To see the other types of publications on this topic, follow the link: Patriarkisk.

Journal articles on the topic 'Patriarkisk'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Patriarkisk.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Ariyanti, Ni Made Putri, and I. Ketut Ardhana. "Dampak Psikologis dari Kekerasan dalam Rumah Tangga terhadap Perempuan pada Budaya Patriarki di Bali." Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies) 10, no. 1 (April 13, 2020): 283. http://dx.doi.org/10.24843/jkb.2020.v10.i01.p13.

Full text
Abstract:
Masyarakat Bali yang masih mempertahankan adat budayanya tidak terlepas dari budaya patriarki dengan sistem patrilineal yang juga terlihat jelas dalam kehidupan pernikahan yang menganut konsep purusa (laki-laki sebagai kepala keluarga). Masyarakat yang masih bercirikan budaya patriarki, tampak mendominasi posisi laki-laki dalam pengambilan keputusan, sehingga menimbulkan persoalan kekerasan dalam rumah tangga. Artikel ini mengkaji dampak psikologis dari kekerasan dalam rumah tangga terhadap perempuan pada budaya patriarki. Untuk membahas permasalahan ini akan digunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Dalam penelitian ini diambil tiga kasus terhadap perempuan Bali yang mengalami kekerasan dalam rumah tangganya. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan observasi. Artikel ini menyimpulkan bahwa faktor budaya patriarki menjadi salah satu penyebab terjadinya kekerasan, serta dampak psikologis yang dialami oleh ketiga kasus adalah perasaan takut, pikiran negatif tentang diri, perasaan tidak berharga, perasaan tertekan, dan melampiaskan emosi marah kepada anak. Kata kunci: budaya patriarkhis, kekerasan dalam rumah tangga, keluarga Bali, pendekatan psikologis, perempuan Bali
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Asmarani, Ratna. "LECUT BALIK EKSISTENSIAL EDNA PONTELLIER DALAM NOVEL THE AWAKENING KARYA KATE CHOPIN." ALAYASASTRA 16, no. 2 (November 29, 2020): 237. http://dx.doi.org/10.36567/aly.v16i2.617.

Full text
Abstract:
ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis keberadaan Edna Pontellier dalam novel The Awakening karya Kate Chopin sebelum dan sesudah ia mengonstruksi kesadaran eksistensialnya. Selain itu, penelitian ini juga menganalisis dampak lecut balik eksistensial yang mengikuti konstruksi dan kesadaran tokoh utama perempuan tentang kesadaran eksistensial. Konsep yang digunakan dalam analisis adalah Modus Keberadaan dari Sartre, Lecut Balik dari Faludi, dan konsep-konsep lain yang berkaitan, antara alin feminisme eksistensial dan patriarki. Metode penelitian sastra yang digunakan adalah metode konstekstual yang menggabungkan analisis intrinsik dan ekstrinsik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sulit bagi perempuan untuk menjalankan kesadaran eksistensialnya dalam dunia patriarkis. Terlalu banyak ragam lecut balik yang harus dihadapi yang mengarah kepada lecut balik eksistensial yang bersifat final bagi keberadaan perempuan.Kata kunci: eksistensi, lecut balik, feminisme eksistensial, patriarki
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Roosyidah, Ismiana, and Adi Bayu Mahadian. "Perempuan Muslim dalam Stand Up Comedy Sakdiyah Ma’ruf." Jurnal Komunikasi Global 9, no. 1 (June 30, 2020): 1–19. http://dx.doi.org/10.24815/jkg.v9i1.16547.

Full text
Abstract:
Dalam pandangan masyarakat, kultur dan tafsiran agama perempuan masih lekat dengan isu ketidakadilan gender. Khususnya bagi kaum feminisme, pandangan budaya dan keagamaan yang bersifat patriarkis menjadi tantangan untuk kebebasan perempuan dan kesetaraan gender. Dengan menggunakan metode Analisis Wacana Sara Mills, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konstruksi wacana perempuan dan Islam dalam stand up comedy Komika Santri oleh Sakdiyah Ma’ruf. Peneliti menganalisis stand up comedy Komika Santri yang dibawakan oleh Sakdiyah Ma’ruf melalui tiga tahapan level analisis yaitu level kata, kalimat, dan wacana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan masih diperbincangkan sebagai korban dalam stand up comedy Komika Santri. Sakdiyah Ma’ruf menegaskan wacana bahwa ketidakadilan terhadap perempuan yang digambarkan dengan adanya pelarangan perempuan dalam beraktivitas di luar dan pembatasan hak perempuan disebabkan oleh ideologi agama yang bersifat patriarki. Melalui wacana tersebut, Sakdiyah Ma’ruf mengesampingkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan terjadi karena praktik budaya patriarki yang menjadikan agama sebagai justifikasi untuk melakukannya.In the view of the community, culture and the interpretation of religion is still closely related to the issue of gender injustice. Especially for feminists, patriarchal culture and religion have challenged women's liberation and gender equality. Using Sara Mills’s discourse analysis method, this study sought to understand how Muslim woman was constructed in stand up comedy Komika Santri which was delivered by Sakdiyah Ma'ruf. Researchers analyzed the stand up comedy script through three levels of analysis, including words, sentences, and discourse. The research results showed that women were mainly discussed as victims in the stand up comedy Komika Santri. Sakdiyah Ma'ruf confirms discourse that social injustices against women such as the prohibition of women to perform an outdoor activity and the restrictions of women's rights was caused by religious-based patriarchal ideology. Through such a discourse, Sakdiyah Ma'ruf ignored that discrimination against women occurred because of the practice of patriarchal culture who made religion as a justification for doing so.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Fauziyah, Yayuk. "Ulama Perempuan dan Dekonstruksi Fiqih Patriarkis." ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 5, no. 1 (January 22, 2014): 161. http://dx.doi.org/10.15642/islamica.2010.5.1.161-174.

Full text
Abstract:
In the historiography of Islam, female ulama did not as yet receive a sufficient attention from both the historians and the masses. It is this unfortunate thing that this paper is concerned with. It traces the origin of this marginalization—as it were—and finds out that all this is due to the domination of male ulama in the whole history of Islamic thought. While this domination might be acceptable for some, the unfortunate thing is that the male ulama in their turn will offer the patriarchal interpretation of Islam often at the expenses of women. This paper challenges this form of interpretation and calls for the necessity of methodological deconstruction toward a better and more humane understanding of Islam. It supports the efforts of Muhammad Arkoun whose critical method focuses on four stages of analysis in relation to the interpretation of religious text. These are historical analysis, anthropological, sociological and linguistic analysis. The first three are contextual while the fourth is textual. In its analysis, the paper employs an approach that represents a sound and acceptable balance between patriarchy and matriarchy. It believes that gender-based prejudices must be eradicated if we are to produce enlightened discourses of religion.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Pratama, Aunillah Reza. "HAK-HAK PEREMPUAN DALAM TAFSIR AL-IBRĪZ DAN TAFSIR TĀJ AL-MUSLIMĪN." SUHUF 11, no. 2 (December 31, 2018): 283–308. http://dx.doi.org/10.22548/shf.v11i2.359.

Full text
Abstract:
Artikel ini membahas isu hak-hak perempuan perspektif tafsir Al-Qur'an berbahasa Jawa. Artikel ini dilatarbelakangi fenomena budaya patriarkis yang masih berkembang dalam kehidupan masyarakat Jawa. Tafsir al-Ibrīz karya Bisri Musthafa dan Tāj al-Muslimīn karya Mishbah Musthafa sebagai objek kajian ini mencerminkan fenomena budaya patriarkis tersebut. Kajian ini mencoba mengetahui latar belakang dan sebab perbedaan penafsiran keduanya. Melalui analisis hermeneutika Gadamer, kajian ini menunjukkan bahwa nuansa patriarkis dalam penafsiran keduanya dipengaruhi oleh sumber penafsiran dan pendekatan yang digunakan. Keduanya menggunakan kitab-kitab tafsir dan fikih klasik karya ulama Timur Tengah yang juga patriarkis. Selain itu, penggunaan metode penafsiran taḥlīli dengan pendekatan tekstual (‘umūm al-lafẓi) juga memengaruhi hasil penafsiran yang cenderung patriarkis. Perbedaan penting di antara kedua tafsir tersebut dalam merespons isu gender terletak pada perbedaan situasi dan kondisi pada masa penulisannya. Mishbah cenderung lebih bisa merespons isu gender dibanding Bisri, karena sudah bersentuhan dengan pemikiran para tokoh pembaru yang saat itu mulai marak di Indonesia. Kata kunci: Hak-hak perempuan, gender, tafsir Jawa, Tafsir al-Ibrīz, Tafsir Tāj al-Muslimīn
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Setiawati, Titin. "Representasi Budaya Patriarki Dalam Film Istri Orang." KOMUNIKA 7, no. 2 (July 31, 2020): 66–76. http://dx.doi.org/10.22236/komunika.v7i2.6328.

Full text
Abstract:
Patriarki pada dasarnya adalah kekuasaaan laki-laki, dimana patriarki ini menyebabkan ketimpangan dalam relasi antara laki-laki dan perempuan. Patriarki menyebabkan posisi perempuan berada di bawah posisi laki-laki. Budaya patriarki ada dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat. Dan sering tergambar dalam media massa, termasuk juga dalam film. Penelitian ini ingin membongkar bagaimana budaya patriarki yang terjadi dalam masyarakat direpresentasikan. Teori yang digunakan adalah semiotika Roland Barthes dan bidang kehidupan yang berada dalam kontrol patriarki. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film Istri Orang merepresentasikan patriarki dalam 5 bidang, yaitu daya produktif atau tenaga kerja perempuan, reproduksi perempuan, kontrol atas seksualitas perempuan, dan harta milik & sumber daya ekonomi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Yuwono, Nurbaity Prastyananda. "Perempuan dalam Kungkungan Budaya Politik Patriarkhis." MUWAZAH 10, no. 2 (December 25, 2018): 96. http://dx.doi.org/10.28918/muwazah.v10i2.1781.

Full text
Abstract:
Women's political participation in Indonesia can be categorized as low, even though the government has provided special policies for women. Patriarchal political culture is a major obstacle in increasing women's political participation, because it builds perceptions that women are inappropriate, unsuitable and unfit to engage in the political domain. The notion that women are more appropriate in the domestic area; identified politics are masculine, so women are not suitable for acting in the political domain; Weak women and not having the ability to become leaders, are the result of the construction of a patriarchal political culture. Efforts must be doing to increase women's participation, i.e: women's political awareness, gender-based political education; building and strengthening relationships between women's networks and organizations; attract qualified women political party cadres; cultural reconstruction and reinterpretation of religious understanding that is gender biased; movement to change the organizational structure of political parties and; the implementation of legislation effectively.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Sakina, Ade Irma, and Dessy Hasanah Siti A. "MENYOROTI BUDAYA PATRIARKI DI INDONESIA." Share : Social Work Journal 7, no. 1 (July 30, 2017): 71. http://dx.doi.org/10.24198/share.v7i1.13820.

Full text
Abstract:
Sampai saat ini budaya patriarki masih langgeng berkembang di tatanan masyarakat Indonesia. Budaya ini dapat ditemukan dalam berbagai aspek dan ruang lingkup, seperti ekonomi, pendidikan, politik, hingga hukum sekalipun. Akibatnya, muncul berbagai masalah sosial yang membelenggu kebebasan perempuan dan melanggar hak-hak yang seharusnya dimiliki oleh perempuan. Meskipun Indonesia adalah negara hukum, namun kenyataannya payung hukum sendiri belum mampu mengakomodasi berbagai permasalahan sosial tersebut. Penyebabnya masih klasik, karena ranah perempuan masih dianggap terlalu domestik. Sehingga penegakan hukum pun masih cukup lemah dan tidak adil gender. Oleh karena itu, peran pekerja sosial sangat dibutuhkan pada situasi ini agar penyelesaian masalah bisa cepat dilakukan. Artikel ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan mengumpulkan data melalui studi pustaka, yaitu buku dan jurnal. Hasilnya menunjukkan keterkaitan antara budaya patriarki dan berbagai permasalahan sosial serta realitas sosial yang terjadi di masyarakat Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Yunityas, Sherly. "RESPONS TOKOH PEREMPUAN TERHADAP IDEOLOGI PATRIARKI DALAM NOVEL ENTROK KARYA OKKY MADASARI: SUATU KAJIAN FEMINIS." Arkhais - Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra Indonesia 6, no. 1 (June 30, 2015): 41. http://dx.doi.org/10.21009/arkhais.061.07.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan adanya respons tokoh perempuan terhadap ideologi patriarki dalam novel Entrok karya Okky Madasari. Penelitian dilakukan dengan mencari ideologi patriarki pada lembaga-lembaga yang terdapat di dalam novel Entrok. Untuk menunjukkan adanya respons tokoh perempuan, peneliti menggunakan teori respon Stuart Hall sebagai pisau analisis yang utama. Stuart Hall membagi posisi masyarakat dalam merespons acara televisi ke dalam tiga bentuk, yakni: The Dominanthegemonic Position (Posisi Terhegemoni Secara Dominan), The Negotiated Position (Posisi Negosiasi), dan The Oppositional Code (Posisi Oposisional). Posisi masyarakat yang demikian menimbulkan respon yang berbeda-beda. Respons yang timbul, yakni respons mengalah, bekerja sama, dan melawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tokoh perempuan pada novel Entrok mampu untuk menyuarakan perlawanannya, tetapi tidak sanggup untuk menghindar dari penindasan ideologi patriarki yang ada pada lembaga. Meskipun tokoh perempuan telah melakukan ketiga jenis respon menurut Stuart Hall, ideologi patriarki tetap tidak terkalahkan. Tokoh perempuan dalam novel ini tetap mengalami kekalahan dalam dominasi ideologi patriarki. Tokoh perempuan merespons ideologi patriarki dengan mengalah dan menyerah. Kata kunci: respons,ideologi patriarki, dan novel Entrok.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Luthfillah, Muhammad Dluha. "PATRIARKI DALAM KITAB SUCI YANG TERKOMODIFIKASI." SUHUF 12, no. 2 (December 31, 2019): 281–301. http://dx.doi.org/10.22548/shf.v12i2.470.

Full text
Abstract:
Al-Qur’an Terjemahan Wanita adalah salah satu contoh mushaf yang terkomodifikasi (the commodified mushaf), sebuah fenomena Al-Qur’an kontemporer yang dicirikan dengan kebaruan tampilan, bentuk kaligrafi—termasuk pewarnaan teks, dan variasi parateks/teks tambahan. Dalam Al-Qur’an Terjemahan Wanita Cordoba yang saya teliti, teks tambahan baru ini memiliki lima titik narasi yang bernuansa patriarkis dan konservatif. Penelusuran sumber yang saya lakukan menunjukkan bahwa narasi-narasi patriarkis ini dirujuk dari karya-karya para tokoh dari gerakan Islamis tertentu. Dengan demikian, fenomena ini menunjukkan setidaknya dua hal. Pertama, pemilihan perempuan sebagai target konsumen membuktikan masih berlakunya tuduhan umum tentang identiknya perempuan pada pemujaan komoditas (commodity fetishism). Konsep yang terakhir ini juga menjelaskan mengapa Al-Qur’an untuk perempuan ini memiliki beragam fitur tambahan dan harus sebegitu stylish-nya. Kedua, kemunculan dan distribusi pemahaman konservatif ini merepresentasikan interseksi antara Islam dan konsumerisme, antara agama dan kapitalisme. Lebih jauh, ia menguatkan pandangan sosiolog yang mengatakan bahwa interseksi semacam ini hanya akan memproduksi dan mendistribusikan pemahaman konservatif tentang otoritas keislaman. Dalam keutuhannya, tulisan ini mencoba menawarkan model kajian baru terhadap perempuan dan Al-Qur’an.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Mutiah, Riska. "SISTEM PATRIARKI DAN KEKERASAN ATAS PEREMPUAN." KOMUNITAS 10, no. 1 (September 23, 2019): 58–74. http://dx.doi.org/10.20414/komunitas.v10i1.1191.

Full text
Abstract:
Tatanan patriarki merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Tatanan patriarki inilah yang menyebabkan perempuan menjadi subordinasi, termarginalkan, bahkan memperoleh ketidakadilan di dalam masyarakat. Tatanan patriarki mengabsahkan superioritas laki-laki dan inferioritas perempuan yang tidak hanya kita temui pada satu atau dua kelompok masyarakat namun dapat kita temui di seluruh belahan dunia dengan kasus yang paling parah terdapat pada negara-negara dunia ketiga, dimana Indonesia adalah salah satunya. Sampai hari ini catatan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan menyebutkan setiap 2 jam sekali terdapat 3 perempuan Indonesia yang mengalami kekerasan seksual dan 60% kasus kekerasan seksual terhadap perempuan terjadi di dalam ranah domestik korban. Bagi Luce Irigaray seksualitas dan hasrat laki-laki dalam bentuk alat kelamin adalah prinsip pengaturan tatanan simbolik dan melalui hal tersebut kuasa sosial dijalankan. Wacana-wacana universal, apakah itu filsafat, ilmu, atau kesusastraan semuanya diseksualisasikan dalam wacana maskulin. Jelas bagi Irigaray, nilai-nilai pencerahan (renaisans) tidak berlaku bagi perempuan. Karena hal tersebut, posisi sosial perempuan hari ini masih termaginalkan, tidak dianggap sebagai subjek melainkan sebagai objek seksual. Perempuan harus paham mengenai kondisi ini, agar tidak terus-menerus berada di dalam kekuasaan dominasi maskulin, setidak-tidaknya perempuan harus berusaha untuk keluar dari konstruk sosial yang telah dilekatkan tersebut. Yang perlu kita sadari bahwa membalikkan tatanan keseimbangan kekuasaan maskulin adalah mustahil jika tidak dilakukan secara bersama-sama oleh laki-laki dan perempuan, karena sistem patriarki telah menancapkan kukunya begitu dalam pada tatanan sosial kita.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Pamungkas, Satrio. "Kritik Struktur Budaya Patriarki dari Point Of View Feminis Ratna Indraswari Ibrahim dalam Tokoh Drupadi di Cerpen Baju." Jurnal Seni Nasional Cikini 5, no. 2 (January 13, 2020): 50–59. http://dx.doi.org/10.52969/jsnc.v5i2.81.

Full text
Abstract:
Menyoroti sebuah struktur budaya memang perlu memahami bagaimana pola kerja teori strutralis dan post-strukturalis. Jika kita melihat sistem patriarki, di dalam budaya Jawa saat ini masih sangat kental. Pada Praktiknya, budaya patriarki memiliki struktur Bahasa yang jelas terepresentasikan dalam kehidupan yang terjadi. Namun, dalam sebuah karya sastra contohnya cerpen Baju ini, struktur itu mengalami sebuah arena pertarungan makna baru. Dekonstruksi makna tentang bagaimana gender diperlakukan, dalam cerpen Baju ini sebagai bentuk alih wahana baru dari sebuah cerita tradisi lisan yang sudah terkonstruksi tentang budaya patriarki memaknai Drupadi. Drupadi dalam cerpen ini dipinjam untuk menyampaikan kritik terhadap wacana dominan tentang poisisi laki-laki dalam budaya patriarki.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Israpil, Israpil. "Budaya Patriarki dan Kekerasan Terhadap Perempuan (Sejarah dan Perkembangannya)." PUSAKA 5, no. 2 (November 19, 2017): 141–50. http://dx.doi.org/10.31969/pusaka.v5i2.176.

Full text
Abstract:
Masyarakat Indonesia secara kultural memang sangat kental dengan adat patriarki. Patriarki adalah konsep yang digunakan dalam ilmu-ilmu sosial, terutama dalam ilmu Antropologi. Konsep patriarki dan kekerasan terhadap perempuan menjadi pembahasan utama dalam makalah ini. Budaya patriarki secara turun temurun membentuk perbedaan perilaku, status dan otoritas antara laki-laki dan perempuan, distribusi kekuasaan laki-laki memiliki keunggulan dibanding dengan perempuan dalam satu atau lebih aspek, seperti penentuan garis keturunan (keturunan patrilineal eksklusif dan membawa nama belakang), hak-hak anak sulung, otonomi pribadi dalam hubungan sosial, partisipasi dalam status publik dan politik. Laki-laki memonopoli seluruh peran. Hubungan yang timpang itu seringkali memunculkan konflik di dalam masyarakat, terutama konflik dalam rumah tangga yang berujung pada tindak kekerasan terhadap perempuan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

., Lukitaningsih. "PENINDASAN PADA BURUH PEREMPUAN INDUSTRI DI KOTA MEDAN PERSFEKTIF SPIVAK." Puteri Hijau : Jurnal Pendidikan Sejarah 2, no. 2 (July 1, 2017): 34. http://dx.doi.org/10.24114/ph.v2i2.9089.

Full text
Abstract:
Studi ini mengkaji penindasan buruh perempuan dari perspektif budaya patriaki. Dalam konteks ini dikaji diamnya buruh perempuan Industri disebabkan budaya patriarki dan ketimpangan gender, dan pengalamannya dalam memaknai penindasan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan industri yang ada di kota Medan, dengan metode kualitatif dan pendekatan etnografi feminis. Melalui metode ini diperoleh data dan informasi tentang pengalaman buruh perempuan yang mengalami penindasan. Hasil penelitian bahwa buruh perempuan mengalami penindasan disebabkan, pertama, budaya patriarki, meletakkan perempuan terdominasi dan tersubordi nasi dalam lingkup industri, struktur patriarki menempatkan laki-laki sebagai penguasa (dominan) di sektor industri. Bentuk patriarki yang dialami buruh perempuan di Industri Kota Medan adalah pelecehan seksual, perbedaan upah. Kedua, buruh perempuan mengalami penindasan disebabkan ketimpangan gender. Bentuk ketimpangan gender yang dialami seperti, tidak ada jaminan keselamatan saat bekerja, tidak mendapat tunjangan, tidak ada jenjang karir, status pekerjaan. Menurut Spivak perempuan yang mengalami penindasan di masyarakat tidak akan pernah mampu bersuara apalagi mendapatkan hak-hak sebagai warga negara pada masa kolonial. Penelitian ini menunjukan keadaan yang sedikit berbeda dengan teori Spivak, jika dalam penelitian Spivak perempuan India diam menerima penindasan yang dialami, perempuan buruh industri dapat bersuara atau menegosiasikan penindasan yang dialaminya.Kata Kunci: penindasan, patriarki, ketimpangan gender, industri
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

., Lukitaningsih. "PENINDASAN PADA BURUH PEREMPUAN INDUSTRI DI KOTA MEDAN PERSFEKTIF SPIVAK." Puteri Hijau : Jurnal Pendidikan Sejarah 2, no. 2 (July 1, 2017): 34. http://dx.doi.org/10.24114/ph.v2i2.9090.

Full text
Abstract:
Studi ini mengkaji penindasan buruh perempuan dari perspektif budaya patriaki. Dalam konteks ini dikaji diamnya buruh perempuan Industri disebabkan budaya patriarki dan ketimpangan gender, dan pengalamannya dalam memaknai penindasan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan industri yang ada di kota Medan, dengan metode kualitatif dan pendekatan etnografi feminis. Melalui metode ini diperoleh data dan informasi tentang pengalaman buruh perempuan yang mengalami penindasan. Hasil penelitian bahwa buruh perempuan mengalami penindasan disebabkan, pertama, budaya patriarki, meletakkan perempuan terdominasi dan tersubordi nasi dalam lingkup industri, struktur patriarki menempatkan laki-laki sebagai penguasa (dominan) di sektor industri. Bentuk patriarki yang dialami buruh perempuan di Industri Kota Medan adalah pelecehan seksual, perbedaan upah. Kedua, buruh perempuan mengalami penindasan disebabkan ketimpangan gender. Bentuk ketimpangan gender yang dialami seperti, tidak ada jaminan keselamatan saat bekerja, tidak mendapat tunjangan, tidak ada jenjang karir, status pekerjaan. Menurut Spivak perempuan yang mengalami penindasan di masyarakat tidak akan pernah mampu bersuara apalagi mendapatkan hak-hak sebagai warga negara pada masa kolonial. Penelitian ini menunjukan keadaan yang sedikit berbeda dengan teori Spivak, jika dalam penelitian Spivak perempuan India diam menerima penindasan yang dialami, perempuan buruh industri dapat bersuara atau menegosiasikan penindasan yang dialaminya.Kata Kunci: penindasan, patriarki, ketimpangan gender, industri
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Mustofa, Ali. "Sayembara Sebagai Bentuk Resistensi Perempuan dalam Menolak Hegemoni Laki-Laki dalam Cerita Rakyat Roro Jonggrang, Roro Mendut, dan Sangkuriang." ATAVISME 14, no. 2 (December 30, 2011): 182–93. http://dx.doi.org/10.24257/atavisme.v14i2.75.182-193.

Full text
Abstract:
Makalah ini membahas secara singkat beberapa masalah dalam lingkup resistensi terhadap hegemoni patriarki dalam tiga cerita rakyat Indonesia; Roro Jonggrang, Roro Mendut, dan Sangkuriang. Teori subalterniti Gayatri Spivak dipergunakan untuk membingkai pembacaan kritis terhadap ketiga cerita. Ketiga cerita rakyat yang dikaji mendedahkan resistensi perempuan terhadap dominasi hegemonis pria dalam lingkup masyarakat patriarkis. Temuan dari pembahasan menunjukkan bahwa tokoh-tokoh perempuan dalam ketiga cerita berasal dari strata sosial tertentu dalam masyarakat mereka yang telah memiliki subjektifikasi dan identifikasi tersendiri. “Sayembara” yang secara taktis direka dan diciptakan oleh ketiga tokoh perempuan merupakan alat alternatif untuk menolak dominasi dan kekuasaan pria. Katarsis ketiga cerita rakyat menunjukkan bahwa ketiga tokoh perempuan menemui ajal atau mengalami perubahan wujud yang merupakan konsekuensi dari pemberontakan. Citra perempuan dalam ketiga cerita rakyat berdasarkan berbagai versi penceritaan adalah pemberontak dan subversif. Abstract: This paper briefly shares some insights in the matters of resistance toward patriarchic hegemony in three Indonesian folktales; Roro Jonggrang, Roro Mendut, and Sangkuriang. Spivak’s subalternity is used to carve out the critical reading on the three stories. The three stories tell women’s resistances toward men’s hegemonic dominions in patriarchic societies. The findings of the discussion show that woman characters in the three stories come from certain social stratum in their own societies who have their own subjectification and identification. “Sayembara” which was tactically created by those women characters is a means of their alternative weapon to resist men’s dominion and power. The catharsis of the three folktales shows that the three woman characters find their dead or evanescent as the consequences of their being rebel. The images of women in the three stories based on various versions of the folktales are rebellion and subversive. Key Words: resistance, hegemony, patriarchy, dominion
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Kurnia, S.Pd., M.Hum., Nia. "RESENSI BUKU: “PEREMPUAN YANG MERESISTENSI BUDAYA PATRIARKI”." METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra 8, no. 1 (November 22, 2016): 155. http://dx.doi.org/10.26610/metasastra.2015.v8i1.155-160.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Nursaptini, Nursaptini, Muhammad Sobri, Deni Sutisna, Muhammad Syazali, and Arif Widodo. "Budaya Patriarki dan Akses Perempuan dalam Pendidikan." Al-Maiyyah : Media Transformasi Gender dalam Paradigma Sosial Keagamaan 12, no. 2 (February 2, 2020): 16–26. http://dx.doi.org/10.35905/almaiyyah.v12i2.698.

Full text
Abstract:
Tulisan ini bertujuan untuk menggambarkan budaya patriarki dan akses perempuan dalam pendidikan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi pustaka yang berasal dari berbagai sumber seperti dari buku, jurnal, laporan dan data dari Badan Pusat Statistik. Hasil kajian ini adalah budaya patriarki sudah melekat dalam masyarakat yang menganggap bahwa yang harus mendapatkan pendidikan yang utama adalah anak laki-laki. Hal ini menyebabkan akses perempuan untuk mengenyam pendidikan terhambat karena masalah kultur yang ada dalam masyarakat. Keadaan ini dapat dilihat berdasarkan data persentase melek huruf untuk perempuan berjumlah 83,42 sedangkan laki-laki 91,86. Data ini juga didukung data Index Pembangunan Manusia laki-laki mencapai 75,43 sementara Index Pembangunan Manusia perempuan sebesar 68,63. Data ini menunjukkan tingkat pendidikan perempuan terutama pada pendidikan tinggi rendah. Realitas ini tentunya bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional yang tidak membedakan akses pendidikan berdasarkan jenis kelamin semuanya berhak mendapatkan pendidikan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Narawati, Made. "Representasi Budaya Patriarki pada Komunitas Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB)." Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya 20, no. 1 (February 29, 2020): 38. http://dx.doi.org/10.24843/pjiib.2020.v20.i01.p06.

Full text
Abstract:
Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) adalah Gereja Protestan terbesar di Bali. Berdasarkan data, anggota GKPB laki-laki dan perempuan mulai berimbang yaitu 6.560 Jiwa (50,95%) berbanding 6.315 Jiwa (49,04%). Namun secara kuantitas kepemimpinan strategis, Personil Majelis Sinode Lengkap (MSL-GKPB), periode 2012-2016, yang berjumlah 31 orang; laki-laki berjumlah 29, sedangkan perempuan hanya 2 orang. Periode 2016-2020 jumlah Majelis Sinode Lengkap (MSL) : 30 orang yang terdiri dari 27 Laki-laki ( 90%) dan 3 Perempuan ( 10%). Majelis Sinode Lengkap (MSL) diberikan otoritas sebagai pengambil keputusan dan kebijakan di lingkungan GKPB. Jabatan strategis tersebut ditempati oleh sebagian besar laki-laki baik pendeta maupun non pendeta. Budaya patriarki sangat kuat dalam penentun jabatan strategis di GKPB dengan mengacu kepada Tata Gereja Tahun 2014 tentang keanggotaan Pasal 107 ayat 1, 8 (delapan) orang yang dipilih dalam sidang sinode harus terdiri sekurangnya 2 orang unsur perempuan dan 1 orang unsur pemuda. Data membuktikan bahwa pemegang jabatan Sinode, Departemen, Yayasan, Ketua-ketua Wilayah, dan di jemaat-jemaat sebagian besar dipegang oleh laki-laki. Melihat realita ini kuantitas pejabat di dominasi oleh laki-laki dan kebijakan untuk menentukan jabatan tersebut merupakan representasi budaya patriarki yang kuat, laki-laki adalah pemimpin, perempuan belum ada tempatnya. Perempuan juga merasa nyaman dengan posisinya dan mungkin budaya patriarki sudah terinternalisasi di GKPB. Dengan metode kualitatif dan menggunakan Teori Feminisme Liberal, Relasi Kekuasaan-Pengetahuan dan Dekonstruksi dapat mengungkap Representasi Budaya Patriarki pada Komunitas Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB). Apa bentuk-bentuk budaya patriarki, mengapa terjadi dan bagaimana implikasi budaya patriarki pada komunitas GKPB. Sehingga dapat memberikan perspektif kepemimpinan feminis yang adil gender.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Mila, Suryaningsi. "Perempuan, Tubuhnya dan Narasi Perkosaan dalam Ideologi Patriarki." Indonesian Journal of Theology 4, no. 1 (June 29, 2017): 78–99. http://dx.doi.org/10.46567/ijt.v4i1.48.

Full text
Abstract:
Tamar’s rape is narrated in a conflict of interest among Amnon and Absalom. Tamar’s rape was just the beginning of the conflict among Absalom and Amnon who fought for the throne as the symbol of power. In fact, Tamar was a muted victim. Therefore, it needs a critical eye such as a feminist hermeneutic approach to re-read and reinterpret this story. Feminist hermeneutic critical is a tool to explore the hidden stories especially about women’s experiences on violence and oppression. This approach will help us to produce a theological reconstruction on the experience of Tamar’s oppression and her struggle. Through hermeneutic feminist critical, the story of Tamar and her pain will be the main concern. Tamar was no longer cry for her wounds and trauma. She will have a chance to tell her bitter experience. She will have a space to speak up and share her pain. The story of Tamar as a survivor will be remembered and celebrated as the standpoint to fight against violence in our present context. This approach also guides the church to re-thinking and re-frame its theological understanding deals to the increasing of sexual abuses against women and children. Some findings on Tamar’s story will be a reference to deconstruct the patriarchal culture and to build a theology of equality among men and women.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Chabibi, Muhammad. "Ulama Perempuan Indonesia: Resistensi Terhadap Konstruksi Sosial Patriarki." Asketik 5, no. 1 (July 31, 2021): 83–99. http://dx.doi.org/10.30762/ask.v5i1.2739.

Full text
Abstract:
This paper aims to explain the position and role of Indonesian Women's Ulama in responding to the social problems of women in the patriarchal culture of Ulamā’ which is dominated by male Ulamā’ in Indonesia. Using Peter L.Berger and Luckmann's (1966) social construction theory, this paper seeks to explore the capacity of Indonesian Women’s Ulama in solving socio-religious problems, especially in the field of female law and social issues in Indonesia. Law-making in Indonesia cannot be separated from the patriarchal construction built by the intellectual hegemony of male Ulamā’ (Islamic scholars) and the existence of social inequality between men and women in the dominance of social interpretations which results in the dominance of masculinity in the public sector. This paper uses qualitative research methods with data collection techniques in the form of observation and documentation. The conclusions of this paper are 1) the intellectual ahistorism of women socially constructed through verbalization, visualization, and adaptation in the socio-cultural scientific tradition; 2) the cultural backwardness experienced by women when men step forward in their socio-cultural intellect in the public sector such as law, education, politics and economics.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Adharani, Deanita, and Rouli Esther Pasaribu. "Kajian Adaptasi Film Kaguya Hime No Monogatari: Refleksi Terhadap Masyarakat Patriarki Jepang Modern." Jurnal Seni Nasional Cikini 5, no. 1 (June 1, 2019): 7–21. http://dx.doi.org/10.52969/jsnc.v5i1.73.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan penggambaran tokoh utama Kaguya hime versi cerita rakyat dan versi adaptasi film Kaguya Hime no Monogatari (2013) produksi studi Ghibli dan mengaitkannya dengan kondisi sosial budaya masyarakat Jepang pada saat film ini diproduksi. Dari hasil pembacaan dekat terhadap teks primer dengan menggunakan pendekatan feminisme dan teori adaptasi Hutcheon, ditemukan bahwa Kaguya hime versi cerita rakyat digambarkan sebagai tokoh yang asing, berjarak, dan tidak merupakan bagian dari masyarakat tempatnya tinggal. Di sisi lain, Kaguya hime versi film adalah Kaguya hime yang digambarkan sebagai bagian darimasyarakat patriarki yang didiaminya dan kondisinya sebagai seorang perempuan membuatnya mengalami penindasan patriarki, seperti harus mengikuti pendidikan putri bangsawan dan dilecehkan dalam sebuah pesta. Kaguya hime versi film kaya dengan penggambaran perasaan dan pikiran pribadi, sementara pada versi cerita rakyat, penggambaran pikiran dan perasaan pribadi Kaguya hime tidak digambarkan secara detil. Jika dikaitkan dengan kondisi sosial budaya masyarakat Jepang modern pada masa film ini diproduksi, maka film ini dapat dimaknai sebagai refleksi terhadap ideologi patriarki yang mengakar di Jepang dan secara tidak langsung berfungsi sebagai pembentukan kesadaran masyarakat terhadap isu penindasan patriarki agar masyarakat tidak menganggap masyarakat yang ditinggali saat ini adalah masyarakat yang “baik-baik saja.”
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Sumadi, Sumadi. "ISLAM DAN SEKSUALITAS: BIAS GENDER DALAM HUMOR PESANTREN." El-HARAKAH (TERAKREDITASI) 19, no. 1 (May 15, 2017): 21. http://dx.doi.org/10.18860/el.v19i1.3914.

Full text
Abstract:
<p>Humor becomes an important part in institutionalizing the culture of pesantren. Yet, the humor in pesantren often ignores the values that respect gender equality. Understanding Islam pesantren patriarchy becomes the root for establishing the themes of humor that exploit women’s bodies and sexuality. Study of humor and sexuality in pesantren in Indonesia are still unnoticed. This study used a qualitative research approach with a feminist analysis in pesantren Priangan West Java. The results of this study showed that Islam patriarchy in pesantren institutionalized within the themes of humor created by kiai, teachers, and students in pesantren. As the implication, humor in pesantren contains the values and ideology of gender bias in the form of stereotyping, objectification, and the domestication of women. Dominant objects in pesantren humor are the body and female sexuality. The body becomes the center of worship and praise despite the epicenter definition, identity, and control on women by men.</p><p>Humor menjadi bagian penting dalam pelembagaan budaya pesantren. Akan tetapi humor-humor di pesantren sering mengabaikan nilai-nilai yang menghargai kesetaraan gender. Pemahaman Islam pesantren yang patriarki menjadi akar pembentukan tema-tema humor yang mengeksploitasi tubuh dan seksualitas perempuan. Kajian humor dan seksualitas di lingkungan pesantren di Indonesia termasuk yang luput dari perhatian. Kajian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan analisis feminis di pesantren Priangan Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa patriarkisme Islam pesantren terlembagakan dalam tema-tema humor yang dibuat kiai, guru, dan santri di pesantren. Implikasinya humor-humor di lingkungan pesantren mengandung tata nilai dan ideologi bias gender berupa stereotip, objektifikasi, dan domestifikasi perempuan. Objek yang dominan humor di pesantren yaitu tubuh dan seksualitas perempuan. Tubuh menjadi pusat puja dan puji, tetapi menjadi episentrum pendefinisian, pemberian identitas, dan kontrol pada perempuan yang dilakukan laki-laki.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Gufron, Ali. "TRADISI LISAN HAHIWANG PADA PEREMPUAN DI PESISIR BARAT LAMPUNG." Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah dan Budaya 9, no. 3 (November 27, 2017): 391. http://dx.doi.org/10.30959/patanjala.v9i3.291.

Full text
Abstract:
Artikel ini bertujuan menguraikan bagaimana tradisi hahiwang berkembang pada masyarakat 16 marga di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung, yang dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama membahas hahiwang sebagai salah satu bentuk tradisi lisan. Bagian kedua membahas sistem kekerabatan yang bersifat patrilineal dan konsep patriarki pada masyarakat Lampung Saibatin. Bagian ketiga membahas tentang bentuk dan struktur hahiwang. Dan, bagian terakhir membahas hahiwang dan dominasi laki-laki. Metode yang digunakan adalah kualitatif. Adapun teknik untuk menjaring data dan informasi adalah wawancara dan observasi. Hasilnya, menunjukkan bahwa hahiwang lahir akibat dominasi patriarki yang mensubordinasikan perempuan Lampung Saibatin dalam bentuk aturan adat. Hahiwang merupakan ungkapan pengalaman dan perasaan jiwa perempuan Lampung Saibatin atas ketidakberdayaannya dalam menghadapi dominasi laki-laki. Hahiwang tidak bertujuan untuk menggulingkan kekuasaan patriarki, melainkan hanya sebagai ungkapan atas ketertindasan perempuan dalam bentuk ratapan yang dilantunkan. Namun dalam perkembangan selanjutnya, hahiwang dieksploitasi kaum patriakh menjadi sarana siar agama, pelengkap begawi adat, dan bahkan penarik simpatisan dalam Pemilukada.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Nurcahyo, Abraham. "Relevansi Budaya Patriarki Dengan Partisipasi Politik Dan Keterwakilan Perempuan Di Parlemen." AGASTYA: JURNAL SEJARAH DAN PEMBELAJARANNYA 6, no. 01 (January 10, 2016): 25. http://dx.doi.org/10.25273/ajsp.v6i01.878.

Full text
Abstract:
Bentuk penentangan perempuan atas kuasa laki-laki tidak terlepas dari sistem patriarki yang tidak adil. Menempatkan perempuan sebagai bayang-bayang laki-laki. Masyarakat patriarki sejak awal menganggap bahwa laki-laki lebih kuat dibandingkan perempuan baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, maupun bernegara. Budaya patriarki dan nilai-nilai sosial di Indonesia menuntut perempuan untuk tidak berpartisipasi di ranah politik maupun pemerintahan. Sistem dan arah kebijakan pemerintah terhadap isu perempuan kian responsif jender. Namun demikian, posisi perempuan tetap rentan terhadap berbagai bentuk manipulasi politik dan sering dipakai sebagai alat legitimasi. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan, bahwa kedudukan laki-laki dan perempuan sebagai warga negara adalah setara. Kuota minimal 30% keterwakilan perempuan diterapkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Kurangnya keseimbangan gender di sektor politik dan pemerintahan dapat menghambat partisipasi perempuan dalam ranah publik. Dalam perspektif perempuan, politik haruslah mencakup seluruh kehidupan baik di ranah publik maupun privat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Hermawan, Ferry Fauzi, Dana Waskita, and Tri Sulistyaningtyas. "BAHASA, TUBUH, DAN PARADIGMA PATRIARKI DALAM HUMOR KONTEMPORER INDONESIA." Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra 17, no. 1 (June 8, 2017): 30. http://dx.doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v17i1.6955.

Full text
Abstract:
This study aims to analyze the construction of women in Indonesia humors that appear through the application of whatsapp conversation. This analysis is based on the opinion of Crawford (2003) and Sen (2012) about gender relations, linguistics, and humors. The focus of the study is the use of indeksial meaning and polysemy in constructing a humorous story in women. After the analysis, it was found that humors developing in the application media of whatsapp conversation tended to perpetuate sexist patriarchal values such as portraying women as a highly compliant and passive. In terms of the structure, most of the humors used several techniques of misalignment to cause the value of humor in the reader's mind. Most of the female figures appeared to be in the private or domestic space. In addition, the data show that most of the humors used figurative polysemy, especially in describing sexual activities. In this case, the women were always associated with inanimate objects, such as in describing sexual activities or woman genitals. The indeksial meanings of the language used were always based on the paradigm and the interests of men that are in line with patriarchal values. This eventually led to symbolic violence on women.Keywords: humors, polysemy, symbolic violence, women
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Hannah, Neng. "Seksualitas dalam Alquran, Hadis dan Fikih: Mengimbangi Wacana Patriarki." Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 2, no. 1 (June 30, 2017): 45–60. http://dx.doi.org/10.15575/jw.v2i1.795.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Muna, Moh Nailul. "REKONSTRUKSI BUDAYA PATRIARKI DALAM VISUALISASI SURGA (Analisis Historis-Linguistik)." Kafa`ah: Journal of Gender Studies 10, no. 1 (June 30, 2020): 51. http://dx.doi.org/10.15548/jk.v10i1.260.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Novarisa, Ghina. "DOMINASI PATRIARKI BERBENTUK KEKERASAN SIMBOLIK TERHADAP PEREMPUAN PADA SINETRON." Bricolage : Jurnal Magister Ilmu Komunikasi 5, no. 02 (September 28, 2019): 195. http://dx.doi.org/10.30813/bricolage.v5i02.1888.

Full text
Abstract:
<p align="center"><strong><em>ABSTRACT</em></strong></p><p><em>Violence that is difficult to overcome is symbolic violence because its failure does not look like ordinary struggle. Women are one of the social groups that are the object of symbolic struggle. Media content that supports symbolic making through words and communication that contain hatred against racist backgrounds or that involve sexists to hurt one's personal, ethnic, or sexual coordination.This research explain how symbolic violence operates in the soap opera “Catatan Hati Seorang Istri” by exposing the patriarchal ideology as the dominant ideology in the soap opera. This is a qualitative research with discourse analisys by Sara Millls as the method to analyze the text, and text analysis technique along with literature study to collect the data. The concept of symbolic violence, that is used in this research, assumes that domination by men against women produce symbolic violence. The result of this research indicates “Catatan Hati Seorang Istri” showing domination of men over women in the form of (1) domination on behaelf of obligation in domestic territory, (2) domination by putting women as sexual object, and (3) domination by silencing women. But, those form of domination causing women to fight against their rights. </em></p><p><strong><em>Key words</em></strong><strong><em>; Symbolic violence; dominance; patriarchi ideology; soap operas.</em></strong></p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong></p><p>Kekerasan yang sulit diatasi adalah kekerasan simbolik karena dampaknya tidak terlihat seperti kekerasan biasa. Perempuan adalah salah satu kelompok sosial yang menjadi objek kekerasan simbolik. Konten media seringkali memproduksi kekerasan simbolik melalui kata-kata dan komunikasi yang mengandung kebencian dengan latar belakang rasis atau yang bersifat seksis bertujuan melukai integritas pribadi, etnis, atau seksual seseorang. Penelitian ini membahas bagaimana kekerasan simbolik beroperasi dalam sinetron Catatan Hati Seorang Istri dengan membongkar ideologi patriarki sebagai ideologi dominan dalam sinetron tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis wacana Sara Mills dan teknik pengumpulan data melalui analisis teks, serta studi literatur. Konsep kekerasan simbolik yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagaimana dominasi yang dilakukan laki-laki terhadap perempuan melahirkan kekerasan simbolik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sinetron Catatan Hati Seorang Istri menampilkan dominasi laki-laki terhadap perempuan dalam bentuk; (1) dominasi mengatasnamakan kewajiban wilayah domestik, (2) dominasi menempatkan perempuan sebagai objek seksual, dan (3) dominasi dengan membungkam perempuan. Namun, bentuk dominasi tersebut membuat perempuan memberontak dan bersuara. Dominasi inilah yang mendasari kekerasan simbolik pada sinetron Catatan Hati Seorang Istri.</p><p><strong>Kata Kunci ; Kekerasan Simbolik; dominasi; ideologi patriarki; sinetron.</strong></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Nurmila, Nina. "PENGARUH BUDAYA PATRIARKI TERHADAP PEMAHAMAN AGAMA DAN PEMBENTUKAN BUDAYA." KARSA: Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman 23, no. 1 (June 5, 2015): 1. http://dx.doi.org/10.19105/karsa.v23i1.606.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Rosa, Silvia. "BIAS PATRIARKI DI BALIK PELAKSANAAN TRADISI TUNDUAK DI MINANGKABAU." SEMIOTIKA: Jurnal Ilmu Sastra dan Linguistik 22, no. 1 (January 31, 2021): 1. http://dx.doi.org/10.19184/semiotika.v22i1.17892.

Full text
Abstract:
In Minangkabau society, the Tunduak is a tradition when the newly marriage visits father in law's house for the first time. This article aims to discuss the meaning of implementing the Tunduak Tradition carried out by the bride in Solok Regency, West Sumatra Province. The research method used is a cognitive semiological methods. Data were collected through field surveys in photographs and words or narration obtained through audio and visual recording techniques. Data analysis was performed using the semiotic theory of myth by Rolland Barthes. The implementation of this tradition is accompanied by members of the bride's relatives who come with various kinds of luggage to be presented to the groom's relatives. The study results show that the implementation of the Tunduak Tradition in the view of the Minangkabau custom in Solok Regency gives its characteristics in Minangkabau customs' performance. Namely the accompaniment of the group's configuration walking to the house of the bride's parents-in-law while carrying the luggage placed on the head, and only done by the woman's close relatives of the bride. It reflects a cultural parade that can be used as an exciting spectacle in various areas in Solok Regency. The study results concluded that the implementation of the Tunduak Tradition represents an institutionalized myth to glorify the position and position of men in the matrilineal society in Minangkabau.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Syam, Essy, and Qori Islami Aris. "MENYINGKAP IDEOLOGI PATRIARKI DALAM KISAH 1001 MALAM: KAJIAN DEKONSTRUKTIF." Jurnal Ilmu Budaya 17, no. 2 (February 26, 2021): 89–102. http://dx.doi.org/10.31849/jib.v17i2.6234.

Full text
Abstract:
This writing analyzes a popular Malay text entitled Kisah 1001 Malam (Arabian Nights). This analysis shows that from the perspective of patriarchal ideology, a man is signified as a strong and powerful figure. On the other hand, the analysis shows that the strong and powerful figure in the text is not the man but a woman instead. It is shown by presenting the man character who fails to fulfill his role as the savior or the problem solver, thus, the role is taken by a woman character. Thus, this analysis applies descriptive analysis in which the result of the analysis is described vividly. From the description, it will show patriarchal ideology which places man as the powerful figure is replaced by a woman who is strong and smart.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Nurbayan, Nurbayan, and M. Tahir M.Tahir. "Partisipasi Politik Perempuan (Studi pada Masyarakat Kelurahan Mande Kecamatan Mpunda Kota Bima)." EDU SOCIATA ( JURNAL PENDIDIKAN SOSIOLOGI ) 3, no. 1 (December 9, 2019): 9–24. http://dx.doi.org/10.33627/es.v3i1.292.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan partisipasi perempuan dalam politik serta kendala yang dihadapi perempuan sehingga membuat perempuan tidak manpu bersaing dengan laki-laki secara maksimal. Sementara pada masyarakat Bima telah melibatkan perempuan secara penuh untuk terlibat dan berpartisipasi dalam dunia politik. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode wawancara, observasi dan dokumentasi dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Jenis penelitian yakni studi analisi (riset) terfokus pada 8 perempuan sebagai informan yang ditentukan secara purposive sampling. Data penelitian ini dianalisis dengan display data, ferifikasi data, lalu menguji keabsahan data. Topik perempuan dalam politik merupakan hal yang sangat kompleks. Penelitian ini didasarkan pada teori-teori feminisme universal dan budaya patriarki. Ada Tiga pandangan utama dan pertama, perempuan memiliki pengaruh kurang dibandingkan dengan laki-laki di daerah politik karena budaya patriarki. Para perempuan dianggap kurang mampu, memiliki posisi yang lebih rendah maupun terdegradasi ke bidang yang dianggap lembut‘ dan karenanya sesuai untuk kaum perempuan. Kedua, politisi perempuan lebih baik karena lebih sabar dan penuh perhatian dibandingkan dengan politisi laki-laki. Terakhir, perempuan dan laki-laki memberikan kontribusi sama untuk proses politik dan kualitas kontribusi politisi tergantung pada kemampuan individu dan bukan jenis kelaminnya. Perempuan sangat penting untuk dua alasan. Pertama, keterwakilan perempuan di parlemen mendorong perempuan lain untuk masuk, meningkatkan kesetaraan gender dalam politik dan mendorong peningkatan pelaksanaan undang-undang dan kebijakan yang peka gender. Mudah-mudahan, meningkatkan pengaruh dan kontribusi perempuan dapat terjadi dalam semua aspek politik dan tidak hanya bidang yang tetap sesuai dengan budaya patriarki pada masyarakat Bima. Sedangkan hambatan yang diuraikan pada bagian informasi latar belakang yang membatasi keterlibatan perempuan dalam ranah politik. Hasil penelitian menunjukkan budaya patriarki, budaya Jawa, money politics, kewajiban sehari-hari perempuan, metode organisasi dan media dianggap sebagai hambatan. Terlepas dari hambatan metode organisasi, hambatan lainnya semua hasil dari budaya patriarki mengakibatkan perempuan dan isu-isunya yang dianggap kurang penting dalam masyarakat Bima. Namun, bertentangan dengan informasi latar belakang, penelitian ini menunjukkan agama Islam dan nepotisme dianggap hambatan bagi perempuan dalam politik di Bima-Mande
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Pattiruhu, Fransisca Jallie. "Critical Legal Feminism pada Kedudukan Perempuan dalam Hak Waris pada Sistem Patriarki." Culture & Society: Journal Of Anthropological Research 2, no. 1 (September 30, 2020): 24–30. http://dx.doi.org/10.24036/csjar.v2i1.57.

Full text
Abstract:
Secara garis besar, penulisan ini memuat kritikan terhadap feminisme jurisprudence dalam hukum kewarisan nasional Indonesia, dimana mengkaji kedudukan dan hak perempuan sebagai ahli waris. Di Indonesia secara umum dapat dikategorikan menganut teori feminisme sosialis yakni masyarakat yang menganut sistem patriarki dalam sistem kekeluargaannya, hal ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap hak-hak dan kedudukan dari perempuan. Dimana dalam sistem patriarki ini anak perempuan dan janda tidak dapat menjadi ahli waris. Terkait dengan hukum kewarisan nasional sendiri Indonesia belum memiliki suatu aturan yang konkrit tentang masalah waris di Indonesia dalam bingkai pluralistik hukum. Banyak peraturan yang memuat tentang kesetaraan gender, akan tetapi masalah waris sering dipertentangkan dengan hukum adat pada masyarakat dengan sistem patriarki. Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dijadikan dasar berpikir dalam konteks kesetaraan kedudukan perempuan dan laki-laki dalam hal perkawinan, namun dalam hal pembagian harta atau hak untuk menjadi ahli waris belum diatur, sehingga pendiskriminalisasi hak perempuan terutama bagi masyarakat yang menganut sistem patriarkhi mau tidak mau mereka harus tunduk pada sistem hukum tersebut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Edwar, Valentina Edellwiz, Sarwit Sarwono, and Yayah Chanafiah. "PEREMPUAN DALAM CERITA CALON ARANG KARYA PRAMOEDYA ANANTA TOER PERSPEKTIF FEMINIS SASTRA." Jurnal Ilmiah KORPUS 1, no. 2 (December 19, 2017): 224–32. http://dx.doi.org/10.33369/jik.v1i2.4137.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian untuk mendeskripsikan dominasi patriarki terhadap perempuan dan sikap serta keputusan perempuan atas dominasi patriarki yang dialaminya dalam Cerita Calon Arang (CCA) karya Pramoedya Ananta Toer. Metode yang digunakan adalah analisis isi atau konten. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi. Teknik analisis data penelitian ini adalah analisis isi. Hasil penelitian menunjukkan bentuk-bentuk dominasi patriarki dalam CCA dapat dilihat dari tiga bagian, yakni (1) Status sosial perempuan dalam masyarakat, (2) Kondisi inferior perempuan, (3) Relasi perempuan dan laki-laki dalam CCA. Adapun, sikap-sikap perempuan terkait dominasi yang dialaminya dilihat dari gugatan perempuan. Status sosial, kondisi inferior, dan relasi masing-masing perempuan dengan tokoh lain di dalam CCA telah membentuk sikap-sikap yang berbeda. Sikap masing-masing perempuan dalam CCA dengan kedudukannya telah menyebabkan gugatan yang dilakukan berbeda-beda pula. Calon Arang sebagai tokoh utama dalam CCA telah menjadi ikon yang menggugat masyarakat dan pihak kerajaan atas kondisi inferior yang dialaminya. Lain halnya dengan Ratna Manggali yang mewakili perempuan dengan penerimaannya atas status dan kondisinya di dalam masyarakat. Gugatan lain juga ditunjukkan oleh Wedawati yang memilih untuk tidak menikah dan menjadi pertapa perempuan. Selanjutnya adalah sikap yang ditunjukkan oleh tokoh Ibu Tiri Wedawati yang turut melanggengkan kondisi inferior perempuan dengan mengamankan posisinya dalam keluarga. Kesimpulan dari penelitian adalah bahwa CCA banyak menunjukkan peristiwa-peristiwa yang dapat dianalisis dengan perspektif feminis sastra terkait dengan kedudukan dan peran perempuan dalam karya sastra. Kata kunci: Kedudukan perempuan, dominasi patriarki, feminis sastra, cerita Calon Arang karya Pramoedya Ananta Toer.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Jannah, Roudhotul. "MENUJU KEHARMONISAN KELUARGA DARI AYAT-AYAT NUSYUZ DAN SYIQAQ." HERMENEUTIK 11, no. 1 (May 24, 2019): 24. http://dx.doi.org/10.21043/hermeneutik.v11i1.4545.

Full text
Abstract:
<p>Eksistensi perempuan berada pada sistem paradoksal (kondisi positif dan negatif tentang eksistensi perempuan dalam kehidupan), sebagaimana keadaan perempuan yang dianggap memprihatinkan, dengan terkungkung dalam sistem budaya patriarki, mengakibatkan timbulnya perlawanan, seperti gerakan feminisme, yang berupaya melakukan pemberontakan terhadap tatanan masyarakat yang ada, yang mereka anggap bersifat patriarkis, termasuk terhadap ide-ide teologis (agama) dan institusi sosial kultural yang sering dituduh sebagai pangkal dari ketidakadilan sistemik perempuan. Menurut penulis, gerakan feminis seperti ini justru merusak keharmonisan tatanan kehidupan, bahkan syari’at yang telah diajarkan dalam Agama Islam yang sudah proporsional. Adapun metode penafsiran yang relevan untuk pembahasan ini adalah metode penafsiran kontekstual milik Abdullah Saeed, yang menawarkan aplikasi penafsiran yang sesuai dengan konteks kekinian. Dari penelitian inilah penulis menemukan bahwa Al-Qur’an telah memberikan tawaran solusi yang arif dan bijak untuk menghadapi perempuan yang melakukan <em>nusyu&gt;z</em> dan <em>syiqa&gt;q</em>, dengan ketentuan yang diuraikan dalam QS. Al-Nisa&gt;’ [4] ayat 34 dan 35, yaitu beberapa tahapan solusi yang harus dilakukan dalam menghadapi perempuan<em> nusyu&gt;z</em> dan <em>syiqa&gt;q</em>, yaitu memberikan nasihat yang baik serta melakukan tindakan-tindakan persuasif (<strong>فَعِظُوهُنَّ</strong><strong>), </strong>selanjutnya pisah ranjang (<strong>وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ</strong>), yang dimaksudkan adalah menghentikan hubungan seksual sementara waktu sehingga membuat istrinya jera dan merasa bersalah. Dan sebagai langkah terakhir adalah memukul ( <strong>وَاضْرِبُوهُنَّ</strong> ), sebagai suatu langkah-langkah fisikal dan dengan ketentuan tidak menyakitkan dan tidak berbekas. Namun, jika keduanya tetap berselisih maka perlu <em>h}akam </em>(<em>h}akamain</em>), yang berfungsi sebagai pemdamai di antara keduanya. Maksud dari keseluruhan ayat tentang <em>nusyu&gt;z</em> dan <em>syiqa&gt;q </em>ini adalah bahwa pada hakikatnya ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an adalah kedamaian dan kasih-sayang, yang menjadi perwujudan dari ajaran <em>Islam Rahmatan lil "alamin<br /></em></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Suciati, Endang. "Dekonstruksi patriarki khaled hosseini dalam novel a thousand splendid suns." Diglossia: Jurnal Kajian Ilmiah Kebahasaan dan Kesusastraan 9, no. 1 (September 27, 2017): 1. http://dx.doi.org/10.26594/diglossia.v9i1.965.

Full text
Abstract:
Endang SuciatiUniversitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Jombangendangsuciati@fbs.unipdu.ac.id AbstractThe culture of patriarchy can be found in many quotations in A Thousand Splendid Suns novel. This kind of culture seems to dominate the woman. It can be seen that woman is considered weak. On the other hand, this novel also depicts the strength of woman that woman has braveness to fight againt and to control the man. Thus, the problem is about how this cultural of patriarchy is indeed deconstructed by this novel. This novel was analyzed using the concept of patriarchy by Kate Millet and deconstruction about hirarchy. The result shows that there is reversal of hirarchy between the man (Taliban leader, Rasheed, and Jalil) who are considered strong and powerfull and the women (Mariam, Laila, and Jalil’s wives) who previously are considered subordinated. They are the women who are strong, have braveness to face the truth, responsibility, and have power to control the men. It shows that it is true that there is deconstruction about the culture of patriarchy which previously has been contructed by Khaleed Hossaeni in the novel.Keywords: patriarchy, deconstruction, A Thousand Splendid Suns
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Halifah, Nur. "PENGUKUHAN BUDAYA PATRIARKI DALAM NOVEL "KARTINI" KARYA ABIDAH El KHALIEQY." Kibas Cenderawasih 17, no. 1 (April 14, 2020): 67–74. http://dx.doi.org/10.26499/kc.v17i1.240.

Full text
Abstract:
Novel Kartini karya Abidah merupakan salah satu karya terbaik Indonesia yang terinspirasi dari kisah nyata pahlawan dengan semboyan “Habis gelap, terbitlah terang”. Berlatar di tanah Jawa dan masa pendudukan Belanda, novel ini menunjukkan perjuangan Kartini dalam memperjuangkan haknya untuk sekolah seperti saudara laki-lakinya. Penelitian ini berujuan untuk mendeskripsikan bagaimana budaya masyarakat Jawa menjadi tolok ukur yang sangat kokoh dalam menciptakan batasan bagi perempuan untuk memeroleh kesetaraan dengan laki-laki. Pola pikir masyarakat Jawa yang menekan segala pergerakan perempuan dalam menunjukkan jati dirinya dalam ranah publik, sehingga menempatkan Kartini sebagai objek opresi yang dilakukan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya. Masyarakat sebagai penentu setiap langkah kaki perempuan dan mendasarkan kata aman untuk mengokohkan posisi perempuan pada ranah domestik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Umam, Khothibul. "Ni Krining, Antara Pengorbanan dan Perlawanan dalam Budaya Patriarki Bali." Nusa: Jurnal Ilmu Bahasa dan Sastra 13, no. 4 (November 30, 2018): 635. http://dx.doi.org/10.14710/nusa.13.4.635-643.

Full text
Abstract:
A literature is a reflection of real world reality. A writer wrote it in a literary work. One of the themes of short stories in Indonesia is the theme of women's resistance in traditional and cultural circles. The short story "The First Night of a Priest" by Gde Aryantha Soethama tries to offer the theme. The main character in the short story is Ni Krining, a Balinese woman from a lower caste who is married to a Brahman caste. The situation makes Ni Krining must accept polygamy. Behind his sacrifice, Ni Krining has resisted the cultural system in his environment and made his existence recognized. This study uses an existentialist feminism study to explore various reasons that make Ni Krining gain recognition in its environment which is dominated by patriarchal culture.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Kusumawati, Hesty. "Patriarki Domestik Novel Perempuan Berkalung Sorban Karya Abidah El Khalieqy." Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains dan Humaniora 2, no. 1 (May 11, 2018): 36. http://dx.doi.org/10.23887/jppsh.v2i1.14008.

Full text
Abstract:
The symptoms of patriarchy open space controversy due to the emergence of violent men over women at once into the wetlands for the author to dismantle, even readers in order to build awareness of arif in facing the sides of life nuances of patriarchy. Women Berkalung Turbans works Abidah El Khalieqy loaded with patriarchy. This study mengolaborasikan the theory of domination, patriarchy, and violence in the realm of Sociology literature. Writers in its implementation be flexible over existing theories to be more critical and not stuck in one perspective. The results of the analysis showed that the patriarchal Women Berkalung Turbans as follows: 1). the domestic violence directly marked Patriarchal presence of actions, deeds, and the behavior of injure, damage, and destroyed with the intent to legitimize power, and 2). The patriarchal domestic violence indirectly signaled the presence of dirty sayings, not worthy, and deviate from the norm with the aim of influencing the mindset and psychic, so woke up the image that men are more important than women.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Zuhrah, Zuhrah. "KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DI BIMA DALAM BINGKAI BUDAYA PATRIARKI." SANGAJI: Jurnal Pemikiran Syariah dan Hukum 1, no. 1 (March 28, 2017): 49–58. http://dx.doi.org/10.52266/sangaji.v1i1.66.

Full text
Abstract:
The important in this research is to solve the main factor of violent in household. The research will focus on the perspective of patriarchy culture in Bima. The style of research is field research, researcher be on the field directly, he interview the objects or stakeholders who ever known about the case of violent in household. The sample is taken by using purposive sampling method, and the technique of collect data are using observation, interview, documentation and study literature. Based on the result of research, the case of violent in household in Bima District are more than in Bima City. While the data at Bima City during 2014-2015 only 17% than data at Bima District. The case of violent in household which written at Religious Court are more effected by noting care about household. There are husbands who has not the permanent job, while their wife does not want to help her husband to get job, so they get more income. The violent in household at Bima sometime it be happen to wife or children. The important in this research is to solve the main factor of violent in household. The research will focus on the perspective of patriarchy culture in Bima. The style of research is field research, researcher be on the field directly, he interview the objects or stakeholders who ever known about the case of violent in household. The sample is taken by using purposive sampling method, and the technique of collect data are using observation, interview, documentation and study literature. Based on the result of research, the case of violent in household in Bima District are more than in Bima City. While the data at Bima City during 2014-2015 only 17% than data at Bima District. The case of violent in household which written at Religious Court are more effected by noting care about household. There are husbands who has not the permanent job, while their wife does not want to help her husband to get job, so they get more income. The violent in household at Bima sometime it be happen to wife or children.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Wijaya, Ina Yosia, and Lidya Putri Loviona. "Kapitalisme, Patriarki dan Globalisasi: Menuju Langgengnya Kekerasan Berbasis Gender Online." Jurnal Wanita dan Keluarga 2, no. 1 (July 26, 2021): 52–64. http://dx.doi.org/10.22146/jwk.2243.

Full text
Abstract:
Tulisan ini—dengan merujuk kepada tema besar “Kekerasan Gender Berbasis Online di Era Pandemi”—mencoba memaparkan bagaimana kontribusi sistem kapitalisme, budaya patriarki, dan globalisasi dalam mendukung lestarinya kekerasan gender secara daring yang sedang marak terjadi di tengah pandemi. Temuan pada tulisan menunjukkan bahwa sistem kapitalisme memegang peranan kunci dalam mendorong terciptanya budaya patriarki dan globalisasi, yang pada akhirnya mendorong langgengnya kekerasan berbasis gender. Berangkat dari perspektif marxist-feminism dengan premis utama bahwa sistem kapitalisme melakukan aksi eksploitasi atas kaum proletar dengan melegalkan segala cara termasuk membangun kesadaran palsu—false consciousness, temuan pada tulisan akan dielaborasikan lebih lanjut melalui tiga bahasan utama. Pertama, akan dipaparkan temuan bahwa opresi terhadap kaum wanita di tengah lingkungan yang patriarki merupakan salah satu upaya manifestasi elit kapitalis untuk melanggengkan sistem kapitalisme. Kedua, komodifikasi wanita—seperti isu human trafficking— dipercaya sebagai konsekuensi dari sistem kapitalis yang memberikan kebebasan komodifikasi atas segala sumber daya. Terakhir, akan dipaparkan fenomena globalisasi—sebagai salah satu produk liberalisme-kapital—yang dipercaya telah mendorong masifnya aksi human trafficking berbasis daring. Pada akhirnya, melalui temuan dan bahasan terkait kapitalisme sebagai sistem kunci yang telah melanggengkan kekerasan berbasis gender, diharapkan akan muncul kesadaran publik sehingga muncul aksi emansipasi dalam mendorong runtuhnya sisi eksploitatif sistem kapitalisme secara umum dan kekerasan berbasis gender secara khusus. ===== This paper—referring to the big theme of “Online-Based Gender Violence in the Pandemic Era”—tries to explain the contribution of the capitalist system, patriarchal culture, and globalization in supporting the sustainability of gender-based violence that is currently rife in the midst of a pandemic. The findings in this paper show that the capitalist system plays a key role in encouraging the creation of a patriarchal culture and globalization, which in turn encourages the perpetuation of gender-based violence. Departing from the perspective of marxist-feminism with the main premise that the capitalist system exploits the proletariat by legalizing all means, including building false consciousness, the findings in this paper will be further elaborated through three main topics. First, the findings will be presented that the oppression of women in a patriarchal environment is one of the manifestations of the capitalist elite to perpetuate the capitalist system. Second, the commodification of women—such as the issue of human trafficking—is believed to be a consequence of the capitalist system that provides freedom for the commodification of all resources. Finally, we will describe the phenomenon of globalization—as one of the products of capital-liberalism—which is believed to have encouraged the massive action of online-based human trafficking. In the end, through findings and discussions related to capitalism as a key system that has perpetuated gender-based violence, it is hoped that public awareness will emerge so that emancipation actions emerge in encouraging the collapse of the exploitative side of the capitalist system in general and gender-based violence in particular.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Bastari, Gema Ramadhan. "Budaya Patriarki dan Lokalisasi Norma Pemberantasan Perdagangan Manusia di Indonesia." Global: Jurnal Politik Internasional 20, no. 1 (July 24, 2018): 52. http://dx.doi.org/10.7454/global.v20i1.282.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Fitriana, Rika Fitriana. "ANALISIS SEMIOTIKA FILM "KIM JI YOUNG BORN 1982"." Widya Komunika 10, no. 1 (June 3, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.20884/1.wk.2020.10.1.2564.

Full text
Abstract:
ABSTRACT Film Kim Ji Young Born 1982 diangkat dari novel bestseller karya Cho Nam Joo yang sudah rilis di berbagai Negara. Isu yang diangkat dari novel ini adalah sistem patriarki dan kesetaraan gender di Korea Selatan. Novel ini akhirnya diangkat menjadi sebuah film dengan judul yang serupa. Film ini seakan ingin menyuarakan nasib perempuan-perempuan di Korea Selatan yang masih terbelenggu dengan sistem patriarki dan mengalami kesenjangan gender di dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam laporan terbaru World Economic Forum tentang kesenjangan gender secara global, Korea Selatan berada di peringkat 115 dari 149 negara dengan perbedaan besar dalam hal kesetaraan upah dan perolehan penghasilan bagi perempuan. Sedangkan dalam New York Times menyebutkan bahwa laki-laki di Korea Selatan memegang rekor sebagai yang paling sedikit melakukan pekerjaan rumah di antara laki-laki di negara-negara maju dunia. Laki-laki di Korea Selatan melakukan pekerjaan rumah rata-rata 45 menit per hari atau 1/5 dari yang dilakukan para perempuan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode analisis Semiotik. Hasil dari penelitian ini yang pertama adalah laki-laki dianggap lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan. Hadirnya anak laki-laki dianggap sebuah keberuntungan dalam sebuah keluarga di Korea Selatan. Kedua, pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab penuh seorang perempuan jika sudah menikah. Laki-laki atau suami hanya bertugas untuk bekerja. Tidak sepantasnya laki-laki melakukan pekerjaan domestik dalam rumah tangga. Istri akan dipandang negatif jika suami membantu tugas domestik. Ketiga, perempuan dianggap negatif jika mempunyai karir yang bagus dalam pekerjaannya. Perempuan dianggap tidak peduli pada keluarga dan anaknya karena sibuk dengan karirnya. Dari hasil penelitian ini menunjukkan jika sistem patriarki dan kesenjangan gender masih lekat dalam kehidupan masyarakat di Korea Selatan. Kata kunci : Film Kim Ji Young Born 1982, Semiotika, Patriarki, Kesetaraan gender
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Fitriana, Rika Fitriana. "ANALISIS SEMIOTIKA FILM "KIM JI YOUNG BORN 1982"." Widya Komunika 10, no. 1 (June 3, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.20884/wk.v10i1.2564.

Full text
Abstract:
ABSTRACT Film Kim Ji Young Born 1982 diangkat dari novel bestseller karya Cho Nam Joo yang sudah rilis di berbagai Negara. Isu yang diangkat dari novel ini adalah sistem patriarki dan kesetaraan gender di Korea Selatan. Novel ini akhirnya diangkat menjadi sebuah film dengan judul yang serupa. Film ini seakan ingin menyuarakan nasib perempuan-perempuan di Korea Selatan yang masih terbelenggu dengan sistem patriarki dan mengalami kesenjangan gender di dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam laporan terbaru World Economic Forum tentang kesenjangan gender secara global, Korea Selatan berada di peringkat 115 dari 149 negara dengan perbedaan besar dalam hal kesetaraan upah dan perolehan penghasilan bagi perempuan. Sedangkan dalam New York Times menyebutkan bahwa laki-laki di Korea Selatan memegang rekor sebagai yang paling sedikit melakukan pekerjaan rumah di antara laki-laki di negara-negara maju dunia. Laki-laki di Korea Selatan melakukan pekerjaan rumah rata-rata 45 menit per hari atau 1/5 dari yang dilakukan para perempuan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode analisis Semiotik. Hasil dari penelitian ini yang pertama adalah laki-laki dianggap lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan. Hadirnya anak laki-laki dianggap sebuah keberuntungan dalam sebuah keluarga di Korea Selatan. Kedua, pekerjaan domestik menjadi tanggung jawab penuh seorang perempuan jika sudah menikah. Laki-laki atau suami hanya bertugas untuk bekerja. Tidak sepantasnya laki-laki melakukan pekerjaan domestik dalam rumah tangga. Istri akan dipandang negatif jika suami membantu tugas domestik. Ketiga, perempuan dianggap negatif jika mempunyai karir yang bagus dalam pekerjaannya. Perempuan dianggap tidak peduli pada keluarga dan anaknya karena sibuk dengan karirnya. Dari hasil penelitian ini menunjukkan jika sistem patriarki dan kesenjangan gender masih lekat dalam kehidupan masyarakat di Korea Selatan. Kata kunci : Film Kim Ji Young Born 1982, Semiotika, Patriarki, Kesetaraan gender
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Haryani, Heni. "PEREMPUAN DALAM BUDAYA PATRIARKI: KAJIAN SEMIOTIKA SOSIAL DALAM CERPEN SUNDA BERJUDUL “SI BOCOKOK”." ENSAINS JOURNAL 3, no. 1 (January 13, 2020): 11. http://dx.doi.org/10.31848/ensains.v3i1.299.

Full text
Abstract:
Abstract. This study analyzes how the position of women in household life in patriarchal culture in Sundanese society which was also described in a short story entitled "Si Bocokok" by Holisoh ME. The story was written in Sundanese language. The research method used was descriptive qualitative research method, so that the research results were described in the form of a description. The analysis was conducted on the texts in the short story using social semiotics theory. The results of the analysis found texts with linguistic markers in the form of phrases, clauses, proverbs and metaphors which described the excesses of the implementation of patriarchal culture in Sundanese society in the short stories.Keywords: Social Semiotics, Patriarchy, Short story.Abstrak. Penelitian ini menganalisis bagaimana posisi perempuan dalam kehidupan rumah tangga dalam budaya patriarki pada masyarakat Sunda yang digambarkan dalam cerita pendek berbahasa Sunda berjudul “Si Bocokok” karya Holisoh ME. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif sehingga hasil penelitian dijabarkan dalam bentuk deskripsi. Analisis dilakukan terhadap teks-teks dalam cerpen Sunda berjudul “Si Bocokok” dengan menggunakan teori semiotika sosial. Hasil analisis menemukan teks-teks dengan pemarkah linguistik berupa frasa, klausa, pribahasa dan metafora yang menggabarkan adanya ekses-ekses penerapan budaya patriarki dalam masyarakat sunda dalam cerpen tersebut. Kata kunci: Semiotika Sosial, Patriarki, Cerpen.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Ipandang, Ipandang. "Islamic Law and Gender: The Collapse of The Oligarchical-Patriarchal Culture in The Konawe Region of Southeast Sulawesi." Islam Realitas: Journal of Islamic & Social Studies 6, no. 1 (June 30, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.30983/islam_realitas.v6i1.3247.

Full text
Abstract:
<p class="abstrak">This article focuses on the efforts of women in the Konawe Region of Southeast Sulawesi who seek to gain an egalitarian position in the midst of oligarchical-patriarchal culture. Divorce claims as a trend of regional social become the main discourse on the dynamics of marriage law – in this context of Islamic law perspective. It is ordinarily for this research to use a qualitative approach aimed at forming substantive theories based on the concept of empirical data. The informants of this article were determined using a purposive technique, data collection techniques using in-depth interviews and participant observation, and the interactive model of Miles and Hubermann was used as a data analysis model. This research conclusively found that the power of oligarchic-patriarchal culture lies and legitimized by the interpretation of Islamic religious texts from the Qur’an and Sunnah. This effort also appears massive in the form of "rebellious" actions such as divorce to form an asymmetrical culture. This research examined this pattern in terms of asymmetric gender, namely the movement egalitarian of women who are incompatible with the ideals of male superiority in patriarchal-culture religion.</p><p class="abstrak"><em>Artikel ini fokus pada upaya perempuan masyarakat Daerah Konawe Sulawesi Tenggara yang berusaha mendapatkan posisi egaliter di tengah budaya oligarkis-patriarkis. Gugat cerai sebagai tren kemasyarakatan daerah tersebut menjadi diskursus utama dinamika hukum pernikahan –dalam konteks ini perspektif hukum Islam. Lazim apabila riset ini menggunakan pendekatan kualitatif yang ditujukan pada pembentukan teori substantif berdasarkan konsep data empiris. Informan artikel ini ditentukan dengan teknik purposive, teknik pengumpulkan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi partisipan, dan model interaktif Miles dan Hubermann dijadikan sebagai model analisis data. Riset ini secara konklutif menemukan, keperkasaan budaya oligarkis-patriarkis ada serta dilegitimasi oleh penafsiran terhadap teks-teks keagamaan Islam </em><em>dari Qur’an dan S</em><em>unnah. Upaya ini pun masif muncul dalam bentuk tindakan “memberontak” seperti gugat cerai hingga membentuk budaya asimetris. Riset ini mengistilahkan pola tersebut dengan istilah gender asimetris, yaitu gerakan egaliter kaum perempuan yang tidak kesesuaian dengan cita superioritas laki-laki di budaya patriarkis-religius</em></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Sadat, Anwar, and Ipandang Ipandang. "Dinamika Poligami di Tengah Budaya Oligarkis-Patriarkis (Studi pada Masyarakat Poliwali Mandar dan Konawe Sulawesi)." Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam 14, no. 1 (June 2, 2020): 131–46. http://dx.doi.org/10.24090/mnh.v14i1.3657.

Full text
Abstract:
This article attempts to look at the other side of polygamy in the context of Islamic law amid oligarchic-patriarchal culture. During this time, there are people who think the reality of polygamy as a normal action performed. But there are some state that marriage should be practiced with the true principles of monogamy. Therefore, the article focuses on the wisdom of the polygamy reality experienced by the people of Polewali Mandar district in West Sulawesi and Konawe in Southeast Sulawesi based on normative narratives. The conclusion of this article is the reality of polygamy appears inseparably from the theological and cultural foundation of value-patriarchal oligarchic. Hence, the Quranic verse interpretation greatly influences the thought and practice of marriage in a society. Like the one phrase (fa wāḥidah) in QS. an-Nisa verse 3 which is interpreted not to prohibit a polygamy but the demand to marry another wife besides the first wife if she is unable to be fair. If a man is able to be fair in the matter of material, then he is permitted to marry at least four women at the same time.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Heriyati, Nungki. "Dekontruksi Perempuan Abjek dalam Tiga Cerpen karangan Intan Paramaditha." Wanastra: Jurnal Bahasa dan Sastra 12, no. 2 (September 29, 2020): 259–65. http://dx.doi.org/10.31294/w.v12i2.8782.

Full text
Abstract:
Artikel ini bermaksud untuk mengungkapkan dekonstruksi sosok abjek yang diangkat dalam tiga cerita pendek karya Intan Paramaditha. Ketiga cerita pendek tersebut mengetengahkan sosok perempuan yang dijadikan abjek. Mereka digambarkan seperti monster yang menakutkan dan harus disingkirkan karena bukan bagian dari diri yang bersih. Penelitian ini menggunakan metode deksripsi analisis yang berupaya mengungkapkan persoalan perempuan abjek secara mendetail dan komprehensif. Dengan menggunakan teori abjek yang digagas oleh Kristeva (1982) penelitian ini mengungkapkan perempuan yang direpresentasikan sebagai monster yang menjijikan, menakutkan, dan meneror adalah konstruksi patriarki. Mereka dibungkam dan tidak mampu menyuarakan dirinya. Dekonstruksi yang di hadirkan teks mampu mengaburkan dikotomi perempuan baik-baik dan perempuan jalang sehingga membongkat konstuksi negatif dari sistem patriarki yang lekat dengan sosok abjek dan merayakan kembalinya tubuh maternal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Eka Suryani, Syahroma, and Dian Uswatun Hasanah. "Representasi Perempuan dalam Cerbung Lelaki Jahanam Karya Novie Purwanti di Komunitas Bisa Menulis (Analisis Wacana Kritis)." MABASAN 15, no. 1 (June 30, 2021): 15–34. http://dx.doi.org/10.26499/mab.v15i1.420.

Full text
Abstract:
Cerita bersambung Lelaki Jahanam karya Novie Purwanti banyak menampilkan gambaran perempuan yang termarjinalkan, terkurung dalam budaya patriarki dan persoalan lain yang dihadapi perempuan dalam rumah tangga. Permasalahan seperti demikian dekat dengan realita kehidupan saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan representasi perempuan dalam cerita bersambung Lelaki Jahanam karya Novie Purwanti di grup media sosial Facebook, yaitu Komunitas Bisa Menulis (KBM). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan analisis wacana kritis prespektif Fairclough. Wacana, paragraf dan dialog dalam cerita bersambung dianalisis bagaimana ideologi turut merepresentasikan perempuan. Dari hasil penelitian tentang representasi perempuan dalam cerbung Lelaki Jahanam dapat disimpulkan bahwa terdapat tiga representasi yang ditemukan, yaitu representasi perempuan dilihat dari pengaruh gender, representasi perempuan dalam melawan patriarki, dan representasi perempuan dilihat dari status sosial.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography