To see the other types of publications on this topic, follow the link: Simulakrum.

Journal articles on the topic 'Simulakrum'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Simulakrum.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Fawaid, Imam, Muhammad Hayat, and Mochamad Aan Sugiharto. "Hiperrealitas Cantik bagi Mahasiswa Pemakai Skincare." Jurnal Pemikiran Sosiologi 9, no. 2 (2022): 145. http://dx.doi.org/10.22146/jps.v9i2.77475.

Full text
Abstract:
Hiperrealitas merupakan konsep yang digunakan oleh Jean Baudrillard untuk menjelaskan fenomena lahirnya realitas-realitas buatan yang melampaui realitas nyata, yang ditandai dengan berkembangnya media sosial yang memfasilitasi individu dalam mengekspresikan diri melalui kode-kode visual sebagai tanda untuk merepresentasikan diri mereka. Implikasinya, individu-individu dalam masyarakat modern menjadi terobsesi untuk selalu tampil cantik sempurna. Oleh karena cantik dipahami sebagai the body as physical, maka untuk menjadi cantik seseorang harus melakukan perawatan dengan memakai skincare. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih jauh mengenai fenomena tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis dengan teknik penentuan subjek penelitian menggunakan metode snowball. Adapun pengumpulan data menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa hiperrealitas cantik yang terjadi pada mahasiswa pemakai skincare dikelompokkan menjadi tiga fase, yaitu fase simulasi sebagai fase awal, fase simulakra sebagai fase tengah, dan fase simulakrum sebagai fase akhir. Fase simulasi terjadi didukung oleh beberapa faktor, antara lain lingkungan keluarga, lingkungan pertemanan, dan idola yang mengenalkan konstruksi cantik pada subjek penelitian yang kemudian menjadi rujukan untuk ditiru sebagai identitas diri. Fase simulakra terjadi ketika subjek penelitian mulai mempelajari lebih banyak tentang skincare, bereksperimen mencoba berbagai merek skincare, mengikuti akun-akun media sosial skincare, hingga berkonsultasi ke klinik perawatan kulit. Adapun fase simulakrum terjadi ketika subjek penelitian merebut otoritas untuk mereproduksi cantik versinya tetapi terus berproses dalam bayang-bayang negativitas sampai pada titik di mana skincare menjadi kebutuhan baru.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Ostojić, Aleksandar. "SIMULAKRUM I KRITIKA: DELEZOVO TUMAČENJE PLATON(IZM)A." Kritika: časopis za filozofiju i teoriju društva 2, no. 2 (2021): 259–72. https://doi.org/10.5281/zenodo.5732508.

Full text
Abstract:
Delezovo razumevanje kritike, koje je izneo u delu Niče i filozofija predstavlja sistemski metod koji će Delez koristiti u svojim kasnijim delima. Zastupajući ovu tezu, rad analizira problem simulakruma, koji Delez uočava kod Platona, pokazujući na koji način je Delezovo razumevanje kritike prisutno u njegovom sagledavanju platon(izm)a. Premda se Delezov kritički metod unutar ovog rada u najvećoj meri posmatra i ispituje kroz njegovo razumevanje Platona i simulakruma, rad takođe nagove&scaron;tava mogućnost &scaron;ireg razumevanje uloge kritike kod Deleza: može li se kritika razumeti kao konstantan metodski pristup kojem Delez pribegava? Takva pozicija otvara prostor unutar kog se čitava<em> Razlika i ponavljanje</em> može razumeti kao veliki kritički projekat, na &scaron;ta Delez delimično i sam upućuje.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Mrduljaš, Maroje, and Idis Turato. "Turistički kompleksi Haludovo i Uvala Scott." Prostor 28, no. 1 (59) (2020): 88–99. http://dx.doi.org/10.31522/p.28.1(59).5.

Full text
Abstract:
Tijekom 1960-ih i početkom 1970-ih u Hrvatskoj se artikulira kritika modernizacije obale i masovnog turizma. Među kritikama prevladava mišljenje da je nuždan kontekstualno osjetljiv i regionalistički pristup, kako čitavoj urbanizaciji tako i turističkoj gradnji. Projekti Uvale Scott i Haludova ponudile su dvije različita interpretacije urbaniteta turističkih kompleksa; prvi kroz koncept simulacije tradicijskih ambijenata, a drugi kroz simulakrum elemenata povijesnog grada.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Azwar, Muhammad. "Teori Simulakrum Jean Baudrillard dan Upaya Pustakawan Mengidentifikasi Informasi Realitas." Khizanah al-Hikmah : Jurnal Ilmu Perpustakaan, Informasi, dan Kearsipan 2, no. 1 (2014): 38. http://dx.doi.org/10.24252/v2i1a4.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Jin, Huimin. "Simulakrum: estetizacija ili an-estetizacija / Simulacrum: An Aesthetization or An-aesthetization." AM Journal of Art and Media Studies, no. 2 (December 15, 2012): 47–53. http://dx.doi.org/10.25038/am.v0i2.21.

Full text
Abstract:
Aesthetization, or aestheticization, has recently become a new key word in scholarly debates about culture and society, roughly concerned with the kind of phenomenon that pictorial turn describes. It is not that aesthetization, in its literal sense, is making the unaesthetic aesthetic, nor does it point to the sort of topics typical of an aestheticized human life as favored by some traditional Chinese intellectuals; rather it is about a transaesthetization. This process differs not just in the range and extent of aesthetization, but in its essence and nature: reality will no longer exist when it is transaesthetized and what is left is an aesthetic realm only; in other words, there will be no reality, but purely the hyperreal. Accordingly, transaesthetization can then often be associated with the concept of simulacrum, or the proliferation of images; it would thus result from the expansion of simulacra. However, there arises the problem that simulacrum is not identical with image. Assuming that the beauty of image consists in its rich connotations and its presentation at the level of form, it is doubtful that transaesthetization is configured merely by the simulacra. Why, and how could it be so?
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Maulina, Putri, Ainal Fitri, and Dony Arung Triantoro. "Narasi Jilbab dan Realitas Simulakra di Akun Instagram @buttonscarves." Jurnal Komunikasi Global 12, no. 1 (2023): 1–29. http://dx.doi.org/10.24815/jkg.v12i1.31232.

Full text
Abstract:
Buttonscarves menjadi brand fashion jilbab yang menargetkan perempuan muslim dengan kelas sosial menengah ke atas sebagai konsumennya. Melalui akun Instagram @buttonscarves, produsen fashion jilbab ini berupaya menarik perhatian konsumen dengan menciptakan beragam narasi sehingga terciptanya realitas-realitas tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk menelaah bagaimana realitas perempuan muslim dan jilbab diciptakan dalam narasi Buttonscarves di akun Instagram @buttonscarves. Peneliti juga menggunakan sudut pandang Baudrillard tentang Simulakra dan Hiperrealitas. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan metode analisis semiotika Jean Barudrillard terhadap sembilan teks berupa video dan foto yang ada di akun tersebut di sepanjang tahun 2022. Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa Instagram @buttonscarves menciptakan simulasi realitas terhadap perempuan Muslim berjilbab. Narasi simulakra dalam Instagram @buttonscarves menunjukkan hiperrealitas nilai- nilai perempuan Muslim dan jilbab yang dapat membius khalayak perempuan Muslim. Sehingga jilbab tidak lagi dipandang dari nilai-nilai aslinya, namun menjadi realitas simulakrum murni dari citra yang diciptakan oleh Buttonscarves. Buttonscarves is a hijab fashion brand that targets Muslim women belonging to the middle and upper social classes. Through the Instagram account @buttonscarves, this hijab fashion producer attracted consumers’ attention by constructing narratives that shape distinct realities. This study delves into how the Buttonscarves’ narratives on the @buttonscarves create the reality of Muslim women and the headscarf. In analyzing this phenomenon, Baudrillard's concepts of Simulacra and Hyperreality serve as theoretical underpinnings. Employing a qualitative approach, this research adopts the Jean Baudrillard Semiotics Analysis method to analyze nine texts, encompassing videos and photos posted throughout 2022. The study's findings shed light on the Instagram account’s ability to engender a simulated reality of Muslim women wearing headscarves. Simulakra's narrative on Instagram @buttonscarves shows the hyperreality of Muslim women's values and the headscarf that can anesthetize Muslim women audiences. Consequently, the headscarf is no longer seen from its original values but becomes a pure simulacrum reality of the image created by Buttonscarves.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Kirshenblatt-Gimblett, Barbara. "Wystawa główna Muzeum Polin. Odpowiedź." Zagłada Żydów. Studia i Materiały, no. 12 (November 30, 2016): 679–85. http://dx.doi.org/10.32927/zzsim.453.

Full text
Abstract:
Ocenianie wystawy głównej Muzeum Polin w odniesieniu do jej założeń jako multimedialnej wystawy narracyjnej jest czymś całkiem innym niż zarzucanie jej, że nie jest wystawą innego typu, opartą na obiektach oryginalnych. Rzekoma analiza krytyczna naszej wystawy głównej tak naprawdę oznacza odrzucenie jej założeń; brakuje jednak krytycznej oceny założeń owej analizy, a mianowicie że na skutek braku obiektów oryginalnych multimedialna wystawa narracyjna to de facto „simulakrum”. Punkt wyjścia wystawy głównej Muzeum Polin stanowi opowieść, a wybrane przez nas podejście to „teatr historii” – opowieść snuta w trójwymiarowej przestrzeni, której wątki rozwijają się wraz z kolejnymi krokami zwiedzających. Dążymy do stworzenia Gesamtkunstwerk – totalnego dzieła sztuki, całości większej niż suma jej elementów.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Scholz, Danilo. "Bananen. Eine kleingedruckte Assoziation Europas." Zeitschrift für Ideengeschichte 17, no. 1 (2023): 71–86. http://dx.doi.org/10.17104/1863-8937-2023-1-71.

Full text
Abstract:
Der Anlass war feierlich, das Thema prosaisch, der Ton süffisant: Als Hans Magnus Enzensberger 2010 in Kopenhagen seine Dankesrede anlässlich der Verleihung des Sonning-Preises für besondere kulturelle Leistungen hielt, knöpfte er sich ein kontinentales Institutionengefüge vor. Der freie Geist schien es sichtlich zu genießen, seinen inneren Wutbürger vor dem dänischen Publikum einmal Gassi zu führen: «Was aber die Bewohner unseres Erdteils am meisten nervt, ist der Regelungswahn der Brüsseler Behörden.» Ob die Überschrift der in der Frankfurter Allgemeinen Zeitung abgedruckten Rede – «Wehrt Euch gegen die Bananendemokratie!» – auf Enzensberger zurückgeht, ist unsicher. Fraglos war sie als Aufruf zur Revolte angelegt – oder liebäugelte sie doch eher augenzwinkernd mit dem Simulakrum eines Schlachtrufes? «Wo kämen wir denn hin», polterte Enzensberger ergriffen von spielerisch ummantelter Erregung, «wenn unsere Bananen weniger als vierzehn Zentimeter lang wären!»
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Afdholy, Nadya. "Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi Ala Starbucks." Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial 3, no. 1 (2019): 43–53. http://dx.doi.org/10.22219/satwika.v3i1.8681.

Full text
Abstract:
Kopi Starbucks merupakan produk kopi yang menandakan nilai prestise yang tinggi bagi para penikmatnya karena harganya yang tergolong mahal. Bagi konsumen yang berpendapatan tinggi, tentu bukan hal yang sulit untuk mengonsumsi kopi Starbucks, namun bagi yang berpendapatan rendah mungkin akan berpikir ulang untuk mengonsumsi produk tersebut. Munculnya brand kopi ala Starbucks menunjukkan bahwa saat ini banyak animo masyarakat yang menginginkan kopi tetapi mereka juga melihat keadaan ekonomi mereka yang seutuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan identitas yang dimunculkan oleh para konsumen pada produk imitasi ala Starbucks dengan memanfaatkan teori simulakrum dari Jean Baudrillard. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan di Kafe Starmug’s, Kelurahan Keputih, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya. Sumber data penelitian yaitu hasil wawancara dengan berbagai informan yang merupakan beberapa orang pekerja dan juga mahasiswa di Surabaya yang disebut masyarakat urban. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan interpretasi. Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan dan memaknai data yang telah diperoleh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik konsumsi kopi ala Starbucks merupakan bentukan konsumerisme postmodern, yakni pola konsumsi yang tidak sesuai dengan arti harfiah dari konsumsi, namun lebih mengarah pada konsumsi simbol-simbol. Kata kunci: imitasi, konsumsi, kopi, posmodernisme, Starbucks.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Afdholy, Nadya. "Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi Ala Starbucks." JURNAL SATWIKA 3, no. 1 (2019): 43. http://dx.doi.org/10.22219/js.v3i1.8681.

Full text
Abstract:
Kopi Starbucks merupakan produk kopi yang menandakan nilai prestise yang tinggi bagi para penikmatnya karena harganya yang tergolong mahal. Bagi konsumen yang berpendapatan tinggi, tentu bukan hal yang sulit untuk mengonsumsi kopi Starbucks, namun bagi yang berpendapatan rendah mungkin akan berpikir ulang untuk mengonsumsi produk tersebut. Munculnya brand kopi ala Starbucks menunjukkan bahwa saat ini banyak animo masyarakat yang menginginkan kopi tetapi mereka juga melihat keadaan ekonomi mereka yang seutuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan identitas yang dimunculkan oleh para konsumen pada produk imitasi ala Starbucks dengan memanfaatkan teori simulakrum dari Jean Baudrillard. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan di Kafe Starmug’s, Kelurahan Keputih, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya. Sumber data penelitian yaitu hasil wawancara dengan berbagai informan yang merupakan beberapa orang pekerja dan juga mahasiswa di Surabaya yang disebut masyarakat urban. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan interpretasi. Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan dan memaknai data yang telah diperoleh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik konsumsi kopi ala Starbucks merupakan bentukan konsumerisme postmodern, yakni pola konsumsi yang tidak sesuai dengan arti harfiah dari konsumsi, namun lebih mengarah pada konsumsi simbol-simbol. Kata kunci: imitasi, konsumsi, kopi, posmodernisme, Starbucks.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Afdholy, Nadya. "Perilaku Konsumsi Masyarakat Urban Pada Produk Kopi Ala Starbucks." JURNAL SATWIKA 3, no. 1 (2019): 43. http://dx.doi.org/10.22219/satwika.vol3.no1.43-53.

Full text
Abstract:
Kopi Starbucks merupakan produk kopi yang menandakan nilai prestise yang tinggi bagi para penikmatnya karena harganya yang tergolong mahal. Bagi konsumen yang berpendapatan tinggi, tentu bukan hal yang sulit untuk mengonsumsi kopi Starbucks, namun bagi yang berpendapatan rendah mungkin akan berpikir ulang untuk mengonsumsi produk tersebut. Munculnya brand kopi ala Starbucks menunjukkan bahwa saat ini banyak animo masyarakat yang menginginkan kopi tetapi mereka juga melihat keadaan ekonomi mereka yang seutuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan identitas yang dimunculkan oleh para konsumen pada produk imitasi ala Starbucks dengan memanfaatkan teori simulakrum dari Jean Baudrillard. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan di Kafe Starmug’s, Kelurahan Keputih, Kecamatan Sukolilo, Kota Surabaya. Sumber data penelitian yaitu hasil wawancara dengan berbagai informan yang merupakan beberapa orang pekerja dan juga mahasiswa di Surabaya yang disebut masyarakat urban. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi, wawancara, dan interpretasi. Analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan dan memaknai data yang telah diperoleh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa praktik konsumsi kopi ala Starbucks merupakan bentukan konsumerisme postmodern, yakni pola konsumsi yang tidak sesuai dengan arti harfiah dari konsumsi, namun lebih mengarah pada konsumsi simbol-simbol. Kata kunci: imitasi, konsumsi, kopi, posmodernisme, Starbucks.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Astuti, Yanti Dwi. "Simulation of Social Reality Through New Media Study on Yogyakarta Students Smartphones Users (Simulasi Realitas Sosial Melalui New Media Studi pada Mahasiswa Yogyakarta Pengguna Smartphone)." Journal Pekommas 2, no. 1 (2017): 75. http://dx.doi.org/10.30818/jpkm.2017.2020108.

Full text
Abstract:
This research is tries to uncover thesimulation of social reality of social media and instant messaging application through smartphone that removed the student communication landscape become borderless in Yogyakarta. Smartphone application has creating a new space which brought a second reality for the student to communicate. Transformation phenomena from the real interaction society towards virtual society are important and interesting study further. In terms of analyzing this study uses the theory of symbolic interactionism, CMC and simulacra with descriptive qualitative method. The data came from observation, interviewing, documentation by snowball and purposive sampling techniques and Yogyakarta student as the primary source. The research result shows that social networking and instant messenger have created social reality simulation of Yogyakarta students in new media through a sign which are the reflection of the reality. Another invention also told us that the smartphone advantages have changed the action and mindset pattern of the Yogyakarta student, they usually used it to communicating, doing study task, entertainment, online shopping business, spreading some information, posting some selected and edited pictures, downloading scientific journals, e-book, producing and spreading memes character, symbol, picture and videos that they deliberately created.Penelitian ini mengungkap simulasi realitas sosial pada aplikasi jejaring sosial dan instant messaging melalui new media yang mengubah lanskap komunikasi mahasiswa Kota Yogyakarta yang menjadi tanpa batas. Ruang buatan yang diciptakan oleh aplikasi smartphone menjadi realitas kedua bagi mahasiswa untuk berkomunikasi. Fenomena transformasi dari interaksi masyarakat nyata menuju interaksi masyarakat virtual ini penting dan menarik untuk diteliti. Penelitian ini melihat realitas virtual yang diciptakan mahasiswa melalui smartphone bersanding dengan realitas nyata yang menggunakan teori interaksionisme simbolik, CMC dan simulakra dengan pendekatan kualitatif yang berjenis deskriptif. Pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi dengan teknik snowball dan purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jejaring sosial dan instant messaging telah membentuk simulasi realitas mahasiswa Yogyakarta di media baru melalui tanda/citraan yang merupakan refleksi dari realitas, bahkan menutupi realitas yang sebenarnya dan menciptakan simulakrum yang terkadang tidak ada hubungannya dengan realitas. Temuan lain juga mengatakan bahwa pemakaian smartphone banyak mengubah pola pikir dan tindakan mahasiswa Yogyakarta lebih untuk melakukan komunikasi, mengerjakan tugas kuliah, mencari hiburan, bisnis online shopping, menebarkan informasi, mengunggah foto, mengunduh jurnal dan e-book, memproduksi dan menyebarkan gambar-gambar meme yang lucu atau yang berkaitan dengan aktivitas tertentu dan melakukan pencitraan diri melalui simbol, gambar dan video yang sengaja mereka ciptakan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Krismonica, Rina, Panji Suminar, and Sumarto Widiono. "GAYA HIDUP PEREMPUAN KOMUNITAS SENAM AEROBIK (Studi Kasus Pusat Kebugaran CIKTAM Studio Bengkulu)." Jurnal Sosiologi Nusantara 7, no. 2 (2021): 299–310. http://dx.doi.org/10.33369/jsn.7.2.299-310.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana gaya hidup komunitas wanita senam aerobik dan pola hidup sehat wanita peserta senam aerobik di Ciktam Studio Bengkulu Fitness Center Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dan penentuan informan menggunakan snowball atau bola salju. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, wawancara mendalam terhadap 3 (tiga) orang peserta senam putri, dan dokumentasi. Analisis penelitian ini menggunakan teori Simulakrum dari Jean Baudrilard yang digunakan sebagai pedoman dalam menganalisis. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa gaya hidup peserta senam wanita merupakan gaya hidup masyarakat kelas menengah ke atas yang dapat dilihat melalui aktivitas yang dilakukannya setiap hari mulai dari pergi ke pusat kebugaran aerobik dan berbelanja kebutuhan hidup sehat dan juga berbelanja kebutuhan sehari-hari. atribut senam modis. Sedangkan pola hidup sehat wanita peserta senam aerobik di Ciktam Studio Bengkulu Fitness Center didapatkan bahwa mereka menjalani pola hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat, bergizi dan rendah lemak. Peserta senam aerobik wanita menjalankan pola hidup sehat mulai dari mengatur pola makan yang dimulai dari mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah serta memiliki waktu istirahat yang cukup diimbangi juga dengan olahraga yang teratur karena melalui olahraga yang teratur akan memiliki daya tahan fisik yang baik, sehingga akan memiliki fisik yang fit dan mendukung dalam melakukan aktivitas secara optimal.Kata Kunci: Gaya Hidup. Gaya hidup sehat. Peserta Senam Aerobik Putri
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Insani, Nataya Khuria, and Edi Dwi Riyanto. "PENGARUH FAKTOR EKONOMI PADA POLA KONSUMSI: PERILAKU PEMAKAIAN BRAND SEPATU IMITASI CONVERSE DI KOTA SURABAYA." Metahumaniora 14, no. 2 (2024): 92–100. http://dx.doi.org/10.24198/metahumaniora.v14i2.54061.

Full text
Abstract:
Sepatu saat ini menjadi trend fashion, terutama di kalangan masyarakat urban. Berbagai model sepatu banyak bermunculan karena telah menjadi salah satu kebutuhan fashion yang penting sama halnya dengan busana pakaian. Dengan trend sepatu yang saat ini marak menjadikan harga sepatu mahal, apalagi brand sepatu luar negeri. Bagi orang berpendapatan tinggi, tentu tidak masalah karena bisa membelinya. Namun, bagi orang berpendapatan rendah mungkin akan berpikir ulang untuk membeli produk tersebut. Maka dari itu muncul cara alternatif untuk masyarakat kelas bawah dan menengah yang berpendapatan rendah agar bisa tetap bergaya mengikuti trend fashion yang ada. Cara tersebut adalah dengan membeli dan menggunakan produk sepatu imitasi dari merek sepatu terkenal, salah satunya ialah sepatu imitasi dari merek Converse. Munculnya sepatu imitasi ini menunjukkan bahwa saat ini masyarakat menginginkan sepatu bermerek tetapi mereka juga melihat keadaan ekonomi mereka yang seutuhnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pembentukan identitas yang dimunculkan oleh para konsumen pada produk sepatu imitasi dari merek Converse dengan menggunakan teori simulakrum Jean Baudrillard. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian ini di kota Surabaya. Penelitian ini menggunakan beberapa metode untuk pengumpulan data. Pertama observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap subjek yang akan diteliti. Kedua wawancara, yaitu dengan melakukan tanya jawab kepada subjek yang akan diteliti. Ketiga interprestasi, yaitu memberikan pendapat maupun pandangan tentang hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan. Setalah itu melakukan analisis dengan mendeskripsikan dan memaknai data yang telah diperoleh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan produk sepatu imitasi dari merek Converse merupakan akibat munculnya konsumerisme, yakni pola konsumsi yang tidak sesuai dengan makna dari konsumsi, namun lebih mengarah pada simbol atau tanda.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Rohman, Saifur. "Masih Adakah Lokalitas dalam Sastra Digital? Sebuah Kajian Estetika Lokal." REFEREN 2, no. 1 (2023): 9–33. http://dx.doi.org/10.22236/referen.v2i1.11628.

Full text
Abstract:
Makalah ini memfokuskan pada pelacakan bahasa ibu dalam eskrepsi estetis di Youtube, Instagram, Fanfiction Wattpad, dan Tiktok. Endraswara (2013) mendefinisikan “cybersastra” sebagai aktivitas sastra yang memanfaatkan internet. Selama dua dekade, terdapat dua gelombang sastra internet. Pertama memindahkan sastra cetak menjadi sastra digital. Semula karya sastra dimuat di koran atau buku, kini dimuat di laman sehingga praktik ini dapat disebut digitalisasi sastra cetak. Gelombang kedua, meninggalkan sejarah sastra cetak menuju sastra multimedia. Karya sastra ini memanfaatkan musik, video, desain grafis, serta tuturan pengarang. Sisa-sisa sastra cetak tidak lagi bisa dikenali seperti halaman Prancis, data buku, ISBN, maupun kota terbit. Sastra ini hanya bisa diperiksa melalui akun, alamat laman, dan media. Selain empat media sebagai objek kajian itu telah menjadi tren, secara objektif masing-masing usia program terapan itu relatif aktual dalam 10 tahun terakhir. Wattpad berdiri pada 2006 dengan jumlah 15 juta pengguna, 400 juta cerita dan diakuisi pada Januari 2021 oleh Naver Corporation, Instagram berdiri pada 2010, Tiktok didirikan pada 2016 dan 2019 sudah terdapat 500 pengguna aktif di seluruh dunia, dan Youtube berdiri pada 2005. Metode kajian adalah antropologi virtual, yakni sebuah eksperimen teoretis yang didasarkan pada disiplin antropologi di satu sisi dan realitas simulakrum di sisi lain. Hasilnya adalah sebuah gambaran bahasa ibu dari aspek sejarah, asal-usul, serta kultur manusia dan sastra virtual. Pertama, dari sisi genre teks, peran bahasa ibu menjadi bagian penting dalam genre sastra didaktik dan sastra populer. Kedua, secara naratif, selain lebih sering menggunakan sapaan “bro”, “guys”, yang berasal dari bahasa inggris, sapaan bahasa daerah digunakan sebagai bagian dari politik identitas. Ketiga, dalam tuturan naratif, logat bahasa daerah dimanfaatkan untuk menampilkan tokoh-tokoh yang polos atau naif. Hasil penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan leksikografi, ilmu sastra, serta antropologi postmodern.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Zilleßen, Dietrich. "Simulakra." Zeitschrift für Pädagogik und Theologie 51, no. 3 (1999): 215–20. http://dx.doi.org/10.1515/zpt-1999-510303.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Bradić, Stevan. "Nakon simulakruma: Zapad u Zapadnom svijetu." Filozofska istraživanja 40, no. 4 (2020): 745–68. http://dx.doi.org/10.21464/fi40406.

Full text
Abstract:
Kao netipičan proizvod masovne kulture, popularna serija Zapadni svijet (Westworld, 2016. – ) suočava nas sa složenim distopijskim narativom oblikovanim oko niza političkih problema značajnih za suvremeno društvo. Donosi nam pastiš američke povijesti u vidu istoimenog zabavnog parka na temu Divljeg zapada, predstavljenog u obliku simulakruma (J. Baudrillard, G. Deleuze). Kao slika bez uzora, ovaj park koristi mrežu označitelja prošlosti da bi uspostavio prostor za ostvarenje fantazija svojih gostiju, komodificirajući ono imaginarno i za vlasnike parka time stvarajući višak vrijednosti. Unutar parka nalaze se svjesni androidi koji izvršavaju sav rad neophodan za neometano funkcioniranje parka, no njihova svijest i rad nisu prepoznati i prihvaćeni. Zbog toga što se u strukturnom smislu nalaze u robovskoj poziciji u odnosu na ljude, u ovom ćemo radu seriju čitati kao političku alegoriju o dijalektici gospodara i roba (Hegel), uspostavljenu u srcu hiperrealnosti koja nagovještava mogućnost ponovnog povratka realnog. Ta se mogućnost zasniva na pobuni androida. Moja će analiza pokazati da, zahvaljujući modelu samosvijesti koji zastupa, ova serije ne može ispuniti ono što nagovještava.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Nor Hashim, Nor Shuradi. "Persembahan Teater Sebagai Sebuah Simulakra Tanda Melampaui Realiti." Journal of Creative Arts 1, no. 2 (2024): 82–94. https://doi.org/10.24191/jca.v1i2.3065.

Full text
Abstract:
Artikel ini mewacanakan persembahan teater pasca moden adalah merupakan sebuah simulakra yang membentuk tanda melampaui realiti di dalam sistem tanda teater. Fokus perbincangan artikel ini adalah menerangkan prinsip tanda realiti, tanda penyamaran, tanda melunturkan realiti dan tanda ekstrem yang bercampur aduk pada sistem tanda yang membentuk persembahan teater pasca moden sebagai sebuah simulakra. Dengan bersandarkan kepada kerangka teoretikal Baudrillard, maka artikel ini mewacanakan percampuran bentuk tanda realiti, tanda penyamaran, tanda meluntur realiti dan tanda ekstrem pada karya persembahan teater yang membentuk dirinya sebagai sebuah simulakra. Impak kepada artikel dapat menyediakan panduan kepada pemegang taruh untuk mengenalpasti bentuk karya teater pasca moden sebagai sebuah simulakra yang dinamik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Ule, Hironimus Djogo, Agustinus Naben, Maria Magdalena Odje, Kristina Nio, Hendrikus Uba Ama, and Maria Elfrida Lengu Dhua. "PERAN KEMAJUAN TEKNOLOGI DALAM PERTUNJUKAN MUSIK." Jurnal Citra Pendidikan 5, no. 1 (2025): 34–39. https://doi.org/10.38048/jcp.v5i1.5105.

Full text
Abstract:
Musik merupakan suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalu unsur -unsur musik yaitu irama,melodi,harmoni, bentuk dan struktur musik serta ekspresi sebagai satu Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja bentuk -bentuk penyebab matinya pertunjukan musik dilihat dari teori Simulakra dari Jean Paul Baudirllat serta bagaimana efek Simulakra terhadap pertunjukan musik.. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif serta menerapkan pendekatan sosiologi.Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi,seni menikmati musik melalui pertunjukan musik perlahan menggeser dan mulai hilang di gantikan dengan alat-alat atau instrumen simulakra seperti kaset,CD,VCD, youtuber,RBT,iTunes.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Nurhalizah, Siti Nurhalizah, Siti Jamilah, and Suhardi. "Hiperrealitas Simulakra Pengguna Instagram Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab Dan Dakwah IAIN Parepare." Journal of Media and Communication Studies 1, no. 2 (2022): 67–90. http://dx.doi.org/10.35905/jourmics.v1i2.3529.

Full text
Abstract:
Hiperrealitas simulakra merupakan gambaran runtuhnya realitas-realitas yang diambil alih oleh rekayasa model-model (citraan, halusinasi, simulasi) yang dianggap lebih nyata dari realitas itu sendiri sehingga perbedaan keduanya menjadi kabur sebagai konstruksi dalam media.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana bentuk hiperrealitas simulakra pengguna instagram dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perilaku hiperrealitas pada pengguna instagram Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Parepare. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif ialah sebuah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang, dan perilaku yang dapat diamati. Teknik yang digunakan berupa teknik pengumpulan data observasi dan dokumentasi. Observasi terhadap postingan yang bersifat hiperrealitas.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk hiperrealitas simulakra pengguna instagram mahasiswa Fakultas Ushuluddin, Adab dan Dakwah IAIN Parepare meliputi, mahasiswa merefleksikan realitas dasar (simulasi), menutupi dan memutarbalikkan realitas dasar (simulakra), menutupi ketiadaan realitas dasar (hiperrealitas), dan menunjukkan lenyapnya hubungan dengan kenyataan apapun dan apa yang ditampilkan. Hasil penelitian selanjutnya yaitu adanya faktor yang mempengaruhi terjadinya hiperrealitas berupa followers, engagements, dan variasi konten.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Oktavianingtyas, Irmawati, Alexander Seran, and Ridzki Rinanto Sigit. "Jean Baudrillard dan Pokok Pemikirannya." PROPAGANDA 1, no. 2 (2021): 113–21. http://dx.doi.org/10.37010/prop.v1i2.258.

Full text
Abstract:
Jean Baudrillard adalah seorang filsuf Perancis dan salah satu tokoh postmodern terkemuka. Beberapa pemikiran utamanya meliputi sign-value, simulakra, dan hiperrealitas. Pemikiran ini ditulis dalam karya awal Jean Baudrillard yang diterbitkan pada 1968 hingga 1981. Sedangkan karya lainnya yang diterbitkan setelah 1981 ditulis untuk memperkuat pemikiran awalnya. Artikel ini bertujuan untuk lebih mengenal Jean Baudrillard dan pemikiran utamanya, terutama pemikirannya mengenai sign-value, simulakra, dan hiperealitas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Himmah, Aliyatul. "MANIPULASI TANDA DALAM CERPEN “BERTENGKAR BERBISIK” KARYA M. KASIM: TINJAUAN SIMULAKRA JEAN BAUDRILLARD." ALAYASASTRA 16, no. 1 (2020): 23. http://dx.doi.org/10.36567/aly.v16i1.500.

Full text
Abstract:
ABSTRAKArtikel ini mengkaji cerpen “Bertengkar Berbisik” yang ditulis oleh M. Kasim dengan menerapkan konsep simulakra oleh Jean Baudrillard. Simulakra merupakan sebuah upaya untuk memanipulasi tanda agar makna yang dimanipulasi tersebut tampak nyata dan dianggap sebuah realitas sejati oleh masyarakat. Simulakra dicirikan dengan adanya dua hal, yakni hiperrealitas dan simulasi. Berdasarkan hal itu, ditemukan sebuah upaya manipulasi tanda yang dilakukan oleh tiga tokoh yang berperan sebagai musafir dalam cerpen. Motif yang dilakukan melalui tindakan ini adalah keinginan tiga tokoh akan kemudahan akses kepada kepala kampung agar mereka dapat diterima dengan baik. Semula hiperrealitas serta simulasi sebagai komponen dari simulakra, yang dibangun oleh ketiga tokoh ini bekerja dengan apik hingga mereka sendiri menghancurkan bangunan tersebut.Kata kunci: bertengkar berbisik, hiperrealitas, simulakra, manipulasi tanda, konsumsi ABSTRACTThis article examines “Bertengkar Berbisik” short story by M. Kasim applying the concept of simulcrum by Jean Baudrillard. Simulacrum is an attempt to manipulate a sign so that the manipulated meaning appears real and is considered a true reality by the community. Simulacrum is characterized by two components, hyperreality and simulation. Through this theory, it is seen that an attempt was made to manipulate the signs carried out by the three figures who acted as travelers in “Bertengkar Berbisik” short story. The motive carried out by the three figures is their desire to have easy access to the head of the village in order to be well accepted. In the beginning, hyperreality and simulation, as components of simulacrum, built by these three figures worked successfully. However, they temselves consciously destroy the building so that their manipulated sign is known by the society.Keywords: “Bertengkar Berbisik”, hyperreality, simulacrum, manipulation of signs, consumption
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Irnanningrat, Sang Nyoman Satria. "PERAN KEMAJUAN TEKNOLOGI DALAM PERTUNJUKAN MUSIK." INVENSI 2, no. 1 (2017): 1–8. http://dx.doi.org/10.24821/invensi.v2i1.1802.

Full text
Abstract:
Musik merupakan suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur musik serta ekspresi sebagai satu kesatuan. Salah satu cara penyampaian musik yaitu melalui pertunjukan musik. Namun, perkembangan teknologi membuat pertunjukan musik secara langsung menjadi semakin jarang diminati oleh para penikmat musik. Selain itu, media pertunjukan musik secara langsung juga menjadi kian sempit bagi para musisi karena fenomena keberalihan cara menikmati musik dari waktu ke waktu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa sajakah bentuk-bentuk penyebab matinya pertunjukan musik dilihat dari teori simulakra dari Jean Paul Baudrillard serta bagaimana efek Simulakra terhadap pertunjukan musik. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif serta menerapkan pendekatan sosiologi. Dalam penelitian ini penulis memperoleh dan mengumpulkan data dengan dua cara, yaitu pengumpulan data melalui internet dan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan teknologi, seni menikmati musik melalui pertunjukan musik perlahan bergeser dan mulai hilang digantikan dengan alat-alat atau instrumen simulakra seperti kaset, CD, VCD, Youtube, RBT, dan iTunes. Selanjutnya, simulakra juga membawa dampak yang signifikan terhadap matinya pertunjukan musik yaitu salah satunya adalah dehumanisasi atau suatu kondisi dimana manusia telah meninggalkan kodratnya sebagai manusia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Wandalibrata, Martua Pahalaning. "Simulakra Sebagai Pembentuk Realitas Palsu." Jurnal Ilmiah Cakrawarti 1, no. 2 (2020): 56–58. http://dx.doi.org/10.47532/jic.v1i2.17.

Full text
Abstract:
Berfilsafat berarti bergulat dengan masalah-masalah dasar manusia dan mem- bantu manusia untuk memecahkannya. Kenyataan ini tentu membawa filsafat pada pertanyaan-pertanyaan tentang tatanan masyarakat secara keseluruhan yang nota bene adalah juga bidang politik. Dan di situ biasanya filsafat muncul sebagai kritik. Da- lam usaha kritisnya ini, filsafat menuntut agar segala klaim atas hak untuk menata masyarakat dapat dipertanggungjawabkan dengan benar dan tidak membiarkan segala macam kekuasaan menjadi mapan begitu saja.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Milić, Novica. "Culture from simulation to simulacrum and back." Kultura, no. 170-171 (2021): 139–50. http://dx.doi.org/10.5937/kultura2171139m.

Full text
Abstract:
Reality show or Reality TV programme is a symptom of the new pairing of the metaphysic of the "two worlds" and the contemporary technology. To analyse it as a symptom - i.e. a set of related signs - we need to use semiology of the media, separating the key codes as sets of rules and protocols for signifying practices that produce such TV programmes. In the analysis, these codes, taken here in their minimal but most important numbers, are shown as also the codes which produce everyday circulation of our representations and discourses, and open up a series of new questions. For example, to what extent is the reality show an image of everyday life, is it a simulation (imitation, mimesis) of it, or is it a simulacrum, as a structure of signs, which is beyond the old opposition of a model and a copy? Or perhaps, what we witness is a turn in communication where everyday picture of the world becomes a simulation of this simulacrum, that is an imitation of a reality programme as a pairing of metaphysics and technology?
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Rosaliza, Mita. "HIPPERREALITAS, SIMULAKRA PADA RUANG SOSIAL ONLINE." Jurnal Ilmu Budaya 12, no. 1 (2015): 21–35. http://dx.doi.org/10.31849/jib.v12i1.1106.

Full text
Abstract:
The new social space among others, see from a formation of identities of the players according to the identity of a particular character or their role in the game, the formation. Gamer community is a new virtual community, and there is new informatif network among gamers. Online games have a significant influence on the lives of these players, where the reality is often found in the online space more real to them than the actual reality in everyday life. It was predicted to influence the behaviour of gamers in the real world, so in this research it will also be viewed online gaming influence on behaviour in the real world gamers. This study uses qualitative methods, case studies, in-depth interview technique, observation and secondary data. The data were collected inside and outside of "cyberspace" with involved observatio, where researchers followed individually in the online and offline to get a complate picture of their activities. The results of the research discovers and explains the reasons hiperreality in play, as the impact Hiperreality Addicted and Identity Conflicts in the real world and the world of cyberspace, all based on perceptions and experiences of the players. Thus it can be further identified the negative impact of these technologies in social life.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Rajagukguk, Tri Putra, and Kunto Sofianto. "SIMULAKRA HIPERREALITAS DAN REPRODUKSI TANDA GAME ONLINE-PUBG Studi Kasus Siswa Prosus Inten Jalan Aceh, Kota Bandung, Tahun 2019." Metahumaniora 10, no. 1 (2020): 118. http://dx.doi.org/10.24198/metahumaniora.v10i1.22239.

Full text
Abstract:
Tulisan ini bertujuan untuk memahami Simulakra, Hiperrealitas, dan Reproduksi Tanda Game Online-PUBG melalui studi siswa Prosus Inten Jalan Aceh, Kota Bandung Tahun 2019. Diketahui bahwa permainan daring ini begitu digandrungi anak-anak, remaja kemungkinan juga dewasa belakangan ini. Hal ini terjadi seiring dengan hadirnya produk-produk digital, gadget pintar (smartphone), yang menyediakan fitur-fitur gim canggih yang dimainkan secara online. Jean Baudrillard, Filsuf asal Perancis, sekaligus teoritikus kebudayaan Postmodern, membaca gejala sosial pengaruh dari produk digital era baru yang disebut sebagai masyarakat konsumer (the consumer society). Berdasarkan teori Baudrillard atas kritiknya terhadap pengaruh media dan teknologi terhadap perilaku manusia, yang dibahas dalam penelitian ini ada dua. Pertama, apa saja bentuk-bentuk simulakra, hiperrealitas, dan reproduksi pada Game Online-PUBG. Kedua, apa implikasinya terhadap produktivitas belajar siswa Prosus Inten Jalan Aceh Tahun 2019. Penelitian ini telah menyebabkan temuan penelitian bahwa bermain PUBG dimulai dari bentuk-bentuk simulacra dan kondisi hiperrealitas “kaburnya realitas asli” sehingga berimplikasi pada perilaku belajar siswa di Prosus Inten Jalan Aceh, Kota Bandung, Tahun 2019. Selanjutnya, ditemukan bahwa mereka mereproduksi tanda sehingga menciptakan identitas semu “virtual” sehingga menyebabkan krisis identitas, di mana identitas nyata hanyalah kisah masa lalu yang romantik, yang ada hanya identitas palsu dan semuanya hanyalah tanda yang bertalian dengan tanda yang lain.Keyword: Simulakra, Hiperrealitas, Reproduksi Tanda, PUBG, Prosus Inten
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Rajagukguk, Tri Putra, and Kunto Sofianto. "SIMULAKRA HIPERREALITAS DAN REPRODUKSI TANDA GAME ONLINE-PUBG Studi Kasus Siswa Prosus Inten Jalan Aceh, Kota Bandung, Tahun 2019." Metahumaniora 10, no. 1 (2020): 118. http://dx.doi.org/10.24198/mh.v10i1.22239.

Full text
Abstract:
Tulisan ini bertujuan untuk memahami Simulakra, Hiperrealitas, dan Reproduksi Tanda Game Online-PUBG melalui studi siswa Prosus Inten Jalan Aceh, Kota Bandung Tahun 2019. Diketahui bahwa permainan daring ini begitu digandrungi anak-anak, remaja kemungkinan juga dewasa belakangan ini. Hal ini terjadi seiring dengan hadirnya produk-produk digital, gadget pintar (smartphone), yang menyediakan fitur-fitur gim canggih yang dimainkan secara online. Jean Baudrillard, Filsuf asal Perancis, sekaligus teoritikus kebudayaan Postmodern, membaca gejala sosial pengaruh dari produk digital era baru yang disebut sebagai masyarakat konsumer (the consumer society). Berdasarkan teori Baudrillard atas kritiknya terhadap pengaruh media dan teknologi terhadap perilaku manusia, yang dibahas dalam penelitian ini ada dua. Pertama, apa saja bentuk-bentuk simulakra, hiperrealitas, dan reproduksi pada Game Online-PUBG. Kedua, apa implikasinya terhadap produktivitas belajar siswa Prosus Inten Jalan Aceh Tahun 2019. Penelitian ini telah menyebabkan temuan penelitian bahwa bermain PUBG dimulai dari bentuk-bentuk simulacra dan kondisi hiperrealitas “kaburnya realitas asli” sehingga berimplikasi pada perilaku belajar siswa di Prosus Inten Jalan Aceh, Kota Bandung, Tahun 2019. Selanjutnya, ditemukan bahwa mereka mereproduksi tanda sehingga menciptakan identitas semu “virtual” sehingga menyebabkan krisis identitas, di mana identitas nyata hanyalah kisah masa lalu yang romantik, yang ada hanya identitas palsu dan semuanya hanyalah tanda yang bertalian dengan tanda yang lain.Keyword: Simulakra, Hiperrealitas, Reproduksi Tanda, PUBG, Prosus Inten
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Sa'ad, Mukhlisin, Hasan Baharun, and Fera Ailinia Istifa. "Simulakra Bahasa Agama Da’i Milenial di Media “TikTok”." Jurnal Komunikasi Islam 10, no. 2 (2020): 235–55. http://dx.doi.org/10.15642/jki.2020.10.2.235-255.

Full text
Abstract:
The growing social media provides new communication patterns in current Islamic preaching (da’wah). This research focuses on religious language usage in the social media “Tiktok” application utilised by millennial da’i (proselytiser) in particular for da’wah purposes. This study applied a qualitative descriptive and phenomenological approach. The results showed that a simulation of religious languages used by da’i in Tiktok application has created multiple interpretations, wherein media users were invited to think critically in digesting chapter by chapter of the provided discussions, and some even lead to apostasy. Therefore, this article argued that religious language practiced in social media should meet the religious propagation ethics.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Naamy, Nazar. "RUNTUHNYA DUNIA SOSIAL DI ERA KOMUNIKASI MEDIA SIMULAKRA." KOMUNIKE 10, no. 1 (2018): 77–88. http://dx.doi.org/10.20414/jurkom.v10i1.559.

Full text
Abstract:
Contemporary century humans live in the chaotic ecstasy of communication, along with the disappearance of private space. Public space is no longer a spectacle and private space is no longer a secret. The difference between the inside and the outside is erased along with the ambiguous boundary between public space and private space. The most intimate life, now a life support for virtual media. The media that support contemporary human life today have an impact on simulacra that influences the mind as if the virtual world of the media is real without presenting original reality essentially and fnally simulacra can control humans by trapping them to believe that simulation is real and also to make humans dependent on simulation and can’t live without it. The world like this is a concept introduced by Jean Baudrillard which represents no longer the boundary between the real and the false, so that it impacts on the collapse of human social lifebecause it is no longer able to socialize due to the media. Human life will be divided into individuals who carry out activities that they unwittingly distance from each other, and result in a lack of close relations between the people directly. So at that time human social life experienced a collapse caused by the era of media communication simulcra.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Pranata, Adrianus Yoga. "Simulasi-Simulakra Pandemi Covid-19 dalam Media Youtube." KONSTELASI: Konvergensi Teknologi dan Sistem Informasi 3, no. 1 (2023): 217–30. http://dx.doi.org/10.24002/konstelasi.v3i1.7214.

Full text
Abstract:
Abstrak. Fokus utama dari penelitian ini adalah fenomena Pandemi Covid-19 sebagaimana terekam dalam media Youtube dalam kaitannya dengan hiperrealitas. Pertanyaan yang hendak dijawab adalah apakah pemberitaan tentang Pandemi Covid-19 yang tidak selaras dengan realitas merupakan ancaman disinformasi ataukah sebuah hiperrealitas? Ada enam fenomena yang hendak diamati, yaitu pemberitaan tentang Virus Corona di Wuhan, Covid-19 mulai masuk Indonesia, work from home, PPKM, vaksin pertama, dan lepas masker. Data yang diambil adalah transkrip video dan komentar-komentarnya. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan skrip Python dan R. Data yang terkumpul akan disusun dalam wordcloud. Kemudian data tersebut dibahas secara kualitatif dalam Kerangka Pemikiran Baudrillard tentang Simulasi-Simulakra. Hasil analisis menunjukkan bahwa pembahasan yang relevan mengenai disinformasi melalui media sudah kurang relevan lagi. Pandemi telah mentransformasi pola komunikasi di dalam masyarakat ke era digital. Dalam berbagai informasi melalui media digital, justru pesannya adalah media itu sendiri, bukan Covid-19. Dengan kata lain, cara penyampaian pesan secara virtual telah menjadi realitas baru, bukan hanya saluran.&#x0D; &#x0D; Abstract. The main focus of this research is the phenomenon of the Covid-19 pandemic as recorded on YouTube media related to hyperreality. The inquiry is whether reporting on the Covid-19 pandemic that is not aligned with reality is a threat of disinformation or a post-truth of hyperreality. There are six phenomena to be observed, reporting of the coronavirus in Wuhan, Covid-19 entering Indonesia, work from home, PPKM, the first vaccine, and unmasking. The data collected includes video transcripts and comments, gathered using Python and R scripts. The collected data will be organized into a wordcloud and then qualitatively analyzed within the framework of Baudrillard's Simulacra-Simulation. The results of the analysis indicate that relevant discussions about disinformation through media are no longer relevant. The pandemic has transformed communication patterns within society into the digital era. In various digital media, the message conveyed is about the media itself, not Covid-19. In other words, the way messages are conveyed virtually has created a new reality, not just a channel.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Hagijanto, Andrian Dektisa. "Museum Reenactor Arek Ngalam: Simulakra Sejarah Perjuangan Menuju Nasionalisme." Nirmana 22, no. 2 (2022): 115–28. http://dx.doi.org/10.9744/nirmana.22.2.115-128.

Full text
Abstract:
Belajar sejarah perjuangan bangsa secara konvensional dilakukan dengan membaca buku teks yang cenderung membosankan dan menghafal. Seiring perkembangan teknologi media dan kecenderungan interaksional, kebiasaan itu diubah salah satunya oleh kelompok reenactor dari kota Malang yang populer dengan nama Reenactor Arek Ngalam dengan mendirikan museum mandiri, menciptakan replika tiruan-tiruan kostum serdadu, alat-alat perang yang dibuat sendiri namun otentik. Aktivitas yang melibatkan Museum Brawijaya Malang. Ini menjadi hal yang menarik untuk diteliti yang dimaknai sebagai simulasi yang disimulasikan kembali. Simulakra tiruan kostum, replika senjata dan kejadian peperangan menjadi aktivitas serius. Hal itu menjadi ungkapan ekspresi nasionalisme dan sikap apresiatifnya atas sejarah perjuangan bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Penelitian ini menggunakan cara kualitatif dengan metode pengumpulan data studi pustaka, observasi lapangan dan wawancara. Unit analisis data menggunakan deskriptif 5W1H dengan menggunakan cara pandang dalam budaya visual yang berkelindan dengan teori hiperealitas-hipersemiotika dan simulakra.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Sofhie Nissaul Zahra and Gati Dwi Yuliana. "The Hiperrealitas K-Popers Terhadap Original Character Role Player (OCRP) Fanfiction di Twitter." Jurnal Publish (Basic and Applied Research Publication on Communications) 1, no. 2 (2022): 124–40. http://dx.doi.org/10.35814/publish.v1i2.4218.

Full text
Abstract:
Fanfiction dibuat sebagai bentuk dukungan dan karya imajinasi kreatif dari penggemar dengan karakter yang berasal dari TV, film, animasi, hingga grup penyanyi. Fanfiction berjenis alternate universe penggemar dapat membuat dan mengubah karakter, latar belakang, dan alur cerita sesuai keinginan mereka yang saat ini berkembang di Twitter dengan tambahan format seperti fake chat. Fanfiction tidak hanya menggunakan visualisasi dari identitas asli contohnya yaitu idol K-Pop agar mendukung penciptaan sehingga karakter terlihat nyata dan hidup, namun saat ini karakter fiksi tersebut juga dibuat akun original character roleplayer atau akun karakter fiksi. Penciptaan simulasi dari fanfiction, membentuk simulakra di mana realitas asli terganti dengan realitas semu yang dianggap asli. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penciptaan hiperrealitas K-Popers terhadap original karakter fanfiction di Twitter. Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis, dengan penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara dan observasi, selain itu menggunakan teknik analisis model Miles dan Huberman. Hasil penelitian ini adalah peneliti dapat mengetahui bagaimana proses penciptaan dapat terjadi hiperrealitas pada K-Popers terhadap akun original character role player fanfiction di Twitter. Penciptaan simulasi fanfiction AU Awas Papa Galak dapat membentuk simulakra dengan hadirnya akun karakter fiksi yang berinteraksi dengan pembaca di Twitter, hal tersebut membuat realitas asli terganti dengan realitas semu yang dianggap asli, sehingga para pembaca melihat realitas asli sebagai realitas semu. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui proses terbentuknya simulasi dan simulakra dalam fanfiction yang diciptakan di ruang Twitter, pembaca tetap dapat membedakan dan memposisikan mana realitas asli dan realitas semu.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Vaget, Hans Rudolf, and Bernhard J. Dotzler. "Der Hochstapler: Thomas Mann und die Simulakren der Literatur." German Studies Review 16, no. 3 (1993): 575. http://dx.doi.org/10.2307/1432181.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Park, Johanes. "Bakuman Sebagai Simulakra Industri Komik Bagi Komikus di Indonesia." Ultimart: Jurnal Komunikasi Visual 15, no. 2 (2022): 208–18. http://dx.doi.org/10.31937/ultimart.v15i2.2677.

Full text
Abstract:
Bakuman adalah sebuah manga yang menceritakan 2 karakter utama bernama Moritaka Mashiro dan Akito Takagi yang bercita – cita menjadi mangaka dan penulis terkenal. Dalam manga Bakuman, perjalanan karir kedua karakter utama dari amatir sampai menjadi profesional diulas secara menarik sehingga menggugah pembaca untuk ikut menjadi mangaka (komikus). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh manga Bakuman sebagai sebuah simulakra industri komik di Indonesia. Partisipan yang dipilih untuk mengetahui pengaruh manga Bakuman adalah 100 orang komikus digital di Indonesia (66 pria, 34 perempuan) yang berusia 19 sampai 39 tahun. Para komikus digital diajak untuk mengisi sebuah kuesioner yang disebarkan melalui sosial media. Partisipan komikus digital di Indonesia didapatkan melalui penelusuran komunitas komikus di sosial media dan daftar komikus resmi di LINE Webtoon serta Ciayo Comics. Pertanyaan yang ada di dalam kuesioner didasarkan dari analisis teks dengan takarannya melalui teori AIDA. Analisis teks mengacu kepada sikap karakter utama, standar kualitas karya yang dihasilkan, pencapaian yang diraih karakter utama, pola kerja komikus,dan keadaan industri yang ada di dalam manga Bakuman. Dari penelitian ini terlihat bahwa setelah membaca manga Bakuman, para pembacanya tergerak untuk menjadi komikus dengan membuat dan menerbitkan komik di Indonesia. Para komikus digital di Indonesia terbukti cukup terinspirasi membuat komik dari manga Bakuman sehingga bayangan keadaan ideal dari kultur komik Indonesia juga mengacu pada keadaan yang ada di dalam manga Bakuman. &#x0D; Kata Kunci: manga; bakuman; komikus; indonesia; simulakra; media
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Purwanti, Silviana. "Melihat Dunia dengan Simulakra (Mengkaji Baudrillard dan Masyarakat Konsumsi)." Jurnal Komunikatif 11, no. 2 (2022): 220–30. http://dx.doi.org/10.33508/jk.v11i2.4328.

Full text
Abstract:
This paper is a literature review that elaborates Baudrillard's thoughts on Simulacra in Consumption Society which can be used as a study in understanding the phenomenon of consumption society today and in the future. Basically, according to Baudrillard, consumption in its process can be analyzed in two basic perspectives, namely: as a process of meaning and communication based on rules (code), where consumption practices appear and receive their meaning. Here, consumption is a language-appropriate system of exchange. Second, as a process of social classification and differentiation, this time defines objects/signs not only as significant differences in one code, but as values (rules) that are appropriate in a hierarchy. Consumption can be the subject of strategic power-determining discourse here, especially in the distribution of values that follow rules (except in relation to other social signals: knowledge, power, culture, etc.). In other words, Baudrillard's theory is able to connect the dynamics of consumption society with self-actualization and social needs.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Srinarwati, Dwi Retnani. "Proses simulasi- simulakra-hiperealitas dalam majelis taklim jn Surabaya." Jurnal Komunikasi Profesional 6, no. 5 (2022): 503–15. http://dx.doi.org/10.25139/jkp.v6i5.4975.

Full text
Abstract:
The Taklim Council carries out a series of activities that are believed to be a way to emigrate, change, and transform in order to improve themselves by getting closer to the Creator. By attending one of the recitations at the JN Surabaya Taklim Council, the congregation also participated in the transformation. The purpose of this study was to determine the simulacra-simulation-hypereality process in the JN Surabaya Taklim Council. This study uses a descriptive qualitative approach that describes the process that researchers use to interpret the activities of the JN Surabaya Taklim Council and see the activities (events) from various angles. The results of this study indicate that the process of simulating the JN Surabaya Taklim Council has produced a new meaning for the congregation towards the Taklim Council itself, namely the meaning of Real value and Exit Value.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Shofwan, Teuku Ade Nur. "SIMULAKRA PADA FOTO IKLAN BANK DANAMON KARYA ANDRY DILINDRA." Jurnal Kajian Seni 9, no. 2 (2023): 213. http://dx.doi.org/10.22146/jksks.73999.

Full text
Abstract:
Perkembangan teknologi fotografi terus memainkan perannya dalam merepresentasikan perubahan dan dapat berfungsi sebagai kendaraan komunikasi massa dan propaganda. Karakteristik dari medium seni dua dimensi ini juga dapat dipergunakan dalam berbagai hal, salah satunya pada dunia periklanan. Iklan merupakan representasi dari segudang pengalaman emosional yang pernah manusia alami, juga bentuk lain dari sebuah penggambaran harapan. Psikologi harapan dan emosional adalah senjata utama yang setiap hari menyerang masyarakat dari berbagai sisi kehidupan ekonomi kapitalistik. Akibatnya, iklan menjadi semacam katarsis di tengah himpitan kebutuhan yang terus meningkat. Baudrillard memandang sistem objek konsumen dan sistem komunikasi pada dasar periklanan, adalah sebagai pembentukan ‘sebuah kode signifikansi,’ yang mengontrol objek dan individu di tengah masyarakat. Kode tersebut dapat dianalisis melalui studi kasus pada seri iklan Bank Danamon yang merupakan karya fotografer iklan bernama Andry Dilindra. Pada iklan tersebut seolah-olah menawarkan kemudahan, namun pada sisi lain, juga merupakan gambaran kondisi pelipatan ruang-waktu yang dapat bermanifestasi menjadi pelipatan gaya hidup dalam kehidupan sosial. Pelipatan ruang-waktu yang ditunjukkan pada iklan ini menjadi sebuah ekstasi bagi manusia yang menjadikan dirinya dikuasai eskalasi dan berada dalam proses perputaran di luar kontrol yang kehilangan kebermaknaan dan esensi. Ia merupakan kode signifikansi yang mencengkram dunia sosial dan mencapai tahap fraktal dimana kondisi manusia tidak lagi dapat mendeteksi perbedaan antara yang nyata dan imajiner atau menciptakan dunia yang disebut Baudrillard sebagai ekstasis. Semuanya hanya hiperrealitas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Rajagukguk, Ivana Chrisnauli Zevania. "Copysites: Persepsi Wisatawan Mengenai Reproduksi Simulakra di Petite France." Jurnal Nasional Pariwisata 13, no. 1 (2023): 94. https://doi.org/10.22146/jnp.83917.

Full text
Abstract:
This study discusses simulacra reproduction at copysites, Petite France in Gapyeong, South Korea. Simulacra means a copy of a non-existent reality. Petite France was chosen because it is the only theme park with a French countryside vibe and combines pop art from The Little Prince, a french famous literature. France, the country that is most romanticized by tourists, making Korean and foreign tourists both those who have been to France and those who have not been interested in visiting Petite France to see how South Korea visualizes France. The theoretical basis for simulacra in this study is based on the research of Gravari-Barbas (2019) and Fangnan (2017). The method used in this study was semi-structured interviews with fourteen Korean tourists and seven foreign tourists visiting Petite France. The results of the study show that tourists do not care about the historical origins and cultural authenticity of the attractions and architecture in Petite France. It is known that their reason for visiting is for fun, entertainment, and to get a unique and different yet familiar experience through their lives. Petite France as copysites is the result of simulacra because it doesn't really imitate a real place in France, but creates a new French village in Korea and unify The Little Prince literature to add tourist’s experiences.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Agus Siswadi, Gede. "HIPERREALITAS DI MEDIA SOSIAL DALAM PERSPEKTIF SIMULAKRA JEAN BAUDRILLARD." Dharmasmrti: Jurnal Ilmu Agama dan Kebudayaan 22, no. 1 (2022): 9–18. https://doi.org/10.32795/ds.v22i1.2749.

Full text
Abstract:
Foto prewedding menjadi sebuah keseharusan dalam melaksanakan pernikahan. Berbagai jenis pose prewedding yang ditampilkan di media sosial mencerminkan pada prinsipnya merupakan simbol kebahagiaan, romantisme pasangan yang hendak menyelenggarakan pernikahan. Namun, citra yang ditampilkan secara berlebihan menimbulkan sebuah budaya yang hiperrealitas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Adapun hasil dari penelitian ini adalah 1) Trend foto prewedding di Bali merupakan fenomena kebudayaan masa kini, serta menimbulkan citra yang hiperrealitas. 2) Bentuk hiperrealitas pada fenomena trend foto prewedding ini dapat dilihat dari hasil yang memberikan kesan sebuah kemewahan, kebahagiaan, romantisme, yang belum tentu realitasnya seperti itu. 3) Trend foto prewedding di Bali yang ditampilkan di media sosial sejalan dengan teori simulakra yang diungkapkan oleh Jean Baudrillard, bahwa dalam foto prewedding lebih mementingkan rmakna secara visual daripada sesuai denga realitas aslinya, serta foto prewedding merupakan sebuah citra material (simulasi) serta membentuk sebuah budaya hiperrealitas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Widiyanti, Dhyani. "Narsisme Perempuan Urban melalui Simulakra Perhiasan di Media Sosial sebagai Bentuk Endorsement." Ars: Jurnal Seni Rupa dan Desain 25, no. 2 (2022): 129–34. http://dx.doi.org/10.24821/ars.v25i2.5553.

Full text
Abstract:
Kehadiran media sosial yang semakin marak telah membuat fungsinya tidak lagi sebatas media untuk bersosialisasi, tetapi juga untuk hal-hal lain seperti media promosi, komersialisasi, dan bahkan pembentukan citra diri. Hal ini dapat dilihat melalui fenomena munculnya berbagai bentuk dukungan atau endorsement dari produk-produk tertentu terhadap orang atau akun yang dianggap terkenal atau punya pengaruh di publik sebagai bagian dari strategi promosi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa observasi terhadap konten perempuan urban yang menggunakan media sosial untuk memamerkan produk perhiasan yang melakukan endorsement dan studi literatur terhadap konsep narsisme dan simulakra. Hasil penelitian ini menunjukkan produk perhiasan melakukan endorsement terhadap perempuan urban dengan perilaku narsisme karena pertama, memfasilitasi kebutuhan perempuan urban untuk bereksistensi atau mendapat pengakuan, dan yang kedua, perilaku narsisme di era media sosial menjadi menarik untuk dikomodifikasi dan jadi konsumsi publik. Simulakra di sini ditunjukkan melalui penggunaan media sosial yang tidak lagi menjadi simulasi terhadap suatu realitas, melainkan justru mengkonstruksi realitas baru. Artinya, apa yang ditampilkan di media sosial bukanlah simulasi realitas dari apa itu perempuan urban, tetapi konstruksi realitas baru tentang perempuan urban.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Kumalasari, Dita, Isna Fitrotul Kamila, and Nazwa Reina Salsabila. "Peran Simulakra dalam Pembentukan Realitas: Konstruksi Dunia Permainan Roleplaying dan Dampaknya terhadap Identitas Individu." Arus Jurnal Sosial dan Humaniora 4, no. 1 (2024): 299–307. http://dx.doi.org/10.57250/ajsh.v4i1.388.

Full text
Abstract:
Di era digital saat ini, permainan roleplaying (RP) telah berkembang pesat dan menjadi bagian integral dari budaya populer. Permainan RP tidak hanya menawarkan hiburan, tetapi juga menciptakan ruang di mana pemain dapat mengeksplorasi identitas alternatif. Konsep simulakra yang diperkenalkan oleh Jean Baudrillard, yang menggambarkan bagaimana representasi menggantikan realitas dengan tanda-tanda yang tidak memiliki referensi pada dunia nyata, memberikan wawasan tentang bagaimana permainan RPG membentuk persepsi pemain terhadap identitas dan realitas. Penelitian ini mengkaji peran simulakra dalam pembentukan realitas dalam RP dan dampaknya terhadap identitas individu. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan purposive sampling, penelitian ini mengeksplorasi bagaimana pemain membangun dan berinteraksi dengan identitas dalam permainan. Temuan menunjukkan bahwa pemain sering mengalami hyperreality, di mana batas antara dunia nyata dan dunia permainan menjadi kabur, mengakibatkan keterhubungan yang lebih mendalam dengan karakter dalam permainan dibandingkan dengan identitas di dunia nyata. Penelitian ini juga menyoroti dampak sosial yang signifikan dari interaksi dalam permainan, yang memperkuat identitas yang dibangun dalam lingkungan RP. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman yang lebih mendalam tentang dinamika psikologis dan sosial dari pembentukan identitas dalam konteks permainan digital.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Furqan, Rizky Amelya, Selfi Mahat Putri, and Armini Arbain. "Sulawesi’s Local Culture on Puya ke Puya and Natisha Persembahan Terakhir Novel: Simulacra Process." SUAR BETANG 18, no. 2 (2023): 291–304. http://dx.doi.org/10.26499/surbet.v18i2.14674.

Full text
Abstract:
The influence of developments over time has caused traditions and culture in society to begin to be marginalized because they are considered unreasonable or pre-logical. However, currently many parties are starting to revive the tradition, including the government through tourism and involving writers. Apart from that, writers also express traditions through literary works. This can be seen in the novels Puya ke Puya and Natisha Persembahan Terakhir. The traditions described are people's beliefs about the rambu solo and parakang ceremonies. However, the traditions depicted have been influenced by developments over time so that the traditions depicted are no longer traditions that are believed to be considered sacred like previous societies. Therefore, we can see the depiction of the existence of a tradition through a literary work. The research method used is the literary anthropology approach which discusses the relationship between literature, anthropology and culture. This research aims to see how traditions and culture exist in literary works. The result of this research is that there is a simulakra process of Sulawesi culture in the literary works of the two authors. Apart from that, there is criticism conveyed by the author towards the culture that develops through the response of society as depicted in the characters. Thus, it can be concluded that the culture presented in literary works through the simulakra process does not just introduce culture, but also criticizes society's response to cultural developments. Abstrak Pengaruh perkembangan zaman menyebabkan tradisi dan budaya yang ada di dalam masyarakat mulai dimarginalkan karena dianggap tidak masuk di akal atau bersifat pralogis. Namun, saat ini banyak pihak mulai menyuarakan kembali tradisi, di antaranya pemerintah melalui pariwisata dengan melibatkan sastrawan. Selain itu, sastrawan juga menyuarakan tradisi melalui karya sastra. Hal itu terlihat dalam novel Puya ke Puya dan Natisha Persembahan Terakhir. Tradisi yang digambarkan adalah kepercayaan masyarakat tentang upacara rambu solo dan parakang. Namun, tradisi yang digambarkan telah dipengaruhi oleh perkembangan zaman sehingga bukan lagi merupakan tradisi yang dipercaya dan dianggap sakral seperti anggapan masyarakat sebelumnya. Oleh karena itu, dapat dilihat penggambaran eksistensi sebuah tradisi melalui sebuah karya sastra. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan antropologi sastra yang membahas keterkaitan sastra, antropologi, dan budaya. Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana tradisi dan budaya yang ada dalam karya sastra. Hasil penelitian menunjukkan adanya proses simulakra kebudayaan Sulawesi dalam karya sastra kedua pengarang. Selain itu, terdapat kritik yang disampaikan pengarang terhadap kebudayaan yang berkembang melalui respons masyarakat yang tergambar dalam tokoh. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kebudayaan yang dihadirkan dalam karya sastra melalui proses simulakra tidak sekadar memperkenalkan kebudayaan, tetapi juga mengkritisi respons masyarakat terhadap perkembangan kebudayaan tersebut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

In, Seongki. "Zur Ästhetik der kulturindustriellen Simulakren in den deutschen Pop-Romanen." Deutsche Sprach- und Literaturwissenschaft 26, no. 2 (2018): 111–34. http://dx.doi.org/10.24830/kgd.26.2.6.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Fadillah, Dani. "HYPER REALITAS SIMULAKRA TAGAR #2019GANTIPRESIDEN DALAM PEMILIHAN PRESIDEN INDONESIA 2019." Profetik: Jurnal Komunikasi 12, no. 2 (2020): 249. http://dx.doi.org/10.14421/pjk.v12i2.1669.

Full text
Abstract:
This paper is aim to describe how a hashtag appearing in the dynamics of communication on social media is capable of creating a very massive mass movement in the real world. As well as troublesome rulers and authorities to set it up Because it considered a political charge that is in the hashtag could potentially provide a surge of turmoil that is great for the holder of the status quo of the political power of the homeland. By the election of the President of the Republic of Indonesia 2019 was presented with a viral hashtag on social media, the hashtags that were first administered twitted by prosperous Justice Party (Partai Keadilan Sejahtera) politician Mardani Ali Sera, raised the spirit of the masses The number is not minimal not to elect the general election which took place in April 2019. Even until the polls have done, the hashtag still has strong political magic to unite the opposition forces because the reunited was elected to become President of the Republic of Indonesia until 2022. This paper contains the results of qualitative research by making the idea of Jean Baudrillad about Simulacra, simulation, and artificial Phenomenon as his analysis knife. Here the author collects various literary sources in the different news media coverage of the hashtag #2019GantiPresiden then conduct a study of the messages that have a variety of information given to the hashtag Using the turbulent analytical knife of Jean Baudrillad above. Finally, the conclusion of this paper is necessary to fight massive efforts to resist the enormous surge of hashtags #2019GantiPresiden in the homeland in a variety of ways so that the focus is not more significant and to discuss the interests of Political authorities.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Vučak, Igor. "Georges Bataille i radikalna umjetnost performansa: filozofija transgresije u performansu Ritam 0 (1974.) Marine Abramović." Život umjetnosti, no. 106 (November 30, 2020): 68–81. http://dx.doi.org/10.31664/zu.2020.106.05.

Full text
Abstract:
Unatoč savremenom shvatanju koncepta transgresije koji u postmoderno doba nerijetko ulazi u sfere simulakruma i mas-medijske realnosti, u ovom tekstu stavljen je fokus na filozofiju francuskog mislioca Georgesa Bataillea (1897.–1962.), kao relevantan teoretski okvir za razumijevanje transgresivnih, nasilnih i ritualističkih praksi radikalne umjetnosti performansa od 70-ih godina pa naovamo. Kroz teoretsko dekodiranje performansa Ritam 0 (Rhythm 0) Marine Abramović, nastoji se propitati na koji način Batailleova filozofija—sa posebnim naglaskom na pojmovima transgresije, komunikacije, žrtve, suverenosti, „unutrašnjeg iskustva“, metafizičke rane, erotizma i svetog—korespondira sa ekstremnim praksama i ritualističkim elementima nasilne umjetnosti performansa, a u širem kontekstu formiranja nove „estetike transgresije“ upisane u tijelo umjetnika kao društveni tekst, mjesto otpora, žrtveni mediji kanal za regeneriranje kolektivnog iskustva svetog.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Ott, Christine. "Narziss Bei Petrarca und Bei Marino Von der Verführung durch Bilder zur Ästhetik des Simulakrums." Philosophia Naturalis 49, no. 2 (2012): 32–53. http://dx.doi.org/10.3196/003180212805282044.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Ott, Christine. "Narziss bei Petrarca und bei Marino Von der Verführung durch Bilder zur Ästhetik des Simulakrums." Romanische Forschungen 125, no. 1 (2013): 32–53. http://dx.doi.org/10.3196/003581213805393432.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Šola, Ivica. "Papa Franjo, medijski i doktrinarni revolucionar? Između medijske percepcije i zbilje." Crkva u svijetu 57, Suppl. 1 (2022): 110–22. http://dx.doi.org/10.34075/cs.57.s1.4.

Full text
Abstract:
Zbog progrediranja svijeta kao simulakruma, kao kopije za koju ne postoji original, u Francuskoj se rodila ideja za jedan novi medijski proizvod. Radi se o bivšim novinarima Libérationa koji su željeli utemeljiti novi tip novinarstva i nazvali ga slow journalism. On kreće „u rat” protiv „vijesti bez memorije”, vijesti koje konzumiramo, ali ih ne promišljamo, ne produbljujemo, ne analiziramo, pa, u krajnjem smislu, i ne razumijemo, ma koliko se činile jasnima i preciznima. Na tom tragu u ovom radu propitujemo medijske izjave i geste pape Franje u kontekstu „vijesti bez memorije”, nastojeći vidjeti je li to što papa Franjo govori ili čini, od pitanja homoseksualaca, brige za sirotinju, pastorala rastavljenih i ponovno vjenčanih, odnosa prema medijima te drugih tema, nešto „revolucionarno” i „novo”, što njegovi prethodnici nisu na svoj način činili i govorili.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Yanto, Andri, and Faidatul Hikmah. "Fenomena Centang Biru Instagram: Analisis Masyarakat Konsumsi dalam Perspektif Simulakra Jean Baudrillard." Jurnal Humaya: Jurnal Hukum, Humaniora, Masyarakat, dan Budaya 3, no. 2 (2023): 163–74. http://dx.doi.org/10.33830/humaya.v3i2.6236.

Full text
Abstract:
Penelitian ini menelisik fenomena “centang biru” di Instagram dari perspektif simulakra yang dikemukakan oleh filsuf Perancis Jean Baudrillard. Fenomena centang biru menandakan keaslian sebuah akun dan telah menciptakan dampak yang signifikan dalam masyarakat konsumen saat ini. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam dengan beberapa pengguna Instagram yang memiliki akun centang biru, serta analisis konten dan interaksi dalam platform. Wawancara mendalam memberikan kesempatan kepada partisipan untuk mendiskusikan secara terbuka persepsi mereka tentang fenomena centang biru, alasan menginginkannya, dan bagaimana hal tersebut berkaitan dengan citra dan status sosial mereka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fenomena centang biru di Instagram merefleksikan bagaimana masyarakat konsumen terlibat dalam proses simulakra. Para partisipan menyatakan bahwa mereka menganggap centang biru sebagai simbol prestise dan status sosial di dunia maya. Banyak dari mereka yang mengasosiasikan kesuksesan dan popularitas melalui centang biru, meskipun pada awalnya tujuan utama dari fitur ini adalah untuk memverifikasi keaslian akun publik. Penelitian ini juga menemukan bahwa fenomena centang biru berkaitan dengan presentasi diri di media sosial. Para partisipan menyatakan bahwa mereka cenderung memanipulasi citra mereka untuk menciptakan representasi diri yang diinginkan di depan para pengikut dan audiens mereka. Penelitian ini menyimpulkan bahwa fenomena centang biru di Instagram mencerminkan kecenderungan masyarakat konsumen yang lebih mengutamakan representasi dan citra diri ketimbang realitas. Penelitian ini memberikan wawasan yang mendalam dan pemahaman yang lebih komprehensif mengenai persepsi dan pengalaman individu terkait fenomena sosial di era media sosial yang semakin dominan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!