To see the other types of publications on this topic, follow the link: Koagulant.

Journal articles on the topic 'Koagulant'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Koagulant.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Wahyuni, Sigma, and Sugito Sugito. "PENGARUH PENGGUNAAN KOAGULAN PADA BIOFILTER ANAEROBIK AEROBIK DALAM MENURUNKAN COD (CHEMICAL OXYGEN DEMAND) DAN BOD (BIOLOGICAL OXYGEN DEMAND) LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI." WAKTU: Jurnal Teknik UNIPA 13, no. 1 (March 23, 2016): 54–62. http://dx.doi.org/10.36456/waktu.v13i1.25.

Full text
Abstract:
Limbah cair PT. Interbat berasal dari kegiatan domestik meliputi laundry (menggunakan detergen bebas phospat), kegiatan hygiene personal (mandi, keramas dan cuci tangan), kegiatan dapur dan kantin, toilet/WC (buang air), kegiatan kebersihan (pembersihan lantai dan kamar mandi); kegiatan produksi (penisilin, sefalosporin, dan non betalaktam) dan laboratorium meliputi pencucian alat-alat produksi dan alat laboratorium, pencucian botol, air cucian vial, air buangan dari wet scrubber HVAC (sistem tata udara). Beban dan jumlah limbah cair yang masuk dalam IPAL sentral PT. Interbat sering mengalami fluktuasi konsentrasi dan fluktuasi jumlah air. Sehingga beberapa kali hasil olahan tidak memenuhi standart baku mutu Pergub Jatim No. 72 Tahun 2013 untuk industri farmasi. Teknologi sistem biofilter anaerobik aerobik telah banyak dimanfaatkan untuk mengolah limbah cair dan dapat menurunkan BOD dan COD hingga 95%. Salah satu kelebihan teknologi ini adalah tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi. Bahan koagulan digunakan pada aplikasi ini untuk membantu proses pengikatan padatan. Tujuan dalam penelitian ini akan dikaji tentang pengaruh penggunaan koagulan pada biofilter anaerobik aerobik dalam menurunkan COD (Chemical Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxygen Demand) limbah cair industri farmasi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data sekunder, survei lapangan, perhitungan reaktor, dokumentasi, kajian literatur dan analisis laboratorium. Dimensi reaktor biofilter anaerobik aerobik dalam penelitian ini adalah skala 1:10. Debit air limbah pada skala 1:10 adalah sebesar 50ml/menit. Digunakan tambahan koagulant dengan variasi 0 ppm (tanpa), 200 ppm dan 300 ppm. Rata-rata efisiensi penurunan COD dan BOD dalam penelitian ini pada dosis tanpa penambahan koagulan penurunan COD sebesar 60% dan BOD sebesar 60%; pada dosis koagulan 200 ppm penurunan COD sebesar 54% dan BOD sebesar 46%; dan pada dosis koagulan 300 ppm penurunan COD sebesar 67% dan BOD sebesar 65%. Kemampuan dalam efisiensi penurunan COD dan BOD tertinggi dalam penelitian ini adalah pada koagulan dosis 300 ppm. Hasil COD dan BOD outlet adalah COD outlet sebesar 67 mg/l dan BOD outlet sebersar 49 mg/l. Bila dibandingkan dengan Pergub Jatim No.72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri Dan/Atau Kegiatan Usaha Lainnya, maka hasil COD dan BOD outlet sudah dibawah baku mutu. Kata Kunci : Biofilter anaerobik aerobik, koagulan, PAC, COD, BOD
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Rahimah, Zikri, Heliyanur Heldawati, and Isna Syauqiah. "PENGOLAHAN LIMBAH DETERJEN DENGAN METODE KOAGULASI-FLOKULASI MENGGUNAKAN KOAGULAN KAPUR DAN PAC." Konversi 5, no. 2 (March 28, 2018): 13. http://dx.doi.org/10.20527/k.v5i2.4767.

Full text
Abstract:
Abstrak-Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui koagulan kapur atau PAC yang paling efektif pada proses koagulasi-flokulasi dari pengolahan limbah deterjen buatan dan limbah laundry, menentukan massa optimum dari koagulan kapur atau PAC pada pengolahan limbah deterjen buatan dan limbah laundry menggunakan proses koagulasi-flokulasi dan menentukan persen maksimum penurunan BOD dan COD pada limbah deterjen buatan dan limbah laundry menggunakan proses koagulasi-flokulasi. Pada penelitian ini, kami menggunakan metode jartest atau metode koagulasi-flokulasi dengan menggunakan koagulan kapur dan PAC. Metode yang digunakan untuk menurunkan kadar BOD dan COD ialah koagulasi yaitu dicampurkannya koagulan dengan pengadukan cepat 100 rpm selama 1 menit kemudian dengan metode flokulasi yaitu dilakukan pengadukan lambat 40 rpm selama 20 menit dan diendapkan selama 30 menit. Penentuan massa optimum dilakukan dengan cara menambahkan koagulan baik menggunkan kapur atau PAC masing-masing sebanyak 1 gr, 2 gr, 3 gr, 4 gr, 5 gr dalam 150 ml limbah deterjen buatan maupun limbah deterjen laundry. Dari variasi massa koagulan dapat diketahui persen maksimum penurunan BOD dan COD tertinggi terdapat pada koagulan kapur sebesar 12,05% dan 75% pada limbah deterjen buatan pada massa 5 gr, sedangkan pada limbah laundry sebesar 11,57%.dan 78,57% pada massa 5 gr. Kata kunci: koagulasi-flokulasi, limbah deterjen, COD, BOD. Abstract- This research is conducted to find out the effective koagulan lime or PAC in koagulasi-flokulasi process from preparation of waste material detergent product and waste material laundry, to determine optimum mass from koagulan lime or PAC in preparation of waste material detergent product and waste material laundry using koagulasi-flokulasi process and to determine maximum percent the decrease of BOD and COD in preparation of waste material detergent product and waste material laundry. In this research, we used jartest method or koagulasi-flokulasi method by using koagulan lime or PAC. Methode that used to decrease the value of BOD and COD is koagulasi. Koagulasi is mixed koagulan and stir fast 100 rpm for one minute, then with flokulasi method, it is stir slow 40 rpm for 20 minutes and sediment, it for 30 minutes. Determine optimum mass done by add good koagulan using lime or PAC 1 gr, 2 gr, 3 gr ,4 gr, 5 gr, in waste material detergent product and waste material laundry. From the various mass koagulan know that the highest decrease maximum percent of BOD and COD in koagulan kapur is 12,05% and 75% on waste material detergent product in 5 gr mass while waste material laundry is 11,57 % and 78,57% in 5 gr mass. Keywords: koagulasi-flokulasi, waste material detergent, COD, BOD
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Rosariawari, Firra, and Aulia Ulfah Farahdiba. "PENGARUH DEBIT ALIRAN TERHADAP DISSOLVE OXYGEN PADA PROSES HIDROULIK KOAGULASI DENGAN PARSHALL FLUME DALAM PENYISIHAN SENYAWA ORGANIK." JURNAL ENVIROTEK 12, no. 1 (April 24, 2020): 1–4. http://dx.doi.org/10.33005/envirotek.v12i1.14.

Full text
Abstract:
Proses koagulasi dan flokulasi secara mekanik merupakan proses yang sering digunakan dalam mencampurkan koagulan dengan air sampel. Hidroulik koagulasi merupakan proses koagulasi yang digunakan mencampurkan koagulan secara hidroulik, yaitu dengan manfaatkan aliran air untuk pengadukannya. Parshall Flume merupakan unit yang biasanya diganakan dalam proses aerasi. Unit Parshall flume memanfaatkan betuk penyempitan saluran untuk membentuk suatu terjunan. Pada titik dipenyempitan saluran Parshall Flume dimanfaatkan sebagai proses pencampuran antara koagulan dengan air yang akan diolah. Sehingga Debit aliran yang melalui penyempitan saluran tersebut berpengaruh terhadap tinggi terjunan nya. Level air pada terjunan akan menimbulkan kontak pula antara air dengan udara, sehingga perlu diketahui nilai Dissolve Oxygen yang turut mempengaruhi proses penyisihan senyawa organik yang berada pada air yang akan diolah. Variasi debit dan variasi koagulan digunakan untuk mengetahui nilai optimum aliran dan koagulan dalam menyisihkan senyawa organik
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

S.W., Rachmawati, Bambang Iswanto, and Winarni . "PENGARUH pH PADA PROSES KOAGULASI DENGAN KOAGULAN ALUMINUM SULFAT DAN FERRI KLORIDA." INDONESIAN JOURNAL OF URBAN AND ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY 5, no. 2 (December 9, 2009): 40. http://dx.doi.org/10.25105/urbanenvirotech.v5i2.676.

Full text
Abstract:
<p>Koagulasi terjadi karena adanya interaksi antara koagulan dengan kontaminan seperti partikel koloid. Proses koagulasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pH, dosis koagulan, serta kekeruhan larutan. Dalam penelitian ini dilakukan studi untuk mengetahui pengaruh parameter pH dan dosis pada proses koagulasi dan flokulasi dengan menggunakan koagulan aluminum sulfat (Al2(SO4)3..14,3H2O ) dan ferri klorida (FeCl3.6H2O). Air baku yang digunakan adalah suspensi air baku sintetis menggunakan kaolin, dengan variasi suspensi kekeruhan tinggi (124 NTU) dan suspensi kekeruhan sedang (51 NTU). Hasil penelitian mengindikasikan bahwa pengaruh pH dan dosis pada koagulan aluminum sulfat sangat signifikan, sedangkan ferri klorida memberikan rentang pH operasi yang lebih besar dibandingkan dengan aluminum sulfat.<br />Keywords : colloid, destabilization, pH, dosages, sweep flocculation.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Novita, Elida, Moh Salim, and Hendra Pradana. "PENANGANAN AIR LIMBAH INDUSTRI KOPI DENGAN METODE KOAGULASI-FLOKULASI MENGGUNAKAN KOAGULAN ALAMI BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA L.)." Jurnal Teknologi Pertanian 22, no. 1 (2021): 13–24. http://dx.doi.org/10.21776/ub.jtp.2021.022.01.2.

Full text
Abstract:
Proses pengolahan kopi basah menghasilkan air limbah yang mengandung bahan organik yang tinggi dan berpotensi mencemari air dan tanah. Salah satu upaya yang dilakukan untuk penanganan air limbah pengolahan kopi adalah proses koagulasi-flokulasi. Faktor utama terjadinya proses koagulasi flokulasi adalah koagulan. Biji asam jawa berpotensi dimanfaatkan sebagai koagulan sebab mengandung protein yang cukup tinggi dan diharapkan dapat berperan sebagai polielektrolit yang lebih ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perlakuan koagulasi-flokulasi terbaik dalam memperbaiki kualitas air limbah pengolahan kopi berdasarkan ukuran dan dosis koagulan dari biji asam jawa. Preparasi koagulan dari biji asam jawa dilakukan dengan tahapan pengeringan hingga mencapai kadar air 10% dan pengecilan ukuran mesh 80 (0,177 mm), 100 (0,149 mm), dan 150 (0,098 mm). Kecepatan yang digunakan pada proses koaguasi yaitu 300 rpm pengadukan cepat selama 1 menit dan 50 rpm pengadukan lambat selama 15 menit. Dosis yang digunakan yaitu 1500 mg/L, 2500 mg/L, dan 3500 mg/L. Indikator yang diamati yaitu TSS, TDS, kekeruhan, dan COD. Metode pengolahan data menggunakn uji Analysis of Variance (ANOVA) dan uji lanjut tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koagulasi-flokulasi menggunakan serbuk biji asam jawa dengan perlakuan ukuran mesh 150 dan dosis 1500 mg/L merupakan alternatif tertinggi dalam menurunkan konsentrasi bahan pencemar pada air limbah pengolahan kopi. Kombinasi tersebut menghasilkan nilai efisiensi penurunan parameter TSS, TDS, kekeruhan, dan COD secara berurutan yaitu 79,24 %; 82,74 %; 61,79 %; dan 61,63 %. Biji asam jawa dalam bentuk serbuk berpotensi dimanfaatkan sebagai koagulan alami dalam penanganan air limbah pengolahan kopi menggunakan metode koagulasi-flokulasi. Kata kunci: Biji Asam Jawa; Flokulasi; Koagulasi; Kopi
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Poerwanto, Dyah Dwi, Eko Prabowo Hadisantoso, and Soehartini Isnaini. "PEMANFAATAN BIJI ASAM JAWA (TAMARINDUS INDICA) SEBAGAI KOAGULAN ALAMI DALAM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI FARMASI." al-Kimiya 2, no. 1 (June 15, 2015): 24–29. http://dx.doi.org/10.15575/ak.v2i1.349.

Full text
Abstract:
ABSTRAKTelah dilakukan penelitian pemanfaatan biji asam jawa dalam pengolahan limbag cair industri farmasi dengan metoda koagulasi. Koagulasi dan flokulasi merupakan metode pengolahan air untuk limbah yang bersifat koloid. Biji asam jawa mengandung tanin sebesar 20,2 % yang bersifat sebagai koagulan dan polimer alami seperti pati sebesar 30,1 % yang berfungsi sebagai flokulan. Penelitian ini diawali dengan preparasi koagulan dimana biji asam jawa yang telah dibersihkan ditumbuk hingga menjadi serbuk lalu diayak dengan ayakan tepung. Selanjutnya sampel air limbah ditambahkan koagulan dengan variasi dosis yaitu 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 gram/500 mL sampel air limbah, lalu diaduk dengan kecepatan cepat 3 menit dan kecepatan lambat 12 menit, kemudian diendapkan 12 menit. Filtrat hasil koagulasi dianalisis berdasarkan Kep-51/MENLH/10/1995 tentang baku mutu limbah cair industri farmasi. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kemampuan biji asam jawa cukup baik sebagai koagulan untuk memperbaiki nilai pH, menurunkan konsentrasi TSS pada dosis optimum 1 g/500 mL, BOD pada dosis optimum 7 g/500mL, serta NH4+ pada dosis optimum 3 g/500 mL. Namun, koagulan ini belum dapat digunakan untuk menurunkan konsentrasi COD dan fenol dalam limbah cair industri farmasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Zaiyar. "KRISTALINITAS MEMBRAN HIBRID POLISULFON-LEMPUNG PADA MEDIA KOAGULASI AIR DAN CAMPURAN AIR-2PROPANOL." Photon: Jurnal Sain dan Kesehatan 6, no. 01 (October 30, 2015): 1–4. http://dx.doi.org/10.37859/jp.v6i01.439.

Full text
Abstract:
Kristalinitas membran hibrid polisulfon-lempung dalam larutan casting yang dikoagulasikan dalam media koagulasi air dan campuran air-2 propanol menunjukkan hasil yang berbeda. Pengukluran dilakukan menggunakan menggunakan difraktometer sinar-X Schimizu Maxima 7000 pada sudut hamburan (2θ) 5o-35o, dengan ukuran sampling puncak 0.02o dan kecepatan pengamatan (scan) 2o/menit. Derajat kristalinitas membran A (koagulan air) adalah sebesar 63,1185, sedangkan membran B (media koagulasi campuran air-2propanol adalah 31,7691. Perbedaan derajat kristalinitas ini disebabkan pengaruh halangan sterik dari media koagulasi dan kecepatan difusi pertukaran antara pelarut dan non pelarut pada proses koagulasi pembentukan membran.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Ramadhani, Laily Isna, Yurike Dwiayu Rahmaningsi, Nanda Ravenia Amanda, and Herawati Budiastuti. "Efektivitas Biji Kelor sebagai Koagulan Alami pada Pengolahan Limbah Cair Tahu Melalui Proses Anaerobik-Aerobik." FLUIDA 13, no. 1 (May 31, 2020): 30–37. http://dx.doi.org/10.35313/fluida.v13i1.2060.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Limbah cair tahu merupakan salah satu limbah cair dengan kandungan organik yang tinggi dan berpotensi merusak lingkungan. Pada penelitian ini digunakan dua metode pengolahan dengan mengkombinasikan metode pengolahan biologi dan proses koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan alami, biji kelor. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh dosis dan ukuran partikel koagulan terbaik. Dosis biji kelor divariasikan dari 1.000, 2.000, 3.000, dan 4.000 ppm. Dosis terbaik digunakan untuk menentukan ukuran partikel koagulan terbaik dengan variasi ukuran 250, 500, 1.000, dan 2.000 µm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis biji kelor terbaik untuk metode 1 (aerobik dan koagulasi flokulasi) adalah 2.000 ppm dan untuk metode 2 (kombinasi anaerobik-aerobik dan koagulasi flokulasi) adalah 4.000 ppm. Ukuran partikel terbaik yaitu 500 µm untuk kedua metode dengan efisiensi penurunan kekeruhan sebesar 94,57% untuk efluen metode 1 dan 78,28% untuk efluen metode 2. Kata kunci: Limbah cair tahu, biji kelor,koagulan alami, koagulasi- flokulasi ABSTRACT Tofu wastewater is one of the pollutant wastewater that potentially cause the serious damage to the environment due to its high organic content. The combination of biology method in the help of microorganism and coagulation-flocculation method using kelor seed were applied in this study. This research aims were determining the best dose and the optimum size of coagulant. Doses variation were 1,000, 2,000, 3,000 and 4,000 ppm of coagulant. The best dose resulted would be used to determine the optimum size of coagulant by variating 250, 500, 1,000 and 2,000 µm. The result showed that 2,000 ppm was the best coagulant dose for the first method (aerobic and coagulation-flocculation method) and 4,000 ppm was the optimum dose for the second method (combination of anaerobic-aerobic and coagulation-flocculation method). 500 µm was determined as the optimum particle size of the coagulant for both methods with % removal turbidity level were 94,57% for the first method and 78,28% for the second method. Keywords:Tofu wastewater, kelor seed, natural coagulant, coagulation-flocculation
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Haslinah, Andi. "UKURAN PARTIKEL DAN KONSENTRASI KOAGULAN SERBUK BIJI KELOR (Moringa oleifera) TERHADAP PENURUNAN PERSENTASE COD DALAM LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU." ILTEK : Jurnal Teknologi 15, no. 01 (September 5, 2020): 50–53. http://dx.doi.org/10.47398/iltek.v15i01.510.

Full text
Abstract:
Biji kelor mempunyai banyak manfaat, salah satunya dapat berfungsi sebagai koagulan untuk mengeloh air limbah cair. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh ukuran partikel koagulan, konsentrasi dan lama pengendapan terhadap hasil proses koagulasi dan flokulasi limbah cair industri tahu. Pengukuran COD dilakukan dengan spektrofotometer. Dalam menganalisis data digunakan persentase penurunan COD. Hasil yang diperoleh menunjukkan ukuran partikel koagulan yang efektif untuk memperbaiki kualitas limbah cair industri tahu yaitu 120 mesh. Konsentrasi dan lama pengendapan optimum COD, diperoleh pada konsentrasi 4000 mg/L dengan waktu pengendapan 45 menit. Sedangkan Konsentrasi optimum untuk memperbaiki kualitas limbah cair industri tahu berdasarkan COD adalah konsentrasi 4000 mg/L dengan persentase penurunan berturut-turut sebesar 70,2%, 86,4% dan 61,2%, 78,6%. Kesimpulan dari penelitian bahwa Koagulan serbuk biji kelor (Moringa oleifera) dapat memperbaiki kualitas limbah cair industri tahu, bahan baku yang mudah diperoleh.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Sari, Dina Puspita, Mahmud Mahmud, and Chairul Abdi. "PENINGKATAN KINERJA ULTRAFILTRASI ALIRAN DEAD-END PADA PENYISIHAN BAHAN ORGANIK DALAM EFLUEN IPAL DOMESTIK DENGAN PRA-PERLAKUAN KOAGULASI MENGGUNAKAN KOAGULAN TANAH LEMPUNG GAMBUT." Jernih: Jurnal Tugas Akhir Mahasiswa 2, no. 1 (December 8, 2020): 1–14. http://dx.doi.org/10.20527/jernih.v2i1.581.

Full text
Abstract:
Penyisihan bahan organik dalam efluen menggunakan membran ultrafiltrasi masih memiliki kendala yaitu terbentuknya fouling pada membran. Oleh karena itu, perlu dilakukan pra-perlakuan koagulasi untuk meningkatkan kinerja membran ultrafiltrasi. Koagulan yang digunakan adalah Tanah Lempung Gambut (TLG). Tujuan utama penelitian adalah menganalisis pengaruh koagulasi terhadap kinerja membran ultrafiltrasi selulosa asetat (UF-SA) dan mendapatkan permodelan fouling membran proses hibrid koagulasi dan UF-SA. Pada penelitian ini digunakan sistem aliran dead-end dengan variasi tekanan 1 - 3 bar. Hasil penelitian menujukkan tekanan terbaik 3 bar menggunakan dosis optimum 4 mg/L mampu menyisihkan UV254 sebesar 83,9 % serta menghasilkan fluks sebesar 162,64 L/jam.m2. Permodelan yang paling tepat menggambarkan proses hibrid koagulasi dan membran UF-SA adalah Kurva Saturasi dengan R square tekanan 3 bar yaitu 1.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Sutapa, Ignasius D. A. "Studi proses koagulasi air baku untuk air bersih di wilayah bencana pasca tsunami kabupaten aceh besar." Jurnal Teknik Kimia Indonesia 8, no. 1 (October 2, 2018): 12. http://dx.doi.org/10.5614/jtki.2009.8.1.3.

Full text
Abstract:
Study on raw water coagulation process for potable water production in the post-tsunami disaster areas district aceh besarThe coagulation – flocculation process in potable water treatment is very important to be studied in greater detail, since it has a very major impact on subsequent water purification processes and the quality of the water product. Types of coagulant that are commonly used are aluminum sulfate (alum) and poly-aluminum chloride (PAC). The objective of this research was to determine the optimum coagulant type and concentration to be applied for the treatment of surface water in post-tsunami disaster areas. This research is urgently required to design clean water installation in such area. Jar test of coagulants was performed to measure the efficiency of coagulation and sampling interval. From the obtained results, it can be concluded that the raw water turbidity influences the sedimentation time. At turbidity below 15 NTU, the optimum sedimentation time was 5 minutes. At turbidities above 15 NTU, the sedimentation was quicker, namely 1 minute. Based on jar test results on Krueng Raya river water, it can be observed that this river water can be treated with aluminum sulfate coagulant at 20 ppm dose. When PAC coagulant was used, the optimum dose was 15 ppm.Keyword: coagulant, efficiency, coagulation, water quality.AbstrakProses koagulasi flokulasi dalam pengolahan air minum sangat penting untuk ditinjau lebih jauh karena mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses purifikasi air berikutnya dan kualitas air produksi. Jenis koagulan yang sering dipakai adalah alumunium sulfat (alum) dan poly alumunium chloride (PAC). Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tipe dan konsentrasi optimal koagulan yang diaplikasikan pada air baku berupa air permukaan di wilayah bencana pasca tsunami. Hal ini sangat diperlukan untuk membuat perencanaan rancangan instalasi pengolahan air bersih di wilayah tersebut. Jar test koagulan dilakukan untuk menentukan efisiensi koagulasi dan waktu sampling. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan kekeruhan air baku mempengaruhi waktu sedimentasi. Pada kekeruhan di bawah 15 Nephelometric Turbidity Unit (NTU), waktu optimum sedimentasi adalah lima menit, tetapi pada air baku yang kekeruhannya di atas 15 NTU, waktu sedimentasi lebih cepat yaitu satu menit saja. Dari hasil jar tes yang dilakukan terhadap air di sungai Krueng Raya dapat dilihat bahwa air sungai Krueng Raya dapat diolah dengan bahan koagulan aluminium sulfat pada dosis 20 ppm, sedangkan jika menggunakan bahan koagulan PAC memerlukan dosis optimal 15 ppm.Kata kunci : koagulan, efisiensi, koagulasi, kualitas air
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Herawati, Astrid, Riistika Asti, Bambang Ismuyanto, Juliananda Juliananda, and A. S. Dwi Saptati N. Hidayati. "Effects of pH and Coagulant Dosage of Moringa Seed Extract on Turbidity Removal in Wastewater Coagulation." Rekayasa Bahan Alam dan Energi Berkelanjutan 1, no. 1 (February 14, 2017): 25–28. http://dx.doi.org/10.21776/ub.rbaet.2017.001.01.04.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Wiguna, I. Made Candra, Ni Wayan Yuningrat, and I. Made Gunamantha. "PENURUNAN KEKERUHAN, KADAR LAS DAN FOSFAT LIMBAH CUCIAN RUMAH TANGGA DENGAN METODE KOMBINASI PENGOLAHAN KOAGULASI DAN PROSES OKSIDASI LANJUT SISTEM UV/H2O2." International Journal of Applied Chemistry Research 2, no. 2 (September 30, 2020): 46. http://dx.doi.org/10.23887/ijacr.v2i2.28980.

Full text
Abstract:
Peneliatian ini adalah penelitian eksperimen yang bertujuan untuk menganalisis kekeruhan, kadar LAS (Linier Alkyl Sulfonate) dan fosfat pada limbah cucian rumah tangga di salah satu pemukiman padat penduduk di kawasan Kota Singaraja sesuai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP 51/MENLH/10/1995. Subjek penelitian ini adalah limbah cucian rumah tangga di salah satu pemukiman padat penduduk di kawasan Kota Singaraja, sedangkan objek dari penelitian ini adalah kekeruhan, kadar LAS (Linier Alkyl Sulfonate) dan fosfat. Penelitian ini menggunakan metode koagulasi dengan koagulan FeCl3. Metode koagulasi ini untuk menentukan pH dan konsentrasi optimum FeCl3 dikombinasikan dengan proses AOP sistem UV/H2O2 untuk menurunkan kekeruhan, kadar LAS dan fosfat pada limbah cucian rumah tangga. Sebelum percobaan dilakukan, kekeruhan, kadar LAS dan fosfat ditentukan terlebih dahulu nilai kekeruhan awal limbah cucian rumah tangga tersebut sebelum diberikan perlakuan yaitu 164 NTU, kadar LAS awal tanpa perlakuan yaitu 2,659 mg/L, dan kadar fosfatt awal tanpa perlakuan 0,988 mg/L. Kondisi optimum pada proses koagulasi untuk pengolahan limbah cucian rumah tangga dengan penambahan 25 mL koagulan FeCl3 2% pada pH 4. Efisiensi penurunan kekeruhan LAS dan fosfat berturut-turut pada kondisi tersebut adalah 90,7%, 72,9% dan 89,2%.Efisiensi penurunan kekeruhan, kadar LAS dan fosfat dari proses dengan Proses AOP Sistem UV/H2O2 berturut-turut adalah 72,5% , 93,3% dan 96,2% Efisiensi penurunan nilai kekeruhan, kadar LAS dan fosfat dari kombinasi proses koagulasi dan AOP sistem UV/H2O2 berturut-turut sebesar 97,4%, 98,1% dan 99,5%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

., Winarni, Bambang Iswanto, and Citra Karina. "PENGARUH PENGADUKAN PADA KOAGULASI MENGGUNAKAN ALUM." INDONESIAN JOURNAL OF URBAN AND ENVIRONMENTAL TECHNOLOGY 5, no. 6 (December 16, 2011): 201. http://dx.doi.org/10.25105/urbanenvirotech.v5i6.694.

Full text
Abstract:
<p>Pengadukan cepat bertujuan untuk mendispersikan koagulan secara merata ke dalam air baku untuk memacu pembentukan flok. Pada proses koagulasi menggunakan alum, interaksi yang terjadi adalah antara partikel koloid <br />dengan produk hidrolisa aluminum yang terbentuk pada kondisi pH operasi tertentu. Produk hidrolisa aluminum terbentuk dalam waktu yang sangat singkat sehingga diperlukan pengadukan dengan intensitas tinggi agar spesies ini <br />dapat teradsorpsi di permukaan koloid. Penelitian ini merupakan penelitian awal guna mengembangkan rancangan penelitian pengaruh pengadukan pada koagulasi alum. Untuk melihat dampak pengadukan pada koagulasi dengan <br />adsorpsi monomer dan polimer aluminum, perlu dilakukan proses koagulasi pada pH 4. Suspensi air baku diperluas dengan suspensi kekeruhan tinggi untuk mengkonfirmasi pecahnya flok. Guna mengatasi kendala kecepatan <br />pengadukan jar-test yang terbatas maka diperlukan reaktor mini koagulasi-flokulasi-sedimentasi dengan motor pengaduk intensitas tinggi yang mencapai gradient kecepatan 16000 detik -1 .</p><p>Keywords: coagulation, mixing, velocity gradient, adsorption, sweep coagulation </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Adeko, Riang, Mualim Mualim, and Mifta Octafia. "PENGARUH SERBUK BIJI KECIPIR SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR SUMUR GALI DI KELURAHAN RAWA MAKMUR." Journal of Nursing and Public Health 7, no. 2 (February 6, 2020): 51–55. http://dx.doi.org/10.37676/jnph.v7i2.956.

Full text
Abstract:
Air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat vital bagi manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa air. Air bersih merupakan air yang harus bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit dan bahan-bahan kimia yang dapat merugikan kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Air keruh dan kotor merupakan penyebab penyakit-penyakit infeksi seperti : Typus abdominalis, Cholera, Diare, dan Dysentri biciller. Walaupun bakteri penyebab penyakit dapat dibunuh dengan memasak air hingga mendidih, tetapi juga terdapat zat berbahaya terutama logam yang dapat menyebabkan keracunan.Penelitian ini menitikberatkan pada penggunaan biji kecipir sebagai koagulan alami sehingga dapat diketahui kemampuan serbuk biji kecipir dalam menurunkan kadar kekeruhan pada air sumur gali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu dengan koagulasi-flokulasi dan sedimentasi. Sampel air yang digunakan adalah air sumur gali warga Kelurahan Rawa Makmur. Hasil uji awal sampel dengan tingkat kekeruhan sebesar 139 NTU, variabel yang digunakan dalam proses koagulasi adalah dosis koagulan. Dari penelitian yang sudah dilakukan didapatkan hasil dengan dosis pertama rata-rata 106,6 NTU, dosis kedua rata-rata 124 NTU, dosis ketiga rata-rata 139 NTU, dosis yang paling efektif adalah 0,02 gram dengan rata-rata 106,6 NTU. Bagi Masyarakat diharapkan penelitian ini dapat menjadi alternatif masyarakat dalam memperbaiki kualitas fisik dari air sumur gali terutama perbaikan turbiditas atau kekeruhan, selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian yang lebih bagus luas dengan menggunakan koagulan alami dari biji-bijian untuk memperbaiki turbiditas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Rizkya, Maulidya Hani, and Naniek Ratni Juliardi AR. "PENURUNAN TOTAL SUSPENDED SOLID DAN KEKERUHAN AIR BAKU MENGGUNAKAN PIPA CIRCULAR DAN GRAVEL BED FLOCCULATOR DENGAN KOAGULAN POLY ALUMINIUM CHLORIDE." EnviroUS 1, no. 1 (August 29, 2020): 16–21. http://dx.doi.org/10.33005/envirous.v1i1.15.

Full text
Abstract:
Air permukaan mengandung banyak zat padat berupa partikel tersuspensi maupun koloidal dapat menyebabkan kekeruhan pada air sehingga tidak memenuhi baku mutu dan tidak layak digunakan sebagai air bersih. Zat padat dapat disisihkan dengan proses koagulasi-flokulasi, di mana adanya penambahan bahan kimia untuk membentuk flok. Proses koagulasi-flokulasi hidrolis adalah proses pengadukan dengan aliran air sebagai pengaduk karena adanya energi hidrolik. Pipa sirkular memiliki keuntungan dapat menghemat tempat. Gravel bed flocculator memiliki kemampuan dapat mempersingkat waktu flokulasi (3-5 menit). Pada penelitian ini, variasi yang diterapkan adalah dosis koagulan (55, 65, 75, 85, dan 95 (mg/L)), waktu kontak flokulasi (3, 4, dan 5 (menit)), dan perbandingan ketinggian ukuran media kerikil 20 mm:30 mm (2:1 dan 1:2) untuk mengetahui pengaruh terhadap penyisihan total suspended solid (TSS) dan kekeruhan. Hasil penelitian menunjukkan pengadukan hidrolis optimum pada dosis koagulan 95 mg/L, waktu kontak flokulasi 5 menit, dan perbandingan ketinggian ukuran media kerikil 20 mm:30 mm (1:2) mampu menyisihkan kandungan total suspended solid (TSS) sebesar 83,22% dan kekeruhan 92,06%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Martina, Angela, Dian Santoso Effendy, and Jenny Novianty M. Soetedjo. "Aplikasi Koagulan Biji Asam Jawa dalam Penurunan Konsentrasi Zat Warna Drimaren Red pada Limbah Tekstil Sintetik pada Berbagai Variasi Operasi." Jurnal Rekayasa Proses 12, no. 2 (December 31, 2018): 40. http://dx.doi.org/10.22146/jrekpros.38948.

Full text
Abstract:
A B S T R A C TSince textile industries use a lot of water in their processes, a huge volume of waste water containing dyes are produced by the increase of the production capacity. Coagulation and flocculation are the common processes applied since they can effectively decrease the dye concentration in the waste water. These treatments usually utilize chemical coagulant and flocculant which are expensive and non-biodegradable. In this research, tamarind seed as one of biobased-coagulants was studied and developed to reduce drimaren dark red HF-CD concentration which is used widely in textile industry in the synthetic waste water. The research was designed using Design Expert 7.0.0, Central Composite Design with range of variables as follows: pH (2-7), tamarind seed concentration (1-3 g/L), and dye concentration (20-30 ppm). The result shows a promising application of natural coagulant up to 94.25% decrease of dye concentration in the optimum condition of 3.68 g/L tamarind seed concentration, 25 ppm dye concentration and pH value of 4.5.Keywords: coagulation; dye concentration acid; natural coagulant; tamarind seedsA B S T R A KIndustri tekstil merupakan industri yang banyak menggunakan air dalam proses produksinya sehingga menghasilkan limbah yang mengandung zat warna tekstil dengan volume yang besar. Pengolahan yang umum digunakan untuk mengolah limbah tekstil ini adalah koagulasi dan flokulasi. Metode ini efektif dalam mengurangi konsentrasi zat warna pada air limbah. Koagulan yang digunakan pada penelitian ini adalah koagulan alami yang terbuat dari biji asam jawa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan dan kondisi optimum biji asam jawa sebagai koagulan alami dalam menurunkan konsentrasi zat warna pada limbah tekstil. Limbah tekstil yang digunakan merupakan limbah sintetik zat warna drimaren dark red HF-CD. Rancangan penelitian dibuat menggunakan Design Expert 7.0.0 metode central composite design dengan memvariasikan variabel pH (2-7), dosis koagulan (1-3 g/L), dan dosis zat warna (20-30 ppm). Kondisi terbaik yang didapat dari penelitian diperoleh pada pH 4,5, dosis koagulan 3,68 g/L, dosis zat warna 25 ppm dengan hasil persen penurunan konsentrasi zat warna sebesar 94,29%.Kata kunci: biji asam jawa; koagulasi; koagulan alami; konsentrasi zat warna
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Eri, Iva Rustanti, Oktafia Putri W, and Marlik Marlik. "PEMANFAATAN EKSTRAK BIJI TREMBESI (SAMANEA SAMAN) SEBAGAI KOAGULAN DALAM MENURUNKAN KONSENTRASI PADATAN TERSUSPENSI, DAN ZAT ORGANIK LIMBAH CAIR TAHU." JURNAL ENVIROTEK 12, no. 2 (November 22, 2020): 38–43. http://dx.doi.org/10.33005/envirotek.v12i2.58.

Full text
Abstract:
Industri tahu merupakan salah satu penyebab timbulnya pencemaran air di Indonesia. Limbah cair tahu berasal dari air bekas rendaman kedelai dan air bekas pengukusan kedelai, yang masih dibuang langsung di perairan seperti sungai. Pengolahan alternative pada limbah cair tahu sebelum dibuang ke perairan perlu dilakukan agar mengurangi pencemaran air, salah satunya yaitu koagulasi-flokulasi dengan memanfaatkan bahan alami sebagai koagulan. Koagulan alami dapat dibuat dari biji trembesi (Samanea saman). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis biokoagulan dari ekstrak biji trembesi dalam menurunkan konsentrasi padatan tersuspensi dan zat organik limbah cair di industri tahu. Penelitian ini bersifat analitik menggunakan rancangan Pretest-Posttest Only Control Group Design. Objek penelitian ini adalah limbah cair tahu. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah koagulasi flokulasi. Parameter yang diperiksa adalah konsentrasi padatan tersuspensi, zat organk yang diukur sebagai COD, dan BOD, pada variasi penambahan dosis ekstrak biji trembesi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biokoagulan dari ekstrak biji trembesi mampu menurunkan konsentrasi padatan tersuspensi dan zat organik dalam limbah cair industri tahu. Dosis yang paling efektif yang dapat digunakan adalah 200 ml/L dengan persentase penurunan konsentrasi SS, COD dan BOD masing-masing sebesar 83,79%, 79,55%, dan 87,54%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Rosariawari, Firra, Erdio Maulana Wijayanto, and Aulia Ulfah Farahdiba. "PENYISIHAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) AIR SUNGAI DENGAN HIDRAULIS KOAGULASI FLOKULASI." JURNAL ENVIROTEK 11, no. 2 (October 23, 2019): 53–59. http://dx.doi.org/10.33005/envirotek.v11i2.12.

Full text
Abstract:
Metode pengolahan yang dapat diterapkan untuk menyisihkan Total Suspended Solids (TSS) dan turbidity pada air sungai salah satunya adalah hidraulis koagulasi flokulasi. Kelebihan dari pengaduk hidraulis, diantaranya waktu detensi yang singkat, tidak memerlukan energi listrik, dan tidak menghasilkan emisi. Parshall flume dan baffle channel merupakan pengaduk yang menggunakan loncatan hidraulis (hydraulic jump) dan tumbukan air dengan sekat. Reaktor parshall flume yang digunakan memiliki ukuran lebar leher 2,54 cm, sedangkan baffle channel berkapasitas 120 liter dengan 75 sekat. Variasi variabel yang digunakan diantaranya debit 8, 10, 12 L/menit, dosis koagulan Alum 70, 80, 90, 100, 110 mg/L, dan waktu pengendapan 60, 90, 120 menit untuk mengetahui pengaruh terhadap penyisihan TSS dan turbidity. Efisiensi penyisihan kandungan TSS 84% dan turbidity 93% didapatkan pada debit 8 L/menit, dosis koagulan 80 mg/L, dan waktu pengendapan di bak penampung 120 menit. Berdasarkan hasil yang diperoleh dan analisis statistik bahwa debit, dosis koagulan, dan waktu pengendapan mempunyai korelasi dan pengaruh terhadap efisiensi penyisihan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Rahayu, Dwi Ermawati, and Sheila Aulia. "PENURUNAN WARNA DAN TSS LIMBAH CAIR TENUN SARUNG SAMARINDA MENGGUNAKAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KEPITING." Jurnal Purifikasi 15, no. 1 (January 26, 2015): 1–11. http://dx.doi.org/10.12962/j25983806.v15.i1.20.

Full text
Abstract:
Industri rumah tangga pembuatan sarung tenun Samarinda menghasilkan limbah cair dengan konsentrasi TSS dan warna yang melebihi baku mutu sehingga memerlukan pengolahan sebelum dibuang ke badan air. Salah satu unit pengolahan yang dapat digunakan adalah unit koagulasi flokulasi dengan menambahkan koagulan. Jenis koagulan yang dapat digunakan salah satunya adalah koagulan dari bahan alam yaitu berasal dari kitosan limbah cangkang kepiting. Tahapan penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan koagulan dari kepiting dengan tahapan isolasi kitin yang meliputi tahap demineralisasi, deproteinasi, deasetilasi. Tahap selanjutnya adalah dengan metode jar tes untuk menentukan dosis optimum untuk menurunkan parameter TSS dan warna dari limbah tenun sarung Samarinda. Analisa laboratorium dilakukan terhadap parameter pH, TSS, warna, volume flok yang terbentuk selama jar test. Hasil penelitian dari analisa FTIR menunjukkan bahwa limbah cangkang kepiting mempunyai derajat deasetilasi sebesar 74,25% yang menunjukkan sebagai kitosan yang mengandung gugus amina dalam rantai karbonnya yang bermuatan positif sehingga dapat berfungsi mendestabilisasi koloid yang bermuatan negatif. Dosis optimum pada pengolahan limbah cair ini dengan menggunakan kitosan 1% sebesar 35ml dengan efisiensi removal TSS 88,79% dan warna 35,49%. Namun terjadi penurunan nilai pH menjadi 4,98 disebabkan penggunaan asam asetat sebagai pelarut kitosan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Achmadi, Suminar Setiati, Adi Cifriadi, and Muhana Nurul Hidayah. "REDISTILAT ASAP CAIR DARI CANGKANG KELAPA SAWT DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN KARET ALAM." Jurnal Penelitian Karet 33, no. 2 (October 1, 2015): 183. http://dx.doi.org/10.22302/jpk.v33i2.183.

Full text
Abstract:
Jumlah limbah cangkang kelapa sawit yang setiap tahunnya terus bertambah akibat peningkatan produksi minyak sawit dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan asap cair. Kandungan asam dalam asap cair berpotensi sebagai koagulan karet alam. Tujuan penelitian ini adalah mendistilasi ulang asap cair pada suhu 80, 90, and 100ºCdan menguji sifat koagulasi redistilat dibandingkan dengan asam format sebagai koagulan komersial. Dari proses redistilasi di setiap suhu, 2 tampungan redistilat terkumpul. Tampungan pertama dikumpulkan pada 5 menit pertama dan tampungan kedua dikumpulkan pada 5 menit berikutnya. Sebanyak 5 L redistilat diperoleh dari tiap tampungan. Uji sifat fisik pada lembaran karet menunjukkan bahwa redistilat 100ºC dari tampungan kedua disarankan untuk digunakan sebagai koagulan karet alam karena menghasilkan nilai plastisitas Wallace yang memenuhi standar dan memiliki nilai indeks retensi plastisitas yang memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia. Redistilat tidak terbukti dapat mencegah proses pengerasan karet selama penyimpanan. Diterima : 28 April 2015; Direvisi : 6 Juli 2015; Disetujui : 3 Agustus 2015 How to Cite : Achmadi, S., Cifriadi, A., & Hidayah, M. N. (2015). Redistilat asap cair dari cangkang kelapa sawt dan aplikasinya sebagai koagulan karet alam. Jurnal Penelitian Karet, 33(2), 183-192. Retrieved from http://ejournal.puslitkaret.co.id/index.php/jpk/article/view/183
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Aini, Syarifah. "Optimasi Dosis Koagulan Untuk Pengolahan Air Sungai Suko." Eksergi 18, no. 1 (April 23, 2021): 1. http://dx.doi.org/10.31315/e.v0i0.4497.

Full text
Abstract:
Sungai Suko, desa drono, kecamatan Ngawen, kabupaten Klaten, terletak di dekat jalan raya, pemukiman penduduk dan pabrik tahu, kemungkinan air mengalami pencemaran cukup tinggi, yang disebabkan oleh limbah rumah tangga, baik limbah organik maupun limbah anorganik. Air sungai ini dapat diolah menjadi air bersih dengan proses koagulasi dengan metode Jar Test menggunakan koagulan tawas, PAC dan kaporit. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui dosis optimum koagulan dalam pengolahan air sungai Suko menjadi air bersih dengan metode Jart test dan mengetahui koagulan mana yang paling cocok digunakan dalam mengolah air sungai Suko menjadi air bersih. Metode penelitian ini adalah menggunakan percobaan Jar Test untuk menentukan dosis koagulan optimum dalam mengolah air sungai Suko menjadi air bersih, sampel air sebelum percobaan diuji kualitasnya terlebih dahulu, kemudian hasil percobaan akan diketahui tingkat kejernihan airnya. Hasil penelitian menunjukkan kadar tawas optimum percobaan adalah 120 ppm yaitu dengan menambahkan 6 ml tawas ke dalam 500 ml air, kadar PAC optimum percobaan adalah 200 ppm yaitu dengan menambahkan 10 ml PAC ke dalam 500 ml air, kadar kaporit optimum percobaan adalah 160 ppm yaitu dengan menambahkan 8 ml kaporit ke dalam 500 ml air.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Hatina, Surya, and Ida Febriana. "PENGGUNAAN EKSTRAK BELIMBING WULUH MATANG SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS PASCA PANEN (STUDY PENGARUH VOLUME, WAKTU PENCAMPURAN, TEMPERATUR DAN pH." TEKNIKA: Jurnal Teknik 5, no. 2 (January 17, 2019): 169. http://dx.doi.org/10.35449/teknika.v5i2.94.

Full text
Abstract:
Penggunaan ekstrak belimbing wuluh sebagai koagulan lateks telah diteliti. Belimbing wuluh mengandung asam sitrat yang cukup tinggi dan diharapkan dapat menjadi alternatif koagulan lateks. Penelitian ini dilakukan dengan cara membekukan lateks dengan ekstrak belimbing wuluh dengan perlakuan variasi volume ekstrak belimbing wuluh (2 ; 4 ; 6 ; 8 dan 10 ml), variasi waktu pencampuran (1 ; 4 ; 8 ; 12 ; 16 ; 20 dan 24 jam), variasi temperatur (30 ; 50 dan 70oC) dan variasi pH (1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 ; 3,5 ; 4 ;4,5 dan 5) untuk mendapatkan volume, waktu pencampuran, temperatur dan pH optimum. Pada volume 8 ml air asam belimbing wuluh, waktu pencampuran 16 jam, temperature pencampuran 30oC dan Ph 2 diperoleh karet kering yang maksimal. Kata Kunci: koagulasi, lateks, ekstrak belimbing, asam sitrat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Purwoto, Setyo, Teguh Purwanto, and Luqmanul Hakim. "PENJERNIHAN AIR SUNGAI DENGAN PERLAKUAN KOAGULASI, FILTRASI, ABSORBSI, DAN PERTUKARAN ION." WAKTU: Jurnal Teknik UNIPA 13, no. 2 (March 28, 2016): 45–53. http://dx.doi.org/10.36456/waktu.v13i2.60.

Full text
Abstract:
Masyarakat di kawasan tepi sungai bagian pesisir sering mengalami krisis air bersih yang disebabkan oleh tingginya salinitas air tanah. Sebagai alternatif untuk mendapatkan air bersih, pada umumnya masyarakat menggunakan bahan baku air sungai yang keruh disaring dengan menggunakan kerikil dan pasir, namun hasilnya belum jernih. Cara mengatasinya adalah menggunakan teknologi tepat guna berupa pengolahan air dengan treatment koagulasi, filtrasi, absorbsi, dan pertukaran ion. Tujuan penerapan IPTEKS dalam program ini adalah ; mengatasi masalah kesulitan penjernihan air sungai agar menghasilkan air hasil olahan menjadi jernih. Metode yang digunakan adalah ; sosialisasi, pelatihan serta managemen produk tentang pengolahan air sungai menggunakan ”Water Treatment” untuk menghasilkan air bersih yang layak dikonsumsi. Teknologi yang diterapkan adalah sebagai berikut ; Bahan baku air sungai sebelum masuk bak pengolah dilakukan pretreatment dengan koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC). Pada bak pengolah (I) dilakukan filtrasi, bak pengolah (II) treatment zeolit dan MGS, bak pengolah (III) berisi pasir silika dan resin sintetis. Air sungai yang keruh jika dilakukan pengolahan (treatment) menggunakan koagulan Poly Aluminium Chloride (PAC) dilanjutkan dengan filtrasi oleh filter spoon, kemudian absorben zeolit dan MGS, filter pasir silika dan diakhiri menggunakan resin sintetis kation dan resin sintetis anion dapat menghasilkan air yang jernih. Kata kunci ; Absorbsi, Filtrasi, Koagulasi, Pertukaran Ion
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Saphira, Debby Bella, Abdul Syakur, and Purwono Purwono. "Pemanfaatan Kitosan dan Teknologi Plasma untuk Penyisihan COD, TSS, dan Warna pada Limbah Cair Industri Paper & Packaging." Jurnal Presipitasi : Media Komunikasi dan Pengembangan Teknik Lingkungan 14, no. 2 (November 9, 2017): 62. http://dx.doi.org/10.14710/presipitasi.v14i2.62-67.

Full text
Abstract:
Industri paper & packaging adalah industri yang menghasilkan limbah cukup banyak karena kegiatan produksi yang berlangsung terus-menerus. Salah satu limbah yang dihasilkan adalah limbah cair yang mengandung COD, TSS, dan warna yang tinggi dan berpotensi untuk mencemari lingkungan apabila tidak diolah. Pengolahan yang dilakukan adalah pretreatment koagulasi-flokulasi dan pengolahan selanjutnya dengan teknologi plasma tegangan tinggi. Hasil pengolahan menggunakan koagulasi-flokulasi menggunakan koagulan kitosan menunjukkan terjadinya penyisihan konsentrasi optimal pada dosis 40 mg/l dengan efisiensi penyisihan COD 81,35%, TSS 96,34%, dan warna 98,18%. Kemudian limbah diolah dengan teknologi plasma dengan tegangan tinggi 15 kV dan variasi waktu kontak 10, 20, 30, 40, 50 menit. Didapatkan hasil optimal pada waktu 50 menit pada penyisihan konsentrasi COD, TSS, maupun warna. Diketahui bahwa semakin lama waktu kontak limbah dengan plasma tegangan tinggi maka semakin banyak spesies aktif pendegradasi limbah seperti H•, OH•, dan H2O2 yang terbentuk sehingga pendegradasian limbah akan semakin lebih baik.Kata kunci: COD, Koagulasi-Flokulasi, Limbah Industri Paper & Packaging, Teknologi Plasma, TSS, Warna.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Kristianto, Hans, Angelica Jennifer, Asaf Kleopas Sugih, and Susiana Prasetyo. "Potensi Polisakarida dari Limbah Buah-buahan sebagai Koagulan Alami dalam Pengolahan Air dan Limbah Cair: Review." Jurnal Rekayasa Proses 14, no. 2 (December 31, 2020): 108. http://dx.doi.org/10.22146/jrekpros.57798.

Full text
Abstract:
Nowadays, various studies related to utilization of biobased materials as natural coagulants have been explored. Based on the source, natural coagulants can be classified as animal, vegetable, or microbial based. Furthermore, based on the active ingredients, it can be classified as protein, polyphenols, and polysaccharides. Polysaccharides are abundant natural ingredients and are often found in plants or animals. In this study, we focused on polysaccharides, especially those from fruit waste, such as seeds and fruit peels. It is known that around 25-30% of the total weight of fruit is generally wasted, even though it contains phytochemicals and various active ingredients that can be utilized, especially as a natural coagulant. This review will focus on the use of pectin and starch from fruit waste as natural coagulants for water- wastewater treatment. Generally, pectin is commonly found in the skin of fruits as part of the cell wall structure, while starch is found in fruit seeds as food reserves. To be used as a natural coagulant, pectin or starch need to be extracted first. In particular, starch needs to be modified either physically or chemically. The coagulation mechanism of pectin and starch usually follows the interparticle bridging mechanism. The use of pectin and starch from fruit waste needs to be explored and further investigated, to substitute the use of chemical coagulants.Keywords: coagulation; fruit waste; natural coagulant; polysaccharidesA B S T R A KDewasa ini berbagai studi terkait pemanfaatan bahan alam sebagai koagulan alami telah banyak dieksplorasi. Berdasarkan sumbernya, koagulan alami dapat digolongkan berbasis hewani, nabati, maupun mikrobial, sementara berdasarkan bahan aktifnya dapat digolongkan sebagai protein, polifenol, dan polisakarida. Polisakarida merupakan bahan alam yang berlimpah dan seringkali dijumpai pada tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pada kajian ini difokuskan pada polisakarida terutama yang berasal dari limbah buah-buahan yang tidak termanfaatkan, seperti biji dan kulit buah. Diketahui sekitar 25-30% dari total berat buah pada umumnya terbuang, padahal memiliki kandungan fitokimia dan berbagai bahan aktif yang dapat dimanfaatkan, salah satunya sebagai koagulan alami. Pada tinjauan ini akan difokuskan pada pemanfaatan pektin dan pati dari limbah buah-buahan sebagai koagulan alami untuk pengolahan air dan limbah cair. Secara umum pektin umum dijumpai pada bagian kulit buah-buahan sebagai bagian dari struktur dinding sel, sementara pati umum dijumpai pada biji buah-buahan sebagai cadangan makanan. Untuk dapat dimanfaatkan sebagai koagulan alami, pektin ataupun pati perlu diekstrak terlebih dahulu, dan pati secara khusus perlu dimodifikasi baik secara fisika maupun kimia. Secara umum mekanisme koagulasi oleh pektin dan pati mengikuti mekanisme interparticle bridging. Pemanfaatan pektin dan pati dari limbah buah-buahan perlu dieksplorasi dan diteliti lebih lanjut, agar dapat mensubstitusi penggunaan koagulan kimia secara komersial.Kata kunci: koagulasi; koagulan alami; limbah buah-buahan; polisakarida
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Prihatinningtyas, Eka, and Agus Jatnika Effendi. "Karakterisasi Ekstrak Tapioka dan Tapioka Ionik sebagai Biokoagulan dalam Proses Pengolahan Air." Jurnal Teknologi Lingkungan 19, no. 2 (July 31, 2018): 165. http://dx.doi.org/10.29122/jtl.v19i2.2041.

Full text
Abstract:
ABSTRACTThe ability of tapioca to act as natural coagulants (biocoagulants) was tested using artificial water. As turbidity was added as kaolin. This research aimed to determine the compounds and or groups that act as natural coagulant and to describe the mechanism of flocculation: extraction which yields tapioca extract and ion exchange which yields ionic tapioca. Coagulation process was performed at three different initial turbidities, i.e. 50 NTU (low turbidities), 150 NTU (middle turbidities) and 300 NTU (high initial turbidites). At the same condition (coagulant dose 20 ppmv, pH 5), ionic tapioca yield better turbidity removal compared tapioca extract i.e 11.2% at low initial turbidites; 2.4% at middle initial turbidities and 12.8% at high initial turbidities. FTIR analysis showed that tapioca extract and ionic tapioca contained of carboxyl, hydroxyl and amides groups which can act as active components on coagulation process. The presence of those groups caused positive and negative charges (amphoter). Coagulation process ran efficiently at pH 5 because the isoelectric point is obtained at that condition.Keyword : bio coagulants, coagulation, coagulant agents, ionic tapioca, tapioca extract,ABSTRAK Kemampuan tepung tapioka sebagai koagulan alami (biokoagulan) telah diuji dengan menggunakan limbah artifisial dari kaolin. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan senyawa atau gugus yang berperan sebagai biokoagulan dan menjelaskan mekanisme flokulasi yang terjadi. Perlakuan awal tapioca sebelum digunakan sebagai koagulan adalah ekstraksi yang menghasilkan ekstrak tapioka dan pertukaran ion yang menghasilkan tapioka ionik. Proses koagulasi dilakukan pada 3 macam kekeruhan awal yaitu 50 NTU (kekeruhan rendah), 150 NTU (kekeruhan sedang) dan 300 NTU (kekeruhan tinggi). Pada kondisi operasi yang sama (dosis 20 ppmv dan pH 5), tapioka ionik memberikan efisiensi penurunan kekeruhan yang lebih tinggi, yaitu sebesar 11,0% pada kekeruhan awal 50 NTU; 2,4% pada kekeruhan awal 150 NTU dan 12,8% pada kekeruhan awal 300 NTU. Hasil analisa FTIR menunjukkan bahwa ekstrak tapioka dan tapioka ionik mempunyai gugus karboksil (-OH), gugus karboksil (-COOH) dan gugus amida (-CONH2). Keberadaan ketiga gugus tersebut menyebabkan biokoagulan ini memiliki muatan positif dan negatif sekaligus (amfoter). Proses koagulasi berjalan dengan efisien pada pH 5 karena titik isoelektrik diperoleh pada pH tersebut. Kata kunci : biokoagulan, koagulasi, agen koagulan, ekstrak tapioka, tapioka ionik
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Rappe, Erlani, and Nia Triani. "PEMANFAATAN TANAMAN KAKTUS BERDURI DALAM MENURUNKAN KEKERUHAN PADA AIR SUNGAI." Sulolipu: Media Komunikasi Sivitas Akademika dan Masyarakat 17, no. 2 (July 15, 2019): 48. http://dx.doi.org/10.32382/sulolipu.v17i2.831.

Full text
Abstract:
Air digunakan manusia untuk berbagai keperluan seperti minum, mencuci, memasak dan lain sebagainya. Maka penggunaan air harus memenuhi syarat kesehatan, yaitu air harus memenuhi syarat Fisik, Kimia, Bakteriologis, dan Radioaktif. Salah satu bentuk permasalahan yang sering di jumpai yaitu kekeruhan yang tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat kualitas air bersih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kekeruhan pada air. Adapun jenis penelitian ini merupakan eksperimen yaitu untuk melihat manfaat tanaman kaktus dalam menurunkan kekeruhan pada air sungai Je’neberang yang berada di Kab. Gowa. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar kekeruhan sebelum diberi perlakuan sebesar 59,9 NTU, dan setelah diberi perlakuan dengan melakukan 3 kali percobaan pada masing- masing dosis, dan didapatkan rata-rata hasil persentase penurunan pada dosis 15 ml yakni 78,82 %, dosis 20 ml yakni 82,8 %, dan dosis 25 ml yakni 83,91 %. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah penurunan kadar kekeruhan setelah diberi perlakuan dengan menggunakan tanaman kaktus dalam bentuk larutan sebagai koagulan dengan menggunakan metode koagulasi, dapat dikatakan memenuhi syarat sesuai dengan standar oleh Permenkes No. 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang syarat kualitas air bersih dalam hal kekeruhan yakni 25 NTU. Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan uji toksisitas terlebih dahulu pada air yang sudah di lakukan pengolahan dengan tanaman kaktusKata Kunci : Koagulan, Koagulasi, Tanaman Kaktus, Kekeruhan, Air Sungai
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Landang, Yessika Kristina. "PENGOLAHAN AIR GAMBUT MENGGUNAKAN KOAGULAN ASAM JAWA DENGAN VARIABEL KONSENTRASI AIR GAMBUT DAN UKURAN KOAGULAN ASAM JAWA." JURNAL ENVIROTEK 12, no. 1 (July 17, 2020): 72–79. http://dx.doi.org/10.33005/envirotek.v12i1.33.

Full text
Abstract:
Air gambut di Kalimantan Tengah berwarna kecoklatan karena kandungan bahan organik yang tinggi sehingga menyebabkan air menjadi bau, warnanya keruh dan rasanya asam, sehingga tidak layak dipakai sebagai air bersih. Mengolah air gambut jadi air bersih dapat dilakukan dengan metode koagulasi-flokulasi menggunakan biji asam jawa sebagai koagulan. Tujuan penelitian ini yaitu menghitung efisiensi removal parameter warna, TDS, TSS, dan besi (Fe) pada air gambut memakai ukuran koagulan dan konsentrasi air gambut yang berbeda serta mengevaluasi hasil penelitian dikaitkan dengan baku mutu air bersih PERMENKES No.492 Tahun 2010. Pengolahan air dalam penelitian ini menggunakan sistem batch. Variabel konsentrasi air gambut dibagi menjadi 2 yaitu 100 % dan 50 %. Untuk optimasi proses ditambahkan kapur sebanyak 30 gram untuk sampel air 100 % dan 15 gram untuk sampel air 50 %. Pemakaian koagulan biji Asam Jawa berbentuk bubuk dengan variabel ukuran koagulan 100 mesh, 150 mesh dan 200 mesh. Hasil penelitian ini menunjukkan koagulan Asam Jawa dapat menurunkan kadar warna dari 2285 Pt-Co menjadi 11 Pt-Co dengan efisiensi removal sebesar 99 %. Sudah memenuhi baku mutu air bersih yaitu sebesar 15 Pt-Co. Menurunkan kadar TDS dari 370 mg/L menjadi 129 mg/L dengan efisiensi removal sebesar 52 %. Nilai TDS telah memenuhi baku mutu yaitu sebesar 500 mg/L. Menurunkan kadar TSS air gambut dari 1200 mg/L menjadi 400 mg/L dengan efisiensi removal sebesar 66 %, dan menurunkan kandungan besi (Fe) dari 1,8 mg/L menjadi 0,0026 mg/L dengan efisiensi removal sebesar 99 %. Nilai besi (Fe) telah memenuhi baku mutu yaitu sebesar 0,3 mg/L.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Anhar, Anhar, Erwana Dewi, and Indah Purnamasari. "Proses Pengolahan Air Pada Tangki Klarifier ditinjau dari Laju Alir dan Konsentrasi Koagulan di PLTG Borang." Jurnal Pendidikan dan Teknologi Indonesia 1, no. 8 (August 27, 2021): 315–20. http://dx.doi.org/10.52436/1.jpti.77.

Full text
Abstract:
Kebutuhan industri akan air bersih sangatlah tinggi sehingga diperlukan proses pengolahan. PLTG Borang merupakan salah satu industri yang mendapatkan air bersih dengan melakukan pengolahan pada unit Water Treatment Plant. Unit WTP di PLTG Borang mengalami permasalahan di beberapa alat seperti misalnya pada clarifier tank. Tangki ini merupakan tempat terjadinya pengolahan air secara koagulasi dan flokulasi serta diikuti sedimentasi. Data-data yang dijadikan sumber yaitu data variabel proses dan hasil kualitas mutu air setelah pengolahan pada tangki clarifier. Data variabel proses yang diperlukan yaitu laju alir, kecepatan pengadukan dan dosis koagulan yang ditambahkan. Sedangkan kriteria kualitas yang diperlukan yaitu pH, turbiditas, TDS, dan TSS. Variabel proses divariasikan yaitu dosis koagulan sebesar 35, 40, 45, 50, dan 55 ppm; laju alir 2, 4 dan 6 L/detik serta kecepatan pengadukan 45 rpm. Analisis data yang dilakukan yaitu dengan menginterpretasikan data hasil pengamatan dan menyajikannya dalam bentuk grafik kemudian akan diperoleh kesimpulan. Variabel proses yang optimal adalah laju alir 2 L/detik, dosis koagulan 50 ppm dan kecepatan pengadukan 45 rpm. Hasil kualitas air setelah pengolahan di clarifier tank yaitu pH 7,2; Turbiditas 96 NTU; TDS 481 ppm; dan TSS 192 ppm.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Sari, Meirita. "Optimalisasi Daya Koagulasi Serbuk Biji Kelor (Moringa Oleifera) Pada Limbah Cair Industri Tahu." AGRITEPA: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pertanian 4, no. 2 (December 15, 2018): 25–37. http://dx.doi.org/10.37676/agritepa.v4i2.674.

Full text
Abstract:
Koagulasi-flokulasi merupakan salah satu solusi alternatif dalam menangani pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah cair industri tahu. Telah dilakukan penelitian tentang pemanfaatan serbuk biji kelor sebagai koagulan alami yang ramah lingkungan dengan varian kadar kelor dan waktu kontak pengadukan cepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serbuk biji kelor dan waktu kontak yang dapat memberikan hasil optimum dalam mengendapkan TSS limbah cair industri tahu. Dalam penelitian ini, tahapan yang dilakukan ialah preparasi sampel (limbah tahu), preparasi serbuk biji kelor, uji variasi kadar serbuk kelor dan waktu kontak terhadap pengendapan padatan tersuspensi (TSS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa serbuk biji kelor pada kadar 0,5 % (b/v) dalam sampel limbah dan waktu kontak pada pengadukan cepat selama 7 menit dapat mengendapkan TSS pada kondisi optimum sebesar 3230 mg/L. Kata Kunci : Koagulasi, Biji Kelor (Moringa oleifera), Limbah Cair Industri Tahu, Padatan Tersuspensi (TSS).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Oktaviani, Serly. "Studi Pemanfaatan Produk Recovery Alum Dari Lumpur IPAM sebagai Koagulan pada Proses Koagulasi – Flokulasi." Jurnal Purifikasi 18, no. 2 (December 11, 2018): 57–68. http://dx.doi.org/10.12962/j25983806.v18.i2.370.

Full text
Abstract:
Produksi Lumpur unit Clearator pada Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM cukup besar. Lumpur dari unit clearator ini masih mengadung alumunium cukup besar. Kandungan Al dalam lumpur ini dimungkinkan bisa dimanfaatkan kembali melalui proses recovery. Metode recovery dalam penelitian menggunakan proses asidifikasi, dengan menambahkan larutan asam sampai pH 1-3. Efektifitas Al hasil recovery diuji dengan menambahkan pada proses koagulasi flokulasi menggunakan air baku yang sama. Penelitian dilakukan dengan variasi pH, kecepatan dan waktu pengadukan. Variasi pH dilakukan pada pH 2, 3 dan 4 sedangkan kecepatan pengadukan pada 100 dan 120 rpm, dengan waktu masing – masing 30 dan 45 menit. Hasil penelitian proses recovery alum diperoleh kondisi terbaik pada pH 2, kecepatan pengadukan 100 rpm, dengan waktu pengadukan 45 menit, menghasilkan kadar alum sebesar 3,2912 mg Al/gram lumpur kering. Efektifitas Al recovery diuji pada proses koagulasi dan flokulasi dengan kombinasi Al recovery dan Tawas asli pada variasi kekeruhan air 13 NTU, 11NTU dan 10 NTU. Hasil penelitian terbaik pada kekeruhan air 11 NTU dengan kombinasi Tawas asli dan Al recovery 3:2 menghasilkan kekeruhan akhir 0,75 NTU. Analisis perbandingan biaya Al produk recovery, kombinasi dan Tawas asli berturut turut sebesar Rp 32500, Rp 13510, dan Rp 850. Proses recovery tidak layak untuk proses bisnis, namun layak untuk pengendalian pencemaran lingkungan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Kristianto, Hans, Susiana Prasetyo, and Asaf Kleopas Sugih. "Pemanfaatan Ekstrak Protein dari Kacang-kacangan sebagai Koagulan Alami: Review." Jurnal Rekayasa Proses 13, no. 2 (December 31, 2019): 65. http://dx.doi.org/10.22146/jrekpros.46292.

Full text
Abstract:
Coagulation and flocculation are commonly used in water and wastewater treatment. Inorganic coagulant such as alum (Al2(SO4)3), ferrous sulphate (FeSO4), and polyaluminium chloride (PAC) are commonly used. These coagulants are known for its effectiveness and simple operation procedure. However, there are some drawbacks such as reduction in pH, potential negative health effect when the treated water is consumed, and large sludge volume. To overcome these problems, utilization of natural coagulants has been proposed. Based on its active coagulating agent, natural coagulant could be divided as polyphenolic, polysaccharides, and protein. Protein from beans and seeds is commonly used as the source of active coagulating agent, due to its effectiveness, availability, and relatively simple pretreatment is needed. Usually the protein is extracted by using 0.5-1 M NaCl solution as globulin is the major protein fraction in beans.The extracted protein could act as cationic polymer to neutralize negatively charged colloids through adsorption-charge neutralization mechanism. Extracted protein could work effectively to treat turbid and waste water with lower cost compared to alum. However, most of existing studies are still focused on small – pilot scale utilization thus further explorations are still needed.A B S T R A KKoagulasi dan flokulasi merupakan proses yang umum digunakan dalam pengolahan air dan limbah cair. Pada umumnya digunakan koagulan seperti alum (Al2(SO4)3), ferro sulfat (FeSO4), dan polialuminium klorida (PAC). Selain efektif, koagulasi merupakan proses yang relatif sederhana dan mudah diterapkan. Akan tetapi koagulasi dengan koagulan anorganik memiliki beberapa kekurangan seperti menurunnya pH menjadi asam saat digunakan, potensi gangguan kesehatan jika air hasil pengolahan terkonsumsi, serta volume sludge yang dihasilkan relatif tinggi. Penggunaan koagulan alami menjadi alternatif dalam pengolahan air untuk mengatasi berbagai kekurangan tersebut. Berdasarkan bahan aktif koagulannya, koagulan alami dapat dibagi menjadi polifenol, polisakarida, dan protein. Protein dari kacang-kacangan merupakan salah satu sumber koagulan alami yang umum digunakan, karena selain efektif, kacang-kacangan mudah didapat, serta membutuhkan perlakuan yang relatif sederhana, meliputi pengeringan, pengecilan ukuran, ekstraksi, serta purifikasi. Proses ekstraksi kacang-kacangan pada umumnya menggunakan larutan garam NaCl dengan konsentrasi 0,5-1 M, dikarenakan fraksi protein dominan pada protein kacang-kacangan pada umumnya berupa globulin. Protein yang terekstrak berfungsi sebagai polimer kationik yang cocok digunakan untuk mengolah koloid yang bermuatan negatif melalui mekanisme adsorpsi-netralisasi muatan. Pemanfaatan ekstrak protein dapat bekerja efektif untuk mengolah kekeruhan dan air limbah, dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan alum. Akan tetapi pemanfaatannya masih pada skala laboratorium-pilot, sehingga diperlukan pengembangan lebih lanjut untuk isolasi ekstrak serta aplikasinya pada skala industri.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Pravitasari, Indah, Didik Hariyadi, and Mulyanita Mulyanita. "Daya Terima Sari Kacang Hijau (Phaseolus Radiatus L) Sebagai Bahan Alternatif Pembuatan Keju." Pontianak Nutrition Journal (PNJ) 3, no. 2 (September 5, 2020): 34. http://dx.doi.org/10.30602/pnj.v3i2.696.

Full text
Abstract:
Keju merupakan makanan yang dihasilkan melalui proses koagulasi dengan bantuan bakteri ataupun enzim. Mahalnya bakteri dan enzim sebagai koagulan dapat digantikan dengan penggunaan sari jeruk lemon yang mengandung pektin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya terima keju terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur keju subtitusi sari kacang hijau dan sari jeruk lemon sebagai koagulasi dengan konsentrasi yang berbeda.Jenis penelitian ini adalah eksperimen yaitu pembuatan keju subtitusi sari kacang hijau untuk mengetahui daya terima panelis dengan uji friedman. Hasil penelitian uji organoleptik keju dengan subtitusi sari kacang hijau menyatakan bahwa ada pengaruh terhadap warna, rasa, aroma. Dari hasil penelitian uji organoleptik diketahui bahwa produk terpilih adalah keju subtitusi sari kacang hijau formulasi 37,5 % : 45 %. Dalam pembuatan keju subtitusi kacang hijau perlu penurunan komposisi dari sari lemon agar rasa tidak terlalu asam, serta perlu adanya peningkatan subtitusi sari kacang hijau agar kadar protein dapat tercapai dan perlu adanya pengujian zat gizi melalui uji laboratorium.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Rosariawari, Firra, and Aulia Ulfah Faradiba. "EFEKTIFITAS KOAGULAN PAC DAN HCA PADA APLIKASI UNIT HIDROULIC KOAGULASI DALAM PENYISIHAN TSS AIR PERMUKAAN." JURNAL ENVIROTEK 13, no. 1 (April 21, 2021): 14–17. http://dx.doi.org/10.33005/envirotek.v13i1.135.

Full text
Abstract:
Air permukaan secara kuantitas dan kualitas hingga saat ini diperlukan sebagai air baku dalam memenuhi kebutuhan air bersih. Penelitian ini mengaplikasikan unit koagulasi dengan proses hidroulik, flokulasi dan terakhir adalah pengendapan. Ketiga unit tersebut dirancang dalam rangkaian yang sederhana, hemat energy dan mudah dipindahkan. Dengan harapan unit ini dapat digunakan untuk mengolah air permukaan diberbagai tempat dengan cara dipindah pindahkan dari tempat yang satu ketempat yang lain. Debit 9 L/menit sebagai inlet diharapkan cukup untuk memenuhi kebutuhan air bersih dalam skala rumah tangga. Koagulan PAC dan HCA digunakan untuk menyisihkan kekeruhan dan padatan tersuspensi dengan berbagai variasi konsentrasi. Parameter uji yang digunakan untuk mengukur effektifitas unit ini dalam menyisihkan padatan tersuspensi adalah TSS. Penyisihan TSS sangat significant dengan adanya tambahan unit filtrasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Sedayu, Bakti Berlyanto, Jamal Basmal, and Diini Fithriani. "Uji Coba Proses Daur Ulang Limbah Cair ATC (Alkali Treated Cottonii) Dengan Teknik Koagulasi dan Filtrasi." Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan 2, no. 2 (December 18, 2007): 107. http://dx.doi.org/10.15578/jpbkp.v2i2.454.

Full text
Abstract:
Industri pengolahan alkali treated cottonii (ATC) menghasilkan limbah cair yang sangat besar. Pendaur ulangan limbah cair akan mengefisienkan penggunaan air untuk pengolahan sekaligus mengurangi masalah pencemaran lingkungan. Untuk itu dilakukan ujicoba proses daur ulang limbah cair ATC menggunakan alat yang dirancang oleh Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan yang berkapasitas 360 liter/jam. Pengolahan limbah cair dilakukan dengan teknik koagulasi dan filtrasi. Proses koagulasi dilakukan dengan penambahan bahan koagulan tawas (Al 2(SO4)3 ) dan flokulan blok di dalam tangki koagulasi, sedangkan filtrasi dilakukan dengan melewatkan limbah melalui kolom zeolit‑arang aktif dan filter selulosa asetat. Pengamatan dilakukan terhadap limbah cair dan air hasil olahan yang meliputi total padatan terlarut (Total Dissolved Solids/TDS), total padatan anorganik terlarut (Total Inorganic Dissolved Solids/TIDS), Biological Oxygen Demand (BOD), pH, kekeruhan, bau, dan warna limbah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan limbah cair ATC dapat menurunkan jumlah TDS, TIDS dan BOD hingga 56,60%, 32,29%, dan 60,66%, meskipun kemampuan alat filtrasi menggunakan kolom zeolit‑arang aktif menurun seiring dengan banyaknya proses daur ulang yang dilakukan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan juga bahwa proses daur ulang limbah cair ATC mampu menurunkan nilai pH, kekeruhan, bau, dan warna limbah. Dengan pengolahan tersebut limbah cair dapat didaur ulang hingga 5 kali untuk proses pengolahan ATC berikutnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Jaya, Jaka Darma, Nuryati Nuryati, and Badri Badri. "OPTIMASI PROSES PIROLISIS ASAP CAIR DARI TEMPURUNG KELAPA DAN APLIKASINYA SEBAGAI KOAGULAN LATEKS." Jurnal Teknologi Agro-Industri 2, no. 1 (April 6, 2016): 32. http://dx.doi.org/10.34128/jtai.v2i1.22.

Full text
Abstract:
Salah satu pemanfaatan tempurung kelapa supaya bernilai ekonomis yang tinggi adalah dibuat asap cair dengan proses pirolisis. Asap cair merupakan suatu campuran larutan dan dispersi koloid dari uap asap kayu dalam air yang diperoleh dari hasil pirolisa kayu atau dibuat dari campuran senyawa murni. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi proses pirolisis asap cair dan mengaplikasikannya sebagai koagulan lateks. Optimasi proses pirolisis dilakukan dengan melakukan variasi suhu dan waktu pirolisis sebagai berikut: perlakuan A (suhu 150°C waktu 1 jam), perlakuan B (suhu 150°C waktu 2 jam), perlakuan C (suhu 175°C waktu 1 jam), perlakuan D (suhu 175°C waktu 2 jam), perlakuan E (suhu 200°C waktu 1 jam) dan perlakuan F (suhu 200°C waktu 2 jam). Berdasarkan hasil pirolisis ini diketahui bahwa perlakuan dengan suhu 175oC dan waktu 2 jam menghasilkan rendemen tertinggi (27,34%) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada tahapan aplikasi asap cair sebagai koagulan latek diperoleh data kadar karet kering dengan menggunakan koagulan asap cair tempurung kelapa memberikan hasil yang bervariasi antara 39,69-41,24%. Asap cair yang diperoleh dari perlakuan suhu 175°C waktu 2 jam menunjukkan kadar karet kering tertinggi sebesar 41,24% dan asap cair yang diperoleh dari perlakuan suhu 150°C waktu 2 jam menunjukkan kadar karet kering terendah sebesar 39,69%. Kinerja koagulasi lateks oleh asap cair dari tempurung kelapa masih berada sedikit dibawah asap cair dari cangkang kelapa sawit dan asam formiat, asap cair dari tempurung kelapa. Akan tetapi data penelitian menunjukkan bahwa asap cair tempurung kelapa berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai koagulan latek yang ramah lingkungan dan ekonomis, mengingat ketersediaannya yang melimpah di wilayah Kalimantan Selatan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Gozan, Misri, Praswasti PDK Wulan, and Hardi Putra. "Peningkatan efisiensi penggunaan koagulan pada unit pengolahan air limbah batu bara." Jurnal Teknik Kimia Indonesia 8, no. 2 (October 2, 2018): 44. http://dx.doi.org/10.5614/jtki.2009.8.2.2.

Full text
Abstract:
Coagulant efficiency improvement for coal waste water treatment.Wastewater from coal processing plant (CPP) might dissolve hazardous particles to the environment. Coagulant was used at wastewater treatment in Kalimantan coal industry in an open pond so that coagulation and precipitation were not optimal. This research was aimed to improve the coagulant performance. Wastewater samples taken from the field were tested by using Jar Tests to compare the performance of coagulants. Coagulant used were alum, Poly Aluminium Chloride (PAC) and Nalcolyte 8100 with the needs of 18.65 kg alum (50 ppm), 57.6 liters of PAC (150 ppm) and Nalcolyte 1.865 liter (5 ppm) at wastewater flow rate of 4.31 L/s. Jar Test results showed that the resulting sediment of alum and PAC were not stable and required substantial time to settle. Particle size sediment produced by using 8100 Nalcolyte was large enough so that the deposition process was faster and not easily susceptible to interference. Pool dredging or cleaning time for alum (50 ppm), PAC (150 ppm) and Nalcolyte 8100 (5 ppm) were 4, 4 and 6 days, respectively.Key words: precipitation, coagulant, wastewater treatment ponds, coal. AbstrakAir limbah dari proses pengolahan batubara berpotensi merusak lingkungan karena melarutkan partikel yang mengandung B3. Penggunaan koagulan dalam salah satu kolam pengolahan air limbah industri batubara di Kalimantan dibuat pada tanah galian terbuka sehingga koagulasi dan presipitasi tidak optimal. Penelitian ini bertujuan memperbaiki unjuk kerja penggunaan koagulan pada pengolahan air limbah dan modifikasi kolam pengolahan. Sampel air limbah diambil dari lapangan dan dilakukan Jar Tes untuk membandingkan kinerja koagulan. Koagulan yang digunakan adalah tawas, Poly Aluminium Chloride (PAC) dan Nalcolyte 8100 sebesar 18,65 kg tawas (50 ppm); 57,6 Liter PAC (150 ppm); dan 1,865 Liter Nalcolyte (5 ppm) pada laju alir air limbah 4,31 L/dtk. Hasil Jar Tes menunjukkan endapan yang dihasilkan tawas dan PAC bersifat tidak stabil dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mengendap. Ukuran partikel endapan dengan Nalcolyte 8100 cukup besar sehingga proses pengendapan menjadi lebih cepat dan tidak mudah mengalami gangguan. Waktu pengerukan atau pembersihan kolam untuk koagulan tawas (50 ppm), PAC (150 ppm) dan Nalcolyte 8100 (5 ppm) masing-masing adalah 4, 4 dan 6 hari sekali, secara berurutan.Kata kunci: pengendapan, koagulan, kolam pengolahan air limbah, batubara.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Darnas, Yeggi. "EKSTRAKSI ALUMINIUM DARI TANAH LEMPUNG GAMBUT SEBAGAI KOAGULAN CAIR." Jurnal Dampak 10, no. 1 (January 1, 2013): 11. http://dx.doi.org/10.25077/dampak.10.1.11-19.2013.

Full text
Abstract:
ABSTRAKAluminium adalah bahan utama yang terkandung dalam koagulan yang umum digunakan dalam proses koagulasi. Aluminium merupakan kandungan elemen ketiga terbesar yang terdapat pada lapisan kulit bumi, yang terdapat dalam mineral, bebatuan dan tanah liat, seperti tanah lempung gambut yang mengandung garam aluminium, telah dapat dijadikan koagulan bantu. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan dengan mengekstraksi aluminium yang terkandung dalam tanah lempung gambut yang mengandung 18,78% Al2O3 dijadikan kogulan pengganti (PAC) untuk menurunkan zat organik alam pada air gambut. Hal yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah dihasilkannya koagulan cair dari tanah lempung gambut yang ada di Indonesia. Koagulan cair diekstraksi dari tanah lempung gambut dari Kalimantan Selatan dengan menggunakan pelarut asam sulfat (H2SO4). Untuk mendapatkan Al2O3 dari tanah lempung gambut tersebut, tanah dikalsinasi dan diekstraksi. Proses pengaktifan Aluminium dari tanah dipengaruhi oleh ukuran butiran tanah, temperatur kalsinasi dan waktu kalsinasi. Untuk proses leaching dipengaruhi konsentrasi dan jumlah H2SO4 dalam kondisi mendidih.Kata kunci: asam sulfat, ekstraksi, kalsinasi, koagulan cair, tanah lempung gambut. ABSTRACTAluminum is the primary material contained in commonly used coagulant in the coagulation process. Aluminum is the third largest content of elements found in the earth's crust in the form of minerals, rocks and clay. Peat loam soil is one of the class that contains of aluminum salts and can be used as coagulant aids. In this research, further development by extracting aluminum contained in peat clay. In which the aluminum in the form of 18.78% Al2O3 on clay peat coagulant used as a substitute for the (PAC). The aim of this research was the production of liquid coagulant of clay peat in Indonesia. This liquid coagulant extracted from peat loam soil of South Kalimantan using sulfuric acid solvent (H2SO4) with a concentration of 40%. To obtain Al2O3 from the peat loam soil, the soil had to be calcinated and extracted. The aluminum activating processes of soil was influenced by soil particle size, temperature and duration of calcination. Meanwhile the leaching process was affected by the amount and concentration of H2SO4 in boiling conditions.Keywords: calcinations, extraction, liquid coagulant, sulfuric acid, the clay peat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Riko Putra, Buyung Lebu, MHD Darwis Munthe, and Ahmad Mulia Rambe. "PEMANFAATAN BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES KOAGULASI LIMBAH CAIR INDUSTRI TAHU DENGAN MENGGUNAKAN JAR TEST." Jurnal Teknik Kimia USU 2, no. 2 (June 19, 2013): 28–31. http://dx.doi.org/10.32734/jtk.v2i2.1435.

Full text
Abstract:
For a long time the use of moringa seed as waste rarely used, needs developing further to process liquid waste more economically and environmentally friendly. The research was done to find the effect of moringa seed as coagulant and the precipitation time to the turbidity decrease percentage, TSS and COD of liquid waste of whey industry by using the coagulation-flocculation method. The research variables are moringga seed dose (2000, 3000, 4000, 5000 and 6000 mg/liter of liquid waste of whey industry), the precipitation time (50, 60 and 70 minutes) with the particle size of 50 mesh and pH used is pH of liquid waste of whey industry. The research used the jar test tool. The data analysis was done graphically. The result of the research showed that in the range of time the observation was done, the moringa seed dose as an optimal coagulant being 3000 mg/liter of the liquid waste of whey industry in the precipitation time of 50 minutes could set aside the turbidity over 89,42%, TTS over 98,73% and COD over 69,58%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Harahap, Dharmawan. "Aplikasi Buah Mengkudu (Morinda Citrifolia L) Sebagai Bahan Koagulan Alami Pada Lateks Di Desa Air Putih Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara." AGRITEPA: Jurnal Ilmu dan Teknologi Pertanian 6, no. 1 (January 8, 2019): 187–97. http://dx.doi.org/10.37676/agritepa.v6i1.809.

Full text
Abstract:
Lateks adalah suatu sistem koloid dimana partikel karet dilapisi oleh protein dan fosfolipid. Pembekuan atau koagulasi lateks bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butiran-butiran karet yang terdapat dalam cairan lateks, supaya menjadi suatu gumpalan atau koagulan. Bahan alternatif yang bisa digunakan berupa sari buah mengkudu yang umumnya mempunyai pH yang asam yaitu 3,6-4,3. Telak dilaksanakan penelitian tentang penggunana buah mengkudu sebagai bahan koagulan alami pada lateks. Metode dalam penelitian ini yaitu penyortiran, pemerasan, pemeraman, dan penggumpalan. Perlakuan pada setiap sampel yaitu konsetrasi sari mengkudu tanpa pemeraman dan dengan pemeraman selama 7 hari (80%, 90% dan 100%). Analisa yang dilakukan dalam penelitian berupa plastisitas awal, plastisitas retensi indeks, kadar kotoran, kadar abu dan kadar air. Hasil analisa terhadap plastisitas awan (Po) dengan perlakuan ekstrak mengkudu tanpa pemeraman dan pemeraman sebanyak 0 ml, 80ml, 90 ml dan 100 ml berpengaruh terhadap nilai Po yang dihasilkan yaitu dengan rerata berkisar antara 24,00 hingga 29,00, hasil analisa terhadap plastisitas retensi indeks (PRI) berkisar antara 65,00 hingga 84,00, analisa terhadap kadar abu berkisar antara 0,21% hingga 0,44%, anailsa terhadap kadar kotoran berpengaruh terhadap kadar kotoran yang dihasilkan yaitu berkisar antara 0,01% hingga 0,09% dan analisa terhadap kadar air berkisar antara 28,83% hingga 41,78%
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Hamzani, Sulaiman, Sri Suhenry, and Isworo Pramudyo. "PENURUNAN KEKERUHAN DAN WARNA AIR SUMUR GALI MENGGUNAKAN KOAGULAN BIJI KELOR DAN FILTRASI KARBON AKTIF." Jurnal Purifikasi 14, no. 1 (January 26, 2014): 65–71. http://dx.doi.org/10.12962/j25983806.v14.i1.10.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis optimum koagulan biji kelor dan menghasilkan ketebalan filtrasi karbon aktif dalam penurunan tingkat kekeruhan dan warna hingga memenuhi syarat baku mutu air minum. Metode penelitian yang dilakukan adalah uji jartest koagulan biji kelor dengan variasi dosis 10-80 mg/L, selanjutnya dosis optimum digunakan pada proses koagulasi-flokulasi dan filtrasi dengan variasi karbon aktif granular ketebalan 10-100 cm pada tabung filter diameter 4”. Tingkat kekeruhan diukur dengan turbidimeter dan warna dengan colorimeter. Hasil yang diperoleh sesudah pengolahan untuk tingkat kekeruhan 2 NTU (efisiensi penurunan 95,6%) dan warna 10 TCU (efisiensi penurunan 88,9%). Kombinasi pengolahan ini mampu memenuhi persyaratan kualitas air minum dengan dosis optimum koagulan biji kelor 60 mg/L dan filter karbon aktif dengan ketebalan 100 cm. This study aims to determine the optimum dose of coagulant Moringa seed and produce active carbon filtration thickness decreased turbidity and color levels to meet drinking water quality standard requirements. Research methodology is a jar test moringa seeds with variations coagulant dose 10-80 mg/L, then the optimum dose used in the coagulation-flocculation and filtration with granular activated carbon variations in the thickness of 10-100 cm in diameter filter tubing 4 ". Turbidity levels measured by turbidimeter and colors with a colorimeter. The results obtained after treatment for 2 NTU turbidity level (efficiency 95.6% decrease) and a color of 10 TCU (efficiency 88.9% decrease). Combination treatment is able to meet the quality requirements of drinking water with optimum coagulant dose moringa seed 60 mg/L and an activated carbon filter with a thickness of 100 cm.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Agung Rachmanto, Tuhu, and Egi Pebritama. "DEGRADASI LIMBAH TAHU DENGAN KOAGULASI FLOKULASI ALUMUNIUM SULFAT DAN FOTOKATALIS TIO2 DALAM TANGKI BERPENGADUK." EnviroUS 2, no. 1 (August 16, 2021): 56–60. http://dx.doi.org/10.33005/envirous.v2i1.66.

Full text
Abstract:
Industri tahu merupakan usaha yang didirikan dalam rangka kegiatan industri makanan yang berdampak positif dan negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif dari industri tahu berupa limbah yang menimbulkan pencemaran dan merusak lingkungan. Pencemaran lingkungan terjadi dalam bentuk pembuangan limbah padat (residu tahu) dan limbah cair. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu merupakan cairan kental yang dipisahkan dari blok tahu yang disebut "whey".Limbah industri tahu tersebut mempunyai kandungan organik yang tinggi seperti COD dan TSS. Pada penelitian ini dilakukan beberapa metode untuk menurunkan kandungan organik tersebut. Koagulasi dengan alumunium sulfat (Al2(SO4)3. dapat menurunkan kandungan Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 50.3% dan Total Suspended Solid (TSS) sebesar 81% dengan dosis koagulan 1000 mg/l. Fotokatalis TiO2 dapat menurunkan Chemical Oxygen Demand (COD) sebesar 50 % dengan waktu pemaparan 150 menit.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Marisi, Dany Poltak, Suprihatin Suprihatin, and Andes Ismayana. "Penurunan Kadar Torium dan Radioaktivitas dalam Limbah Cair Proses Pengolahan Monasit PLUTHO Menggunakan Koagulan FeSO4." EKSPLORIUM 39, no. 1 (July 10, 2018): 39. http://dx.doi.org/10.17146/eksplorium.2018.39.1.4276.

Full text
Abstract:
Pemisahan unsur radioaktif dan logam tanah jarang yang dilakukan di PLUTHO menghasilkan limbah yang masih mengandung torium dan uranium. Limbah yang dihasilkan memerlukan pengolahan lanjutan agar ramah lingkungan. Tujuan penelitian adalah menurunkan kadar torium dan radioaktivitas dalam limbah cair proses pengolahan monasit pilot plant PLUTHO menggunakan koagulan fero sulfat. Pilot Plant PLUTHO merupakan suatu fasilitas yang didirikan untuk untuk memisahkan uranium, torium, dan logam tanah jarang (LTJ) dari mineral monasit dan mineral lainnya dalam skala pilot. Perlakuan variasi yang dilakukan pada penelitian adalah dosis koagulan dan pH. Pengukuran kadar torium dilakukan dengan metode Spektrofotometer UV-Vis, sedangkan pengukuran radioaktivitas dilakukan dengan alat ukur radiasi Ludlum Model 1000 Scaler. Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum koagulasi pada pH 8,0 dengan dosis koagulan FeSO4 225 mg/L yang dapat menurunkan kadar torium sebesar 45,20 % dan menurunkan radioaktivitas sebesar 100 % dari kadar torium dan radioaktivitas awal yaitu 0,73 mg/L dan 1,35 Bq/g. The separation of radioactive and rare earth mineral carried out in PLUTHO produces waste that still contains thorium and uranium. The resulting waste requires further processing to be environmentally friendly. The purpose of study is to reduce thorium content and radioactivity in liquid waste of PLUTHO monazite treatment process using ferro sulphate coagulant. PLUTHO Pilot Plant is one of facility that built to dissociate uranium, thorium and light rare earth from mineral of monazite. Variations of treatments applied in the research are coagulant dosage and pH. Thorium content is measured by Spectrophotometer UV-Vis method, whereas radioactivity is measured by radiation counting meter Ludlum Model 1000 Scaler. The result shows that the optimum condition of coagulation is in pH 8,0 with concentration of ferro sulphate 225 mg/L which may reduce thorium content up to 45,20 % and reduce radioactivity to 100 % out of its initial thorium content and radioactivity as much as 0,73 mg/L and 1,35 Bq/g, respectively.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Rosfianto, Rossy, and Setyo Purwoto. "TREATMENT COAGULANT AID DAN FILTRASI MANGANESE GREENSAND DALAM MENURUNKAN KADAR MANGAN DAN KLORIDA." WAKTU: Jurnal Teknik UNIPA 17, no. 2 (July 9, 2019): 37–44. http://dx.doi.org/10.36456/waktu.v17i02.2135.

Full text
Abstract:
Di daerah Kalanganyar banyak warga yang menggunakan air sumur gali yang terkontaminasi air asin sehingga menjadi air payau. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui Efektifitas Pemakaian kadar ppm Sucolite dipadukan dengan ketinggian media Manganese Greensand, Ferrolite, Karbon Aktif dan Resin Kation Anion dalam Menurunkan kadar Mangan (Mn) dan Klorida (Cl-) pada Air Sumur Gali Didesa Kalanganyar. Salah satu alternatif pengolahan air payau yakni menggunakan perpaduan koagulasi mengunakan koagulan Sucolite dan filtrasi dengan media Ferrolite, Manganese Greensand, Karbon Aktif dan Resin Kation Anion. Menggunakan variasi Kadar ppm Sucolite Sp 211 (30, 50, dan 70 ppm) dan Ketinggian Manganese Greensand (30 cm dan 60 cm). Treatment perpaduan kadar ppm Sucolite dan ketinggian media filtrasi manganese greensand dapat menurunkan kadar logam Mangan (Mn) hingga <0,0294 mg/L, Klorida (Cl-) hingga 350,10 mg/L. secara signifikan penurunan paling optimal yaitu pada kadar Sucolite 50 ppm dan ketinggian media manganese greensand 30 cm.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Rosfianto, Rossy, and Setyo Purwoto. "TREATMENT COAGULANT AID DAN FILTRASI MANGANESE GREENSAND DALAM MENURUNKAN KADAR MANGAN DAN KLORIDA." WAKTU: Jurnal Teknik UNIPA 17, no. 2 (July 9, 2019): 37–44. http://dx.doi.org/10.36456/waktu.v17i2.2135.

Full text
Abstract:
Di daerah Kalanganyar banyak warga yang menggunakan air sumur gali yang terkontaminasi air asin sehingga menjadi air payau. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui Efektifitas Pemakaian kadar ppm Sucolite dipadukan dengan ketinggian media Manganese Greensand, Ferrolite, Karbon Aktif dan Resin Kation Anion dalam Menurunkan kadar Mangan (Mn) dan Klorida (Cl-) pada Air Sumur Gali Didesa Kalanganyar. Salah satu alternatif pengolahan air payau yakni menggunakan perpaduan koagulasi mengunakan koagulan Sucolite dan filtrasi dengan media Ferrolite, Manganese Greensand, Karbon Aktif dan Resin Kation Anion. Menggunakan variasi Kadar ppm Sucolite Sp 211 (30, 50, dan 70 ppm) dan Ketinggian Manganese Greensand (30 cm dan 60 cm). Treatment perpaduan kadar ppm Sucolite dan ketinggian media filtrasi manganese greensand dapat menurunkan kadar logam Mangan (Mn) hingga <0,0294 mg/L, Klorida (Cl-) hingga 350,10 mg/L. secara signifikan penurunan paling optimal yaitu pada kadar Sucolite 50 ppm dan ketinggian media manganese greensand 30 cm.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Bija, Stephanie, Yulma Yulma, Imra Imra, Aldian Aldian, Akbar Maulana, and Anhar Rozi. "Sintesis Biokoagulan Berbasis Kitosan Limbah Sisik Ikan Bandeng dan Aplikasinya Terhadap Nilai BOD dan COD Limbah Tahu di Kota Tarakan." Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 23, no. 1 (April 30, 2020): 86–92. http://dx.doi.org/10.17844/jphpi.v23i1.30888.

Full text
Abstract:
Biokoagulan merupakan koagulan alami yang berperan untuk mengikat kotoran yang terdapatdi dalam limbah tahu. Sumber biokoagulan dapat berasal dari kitosan sisik ikan bandeng. Penelitian ini menentukan penurunan nilai BOD dan COD pada limbah tahu melalui biokoagulasi kitosan dari limbahsisik ikan bandeng. Metode yang digunakan dalam pembuatan kitosan melalui tahap deproteinasi (NaOH 0,1 N selama 2 jam pada suhu 65℃), demineralisasi (HCl 1 N selama 30 menit pada suhu ruang), dan deasetilasi (NaOH 20% selama 1 jam pada suhu 121℃). Karakteristik kitosan berupa derajat deasetilasi memiliki nilai 44%. Aplikasi kitosan sebagai biokoagulan dilakukan dengan prinsip koagulasi-flokulasi dengan penambahan larutan kitosan pada konsentrasi 10 ppm, 20 ppm, dan 30 ppm pada limbah tahu. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan terhadap nilai BOD dan COD setelah penambahan kitosan 10 ppm, 20 ppm, dan 30 ppm. Perlakuan dengan penambahan kitosan 30 ppm merupakan perlakuan terbaik dengan nilai BOD yaitu 7 mg/L dan nilai COD yaitu 5600 mg/L.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Nuryati, Nuryati, Jaka Darma Jaya, and Meldayanoor Meldayanoor. "PERANCANGAN DAN APLIKASI ALAT PIROLISIS UNTUK PEMBUATAN ASAP CAIR." Jurnal Teknologi Agro-Industri 2, no. 1 (April 6, 2016): 15. http://dx.doi.org/10.34128/jtai.v2i1.20.

Full text
Abstract:
Petani karet di Kabupaten Tanah Laut pada umumnya untuk proses penggumpalan (koagulasi) lateks masih banyak menggunakan bahan yang tidak dianjurkan seperti tawas, pupuk TSP, dan lain-lain. Mengingat sifatnya yang berbahaya, maka perlu dicari bahan pengganti yang aman bagi lingkungan. Salah satu bahan penggumpal lateks yang aman dan murah salah satunya adalah asap cair. Untuk memproduksi asap cair yang efektif dan efisien diperlukan suatu alat yang disebut reaktor pirolisis. Pirolisis merupakan proses pemanasan suatu zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi penguraian komponen-komponen penyusun kayu keras. Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan yang disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa berhubungan dengan udara luar. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mendesain alat pirolisis pembuatan asap cair berbahan baku tempurung kelapa yang akan diaplikasikan sebagai pengental lateks. Alat ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu ruang pirolisis, pendingin asap cair, dan ruang control panel. Asap cair dibuat dengan memvariasikan temperatur pirolisis yaitu 150oC, 175oC dan 200oC dengan lama waktu pirolisis 1 jam dan 2 jam, kemudian asap cair yang dihasilkan dianalisis rendemen dan pH. Aplikasi asap cair yang dihasilkan digunakan untuk koagulan lateks. Analisis terhadap karet yang dihasilkan dilakukan dengan menghitung kadar karet kering. Hasil penelitian menunjukkan bahwa waktu beku lateks paling cepat dan rendemen tertinggi ditunjukkan oleh asap cair yang dibuat pada kondisi temperatur 175oC dan waktu pirolisis 2 jam dengan rendemen 27,34%. Kadar karet kering tertinggi juga terjadi pada penggunaan asap cair kondisi temperature 175oC dan waktu pirolisis 2 jam sebagai koagulan dengan KKK sebesar 41,24%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Setyawati, Harimbi, ST Salamia LA, and Sanny Andjar Sari. "PENERAPAN PENGGUNAAN SERBUK BIJI KELOR SEBAGAI KOAGULAN PADA PROSES KOAGULASI FLOKULASI LIMBAH CAIR PABRIK TAHU DI SENTRA INDUSTRI TAHU KOTA MALANG." Industri Inovatif : Jurnal Teknik Industri 8, no. 1 (December 21, 2019): 21–31. http://dx.doi.org/10.36040/industri.v8i1.669.

Full text
Abstract:
Limbah cair industri tahu mengandung bahan-bahan organik yang sangat tinggi. Senyawa-senyawa organik di dalam limbah cair tersebut berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Berdasarkan analisa limbah cair industri kecil tahu di karangploso diketahui bahwa limbah cair industri tahu mengandung COD (1247 mg/l), BOD (997 mg/l), TSS (587,5 mg/l) dan pH 3,7. Oleh sebab itu, limbah cair tersebut harus diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan untuk mengurangi kandungan pencemar yang menyertai limbah tersebut. Salah satu koagulan alternatif yang dapat digunakan adalah serbuk biji kelor. Kegiatan pengabdian ini menggunakan serbuk biji kelor dengan kadar air 10 %. Variasi dosis koagulan yang digunakan 2000, 3000, 4000, 5000 mg/500 ml limbah cair tahu, ukuran koagulan 70 mesh dengan pH awal adalah 3,7. Waktu pengandukan optimum yang diperoleh adalah 2-3 menit dengan penurunan COD 280 mg/L, BOD 112 mg/L, TSS 100,4 pada dosis koagulan 2000 mg/500 ml, dan ukuran partikel koagulan 70 mesh dengan pH akhir adalah 3,9 , sehingga dapat disimpulkan bahwa biji kelor dapat digunakan sebagai koagulan yang efektif karena persentase penurunan yang diperoleh di atas 50 %.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Meicahayanti, Ika, Marwah Marwah, and Yunianto Setiawan. "Efektifitas Kitosan Limbah Kulit Udang dan Alum Sebagai Koagulan dalam Penurunan TSS Limbah Cair Tekstil." Jurnal Chemurgy 2, no. 1 (October 15, 2018): 1. http://dx.doi.org/10.30872/cmg.v2i1.1630.

Full text
Abstract:
Alum merupakan koagulan yang umum digunakan untuk menurunkan TSS dalam air. Fungsi koagulan adalah untuk mendestabilisasikan partikel koloid sehingga dapat menurunkan kandungan partikel terlarut dan tersuspensi. Koagulan dapat berasal dari bahan alami, seperti kitosan, yang dibuat dari limbah. Limbah kulit udang yang dihasilkan oleh salah satu perusahaan di Kabupaten Kutai Kartanegara mencapai 4,5 ton per bulan. Jumlah yang cukup besar tersebut mendorong pemanfaatan limbah menjadi kitosan sebagai koagulan limbah cair tekstil yang memiliki kandungan TSS melebihi baku mutu, yaitu 518-620 mg/L. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas kitosan sebagai koagulan, serta membandingkannya dengan koagulan alum dalam menurunkan TSS. Kitosan dibuat melalui proses preparasi, deproteinasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Pengontakkan koagulan dengan limbah cair tekstil menggunakan jartest dengan 100 rpm selama 3 menit dan 40 rpm selama 12 menit. Konsentrasi koagulan kitosan yang digunakan adalah 100, 120, dan 150 mg/L, sedangkan untuk koagulan alum menggunakan dosis optimum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kitosan mampu menurunkan TSS mencapai 89,5% atau 555 mg/L, dengan dosis optimum 150 mg/L. Pada dosis optimum, koagulan tawas mampu menurunkan hingga 91,9% atau 570 mg/L. Efisiensi tawas yang sedikit lebih tinggi dari kitosan menunjukkan bahwa kitosan mampu berperan sebagai koagulan limbah cair tekstil seperti halnya alum.Kata Kunci : kitosan, limbah cair, alum, tekstil, TSS
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography