To see the other types of publications on this topic, follow the link: Keadilan dan Otonomi Daerah.

Journal articles on the topic 'Keadilan dan Otonomi Daerah'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Keadilan dan Otonomi Daerah.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Arcaropeboka, R.J. Agung Kusuma. "KARIER PNS DALAM KABIJAKAN POLITIK DAERAH OTONOMI." Jurnal Lex Librum 1, Nomor 1 (2014): 45–51. https://doi.org/10.5281/zenodo.1256377.

Full text
Abstract:
Penyelenggaraan pemerintah daerah Pasca Amandemen yang di amat UUD 1945, di arahkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan rakyat sehingga diperlukan pemberian wewenang yang seluas-luasnya kepada daerah di sertai pemberian hak dan kewajiban dengan memperhatikan prinsip demokrasi pemerataan, keadilan, dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Suriadi, Hari, Lince Magriasti, and Aldri Frinaldi. "Sejarah Perkembangan Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia." Jurnal Media Ilmu 2, no. 2 (2023): 193–210. https://doi.org/10.31869/jmi.v2i2.4974.

Full text
Abstract:
Artikel ini mengulas sejarah perkembangan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia dari masa kolonial hingga era kontemporer. Pada masa kolonial, sistem pemerintahan sentralistik Belanda membatasi kewenangan daerah, dan hal ini berlanjut hingga awal kemerdekaan. Proses sejarah ini mencatat perubahan signifikan setelah era Orde Baru, yang melahirkan kebijakan desentralisasi pada tahun 1974. Puncak perubahan terjadi pada era Reformasi tahun 1998, dengan amandemen UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Artikel ini membahas dinamika perubahan undang-undang serta peran kebijakan dalam memandu evolusi desentralisasi. Pembahasan mencakup pencapaian signifikan seperti pembentukan daerah otonom, perubahan struktur pemerintahan daerah, dan peningkatan kewenangan daerah dalam mengelola sumber daya lokal. Dengan merinci perkembangan historis desentralisasi dan otonomi daerah, artikel ini memberikan pemahaman tentang perubahan kebijakan yang telah membentuk pemerintahan daerah di Indonesia. Implikasi sejarah ini juga membantu merumuskan rekomendasi kebijakan yang dapat meningkatkan efektivitas dan keadilan dalam implementasi desentralisasi di masa depan. Seiring berjalannya waktu, Indonesia telah mengalami transformasi dalam sistem pemerintahan daerahnya melalui proses desentralisasi dan pemberian otonomi kepada daerah. Proses ini memiliki akar sejarah yang dalam, melibatkan perubahan kebijakan dari masa kolonial hingga saat ini. Artikel ini akan mengulas sejarah perkembangan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Aslan, Aslan, Baso Madiong, and Almusawir Almusawir. "PEMBENTUKAN DAERAH OTONOM PULAU SEBATIK DALAM PERSFEKTIF KEADILAN." Jurnal Paradigma Administrasi Negara 3, no. 2 (2021): 138–43. http://dx.doi.org/10.35965/jpan.v3i2.664.

Full text
Abstract:
Berpegang pada asas desentralisasi, yaitu dalam penyelenggaraan pmerintahan di Indonesia, menyerahkan kekuasaan kepada kepala daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah, Negara kesatuan republik Indonesia. Undang-undang otonomi daerah telah mengalami beberapa kali perubahan, setelah diundangkannya pemerintah daerah nomor 23, tahun 2014, dengan adanya otonomi daerah diiharapkan dapat membuka peluang bagi setiap daerah untuk lebih mampu memberdayakan segala potensi yang dimiliki daerah dan masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan dan daerahnya kemajuan. Untuk itu, pemekaran Pulau Sebatik Sebatiksangat diharapkan masyarakat di pulau tersebut sehingga dapat mempermudah beberapa hal seperti proses administrasi, pelayanan kesehatan dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data melalui angket, observasi dan dokumentasi di Pulau Sebatik. Berdasarkan hasil hukum kepulauan sebatik maka layak dilakukan pembinaan karena syarat-syarat pembentukannya sudah terpenuhi, aspirasi masyarakat sebatik, dan potensi potensi daerah yang cukup. Daerah Otonom Pulau Sebatik sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan aspirasi masyarakat telah terpenuhi Sehingga pelaksanaan pembentukan. Daerah Otonomi Pulau Sebatik masih kurang memadai, Terkait Sumber Daya Manusia Dalam Pembentukan. Adhering to the principle of decentralization, like in the administration of government in Indonesia, hands over power to the regional head to carry out regional autonomy, the Unitary State of the Republic of Indonesia. The regional autonomy law has undergone several changes after the promulgation of the Regional Government Number 23 of 2014. With this regional autonomy, it is hoped that it will open up opportunities for each region to be more capable of empowering all the potential that the regions and communities have in realizing the welfare and progress of their regions. For this reason, the expansion of Sebatik Island is highly expected by residents on the island so as to facilitate several matters such as administrative processes, health services and so on. In this study the authors collected data through questionnaires, observations and documentation on Sebatik Island. Based on the results in the sebatik island law, it is appropriate for the formation to be carried out because the requirements for formation have been met, which are the aspirations of the sebatik community and the potential for regional potential that is sufficient. So that the implementation of the formation of the autonomous region of the Sebatik Island in accordance with statutory regulations and the aspirations of the community have been fulfilled. Those related to human resources, infrastructure, and capital in the formation of the Sebatik Island Autonomous Region are not yet adequate.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Faradilah, Faradilah. "Pembentukan Peraturan Daerah yang Demokratis di Era Otonomi Daerah." J-HEST Journal of Health Education Economics Science and Technology 5, no. 1 (2022): 12–16. http://dx.doi.org/10.36339/jhest.v5i1.75.

Full text
Abstract:
Perda berisi aturan-aturan yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan daerah dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil dan makmur. Aspek hukum, politik, ekonomi, sosial, dan budaya menjadi faktor yang sangat mempengaruhi pembentukan Perda. Perda yang berkualitas berarti produk hukum yang penyusunan materi dan teknisnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dapat menyelesaikan masalah dan menjawab kebutuhan masyarakat. Perda yang baik harus mencerminkan aspek filosofis yang berkaitan dengan asas keadilan, sosiologis yang berkaitan dengan harapan bahwa perda yang dibentuk merupakan keinginan masyarakat setempat, dan aspek yuridis terkait dengan jaminan kepastian hukum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Fartini, Ade. "Politik Hukum: Otonomi Daerah Pasca Amandemen UUD 1945 Upaya Menjaga Keseimbangan Antara Prinsip Unity dan Diversity." PLEDOI (Jurnal Hukum dan Keadilan) 1, no. 1 (2022): 1–11. http://dx.doi.org/10.56721/pledoi.v1i1.26.

Full text
Abstract:
Politik hukum konstitusi negara kesatuan Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 mengalami empat kali amandemen yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002, dalam amandemen UUD 1945 mengalami perubahan terkait pasal yang mengatur tentang pemerintah daerah. Amandemenn kedua sistem pemerintahan kita telah memberikan keleluasaan yang sangat luas dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsip-prinsip demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan memperhitungkan antar daerah dalam UUD 1945 diatur pada Pasal secara keseluruhan diatur dalam Pasal 18, Pasal 18A Ayat 1-2 dan Pasal 18B Ayat 1-2. Dengan otonomi daerah maka pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya, campur tangan pemerintah pusat hanyalah yang benar-benar berkaitan dengan upaya menjaga keseimbangan antara prinsip kesatuan (unity) dan perbedaan (diversity). Otonomi daerah di Indonesia akan berkaitan dengan konsep dan teori pemerintahan lokal (local government) dan bagaimana aplikasinya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia, pengaturan otonomi daerah berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
 
 Kata Kunci: Politik Hukum, UUD 1945, Otonomi Daerah
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Rozi, Mumuh M. "FILSAFAT HUKUM DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH." Jurnal Cahaya Keadilan 11, no. 01 (2023): 1–10. http://dx.doi.org/10.33884/jck.v11i01.7212.

Full text
Abstract:
Penerapan prinsip desentralisasi sebagai dasar berpijak penyelenggaraan pemerintahan daerah membangun konstelasi baru sistem otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab yang memberikan hak dan wewenang kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Penataan potensi-potensi daerah oleh Pemerintah Daerah yang diberikan hak untuk membentuk produk Peraturan Daerah (PERDA). Pembentukan peraturan bertujuan untuk mengakomodir kepentingan dan kebutuhan daerah dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dengan pertimbangan keadilan (gerechtigkeit) disamping sebagai kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit). Filsafat Hukum yang hakekat muatan materi Peraturan Daerah yang mengakomodir kepentingan masyarakat di daerah guna mencapai suatu kebahagiaan yang terbesar kepada masyarakat melalui aspek filosofis dalam pembentukan Peraturan Daerah (PERDA).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Dewirahmadanirwati, Dewirahmadanirwati. "Implementasi Otonomi Daerah Dalam Mewujudkan Good Governance di Daerah Sumatera Barat." Jurnal Ilmiah Pendidikan Scholastic 2, no. 3 (2018): 43–50. http://dx.doi.org/10.36057/jips.v2i3.336.

Full text
Abstract:
Tulisan ini bertujuan untuk melihat pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Barat dalam kaitannya dengan Good Gavernance. Konsep otonomi ataudesentralisasi tidak hanya sekedar penyerahan dan pelaksanaan urusan, tetapi lebih mendekati makna sesungguhnya yaitu pemberian kewenangan pemerintah.Otonomi daerah merupakan proses desentralisasi kewenangan yang semula berada di pusat, kemudian diberikan ke daerah, dengan tujuan supaya pelayanan lebih dekat kepada masyarakat, dapat mempercepat pertumbuhan pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memprcepat proses demokrasi. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu demokrasi, peran serta masyarakat,pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Pemberian kewenangan tersebut diikuti dengan perimbangan keuangan antara pusat daerah. Pelaksanaan pemerintah daerah yang melibatkan partisipasi masyarakat memungkinkan terciptanya pemerintahan daerah yang demokratis, menuju terciptanya pemerintahan yang baik. Berkaitan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, ada empat faktor yang perlu diperhatikan, yaitu;(a) Akuntabilitas, (b) Transparansi, (c) keterbukaan, (d) aturan hukum. Di samping faktor tersebut, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa elemen penting dari otonomi daerah yang perlu diperhatikan dalam upaya pencapaian pemerintahan yang baik Good governance,yaitu:1). Otonomi berhubungan dengan dematisasi. 2)Dalam otonomi terkandung makna self-initiative, 3). Konsep otonomi mengandung kebebasan dan kemandirian masyarakat untuk mengambil keputusan, 4). Daerah otonomiharus memiliki power. 5). Otonomi tidak hanya dipengaruhioleh faktor internal, tetapi juga faktor eskternal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Dewirahmadanirwati. "Implementasi Otonomi Daerah Dalam Mewujudkan Good Governance di Daerah Sumatera Barat." Jurnal Ilmiah Pendidikan Scholastic 2, no. 3 (2018): 43–50. https://doi.org/10.5281/zenodo.2547070.

Full text
Abstract:
<em>Tulisan ini bertujuan untuk melihat pelaksanaan otonomi daerah di Sumatera Barat dalam kaitannya dengan Good Gavernance. Konsep otonomi ataudesentralisasi tidak hanya sekedar penyerahan dan pelaksanaan urusan, tetapi lebih mendekati makna sesungguhnya yaitu pemberian kewenangan pemerintah.Otonomi daerah merupakan proses desentralisasi kewenangan yang semula berada di pusat, kemudian diberikan ke daerah, dengan tujuan supaya pelayanan lebih dekat kepada masyarakat, dapat mempercepat pertumbuhan pembangunan daerah, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta memprcepat proses demokrasi. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan otonomi daerah, yaitu demokrasi, peran serta masyarakat,pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keragaman daerah. Pemberian kewenangan tersebut diikuti dengan perimbangan keuangan antara pusat daerah. Pelaksanaan pemerintah daerah yang melibatkan partisipasi masyarakat memungkinkan terciptanya pemerintahan daerah yang demokratis, menuju terciptanya pemerintahan yang baik. Berkaitan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, ada empat faktor yang perlu diperhatikan, yaitu;(a) Akuntabilitas, (b) Transparansi, (c) keterbukaan, (d) aturan hukum. Di samping faktor tersebut, untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa elemen penting dari otonomi daerah yang perlu&nbsp;&nbsp; diperhatikan dalam upaya pencapaian pemerintahan yang baik Good governance,yaitu:1). Otonomi berhubungan dengan dematisasi. 2)Dalam otonomi terkandung makna self-initiative, 3). Konsep otonomi mengandung kebebasan dan kemandirian masyarakat untuk mengambil keputusan, 4). Daerah otonomiharus memiliki power. 5). Otonomi tidak hanya dipengaruhioleh faktor internal, tetapi juga faktor eskternal.</em>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Ndaparoka, Deasy S. R. "MODEL PENGUKURAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH MELALUI KEMANDIRIAN FISKAL DAN DERAJAT EKONOMI UNTUK MENINGKATKAN AKUNTABILITAS DAN TRANSPARANSI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA (APBD) PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA BARAT." Jaka - Jurnal Jurusan Akuntasi 3, no. 1 (2018): 19. http://dx.doi.org/10.32511/jaka.v3i1.231.

Full text
Abstract:
Pembangunan ekonomi sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional bertujuan mempercepat pemulihan ekonomi serta memperkuat landasan pembangunan ekonomi berkelanjutan dan berkeadilan berdasarkan sistem kerakyatan. Otonomi fiskal merupakan aspek penting dalam menggambarkan kemampuan daerah dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Harus diakui bahwa derajat otonomi fiskal daerah di Indonesia masih rendah dan belum mampu membiayai pengeluaran rutinnya. Otonomi daerah bisa diwujudkan hanya apabila disertai keuangan yang efektif. Penelitian ini untuk menemukan Model Pengukuran Kemampuan Keuangan Daerah Melalui Kemandirian Fiskal Dan Derajat Ekonomi Untuk Meningkatkan Akuntabilitas Dan Transparansi Anggaran Pendapatan Dan Belanja (APBD) Pemerintah Kabupaten Sumba Barat. Hasil penelitian menunjukkan tingkat kemampuan keuangan daerah dan konstribusi PAD terhadap APBD Kabupaten Sumba Barat tahun 2011-2015 dianggap masih kurang dan relatif kecil. Pemerintah Kabupaten Sumba Barat perlu mengoptimalisasi pengelolaan pendapatan daerah dengan mensinergikan program intensifikasi dan ekstensifikasi sumber pendapatan daerah sesuai potensi dan kewenangan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan dengan mengedepankan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Chandra Kirana, Kartika. "Pengelolaan Sumber Daya Air Berdasarkan Perspektif Hukum Indonesia." Jurnal Indonesia Sosial Teknologi 2, no. 11 (2021): 1981–88. http://dx.doi.org/10.36418/jist.v2i11.275.

Full text
Abstract:
Dalam konteks ekonomi, keadilan harus ditegakkan bagi pengguna air. Hal ini dapat diterjemahkan menjadi setiap orang berhak untuk mengembangkan sumber daya air. Jika sumber daya air berada di wilayah tersebut, maka yang berhak menggunakan dan mengelola sumber daya air tersebut adalah masyarakat setempat, pemerintah daerah, dan pengusaha di wilayah tersebut. Oleh karena itu, masyarakat berhak mengambil air untuk kebutuhannya sendiri, pemerintah daerah berhak memperoleh hasil dari pengelolaan sumber daya air, dan pengusaha berhak mengelola sumber daya air sebagai pengusaha. Dalam hal ini selalu berkaitan dengan masalah keadilan. Pasal 2 UU Sumber Daya Air menekankan prinsip keadilan bagi setiap pengguna air di negara kita, yang mengatur bahwa salah satu prinsip pengelolaan sumber daya air adalah prinsip keadilan. Keadilan yang dimaksud dalam undang-undang berarti bahwa pengelolaan sumber daya air dilakukan atas dasar kesetaraan di semua lapisan sosial masyarakat. Untuk memastikan bahwa semua warga negara memainkan peran dan memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai hasil yang sebenarnya. Di era otonomi daerah, pengaturan dan pengelolaan sumber daya alam, khususnya sumber daya air, hal ini dianggap semakin rumit, jika tidak dipahami secara utuh atau menyeluruh dapat menimbulkan konflik antar daerah otonom. Secara ekonomi, tanpa kerjasama dan interaksi dengan daerah lain, tidak ada daerah yang bisa mandiri. Keterkaitan ekonomi dan ekologi antar wilayah menunjukkan adanya perbedaan karakteristik dan potensi sumberdaya yang dimiliki oleh masing-masing wilayah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Sutisna, Widya. "Partisipasi Masyarakat dalam Implementasi Kebijakan Pembangunan di Daerah." Jurnal Desentralisasi 11, no. 2 (2013): 419–32. http://dx.doi.org/10.37378/jd.2013.2.419-432.

Full text
Abstract:
Otonomi daerah memungkinkan pemerintah setempat membangun daerahnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Otonomi daerah memungkinkan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan di daerahnya. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan diyakini banyak pihak telah menjadi kata kunci dalam pelaksanaan pembangunan di era otonomi daerah sekarang ini. Pembangunan yang tidak melibatkan partisipasi masyarakat ternyata telah gagal menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Partisipasi merupakan jembatan penghubung antara pemerintah sebagai pemegang kekuasaan, kewenangan, dan kebijakan dengan masyarakat yang memiliki hak sipil, politik dan social ekonomi masyarakat. Sejauh ini, partisipasi masyarakat masih terbatas pada keikutsertaan dalam pelaksanaan program-program atau kegiatan pemerintah, padahal partisipasi masyarakat tidak hanya diperlukan pada saat pelaksanaan tapi juga mulai tahap perencanaan bahkan pengambilan keputusan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Korry, I. Nyoman Sugawa. "REVISI UNDANG-UNDANG NO 33 TAHUN 2004 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH SEBAGAI WUJUD IMPLEMENTASI PERIMBANGAN KEUANGAN YANG ADIL DAN SELARAS." KERTHA WICAKSANA 12, no. 1 (2018): 76. http://dx.doi.org/10.22225/kw.12.1.414.76-79.

Full text
Abstract:
Abstrak&#x0D; Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, diwujudkan dalam rangka mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, melalui penyediaan sumber-sumber pendanaan berdasarkan kewenangan pemerintah pusat, desentralisasi, dan tugas pembantuan yang diatur melalui perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Saat ini implementasi/tujuan Negara terhadap Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dirasakan belum sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan keselarasan berdasarkan Undang-Undang.&#x0D; Dalam rangka revisi atas undang-undang tersebut diusulkan memasukan sektor pariwisata sebagai potensi sumber dayaq lainnya, untuk selanjutnya dimasukkan dalam pasal-pasal yang akan direvisi.&#x0D; &#x0D; Kata kunci : Otonomi Daerah, Sektor Pariwisata, Perimbangan Keuangan Daerah
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Wijayanto, Dody Eko. "HUBUNGAN KEPALA DESA DENGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DESA." Jurnal Independent 2, no. 1 (2014): 40. http://dx.doi.org/10.30736/ji.v2i1.17.

Full text
Abstract:
Undang- Undang Dasar 1945 Pasal 18 mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Propinsi dan daerah Propinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota, yang tiap-tiap Propinsi, Kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang berhak menetapkan peraturan daerah atau peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. Sebab Pemerintahan daerah merupakan sendi dari negara kesatuan yang demokratis dan keberadaannya merupakan bentuk pengakuan terhadap karakteristik atau ciri khas masing-masing wilayah negara, serta merupakan cerminan prinsip-prinsip negara hukum yang demokratis.Pengaturan penyelenggaraan otonom daerah tertuang dalam Undang-undang No.32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 1 angka (2) UU No.32 tahun 2004 menyebutkan bahwa Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah, baik atau buruknya tata pemerintahan ditentukan dengan cara bagaimana tata pemerintahan tersebut dikembangkan atas dasar prinsip efisiensi dan efektifitas, partisipasi, responsifitas, kesamaan dimuka hukum keadilan dan orientasi pada konsensus. Jika tata pemerintahan yang diselenggarakan mengabaikan nilai-nilai di atas maka dapat dikatakan bahwa tata pemerintahan tersebut buruk. Dalam UU No.32 tahun 2004, terdapat ketentuan Pemerintahan Desa sebagai satu kesatuan dalam UU No.32 tahun 2004, ditinjau dari politik pernerintahan, memasukan pemerintahan desa dalam UU No.32 tahun 2004 mempunyai makna penting sebab sebagai salah satu bentuk pemerintahan daerah, desa sudah semestinya mendapatkan segala status dan kedudukan, beserta berbagai unsur pemerintah daerah seperti propinsi, kabupaten, atau kotaKeywords : Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Pembentukan Peraturan Desa
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Fauzi, Ahmad. "REFORMASI AGRARIA DALAM KERANGKA OTONOMI DAERAH." Jurnal Bina Mulia Hukum 6, no. 2 (2022): 218–33. http://dx.doi.org/10.23920/jbmh.v6i2.678.

Full text
Abstract:
ABSTRACT&#x0D; Penelitian ini membahas bagaimana pembaruan agraria dipercayai sebagai proses perombakan agraria di daerah dan pembangunan kembali struktur sosial masyarakat, serta terjaminnya kepastian penguasaan atas tanah bagi rakyat sebagai sumberdaya kehidupan mereka, sistem kesejahteraan sosial dan jaminan sosial bagi rakyat di daerah. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif, hanya meneliti normanya saja sehingga hanya meneliti bahan kepustakaan. Penelitian ini menggunakan spefikasi penelitian yang bersifat deskriptif analitis yaitu penelitian yang menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis dari pokok masalah. Hasil yang diperoleh diharapkan memberikan gambaran yang sebenarnya dari permasalahan, maka daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Urusan pelayanan pertanahan secraa yuridis formal adalah merupakan urusan wajib yang diberikan oleh Undang-undang kepada pemerintahan daerah, untuk tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria. Keywords: agraria; otonomi daerah; reformasi.&#x0D; ABSTRACT&#x0D; This study discusses how agrarian reform is believed to be a process of overhauling land in the region and rebuilding the social structure of society, as well as ensuring certainty over land tenure for the people as their source of livelihood, social welfare system and social security for the people in the region. The research used is normative juridical, only researching the norms so that only researching library materials. In this study, the author uses research specifications that are descriptive analytical, namely research that describes thoroughly and systematically from the subject matter. From the results obtained, it is expected to provide a true picture of the problem. So the regions are expected to be able to increase competitiveness by taking into account the principles of democracy, equity, justice, privilege, and specificity as well as the potential and diversity of regions in the system of the Unitary State of the Republic of Indonesia. The affairs of land services are mandatory matters given by law to regional governments. To achieve legal certainty and protection as well as justice and prosperity for all Indonesian people, the government issued Presidential Regulation Number 86 of 2018 concerning Agrarian Reform. Keywords: agrarian; reform; regional autonomy.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Ningsih, Sri Ayu. "ANALISIS KINERJA KEUANGAN SERTA KEMAMPUAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA." JIAR : Journal Of International Accounting Research 1, no. 01 (2022): 32–44. http://dx.doi.org/10.62668/jiar.v1i01.118.

Full text
Abstract:
Otonomi daerah merupakan suatu langka awal menuju pembangunan ekonomi nasional yang lebih berdaya tumbuh tinggi dengan memberikan kehidupan lebih baik bagi masyarakat di daerahnya. Dalam menjalankan otonomi daerah, pemerintah daerah dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan yang efektif dan efisien dan mampu mendorong masyarakat dan meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah Kabupaten Buton Utara dalam pelaksanaan otonomi daerah dan tingkat kemandirian daerah Kabupaten Buton Utara. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan mengambil lokasi di Kabupaten Buton Utara dengan menggunakan data perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Buton Utara selama periode tahun 2015-2018. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif kuantitatif yang kemudian dianalisis menggunakan rasio pertumbuhan, rasio kemandirian, dan rasio kontribusi. Hasil analisis deskriptif secara umum menunjukan bahwa Kabupaten Buton Utara tidak mampu mengolah pendapatan asli daerah (PAD) yang menyebabkan kemandirian Kabupaten Buton Utara masih sangat rendah. Untuk itu diharapkan pemerintah Kabupaten Buton Utara lebih meningkatkan lagi pengelolaan pendapatan daerahnya agar pertumbuhan sumber-sumber PAD terus mengalami peningkatan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Hartika, Bq Dewi, Intan Sholatiyah, and Nur Hasanah. "Tantangan Otonomi Daerah di Indonesia Dalam Konteks Persaingan Globalisasi." JALAKOTEK: Journal of Accounting Law Communication and Technology 1, no. 2 (2024): 888–97. http://dx.doi.org/10.57235/jalakotek.v1i2.2665.

Full text
Abstract:
Pelaksanaan kemerdekaan daerah di Indonesia telah menghadapi beberapa kesulitan politik dan hukum, termasuk ketegangan antara strategi desentralisasi dan kepentingan publik. Kemerdekaan provinsi diharapkan dpat membawa pemerataan dan keadilan,serta memungkinkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerahnya. Namun, pelaksanaan kemerdekaan wilayah yang luas, asli, dan mampu juga memerlukan penyesuaian pandangan dunia perbaikan publik dari pembangunan menjadi penyebaran kemajuan yang lebih adil dan disesuaikan. Dalam konteks persaingan globalisasi,otonomi daerah di Indonesia haru memperkuat basis sistem ekonomi nasional dan menghadapi tantangan globalisasi Penciptaan, Pelaku bisnis publik, dan pembebasan finansial. Otonomi daerah juga harus memperlmbat pengembangan kelembagaan sosial ekonomi didaerah,serta memungkinkan kesejahteraan rakyat daerahny masing-masing. Dalam upaya penyelenggaraan pemerintahan daerah, kemandirian teritorial dan desentralisasi moneter dipandang sebagai langkah penting untuk memenuhi periode globalisasi keuangan. Bagaimanapun, kemerdekaan provinsi tidak boleh dikacaukan dengan kecenderungan globalisasi, jika kerangka keuangan Indonesia perlu bertahan dalam keterbukaan globalisasi. Dalam kerangka tersebut, pelaksanaan kemerdekaan wilayah di Indonesia harus memperhatikan tantangan politik dan hukum,serta memperkuat basis system ekonomi nasional dan menghadapi tantangan globalisasi. Otonomi daerah harus memperlambat pengembangan kelembagaan social ekonomi di daerah dan memungkinkan kesejahteraan rakyat derahnya masing-masing.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

., Sudiyono. "Hubungan Politik Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah." Governance 8, no. 1 (2018): 17–31. http://dx.doi.org/10.33558/governance.v8i1.2306.

Full text
Abstract:
Hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, merupakan implementasi dari Undang-undang Pemerintahan Daerah Nomor 32 Tahun 2004 mengenai Otonomi Daerah. Melalui desentralisasi bahwa pemberian kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk menjalankan pemerintahan di daerah berdasarkan aspirasi masyarakat, yang didasarkan pada Undang - Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Hubungan-hubungan tersebut memiliki empat dimensi penting untuk dicermati, yaitu meliputi: kelembagaan, keuangan, dan pengawasan, dan hubungan kewenangan. Tujuan dibentuknya UU tersebut agar Pemerintahan Daerah yang menjadi dasar hukum hubungan kewenangan tersebut adalah sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari dasar konstitusional,yaitu Pasal 18 UUD RI 45 berupa satuan pemerintahan di bawah pemerintah pusat yaitu daerah provinsi dan kabupaten/kota memiliki urusan yang bersifat wajib dan pilihan, Provinsi memiliki urusan wajib dan urusan pilihan. Selain itu ditetapkan pula kewenangan pemerintah Pusat menjadi urusan Pemerintahan yang meliputi,: a) politik luar negeri; b) pertahanan; c) keamanan; d) yustisi; e) moneter dan fiskal nasional; dan f) agama. Pemberian otonomi luas kepada daerah ini diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Firman Freaddy Busroh, Fatria Khairo, and Putri Difa Zhafirah. "Harmonisasi Regulasi di Indonesia: Simplikasi dan Sinkronisasi untuk Peningkatan Efektivitas Hukum." Jurnal Interpretasi Hukum 5, no. 1 (2024): 699–711. http://dx.doi.org/10.22225/juinhum.5.1.7997.699-711.

Full text
Abstract:
Peraturan Daerah (Perda) adalah instrumen hukum yang berperan penting dalam penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk memahami peran strategis Perda dalam konteks otonomi daerah di Indonesia dan mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dalam pengaturan Perda. Dalam penelitian ini, digunakan metode analisis literatur dan studi dokumentasi untuk mengumpulkan data dan informasi yang relevan terkait Perda. Temuan penelitian, dalam meningkatnya kompleksitas dan jumlah Perda di Indonesia, yang dapat menyebabkan ketidakpastian hukum dan tumpang tindih antar regulasi. Hal ini bisa menjadi hambatan bagi pembangunan ekonomi dan sosial di tingkat daerah. Perlunya penerapan prinsip taat azaz (rule of law) dan taat prosedur dalam proses pembuatan Perda untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan hukum. Implikasi yang diajukan meliputi perluasan koordinasi, peningkatan transparansi, evaluasi regulasi yang ada, pendidikan hukum, dan penyederhanaan regulasi untuk memastikan bahwa Perda berkontribusi positif pada pembangunan ekonomi dan sosial di tingkat daerah
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Ismiyanto, Ismiyanto, and Firstnandiar Glica Aini Suniaprily. "Tinjauan Hukum Negara Kesatuan yang Menganut Sistem Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Dalam Penerapan Mekanisme Checks and Balances." JURNAL PENELITIAN SERAMBI HUKUM 16, no. 01 (2023): 128–37. http://dx.doi.org/10.59582/sh.v16i01.733.

Full text
Abstract:
Sistem mekanisme kontrol seperti checks and balances dianggap mampu mengorganisir kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah daerah, seperti lembaga Eksekutif dan Legislatif yang ada pada tiap-tiap daerah. Mekanisme checks and balances selain berfungsi untuk mengorganisir antar lembaga pemerintahan daerah juga berfungsi sebagai alat pengkontrol kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam mengelola daerah kekuasaannya. Jurnal ini menyoroti intisari dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, yang didalamnya membahas mengenai mekanisme checks and balances dalam upaya kontrol antar lembaga pemerintahan daerah seperti antar lembaga Eksekutif dan Legislatif di daerah, serta penulis hendak menelaah lebih lanjut bagaimana peran dan efektifitas dari mekanisme checks and balances yang diterapkan oleh antar lembaga pemerintahan daerah sehubungan dengan efeknya kepada masyarakat daerah, apakah mampu mewujudkan keadilan sosial yang adil dan merata sesuai dengan tujuan riil dibentuknya otonomi daerah atau belum mampu mewujudkan itu semua dan hanya digunakan sebagai formalitas semata.&#x0D; Kata Kunci: Otonomi Daerah, Pemerintahan Daerah, Checks and Balances.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Leasa, Elsa, Aminah Bahasoan, and Hendry Selanno. "Analisis Kinerja Aparatur Sipil Negara Pada Biro Pemerintahan Dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Maluku." EDU SOCIATA ( JURNAL PENDIDIKAN SOSIOLOGI) 7, no. 1 (2024): 203–7. http://dx.doi.org/10.33627/es.v7i1.2011.

Full text
Abstract:
Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis Kinerja Aparatur Sipil Negara pada Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Maluku. Adapun indikator penelitian ini adalah Efisiensi, Efektifitas, Keadilan, dan Daya Tanggap. Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Jumlah informan dalam penelitian ini adalah 6 orang. Teknik pengumpulan data dengan wawancara serta analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data dalam situs yang dikembangkan oleh Miles Huberman. Hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan utama dari penelitian tentang Analisis Kinerja Aparatur Sipil Negara pada Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Sekretariat Daerah Provinsi Maluku, secara keseluruhan proses untuk menjadi pegawai yang profesional masih jauh dari harapan dan perlu ditingkatkan lagi. Adapun saran yang penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah diharapkan kepada pimpinan untuk menempatkan pegawai sesuai dengan latar belakang pendidikan dan bidang keahliannya, hal ini bertujuan agar kinerja yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan. Serta memberikan pendidikan dan pelatihan kepada pegawai agar pegawai memiliki kemampuan dalam melakukan inovasi terhadap tugas dan fungsinya
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Ruhama, Tanti Dian, and Andri Setya Nugraha. "Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan Agenda Pembangunan Hukum pada RPJMN 2020-2024 (Sistem Peradilan Pidana dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, Bidang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Kegiatan Bantuan Hukum)." Bappenas Working Papers 4, no. 1 (2021): 84–105. http://dx.doi.org/10.47266/bwp.v4i1.91.

Full text
Abstract:
Agenda pembangunan hukum sebagaimana diamanatkan didalam RPJMN 2020-2024 terdiri dari empat kegiatan prioritas yaitu penataan regulasi, perbaikan sistem peradilan pidana dan perdata, penguatan sistem anti korupsi dan peningkatan akses terhadap keadilan. Pembangunan hukum pada dasarnya tidak hanya menjadi peran dan kewenangan pemerintah pusat dan lembaga yudikatif saja, tetapi juga perlu adanya dukungan dari pemerintah daerah berdasarkan prinsip otonomi daerah. Pemerintah daerah memiliki sejumlah kewenangan untuk melaksanakan bidang-bidang pembangunan sesuai dengan kebutuhan daerah. Tulisan ini berupaya untuk membahas lebih lanjut mengenai penjabaran tugas dan kewenangan pemerintah daerah dalam mendukung agenda pembangunan bidang hukum khususnya pada proyek prioritas nasional pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), Sistem Peradilan Pidana dengan Pendekatan Keadilan Restoratif (RJ) dan peningkatan akses keadilan melalui kegiatan bantuan hukum sebagaimana tercantum dalam RPJMN 2020-2024. Studi ini berbasis pada kajian literatur dan analisis peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk turut serta dalam mendukung agenda pembangunan hukum. Hasil studi diharapkan dapat memberikan rekomendasi titik-titik penguatan peran pemerintah daerah pada beberapa proyek prioritas nasional pembangunan hukum dalam RPJMN 2020-202
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Tiarridza, Dimas Sis. "Dualisme Kewenangan Pemerintahan Daerah di Kalimantan Selatan: Kajian Hukum atas UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah." CONSTITUO : Journal of State and Political Law Research 4, no. 1 (2025): 135–46. https://doi.org/10.47498/constituo.v4i1.5143.

Full text
Abstract:
Penelitian ini membahas fenomena dualisme kewenangan antara pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Kalimantan Selatan sebagai akibat dari implementasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Peralihan kewenangan dalam sektor-sektor strategis seperti kehutanan, energi dan sumber daya mineral, serta pelayanan publik dari kabupaten/kota ke provinsi menimbulkan berbagai permasalahan di lapangan. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi pustaka untuk menganalisis inkonsistensi regulasi dan kelemahan dalam desain institusional penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain belum siapnya kelembagaan daerah dalam menerima peralihan kewenangan, ketiadaan mekanisme penyelesaian konflik antarpemerintah daerah juga memperburuk pelaksanaan otonomi. Penyelesaian sengketa kewenangan yang bersifat informal dan tidak berbasis hukum menciptakan ketidakpastian serta menurunkan efektivitas pelayanan publik. Oleh karena itu, diperlukan reformulasi hukum pemerintahan daerah yang menegaskan batas kewenangan, memperkuat koordinasi antarpemerintah, serta menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa yang adil dan mengikat agar pelaksanaan otonomi dapat berjalan selaras dengan prinsip efektivitas dan keadilan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Ibrahim, Ibrahim, and Juanda Juanda. "Desentralisasi dan Otonomi Daerah; Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua Berdasarkan Sistem UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945." SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 8, no. 5 (2021): 1565–82. http://dx.doi.org/10.15408/sjsbs.v8i6.23301.

Full text
Abstract:
Indonesia as a nation-state accommodates a lot of cultural diversity that grows in society. The 1945 Constitution of the Republic of Indonesia has mandated a form of the regional government, which regulates and manages government affairs on its own according to the principles of autonomy and co-administration. This is directed at accelerating the realization of community welfare through improvement, service, empowerment, and community participation, as well as increasing regional competitiveness by taking into account the principles of democracy, equity, justice, privilege and specificity of a region in the system of the Unitary State of the Republic of Indonesia. The provisions in the constitution mandate the Unitary State of the Republic of Indonesia to be carried out with inter-regional arrangements that are not uniform between one another. In the relationship between the centre and the regions or the province and districts/cities, it is possible to have a special relationship pattern, such as the Papua province. Such arrangements are intended to ensure that the entire Indonesian nation is truly united with diversity within the framework of the Unitary State.Keywords: Regional Autonomy; Implementation of Papua's Special Autonomy; 1945 Constitution AbstrakIndonesia sebagai Negara Bangsa (nation state) mewadahi banyak keragaman budaya yang tumbuh di dalam masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, telah mengamanatkan suatu bentuk pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal ini diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketentuan-ketentuan dalam konstitusi tersebut, mengamanatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia diselenggarakan dengan pengaturan antar daerah yang tidak seragam antara satu sama lain. Dalam hubungan antara pusat dan daerah atau daerah propinsi dengan kabupaten/kota dimungkinkan adanya pola hubungan yang bersifat khusus seperti propinsi Papua. Pengaturan demikian dimaksud untuk menjamin agar seluruh bangsa Indonesia benar-benar bersatu dengan keragaman dalam bingkai Negara Kesatuan.Kata Kunci: Otonomi Daearah; Pelaksanaan Otonomi Khusus Papua; UUD Negara 1945
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Ramadhan, Ramadhan, Agus Tohawi, and Moh Saiful Musthofa. "ANALISIS PERKEMBANGAN KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MENDUKUNG PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH." Jurnal Dinamika Ekonomi Syariah 9, no. 1 (2022): 61–72. http://dx.doi.org/10.53429/jdes.v9ino.1.351.

Full text
Abstract:
Dalam menjalankan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan yang efektif, etlsien, dan mampu mendorong peran masyarakat dalam meningkatkan pemerataan dan keadilan dengan mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Keberhasilan Otonomi Daerah tidak terlepas dari kemampuan dalam bidang keuangan. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat perkembangan kemampuan keuangan di Kabupaten Nganjuk dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Nganjuk. Sedangkan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data keuangan APBD di Kabupaten Nganjuk tahun anggaran 2001-2005. Adapun teknik pengumpulan data adalah dengan dokumentasi dan yang dilakukan di BKD Kabupaten Nganjuk. Metode Penelitian adalah Deskriptif Komparatif, dengan menggunakan beberapa rasio keuangan, yaitu rasio kemandirian keuangan daerah, derajat desentralisasi tiskal, indeks kemempuan rutin, rasio keserasian dan rasio pertumbuhan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : Berdasarkan rasio kemandirian keuangan daerah yang ditunjukkan dengan angka rasio rata-ratanya adalah 7,88% masih berada diantara 0% - 25% tergolong mempunyai pola hubungan instruktif yang berarti kemampuan Pemerintah Kabupaten Nganjuk dalam memenuhi kebutuhan dana untuk penyelenggaraan tugas-tugas Pemerintahan, Pembangunan dan Pelayanan Sosial masyarakat masih relatif rendah meskipun dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dan penurunan Dalam Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal hanya memiliki rata-rata 6,80%. hal ini berarti bahwa tingkat kemandirian/kemampuan keuangan Kabupaten Nganjuk masih rendah dalam melaksanakan otonominya. Berdasarkan rasio IKR rata-rata hanya sebesar 9,75 %, ini artinya PAD memiliki kemampuan yang sangat kurang untuk membiayai pengeluaran rutinnya. Pada Rasio Keserasian, pengeluaran belanja rutin lebih besar dibandingkan dengan belanja pembangunan. Sedangkan dalam Rasio Pertumbuhan, secara keseluruhan mengalami peningkatan disetiap tahunnya yang disebabkan bertambahnya pajak dan retribusi daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Santosa, Pandji. "DISINTEGRASI, PEMERINTAHAN LOKAL DAN DANA PERIMBANGAN PUSAT DAN DAERAH." Sosiohumaniora 12, no. 1 (2010): 12. http://dx.doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v12i1.5437.

Full text
Abstract:
Peraturan tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah ini titik beratnya masih pada pembagian proporsi bukan pada pemberian kewenangan yang luas dalam pengelolaan sumberdaya. Penekanan lebih besar pada bagi hasil sumberdaya alam (SDA) dinilai lebih menguntungkan daerah yang kaya dan tidak menguntungkan daerah bukan penghasil kekayaan alam. Sumber dana alokasi umum, meskipun didasarkan formula yang lebih objektif dan transparan, tetapi cenderung mengutamakan pemerataan dan kurang memperhatikan sisi keadilan. Keberhasilan pemerintah untuk mengatasai masalah keuangan daerah sebenarnya merupakan langkah penting dalam menggerakkan roda pemerintahan di daerah, tetapi dampak yang ditimbulkannya akan berpotensi kepada tuntutan pembagian keuangan yang lebih tepat, tuntutan federalisasi, sampai ke ancaman disintegrasi ketika pemerintah pusat dinilai mempertahankan perimbangan keuangan pusatdaerah secara tidak adil karena tidak memperhitungkan kontribusi daerah kepada pendapatan pusat. Untuk mengantisipasi munculnya dampak negatif di atas maka setiap desain perimbangan keuangan selain perlu dirancang lebih cermat dan memperhitungkan pemerataan daerah juga hendaknya kebijakan dana perimbangan pusat dengan daerah senantiasa bersendikan elemen potensi kapasitas penerimaan daerah, kontribusi daerah kepada pendapatan pusat, serta menjamin otonomi daerah dan akuntabilitas lokal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Priandana, Hernanda Bagus. "KEBERADAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEBAGAI PAJAK PUSAT DALAM ERA OTONOMI DAERAH." LAW REFORM 6, no. 1 (2010): 49. http://dx.doi.org/10.14710/lr.v6i1.12504.

Full text
Abstract:
Latar belakang tesis ini adalah kebijakan Pajak Bumi dan Bangunan belum sesuai dengan asas-asas sistem pengelolaan Keuangan Daerah seperti asas transparansi dan asas efisiensi. Penelitian ini meneliti tentang kemungkinan daerah meningkatkan penerimaan daerahnya dari PBB sebagai Pajak Daerah tetapi lebih menekankan kepada pelaksanaan dan kendala dalam penerapan Law Enforcement Pajak Bumi dan Bangunan. Tujuan penyusunan tesis ini adalah untuk mengetahui kemungkinan pemerintah pusat dapat menyerahkan PBB kepada Pemerintah Daerah sebagai pajak daerah sebagai upaya untuk menaikkan penerimaan daerah dengan berlakunya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, dan untuk mengetahui administrasi pengelolaan PBB di mana Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pemungutannya ikut berperan aktif, sehingga apabila mampu memungkinkan Pemerintah Daerah dapat mengambil alih pengelolaan PBB seperti yang telah berjalan selama ini. Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis empiris karena penelitian ini menitikberatkan pada penelitian lapangan secara menyeluruh, sistematis dan akurat, serta ditunjang dengan penelitian kepustakaan. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif analistis. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penarikan PBB sebagai pajak daerah oleh Pemerintah Daerah dengan berlakunya UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, sebagai upaya untuk mewujudkan desentralisasi fiskal sebenarnya dapat dilaksanakan tetapi dengan aturan yang jelas dan pelaksanaan yang tepat sehingga tidak merugikan masyarakat sebagai pelaku pembayar pajak Dan seharusnya dengan desentralisasi fiskal akan lebih banyak memberikan manfaat dengan lebih memperhatikan faktor keadilan yang sama bagi semua subjek pajak, dan subsidi selama ini masih tetap menjadi sumber utama keuangan daerah. Serta siapapun pengelola administrasi dari PBB baik dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah seharusnya didukung oleh faktor SDM, teknologi dan biaya. Kata kunci : pajak bumi dan bangunan, pajak pusat, otonomi daerah
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Usman, Syarifuddin. "Polemik Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah." JURNAL SAINS, SOSIAL DAN HUMANIORA (JSSH) 2, no. 1 (2022): 63–73. http://dx.doi.org/10.52046/jssh.v2i2.1144.

Full text
Abstract:
Pengangkatan penjabat kepala daerah sejumlah kabupaten termasuk kabupaten Pulau Morotai menuai polemik, karena Mendagri dianggap mengabaikan usulan gubernur. Tindakan Mendagri tersebut dikualifikasi sebagai malpraktek dalam tata kelola pemerintahan. Bahkan melecehkan wibawa gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Sejumlah akademisi dan aktivis pro demokrasi menyayangkan tindakan Mendagri yang menggampangkan masalah hukum. Sebab Indonesia adalah negara hukum yang bermakna semua tindakan pejabat Negara atau siapa saja yang harus memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku. Menurut mereka, Pengangkatan Pj Kepala daerah menciptakan banyak masalah. Mulai dari celah potensi oknum tertentu menitipkan kepentingan politiknya, Politisasi ASN Pemda dan Politisasi Bantuan Sosial kepada masyarakat, hingga mutasi pegawai karena beda kepentingan politik, sehingga birokrasi akhirnya cenderung terseret politik.Mereka bukan serving the people, melainkan menjadi serving the boss yang lagi mau mendapatkan kursi. Pengangkatan Penjabat kepala daerah dalam waktu yang lama juga menimbulkan permasalahan, terutama aspek otonomi daerah, rentan terjadi praktik suap, dan rawan akan abuse of power. Kekhawatiran praktik suap bisa saja terjadi.Karena pejabat di tingkat desa saja berpotensi terjadi praktik jual beli jabatan, apalagi pengisian jabatan kepala daerah di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi. Pengangkatan melalui penunjukan penjabat yang tidak transparan dan tidak demokratis akan memberi ruang bagi kepentingan-kepentingan politik dari pusat ke level daerah. Perlunya regulasi yang mengatur pengangkatan penjabat kepala daerah yang tidak menimbulkan polemik dan menciderai rasa keadilan bagi keberlangsungan otonomi daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

arliyanda, Arliyanda. "Kerangka Penyusunan Produk Hukum Daerah Berbasis Pada Kekhususan Dan Keberagaman Daerah." Jurnal Media Hukum 11, no. 2 (2023): 74–86. http://dx.doi.org/10.59414/jmh.v11i2.567.

Full text
Abstract:
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif terkait problematika peraturan daerah yang kehilangan dasar keberlakuannya terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Melalui penelitian hukum ini diharapkan dapat mendeteksi permasalahan peraturan perundang-undangan terkait keberlakuan peraturan daerah yang secara Teknik dan subtansi telah sesuai dengan pedoman pembentukan peraturan perundang-undangan namun kehilangan dasar keberlakuannya karena bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Serta menemukan apakah benar peraturan daerah yang bermasalah ataukah sebenarnya peraturan diatas lebih tinggi dari peraturan daerah yang sebenarnya yang tidak sesuai dan tidak selaras dengan konsep otonomi daerah sehingga peraturan daerah tidak dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada didaerah karena harus menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah pusat. Namun apabila merujuk pada Pasal 18 UUD NRI 1945 peraturan daerah masih memiliki dasar keberlakuan dengan syarat hal yang diatur merupakan kewenangan pemerintah daerah dan bukan merupakan urusan pemerintah pusat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Karena pada dasarnya suatu peraturan perundang-undangan harus dilandaskan pada kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Pulungan, Muhammad Soleh. "KEBIJAKAN HUKUM OTONOMI DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR." DiH: Jurnal Ilmu Hukum 12, no. 24 (2016): 102–35. http://dx.doi.org/10.30996/dih.v12i24.2241.

Full text
Abstract:
Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yakni “Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk Republik”. Indonesia merdeka telah mencapai usia ke-71 tahun (1945-2016), tetapi tujuan nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan rakyat belum dapat diwujudkan, sehingga kesenjangan sosial masyarakat di negeri ini masih cukup tinggi. Otonomi daerah dalam konstitusi terdapat pada Pasal 18, Pasal 18 A, dan Pasal 18 B UUD 1945. Pemerintahan Daerah diatur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2014 dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, dan pemberdayaan, dengan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan penelitian yakni (1). Untuk menganalisis dan menemukan prinsip-prinsip kebijakan otonomi daerah dalam Sistim Negara Kesatuan dalam Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial PMKS. (2). Untuk menganalisis dan menemukan, kebijakan otonomi daerah dalam menyelenggarakan Kesejahteraan Sosial PMKS di Kalimantan Timur. Metode Penelitian bersifat penelitian hukum normatif, yang menitik beratkan pada obyek penelitian pada Peraturan Perudang-undangan. Hasil Penelitian; Prinsip-prinsip kebijakan otonomi daerah pada Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mendukung penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi PMKS, didasarkan pada Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial jo. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial sebagai realisasi dari ketentuan Pasal 18 UUD 1945. Penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi PMKS dalam rangka otonomi daerah di Kalimantan Timur, pada tataran implementasinya tidak berjalan sesuai dengan ketentuan regulasi yang mengaturnya. Hal ini disebabkan adanya pembagian kewenangan yang tumpang tindih, kultur hukum masyarakat yang belum memberikan signifikansi positif, serta pemberdayaan PMKS yang berjalan lambat, dan jumlah PMKS yang terus meningkat. Untuk menyelenggarakan kesejahteraan sosial PMKS yang lebih baik, seyogianya di Kalimantan Timur segera dibentuk Peraturan Daerah sebagai pengaturan lebih lanjut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial. Bahkan Perda tersebut diharapkan lebih spesifik mengatur persoalan PMKS di Kalimantan Timur yakni tiga kategori; kemiskinan, praktek prostitusi dan penyalahgunaan narkoba. Perda yang dimaksud agar lebih memfokuskan terhadap pemberdayaan dan perlindungan terhadap PMKS baik yang berada di dalam Panti Sosial maupun yang berada di luar, sehingga kemajuan dalam penanganan PMKS dapat berjalan secara dinamis dalam rangka mewujukan Kesejahteraan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Aswin, Mohamad. "TINJAUAN SIYASAH SYAR’IYYAH TERHADAP DAMPAK PENERAPAN OTONOMI DAERAH PADA SISTEM PEMERINTAHAN DESA." Qaumiyyah: Jurnal Hukum Tata Negara 3, no. 2 (2022): 115–42. http://dx.doi.org/10.24239/qaumiyyah.v3i2.42.

Full text
Abstract:
Islam itself provides space for ijtihad in the area of ​​siyasa or politics or the state as long as it is for the benefit and justice and welfare in general. The establishment of a new autonomous region can be a solution to increase welfare and equitable development in an area. So that the research questions in the formulation of the problem are how the impact of the application of regional autonomy on the government system in Petimbe Village and how siyasah syar'iyyah reviews the impact of implementing regional autonomy on the government system in Petimbe Village. The empirical legal method through a qualitative approach is the method of this research. So the results of the study explain that the implementation of regional autonomy in the village government system has a good impact on the ongoing development of the village. With more flexibility for the village in determining the main things that are the needs of the community, trust in the government will gradually arise which can also lead to empowering the community to participate actively in building a village that is more autonomous from day to day. Even though the positive impact that is so large, autonomy itself also opens up many opportunities for KKN actors which arise as a result of the freedom of the village and region in work and Islam does not have specific recommendations on how the government should run its government, but that does not mean that Islam does not regulate it. Islam is a complex religion that regulates all aspects of life, even though in reality Islam does not clearly regulate how the wheels of government should be run, Islam has provided the foundations for how to live in a state and society, while these foundations are in the form of deliberation, justice, equality and equality. monotheism, all of which must be based on the benefit of its people.&#x0D; Abstrak&#x0D; Islam sendiri memberikan ruang ijtihad dalam wilayah siyasah atau politik atau negara asalkan demi kemaslahatan dan keadilan serta kesejateraan secara umum. Pembentukan daerah otonomi baru bisa menjadi solusi peningkatan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan di suatu daerah. Sehingga yang menjadi pertanyaan penelitian dalam rumusan masalah adalah bagaimana dampak penerapan otonomi daerah pada sistem pemerintahan di Desa Petimbe dan bagaiama tinjauan siyasah syar’iyyah terhadap dampak penerapan otonomi daerah pada sistem pemerintahan di Desa Petimbe. Adapun metode hukum empris melalui pendekatan kualitatif menjadi metode penelitian ini. Sehingga hasil penelitian menjelaskan bahwa penerapan otonomi daerah pada sistem pemerintahan desa berdampak baik bagi berlangsungnya pembangunan desa. Dengan lebih leluasanya desa dalam menentukan hal-hal pokok yang jadi kebutuhan masyarakatnya maka lambat laun akan timbul kepercayaan kepada pemerintah yang juga dapat menimbulkan pendayagunaan masyarakat untuk turut serta aktif dalam membangun desa yang lebih otonom dari hari ke hari. Meskipun dampak positif yang begitu besar otonomi sendiri juga banyak membuka peluang bagi pelaku-pelaku KKN yang mana timbul akibat keleluasaan desa maupun daerah dalam bekerja, dan Islam tidak ada anjuran spesifik tentang bagaimana seharusnya pemerintah menjalankan roda pemerintahnya namun bukan berarti Islam tak mengaturnya. Islam adalah agama kompleks yang mengatur keseluruhan sendi kehidupan, meskipun pada kenyataanya Islam tak mengatur secara jelas bagaimana seharusnya roda pemerintahan dijalankan namun agama Islam telah memberikan landasan-landasan tentang bagaimana hidup bernegara dan bermasyrakat, adapun landasan-landasan itu berupa musyawarah, keadilan, persamaan dan tauhid yang semunya harus berdasar pada kemaslahatan umatnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Ham, Umirul, and Hielda Octaviani. "Dampak Kebijakan Otonomi Khusus Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia di Papua." Musamus Journal of Public Administration 5, no. 1 (2022): 065–78. http://dx.doi.org/10.35724/mjpa.v5i1.4531.

Full text
Abstract:
Papua mendapatkan kedudukan sebagai daerah dengan status otonomi khusus dengan bertujuan untuk memberikan kesejahteraan dan keadilan berdasarkan Undang-undang No. 21 Tahun 2001 dan diperbaharui kembali dengan UU No. 2 Tahun 2021 tentang perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan perubahan atas Perpu Nomor 1 tahun 2008. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dapat meningkatkan kesejahteraan di Papua melalui kebijakan otonomi khusus. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kajian pustaka atau studi kepustakaan yaitu berisi teori yang relevan dengan masalah-masalah penelitian untuk menganalisis terkait dengan kebijakan Otsus di Papua dapat meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan IPM. Jenis data yang digunakan dalam studi ini adalah data sekunder, dengan data yang diambil dari berbagai buku dan karya tulis ilmiah yang terkait dengan desentralisasi asimetris serta bahan lain yang bersumber dari internet. Hasil penelitian menemukan bahwa Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terdapat 3 indikator utama, yaitu indikator kesehatan, tingkat pendidikan dan indikator ekonomi. Pengukuran ini menggunakan tiga dimensi dasar, yaitu: yaitu umur panjang dan hidup sehat (a long and healthy life), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent standard of living) tidak terlalu meningkat secara signifikan dan Papua tetap berada sebagai daerah dengan IPM paling rendah dari rata-rata 34 Provinsi di Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Usman, Asri, Mediaty Mediaty, Ainun Khafifah, Muhammad Awal Ramadhan, and Wayan Adhennuari Gandhi Putra Randayo. "Peranan Akuntansi Manajemen Dalam Pengambilan Keputusan Sebagai Bentuk Good Governance." Amkop Management Accounting Review (AMAR) 2, no. 2 (2022): 11–24. http://dx.doi.org/10.37531/amar.v2i2.318.

Full text
Abstract:
Undang-undang telah mengalami banyak modifikasi karena berusaha menuju kesempurnaan. Banyak pejabat publik masih berjuang untuk menyesuaikan pola pikir mereka dan menempatkan kebutuhan publik di atas kepentingan mereka sendiri atau kelompok lain. Hal ini disebabkan akibat hukum yang masih diterapkan kepada para koruptor masih abu-abu tua yang artinya masih lengah dan tidak memberikan efek jera bagi para koruptor. Pejabat publik di Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah: Munculnya Daerah Otonomi dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat Dan Daerah dalam upaya memajukan kesejahteraan. Metodologi penelitian berupa studi kepustakaan (Library Research) mendefinisikan kepustakaan atau Studi pustaka merupakan serangkaian tugas yang meliputi membaca dan mencatat, menganalisis bahan penelitian, dan menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan. Dengan demikian, bangkitnya pengelolaan keuangan, atau tata kelola keuangan yang kuat, dan berkembangnya penyelenggaraan pemerintahan daerah yang otonom menuju pemerintahan yang baik (good governance). Pemimpin yang dapat dipercaya, tidak memihak, berintegritas, dan mendahulukan kepentingan publik di atas kepentingan dirinya sendiri dan kepentingan lainnya diperlukan untuk pemerintahan yang baik. Kualitas berikut ini diperlukan untuk manajemen atau tata kelola keuangan yang efektif: akuntabilitas, keterlibatan, ketaatan pada hukum, keterbukaan, daya tanggap, fokus pada konsensus, keadilan dan pemerataan, serta efektivitas dan efisiensi. Reformasi anggaran, kelembagaan, sistem informasi akuntansi, audit, dan manajeme semuanya diperlukan untuk mewujudkan hal ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Nurman, Muh. "FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA MENURUT PASAL 55 UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA." FENOMENA 20, no. 1 (2022): 68. http://dx.doi.org/10.36841/fenomena.v20i1.1971.

Full text
Abstract:
Dampak positif dari reformasi total ini, ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan telah terjadi pergeseran paradigm dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik mengarah kepada sistem pemerintaha yang desentralistik dengan memberi keleluasaan pada daerah dalam wujud otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab. Keanekaragaman bisa berarti aneka budaya, aneka bahasa, aneka kondisi geografis dan lain-lain. Mengakui keanekaragaman sebagai landasan berarti memberikan kewenangan dengan mempertimbangkan hak dan kewajiban secara proporsional. Saat ini desa mempunyai kewenangan-kewenangan lebih rigid dan terperinci antara lain kewenangan yang berdasarkan hak asal usul desa. Pengakuan UU ini atas keanekaragaman diharapkan menjadi pintu masuk (entry point) demokrasi di desa. Adanya Undang-undang yang mengatur tentang Pemerintahan daerah dan desa bukan satu-satunya jalan mewujudkan demokrasi dan keadilan. Undang-undang ini hanyalah salah satu produk hukum yang dibuat manusia, hukum dibuat untuk melindungi kepentingan-kepentingan bagi “si pembuat”. Jangan sampai terjadi tarik ulur antara peraturan-peraturan yang kaitannya dengan tarik ulur kepentingan pemerintah pusat dan daerah, karena rakyat jugalah yang menjadi korban kepentingan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Baital, Bachtiar. "Urgensi Penyelenggaraan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Miskin Oleh Pemerintah Daerah." SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 3, no. 2 (2016): 137–52. http://dx.doi.org/10.15408/sjsbs.v3i2.7854.

Full text
Abstract:
Abstract: Implementation of legal assistance by local governments that are formalized into a regional regulation is essential in order to ensure and realize equality before the law and access to justice for everyone, especially the poor as vulnerable groups with legal problems. For local governments, the provision of legal aid is a form of commitment and political will of local governments within the framework of regional autonomy aimed at providing protection to their citizens, one of which relates to access to justice as the principle of equal treatment in the face of law and government with no exception as set forth in Article 27 paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia.Keywords: Legal Aid, Poor People, Local Government Abstrak: Penyelenggaraan bantuan hukum oleh pemerintah daerah yang diformilkan ke dalam suatu peraturan daerah sangat diperlukan dalam rangka untuk menjamin dan mewujudkan persamaan dihadapan hukum dan akses pada keadilan bagi setiap orang terutama masyarakat miskin sebagai kelompok masyarakat yang rentan bermasalah dengan hukum. Bagi pemerintah daerah, penyelenggaraan bantuan hukum merupakan bentuk komitmen dan political will pemerintah daerah dalam kerangka otonomi daerah yang ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada warganya, salah satunya berkaitan dengan akses pada keadilan sebagai pengejewantahan prinsip perlakuan yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan dengan tanpa kecuali sebagaimana dituangkan dalam Pasal 27 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.Kata Kunci: Bantuan Hukum, Masyarakat Miskin, Pemerintah Daerah
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Yuliardi, Andika Dwi, and Maharani Nurdin. "Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Menyelenggarakan Pelayanan Publik Guna Meningkatkan Pemenuhan Kebutuhan Layanan Masyarakat." Jurnal Hukum Sasana 9, no. 1 (2023): 119–36. http://dx.doi.org/10.31599/sasana.v9i1.1765.

Full text
Abstract:
Pemberian otonomi daerah dalam pelayanan publik dapat mewujudkan pemerataan hak-hak yang diterima oleh seluruh masyarakat dan sebagai bentuk tanggungjawab pemerintah daerah. Untuk itu pemerintah melimpahkan kewenangannya kepada daerah (provinsi, kabupaten dan kota). Namun masih saja terdapat pelayanan publik yang monoton dengan antrean pelayanan yang mengular dan fasilitas yang tidak memadai, hal tersebut menunjukkan adanya tata kelola pemerintah daerah yang kurang. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan dan penerapan kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan pelayanan publik dan apa faktor pendorong pemerintah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan pelayanan publik agar kebutuhan layanan masyarakat dapat terpenuhi. Metode dalam Penelitian ini menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, yakni penelitian yang menitikberatkan kepada kajian penerapan norma-norma atau kaidah-kaidah dalam hukum positif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik wajib ditekankan kepada sejumlah aspek antara lain: kecepatan; ketepatan; kemudahan; dan keadilan. Maka dari itu dibutuhkan kontribusi secara penuh oleh pemerintah kabupaten/kota agar pelayanan publik dapat berjalan dengan baik sehingga hak-hak seluruh masyarakat dapat terjamin.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Yuliyanto, Yuliyanto. "PERANAN HUKUM ADAT MASYARAKAT DAYAK DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK UNTUK MEWUJUDKAN KEADILAN DAN KEDAMAIAN." Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan Hukum Nasional 6, no. 1 (2017): 37. http://dx.doi.org/10.33331/rechtsvinding.v6i1.134.

Full text
Abstract:
&lt;p&gt;Dua fenomena politik dan sosial utama yang muncul pada masa setelah Orde Baru adalah konflik, dan kembalinya identitas adat (revitalisasi adat) di daerah-daerah. Tidak hanya sekedar menjadi jargon belaka, namun di beberapa tempat, upaya revitalisasi kelembagaan adat termasuk peran sosialnya didukung oleh berbagai pihak. Dalam konteks setelah Orde Baru, dengan fasilitasi otonomi daerah dan berlakunya desentralisasi, maka keinginan untuk memberlakukan kembali kearifan tradisional atau kerap disebut dengan ''mekanisme adat'' untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian mulai berkembang. Berawal dari pemahaman tersebut maka diperlukan sebuah penelitian yang mampu membahas suatu permasalahan: makna dan cakupan pranata adat di Kalimantan Tengah; bagaimana posisi, peran dan pengaruh pranata adat terutama dalam pencegahan dan penghentian konflik di masyarakat; bagaimana relevansi pranata adat dikaitkan dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis sosiologis, artinya suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta yang kemudian menuju pada identifikasi dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi dokumen dan penelitian lapangan dengan melakukan wawancara. Hasil dari penelitian ini memberikan rekomendasi kepada Pemerintah daerah harus melibatkan pranata adat dan tokoh adat setempat dalam penanganan konflik sosial yang terjadi di daerahnya; untuk Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial yang di dalamnya memuat secara komprehensif pelibatan pranata adat dan tokoh adat dalam penanganan konflik sosial.&lt;/p&gt;
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Azis, Abdul. "PERENCANAAN DAN PENGALOKASIAN DANA DESA BERDASARKAN NILAI-NILAI PANCASILA YANG MENJADI DASAR PEMERATAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (Studi Kasus: Desa Cidokom Kecamatan Gunung Sindur Kabupaten Bogor Prov. Jawa Barat)." Pamulang Law Review 2, no. 2 (2020): 73. http://dx.doi.org/10.32493/palrev.v2i2.5436.

Full text
Abstract:
Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera. Desa merupakan lingkup pemerintahan yang secara garis besar berperan dalam menjalankan pembangunan daerah, pemerataan pembangunan daerah diperlukan guna menunjang segala kebutuhan masyarakat untuk tercapainya amanah konstitusi yaitu pemerataan pembangunan nasional sebagai tujuan Negara seperti yang tertera dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia ke 4 yaitu “Memajukan kesejahtraan umum” Penerapan nilai-nilai pencasila terutama bunyi sila ke 5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” diperlukan aplikasinya agar pemerataan dan penggunaan alokasi dana desa disesauikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Mekanisme penetapan penggunaan dana Desa mengikuti proses perencanaan pembangunan dan anggaran Desa yang dialokasikan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Joeliaty, Joeliaty, and Yevis Marty Oesman. "Evaluasi Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Perizinan Di Kota Bandung." INOBIS: Jurnal Inovasi Bisnis dan Manajemen Indonesia 1, no. 3 (2018): 370–81. http://dx.doi.org/10.31842/jurnal-inobis.v1i3.43.

Full text
Abstract:
Era otonomi menuntut setiap pemerintah daerah mandiri dan kreatif mencari sumbersumber pembiayaan serta aktif mencari berbagai peluang yang bisa dijadikan sumber pemasukan kas daerah. Kemauan Pemerintah Daerah dalam menciptakan iklim usaha yang bersahabat melalui kemudahan proses perizinan serta berbagai kebijakan yang akomodatif merupakan daya tarik bagi para penanam modal baik dari dalam maupun investor asing. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap sistem pelayanan perijinan di Kota Bandung sebagai bagian dari implementasi e-government bidang perijinan serta merumuskan langkah-langkah peningkatan kinerja perijinan. Kajian ini akan dilakukan melalui pengumpulan data sekunder dan primer (survey) yang dilakukan dengan wawancara tokoh (responden) kunci di antaranya pengguna (user) pelayanan perijinan dan pejabat di SKPD pemberi perijinan di Kota Bandung.Hasil dari kajian ini bahwa Layanan kinerja yang belum efektif kinerjanya dilihat dari tingkat kepentingan dan harapan, melalui prosedur layanan, persyaratan perizinan, kejelasan petugas, layanan, kedisiplinan petugas, tanggung jawab, kemampuan layanan, kecepatan, keadilan mendapatkan pelayanan, kesopanan dan keramahan layanan. &#x0D; Keywords : Kepuasan konsumen , Pelayanan Perizinan, Aparat SKPD
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

', Hasaniarto, and Ishak '. "Analisa Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah: Studi Kasus Tuntutan Propinsi Riau Terhadap Dana Bagi Hasil Subsektor Perkebunan Kelapa Sawit." Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan 14, no. 1 (2015): 36. http://dx.doi.org/10.35967/jipn.v14i1.6173.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan (1) untuk mengetahui mengapa munculnya tuntutan dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam bentuk dana bagi hasil (DBH) dari sub sektor perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini juga bertujuan (2) untuk mengetahui dasar penentuan mengapa perlu ada dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dari sub sektor perkebunan kelapa sawit. Selain itu penelitian ini juga bertujuan. (3) Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dari sub sektor perkebunan kelapa sawit yang terdapat di Provinsi Riau.Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, maka teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah analisis deskriftif. Penelitian ini menggunakan dokumentasi dan wawancara bersama key informan sebagai objek informasi yang bertujuan untuk mencapai tujuan demi mendapatkan informasi dalam penelitian ini. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang diperoleh melalui dokumentasi,dan wawancara langsung dengan key informan pada penelitian ini.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) motivasi Provinsi Riau untuk mendapatkan DBH dari bea keluar ekspor CPO adalah rasa ketidakadilan, dalam distribusi pengelolaan penerimaan negara, terutama dari sektor bea keluar ekspor CPO ini. (2) Dengan mengadopsi keenam kriteria kelayakan transfer fiskal yang umum digunakan oleh banyak negara di dunia. yaitu, otonomi (Autonomy), penerimaan yang memadai (revenue adequacy), keadilan (equity), Transparansi dan stabilitas (transparance and stability), sederhana (simplicity) dan insentif (incentif), maka penerimaan negara dari bea keluar ekspor CPO layak untuk dibagihasilkan. (3) mengingat pelaksanaan perimbangan keuangan dari sub sektor perkebunan kelapa sawit, belum mencerminkan rasa keadilan terhadap daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Fauzukhaq, Muhammad Fadlillah, Sukendar -, Fitri Damayanti, and Hendrieta Ferieka. "Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Di Daerah Melalui Desentralisasi Fiskal." JAKPI - Jurnal Akuntansi, Keuangan & Perpajakan Indonesia 7, no. 2 (2020): 41. http://dx.doi.org/10.24114/jakpi.v7i2.18156.

Full text
Abstract:
Abstrak : Pajak merupakan tulang punggung negara karena selain menjadi sumber utama penerimaan, juga memiliki fungsi distribusi atau sebagai alat pemerataan pendapatan. Berdasarkan jenis dan potensinya, pajak penghasilan (PPh) selama ini diharapkan menjadi penyumbang terbesar penerimaan pajak. Kenaikan target PPh juga seiring dengan meningkatnya pembiayaan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terkait pelayanan publik. Namun, meningkatnya target PPh dalam beberapa tahun terakhir tidak diiringi dengan peningkatan pertumbuhan realisasi. Pertumbuhan realisasi PPh dalam beberapa tahun terakhir cenderung mengalami perlambatan. Selain itu, pertumbuhan pendapatan pada sektor PPh belum dapat meningkatkan besaran Bagi Hasil PPh bagi daerah sebagai implementasi desentralisasi fiskal agar daerah dapat melaksanakan pembangunan dan mencapai kesejahteraan sesuai amanat konstitusi tanpa dibatasi hak-hak mengelola dan memperoleh pembiayaan dari pemerintah pusat sebagai pelaksana desentralisasi fiskal ke daerah. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fiskal daerah melalui desentralisasi pajak penghasilan. Penelitian ini dilakukan secara komprehensif melalui metode yuridis normatif, yuridis empiris (sosiolegal), aspek ekonomi perpajakan (economy of taxation), prinsip-prinsip perpajakan yang baik khususnya keadilan di bidang perpajakan dan kesetaraan antara hak dan kewajiban Otoritas Pajak dan Wajib Pajak. Kata Kunci : Desentralisasi Fiskal; Otonomi; Undang-undang Pajak Penghasilan; Kesejahteraan; Fiskal Daerah
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Tegay, Loisa Merlin, Taufiqurrohman Syahuri, and Mardi Candra. "Sinkronisasi Aturan Hukum Dalam Sistem Desentralisasi Regulasi Bagi Daerah Otonomi Khusus Papua." SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 9, no. 4 (2022): 1167–78. http://dx.doi.org/10.15408/sjsbs.v9i4.27274.

Full text
Abstract:
Synchronization of the rule of law in the decentralized regulatory framework for the special autonomous area of Papua is discussed. This legal research employs a normative juridical approach supported by an empirical juridical description, namely a deductive study that begins with an analysis of the articles in the laws and regulations governing the issue of synchronizing legal rules pertaining to decentralization in Papua Province. Law Number 21 of 2001 concerning Special Autonomy for the Papua Province represents the political will of the Unitary State of the Republic of Indonesia, to the people of Papua, based on the consideration that the administration of development implementation in the Papua Province during its integration with Indonesia has not fully fulfilled the sense of justice, achieved prosperity and realize law enforcement and have not fully fulfilled the respect for human dignity.Keywords: Synchronization of the Rule of Law; Decentralized System; Special Autonomous Region AbstrakPembahasan mengenai sinkronisasi aturan hukum dalam sistem desentralisasi regulasi bagi daerah otonomi khusus Papua. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian hukum ini adalah metode pendekatan yuridis normatif yang didukung dengan yuridis empiris dengan merinci uraian yaitu suatu penelitian yang secara deduktif dimulai analisa terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terhadap permasalahan sinkronisasi aturan hukum terkait Desentralisasi di Provinsi Papua. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, merupakan political will Negara Kesatuan Republik Indonesia, kepada rakyat Papua, dengan dasar pertimbangan bahwa penyelenggraan pemerintahan pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua selama berintegrasi dengan Indonesia belum sepenuhnya memenuhi rasa keadilan, mencapai kesejahteraan dan mewujudkan penegakan hukum dan belum sepenuhnya memenuhi rasa penghormatan terhadap hak- hak asasi manusia, khususnya orang asli Papua. Dalam penulisan ini penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif denga hasil penelitian mengenai aturan hukum terkait desentralisasi di provinsi papua.Kata Kunci: Sinkronisasi Aturan Hukum, Sistem Desentralisasi, Daerah Otonomi Khusus
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Ikbal, Muhammad, Muhammad Bilal Anshari, Muhammad Fernaldio Syafiqal, and Abdul Rasyid. "Meninjau Peran Ormas Keagamaan dalam Sektor Pertambangan Pasca PP 25/2024." Wathan: Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora 2, no. 2 (2025): 248–59. https://doi.org/10.71153/wathan.v2i2.261.

Full text
Abstract:
Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perizinan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara menimbulkan dinamika baru dalam tata kelola sektor pertambangan di Indonesia. Regulasi ini menuai perdebatan hukum dan administratif karena mengubah secara signifikan kewenangan dalam pemberian izin usaha pertambangan yang sebelumnya berada pada pemerintah daerah menjadi kewenangan penuh pemerintah pusat. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji potensi disharmonisasi hukum yang muncul akibat perubahan tersebut, khususnya terkait konflik norma dalam sistem perundang-undangan dan implikasinya terhadap asas otonomi daerah. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan komparatif, serta menelaah dokumen hukum relevan dan praktik regulasi di bidang pertambangan. Fokus kajian terletak pada dampak perubahan kewenangan terhadap kepastian hukum, efektivitas pengawasan lingkungan, dan partisipasi publik dalam pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, artikel ini juga menyoroti peran organisasi kemasyarakatan keagamaan yang diberi ruang dalam pengelolaan tambang melalui skema baru perizinan. Temuan menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara PP No. 25/2024 dengan prinsip-prinsip hukum administrasi dan hukum pertambangan nasional. Oleh karena itu, diperlukan upaya harmonisasi regulasi yang mengedepankan integrasi kelembagaan, keadilan lingkungan, dan akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya alam.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Syarifudin and Jamri. "PELAKSANAAN PROGRAM DESA MAJU INHIL JAYA (DMIJ) PLUS TERINTEGRASI GUNA PERCEPATAN PEMBANGUNAN DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR." JURNAL HUKUM DAS SOLLEN 10, no. 2 (2024): 29–36. https://doi.org/10.32520/das-sollen.v10i2.3780.

Full text
Abstract:
Dalam rangka implentasi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa tersebut pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir membuat suatu program yanag di beri nama Desa Maju Inhil Jaya. Program Desa Maju inhil Jaya adalah suatu program dimana desa diberi otonomi yang luas dalam pelaksanan pembangunan desa dengan prinsip-prinsip desentralisasi, keterpaduan, musyawarah, kemandirian, partisipasi, kesetaraan dan keadilan gender, akuntabel dan transfaran,efektif dan efisien, dan berkelanjutan sebagaimana yang dijelaskan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Indragiri Hilir No 7 Tahun 2021 tentang Program Desa Maju Inhil Jaya (DMIJ) Plus Terintegrasi. Permasalahan sarana dan prasarana infrastruktur transportasi seperti jalan memang menjadi faktor penghambat dalam percepatan pembangunan dihampir setiap desa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir. Dengan kondisi jalan yang rusak, mustahil warga di desa bisa dengan leluasa menjalankan perekonomiannya. Dalam penjelesan diatas tentunya program Desa Maju Inhil Jaya (DMIJ) Plus Terintegrasi dapat memberikan dampak yang positif terhadap proses pembangunan yang terjadi di desa-desa yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Kristiani Purwendah, Elly. "SEA PROTECTION FROM OIL POLLUTION BY SHIP TANKER." Ganesha Law Review 2, no. 1 (2020): 77–89. http://dx.doi.org/10.23887/glr.v2i1.122.

Full text
Abstract:
&#x0D; &#x0D; &#x0D; Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesai Tahun 1945. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil belum memberikan kewenangan dan tanggung jawab negara secara memadai atas pengelolaan perairan pesisir dan pulau-pulau kecil sehingga beberapa pasal perlu disempurnakan sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum di masyarakat. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dilaksanakan berdasarkan asas; tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar, partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintah yang baik dan otonomi daerah. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi; perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum. Pengendalian lingkungan hidup dalam hal ini dimaksudkan meliputi pencegahan, penanggulangan dan pemulihan yang dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran dan tanggung jawab masing- masing. Salah satu instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas; instrumen ekonomi lingkungan, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup dan instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.&#x0D; &#x0D; &#x0D;
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Yulianingrum, Aulia Vivi. "MEMPERTEGAS KEDUDUKAN HUKUM KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM MEMENUHI HAK- HAK KONSTITUSIONAL." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 10, no. 1 (2020): 73. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v10i1.268.

Full text
Abstract:
Keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat telah diterima dalam kerangka hukum tidak tertulis maupun hokum positif di Indonesia. Pada kenyataannya issue yang berkembang tentang kehadiran dan hak- hak masyrakat hukum adat adalah terbatasnya ruang dan gerak bagi komunitas-komunitas adat dalam mewujudkan demokratisasi pengelolaan wilayah adanya secara berkelanjutan, Konflik tenurial, keterbatasan dan kondisi kekayaan alam yang meliputi tanah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak asimetris dengan pertambahan penduduk. Sehingga perlu adanya penegasan kembali bahwa adanya korelasi antara Kesatuan Masyarakat Adat dengan Pemerintah terkait pemenuhan hak Konstitusionalnya yang terkandung dalam pasal Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 dimana aturan ini merupakan semangat otonomi yang diberikan seluas-luasnya kepada daerah. Ketentuan tersebut yang paling sering dirujuk ketika membicarakan mengenai keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat. Kehadiran Mahkamah Konstitusi sebagai The Protector of the citizen’s and Constitutional Rights and guardian of constitution juga memberikan secercah harapan bagi para pencari keadilan khususnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak masyarakat hukum adat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Yulianingrum, Aullia Vivi. "MEMPERTEGAS KEDUDUKAN HUKUM KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM MEMENUHI HAK- HAK KONSTITUSIONAL." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 10, no. 1 (2020): 73. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v10i1.269.

Full text
Abstract:
Keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat telah diterima dalam kerangka hukum tidak tertulis maupun hokum positif di Indonesia. Pada kenyataannya issue yang berkembang tentang kehadiran dan hak- hak masyrakat hukum adat adalah terbatasnya ruang dan gerak bagi komunitas-komunitas adat dalam mewujudkan demokratisasi pengelolaan wilayah adanya secara berkelanjutan, Konflik tenurial, keterbatasan dan kondisi kekayaan alam yang meliputi tanah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak asimetris dengan pertambahan penduduk. Sehingga perlu adanya penegasan kembali bahwa adanya korelasi antara Kesatuan Masyarakat Adat dengan Pemerintah terkait pemenuhan hak Konstitusionalnya yang terkandung dalam pasal Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 dimana aturan ini merupakan semangat otonomi yang diberikan seluas-luasnya kepada daerah. Ketentuan tersebut yang paling sering dirujuk ketika membicarakan mengenai keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat. Kehadiran Mahkamah Konstitusi sebagai The Protector of the citizen’s and Constitutional Rights and guardian of constitution juga memberikan secercah harapan bagi para pencari keadilan khususnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak masyarakat hukum adat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Yulianingrum, Aullia Vivi. "MEMPERTEGAS KEDUDUKAN HUKUM KESATUAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM MEMENUHI HAK- HAK KONSTITUSIONAL." Yuriska : Jurnal Ilmiah Hukum 10, no. 1 (2018): 73. http://dx.doi.org/10.24903/yrs.v10i1.270.

Full text
Abstract:
Keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat telah diterima dalam kerangka hukum tidak tertulis maupun hukum positif di Indonesia. Pada kenyataannya issue yang berkembang tentang kehadiran dan hak- hak masyrakat hukum adat adalah terbatasnya ruang dan gerak bagi komunitas-komunitas adat dalam mewujudkan demokratisasi pengelolaan wilayah adanya secara berkelanjutan, Konflik tenurial, keterbatasan dan kondisi kekayaan alam yang meliputi tanah dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya tidak asimetris dengan pertambahan penduduk. Sehingga perlu adanya penegasan kembali bahwa adanya korelasi antara Kesatuan Masyarakat Adat dengan Pemerintah terkait pemenuhan hak Konstitusionalnya yang terkandung dalam pasal Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 32 ayat (1) dan ayat (2) UUD NRI 1945 dimana aturan ini merupakan semangat otonomi yang diberikan seluas-luasnya kepada daerah. Ketentuan tersebut yang paling sering dirujuk ketika membicarakan mengenai keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat. Kehadiran Mahkamah Konstitusi sebagai The Protector of the citizen’s and Constitutional Rights and guardian of constitution juga memberikan secercah harapan bagi para pencari keadilan khususnya yang berkaitan dengan perlindungan terhadap hak masyarakat hukum adat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Badu, Lisnawaty W., Julisa Aprilia Kaluku, and Abas Kaluku. "Perlindungan Hak-Hak Konstitusional Masyarakat Adat di Kabupaten Boalemo dalam Penerapan Sanksi Adat." Jurnal Konstitusi 18, no. 1 (2021): 219. http://dx.doi.org/10.31078/jk18110.

Full text
Abstract:
Problematika terhadap masyarakat adat yang ada di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo sering terjadi, terutama pada pemberian sanksi adat. Pemberian sanksi adat tanpa disertai regulasi yang jelas akan menimbulkan akibat hukum dikemudian hari. Padahal pemenuhan hak-hak konstutisional terhadap masyarakat adat sudah diberikan oleh negara sepenuhnya, sebagaimana yang terkandung dalam pasal 18B ayat (2), dan Pasal 28 I ayat (3) UUD 1945, dimana aturan ini merupakan amanat dari negara yang diberikan kepada daerah. Ketentuan tersebut yang paling sering dirujuk ketika membicarakan mengenai keberadaan dan hak-hak masyarakat hukum adat sebagai subjek penyandang hak yang menjadi isu sentral dalam pelaksanaan perlindungan hak konstitusional masyarakat adat yang ada di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo. Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana kedudukan hukum masyarakat adat serta pemenuhan hak-hak konstitusional terhadap sanksi adat khususnya yang terdapat di Kabupaten Boalemo, Provinsi Gorontalo yang diberikan oleh negara. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, sumber data utamanya adalah data sekunder, dengan menggunakan 2 metode pendekatan, yaitu statute approach dan case approach. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan hukum adat berserta sanksi adatnya masihlah utuh dan teguh dipertahankan masyarakat Indonesia yang seharusnya menjadi perhatian negara terutama untuk memenuhi hak-hak konstitusional masyarakat adat. Namun, sanksi adat yang diberlakukan oleh desa ini, tidak diperkuat dalam sebuah peraturan daerah, sehingga hak-hak konstitusional yang harusnya menjadi semangat otonomi suatu daerah, untuk memberikan suatu keadilan dalam sebuah peradilan hanya diselesaikan dengan jalan musyawarah, yang tentunya tidak mendapatkan kepuasaan dari Sebagian pihak yang bertikai.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Sundari, Sri. "Keberlanjutan Pengembangan Wilayah Dalam Dinamika Kebijakan Publik." COMSERVA : Jurnal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 4, no. 6 (2024): 1902–9. http://dx.doi.org/10.59141/comserva.v4i6.2555.

Full text
Abstract:
Kebijakan pengembangan wilayah dapat dilihat mulai awal perencanaan (ex-ante), eval_uasi pelaksanaan kebijakan (on-going), maupun eval_uasi atas pelaksanaan kegiatan kebijakan public (ex-post)) sehingga kebijakan dalam pengembangan wilayah dapat menghasilkan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan hasil kebijakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kabijakan pengembangan wilayah juga tidak terlepas dari konsep good governance yang meliputi: konsistensi, transparansi, akuntabilitas, keadilan, partisipatif, efektivitas, dan efisiensi. Penulisan dilakukan melalui hasil analisis melalui sumber-sumber atau referensi yang terkait dengan kebijakan publik. Pembahasan tentang kebijakan publik memiliki cakupan yang sangat luas sehingga memerlukan batasan dalam pembahasan sesuai dengan konteks pengembangan wilayah melalui kebijakan di level nasional maupun di level daerah. Dinamika kebijakan publik merupakan fenomena yang berkembang pada suatu wilayah atau daerah sesuai dengan situasi dan kondisi yang suatu wilayah. Berbagai faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik dalam rangka pengembangan wilayah yang berkelanjutan yang dapat dilihat melalui dinamika kebijakan yang berkembang. Dalam pelaksanaannya kebijakan pengembangan wilayah yang dilakukan masih menunjukkan kurangnya penerapan keberlanjutan. Penilaian atas kurangnya keberlanjutan dapat dilihat berdasarkan pada pelaksanaan pembangunan yang belum melibatkan pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam pelaksanaan keputusan kebijakan pengembangan wilayah. Dengan tidak terlibatnya pihak pemerintah, pihak swasta, dan pihak masyarakat maka dapat dipastikan tidak adanya kebersamaan, konsistensi, dan kesinambungan suatu program. Hasil dari pengembangan wilayah juga dapat dilihat berdasarkan wilayah tertentu yang memiliki otonomi dan kualitas pelaksanaan keputusan kebijakan yang berbeda.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Sinaga, Kariaman. "DINAMIKA KEBIJAKAN PUBLIK DALAM MEWUJUDKAN PENGEMBANGAN WILAYAH YANG BERKELANJUTAN." PUBLIK REFORM 10, no. 2 (2023): 64–71. http://dx.doi.org/10.46576/jpr.v10i2.4244.

Full text
Abstract:
Kebijakan pengembangan wilayah dapat dilihat mulai awal perencanaan (ex-ante), evaluasi pelaksanaan kebijakan (on-going), maupun evaluasi atas pelaksanaan kegiatan kebijakan public (ex-post)) sehingga kebijakan dalam pengembangan wilayah dapat menghasilkan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan hasil kebijakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Kabijakan pengembangan wilayah juga tidak terlepas dari konsep good governance yang meliputi: konsistensi, transparansi, akuntabilitas, keadilan, partisipatif, efektivitas, dan efisiensi. Penulisan dilakukan melalui hasil analisis melalui sumber-sumber atau referensi yang terkait dengan kebijakan publik. Pembahasan tentang kebijakan publik memiliki cakupan yang sangat luas sehingga memerlukan batasan dalam pembahasan sesuai dengan konteks pengembangan wilayah melalui kebijakan di level nasional maupun di level daerah. Dinamika kebijakan publik merupakan fenomena yang berkembang pada suatu wilayah atau daerah sesuai dengan situasi dan kondisi yang suatu wilayah. Berbagai faktor dapat mempengaruhi pelaksanaan kebijakan publik dalam rangka pengembangan wilayah yang berkelanjutan yang dapat dilihat melalui dinamika kebijakan yang berkembang. Dalam pelaksanaannya kebijakan pengembangan wilayah yang dilakukan masih menunjukkan kurangnya penerapan keberlanjutan. Penilaian atas kurangnya keberlanjutan dapat dilihat berdasarkan pada pelaksanaan pembangunan yang belum melibatkan pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam pelaksanaan keputusan kebijakan pengembangan wilayah. Dengan tidak terlibatnya pihak pemerintah, pihak swasta, dan pihak masyarakat maka dapat dipastikan tidak adanya kebersamaan, konsistensi, dan kesinambungan suatu program. Hasil dari pengembangan wilayah juga dapat dilihat berdasarkan wilayah tertentu yang memiliki otonomi dan kualitas pelaksanaan keputusan kebijakan yang berbeda.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography