To see the other types of publications on this topic, follow the link: Klitoris.

Journal articles on the topic 'Klitoris'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 20 journal articles for your research on the topic 'Klitoris.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Schiøtz, Hjalmar A., Tonje Bohlin, Tor A. Klingen, and Tor Aaberg. "Nevrom i klitoris etter omskjæring." Tidsskrift for Den norske legeforening 132, no. 6 (2012): 629–30. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.11.1324.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Müller, Thomas. "Wenn Haar und Klitoris unerwünscht sprießen." CME 10, no. 3 (March 2013): 24–25. http://dx.doi.org/10.1007/s11298-013-0171-7.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Metzger, Sabine. "Weit mehr als eine »Perle«: Die Klitoris." Weiblichkeiten 32, no. 2 (November 2020): 9–48. http://dx.doi.org/10.30820/0941-5378-2020-2-9.

Full text
Abstract:
Inspiriert von und kritisch bezugnehmend auf Anne Zacharys Publikation Die Anatomie der Klitoris (2019) werden die zentralen Thesen des Buches zusammengefasst (die Wiederholung der Muster der Verschüttung und Wiederentdeckung des Wissens über weibliche Sexualität und Lust aus Abwehrgründen), kritisch diskutiert (vor allem ihre Darstellung weiblicher Identität und Aggression, ihre Interpretation der psychischen Dimension der Klitoris und ihr Mangel an Präzision in der Darstellung der weiblichen psychosexuellen Entwicklung und Selbstverwirklichung sowie in der Untersuchung von Penisneid und Kastrationsangst), um dann – auch anhand der Reflektion eigener emotionaler Reaktionen im Schreibprozess sowie vertiefender Recherchen – unbeachtete und unbewusste Aspekte der Thematik genauer zu fassen und die Lücken zu schließen. Diese Lücken selbst stellen sich als zentral für das Verständnis der Konflikte, mit denen man sich als Psychoanalytikerin beim Forschen über Weiblichkeit auseinanderzusetzen hat, heraus. Es werden Bezüge zur psychosexuellen Entwicklung der Frau mit ihren weiblichen Genitalien, ihren spezifisch weiblichen Ängsten und Bewältigungsmöglichkeiten hergestellt. Zentral im Zusammenhang mit der Klitoris ist die Frage nach der weiblichen Subjektivierung jenseits der Mutterschaft in einer männlich codierten, phallozentrischen Welt, Sprache und Wissenschaft, die immer noch von massiven Verleugnungen und (unbewussten) Identifizierungen eingeschränkt ist. Beispiele aus der Kunst werden zur Verdeutlichung herangezogen. Abschließend gibt es einen Ausblick auf Desiderate für die psychoanalytische Theoriebildung, kreative Formen der Aneignung und die Mythologie.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Kelling, K., C. Altgassen, B. Banz, C. Dittmer, K. Diedrich, and M. Thill. "Unklarer Tumor der Klitoris in der Postmenopause." Der Gynäkologe 42, no. 11 (October 30, 2009): 901–4. http://dx.doi.org/10.1007/s00129-009-2460-5.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Kelling, K., C. Altgassen, C. Banz, C. Dittmer, K. Diedrich, and M. Thill. "Erratum zu: Unklarer Tumor der Klitoris in der Postmenopause." Der Gynäkologe 42, no. 12 (December 2009): 978. http://dx.doi.org/10.1007/s00129-009-2509-5.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Salma, Salma. "TRADISI SUNAT PEREMPUAN DI LAMPASI TIGO NAGARI." Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam 10, no. 1 (February 22, 2017): 155–67. http://dx.doi.org/10.24090/mnh.v10i1.923.

Full text
Abstract:
Pelaksanaan sunat perempuan di Indonesia selalu diperdebatkan karena adanya perbedaan pendapat tentang hukum maupun tentang penyimpangan pelaksanaannya. Penyimpangan ini misalnya mengangkat klitoris secara sebagian maupun menyeluruh oleh dukun. Atas dasar itu pula Kementerian Pemberdayaan Perempuan mengajukan usul kepada MUI agar sunat perempuan dihapuskan di Indonesia. MUI tidak mengabulkan usulan tersebut dengan beberapa pertimbangan.Ada kelompok masyarakat yang menggunakan jasa dukun untuk melaksanakansunat dengan kurang memperhatikan standar dan fasilitas kesehatan yang telah memadai seperti di Lampasi Tigo Nagari. Jenis penelitian adalah penelitian lapangan dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tatacara dukun melakukan sunat terhadap anak perempuan didominasi oleh ritual keagamaan dan sunat hanya sesaat ketika dukun melakukan insisi (luka luar) pada permukaan klitoris dengan ukuran yang sangat kecil.Tujuan sunat pada anak perempuan adalah untuk mengembangkan syiar Islam, mengikrarkan keislaman anak, menanamkan akidah Islamiyah pada anak, mencegah anak berakhlak buruk dan mendidik anak berbakti pada ibu bapak. Alasan masyarakat mengantar anak perempuan mereka pada dukun untuk disunat adalah untuk mendapatkan kepuasan beragama.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

O’Dey, Dan mon. "Anatomische Rekonstruktion der Regio clitoridis nach weiblicher Genitalbeschneidung und anderen Verletzungen." Die Hebamme 34, no. 01 (February 2021): 30–34. http://dx.doi.org/10.1055/a-1332-8132.

Full text
Abstract:
Die weibliche Genitalbeschneidung (FGM / C) und andere Verletzungen der Klitoris führen zu vulvo-vaginalen und uro-genitalen Form- und Funktionsstörungen, die betroffene Frauen körperlich und psychisch stark beeinträchtigen. Die operative anatomische Rekonstruktion der Regio clitoridis verfolgt das Ziel, deren Form und Funktion wiederherzustellen. Hintergrundwissen über den Eingriff hilft bei der Nachbetreuung – einer interdisziplinären Aufgabenstellung.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Gehrmann, R., S. Riethdorf, L. Riethdorf, E. Pelz, and J. Baltzer. "HPV-negatives Vulvakarzinom bei jungen Frauen mit ungewöhnlicher Nähe zur Klitoris." Geburtshilfe und Frauenheilkunde 65, no. 8 (August 2005): 794–97. http://dx.doi.org/10.1055/s-2005-865908.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Nurahmansyah, Nurahmansyah. "PRAKTEK KHITAN PADA PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI DESA RAWAKALONG KECAMATAN GUNUNG SINDUR KABUPATEN BOGOR." Mozaic : Islam Nusantara 5, no. 1 (April 12, 2019): 35–60. http://dx.doi.org/10.47776/mozaic.v5i1.130.

Full text
Abstract:
Khitan perempuan yang dilaksanakan di Desa Rawakalong hanya sebagai simbol. Pelaksanaan khitan pada bayi perempuan di desa tersebut memiliki dua tahapan, yaitu: tahap persiapan yaitu bayi perempuan yang akan dikhitan diberi sarapan/tatakan dengan kain putih yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Adapun tahap pelaksanaan dengan meletakan koin di bawah klitoris bersamaan dengan pembacaan doa atau jampe-jampe dengan Bahasa Sunda yang dibaca oleh paraji, lalu menorehnya dengan pisau kecil atau pisau lepit. Khitan perempuan tersebut merupakan sebuah tradisi yang sudah dilaksanakan sejak zaman dahulu (nenek-moyang mereka)
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Kusumastuti, Istiana. "Kebijakan Operasional Praktik Khitan Perempuan di Kabupaten Brebes." Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia 8, no. 01 (December 2, 2019): 35–47. http://dx.doi.org/10.33221/jiki.v8i01.436.

Full text
Abstract:
Khitan perempuan secara umum sebanding dengan khitan terhadap laki-laki. Hanya saja, karena secara anatomis antara keduanya berbeda, maka tata caranya juga berbeda. Khitan laki-laki dilakukan dengan membuang kulup yang menutupi penis, sedangkan pada perempuan dilakukan denga membuang “kulup” yang menutupi klitoris. Tujuan penelitian ini untuk menyusun kebijakan operasional praktik khitan perempuan di Kabupaten Brebes tahun 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif melalui pendekatan observational serta metode pengumpulan data menggunakan indepth interview (wawancara mendalam) yang dilakukan kepada sumber informasi (informan) yang berhubungan dengan praktik khitan perempuan. Hasil penelitian didapatkan bahwa bentuk kebijakan operasional praktik khitan perempuan berisi tentang status hukum khitan perempuan, tenaga pelaksana khitan perempuan, peralatan khitan perempuan, metode khitan perempuan dan prosedur khitan perempuan. Di Kabupaten Brebes kebijakan operasional praktik khitan perempuan belum dapat direalisasikan pelaksanaannya. Jadi dapat disimpulkan belum membudayanya praktik khitan perempuan di Kabupaten Brebes. Disarankan bentuk Kebijakan Operasional Praktik Khitan Perempuan sebaiknya lebih dipahami dan ditelaah agar dapat digunakan seoptimal mungkin, bagi pemerintah sebaiknya melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai khitan perempuan yang lebih tepat, selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan, Ketua IBI dan petugas KIA hendaknya meningkatkan pemahaman terkait khitan perempuan, kemudian MUI dan Ulama Kabupaten Brebes dapat mengoptimalkan sosialisasi praktik khitan perempuan agar masyarakat memahami manfaat khitan perempuan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Kusumastuti, Istiana. "Kebijakan Operasional Praktik Khitan Perempuan di Kabupaten Brebes." Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia 8, no. 01 (June 29, 2018): 35–47. http://dx.doi.org/10.33221/jiki.v8i01.90.

Full text
Abstract:
Khitan perempuan secara umum sebanding dengan khitan terhadap laki-laki. Hanya saja, karena secara anatomis antara keduanya berbeda, maka tata caranya juga berbeda. Khitan laki-laki dilakukan dengan membuang kulup yang menutupi penis, sedangkan pada perempuan dilakukan denga membuang “kulup” yang menutupi klitoris. Tujuan penelitian ini untuk menyusun kebijakan operasional praktik khitan perempuan di Kabupaten Brebes tahun 2015. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif melalui pendekatan observational serta metode pengumpulan data menggunakan indepth interview (wawancara mendalam) yang dilakukan kepada sumber informasi (informan) yang berhubungan dengan praktik khitan perempuan. Hasil penelitian didapatkan bahwa bentuk kebijakan operasional praktik khitan perempuan berisi tentang status hukum khitan perempuan, tenaga pelaksana khitan perempuan, peralatan khitan perempuan, metode khitan perempuan dan prosedur khitan perempuan. Di Kabupaten Brebes kebijakan operasional praktik khitan perempuan belum dapat direalisasikan pelaksanaannya. Jadi dapat disimpulkan belum membudayanya praktik khitan perempuan di Kabupaten Brebes. Disarankan bentuk Kebijakan Operasional Praktik Khitan Perempuan sebaiknya lebih dipahami dan ditelaah agar dapat digunakan seoptimal mungkin, bagi pemerintah sebaiknya melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai khitan perempuan yang lebih tepat, selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan, Ketua IBI dan petugas KIA hendaknya meningkatkan pemahaman terkait khitan perempuan, kemudian MUI dan Ulama Kabupaten Brebes dapat mengoptimalkan sosialisasi praktik khitan perempuan agar masyarakat memahami manfaat khitan perempuan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Rosyid, Moh. "HADIS KHITAN PADA PEREMPUAN: Kajian Kritik Matan Sebagai Upaya Mengakhiri Diskriminasi Gender." Riwayah : Jurnal Studi Hadis 6, no. 1 (May 27, 2020): 19. http://dx.doi.org/10.21043/riwayah.v6i1.6869.

Full text
Abstract:
Tujuan ditulisnya naskah ini untuk memaparkan praktik mengkhitan pada anak perempuan di Pantai Utara Jawa Tengah (Pantura Jateng) bagian timur meliputi sebagian wilayah Kabupaten Demak, Kudus, Jepara, Pati, dan Rembang. Data diperoleh dengan wawancara dengan pelaku khitan (pengkhitan) yang analisisnya berpijak pada hadis tentang khitan dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Mengkhitan berlandaskan hadis Nabi ”<em>al-khitanu sunnatu li ar-rijal makrumatun li an-nisa”</em> (Khitan itu sunah bagi lelaki dan kemulyaan bagi perempuan”). Berdasarkan <em>takhrijul al-hadis</em>, hadis nomor 19794 bersumber dari Ahmad bin Hambal dan Usamah, bersandar pada Suraij sebagai sanad pertama. Sanad hadis bersambung tapi tidak semua perawinya <em>tsiqoh,</em> kredibilitasnya diperdebatkan dan sanadnya <em>dloif</em>. Tetapi pelaksanaan khitan pada anak perempuan membudaya dengan ragam model, bila tidak dikhitan dicemooh lingkungannya. Dampak secara luas, data Unicef tahun 2015 hasil survei tahun 2013 di 33 provinsi di Indonesia, di 497 kota dan 300.000 rumah tangga, lebih dari separuh jumlah anak perempuan usia di bawah enam bulan dikhitan dengan memotong klitoris. Kondisi ini menempatkan Indonesia pada urutan ketiga praktik sunat setelah Mesir dan Ethiopia. Hal ini diperkuat adanya pandangan masyarakat bahwa perempuan menduduki strata sosial kelas dua setelah laki-laki sehingga lelaki sangat dominan memutuskan ragam hal. Pemahaman terhadap hadis khitan tersebut perlu diluruskan agar dampak khitan di bidang kesehatan yang diderita anak perempuan tidak berkelanjutan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Farida, Jauharotul, Misbah Zulfa Elizabeth, Moh Fauzi, Rusmadi Rusmadi, and Lilif Muallifatul Khorida Filasofa. "SUNAT PADA ANAK PEREMPUAN (KHIFADZ) DAN PERLINDUNGAN ANAK PEREMPUAN DI INDONESIA: Studi Kasus di Kabupaten Demak." Sawwa: Jurnal Studi Gender 12, no. 3 (February 1, 2018): 371. http://dx.doi.org/10.21580/sa.v12i3.2086.

Full text
Abstract:
<p class="IIABSTRAK333">Female circumcision is one of the continuing practices in some countries of Africa, Europe, Latin America, and Asia, including Indonesia. In Arab, tradition of female circumcision has been widely known before the Islamic period. While in Indonesia, some areas practicing female circumcision include Java, Madura, Sumatra, and Kalimantan. This research used qualitative-ethno­graphic method. Data were collected through in-depth interviews to the traditional birth attendants who performed circumcision and to the baby's parents who sent their children for circumcision. In addition, Focus Group Discussion (FGD) involving medical personnel (doctors and midwives), traditional birth attendants, the parents, community leaders, religious leaders, academics, and government, was also conducted to explore the data. Then, the obtained data were analyzed by using descriptive analytical technique. The result shows that the practice of female circumcision in Demak Regency was done in 2 ways, namely symbolically and truly. Symbolically means that the practice of female circumcision was done by not cutting a female genital part, ie clitoris, but using substitute media, namely turmeric. On the other hand, the real meaning means that female circumcision was actually done by cutting little tip of the clitoris of a daughter. The time for practicing female circumcision in Demak regency was generally coincided with Javanese traditional ceremonies for infants / young children. The purpose for the daughters was in order to become <em>sholihah</em> and be able to control their lusts (not become "<em>ngintil kakung</em>" or hypersexual). Indeed, the motivation to practice this tradition is to preserve the ancestral tradition and to implement the religious command.</p><p class="IIABSTRAK333">_________________________________________________________</p><p class="IIABSTRAK333">Sunat perempuan merupakan salah satu praktik yang saat ini masih dilakukan di beberapa negara di Afrika, Eropa, Amerika Latin, dan juga di Asia, termasuk Indonesia. Pada masyarakat Arab, tradisi sunat perempuan sudah dikenal luas sebelum periode Islam. Sementara Indonesia, beberapa wilayah yang mempraktikan sunat perempuan meliputi Jawa, Madura, Sumatera, dan Kalimantan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif-etnografis. Teknik pengumpulan data: Wawancara<strong> </strong>mendalam dengan dukun bayi yang melakukan sunat dan juga orang tua bayi yang mensunatkan anaknya. <em>Focus Group Discussion</em> (FGD) yang melibatkan tenaga medis (dokter dan bidan), dukun bayi yang melakukan sunat per­empuan, orang tua anak yang disunat, tokoh masyarakat, tokoh agama, akademisi, dan pemerintah.Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif-analitis Pada masyarakat di Kabupaten Demak. Praktik sunat perempuan pada Kabupaten Demak dilakukan de­ngan 2 cara, yakni secara sim­bolik dan secara sesungguhnya. Yang dimaksud secara simbolik adalah praktik sunat perempuan dilaku­kan tidak dengan memotong se­bagain anggota kelamin per­empuan, yakni klitoris, melainkan menggunakan media peng­ganti, yakni kunyit. Sedangkan yang di­maksud secara sesungguhnya ada­lah bahwa sunat perempuan benar-benar dilakukan dengan cara memotong sebagian kecil ujung klitoris anak perempuan. Waktu pelaksanaan sunat perempuan di masya­rakat Kabupaten Demak pada umumnya bersamaan dengan upacara-upacara adat Jawa untuk bayi/anak kecil. Tujuan dilakukan sunat perempuan bagi masyarakat di Kabupaten Demak adalah agar anak perempuan tersebut menjadi anak shalihah dan dapat mengendali­kan nafsu syahwatnya agar tidak “<em>ngintil kakung</em>” (hyperseks). Motivasi men­jalankan tradisi sunat perempuan bagi masyarakat di Kabupaten Demak menjalankan tradisi leluhur dan menjalankan perintah agama.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Yuliyanik, Yuliyanik. "PENGARUH POSISI LITHOTOMI DAN DORSAL RECUMBENT TERHADAP DERAJAD ROBEKAN PERINEUM PADA IBU BERSALIN PRIMI GRAVIDA." Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada 3, no. 2 (March 2, 2015): 81–88. http://dx.doi.org/10.33475/jikmh.v3i2.152.

Full text
Abstract:
Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi. Di Jawa Timur jumlah kematian ibu tahun 2012 sebesar 97,40 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan di Kabupaten Malang tercatat 25 orang ibu meninggal pada tahun 2012(63,39 per 100.000 kelahiran hidup). Salah satu penyebab adalah terjadinya laserasi perineum pada ibu bersalin. Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalinan. Laserasi perineum dapat mengakibatkan perdarahan sesuai derajat laserasi yang terjadi. Penatalaksanaan posisi pada persalinan ada bermacam-macam antara lain posisi lithotomi, posisi duduk, posisi setengah duduk, posisi berdiri. Perdarahan pada laserasi perineum dapat menjadi hebat khususnya pada laserasi derajat tiga dan empat atau jika laserasi meluas kesamping atau naik ke vulva mengenai klitoris. Posisi yang paling umum digunakan dalam proses persalinan adalah posisi lithotomi dan dorsal recumbent. Mengetahui derajad laserasi yang terjadi pada ibu bersalin dengan posisi lithotomi dan posisi dorsal recumbent. Penelitian dilakukan pada 20 ibu bersalin primipara, 10 responden bersalin dengan posisi lithotomi dan 10 responden bersalin dengan posisi dorsal recumbent. Metode yang dilakukan dengan cara observasi langsung pada ibu saat bersalin. Subjek dalam penelitian ini adalah ibu bersalin primigravida. Setelah persalinan dengan posisi yang dipilih ibu bersalin, kita melihat derajad laserasi yang terjadi. Derajad laserasi perineum yang terjadi adalah 12 responden mengalami laserasi perineum derajad I dan 8 responden mengalami laserasi perineum derajad II. Responden dengan posisi lithotomi mengalami laserasi perineum lebih ringan daripada responden dengan posisi dorsal recumbent. Posisi lithotomi lebih nyaman dan aman pada ibu bersalin primigravida dan mengurangi risiko terjadinya laserasi perineum daripada posisi d. Peneliti sedang menyelesaikan luaran berupa publikasi pada jurnal ilmiah nasional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Kuhn, Annette. "Chronischer Beckenschmerz." Therapeutische Umschau 75, no. 9 (September 2018): 573–75. http://dx.doi.org/10.1024/0040-5930/a001039.

Full text
Abstract:
Zusammenfassung. Als chronischer Beckenschmerz (chronic pelvic pain, CPPS) wird ein Schmerzsyndrom bezeichnet, dass ohne vorliegende Infektion oder akutes Trauma zu teilweise invalidisierenden Schmerzen über mehr als drei Monate führt. Bei Frauen tritt dieses Syndrom oft gemeinsam mit Endometriose, Bladder Pain Syndrom oder interstitielle Zystitis auf, bei Männern mit chronischer abakterieller Prostatitis. Die Pävalenz des CPPS schwankt je nach Literaturangaben zwischen 1 – 11 % [1]. Der chronische Beckenschmerz stellt eine multifaktorielle Erkrankung unklarer Ätiologie dar. Es gibt keine international allgemein anerkannten und therapeutischen Standards für die Behandlung. Die Ursachen sind häufig unklar und ohne manifeste Infektionen oder definierbare Pathologien. Diagnosen wie Dyspareunie, Vaginismus, Anismus, Vulvodynie, Beckenringschmerzen, Coccygodynie und anorektale Schmerzen sind unter der Überschrift des CPPS häufig. Die Symptome des CPPS sind mannigfaltig. Dabei muss es sich nicht nur um Schmerzen handeln, sondern typischerweise auch um Beschwerden wie Missempfindungen, Brennen, Stechen, Kribbeln, Reizblasenbeschwerden, Druck-, Krampf- oder Verspannungsgefühlgefühl oder einfach einem unangenehmen Bewusstsein im Beckenbereich. Die Schmerzen können über dem Schambeinknochen im Bereich der Blase, entlang der Harnröhre, im Bereich der Labien, Klitoris, am Scheideneingang, am Damm, am After oder am Steissbein mit Ausstrahlungen in die Leiste oder in den Bauch auftreten. Die Symptome können konstant oder intermittierend, z. B. nur nach dem Wasserlösen, nach dem Stuhlen oder nach der Sexualität bemerkbar sein. Oft kann langes Sitzen, enge Kleidung, Kälte oder Stress die Beschwerden verstärken. Die Symptom-Palette kann durch Verkürzungen der am Becken angrenzenden Muskulatur oder Verspannung der Beckenbodenmuskulatur mit eventueller Bildung von Triggerpunkten entstehen oder unterhalten werden. Diese können gezielt physiotherapeutisch behandelt werden. Wie bei allen Rehabilitationsmassnahmen wird auf Grund des Befundes ein individueller Behandlungsplan erstellt.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Burri, Josef, and Bernhard Uehleke. "Clitoria ternatea – Blaue Klitorie." Zeitschrift für Phytotherapie 40, no. 02 (May 2019): 73–74. http://dx.doi.org/10.1055/a-0879-7795.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Sa�dan, Masthuriyah. "Khitan Anak Perempuan, Tradisi, dan Paham Keagamaan Islam: Analisa Teks Hermeneutika Fazlur Rahman." BUANA GENDER : Jurnal Studi Gender dan Anak 1, no. 2 (December 30, 2016): 115. http://dx.doi.org/10.22515/bg.v1i2.225.

Full text
Abstract:
The practice of girls circumcision in Indonesian still exists these days. Though it is not as severe as the practice of circumcision in Africa and Middle East, the practice of circumcision in Indonesia is still classified as very unsophisticated: utilizing a small knife and turmeric cut at the tip of the newborn baby clitoris. This practice has been performed hereditary. Merely, in various ways, the construction of gender often cause detriment on female, since there are assumptions and beliefs on female sanctity myth. Yet this practice is very detrimental for female if it is reviewed from the medical, humanity, and social aspects. Ironically, such practice often utilized teological legitimation theorem to strengthen the root of violence against female. Employing Fazlur Rahmans hermeneutic analysis on double movement theory, this article studied the practice of female circumcision along with tradition and religious interpretation. The result of this study is that the moral ideal aspect of the female circumcision tradition has caused detriment on female whether in medical side or womans rights. Subsequently, by legal aspect, the practice of circumcision is only for boys and not for girls.Praktik khitan bagi anak perempuan di daerah Nusantara masih eksis hingga sekarang, meski tidak separah seperti praktik khitan di daerah Afrika dan Timur tengah, praktik khitan di Indonesia masih tergolong sangat sederhana. Dengan menggunakan pisau kecil dan kunyit yang disayat di bibir klitoris bayi yang baru dilahirkan. Praktik tersebut telah berjalan secara turun temurun. Secara sederhana, dalam beberapa bentuk, seringkali konstruksi gender merugikan banyak kaum perempuan, karena adanya asumsi dan kepercayaan tentang mitos kesucian perempuan. Padahal praktik tersebut sangat merugikan perempuan jika ditinjau dari aspek medis, kemanusiaan dan sosial humaniora. Ironisnya, praktik yang demikian seringkali menggunakan dalil legitimasi teologis untuk menguatkan akar kekerasan terhadap perempuan. Dengan menggunakan pisau analisa hermeneutika Fazlur Rahman tentang teori gerak ganda, tulisan ini mengkaji praktik khitan perempuan dengan tradisi dan tafsir keagamaan. Adapun hasil kajian dari tulisan ini adalah bahwa aspek ideal moral dari tradisi khitan perempuan telah merugikan pihak perempuan baik dari segi medis maupun hak asasi perempuan. Kemudian secara aspek legal, praktik khitan adalah untuk anak laki-laki dan bukan kepada anak perempuan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Kelling, K., C. Banz, M. Bohlmann, MK Bohlmann, C. Dittmer, K. Diedrich, and M. Thill. "Malignes Melanom der Klitoris – Kasuistik und Literaturübersicht." Geburtshilfe und Frauenheilkunde 68, S 01 (September 2008). http://dx.doi.org/10.1055/s-0028-1088860.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Gehrmann, R., W. Poleska, M. Friedrich, and J. Baltzer. "HPV-negatives Vulvakarzinom bei jungen Frauen mit ungewöhnlicher Nähe zur Klitoris." Geburtshilfe und Frauenheilkunde 68, S 01 (September 2008). http://dx.doi.org/10.1055/s-0028-1088861.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Nurdiyana, Tutung. "SUNAT PEREMPUAN PADA MASYARAKAT BANJAR DI KOTA BANJARMASIN." KOMUNITAS: International Journal of Indonesian Society and Culture 2, no. 2 (April 2, 2013). http://dx.doi.org/10.15294/komunitas.v2i2.2281.

Full text
Abstract:
Tujuan artikel ini adalah untuk mendiskusikan khitan perempuan yang dikenal dengan female genital mutilation (FGM) pada masyarat Banjar dan bagaimana mereka menginterpretasikan khitan perempuan bagi kehidupan sosial mereka. Penelitian menggunakan metode etnografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada masyarakat Banjar khitan perempuan dilakukan dengan memotong atau menggores klitoris. Bagi masyarakat Banjar, khitan perempuan adalah perintah agama yang tabu dibicarakan. Tujuan khitan perempuan menurut mereka adalah untuk menyucikan si jabang bayi dan menjadikannya sebagai muslim. Disamping itu khitan perempuan juga dimaksudkan untuk menjaga kelangsungan fungsi reproduksi.The purpose of this study is to describe the practice of female genital mutilation (FGM) in Banjarese society and the view of Banjarees society about it and how they interpret the female genital mutilation for their social life. This research method used is ethnography. This research found that female genital mutilation executed to the infant under one year and the mutilation method is done by cutting or scratching parts of the clitoris. For Banjarese society, female genital mutilation is a tradition and religious command, a taboo issue that cannot be discussed and was thought to have the objectives to clean the infants before entering the area of moslemhood as a moslem and as endeavour to protect the continuity of reproduction function.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography