Academic literature on the topic 'Keadilan dan Otonomi Daerah'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the lists of relevant articles, books, theses, conference reports, and other scholarly sources on the topic 'Keadilan dan Otonomi Daerah.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Journal articles on the topic "Keadilan dan Otonomi Daerah"

1

Arcaropeboka, R.J. Agung Kusuma. "KARIER PNS DALAM KABIJAKAN POLITIK DAERAH OTONOMI." Jurnal Lex Librum 1, Nomor 1 (2014): 45–51. https://doi.org/10.5281/zenodo.1256377.

Full text
Abstract:
Penyelenggaraan pemerintah daerah Pasca Amandemen yang di amat UUD 1945, di arahkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat sehingga diperlukan pemberian wewenang yang seluas-luasnya kepada daerah di sertai pemberian hak dan kewajiban dengan memperhatikan prinsip demokrasi pemerataan, keadilan, dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Suriadi, Hari, Lince Magriasti, and Aldri Frinaldi. "Sejarah Perkembangan Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia." Jurnal Media Ilmu 2, no. 2 (2023): 193–210. https://doi.org/10.31869/jmi.v2i2.4974.

Full text
Abstract:
Artikel ini mengulas sejarah perkembangan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia dari masa kolonial hingga era kontemporer. Pada masa kolonial, sistem pemerintahan sentralistik Belanda membatasi kewenangan daerah, dan hal ini berlanjut hingga awal kemerdekaan. Proses sejarah ini mencatat perubahan signifikan setelah era Orde Baru, yang melahirkan kebijakan desentralisasi pada tahun 1974. Puncak perubahan terjadi pada era Reformasi tahun 1998, dengan amandemen UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Artikel ini membahas dinamika perubahan undang-undang serta peran kebijakan dalam memandu evolusi desentralisasi. Pembahasan mencakup pencapaian signifikan seperti pembentukan daerah otonom, perubahan struktur pemerintahan daerah, dan peningkatan kewenangan daerah dalam mengelola sumber daya lokal. Dengan merinci perkembangan historis desentralisasi dan otonomi daerah, artikel ini memberikan pemahaman tentang perubahan kebijakan yang telah membentuk pemerintahan daerah di Indonesia. Implikasi sejarah ini juga membantu merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat meningkatkan efektivitas dan keadilan dalam implementasi desentralisasi di masa depan. Seiring berjalannya waktu, Indonesia telah mengalami transformasi dalam sistem pemerintahan daerahnya melalui proses desentralisasi dan pemberian otonomi kepada daerah. Proses ini memiliki akar sejarah yang dalam, melibatkan perubahan kebijakan dari masa kolonial hingga saat ini. Artikel ini akan mengulas sejarah perkembangan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Aslan, Aslan, Baso Madiong, and Almusawir Almusawir. "PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PULAU SEBATIK DALAM PERSFEKTIF KEADILAN." Jurnal Paradigma Administrasi Negara 3, no. 2 (2021): 138–43. http://dx.doi.org/10.35965/jpan.v3i2.664.

Full text
Abstract:
Berpegang pada asas desentralisasi, yaitu dalam penyelenggaraan pmerintahan di Indonesia, menyerahkan kekuasaan kepada kepala daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, Negara kesatuan republik Indonesia. Undang-undang otonomi daerah telah mengalami beberapa kali perubahan, setelah diundangkannya pemerintah daerah nomor 23, tahun 2014, dengan adanya otonomi daerah diiharapkan dapat membuka peluang bagi setiap daerah untuk lebih mampu memberdayakan segala potensi yang dimiliki daerah dan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan dan daerahnya kemajuan. Untuk itu, pemekaran Pulau Sebatik Sebatiksangat diharapkan masyarakat di pulau tersebut sehingga dapat mempermudah beberapa hal seperti proses administrasi, pelayanan kesehatan dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui angket, observasi dan dokumentasi di Pulau Sebatik. Berdasarkan hasil hukum kepulauan sebatik maka layak dilakukan pembinaan karena syarat-syarat pembentukannya sudah terpenuhi, aspirasi masyarakat sebatik, dan potensi potensi daerah yang cukup. Daerah Otonom Pulau Sebatik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan aspirasi masyarakat telah terpenuhi Sehingga pelaksanaan pembentukan. Daerah Otonomi Pulau Sebatik masih kurang memadai, Terkait Sumber Daya Manusia Dalam Pembentukan. Adhering to the principle of decentralization, like in the administration of government in Indonesia, hands over power to the regional head to carry out regional autonomy, the Unitary State of the Republic of Indonesia. The regional autonomy law has undergone several changes after the promulgation of the Regional Government Number 23 of 2014. With this regional autonomy, it is hoped that it will open up opportunities for each region to be more capable of empowering all the potential that the regions and communities have in realizing the welfare and progress of their regions. For this reason, the expansion of Sebatik Island is highly expected by residents on the island so as to facilitate several matters such as administrative processes, health services and so on. In this study the authors collected data through questionnaires, observations and documentation on Sebatik Island. Based on the results in the sebatik island law, it is appropriate for the formation to be carried out because the requirements for formation have been met, which are the aspirations of the sebatik community and the potential for regional potential that is sufficient. So that the implementation of the formation of the autonomous region of the Sebatik Island in accordance with statutory regulations and the aspirations of the community have been fulfilled. Those related to human resources, infrastructure, and capital in the formation of the Sebatik Island Autonomous Region are not yet adequate.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Faradilah, Faradilah. "Pembentukan Peraturan Daerah yang Demokratis di Era Otonomi Daerah." J-HEST Journal of Health Education Economics Science and Technology 5, no. 1 (2022): 12–16. http://dx.doi.org/10.36339/jhest.v5i1.75.

Full text
Abstract:
Perda berisi aturan-aturan yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan daerah dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. Aspek hukum, politik, ekonomi, sosial, dan budaya menjadi faktor yang sangat mempengaruhi pembentukan Perda. Perda yang berkualitas berarti produk hukum yang penyusunan materi dan teknisnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat menyelesaikan masalah dan menjawab kebutuhan masyarakat. Perda yang baik harus mencerminkan aspek filosofis yang berkaitan dengan asas keadilan, sosiologis yang berkaitan dengan harapan bahwa perda yang dibentuk merupakan keinginan masyarakat setempat, dan aspek yuridis terkait dengan jaminan kepastian hukum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Fartini, Ade. "Politik Hukum: Otonomi Daerah Pasca Amandemen UUD 1945 Upaya Menjaga Keseimbangan Antara Prinsip Unity dan Diversity." PLEDOI (Jurnal Hukum dan Keadilan) 1, no. 1 (2022): 1–11. http://dx.doi.org/10.56721/pledoi.v1i1.26.

Full text
Abstract:
Politik hukum konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 mengalami empat kali amandemen yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002, dalam amandemen UUD 1945 mengalami perubahan terkait pasal yang mengatur tentang pemerintah daerah. Amandemenn kedua sistem pemerintahan kita telah memberikan keleluasaan yang sangat luas dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsip-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan antar daerah dalam UUD 1945 diatur pada Pasal secara keseluruhan diatur dalam Pasal 18, Pasal 18A Ayat 1-2 dan Pasal 18B Ayat 1-2. Dengan otonomi daerah maka pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, campur tangan pemerintah pusat hanyalah yang benar-benar berkaitan dengan upaya menjaga keseimbangan antara prinsip kesatuan (unity) dan perbedaan (diversity). Otonomi daerah di Indonesia akan berkaitan dengan konsep dan teori pemerintahan lokal (local government) dan bagaimana aplikasinya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, pengaturan otonomi daerah berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
 
 Kata Kunci: Politik Hukum, UUD 1945, Otonomi Daerah
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Rozi, Mumuh M. "FILSAFAT HUKUM DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH." Jurnal Cahaya Keadilan 11, no. 01 (2023): 1–10. http://dx.doi.org/10.33884/jck.v11i01.7212.

Full text
Abstract:
Penerapan prinsip desentralisasi sebagai dasar berpijak penyelenggaraan pemerintahan daerah membangun konstelasi baru sistem otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab yang memberikan hak dan wewenang kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penataan potensi-potensi daerah oleh Pemerintah Daerah yang diberikan hak untuk membentuk produk Peraturan Daerah (PERDA). Pembentukan peraturan bertujuan untuk mengakomodir kepentingan dan kebutuhan daerah dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dengan pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit). Filsafat Hukum yang hakekat muatan materi Peraturan Daerah yang mengakomodir kepentingan masyarakat di daerah guna mencapai suatu kebahagiaan yang terbesar kepada masyarakat melalui aspek filosofis dalam pembentukan Peraturan Daerah (PERDA).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Dewirahmadanirwati, Dewirahmadanirwati. "Implementasi Otonomi Daerah Dalam Mewujudkan Good Governance di Daerah Sumatera Barat." Jurnal Ilmiah Pendidikan Scholastic 2, no. 3 (2018): 43–50. http://dx.doi.org/10.36057/jips.v2i3.336.

Full text
Abstract:
Tulisan ini bertujuan untuk melihat pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Barat dalam kaitannya dengan Good Gavernance. Konsep otonomi ataudesentralisasi tidak hanya sekedar penyerahan dan pelaksanaan urusan, tetapi lebih mendekati makna sesungguhnya yaitu pemberian kewenangan pemerintah.Otonomi daerah merupakan proses desentralisasi kewenangan yang semula berada di pusat, kemudian diberikan ke daerah, dengan tujuan supaya pelayanan lebih dekat kepada masyarakat, dapat mempercepat pertumbuhan pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memprcepat proses demokrasi. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu demokrasi, peran serta masyarakat,pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Pemberian kewenangan tersebut diikuti dengan perimbangan keuangan antara pusat daerah. Pelaksanaan pemerintah daerah yang melibatkan partisipasi masyarakat memungkinkan terciptanya pemerintahan daerah yang demokratis, menuju terciptanya pemerintahan yang baik. Berkaitan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, ada empat faktor yang perlu diperhatikan, yaitu;(a) Akuntabilitas, (b) Transparansi, (c) keterbukaan, (d) aturan hukum. Di samping faktor tersebut, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa elemen penting dari otonomi daerah yang perlu diperhatikan dalam upaya pencapaian pemerintahan yang baik Good governance,yaitu:1). Otonomi berhubungan dengan dematisasi. 2)Dalam otonomi terkandung makna self-initiative, 3). Konsep otonomi mengandung kebebasan dan kemandirian masyarakat untuk mengambil keputusan, 4). Daerah otonomiharus memiliki power. 5). Otonomi tidak hanya dipengaruhioleh faktor internal, tetapi juga faktor eskternal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Dewirahmadanirwati. "Implementasi Otonomi Daerah Dalam Mewujudkan Good Governance di Daerah Sumatera Barat." Jurnal Ilmiah Pendidikan Scholastic 2, no. 3 (2018): 43–50. https://doi.org/10.5281/zenodo.2547070.

Full text
Abstract:
<em>Tulisan ini bertujuan untuk melihat pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Barat dalam kaitannya dengan Good Gavernance. Konsep otonomi ataudesentralisasi tidak hanya sekedar penyerahan dan pelaksanaan urusan, tetapi lebih mendekati makna sesungguhnya yaitu pemberian kewenangan pemerintah.Otonomi daerah merupakan proses desentralisasi kewenangan yang semula berada di pusat, kemudian diberikan ke daerah, dengan tujuan supaya pelayanan lebih dekat kepada masyarakat, dapat mempercepat pertumbuhan pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memprcepat proses demokrasi. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu demokrasi, peran serta masyarakat,pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Pemberian kewenangan tersebut diikuti dengan perimbangan keuangan antara pusat daerah. Pelaksanaan pemerintah daerah yang melibatkan partisipasi masyarakat memungkinkan terciptanya pemerintahan daerah yang demokratis, menuju terciptanya pemerintahan yang baik. Berkaitan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, ada empat faktor yang perlu diperhatikan, yaitu;(a) Akuntabilitas, (b) Transparansi, (c) keterbukaan, (d) aturan hukum. Di samping faktor tersebut, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa elemen penting dari otonomi daerah yang perlu&nbsp;&nbsp; diperhatikan dalam upaya pencapaian pemerintahan yang baik Good governance,yaitu:1). Otonomi berhubungan dengan dematisasi. 2)Dalam otonomi terkandung makna self-initiative, 3). Konsep otonomi mengandung kebebasan dan kemandirian masyarakat untuk mengambil keputusan, 4). Daerah otonomiharus memiliki power. 5). Otonomi tidak hanya dipengaruhioleh faktor internal, tetapi juga faktor eskternal.</em>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Ndaparoka, Deasy S. R. "MODEL PENGUKURAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH MELALUI KEMANDIRIAN FISKAL DAN DERAJAT EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA BARAT." Jaka - Jurnal Jurusan Akuntasi 3, no. 1 (2018): 19. http://dx.doi.org/10.32511/jaka.v3i1.231.

Full text
Abstract:
Pembangunan ekonomi sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional bertujuan mempercepat pemulihan ekonomi serta memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem kerakyatan. Otonomi fiskal merupakan aspek penting dalam menggambarkan kemampuan daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Harus diakui bahwa derajat otonomi fiskal daerah di Indonesia masih rendah dan belum mampu membiayai pengeluaran rutinnya. Otonomi daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai keuangan yang efektif. Penelitian ini untuk menemukan Model Pengukuran Kemampuan Keuangan Daerah Melalui Kemandirian Fiskal Dan Derajat Ekonomi Untuk Meningkatkan Akuntabilitas Dan Transparansi Anggaran Pendapatan Dan Belanja (APBD) Pemerintah Kabupaten Sumba Barat. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kemampuan keuangan daerah dan konstribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Sumba Barat tahun 2011-2015 dianggap masih kurang dan relatif kecil. Pemerintah Kabupaten Sumba Barat perlu mengoptimalisasi pengelolaan pendapatan daerah dengan mensinergikan program intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapatan daerah sesuai potensi dan kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dengan mengedepankan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Chandra Kirana, Kartika. "Pengelolaan Sumber Daya Air Berdasarkan Perspektif Hukum Indonesia." Jurnal Indonesia Sosial Teknologi 2, no. 11 (2021): 1981–88. http://dx.doi.org/10.36418/jist.v2i11.275.

Full text
Abstract:
Dalam konteks ekonomi, keadilan harus ditegakkan bagi pengguna air. Hal ini dapat diterjemahkan menjadi setiap orang berhak untuk mengembangkan sumber daya air. Jika sumber daya air berada di wilayah tersebut, maka yang berhak menggunakan dan mengelola sumber daya air tersebut adalah masyarakat setempat, pemerintah daerah, dan pengusaha di wilayah tersebut. Oleh karena itu, masyarakat berhak mengambil air untuk kebutuhannya sendiri, pemerintah daerah berhak memperoleh hasil dari pengelolaan sumber daya air, dan pengusaha berhak mengelola sumber daya air sebagai pengusaha. Dalam hal ini selalu berkaitan dengan masalah keadilan. Pasal 2 UU Sumber Daya Air menekankan prinsip keadilan bagi setiap pengguna air di negara kita, yang mengatur bahwa salah satu prinsip pengelolaan sumber daya air adalah prinsip keadilan. Keadilan yang dimaksud dalam undang-undang berarti bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan atas dasar kesetaraan di semua lapisan sosial masyarakat. Untuk memastikan bahwa semua warga negara memainkan peran dan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai hasil yang sebenarnya. Di era otonomi daerah, pengaturan dan pengelolaan sumber daya alam, khususnya sumber daya air, hal ini dianggap semakin rumit, jika tidak dipahami secara utuh atau menyeluruh dapat menimbulkan konflik antar daerah otonom. Secara ekonomi, tanpa kerjasama dan interaksi dengan daerah lain, tidak ada daerah yang bisa mandiri. Keterkaitan ekonomi dan ekologi antar wilayah menunjukkan adanya perbedaan karakteristik dan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing wilayah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
More sources

Dissertations / Theses on the topic "Keadilan dan Otonomi Daerah"

1

Handoyo, B. Hestu Cipto. "Otonomi daerah, titik berat otonomi, dan urusan rumah tangga daerah pokok-pokok pikiran menuju reformasi hukum di bidang pemerintahan daerah /." Yogyakarta : Penerbitan Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 1998. http://catalog.hathitrust.org/api/volumes/oclc/45807901.html.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Books on the topic "Keadilan dan Otonomi Daerah"

1

Widjaya, A. W. Otonomi daerah dan daerah otonom. Divisi Buku Perguruan Tinggi, RajaGrafindo Persada, 2002.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Agustino, Leo. Politik dan otonomi daerah. Untirta Press, 2005.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Marbun, B. N. DPRD dan otonomi daerah. Pustaka Sinar Harapan, 2005.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Kamaluddin, Jayadi Nas. Otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah. Hasanuddin University Press, 2002.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Sesung, Rusdianto. Hukum otonomi daerah: Negara kesatuan, daerah istimewa, dan daerah otonomi khusus. Refika Aditama, 2013.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Nitibaskara, Ronny. Paradoksal konflik dan otonomi daerah. Peradaban, 2002.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Mardiasmo. Otonomi dan manajemen keuangan daerah. Andi, 2002.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Rif'ah, Masykur Nur, ed. Peluang dan tantangan otonomi daerah. Permata Artistika Kreasi, 2001.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Melfa, Wendy. Pemilukada: Demokrasi dan otonomi daerah. BE Press, 2013.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Nurcholish, Hanif. Teori dan praktik pemerintahan dan otonomi daerah. Gramedia Widiasarana Indonesia, 2005.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
More sources

Book chapters on the topic "Keadilan dan Otonomi Daerah"

1

Muhammad Nur Prabowo Setyabudi. "Kontroversi Toleransi dan Keadilan dalam Diskursus Keistimewaan Yogyakarta." In Demokrasi di Tingkat Lokal: Mendorong Proses Deliberasi. Penerbit BRIN, 2023. http://dx.doi.org/10.55981/brin.744.c583.

Full text
Abstract:
Tulisan ini ingin membahas polemik keistimewaan yang masih berlangsung sebagai sebuah diskursus politik praktis paling ekstensif di Yogyakarta pasca Reformasi. Penulis berasumsi bahwa perdebatan soal keistimewaan ini merupakan contoh kongkrit dari wacana dan praktik diskursif dalam percaturan politik lokal, dan merupakan eksamplifikasi dari apa yang oleh Jurgen Habermas dikonsepsikan sebagai diskursus praktis-politis dalam sebuah masyarakat yang plural.&#x0D; Kompleksitas wacana yang bergulir di ruang publik melalui beberapa fase itu merentang pada berbagai aspek penting yang dikategorikan Habermas ke dalam: pertama, diskursus etis politis, menyangkut kekuasaan politik dan berbagai orientasi nilai dalam akomodasinya dalam masyarakat politis, dalam hal ini terkait pengisian jabatan pempimpin daerah; kedua, diskursus pragmatis, yang menyangkut persoalan-persoalan teknis dan manajemen profesional yang tidak berorientasi nilai, dalam hal ini terkait tata ruang, tata kebudayaan, dan kelembagaan; dan ketiga, diskursus moral, yakni hal-hal yang bersinggungan dengan persoalan nilai-nilai moral universal, menyangkut toleransi hingga keadilan. Selain itu, wacana ini juga melibatkan beragam pihak, mulai dari rakyat kecil hingga elit kekuasaan (Hardiman, 2009, p. 114)&#x0D; Pembahasan ini terdiri dari tiga bagian yang saling terkait. Bagian pertama tentang demokrasi dalam konteks wilayah otonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY); bagian kedua mendiskripsikan seputar polemik Undang-Undang Keistimewaan (UUK) DIY; ketiga, refleksi dan tinjauan terhadap diskursivitas UUK DIY dari perspektif toleransi dan keadilan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Mardyanto Wahyu Tryatmoko. "Ekspektasi Demokrasi dalam Otonomi Daerah." In Demokrasi di Tingkat Lokal: Mendorong Proses Deliberasi. Penerbit BRIN, 2023. http://dx.doi.org/10.55981/brin.744.c580.

Full text
Abstract:
Di tengah dorongan demokratisasi, tantangan partisipasi justru semakin berat. Dalam konteks ini, demokrasi deliberatif tampak hanya bertahan pada tataran konseptual. Di dalam ruang publik, opini publik yang berkembang cenderung tidak lagi mencerminkan aspirasi otentik atau hasil diskusi kritis masyarakat warga, diskursus yang ada dalam hal tertentu muncul dari hasil ‘manufakturisasi’ media yang merupakan produk dari kolaborasi antara elit media, pasar, dan elit birokrasi (pemerintahan) untuk mengamankan kapital dan posisi politik. Di daerah, di dalam praktik otonomi daerah di Indonesia, hubungan kolaborasi transaksional ini tampak tumbuh subur. Kekuasaan kolaboratif ini sangat kuat dan mampu menghegemoni masyarakat kelas menengah di daerah. Dampaknya, kemandirian kelas menengah untuk mendorong konsolidasi demokrasi di tingkat lokal menjadi lumpuh. Hambatan problem struktural ini telah diingatkan oleh Dryzek (2013, p. 235) bahwa sebaik apapun prosedur deliberatif yang mencakup dialog kebijakan, mediasi dan termasuk penguatan jejaring masyarakat, di area manapun hal tersebut akan sangat terbatas oleh konteks struktural.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Conference papers on the topic "Keadilan dan Otonomi Daerah"

1

Cahyono, Yuli Tri, and Agnes Kumalasari. "PENGARUH BELANJA MODAL, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA (STUDI EMPIRIS PADA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA EKS KARESIDENAN SURAKARTA TAHUN 2013-2019)." In SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER 2020 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER. UM Jember Press, 2021. http://dx.doi.org/10.32528/psneb.v0i0.5225.

Full text
Abstract:
Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh belanja modal, pendapatan asli daerah, dan jumlah penduduk terhadap pendapatan per kapita Kabupaten/Kota Eks Karesidenan Surakarta pada periode 2013-2019. Metode yang digunakan untuk pengambilan sampel yaitu sampel jenuh dan terpilih sebanyak 6 Kabupaten dan 1 Kota. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda yang dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh belanja modal, pendapatan asli daerah, dan jumlah penduduk terhadap pendapatan per kapita. Analisis dilakukan dengan bantuan IBM SPSS Statistics 20. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja modal, pendapatan asli daerah, dan jumlah penduduk secara statistik berpengaruh signifikan terhadap pendapatan per kapita.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Dewi, Dita Novita, and Suyatmin Waskito Adi. "ANALISIS SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) (Studi Empiris Pada Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2012-2018)." In SEMINAR NASIONAL DAN CALL FOR PAPER 2020 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER. UM Jember Press, 2021. http://dx.doi.org/10.32528/psneb.v0i0.5226.

Full text
Abstract:
Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu indikator dari kemandirian otonomi daerah dalam menggali potensi untuk meningkatkan sumber-sumber penerimaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh jumlah wisatawan, jumlah obyek wisata dan jumlah hotel terhadap pendapatan asli daerah. Penelitian ini menggunakan metode regresi data panel yaitu metode gabungan dari data time series dan data cross section. Populasi dalam penelitian ini adalah 5 kota/kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2012-2018. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, kemudian diperoleh sampel sebanyak 35. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan metode dokumenter yang dipublikasi oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan analisis adalah Eviews 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel jumlah wisatawan berpengaruh positif dan tidak signifikan, variabel jumlah obyek wisata tidak berpengaruh signifikan dan variabel jumlah hotel berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan asli daerah sektor pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Rafikasari, Astri. "Pemetaan Elit Politik Lokal di Pulau Biak dan Pengaruhnya terhadap Rencana Pembangunan Bandar Antariksa." In Seminar Nasional Kebijakan Penerbangan dan Antariksa II. In Media, 2018. http://dx.doi.org/10.30536/p.sinaskpa.ii.6.

Full text
Abstract:
Tulisan ini mejelaskan kondisi sosial-budaya dan politik di Pulau Biak, pemetaan terhadap elit politik lokal, dan mengidentifikasi karakteristiknya untuk dihubungkan pengaruhnya terhadap rencana pembangunan bandar antariksa. Metodologi yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan studi literatur dan wawancara. Masyarakat di Pulau Biak masih menjunjung nilai adat istiadat, serta banyak elit politik lokal yang memiliki posisi kuat dalam mempengaruhi kebijakan daerah. Berkaitan dengan rencana pembangunan bandar antariksa maka pertanyaan pokok yang akan dijawab dalam artikel ini adalah: Bagaimana Karakteristik Elit Politik Lokal di Pulau Biak dan Sejauh mana Pengaruhnya Terhadap Rencana Pembangunan Bandar Antariksa? Elit politik di Biak tercipta dari kehidupan adat istiadat serta adanya Otonomi Khusus Papua. Elit politik lokal di Pulau Biak dipetakan menjadi 2 kelompok menggunakan teori Pareto, yaitu governing elite dan non-governing elite. Governing elit cenderung berkarakter pro pada rencana pembangunan bandar antariksa, sedangkan nongoverning elite kontra terhadap rencana pembangunan bandar antariksa di Biak. Elit politik lokal di Biak menjadi poin penting dalam mendukung keberlanjutan rencana pembangunan bandar antariksa yang harus diperhatikan. Sehingga rekomendasi dari tulisan ini adalah pentingnya dialog sektoral inklusif diantara elit politik lokal di Biak sebagai langkah optimalisasi peran elit politik lokal Biak dalam proses pembangunan bandar antariksa ke depan. Selain itu rencana pembangunan bandar antariksa juga harus memperhatikan kearifan lokal di Biak sebagai upaya meminimalkan potensi cost and conflict yang akan terjadi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Diogenes. "Aspek Hukum yang Harus Diperhatikan dalam Membangun Bandar Antariksa." In Seminar Nasional Kebijakan Penerbangan dan Antariksa I. In Media, 2017. http://dx.doi.org/10.30536/p.sinaskpa.i.7.

Full text
Abstract:
Rencana pembangunan bandar antariksa di Indonesia dewasa ini cukup mendapat perhatian dari masyarakat. Menurut Undang-undang No. 21 Tahun 2013 Tentang Keantariksaan Pasal 1, definisi bandar antariksa adalah kawasan di daratan yang dipergunakan sebagai landasan dan/atau peluncuran wahana antariksa yang dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan keselamatan serta fasilitas penunjang lainnya. Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam pembangunan bandar antariksa serta alternatif pemilihan lokasi bandar antariksa, termasuk kawasan di sekelilingnya wajib memperhatikan kepentingan nasional dari segala aspek baik teknis maupun non-teknis. Salah satu aspek non-teknis adalah aspek hukum, yaitu bagaimana aspek hukum diperhatikan dalam membangun bandar antariksa dan alternatif pemilihan lokasi bandar antariksa di Pulau Morotai di Provinsi Maluku Utara dan di Pulau Biak di Provinsi Papua. Sedangkan metodologi yang digunakan dalam kajian ini adalah deskriptif normatif analisis. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer dilakukan melalui diskusi langsung dengan pakar yang berkompeten dibidang hukum khususnya hukum antariksa. Sedangkan data sekunder melalui studi pustaka dari berbagai referensi tentang aspek hukum peraturan perundang-undang baik dilingkup nasional maupun local atau daerah. Hasil kajian ini adalah bahwa Undang-undang No. 21 tahun 2013 Tentang Keantariksaan, yaitu Pasal 44 - 50 mengenai bandar antariksa dan Draft Rencana Induk Penyelenggaraan Keantariksaan Tahun 2016 – 2040. Kedua ketentuan hukum tersebut hanya memuat ketentuan umum saja, oleh karena itu kita harus merujuk kepada Peraturan Perundang-undangan lainnya seperti Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua, Undangundang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan banyak peraturan perundangan lainnya. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang sudah memiliki tanah di Pulau Biak dengan Hak Pakai. Oleh karena itu secara hukum menurut Undang-undang Pokok-pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, menurut Pasal 41 UU Agraria dan Pasal 39 PP No. 40 demi kepentingan negara dan kepentingan umum terhadap tanah tersebut, Lapan dapat menggunakannya sesuai dengan peruntukannya untuk lokasi bandar antariksa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Reports on the topic "Keadilan dan Otonomi Daerah"

1

Putriastuti, Massita Ayu Cindy, Nadira Asrifa Nasution, and Vivid Amalia Khusna. Meningkatkan Peran Strategis Pemerintah Daerah dalam Transisi Energi Indonesia. Purnomo Yusgiantoro Center, 2024. http://dx.doi.org/10.33116/pyc-br-6.

Full text
Abstract:
Dalam menghadapi perubahan iklim dan ketidakpastian pasokan energi konvensional, Indonesia menekankan pentingnya transisi dari energi fosil ke sumber energi terbarukan. Meskipun ini merupakan prioritas nasional, peran pemerintah daerah masih terbatas, terhambat oleh kurangnya desentralisasi dalam pengelolaan energi dan regulasi yang belum mendukung. Laporan ini mengeksplorasi peran strategis pemerintah daerah dalam mempercepat transisi energi di Indonesia, dengan fokus pada tantangan spesifik yang mereka hadapi dan rekomendasi untuk mengatasi tantangan tersebut. Menggunakan metodologi kualitatif yang mencakup diskusi kelompok terfokus (FGD), wawancara, kunjungan lapangan, dan studi literatur, penelitian ini mengidentifikasi beberapa tantangan utama. Antaranya adalah kurangnya otonomi dalam pengambilan keputusan energi, kekurangan sumber daya manusia yang terampil, dan koordinasi yang tidak efektif antarlembaga pemerintah. Kondisi geografis dan topografi yang beragam di Indonesia juga menambah kompleksitas, memerlukan strategi yang disesuaikan dengan kebutuhan energi lokal yang spesifik. Dari hasil analisis, laporan ini memberikan rekomendasi terstruktur dalam tiga jangka: pendek, menengah, dan panjang. Rekomendasi jangka pendek meliputi peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan dan penambahan tenaga ahli, serta memperbaiki koordinasi antarlembaga untuk efisiensi pelaksanaan proyek. Untuk jangka menengah, disarankan pengembangan strategi energi yang lebih inklusif dan integrasi rencana energi terbarukan ke dalam perencanaan pembangunan regional. Jangka panjang menargetkan pembentukan kebijakan yang mendukung investasi dan infrastruktur untuk energi terbarukan, serta penggunaan teknologi terkini. Dengan mengadopsi rekomendasi ini, pemerintah daerah dapat memainkan peran kunci dalam mendorong Indonesia menuju masa depan energi yang lebih berkelanjutan dan memastikan ketahanan energi nasional dalam jangka panjang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography