To see the other types of publications on this topic, follow the link: Patrová budova.

Journal articles on the topic 'Patrová budova'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 34 journal articles for your research on the topic 'Patrová budova.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Ramidha M, Ramidha, Ahmadin Ahmadin, and Jumadi Jumadi. "Hubungan Patron Klien pada Masyarakat Tani Marayoka di Jeneponto 1970-2018." Jurnal Pattingalloang 6, no. 3 (December 9, 2019): 8. http://dx.doi.org/10.26858/pattingalloang.v6i3.12052.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kehidupan masyarakat tani sebelum adanya sistem pengupahan antara patron dan klien kemudian terjadi pengupahan hingga pergeseran atau peningkatan ekonomi seorang patron ataupun klien, dampak dari hubungan patron-klien bagi kehidupan masyarakat tani pada bidang sosial-budaya dan ekonomi di Marayoka (1970-2018). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebelum adanya sistem pengupahan antara patron dan klien di Desa Marayoka, pertanian masih bersifat subsisten, dimana masyarakat hanya bekerja seadanya untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan mereka masih sangat tunduk dan patuh kepada patron tanpa mendapatkan upah (sukarela), adanya sistem pengupahan masyarakat sudah mulai mencari kehidupan sendiri, kehidupan masyarakat tani di Desa Marayoka mulai mengalami peningkatan terutama dari segi ekonominya. Selain itu juga memberi dampak terhadap sistem mata pencaharian masyarakat setempat. Komoditi utama yang diusahakan jagung kuning, dan tanaman palawijaya, Namun belakangan ini usaha menjadi menurun. Bahkan sebagaian petani ada yang mengeluh karena kebun jagung dan padi produksinya menurun dan pendapatan rendah. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebelum adanya sistem pengupahan masyarakat marayoka masih terjaling erat kerjasama misalkan pengerjaan lahan milik yang secara bergilirang tanpa terimah upah kemudian membangun hubungan patron-client dengan buruh tani melalui penggunaan buruh langganan dan buruh tetap agar tidak terjadi kecurangan. Kata Kunci: Patron, Upah, Marayoka Abstract This study aims to determine the life of the farmer community before the wage system exists between patrons and clients and the occurrence of wages to shift or increase the economy of a patron or client, the impact of the patron-client relationship for the life of the farming community in the socio-cultural and economic fields in Marayoka (1970 -2018). The results of this study indicate that before the wage system exists between patrons and clients in Marayoka Village, agriculture is still subsistence, where people only work poorly to fulfill their daily lives and they are still very submissive and obedient to patrons without getting paid (voluntary), the community wage system has begun to look for its own life, the life of the farming community in Marayoka Village has begun to increase, especially in terms of its economy. It also has an impact on the local people's livelihood systems. From this study, it can be concluded that before the marayoka community wage system was still closely intertwined with the cooperation, for example, the work of land owned by the recipient without wages then built a patron-client relationship with farm laborers through the use of subscribed and permanent laborers to avoid fraud. Keywords: Patron, Wage, Marayoka
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Maftuchin, Annise Sri, and Ary Budiyanto. "Tradisi Seni Patrol dan Identitas Budaya Kampung Bandulan di Kota Malang." Studi Budaya Nusantara 1, no. 1 (June 30, 2017): 44–55. http://dx.doi.org/10.21776/ub.sbn.2017.oo1.01.05.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Datta, Sanjukta. "Building for the Buddha: Patrons in the Pa-la Kingdom." Studies in History 35, no. 2 (July 30, 2019): 162–77. http://dx.doi.org/10.1177/0257643019844620.

Full text
Abstract:
In conventional historiography, kings of the Pa-la dynasty are celebrated for upholding the last bastion of Buddhism in early medieval eastern India. The article demonstrates, on the basis of epigraphic evidence, that along with royal patrons, there were other categories of benefactors actively involved in the building and sustenance of Buddhist establishments. In fact, compared to the brief epigraphic history of royal patronage, there is a more sustained record of support provided to Buddhist establishments by subordinate rulers and Buddhist monks in the Pa-la domain. Through a close analysis of two twelfth-century stone inscriptions, an attempt is made to track continuities and changes in the nature of patronage provided by these two categories in a milieu defined by the presence of Buddhist institutions of trans-regional renown and participation of patrons from other realms. By paying attention to the inscriptional vocabulary, the article also highlights a typology of Buddhist monastic establishments within an eastern Indian sector and a range of devotional activities open to donors to acquire religious merit at these centres.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Sari, Julista Ratna. "Musik Patrol dan Identitas Sosial GAMAN di Surabaya." Resital: Jurnal Seni Pertunjukan 18, no. 3 (November 26, 2019): 168–78. http://dx.doi.org/10.24821/resital.v18i3.2301.

Full text
Abstract:
Di era global, tradisi lokal tidak selalu mengalami pelemahan budaya. Tradisi musik patrol GAMAN Surabaya adalah salah satu seni yang tumbuh karena proses invented of tradition lewat aktivitas pertunjukan. Menurut penjelasan Hobsbawn (2000), invented of tradition adalah kemunculan tradisi yang difungsikan agar tradisi tidak dipandang sebagai sesuatu yang tua atau identik dengan kuno. Tradisi musik patrol dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan mengenai bagaimana melalui aksi GAMAN (Gerakan Anak Muda Anti Narkoba) menciptakan identitas sosial bernuansa seni? Untuk menjawab permasalahan tersebut, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dalam menguraikan fenomena aksi GAMAN Surabaya, di mana data diperoleh berdasarkan observasi partisipasi, wawancara mendalam dan dokumentasi yang dilakukan. Hasil penelitian ini menunjukan adanya 1)proses invented of tradition secara berkesinambungan yang didukung penuh oleh proses globalisasi yang ada pada ranah sebuah pertunjukan dari pengembangan tradisi musik patrol sahur lokal, serta 2)kajian yang melibatkan unsur identitas GAMAN yang dipertemukan dalam sosial dan seni.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Widyawati, Ria. "BUDAYA PEDULI DAN BUDAYA MUTU MELAYANI DI PERPUSTAKAAN SMP NEGERI 13 SURAKARTA MENUJU SEKOLAH MENYENANGKAN." Jurnal Pustaka Ilmiah 2, no. 1 (July 31, 2019): 137. http://dx.doi.org/10.20961/jpi.v2i1.33130.

Full text
Abstract:
<p>Students of SMP Negeri 13 Surakarta mostly students from families with lower<br />economic level. Most students of SMP Negeri 13 Surakarta not yet have adequate facilities for the needs of their schools at home, for example a computer or netbook, books that support learning in schools, and other school supplies. Existing facilities at the school became one of the alternatives that can help students to improve students’ quality of human resources. Library SMP Negeri 13 Surakarta has the facilities and infrastructure that can help the students to follow the teaching and learning process in schools. Concern antarsiswa and concerns of the student teachers are needed in the environment of SMP Negeri 13 Surakarta because a lot of students that should be<br />redirected in order to achieve future aspired. Library SMP Negeri 13 Surakarta also constantly improve the quality of services that the students and teachers as library members feel comfortable using the library of SMP Negeri 13 Surakarta. Quality culture serves in the library of SMP Negeri 13 Surakarta realized by improving the quality of services to library patrons, for example the use of an application library to replace the use of the manual on the process of borrowing and returning books as well as data members of the library, so as to realize the school a fun and students can enjoy the learning process, feel comfortable in the environment of SMP Negeri 13 Surakarta,especially if students are in the library.</p><p>Keywords: libraries, care, quality</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Surbakti, Noel. "BELAJAR MENGHARGAI KEARIFAN LOKAL DARI YESUS DALAM MATIUS 22:32." VISIO DEI: JURNAL TEOLOGI KRISTEN 1, no. 2 (December 18, 2019): 161–77. http://dx.doi.org/10.35909/visiodei.v1i2.31.

Full text
Abstract:
Gereja-gereja di Indonesia hidup dalam keberagaman suku, agama dan budaya. Kita dapat menemukan berbagai kearifan lokal yang belakangan ini terus diupayakan untuk dilestarikan. Namun tidak semua gereja bersedia terbuka terhadap kearifan lokal karena adanya anggapan bahwa kebudayaan lokal bertentangan dengan iman Kristen. Oleh karena itu tulisan ini hendak mengajak gereja di Indonesia untuk membuka ruang terhadap kearifan lokal. Upaya tersebut penulis wujudkan dengan mengajak gereja untuk melihat kepada sosok Yesus yang memopulerkan kearifan lokal yakni tradisi Theos Patros. Tradisi Theos Patros merupakan tradisi tertua bangsa Israel yang sudah dikenal sejak era leluhur tetapi sudah tidak populer lagi di zaman Yesus. Namun Yesus memopulerkan kembali tradisi tersebut sebab di dalamnya memiliki nilai luhur yang tinggi yang sejalan dengan penekanan Injil Matius.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Hana. "POSISI PEREMPUAN DALAM INJIL LUKAS: Sebuah Kajian dengan Perspektif Honor and Shame Melalui Kisah Elisabet." Jurnal Amanat Agung 16, no. 1 (May 31, 2021): 145–77. http://dx.doi.org/10.47754/jaa.v16i1.386.

Full text
Abstract:
Abstract: The number of female figures who appear in Luke's gospel behind a social context that places women in a lower position than men, raises questions about the position of women in Luke's gospel. This article aims to explore the woman in Luke's gospel through the story of Elizabeth. Because the issue of women's position related to social status, the analysis in this study will be based on the perspective of honor and shame with symbolic methods in cultural anthropology as the methodology. The results of this analysis show a positive and significant position for women in the Gospel of Luke. This is shown through the symbols of honor embedded in Elizabeth, as well as her significant and prominent role. Even Elizabeth is shown to be in a much more positive position than her husband, Zacharias. Elizabeth shows that women, like men, can play an important role as patrons, witnesses, and prophets. The way Luke positions Elizabeth indicates that there is an elevation of honor for women to an equal position with men. Keywords: honor and shame, cultural anthropology, Elizabeth, women’s position, the Gospel of Luke Abstrak: Banyaknya tokoh perempuan yang dimunculkan di Injil Lukas di balik konteks sosial yang menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki, menimbulkan pertanyaan mengenai posisi perempuan dalam Injil Lukas. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi posisi perempuan dalam Injil Lukas melalui kisah Elisabet. Mengingat isu tentang posisi perempuan berhubungan dengan status sosial, maka analisis dalam penelitian ini akan didasarkan pada perspektif honor and shame dengan metode simbolik dalam antropologi budaya sebagai metodologinya. Hasil dari analisis ini memperlihatkan posisi yang positif dan signifikan bagi perempuan dalam Injil Lukas. Hal ini diperlihatkan melalui simbol-simbol kehormatan yang disematkan kepada Elisabet, serta perannya yang terlihat signifikan dan menonjol. Bahkan Elisabet diperlihatkan pada posisi yang jauh lebih positif daripada Zakharia, suaminya. Elisabet memperlihatkan bahwa perempuan, seperti juga laki-laki, dapat berperan penting sebagai patron, saksi, dan penyampai nubuat. Cara Lukas memosisikan Elisabet ini mengindikasikan adanya pengangkatan kehormatan perempuan pada posisi yang setara dengan laki-laki. Kata-kata Kunci: honor and shame, antropologi budaya, Elisabet, posisi perempuan, Injil Lukas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Vojvodic, Dragan. "Portraits of Serbian rulers in the Duljevo monastery." Zograf, no. 29 (2002): 143–60. http://dx.doi.org/10.2298/zog0329143v.

Full text
Abstract:
In the Church of Saint Stephen in Duljevo, not far from Budva (Pastrovici) an interesting composition of the founders (ktetores) has been preserved. In accordance with an early Serbian tradition, it was painted on the southern wall in the western bay of the naos (drawing 1), and it is possible that it extended over the southern part of the western wall that was demolished very long ago. The Duljevo composition of the founders now depicts the images of the patron saint of the church, Saint Stephen, the First Martyr, painted on the southern side of the south-west pilaster, and the presentations of the two rulers to the west of him (drawing 2). The patron saint of the church who was the protector of the Serbian medieval state and its rulers, is represented in a deacon's sticharion, with a censer in his hands, blessing the founders. The ruler in his prime approaches the First Martyr, presenting him with a model of the church (drawing 2, figs. 1, 2)...
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

-, Hasbullah, Hendra Santosa, and I. Wayan Swandi. "DAYA TARIK DESAIN KARAKTER “SI METON”." Desain Komunikasi Visual, Manajemen Desain dan Periklanan (Demandia) 6, no. 1 (January 20, 2021): 26. http://dx.doi.org/10.25124/demandia.v6i1.2823.

Full text
Abstract:
Desain Karakter “Si Meton” merupakan pemenang sayembara jingle dan maskot yang diselenggarakan KPUD Provinsi NTB tahun 2017. Meskipun “Si Meton” menggambarkan patron budaya sebagai daya tarik promosi Pilkada NTB tahun 2018, rupanya belum tentu dapat dipahami sebagian besar masyarakat NTB. Permasalahan yang diangkat pada penelitian ini akan menyorot daya tarik desain karakter “Si Meton” yang mendapat juara pertama pada sayembara jingle dan maskot yang diselenggarakan KPUD NTB tahun 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan landasan teori estetika postmodern Piliang dan teori prinsip penggambaran karakter animasi Walt Disney. Hasilnya, terdapat daya tarik dua unsur budaya yang berbeda yaitu budaya masa lalu membentuk keindahan yang mengarah pada pastiche dan parodi dengan membentuk penjiwaan karakter yang baru. Manfaat penelitian ini untuk mengembangkan pemahaman daya tarik dari keindahan pastiche, parodi dan kesan yang tercipta dalam desain karakter. Kata Kunci: Daya Tarik, Desain karakter, “Si Meton”, Parodi, Pastiche.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Wikrama, Anak Agung Ngurah Agung Wira Bima. "Keraton Indonesia Antara Pelestarian Budaya Dan Modernitas." Jurnal Ilmiah Cakrawarti 3, no. 1 (July 7, 2020): 86–98. http://dx.doi.org/10.47532/jic.v3i1.139.

Full text
Abstract:
The palace as a traditional cultural heritage of Indonesia experiences cultural tensionalong with the occurrence of modernity in Indonesia. Modernization has marginalized the role andfunction of the Palace as the center of traditional power. Conversely, efforts to build the existence ofthe Palace can be questioned about its relevance or merely cultural romance. For this reason, thisstudy examines three main problems. First, why does the Keraton preserve the Keraton Culture inIndonesia? Second, how are the forms of preservation of Keraton Culture in Indonesia? Third, whatare the implications of the Keraton Cultural Preservation in Indonesia? These three problems areexamined with three theories, namely the theory of social change, cultural adaptation, and geneticstructuralism. The research method used is qualitative research with three data collection techniques,namely observation, interviews, and document studies. Data were analyzed with descriptiveinterpretativetechniques through three stages, namely data reduction, data presentation, and drawingconclusions. The results show that the reasons underlying the preservation of the Keraton Culture in Indonesia include rebuilding the existence of the Palace, maintaining the status quo, structuraldifferentiation, and the charm of modern life. The forms of preservation of Keraton Culture include(1) passive preservation, namely the construction of the physical structure of Keratondan andmaintaining the attributes of royal identity; (2) active preservation, i.e. optimizing capital owned bythe Palace with specific patterns and specific goals in the structure of modern society; and (3)Keraton network preservation, namely strengthening collegial collective systems and networkexpansion. Implications of Keraton Cultural Preservation in social life include reformulation ofsocial relations and shifting the patron-client system. The implication in cultural life is in the form ofstrengthening Keratonsas cultural heritage and strengthening Keratonsas the center of culturaldevelopment.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Ramadhan, Angga Fajar, and Warih Handayaningrum. "KAJIAN MOTIF BENDA TEKNOLOGIS PADA GAPURA KOMPLEKS MAKAM SUNAN DRAJAT DAN CANDI TEGAWANGI." Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni 5, no. 1 (April 30, 2021): 82. http://dx.doi.org/10.24912/jmishumsen.v5i1.10057.2021.

Full text
Abstract:
Ancient buildings are closely related to the long history of the past. The architectural style of the building and its decorative motifs have a distinctive shape in accordance with the spirit of the era of its creation. The idea of creating styles and forms of decoration took the forms of the surrounding nature and the philosophy of the patrons and local rulers. Some of the many decorative motifs that exist, there are motifs that come from religious values. In addition, the various forms of motifs that exist also have similar forms. The similarities in the shape of these motifs are found in the shape of the motifs of technological objects in the gate of Sunan Drajat's tomb which has Islamic breath with one of the relief panels in Tegawangi Temple which has Hindu-Buddhist breaths. The purpose of this research is to describe the idea of the creation of the two forms of motifs, the factors that cause the similarity of the motive forms and reveal the meaning of the two forms of motifs. This research method uses descriptive qualitative methodology. The approach used in this study uses a historical approach, to reveal the meaning used semiotic theory. The data collection technique is done by conducting literature study, observation, interviews and documentation. The data obtained is then reduced, displayed and analyzed. The results showed that the basic idea of creating the motifs of technological objects in the wooden gate of the tomb of Sunan Drajat and Candi Tegawangi took inspiration from the sacred buildings that had been built previously, namely the form of mosques and temples. The factors causing the similarity of form, namely: (a) cultural interaction; (b) adaptation of the form of the motive; (c) acculturation; and (d) marriage or the establishment of family relationships. The meaning of the two motives is the relationship between humans and the transcendent. Bangunan purbakala lekat kaitannya dengan sejarah panjang dari masa lalu. Gaya arsitektur bangunan dan motif ragam hiasnya memiliki bentuk yang khas sesuai dengan semangat zaman penciptaannya. Ide penciptaan gaya dan bentuk ragam hias mengambil bentuk-bentuk alam sekitar dan falsafah dari patron maupun penguasa setempat. Sekian dari banyak motif ragam hias yang ada, terdapat motif yang bersumber dari nilai religi. Selain itu, dari berbagai bentuk motif yang ada juga memiliki kemiripan bentuk. Adapun kemiripan bentuk motif tersebut dijumpai pada bentuk motif benda teknologis di gapura makam Sunan Drajat yang bernafaskan Islam dengan salah satu panel relief di Candi Tegawangi yang bernafaskan Hindu-Buddha. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan ide penciptaan kedua bentuk motif, faktor-faktor penyebab terjadinya kemiripan bentuk motif dan mengungkap makna dari kedua bentuk motif. Metode penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif deskriptif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah, untuk mengungkap makna digunakan teori semiotika. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan studi pustaka, observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang diperoleh kemudian direduksi, display dan dianalisis. Hasil penelitian menunjukkan ide dasar penciptaan motif benda teknologis pada gapura kayu makam Sunan Drajat dan Candi Tegawangi mengambil inspirasi bentuk dari bangunan suci yang telah dibangun sebelumnya, yaitu bentuk bangunan masjid dan candi. Faktor yang menjadi penyebab terjadinya keserupaan bentuk, yaitu: (a) interaksi budaya; (b) adaptasi bentuk motif; (c) akulturasi budaya; dan (d) perkawinan atau terjalinnya hubungan kekeluargaan. Adapun makna dari kedua motif tersebut yaitu hubungan antara manusia dengan yang transenden.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Segara, I. Nyoman Yoga. "MODIN SEBAGAI PATRONASE PERKAWINAN DI KOTA SEMARANG, SEBUAH TINJAUAN ANTROPOLOGI BUDAYA." Harmoni 16, no. 1 (June 30, 2017): 168–83. http://dx.doi.org/10.32488/harmoni.v16i1.68.

Full text
Abstract:
This paper discusses how the structure of culture continues to work to produce the construction of meaning for what has happened behind a marriage event. In a social fact, a marriage often involves many things, including the actor and agent of the culture behind it. In Semarang, Central Java, modinhas become a spotlight because of its role and status in the community has resulted in the high cost of marriage which goes beyond the specified condition. It can be read clearly from the results of research conducted at two locations, namely the Religious Affairs Office (KUA) in West Semarang and Mijen districts. The key question of this research is explored by qualitative method, ie interview, observation, and documentary study. The research argues that the application of regulation that has not been maximized, some constraints, low public response, and the presence of weaknesses in the regulation itself, has been used by actors ofmodin to continue to build relationship as patronage to the people who need them. The patron-client relationship cannot be easily eliminated as relation of modin-bride/groom has been culturally and historicallylongstanding and mutually interdependent.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Chalid, Abdul, and Taufiq Manji. "Strategi Kelompok Nelayan dalam Mereduksi Politik Patron Klien di Kabupaten Maros." JIAP (Jurnal Ilmu Administrasi Publik) 9, no. 1 (March 29, 2021): 60. http://dx.doi.org/10.31764/jiap.v9i1.3245.

Full text
Abstract:
Kecamatan Bontoa merupakan daerah pesisir yang sebagian besar wilayahnya dihuni oleh penduduk nelayan. Pada masyarakat ini berlaku tatanan sosial yang sangat dipengaruhi oleh sistem kepemilikan material atau sumber daya ekonomi dari sektor kelautan yang menjadi sumber penghasilan utama mereka. Sumber daya tersebut meliputi modal dan alat tangkap yang hanya dimiliki oleh segelintir nelayan. Hal tersebut sebagai faktor utama lahirnya pembagian kerja yang berdampak pada stratifikasi sosial di dalam kehidupan masyarakat nelayan setempat. Nelayan yang tidak memiliki alat tangkap disebut sawi, bekerja pada nelayan yang memiliki alat tangkap disebut punggawa. Sistem ini telah berlangsung secara turun temurun. Terjadi hubungan timbal balik yang saling tergantung satu dengan lainnya. Akan tetapi, hubungan tersebut tidak sejajar. Punggawa memiliki posisi sebagai patron dan nelayan pekerja sebagai klien. Punggawadi Kecamatan Bontoa merupakan tokoh kuat yang pengaruhnya hampir menyamai pengaruh seorang bangsawan pada masa lalu. Dalam kegiatan elektoral pengaruh punggawa ini dimanfaatkan secara maksimal oleh aktor politik yang berkontentasi memperebutkan kursi kepala daerah. Sebagian nelayan menyadari bahwa hubungan ini tidak sehat karena menciptakan ketergantungan secara ekonomi, sosial, dan bahkan politik. Sebab itu, berusaha menciptakan budaya demokrasi melalui kelompok nelayan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Salomon, Richard. "The Copper Plates of Helagupta." Indo-Iranian Journal 63, no. 1 (June 4, 2020): 3–69. http://dx.doi.org/10.1163/15728536-06301006.

Full text
Abstract:
Abstract The article presents a new edition, translation, and interpretation of the inscription, which was previously published by H. Falk in 2014, of the otherwise unknown Buddhist patron Helagupta (helaüta). The inscription, datable to the latter half of the first century CE, is recorded on five copper plates and is the second longest one known in Kharoṣṭhī script/Gāndhārī language. This edition proposes several new readings and interpretations as well as discussing its cultural implications for issues such as the performance of ancestral rituals by Buddhists, and Buddhological ramifications such as the concept of “brahma merit” (Gāndhārī bramo puṇyo) and the contemporary understanding of variant forms of titles of the Buddha.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Wirawan, Gandung, Anis Syatul Hilmiah, and M. Iqbal Ibrahim H. "PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS NILAI-NILAI MUSIK PATROL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP BUDAYA LOKAL KABUPATEN JEMBER." HISTORIA : Jurnal Program Studi Pendidikan Sejarah 6, no. 1 (February 28, 2018): 15. http://dx.doi.org/10.24127/hj.v6i1.1082.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Roose, Eric R. "Dargāh or Buddha? The Politics of Building a Sufi Sanctuary for Hazrat Inayat Khan in the West." Journal of Sufi Studies 1, no. 2 (2012): 193–223. http://dx.doi.org/10.1163/22105956-12341239.

Full text
Abstract:
Abstract Recent studies of the dissemination of Islamic architecture in the West have argued that newly devised Islamic buildings would not have attempted to materialise a generalised Islamic identity towards a generalised non-Islamic antagonist. Instead, patrons were shown to have recombined elements from venerated prototypes into whole new iconographies that closely followed internal theological rivalries. In the Dutch dunes near Katwijk a Sufi temple was built in commemoration of the Chishti sage Inayat Khan (d. 1927), a monument which serves as a clarifying case study of the seemingly confusing phenomenon where a shared example from Islamic architectural history, in this instance the Taj Mahal, may be transformed in the modern western landscape in such a manner that neither the prototypical origin nor the contemporary connection between the end results would be recognizable to anyone but a very small number of insiders. Based on a complete chronological reconstruction of the design process of the Katwijk temple, it appears that major shifts in the iconography of this ‘Universel’ occurred even in mid-construction, alternating with competing successors to Inayat Khan and their divergent interpretations of their master’s theological legacy as either Islamic or universal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Sufianto, Dadang. "POLA HUBUNGAN PATRONASE DALAM BIROKRASI PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT." Jurnal Academia Praja 1, no. 02 (August 16, 2018): 37–50. http://dx.doi.org/10.36859/jap.v1i02.64.

Full text
Abstract:
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2017 sebagai lanjutan dari penelitian serupa yang dilakukan di Kota Cimahi pada tahun 2016. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Sedangkan tujuannnya untuk mengetahui keberadaan pola hubungan patronase dalam birokrasi pemerintahan daerah Kabupaten Bandung Barat, latar belakangnya, dan dampaknya terhadap kinerja pemerintahan daerah. Dari hasil penelitian diketahui hal-hal sebagai berikut; Pada birokrasi pemerintahan daerah Kabupaten Bandung Barat terdapat pola hubungan patronase antara Bupati (sebagai patron) dengan para pejabat tertentu (sebagai klien) yang diketahui dari pengembangan karier. Faktor-faktor yang melatar-belakanginya yaitu faktor politik berupa penyelenggaraan pilkada langsung, faktor budaya untuk saling menitipkan di antara kedua-belah pihak, dan faktor kinerja pegawai. Keberadaan pola hubungan patronase tidak berdampak negatif terhadap capaian kinerja pemda KBB.?
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Gusmanti, Novia, and Elva Rahmah. "Paket Informasi Literasi Budaya di Perkampungan Nelayan Kampung Batu, Batang Arau, Padang Selatan, Kota Padang." Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan 8, no. 1 (October 29, 2019): 290. http://dx.doi.org/10.24036/107317-0934.

Full text
Abstract:
AbstractThis paper discusses the creation of a cultural literacy information package at Kampung Batu Fisheries Village, Batang Arau, Padang Selatan, Padang City. The purpose of this paper is to describe the process of creating a Cultural Literacy Information Package at Kampung Batu Fisheries Village, Batang Arau, Padang Selatan, Padang City. This research uses a descriptive method. Data was collected through literature review and direct observation and interviews with the Chairperson of RW, Fishermen and Community Leaders at Kampung Batu Fisheries Village, located in RW II, Batang Arau Sub-District, Padang Selatan District, Padang City. The information package is made through five stages. (1) Determining topics and types of packaging information packages, the topics raised were Cultural Literacy at Kampung Batu Fisheries Village, Batang Arau, Padang Selatan, Kota Padang; (2) Collection of information carried out by means of literature searches and interviews and direct observations to Kampung Batu Fisheries Village; (3) Analysis of the results of information gathering, it is known that things considered important as builders of the cultural identity of fishing communities such as gender systems, patron-client relations, patterns of resource exploitation, and social leadership; (4) Information packaging, carried out by presenting information that has been obtained from the collection of information in the form of information packages; (5) Evaluation of information packages carried out by submitting questionnaires to respondents and note that 92.4% of respondents strongly agree that information packages on cultural literacy are interesting, are informative and have use values.Keywords: information package; cultural literacy; fisherman
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Muarifuddin, Muarifuddin. "Implementasi pembangunan Desa Wisata Batik Desa Babagan Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang." Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat 4, no. 1 (March 27, 2017): 51. http://dx.doi.org/10.21831/jppm.v4i1.12713.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan implementasi pembangunan desa wisata batik dengan fokus penelitian; proses pembangunan, wujud partisipasi, faktor pendukung dan penghambat, dan dampak. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Subyek penelitian adalah pengrajin batik dan kepala desa, sebagai informan adalah pembatik, dan tokoh masyarakat. Pengumpulan data menggunakan metode wawancara, observasi dan dokumentasi. Keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber, metode dan teori. Teknik analisis data melalui tahapan pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian adalah proses pembangunan dari perencanaan telah adanya aktivitas membatik. Pelaksanaan terciptanya interaksi antara pengrajin dan pembatik yang terjalin hubungan patron-klien. Wujud partisipasi bersumber dari masyarakat lokal dan sistem sosial di luar masyarakat. Faktor pendukung berupa daya dukung fisik, sosial, budaya, dan ekonomi. Faktor penghambat berupa tidak semua warga setempat bisa membatik. Dampak secara fisik adanya peningkatan infrastruktur, dan dampak nonfisik terdapatnya peningkatan yang terdiri dari segi pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya.Kata kunci: pembangunan masyarakat; desa wisata; budaya; batik The Implementation of the Development of Batik Tourism Village in Babagan Lasem Sub-District Rembang Regency AbstractThis research aims to describe the implementation of rural batik tourism development focusing on; process of development, their participation, the supporting factors and obstacles, and the impact. This is a descriptive qualitative approach research. The research subjects were batik craftsmen and the head of the village, the informants were batik makers, and community leaders. The data were collected through interviews, observation and documentation. The validation used triangulation techniques of sources, methods and theory. The data were analyzed through some stages of data collection, data reduction, data presentation, and conclusion. The results are the development process of batik village planning activities. Interaction between craftsmen and batik makers established patron-client relations. The participation of local communities is realized and social system outside the community. The support factors are in the form of physical capability, social, cultural, and economic capacity. The obstacles are not all the society members are batik makers. The physical impacts are the improvement of infrastructure buildings, and the non-physical impact can be seen from education, economic, social and cultural improvement.Keywords: community development; tourism village; culture; batik
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Sudarman, Yos, and Erfan Lubis. "DEVELOPING CHARACTER EDUCATION THROUGH THE SIMPLE SONG COMPOSITION IN ARTS EDUCATION CULTURE FOR JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS (SMP)." Komposisi: Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Seni 16, no. 1 (March 17, 2015): 105. http://dx.doi.org/10.24036/komposisi.v16i1.8048.

Full text
Abstract:
MENGEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI KEMAMPUAN MENCIPTA LAGU SEDERHANA DALAM PENDIDIKAN SENI BUDAYA BAGI SISWASEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)AbstractThe research was conducted in SMP Negeri 16 Padang, which was motivated by the music of culture and art of learning problems in curriculum-based Character Education in 2013, where some of the subject matter tends to develop the cognitive and psychomotor, more geared to the development of the affective domain. From the pattern of KI and KD field of the music of culture and art in 2013 at the junior high curriculum, competencies, knowledge and skills the art of music is not negligible, but the development of attitudes of learners through learning music is much more important. Developing Character Education through Capability Creates a Simple Song learning in the Junior Cultural Arts is one of the subject matter may be directed to the development of the educational aspects of character, to understand the attitude and response of students to the theme of simple songs that he created. There are nine steps that are applied in this study are: (1) find the idea: (2) exploration of the theme of experience and appreciation of the work: (3) stringing words according to the theme: (4) analysis of the suitability of the choice of words on the vowel sounds in rhymes and articulation: (5) selection of musical nuance and patron melody; (6) analysis of the relationship melodies and lyrics; (7) notational (number / beam) (8) makes a simple isnstrumental musical accompaniment; and (9) the presentation creation simple songs sung by music iiringan. Results showed that, with a simple song that created the students, they realize himself what he knew and understood about attitudes and behavior problems of both himself and other people. Key Words: Education Music Arts, character education, creating songs AbstrakPenelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 16 Padang yang dilatarbelakangi oleh masalah pembelajaran seni budaya musik dalam Kurikulum 2013 yang berbasis Pendidikan Karakter, di mana beberapa materi pelajaran yang cenderung mengembangkan ranah kognitif dan psikomotorik, lebih diarahkan kepada pengembangan ranah afektif. Dari pola KI dan KD bidang Seni Budaya Musik pada kurikulum 2013 di SMP, kompetensi pengetahuan dan keterampilan seni musik tidak diabaikn, namun pengembangan sikap peserta didik melalui pembelajaran musik jauh lebih penting. Mengembangkan Pendidikan Karakter melalui Kemampuan Mencipta Lagu Sederhana dalam pembelajaran Seni Budaya di SMP adalah salah satu materi pelajaran yang dapat diarahkan kepada pengembangan aspek pendidikan karakter, dengan memahami sikap dan tanggap siswa terhadap tema lagu sederhana yang ia ciptakan. Ada sembilan langkah yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu: (1) menemukan ide: (2) eksplorasi tema dari pengalaman dan apresiasi karya: (3) merangkai kata sesuai tema: (4) analisis kesesuaian pilihan kata pada bunyi vokal menurut sajak dan artikulasi: (5) pemilihan nuansa musikal dan patron melodi; (6) analisis hubungan melodi dan lirik; (7) penulisan notasi (angka/balok) (8) membuat iringan musik isnstrumental sederhana; dan (9) presentasi ciptaan lagu sederhana yang dinyanyikan dengan iiringan musik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dengan lagu sederhana yang diciptakan siswa, mereka menyadari sendiri apa yang ia ketahui dan pahami tentang masalah sikap dan berperilaku baik bagi dirinya maupun oranglain. Kata Kunci: Pembelajaran Seni Musik, pendidikan karakter, mencipta lagu
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Wronka, Stanisław. "Jan Paweł II wobec rzeczywistości Auschwitz." Ruch Biblijny i Liturgiczny 67, no. 2 (June 30, 2014): 101. http://dx.doi.org/10.21906/rbl.35.

Full text
Abstract:
W kontekście kanonizacji Jana Pawła II autor podejmuje refleksję nad jego doświadczeniem obozu koncentracyjnego w Auschwitz. Jest to doświadczenie trudne, dlatego może bardziej odsłonić papieża jako człowieka i duszpasterza, jego sposób myślenia i odbierania rzeczywistości. Poprzez kanonizację sposób ten zostaje nam wskazany jako wzorzec. Jan Paweł II pielgrzymował często do obozu w Auschwitz, w którym widział miejsce negacji Boga i człowieka, ale także miejsce zwycięstwa człowieka nad pogardą, nienawiścią i śmiercią dzięki wierze w Boga, z której czerpał miłość do Niego i do człowieka. Symbolem takiego zwycięstwa jest św. Maksymilian Maria Kolbe, męczennik miłości, który jak Chrystus oddał życie za współwięźnia Franciszka Gajowniczka. W tym heroicznym geście – zdaniem Papieża – był obecny sam Chrystus, dlatego obóz w Auschwitz to nie tylko piekło na ziemi, ale również Golgota naszych czasów, cmentarz męczenników, sanktuarium patrona trudnego stulecia. Jan Paweł II przybywał tam, aby się modlić i podejmować refleksję nad kondycją współczesnego człowieka, który w Chrystusie Odkupicielu może wciąż zło dobrem zwyciężać i budować pokój oparty na poszanowaniu praw osoby i narodów.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Murdihastomo, Ashar. "IDENTIFIKASI DEWA-DEWI AGAMA HINDU-BUDDHA SEBAGAI DEWA PELINDUNG PELAYARAN (IDENTIFICATION OF HINDU-BUDDHIST GODS AND GODDESSES AS PATRON DEITIES OF SEAFARING)." Naditira Widya 13, no. 2 (December 27, 2019): 87–104. http://dx.doi.org/10.24832/nw.v13i2.397.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Szymanowska-Gwiżdż, Agnieszka, and Tomasz Steidl. "Impact of Building Walls of Historic Objects from Half-Timbered Wall in their State of Thermal Protection / Wpływ Budowy Ścian Historycznych Budynków z Muru Pruskiego Na Ich Stan Ochrony Cieplnej." Civil And Environmental Engineering Reports 20, no. 1 (March 1, 2016): 171–78. http://dx.doi.org/10.1515/ceer-2016-0014.

Full text
Abstract:
Abstract The paper presents the problems connected with preserved examples of buildings in Upper Silesia that contain the elements of half-timbered walls. This type of construction currently characterizes houses of various utility functions. Often, their formation was related to the construction of patron settlements, accompanied by the development of industrial plants. Today, there is a problem of insufficient thermal insulation of barriers in half-timbered houses and numerous attempts to improve their thermal parameters are observed. In this type of projects, the correct determination of the existing state in terms of construction of the barrier and thermal protection seems to be important, as the starting points for further analysis. The study determines the insulation of frame walls with ceramic fill, with a variety of material and construction solutions. Literature examples and in situ measurements results were used for the research.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Tina Kartika, Teguh Budiraharjo,. "Komunikasi Antarpribadi Dan Komunikasi Kelompok Tenaga Pengamanan Perambah Hutan Illegal Untuk Mengatasi Perambahan Hutan." LINIMASA: JURNAL ILMU KOMUNIKASI 2, no. 2 (July 3, 2019): 40. http://dx.doi.org/10.23969/linimasa.v2i2.1689.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Permasalahan perambahan hutan, bukan hanya permasalahan lingkungan hidup, juga sudah menjadi masalah yang melibatkan berbagai aspek. Masalah ini dapat dikaji dari sudut pandang, misalnya, sosial, ekonomi, politik dan budaya. Salah satu cara untuk menghindari terjadinya perambahan hutan adalah pemanfaatan media. Media dalam arti sebagai alat untuk menyebarkan informasi. Pemberdayaan komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok antara tenaga pengamanan perambah hutan illegal dengan perambah hutan dan atau mantan perambah hutan. Temuan dalam penelitian ini adalah adanya peranan komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok yang dilakukan tenaga pengamanan perambah hutan illegal. Hal ini diawali dari temuan adanya oknum petugas TNBBS memberitahu kepada mantan perambah hutan akan diadakan patroli hutan. Akibatnya para mantan perambah hutan tidak beroperasi di lahan TNBBS Kecamatan Tanggamus. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kedekatan antarpribadi dan belajar menyimpang akibat sesuatu yang dipelajari terus menerus. Ketidak seimbangan sikap yang mendorong melakukan penyimpangan yaitu perambahan hutan. Dari temuan ini, maka direkomendasikan agar para pengambil kebijakan, pejabat TNBBS, masyarakat setempat, polisi hutan benar-benar harus komitmen untuk menjaga kawasan TNBBS sebagai kawasan lindung sekaligus sebagai paru-paru dunia. Keywords: Komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, media, perambahan hutan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Kurniawati, Kurniawati. "BERAKHIRNYA ROMANTISME KOLONIAL PRANCIS DI FRANCOPHONE AFRIKA." Jurnal Sejarah Lontar 7, no. 2 (July 15, 2010): 1. http://dx.doi.org/10.21009/lontar.072.01.

Full text
Abstract:
Tulisan ini bermaksud memaparkan corak kolonialisme Prancis dan kemudian membandingkan bagaimana hubungan Prancis dan negara-negara jajahannya terutama di Afrika pada masa Perang Dingin dan Pasca Perang Dingin. Dalam memperlakukan negara jajahannya, Prancis memiliki karakteristik yang khas. Karakteristik itu adalah keinginan Prancis untuk menyebarkan kebudayaannya yang dianggap lebih tinggi dari kebudayaan negara yang dijajahnya. Penyebaran budaya Prancis yang paling terlihat adalah digunakannya bahasa Prancis sebagai bahasa resmi di negara-negara koloninya. Keinginan untuk menyebarkan peradabannya ini tidak berhenti sampai berakhirnya penjajahan tetapi tetap berlanjut hingga masa dekolonisasi. Prancis tetap berusaha mempertahankan hubungan patron-client dengan negara-negara eks-koloninya di Afrika yang disebut Francophone Afrika dengan memberikan bantuan terutama keuangan dan berbagai keistimewaan. Akan tetapi setelah Perang Dingin berakhir Prancis berangsur-angsur mengurangi hubungan istimewanya dengan Francophone Afrika. Pasca Perang Dingin, situasi dunia telah berubah, tidak ada lagi kekhawatiran besar terhadap komunisme yang kerap dijadikan Prancis untuk intervensi ke sejumlah negara Afrika. Selain itu serangkaian skandal dan biaya yang besar untuk menyokong Afrika membuat Prancis melakukan reorientasi kebijakan Afrika-nya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Saldi, Anggia Putri, and Marlini Marlini. "Pembuatan Paket Informasi Literasi Budaya di Perkampungan Nelayan Kampung Batu, Batang Arau, Padang Selatan, Kota Padang." Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan 8, no. 2 (March 14, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.24036/109089-0934.

Full text
Abstract:
Abstract The purpose of this paper is to describe the process of creating a cultural literacy package in Kampung Batu Fishermen Village, Batang Arau, Padang Selatan, Padang City. This research uses a descriptive method. Data was collected through a literature review as well as direct observation and interviews with the Chairman of the RW, fishermen, and community leaders in Kampung Batu Fishermen Village located in RW II, Batang Arau Sub-District, Padang Selatan District, Padang City. Based on research that has been done can be concluded as follows. Making this information package is done through five stages. First, the culture of fishing communities in Kampung Batu Fishermen Village, Batang Arau, Padang Selatan, Padang City, among others: (1) Gender system; (2) Labor Agent-Fisherman Relations; (3) patterns of resource exploitation; (4) Social leadership. Secondly, the creation of a Culture literacy information package in Kampung Batu Fishermen Village, Batang Arau, South Padang, Padang City is carried out through five stages, namely: (1) Establishing the topic and type of information package packaging; (2) information gathering; (3) Analysis of the results of information gathering; (4) packaging information; (5) Evaluation of information packages. The explanation of the results of the manufacturing process is as follows: Determine the topic and type of information package packaging, the topic raised is Cultural Literacy in the Kampung Batu Fishermen Village, Batang Arau, South Padang, Padang City which is packaged in a printed information package; Information gathering is done by interview and direct observation to the Kampung Batu Fisherman Village. In addition, it is necessary to search the literature so that the data obtained for an information package becomes a product that presents true and relevant information; Analysis of the results of information gathering. From the information gathering, it is known that what is considered important as a cultural identity builder of fishing communities such as gender systems, patron-client relations, patterns of resource exploitation, and social leadership; Packaging information, done by presenting information that has been obtained from gathering information in the form of an information package; Evaluation of the information package is done by submitting a questionnaire to 10 respondents and it is known that 92.4% of respondents strongly agree that the cultural literacy information package is interesting, informative and has benefits for its users.Keywords: information package; cultural literacy; fisherman
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Rosjadi, Dody, and Muhammad Taufiq. "EFEKTIFITAS PERANAN KEPOLISIAN DALAM MENERTIBKAN PENAMBANGAN EMAS TANPA IZIN (PETI) YANG DILAKUKAN OLEH MASYARAKAT DI LAHAN PENAMBANGAN PT ANTAM Tbk DARI SISI PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN." DE'RECHTSSTAAT 5, no. 2 (October 4, 2019): 119. http://dx.doi.org/10.30997/jhd.v5i2.2049.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini yaitu: 1) Untuk mengetahui dan menganalisis peranan kepolisian dalam penertiban penambangan emas tanpa izin (PETI) di PT Antam Tbk Kabupaten Bogor, 2) Untuk mengetahui dan menganalisis kendala penegakan hukum yang dihadapi oleh Kepolisian dalam penertiban penambangan emas tanpa izin (PETI) di PT Antam Tbk Kabupaten Bogor. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yang melakukan pendekatan kualitatif yang melihat dan menganalisis norma-norma hukum dalam peraturan perundang-undangan yang ada. Hasil dari penelitian ini yaitu: 1) Peranan kepolisian dalam penertiban penambangan emas tanpa izin (PETI) di PT Antam Tbk Kabupaten Bogor yaitu Pores Bogor dan Polda Jabar dan TNI dan istansi terkait melakukan upaya-upaya seperti sosialisasi, pre-emtif dan preventif serta represif. Upaya pre emtif dengan mengadakan sosialisasi penertiban PETI di PT Antam sekaligus mengajak seluruh stake holder berpartisipasi serta mendukung penertiban PETI di PT Antam, ngariung bareng polisi dan dilanjutkan penandatanganan surat pernyataan akan membongkar sendiri alat gelundungan. Upaya preventif yaitu mengadakan patroli skala besar (gabungan TNI, Polri, Pemda dan Kejaksaan serta security Antam). Upaya Represif dengan melakukan penangkapan dan menyidikan hukum terhadap gurandil dalam rangka penegakan hukum, 2) Kendala penegakan hukum yang dihadapi oleh Kepolisian dalam penertiban penambangan emas tanpa izin (PETI) di PT Antam Tbk Kabupaten Bogor yaitu faktor substansi perundang-undangan, faktor aparat penegak hukumnya, faktor sarana dan prasarana, faktor budaya hukum masyarakat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Anggariani, Dewi, Santri Sahar, and M. Sayful. "Tambang Pasir dan Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat di Pesisir Pantai." SIGn Journal of Social Science 1, no. 1 (February 19, 2021): 15–29. http://dx.doi.org/10.37276/sjss.v1i1.96.

Full text
Abstract:
Secara umum, pembangunan infrastruktur dimaksudkan untuk lebih meningkatkan kesejahteraan bagi masyarakat. Namun apabila mengabaikan aspek studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan, maka akan berpotensi menciptakan kerusakan ekologi maupun ekonomi dan sosial budaya masyarakat setempat. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui landasan kebijakan, juga untuk mengetahui dampak sosial dan ekonomi dari keberadaan tambang pasir terhadap masyarakat Galesong. Penelitian ini menggunakan bentuk studi mikro demografi atau biasa disebut quasi anthropological. Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir pantai Galesong. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas penambangan pasir di wilayah pesisir pantai Galesong dimulai pada Tahun 2017 sehingga belum mengacu pada Perda Sulsel No. 2 Tahun 2019, dimana sebagai acuan untuk mengeluarkan izin lokasi dan izin pengelolaan pertambangan pasir di Sulawesi Selatan. Adapun dampak dari aktivitas penambangan pasir terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah pesisir pantai Galesong, antara lain hilangnya wilayah penangkapan ikan akibat pengerukan pasir laut, menyebabkan air menjadi keruh. Selain itu, terjadi perubahan sosial ekonomi, dimana para nelayan kecil harus meninggalkan aktifitasnya dan bergabung dengan para nelayan penangkap ikan di laut dalam dan menjadi sawi pada punggawa perahu-perahu besar. Dampak selanjutnya adalah adanya patroli polisi laut yang membuat para nelayan merasa tertekan dan tidak lagi memiliki kebebasan untuk melaut seperti dulu kala. Dengan dasar kesimpulan tersebut, diharapkan Pemerintah Daerah membuat model kebijakan dalam pengelolaan aktivitas penambangan pasir di wilayah pesisir pantai Galesong. Jika tidak, cepat atau lambat masalahnya akan semakin membesar.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Ubwarin, Erwin. "PENEGAKAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH POLAIR POLDA MALUKU." Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni 2, no. 1 (June 1, 2018): 44. http://dx.doi.org/10.24912/jmishumsen.v2i1.2061.

Full text
Abstract:
Indonesia adalah negara maritim, dengan ribuan pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Salah satu provinsi di Indonesia adalah Maluku, dengan 8 gugus pulau dengan 1.340 buah pulau, luas 712.479,65 km2, luas daratan 54.185 km2 (8 %), luas perairan 658.294,69 km2 (92 %), panjang garis pantai 10.662 km, dengan luas wilayah seperti ini perlu peran penegak hukum yang efektif dan efisien, namun masih banyak permasalahan penegakan hukum yang terjadi di Wilayah Hukum Polair Polda Maluku. Untuk itulah tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan faktor yang mempengaruhi penegakan hukum. Penelitian ini memakai metode penelitian hukum yuridis normative. Dari penelitian yang dilakukan maka ditemukan bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi penegakan hukum oleh Polair Polda Maluku yang pertama adalah faktor struktur, penegak hukum dalam hal ini Polair Polda Maluku hanya dilengkapi kapal tipe C untuk menjaga wilayah hukum yang cukup luas, kordinasi antar lembaga yang kurang efektif, subtasi hukum ada tujuh jenis tindak pidana yang merupakan kewenangan Polair Polda Maluku, sedangkan budaya hukum, Polairud telah melakukan hubungan baik dengan masyarakat dalam hal penanganan tindak pidana yang terjadi di Wilayah Maluku, namun keterbatasan alat telekomunikasi menjadi penghabat dalam penegakan hukum. Untuk itulah diperlukan bantuan dari Mabes Polri dengan pengadaan kapal patrol tipe A atau tipe B, kordinasi dan sinegritas antar institusi dalam melaksanakan penegakan hukum dan membantu masyarakat dengan memberikan bantuan alat telekomunikasi pada daerah-daerah yang susah signal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Guntur. "Ornament on the Pendhok of the Surakarta Kris." Mudra Jurnal Seni Budaya 33, no. 3 (September 30, 2018): 409. http://dx.doi.org/10.31091/mudra.v33i3.545.

Full text
Abstract:
The type of ornament found on the Javanese kris pendhok is rarely discussed from an iconographic point of view. The pendhok is the decorative protection plating found on the sheath of the kris, usually made from metals such as silver, bronze, copper, brass, and even gold. The kris is a Javanese dagger. This essay focuses on the pendok ornament of the Surakarta kris, and on its symbolism. The pendhok is a ‘patronage’ art, traditionally manufactured by palace’s mranggi-s(the sheath maker), and today by kris craftsmen. Its various motifs--vegetation, plants, animals, or other motifs--are combined with lung-lungan (curly, vegetation-looking forms) in such a way as to create symmetric-vertical ornaments. The lung-lungan and alas-alasan (the forest as cosmos) motifs are more numerous than flora, wayang puppets, and geometrical motifs. The designs emphasize symmetry, repetition and harmony as their basic principle. The ornament style is believed to embody the ‘syncretic-mystique’ of Javanese Islam. The ornaments embossed on the surface usually refer to pre-Islamic, Hindu-Buddha notions.Ornamen pendhok keris sebagai ikonografi Jawa jarang dibahas. Pendhok adalah lapisan dekoratif pelindung keris, yang biasanya terbuat dari berbagai logam seperti perak, perunggu, tembaga, kuningan, dan bahkan emas. Keris adalah jenis senjata tusuk Jawa. Artikel ini difokuskan pada hiasan pendhok dari keris Surakarta, dan simbolismenya dalam pencitraan Jawa. Pada awalnya, ornamen pendhok adalah seni ‘patron’, yang dibuat oleh mranggi istana (pembuat sarung), dan saat ini ‘diciptakan kembali’ oleh para pembuat keris di banyak tempat. Motif bunga, tanaman, hewan, atau figural pada pendhok, adalah komposisi dan penggabungan dengan lung-lungan (penggayaan tanaman) sebagai cara untuk membentuk irama ornamen secara simetris-vertikal, ornamen disederhanakan sebagai lung-lungan. Motif lung-lungan dan alas-alasan (kosmos hutan dalam imajinasi spiritual), mendominasi gaya ornamen dibandingkan dengan motif lain seperti tanaman/flora, wayang (boneka), dan geometri. Komposisi simetri, repetitif, dan harmoni menjadi yang paling ‘prinsip’ pada desain. Gaya ornamen diyakini melambangkan ‘sinkretis-mistik’ dari Jawa - Islam, ornamen yang ‘timbul’ pada permukaan yang berdimensi, menjadi ekspresi relief, yang sebagian besar menandakan seni yang diadopsi pra-Islam: Hindu – Buddha
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Utama, Mahendra Pudji. "Editorial." Jurnal Sejarah Citra Lekha 3, no. 2 (September 1, 2018): 69. http://dx.doi.org/10.14710/jscl.v3i2.20103.

Full text
Abstract:
Izinkan tim redaksi membuka editorial dengan membagi kebahagiaan. Edisi ini tampil dalam suasana dan semangat baru yang menggembirakan, karena merupakan edisi pertama setelah Jurnal Sejarah Citra Lekha (JSCL) dinyatakan sebagai jurnal nasional terakreditasi berdasar SK Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi RI No. SK No. 21/E/KPT/2018, 9 Juli 2018.Ada enam artikel dalam edisi ini. Artikel pertama dari Hidayat dan Erond L. Damanik yang membahas tentang konstruksi identitas etnik dalam masyarakat Mandailing dan Angkota di Kota Medan dalam periode 1906-1939. Etnis Mandailing yang Islam mengidentifikasi diri sebagai Melayu dan menolak disebut Batak. Sebaliknya, etnis Angkota menegaskan Batak sebagai identitas mereka. Redefinisi identitas itu terjadi dalam situasi ketiadaan budaya dominan dan berelasi dengan persaingan untuk mendapatkan akses pada sumber daya material, ekonomi, dan politik. Konstruksi identitas itu terus direproduksi sampai saat ini, sehingga akulturasi dan asimilasi tidak mudah terwujud serta berpotensi menimbulkan proses sosial yang disosiatif. Di pihak lain, I Made Pageh menyajikan temuan yang penting dan menarik dalam sistem religi lokal Bali. Melalui mimikri dan hibridisasi, religi lokal itu dapat berfungsi sebagai wahana untuk mengintegrasikan umat Hindu dan Islam di Bali. Dua artikel berikutnya berusaha menggali nilai-nilai budaya dalam karya sastra yang dapat dijadikan basis untuk membangun kehidupan yang lebih baik pada masa kini. Artikel pertama dari Siregar, Djono, dan Leo Agung yang menelaah Si Bulus-Bulus Si Rumbuk-Rumbuk karya Willem Iskandar untuk mengungkap nilai-nilai pendidikan dalam kebudayaan masyarakat Tapanuli Selatan; sedangkan artikel kedua dari Awaludin Nugraha berusaha menggali pemikiran Bupati Sumedang P.A.A. Soeria Atmadja (menjabat pada 1883-1919) mengenai pembangunan berkelanjutan berbasis moral yang tertuang dalam karyanya yang berjudul Di Tioeng Memeh Hudjan. Gagasan P.A.A. Soeria Atmadja melampaui zamannya karena telah dirumuskan jauh sebelum negara-negara Barat mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan pada 1980-an. Artikel berikutnya dari Rabith Jihan Amaruli yang membahas mengenai Sumpah Pemuda Arab pada 1934 yang menjadi cikal-bakal organisasi Arab-Hadrami nasionalis pertama di Indonesia, yaitu Persatuan Arab Indonesia. Topik ini menjadi penting dalam kaitannya dengan fenomena Arabisme yang berkembang akhir-akhir dan terkesan berseberangan dengan nasionalisme Indonesia. Edisi ini ditutup dengan artikel Dhanang Respati Puguh dan Mahendra Pudji Utamatentang peranan pemerintah dalam mengembangkan wayang orang panggung Sriwedari, Ngesti Pandowo, dan Bharata. Ketiga wayang orang panggung itu dapat bertahan sampai kini antara lain berkat adanya dukungan dari pemerintah. Namun demikian pemerintah diharapkan tidak hanya memberi dukungan yang bersifat artifisial, melainkan mengambil peranan yang lebih fundamental sebagai patron-seni. Dalam garis itu, pemerintah perlu menyusun kebijakan budaya sebagai dasar bagi pengembangan wayang orang panggung dan berbagai bentuk kesenian tradisi atau budaya lokal pada umumnya dalam kerangka kebudayaan nasional.Tulisan-tulisan dalam JSCL edisi ini akan menemukan arti penting ketika kita meletakkannya dalam konteks perkembangan Indonesia kontemporer yang begitu dinamis dan cenderung membuka peluang bagi terjadinya konflik. Kebebasan berpendapat diekspresikan secara leluasa melalui penggunaan (atau penyalahgunaan) simbol-simbol budaya yang mudah memantik sentimen SARA, suatu yang sensitif dalam masyarakat majemuk. Hal ini tampak misalnya dalam pelaksanaan Pemilukada serentak pada 2018 dan, tentu sangat tidak diharapkan, barang kali masih akan terus berlanjut mengingat Indonesia akan segera memasuki tahun politik 2019. Seruan untuk menciptakan suasana yang sejuk dan damai kehilangan gaungnya dan seolah-olah tidak berarti, tenggelam oleh gegap gempita euforia demokrasi. Di tengah-tengah situasi itu, para kontributor dalam JSCL edisi mengajak kita untuk mengembangkan sensibilitas dengan belajar dari sejarah. Mereka dengan caranya masing-masing mendorong kita untuk mencari inspirasi dari kearifan masyarakat Nusantara yang dapat dikembangkan sebagai modal penting untuk menambal retak-retak pada perahu besar Indonesia, sehingga dapat melanjutkan pelayaran menuju kehidupan bersama sebagai negara-bangsa yang harmonis, damai, adil-makmur, dan sentosa.Tidak ada yang lebih pantas dikatakan selain ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para kontributor yang telah bersedia membagi pengetahuan yang mencerahkan. Tim redaksi selalu bekerja keras agar JSCL yang kita cintai ini menjadi jurnal yang semakin berkualitas.Salam hangat dan selamat membaca
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Budiwati, Yulia, and Dika Yudanto. "TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KENAKALAN REMAJA DI SURAKARTA." JURNAL ILMIAH EDUNOMIKA 5, no. 2 (June 14, 2021): 746. http://dx.doi.org/10.29040/jie.v5i2.2482.

Full text
Abstract:
Penelitian tentang kriminologi terhadap Kenakalan Remaja ini dilakukan karena merupakan sebuah perilaku yang menyimpang yang terjadi pada kalangan remaja. Kenakalan remaja menunjuk perilaku remaja yang tidak sesuai dengan norma-norma yang hidup di dalam masyarakatnya. Dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu: (1) kenakalan yang bersifat amoral dan sosial serta tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak dapat atau sulit digolongkan sebagai pelanggaran hukum; (2) kenakalan yang bersifat melanggar hukum dengan penyelesaian sesuai dengan undang-undang dan hukum yang berlaku sama dengan perbuatan melanggar hukum bila dilakukan orang dewasa. Selanjutnya budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Hasil penelitian menunjukan bahwa, aparat penegak hukum benar-benar dapat memahami faktor-faktor penyebab hal tersebut, sehingga dapat merumuskan langkah-langkah yang efektif untuk mencegah agar kasus-kasus kejahatan yang dilakukan remaja tidak bertambah. Berdasarkan dari kasus yang ada di polresta Surakarta pada tahun ini terutama pada peran keluarga dalam mendidik anak pada usia remaja, tingkat kejahatan yang dilakukan oleh remaja masih tergolong rendah, hal ini dikarena peran pemerintah melalui dinas terkait dalam melakukan preventif pembinaan dan penyuluh berjalan dengan lancar dan terjadwal. Polresta Surakarta dalam menanggulangi remaja adalah: (1) Upaya preventif, berupa: (a) Penjagaan di tempat-tempat yang rawan terjadinya tindakan kenakalan remaja, (b) Patroli ke tempat-tempat yang rawan terjadinya kenakalan remaja, (c) Penyuluhan ke sekolah-sekolah, masyarakat, dan karangtaruna, (d) Penyampaian pesan-pesan Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) kepada para warga, (e) Pengaturan lalu lintas, (f) Latihan Safety Riding. (2) Upaya Represif, berupa: (a) Upaya (b) Penggiringan ke Dinas Sosial bagi para pekerja seks komersial untuk dibina, (c) Penilangan bagi pelanggar lalu lintas, (d) Upaya rehabilitasi bagi para penyalahguna narkoba, (e) Penangkapan para pelaku kenakalan remaja untuk selanjutnya diproses secara hukum Kata kunci : Kriminologi, Kenakalan Remaja, Surakarta
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Sygowski, Paweł. "Na pograniczu wyznaniowym. Nieistniejąca unicka cerkiew pod wezwaniem św. Praksedy Męczennicy w Milejowie i jej wyposażenie." Annales Universitatis Mariae Curie-Sklodowska, sectio L – Artes 16, no. 1/2 (June 14, 2019): 7. http://dx.doi.org/10.17951/l.2018.16.1/2.7-41.

Full text
Abstract:
<p>W czasach Rusi Halicko-Włodzimierskiej osadnictwo ruskie na terenie dzisiejszej Lubelszczyzny posuwało się systematycznie na zachód. W XV i XVI w. dotarło do doliny Wieprza. W jego środkowym biegu powstało wówczas kilka parafii prawosławnych – Łęczna, Puchaczów, a także Milejów. Parafie te po przystąpieniu diecezji chełmskiej do unii brzeskiej stały się unickimi. Usytuowanie ich na terenie ze wzrastającą przewagą osadnictwa polskiego spowodowało przechodzenie wiernych na rzymsko katolicyzm. Proces ten szczególnie widoczny jest w 2 połowie XVIII w. i 1 połowie XIX w. Parafia w Milejowie należąca do najstarszych na tym terenie, pod koniec XVIII w. liczyła zaledwie kilku parafian, a na początku XIX w. rezydował tu jedynie proboszcz unicki, ks. Bazyli Hrabanowicz. W 2 dekadzie XIX w. ówczesny właściciel dóbr milejowskich – Adam Suffczyński – rozpoczął starania o przekształcenie parafii unickiej w parafię rzymskokatolicką, a cerkwi unickiej w kościół. Okazało się to dosyć skomplikowane. Najpierw parafię unicką należało zamknąć, a dopiero potem utworzyć parafię rzymskokatolicką. Proces ten kontynuowała siostra Adama – Helena Chrapowicka, która wkrótce przekazała to zadanie kuzynowi Antoniemu Melitonowi Rostworowskiemu, a po jego śmierci założeniem parafii i budową kościoła zajęła wdowa po nim – Maria z Jansenów, a następnie ich syn Antoni Rostworowski. Parafia unicka została zamknięta w 1852 r., cerkiew rozebrana, a murowany kościół został wzniesiony w latach 1855-1856. Po śmierci wspomnianego proboszcza unickiego w 1832 r. (ostatniego tutejszego parocha), cerkwią opiekował się proboszcz Dratowa. Część wyposażenia cerkwi milejowskiej została przeniesiona do świątyni dratowskiej, gdzie spłonęło ono w roku 1886 r., w pożarze tamtejszej świątyni. Część wyposażenia zabezpieczona została we dworze milejowskim i po wybudowaniu kościoła przeniesiona do niego. Wśród tego wyposażenia wyróżnia się pochodząca z 2 połowy XVII w. ikona Matki Boskiej z Dzieciątkiem (w typie Eleusy), odnowiona w latach 2012-2013 staraniem ówczesnego proboszcza – ks. Andrzeja Juźko. Po akcji rozbiórkowej cerkwi w 1938 r. to jedna z wyjątkowo nielicznych, ocalałych ikon dawnej diecezji Kościoła wschodniego na Lubelszczyźnie.</p><p><strong>On the Religious Borderland. A Defunct Uniate Church under the Invocation of St. Praxedes the Martyr in Milejów and its Equipment</strong></p>SUMMARY<p>The parish in Milejów was one of the early Orthodox parishes in the Wieprz valley, recorded in the 1470s. The presence of the Orthodox priest in Milejów is documented in tax registers in the 16th century. More information on the Uniate parish and its Orthodox church can be found in the documents of the 18th-19th centuries. The author presents the history of the Milejów Uniate church and the parish with particular reference to the equipment of the church. First, the old Uniate church is described (the last quarter of the 17th and the fi rst half of the 18th century). The church had the high altar and three side altars; in addition, there were inter alia, liturgical vessels, altar bells, the bells on the belfry, liturgical books, an perhaps an iconostasis. The new Uniate church (the second half of the 18th and the fi rst half of the 19th century) – erected in the second half of the 18th century in place of the old one (which burnt down in ca. 1760) contained the high altar with the picture of Our Lady (painted on canvas) and two side altars. The equipment also included, inter alia, a silver and gilded pro Venerabili vessel, a chalice with a paten and a spoon, a can “for sick people”, an altar tin cross, a brass thurible, a metal swag lamp, three altar bells, a bell at the sacristy, four reliquaries, two small brass candlesticks, a processional cross, pictures, liturgical books. The next described stage is the end of the Uniate parish and the beginnings of the creation of the Roman-Catholic parish in the 19th century, founded in 1858. The new church – erected a few hundred meters from the place of the Uniate church – was consecrated in 1859. The equipment of the Uniate church before its demolition (the second quarter of the 19th century) included in 1828, inter alia, the above mentioned three altars, a new choir, a crucifi x, a confessional, a pulpit, candlesticks, pictures, and a new umbraculum. The inventory of 1847 also mentioned, inter alia, four icons situated near the high altar, a stoup, four benches, twenty candlesticks, and a porcelain chandelier. In the next part of the text the author describes the icons preserved in the Milejów church: „Matka Boska z dzieciątkiem” [Madonna and Child] and „Przemienienie Pańskie” [the Transfi guration of the Lord]. In the next parts of the article the author describes the history of the owners of Milejów, patrons and parish priests. At the end of the article he synthetically presents the history of the Milejów parish.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Setiawan, Eko. "EKSISTENSI BUDAYA PATRON KLIEN DALAM PESANTREN: Studi Hubungan Antara Kyai dan Santri." ULUL ALBAB Jurnal Studi Islam, September 16, 2013. http://dx.doi.org/10.18860/ua.v0i0.2372.

Full text
Abstract:
<p><strong> </strong></p> <p><em>This study aims to determine how the image of social interaction patterns kyai and santri, to know the form of the changing patterns of social interaction that occurs between the kyai and santri after the modernization in the period 2005-2012, to determine what factors are causing cultural patron clients are able to survive until now. This is a qualitative research which uses a case study model. This study seeks to understand the cultural significance of patron-client relationships kyai and santri. To understand the meaning of relationships between kyai and santri, this study uses theoretical orientation or theoretical perspective with a phenomenological approach. The location of this research is in Pondok Pesantren Daarul Fikri Mulyoagung Dau Malang. Pondok Pesantren Daarul Fikri is an independent institution not affiliated to any organization or group. This makes Pondok Pesantren Daarul Fikri as educational institutions that promotes educational ideals of purity and free from political interests or certain groups.</em></p> <p> </p> <p><strong></strong><em></em><em> </em></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography