Academic literature on the topic 'Komisi Nasional Kedudukan Wanita Indonesia'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the lists of relevant articles, books, theses, conference reports, and other scholarly sources on the topic 'Komisi Nasional Kedudukan Wanita Indonesia.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Journal articles on the topic "Komisi Nasional Kedudukan Wanita Indonesia"

1

Yunus, Siti Fatimah. "Wanita dan Hak Waris serta Hak Pemilikan menurut Hukum Positif di Indonesia." Jurnal Hukum & Pembangunan 18, no. 5 (June 19, 2017): 438. http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol18.no5.1279.

Full text
Abstract:
Di Indonesia dewasa ini belum ada UU Kewarisan Nasional sehingga dalam praktek berlaku tiga sistem hukum kewarisan. Karangan berikut ini menguraikan kedudukan wanita dalam Hukum Kewarisan Adat, Hukum Kewarisan Islam, dan Hukum Kewarisan menurut KUHP. Pada bagian akhir dari tulisan ini diketengahkan pada usaha-usaha yang pernah dilakukan kearah terbentuknya suatu UU Kewarisan Nasional, diantaranya mengenai hal-hal yang telah menjadi kesepakatan dan bagian-bagian lainnya dari suatu rancangan yang belum memperoleh kebulatan pendapat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Noor, Safira. "Penguatan Eksistensi Kelembagaan Komnas HAM Sebagai Constitutional Organ Dengan Constitutional Importance Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia." Jurist-Diction 3, no. 3 (April 13, 2020): 1083. http://dx.doi.org/10.20473/jd.v3i3.18639.

Full text
Abstract:
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau yang biasa disebut sebagai Komnas HAM merupakan komisi negara pertama di Indonesia. Sebagai komisi Negara yang berperan dalam perlindungan dan penegakan hak asasi manusia Komnas HAM bertugas dalam agenda perlindungan Hak Asasi di Indonesia. Komnas HAM dinilai sebagai Constitutional Organ dengan nilai Constitutional Importance yang diharapkan bisa menyelesaikan berbagai Constitutional Problems di Indonesia. Berbagai Constitutional Problems yang terjadi di Indonesia salah satunya adalah permasalahan Hak Asasi Manusia terutama adalah penyelesaian kasus HAM berat pada masa lampau. Pencarian makna dan nilai Constututional Importance Komnas HAM nantinya untuk meligitimasi agenda penguatan kelembagaan yaitu penguatan dari segi kedudukan, wewenang dan aturan. Nilai Constitutional Importance tidak hanya ditinjau dari segi kenormatifannya saja, namun dalam membuktikan nilai Constitutional Importance akan ditinjau dari segi empiris. Untuk meninjau dari segi empiris maka akan dianalisis peran komnas HAM dalam Mahkamah Konstitusi, Legislasi maupun Peradilan. Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan Pendekatan Undang-Undang (statute approach), Pendekatan Konseptual (conceptual approach), dan Pendekatan Kasus (Case Aprroach).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Marhumah, Ema. "BOOK REVIEW: Perempuan Indonesia dalam Memahami Hak dan Kewajibannya dalam Keluarga." Musãwa Jurnal Studi Gender dan Islam 10, no. 2 (July 29, 2011): 287. http://dx.doi.org/10.14421/musawa.2011.102.287-292.

Full text
Abstract:
Judul : Berbeda tetapi Setara, Pemikiran tentang KajianPerempuan Penulis : Saparinah SadliPenerbit : Jakarta, KompasTahun : 2010Penyunting : Imelda Bahtiar Jumlah Halaman : 532 halaman ISBN : 9797094812Ukuran : 150 x 230mmProf Dr Saparinah Sadli (84) dilahirkan di Tegalsari, Jawa Tengah pada tanggal 24 Agustus 1927. Suami beliau bernama Prof Dr Ir Mohammad Sadli, MSc (suami, almarhum). Beliau mengenyam pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), (Sarjana Muda 1953). Kemudian beliau melanjutkan studinya ke Program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1961) dan Doktor Psikologi UI (1976). Adapun kegiatan penting yang pernah digelutinya adalah sebagai ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan, 1998-2004), mendirikan Pusat Studi Kajian Wanita UI, Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (1996-2000), Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus kerusuhan 13-15 Mei 1998, di mana kekerasan seksual menjadi bagian integral (23 Juli-23 Oktober 1998) dan Menulis banyak tulisan ilmiah dan artikel. Bukunya antara lain, Menjadi Perempuan Sehat dan Produktif di Usia Lanjut (2007). Beliau juga aktif di dunia olah raga dalam rangka penyiapan atlet putri di bidang bulu tangkis.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Putra, Purniadi. "PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM DI BANGLADESH." CBJIS : Cross-Border Journal of Islamic Studies 1, no. 2 (December 17, 2019): 1–14. http://dx.doi.org/10.37567/siln.v1i2.85.

Full text
Abstract:
Bangladesh merupakan suatu Negara yang merupakan bagian dari Asia Selatan dekat dengan Pakistan, India dan Myanmar. Negara ini juga sering disebut negara dari anak benua, India. Hampir 90% penduduk di Bangladesh menganut agama Islam. Metode Penelitian ini menggunakan liberary research. Adapun hasil penelitian ini adalah karakteristik pendidikan madrasah di Bangladesh diantaranya: (a) metode pengajarannya adalah Urdu. (Bahasa Nasional), (b) tidak ada referensi yang dijadikan isi kurikulum, (c) sangat bergantung pada teks klasik, (d) bidang studi yang dipelajari adalah fiqh, ushul fiqh, hadits dan kalam bagi siswa sunni dan syiah. Perguruan tinggi Islam menggariskan kurikulum Islam pada silabus Bahasa Arab, Fiqih, Ushul Fiqih, hadits, sejarah, dan filsafat Islam. Mata kuliah ini diperuntukkan bagi mahasiswa laki-laki dan wanita. Adapun yang menjadi perbedaan antara pendidikan Islam di Indonesia dengan Bangladesh diantaranya Bangladesh wajib belajar hingga tingkat SLTA sementara Indonesia masih hanya sampai tingkat SLTP, kedudukan wanita dalam pendidikan. Wanita ditempatkan pada posisi yang diprioritaskan dalam pendidikan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Adityanatha, I. Gusti Ngurah. "Kajian Yuridis Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat Terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (Dikaji dari Perspektif Hukum Tata Negara)." Acta Comitas 4, no. 1 (April 30, 2019): 142. http://dx.doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i01.p13.

Full text
Abstract:
The House of Representatives as a legislative commission has the privilege of being a right of inquiry in order to run a system of government that is check and balances. With regard to the right of inquiry The House of Representatives to The Corruption Eradication Commission, it is feared to be used as a means to influence and interfere with The Corruption Eradication Commission, even weaken the role of The Corruption Eradication Commission as an independent institution free from any influence of power. Regarding the formulation of the problem in this scientific research is, how the position of The Corruption Eradication Commission in the constitutional system in Indonesia as an independent institution? and whether The House of Representatives may use the right of inquiry to The Corruption Eradication Commission? The type of research used in this scientific research is normative legal research. The Corruption Eradication Commission is an independent state commission in Indonesia that is outside the realm of the three original powers of executive, legislative, and judicial (trias potilica) in the state administration system in Indonesia, so that The Corruption Eradication Commission can not be subject to the right of inquiry by The House of Representatives. It is also reinforced by the subject of a limited questionnaire on the implementation of a law and / or government policy carried out solely by The President, Vice President, State Minister, Commander of the Indonesian National Army, the Chief of the Indonesian National Police, the Attorney General, or the non-ministerial government agencies. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif memiliki hak istimewa yakni hak angket dalam rangka menjalankan sistem pemerintahan yang bersifat check and balances. Terkait dengan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dikhawatirkan digunakan sebagai sarana untuk mempengaruhi dan mengintervensi Komisi Pemberantasan Korupsi, bahkan dapat melemahkan peran Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai lembaga independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Mengenai rumusan masalah dalam karya ilmiah ini yaitu, bagaimanakah kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia sebagai lembaga independen? dan apakah Dewan Perwakilan Rakyat dapat menggunakan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi? Jenis penelitian yang digunakan pada karya ilmiah ini adalah penelitian hukum normatif. Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan komisi negara independen di Indonesia yang berada di luar ranah tiga poros kekuasaan asli yaitu eksekutif, legislatif, dan yudisial (trias potilica) dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, sehingga Komisi Pemberantasan Korupsi tidak dapat dijadikan subjek dari hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Hal tersebut juga diperkuat dengan subjek dari hak angket yang terbatas pada pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang dilaksanakan sendiri oleh Presiden, Wakil Presiden, Menteri Negara, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Fauziah, Anisa, Sugeng Samiyono, and Fithry Khairiyati. "PERILAKU LESBIAN GAY BISEKSUAL DAN TRANSGENDER ( LGBT ) DALAM PERSPEKTIF HAK AZASI MANUSIA." Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan 11, no. 2 (December 1, 2020): 151. http://dx.doi.org/10.32493/jdmhkdmhk.v11i2.8037.

Full text
Abstract:
Perilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender atau dikenal dengan sebutan istilah LGBT adalah fenomena sosial yang sedang banyak disorot masyarakat baik dari nasional maupun internasional. Permasalahannya adalah ketika masyarakat Indonesia tidak mempunyai kesepakatan yang sama tentang kedudukan LGBT di negara ini karena alasan sebuah Hak Asasi Manusia (HAM). Hak Asasi Manusia pada dasarnya mempunyai tujuan agar pelaksanaan HAM sesuai dengan Piagam PBB tentang HAM, UUD 1945, dan Pancasila dapat tumbuh dengan kondisi yang kondusif. Dalam penelitian ini bertujuan untuk menjawab dan mendeskripsikan bagaimana perilaku LGBT yang meresahkan masyarakat Indonesia dan masyarakat internasional secara mayoritasnya. Disamping itu tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana tinjauan HAM Nasional dan HAM Internasional terhadap perilaku LGBT tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah socio-legal research atau disebut dengan penelitian hukum sosiologis yang mana melihat hukum merupakan gejala sosial yang bersifat empiris dengan menggunakan data primer hasil wawancara dengan MUI, ICMI dan Komnas HAM serta data sekunder yang diambil dari Undang-Undang HAM Nomor 39 Tahun 1999, handbook Komnas HAM, Deklarasi HAM dan handbook UNDP ( United Nations Development Program). Dengan begitu, perilaku LGBT tidak dapat dibenarkan karena tidak ada legalitasnya dan melanggar norma-norma kesusilaan serta berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat. Sehingga apa yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak dapat terwujud, yaitu menciptakan ketertiban dan keamanan masyarakat Indonesia. Dan menurut HAM Internasional sendiri perilaku LGBT tidak diakui karena dalam Deklarasi HAM tidak ada pelegalan terhadap LGBT dan hanya disebutkan pria dan wanita sebagai pasangan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Azis, Arasy Pradana A. "BIROKRATISASI PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA PASCA REFORMASI MELALUI PEMBENTUKAN KEMENTERIAN URUSAN HAM DAN PENGUATAN KOMNAS HAM." Yurispruden 2, no. 2 (June 25, 2019): 119. http://dx.doi.org/10.33474/yur.v2i2.1876.

Full text
Abstract:
ABSTRACTThe Reformation then became a momentum for improving the issues of upholding human rights in Indonesia, where human rights matters formally entered into the division of power. On the one hand, for the first time, a ministry was formed specifically to deal with human rights matters. While outside the executive body, Law No. 39 of 1999 strengthens the position of the National Commission of Human Rights which has actually been established since 1993. This phenomenon then raises a problem statement, on how bureaucratization of human rights after Reformation is manifested through the establishment of the National Human Rights Commission and the Ministry of Human Rights. It was found that each institution gained legitimacy from political dynamics in a more democratic public space. Between the state ministries for human rights and the National Commission of Human Rights, the principle of check and balances was carried out in their role as an organ of the Indonesian bureaucracy. On the one hand, the state minister for human rights is an extension of the executive's hand in managing human rights matters. As a counterweight, the National Human Rights Commission carries out the role of the state auxiliary bodies to monitor the government’s human rights work.Keywords: Politic of Law, Bureaucratization, Human Rigths, Ministry of Law and Human Rights Affairs, National Commission of Human Rights. ABSTRAKPeristiwa Reformasi menjadi momentum perbaikan urusan penegakan HAM di Indonesia, di mana urusan HAM secara formal masuk ke dalam pembagian kekuasaan negara. Di satu sisi, untuk pertama kalinya dibentuk satu kementerian yang secara khusus menangani urusan HAM. Sementara di luar lembaga eksekutif, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 menguatkan kedudukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang sejatinya telah terbentuk sejak tahun 1993. Fenomena ini kemudian menimbulkan satu rumusan permasalahan, yaitu bagaimana birokratisasi urusan HAM pasca reformasi termanifestasi melalui pembentukan Komnas HAM dan kementerian urusan HAM. Ditemukan bahwa masing-masing lembaga memperoleh legitimasi dari dinamika politik di ruang publik yang lebih demokratis. Antara kementerian negara urusan HAM dan Komnas HAM kemudian menjalankan prinsip check and balances dalam menjalankan perannya sebagai organ birokrasi Indonesia. Di satu sisi, kementerian negara urusan HAM merupakan perpanjangan tangan eksekutif untuk mengurus urusan HAM. Sebagai penyeimbang, Komnas HAM menjalankan peran sebagai state auxiliary bodies guna mengawasi kinerja HAM pemerintah.Kata Kunci: Politik Hukum, Birokratisasi, Hak Asasi Manusia, Kementerian Urusan HAM, Komnas HAM.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Arliman S, Laurensius. "KOMNAS PEREMPUAN SEBAGAI STATE AUXIALIARY BODIES DI DALAM PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA PEREMPUAN DI INDONESIA." Justicia Islamica 14, no. 2 (November 14, 2017). http://dx.doi.org/10.21154/justicia.v14i2.1228.

Full text
Abstract:
Kondisi wanita-wanita Indonesia yang memprihatinkan secara nasional, dimana pendidikan wanita-wanita Indonesia pada umumnya masih rendah, begitu pula dengan kualitas fisik yang rendah dan nonfisik yang kurang memadai, ditambah kondisi lingkungan sosial dan budaya sebagin besar masyarakat Indonesia yang kurang mendukung terhadap wanita, maka penegakan terhadap hak asasi manusia tidak terlaksana. Tragedi Mei 1998 mendesak Presiden untuk mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 181 tahun 1998 sebagai landasan hukum Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang diperbaharui dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2005. Komisi ini adalah sebuah institusi komisi independen hak asasi manusia yang dibentuk oleh negara untuk merespon isu hak-hak perempuan sebagai bagian dari hak asasi manusia. Untuk mewujudkan penegakan hak asasi perempuan maka komisi ini memiliki tugas: a) penyebarluasan pemahaman, b) kajian dan penelitian, c) pemantauan, d) rekomendasi dan kerjasama regional dan internasional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Ainur, Avin. "PERMASALAHAN GENDER DALAM KASUS HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS - ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME (HIV-AIDS) DI INDONESIA." EGALITA, October 11, 2012. http://dx.doi.org/10.18860/egalita.v0i0.2119.

Full text
Abstract:
<p>HIV-AIDS epidemic is a global crisis phenomenon and the hardes challenges for social development, particularly for underdevelopment countries. In general, people with HIV-AIDS are adults who are at the productive age and almost half are women. The National HIV-AIDS Prevention Commission stated that the number of housewives infected by HIV continues to increase significantly every year. Conversely, the number<br />of HIV infected people from commercial sex workers decreased. This is due to HIV transmission from their husband or intimate partners who have risky behavior. This condition concern an increase in the number of cases of HIV transmission from mother to child. HIV-AIDS problems are expected immediately handled and focused on the prevention of HIV-AIDS on housewives. An attempt to strengthen human rights program on <br />women’s reproduction and improve women’s bargaining power to resist high risk sexual relations must be implemented sustainably.</p><p>HIV-AIDS merupakan fenomena krisis global dan tantangan yang berat bagi pembangunan dan kemajuan social, terutama bagi negara-negara miskin. Pada umumnya, penderita HIV-AIDS adalah orang dewasa yang berada dalam usia produktif dan hampir separuhnya adalah wanita. Komisi<br />Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) menyatakan bahwa jumlah ibu rumah tangga yang terinfeksi HIV di Indonesia terus meningkat secara signifikan setiap tahunnya, sebaliknya jumlah pekerja seks komersial yang terinfeksi HIV terus menurun. Hal tersebut disebabkan penularan HIV dari suami atau pasangan intim yang memiliki perilaku beresiko. Kondisi ini dikhawatirkan terjadi peningkatan jumlah kasus penularan dari ib ke anak. Permasalahan HIV diharapkan dapat segera ditangani dengan baik dan difokuskan pada pencegahan HIV-AIDS pada ibu rumah tangga. Seharusnya terus dilakukan upaya memperkuat program-program hak asasi reproduksi perempuan dan meningkatkan kekuatan menawar wanita untuk menolak hubungan seksual beresiko tinggi.</p><p><br /><br /></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Books on the topic "Komisi Nasional Kedudukan Wanita Indonesia"

1

Penerangan, Indonesia Departemen, ed. Komisi Nasional Kedudukan Wanita Indonesia. [Jakarta]: Departemen Penerangan RI, 1986.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography