 0,4:0,5:0,5 mg/L; D) 0,4:0,75: 0,25 mg/L; E) 0,4:1:0 mg/L; kontrol (tanpa ZPT). Desain penelitian adalah rancangan acak lengkap dengan pengulangan tiga kali untuk masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati adalah laju pertumbuhan harian, sintasan, laju regenerasi, panjang tunas, dan morfologi tunas. Analisis data dilakukan dengan uji keragaman (ANOVA) dan hasil yang diperoleh disajikan dalam bentuk grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula optimum untuk morfogenesis rumput laut K. alvarezii adalah formula A dengan komposisi IAA : zeatin = 0,4:1 mg/L. Penggunaan formula zat pengatur tumbuh yang berbeda berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap laju pertumbuhan harian, laju regenerasi dan panjang tunas yang dihasilkan, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap sintasan kalus. Tunas rumput laut K. alvarezii mulai terbentuk pada hari ke-15 masa kultur.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Winarto, Budi. "Pengaruh Medium Dasar dan Amonium Nitrat terhadap Pembentukan, Regenerasi Kalus, dan Penggandaan Tunas Hasil Kultur Anther Anthurium." Jurnal Hortikultura 23, no. 1 (March 31, 2013): 9. http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v23n1.2013.p9-20.

Full text
Abstract:
<p>Medium dasar dan amonium nitrat merupakan dua komponen penting yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan kultur anther tanaman. Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh medium dasar dan konsentrasi amonium nitrat terhadap pembentukan, pertumbuhan, dan regenerasi kalus. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung sejak Bulan Januari hingga Oktober 2008. Spadik Anthurium andraeanum Linden ex André kultivar Tropical dan kalus hasil regenerasinya digunakan dalam penelitian ini. Medium dasar yang digunakan dalam percobaan ini ialah: (1) ½ WT, (2) ½ NWT, dan (3) NWT, sedangkan konsentrasi amonium nitrat yang diaplikasikan ialah (1) 750 mg/l, (2) 550 mg/l, (3) 413 mg/l, (4) 206 mg/l, dan (5) 103 mg/l. Media penggandaan tunas (MP) pada percobaan ini ialah (1) 0,5 mg/l TDZ, 1,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (sebagai kontrol, MP-1), (2) 1,0 mg/l TDZ, 1,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (MP-2), (3) 1,5 mg/l TDZ, 1,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (MP-3), (4) 1,0 mg/l TDZ, 1,5 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (MP-4), (5) 0,5 mg/l TDZ, 2,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA (MP-5), (6) 1,0 mg/l BAP dan 0,01 mg/l NAA (MP-6), (7) 0,5 mg/l BAP (MP-7), dan (8) tanpa hormon (MP-8). Percobaan disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAK) dan RAK pola faktorial dengan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi amonium nitrat memiliki pengaruh yang signifikan terhadap induksi pembentukan kalus. Konsentrasi 750 mg/l pada ½ WT merupakan kombinasi terbaik dengan potensi tumbuh anther mencapai 54% dengan 38% regenerasi anther dan 2,3 kalus per perlakuan. Medium ½ WT dan 205 mg/l amonium nitrat merupakan kombinasi perlakuan terbaik untuk pertumbuhan kalus dan pembentukan tunas. Kombinasi ini mampu menstimulasi pertumbuhan kalus hingga 205 mm3 dengan jumlah tunas terbanyak mencapai 5,2 tunas per eksplan. Medium MP-3 (½ WT yang ditambah 1,5 mg/l TDZ, 1,0 mg/l BAP, dan 0,01 mg/l NAA) merupakan kombinasi hormon yang sesuai untuk penggandaan tunas hasil kultur anther Anthurium. Medium ½ WT yang ditambah dengan 0,02 mg/l NAA dapat digunakan untuk pengakaran tunas hingga membentuk planlet yang siap untuk aklimatisasi.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Juliana, Tirtha, Mayta Novaliza Isda, and Dyah Iriani. "EMBRIOGENESIS SOMATIK DARI KALUS MANGGIS (Garcinia mangostana L.) ASAL BENGKALIS DENGAN PEMBERIAN BAP DAN MADU SECARA IN VITRO." Al-Kauniyah: Jurnal Biologi 12, no. 1 (April 24, 2019): 8–17. http://dx.doi.org/10.15408/kauniyah.v12i1.5667.

Full text
Abstract:
AbstrakGarcinia mangostana L. dikenal dengan sebutan queen of the tropical fruits. Buah manggis terbentuk secara apomiksis yang bersifat rekalsitran. Salah satu cara perbanyakan tanaman manggis adalah dengan teknik kultur in vitro melalui embriogenesis somatik. Embriogenesis somatik manggis dilakukan dengan pembentukan kalus terlebih dahulu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi terbaik BAP dan madu secara tunggal serta kombinasinya dalam pembentukan embriogenesis somatik pada kalus biji manggis asal Bengkalis. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan pemberian konsentrasi BAP (3 dan 7 mg/L) dan madu (3, 6, dan 9 mL/L), secara baik tunggal maupun kombinasi, pada media Murashige-Skoog (MS) dengan 3 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian BAP dan madu dalam seluruh perlakuan tersebut berpengaruh terhadap pembentukan fase-fase embriogenesis somatik kalus manggis. Konsentrasi terbaik dalam pembentukan fase embriogenesis somatik diperoleh dari perlakuan 3 mg/L BAP + 9 mL/L madu dengan presentase pembentukan kalus 100%, waktu muncul kalus 10,67 hst, volume kalus 1,33 dan adanya fase embriogenesis somatik berupa globular, hati, dan torpedo.Abstract Garcinia mangostana L. was known as the queen of the tropical fruits. Mangosteen was formed by apomixis which is recalcitrant. One of the methods of mangosteen propagation is by using a tissue culture technique through somatic embryogenesis. Mangosteen somatic embryogenesis occurs preceded by callus formation. This study aimed to determine the best concentration of BAP and honey in single as well as in combination for the formation phase of somatic embryogenesis in the callus of mangosteen from Bengkalis. The study used a randomized block design with the addition of BAP (3 and 7 mg/L) and honey (3; 6; and 9 mL/L) either single or combination in Murashige-Skoog (MS) medium with 3 replications. The results of this study indicated that the addition of BAP and honey in all treatments affected the phases of somatic embryogenesis of mangosteen callus. The best concentration in the formation of somatic embryogenesis was obtained from, the treatment of 3 mg/L BAP + 9 mL/L which produced 100% of callus formation, with callus emergence time of 10.67 days after plantation, callus volume of 1.33 and the presence of somatic embryogenesis in the form of globular, heart, and torpedo.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Devy, Nirmala Friyanti, F. Yulianti, and Hardiyanto Hardiyanto. "Pengaruh Densitas Awal Kalus dalam Perbanyakan Melalui Embriogenesis Somatik terhadap Daya Multiplikasi dan Stabilitas Genetik Planlet Siam Kintamani." Jurnal Hortikultura 22, no. 4 (October 3, 2016): 309. http://dx.doi.org/10.21082/jhort.v22n4.2012.p309-315.

Full text
Abstract:
Optimasi metode pada setiap tahapan perbanyakan melalui embriogenesis somatik perlu dilakukan, mencakup aspek eksplan, media, dan lingkungan tumbuh. Tujuan penelitian ialah mengetahui pengaruh kepadatan awal (initial density) kalus dalam kultur embriogenesis somatik terhadap laju multiplikasi dan stabilitas genetik planlet yang dihasilkan dari perbanyakan dengan metode SE pada tanaman siam Kintamani. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium SE, Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro) mulai Bulan Maret 2009 sampai dengan Februari 2011. Penelitian terdiri atas dua tahap, yaitu (1) perlakuan densitas awal dan (2) analisis stabilitas genetik planlet yang dihasilkan dari perbanyakan SE siam Kintamani. Kegiatan I terdiri atas lima perlakuan densitas kalus (ID100–ID300), yaitu 100, 150, 200, 250, dan 300 mg yang dikulturkan pada 25 ml media cair MS + 500 mg/l malt ekstrak (ME) + 1,5 mg/l BA, yang disusun dalam rancangan acak kelompok dengan tiga ulangan, tiap ulangan terdiri atas lima erlenmeyer, sedangkan pada penelitian analisis stabilitas genetik, sampel yang digunakan ialah tanaman hasil perbanyakan SE pada stadia planlet hasil subkultur 1–6. Planlet tersebut diuji keragamannya dengan teknik PCR menggunakan penanda intersimple sequence repeat (ISSR). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, jaringan nuselus yang digunakan sebagai eksplan dapat tumbuh dengan memuaskan pada 12–45 hari setelah kultur pada media inisiasi kalus. Pertambahan berat basah kalus pada setiap subkultur sangat beragam. Pertambahan berat basah tertinggi terjadi pada ID100 subkultur ke-5, sedangkan pertambahan berat secara total tertinggi ditemukan pada perlakuan ID200. Tanaman hasil perbanyakan SE pada stadia planlet secara genetik seragam dengan induknya. Namun pengujian stabilitas genetik pada tanaman hasil SE masih harus terus dilakukan seiring dengan semakin lama tanaman dipelihara di dalam kultur, mengingat frekuensi mutasi dapat meningkat seiring dengan semakin lamanya periode kultur. Implikasi hasil penelitian ini ialah proses multiplikasi kalus dan induksi embriogenesis somatik berlangsung optimal dan tidak mengakibatkan off-type pada tanaman yang dihasilkan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Oktafiana, Nadya, Siti Umayyah, Wulan Nursyiam Ningtyas, and Bambang Sugiharto. "Regenerasi Kalus Embriogenik Sorgum (Sorghum bicolor) menggunakan Kombinasi ZPT dan Mikronutrien." Agriprima : Journal of Applied Agricultural Sciences 6, no. 1 (March 31, 2022): 54–61. http://dx.doi.org/10.25047/agriprima.v6i1.463.

Full text
Abstract:
Perakitan varietas unggul tanaman sorgum dapat dilakukan melalui perbanyakan secara in-vitro melalui kultur jaringan. Somatik embriogenesis menjadi salah satu metode perbanyakan yang tepat untuk menghasilkan tanaman dalam waktu yang cepat dan jumlah banyak. Tetapi, rendahnya kemampuan regenerasi kalus menyebabkan kegagagalan terbentukya tunas dan tanaman baru. Pemberian nutrisi dan zat pengaruh tumbuh (ZPT) yang efektif pada media regenerasi menentukan keberhasilan regenerasi kalus. Sitokinin dan auksin merupakan jenis ZPT yang berperan dalam pembelahan dan perkembangan sel serta menstimulasi pertumbuhan tunas pada kalus. Sedangkan, CuSO4 digunakan sebagai nutrisi mikro tambahan yang berperan aktif dalam katalisasi enzim dan transfer elektron pada proses fotosintesis. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui konsentrasi terbaik dari kombinasi antara Kinetin, NAA, dan CuSO4 pada media regenerasi kalus sorgum untuk menstimulasi pertumbuhan tunas dan akar. Hasil penelitian menunjukkan kombinasi MS0, 0,1 mg/L NAA, 1 mg/L kinetin menjadi kombinasi paling baik unuk regenerasi tunas yaitu 6,38 tunas. Sedangkan untuk regenerasi akar kombinasi MS0 dan 1 mg/L CuSO4 merupakan konsentrasi terbaik untuk regenerasi tunas dan akar sebanyak 32,1 akar dan meningkatkan jumlah planlet sebanyak 7,67. Namun sebaliknya, tidak ada pengaruh pada penambahan CuSO4 terhadap tinggi tanaman. Planlet yang tumbuh mampu beradaptasi pada kondisi in vivo di dalam green house dan menunjukkan tidak ada perbedaan pertumbuhan antara tanaman yang tumbuh dari biji dan tanaman hasil in vitro.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Fanata, Wahyu Indra Duwi, and Dalliyah Hadrotul Qudsiyah. "DAYA REGENERASI KALUS DAN TUNAS IN VITRO PADI VARIETAS TARABAS PADA BERBAGAI KONSENTRASI 2,4-D." Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) 7, no. 2 (December 28, 2020): 250–58. http://dx.doi.org/10.29122/jbbi.v7i2.4404.

Full text
Abstract:
In Vitro Callus and Plant Regeneration Rate of Tarabas Rice on Several Concentrations of 2,4-D The Agricultural Research and Development Agency and the West Java Provincial Government are developing new superior varieties with Japonica rice standards, namely the Tarabas variety. However, the equivalence of somatic embryogenesis ability of Tarabas rice with original Japonica variety has not been reported. In this study, the frequency of callus regeneration of Tarabas vs Hwayoung rice varieties was compared. Induction of callus from mature embryos with several concentrations of 2,4-D showed the same extent of callus formation in both rice varieties. Callus induced by 1 ppm of 2,4-D showed the higher rate of shoot formation. On the other hand, percentage of callus formation of Tarabas rice was not affected by the increase of 2,4-D concentrations and was able to show 100% regeneration rate at the fourth week in the regeneration medium, although the shoot growth was not as fast as those from medium with 1 ppm 2,4-D. Therefore, these results suggest that Tarabas variety has a somatic embryogenesis capacity equivalent to that of japonica rice and has the potential as research objects in the field of biotechnology. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian serta Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengembangkan varietas unggul baru dengan standar padi Japonica yaitu varietas Tarabas. Namun, kesetaraan varietas Tarabas dengan varietas Japonica asli dalam kemampuan embriogenesis somatik belum dilaporkan. Penelitian ini membandingkan respons kultur jaringan antara beras Tarabas dan padi Japonica varietas Hwayoung. Induksi kalus dari embrio matang dengan beberapa konsentrasi 2,4-D menunjukkan respons pembentukan kalus yang sama pada kedua varietas padi. Kalus yang diinduksi 1 ppm 2,4-D menunjukkan laju pembentukan tunas yang lebih tinggi. Di sisi lain, kalus Hwayoung yang diinduksi konsentrasi 2,4-D yang lebih tinggi menunjukkan penghambatan dalam pembentukan tunas. Di lain pihak, pembentukan kalus padi Tarabas tidak terpengaruh oleh peningkatan konsentrasi 2,4-D dan mampu menunjukkan 100% laju regenerasi tanaman pada minggu keempat di media regenerasi walaupun pertumbuhan tunas tidak secepat pada perlakuan 1 ppm 2,4-D. Karena itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa varietas Tarabas memiliki kapasitas embriogenesis somatik yang setara dengan padi japonica dan padi Tarabas mempunyai potensi sebagai obyek penelitian di bidang bioteknologi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Polosoro, Aqwin, and Wening Enggarini. "Keragaman Jumlah Salinan Transgen Galur T0 Padi Kultivar Nipponbare Berdasarkan Analisis qPCR dengan Penanda Gen hptII." Jurnal AgroBiogen 12, no. 2 (February 13, 2018): 73. http://dx.doi.org/10.21082/jbio.v12n2.2016.p73-80.

Full text
Abstract:
<p><strong>Keragaman Jumlah Salinan </strong><strong>Transgen</strong><strong> </strong><strong><em>CsNitr1-L</em></strong><strong> pada Galur Transforman T0 Padi Kultivar Nipponbare. </strong>Perakitan tanaman transgenik dengan menggunakan bantuan <em>Agrobacterium tumefaciens</em> menghasilkan penyisipan transgen yang berbeda, baik dalam jumlah salinan maupun letak transgen dalam genom tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keberadaan kimera dan jumlah salinan pada tiap anakan dalam satu rumpun dan beberapa rumpun padi Nipponbare transforman T0 yang berasal dari kalus yang sama. Gen <em>CsNitr1-L</em> pada plasmid biner pCAMBIA1300 ditranformasikan ke dalam genom tanaman padi kultivar Nipponbare dengan menggunakan <em>A. tumefaciens </em>strain LBA 4404. Analisis molekuler dilakukan terhadap tiga anakan dari masing-masing empat rumpun tanaman Nipponbare transgenik generasi T0 (event 1, 2, 3, dan 4) dan empat kelompok rumpun tanaman T0 yang berasal dari kalus yang sama. Dari masing-masing kelompok tersebut diambil 3 rumpun T0. Hasil analisis qPCR menunjukkan bahwa anakan-anakan yang berasal dari satu rumpun tanaman T0 memiliki jumlah salinan transgen yang seragam. Selain itu, hasil analisis qPCR juga mengungkap bahwa tidak semua tanaman yang berasal dari kalus yang sama memiliki jumlah salinan transgen yang seragam. Implikasi dari hasil ini bahwa setiap rumpun padi T0 yang tumbuh dari kalus hasil transformasi perlu dipisah saat aklimatisasi supaya benih T1 yang dihasilkan seragam. <strong></strong></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Mastuti, Retno, Wahyu Widoretno, and Nunung Harijati. "Kultur Kalus Tanaman Obat Physalis angulata L. (Ciplukan)." Biotropika: Journal of Tropical Biology 8, no. 1 (May 1, 2020): 26–35. http://dx.doi.org/10.21776/ub.biotropika.2020.008.01.05.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Isnaini, Yupi, and Yeyen Novitasari. "Regenerasi Tunas Suweg (Amorphophallus paeoniifolius (Dennst.) Nicolson) pada Berbagai Konsentrasi BAP dan NAA dengan Kondisi Penyimpanan Terang dan Gelap." Agriprima, Journal of Applied Agricultural Sciences 4, no. 2 (September 30, 2020): 94–105. http://dx.doi.org/10.25047/agriprima.v4i2.375.

Full text
Abstract:
Amorphopallus paeoniifolius atau suweg merupakan salah satu jenis dari suku Araceae yang umbinya berpotensi untuk dikembangkan sebagai alternatif pangan karena memiliki kandungan gizi yang baik dan indeks glikemik yang rendah. Namun, perbanyakan suweg terkendala dalam ketersediaan bibitnya sehingga dibutuhkan alternatif perbanyakan, salah satunya dengan teknik kultur jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kombinasi media, jenis eksplan dan kondisi kultur yang optimal untuk perbanyakan suweg secara in vitro. Penelitian dilakukan dengan dua percobaan. Percobaan pertama yaitu regenerasi tunas dari eksplan tangkai daun yang ditanam pada media Murashige dan Skoog (MS) yang ditambahkan dengan BAP (0, 1, 2, dan 4 mg/l) dan NAA (0 dan 0,5 mg/l). Percobaan kedua yaitu regenerasi tunas dari eksplan tangkai daun dan kalus pada kondisi gelap dan terang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media MS dengan penambahan 2 mg/l BAP dan 0,5 mg/l NAA merupakan media yang paling baik bagi eksplan tangkai daun dalam pembentukan kalus, tunas dan akar yang ditandai dengan jumlah masing-masing adalah 75%, 50% dan 56,67%. Selanjutnya, eksplan berupa kalus lebih mudah memberikan respon membentuk tunas dan akar dibandingkan dengan tangkai daun, baik pada kondisi ruang penyimpanan gelap maupun terang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Baidowi, Muhammad, and Ni Made Armini Wiendi. "Proliferasi Tunas Adventif Tagetes (Tagetes erecta L.) Kultivar African Crackerjack dengan BAP, GA3, dan IAA Secara In Vitro." Buletin Agrohorti 5, no. 1 (January 24, 2017): 55. http://dx.doi.org/10.29244/agrob.5.1.55-68.

Full text
Abstract:
<em>Tujuan penelitian ini mempelajari proliferasi tunas adventif eksplan hipokotil, epikotil, dan kotiledon Marigold (Tagetes erecta L.) secara in vitro dengan kombinasi BAP, GA3, dan IAA. Percobaan pertama adalah mengenai sterilisasi benih. Eksplan percobaan dua dan tiga adalah epikotil, hipokotil, dan kotiledon dari kecambah aseptik. Eksplan epikotil berhasil terproliferasi sedangkan hipokotil dan kotiledon tidak terproliferasi karena oksidasi fenol. Interaksi BAP dan IAA berpengaruh nyata pada induksi kalus epikotil pada semua minggu pengamatan, sedangkan interaksi BAP dan GA3 tidak berpengaruh nyata pada semua parameter. Komposisi media MS ditambah IAA dan BAP berhasil menginduksi kalus 70.7% dari eksplan epikotoil, 49.3% dari eksplan kotiledon, 53% dari hipokotil. Komposisi media MS ditambah GA3 dan BAP berhasil menginduksi kalus 60% dari eksplan epikotoil, 48% dari eksplan kotiledon, 46% dari hipokotil. Pada percobaan dua, media MS dengan 0.87 mg L<sup>-1</sup> IAA + 0.5 mg L<sup>-1</sup> BAP dan media MS dengan 0.43 mg L<sup>-1</sup>IAA + 0.5 mg L<sup>-1</sup>BAP terbaik dalam menginduksi tunas adventif eksplan epikotil. Pada percobaan tiga, proliferasi tunas adventif tertinggi pada media MS dengan 1.73 mg L<sup>-1</sup>GA3 + 1.5 mg L<sup>-1</sup> BAP. IAA berpengaruh nyata pada eksplan bertunas pada satu 1 MSP, tunas per eksplan pada 3 MSP, dan daun pertunas pada 4 MSP dan 5 MSP, sedangkan BAP berpengaruh nyata pada induksi kalus pada 1 MSP, eksplan bertunas pada 3 MSP, dan tunas per eksplan pada 3 MSP. Pada percobaan tiga, GA3 berpengaruh nyata pada pembentukan akar pada 4 MSP dan 5 MSP, sedangkan BAP berpengaruh nyata pada proliferasi tunas per eksplan pada 3 MSP.</em>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Maulidia, Zaiyin Rizky Ageng, and Wahyu Indra Duwi Fanata. "PENGARUH JENIS AUKSIN TERHADAP PEMBENTUKAN KALUS DAN DAYA REGENERASI TIGA VARIETAS PADI LOKAL." Berkala Ilmiah Pertanian 2, no. 2 (May 2, 2019): 77. http://dx.doi.org/10.19184/bip.v2i2.16175.

Full text
Abstract:
ABSTRACT Indonesia is rich in rice genetic diversity in the form of javanica rice. Subspecies javanica have some superiority characters, among others a strong plant tissue, but in generally they have low productivity. Weaknesses of javanica rice can be repaired by biotechnology through genetic transformation techniques from callus of plant. Auxin types and genotypes are important factors for callus induction and plant regeneration. Therefore, this research held for know callus introduction and plant regeneration of three varieties of Javanica rice (Pendok, Genjah Arum, and Menthik Wangi Susu) combined with type of auxin (2,4-D and pychloram). The experimental design of RALs two factorials, there are three varieties of rice (Pendok, Genjah Arum, and Menthik Wangi Susu) and two types of auxin (2,4-D and Pychloram) and analyzed by DMRT α5%. The results of this study is Mentik Wangi Susu have highest regeneration than Pendok and Genjah Arum. The use of 2,4-D resulted in a higher callus induction and plant regeneration than pychloram in the three rice varieties used. While the best combination of treatments for callus induction and regeneration is Menthik Wangi Susu and 2,4-D. Keyword: auxin, javanica, callus induction, plant regeneration. ABSTRAK Indonesia kaya akan keragaman genetik padi berupa padi javanica. Padi sub spesies javanica memiliki beberapa keunggulan diantaranya jaringan tanaman yang kuat, namun pada umumnya mempunyai tingkat produktivitas gabah yang rendah. Kelemahan pada padi javanica dapat diperbaiki dengan bioteknologi melalui teknik transformasi genetik menggunakan jaringan kalus. Genotip dan jenis auksin merupakan faktor penting dalam induksi kalus dan regenerasi tanaman padi secara in vitro. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui daya pembentukan kalus dan regenerasi pada tiga varietas padi javanica, yaitu Pendok, Genjah Arum, dan Menthik Wangi Susu yang dikombinasikan dengan perlakuan jenis auksin berupa penggunaan 2,4-D dan pikloram. Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL dua faktorial yaitu varietas tanaman padi dan jenis auksin dengan pengujian menggunakan DMRT α5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari ketiga varietas padi yang digunakan, varietas Mentik Wangi Susu menunjukan daya regenerasi yang tertinggi dibandingkan varietas Pendok dan Genjah Arum. Penggunaan 2,4-D menghasilkan tingkat pengkalusan dan regenerasi yang tinggi dibandingkan pikloram pada tiga varietas padi yang digunakan. Sedangkan kombinasi perlakuan yang terbaik untuk induksi kalus dan daya regenerasi adalah penggunaan varietas Menthik Wangi Susu dan auksin dalam bentuk 2,4-D. Kata Kunci: auksin, javanica, induksi kalus, regenerasi tanaman.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Kalus, Mark-Robert, Riskyanti Lanyumba, Nerea Lorenzo-Parodi, Maik A. Jochmann, Klaus Kerpen, Ulrich Hagemann, Torsten C. Schmidt, Stephan Barcikowski, and Bilal Gökce. "Correction: Determining the role of redox-active materials during laser-induced water decomposition." Physical Chemistry Chemical Physics 21, no. 43 (2019): 24239. http://dx.doi.org/10.1039/c9cp90263e.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Rivai, Reza Ramdan, Ali Husni, and Agus Purwito. "Induksi Kalus dan Embrio Somatik Tanaman Jambu Biji Merah (Psidium guajava L.)." Buletin Agrohorti 2, no. 1 (February 13, 2014): 49. http://dx.doi.org/10.29244/agrob.2.1.49-58.

Full text
Abstract:
<p><em>Penelitian ini bertujuan </em><em>untuk memperoleh protokol yang tepat dalam menginduksi kalus dan embrio somatik tanaman jambu biji merah. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan September 2012 sampai dengan bulan Maret 2013. Penelitian tersusun atas dua percobaan yaitu percobaan pertama merupakan induksi kalus dan percobaan kedua merupakan induksi embrio somatik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media dengan perlakuan zat pengatur tumbuh R1 (5 mg l<sup>-1 </sup>2.4-D), R3 (5 mg l<sup>-1 </sup>2.4-D + 1 mg l<sup>-1 </sup>BAP) dan R6 (2.5 mg l<sup>-1 </sup>2.4-D + 2 mg l<sup>-1 </sup>2-iP) merupakan perlakuan terbaik untuk menginduksi kalus kompak pada 4 minggu setelah tanam (MST), sedangkan untuk menginduksi kalus remah didapatkan media dengan perlakuan zat pengatur tumbuh terbaik yaitu R5 (5 mg l<sup>-1 </sup>2.4-D + 2 mg l<sup>-1 </sup>2-iP). Embrio somatik primer terbentuk pada perlakuan R2E4 (2.5 mg l<sup>-1 </sup>2.4-D dipindahkan ke 1 mg l<sup>-1 </sup>2.4-D + 2 mg l<sup>-1<br /> </sup>2-iP) dan perlakuan R5E4 (5 mg l<sup>-1 </sup>2.4-D + 2 mg l<sup>-1 </sup>2-iP dipindahkan ke 1 mg l<sup>-1 </sup>2.4-D + 2 mg l<sup>-1 </sup>2-iP) masing-masing pada 12 dan 16 MST. </em></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

., Karyanti, Juanda ., and Teuku Tajuddin. "KEMAMPUAN TUMBUH EKSPLAN Jatropha curcas L. PADA MEDIA IN VITRO YANG MENGANDUNG HORMON IBA DAN BA." Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) 1, no. 1 (December 26, 2014): 1. http://dx.doi.org/10.29122/jbbi.v1i1.545.

Full text
Abstract:
GROWTH ABILITY OF Jatropha curcas L. EXPLANTS ON THE IN VITRO MEDIA CONTAINING IBA AND BAResearch on the growth ability of Jatropha curcas L. shoots and callus in solid and liquid media have been conducted. Explants were planted in the initiation MS medium. After ten weeks, the explants were subcultured into solid and liquid media containing combination of IBA and BA treatments. The number of combinations was 12 treatments, each with 6 replications. Observation was conducted from the first week after subculturing upto the fourth week. Parameters of observation were the percentage of explant forming shoots, the number of shoots, height, number of leaves, weight, color, and form of callus. The results showed that the explant which was subcultured in liquid media had higher growth rate than those subcultured in solid media. Treatment of 1 ppm IBA + 0.5 ppm BA gave a good result on the growth of shoots on solid and liquid media. For callus formation, treatment of 2 ppm IBA + 1 ppm BA gave the best result.Keywords: Callus, Jatropha, IBA and BA, solid and liquid media, hormone ABSTRAKPenelitian terhadap kemampuan tumbuh kalus dan tunas tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.) telah dilakukan pada media padat dan cair. Eksplan diinisiasi pada media MS dan setelah 10 minggu dipindahkan ke media padat dan cair yang mengandung perlakuan kombinasi hormon IBA dan BA. Jumlah kombinasi sebanyak 12 perlakuan dan setiap perlakuan dibuat 6 ulangan. Pengamatan dilakukan dari minggu pertama subkultur hingga minggu keempat. Peubah yang diamati adalah persentase eksplan yang membentuk tunas, jumlah dan tinggi tunas, terbentuknya daun pada tunas, perbedaan berat, bentuk, dan warna kalus. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa eksplan yang disubkultur pada media cair memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi daripada media padat. Perlakuan IBA 1 ppm + BA 0,5 ppm menghasilkan pertumbuhan tunas yang paling tinggi pada media padat dan cair. Pembentukan kalus yang terbaik diperoleh pada perlakuan IBA 2 ppm + BA 1 ppm.Kata kunci: Kalus, Jatropha, IBA dan BA, media padat dan cair, hormon
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Sulastri, Sulastri, Winda Nawfetrias, Djatmiko Pinardi, and Henti Rosdayanti. "EMBRIOGENESIS SOMATIK IN VITRO DAN REGENERASI PLANLET DARI TIGA VARIETAS ALFALFA (Medicago sativa L.)." Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) 6, no. 1 (July 1, 2019): 83. http://dx.doi.org/10.29122/jbbi.v6i1.3348.

Full text
Abstract:
In Vitro Somatic Embryogenesis and Plantlet Regeneration of Three Varieties of Alfalfa (Medicago sativa L.)ABSTRACTAlfalfa (Medicago sativa L.) is a valuable plant as a source of food for animal, forage, pharmaceutical, medicine, food supplement, and human consumption. In vitro selection technology combined with induction or spontaneous mutagenesis has been effective in altering or isolating genetic variability for desirable characters. Consequently, a reproducible in vitro propagation technique of that plant is mandatory. The aim of the research was to obtain information on the embryogenic callus induction, somatic embryogenesis, and plantlet regeneration of three varieties of alfalfa. The results showed that an optimum embryogenic callus induction (82%) was obtained on Murashige & Skoog (MS) basal medium containing 2 ppm 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), 2 ppm kinetin and 2 ppm a-naphthaleneacetic acid (NAA). Those embryogenic calli could subsequently develop into somatic embryos, which germinated and regenerated into normal plantlets on R1 medium consisting of MS nutrients without the addition of plant growth regulator.Keywords: alfalfa, callus, embryogenic, plantlets, regeneration ABSTRAKAlfalfa (Medicago sativa) adalah tanaman berharga sebagai sumber makanan untuk hewan, yaitu hijauan pakan ternak, farmasi, obat-obatan, suplemen makanan dan konsumsi manusia. Teknologi seleksi in vitro yang dikombinasikan dengan induksi atau mutagenesis spontan telah terbukti efektif dalam mengubah atau mengisolasi variabilitas genetik untuk karakter yang diinginkan. Oleh sebab itu, keberhasilan teknik perbanyakan in vitro yang telah terbukti dapat direproduksi dari tanaman tersebut menjadi syarat yang harus terpenuhi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai induksi kalus embriogenik, embriogenesis somatik dan regenerasi planlet dari tiga varietas alfalfa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa induksi kalus embriogenik optimal (82%) didapat pada media Murashige & Skoog (MS) dengan 2 ppm 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D), 2 ppm kinetin dan 2 ppm a-naphthaleneacetic acid (NAA). Kalus embriogenik tersebut dapat membentuk embrio somatik, embrionya berkecambah dan beregenerasi membentuk planlet normal pada perlakuan media R1 yaitu nutrisi MS tanpa penambahan zat pengatur tumbuh.Kata Kunci: alfalfa, embriogenik, kalus, planlet, regenerasi
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography