To see the other types of publications on this topic, follow the link: Skala VAS.

Journal articles on the topic 'Skala VAS'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Skala VAS.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Faiz, Kashif Waqar. "VAS – visuell analog skala." Tidsskrift for Den norske legeforening 134, no. 3 (2014): 323. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.13.1145.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Kolflaath, Jan. "Re: VAS – visuell analog skala." Tidsskrift for Den norske legeforening 134, no. 10 (2014): 1019. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.14.0566.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Tyrdal, Stein, and Johan Ræder. "Re: VAS – visuell analog skala." Tidsskrift for Den norske legeforening 135, no. 7 (2015): 628. http://dx.doi.org/10.4045/tidsskr.15.0372.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Nugroho, Heryanto Adi, and Sunarsih Sunarsih. "Terapi kompres hangat untuk menurunkan nyeri sendi pada lansia." Holistic Nursing Care Approach 2, no. 1 (January 29, 2022): 35. http://dx.doi.org/10.26714/hnca.v2i1.9214.

Full text
Abstract:
Salah satu masalah fisiologis yang sering dialami oleh lansia adalah penya kit sendi. Penyakit sendi merupakan gangguan nyeri pada persendian yang disertai kekakuan,merah,dan pembengkakan yang bukan disebabkan karena benturan/ kecelakaan. Tujuan dari karya ilmiah ini adalah menerapkan terapi kompres hangat untuk menurunankan nyeri sendi pada lansia. Metode penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang mengambil 2 subyek lansia dengan keluhan nyeri sendi skala sedang yaitu nyeri skala VAS 4 sampai skala VAS 6. Intervensi keperawatan kedua subjek studi kasus dengan memberikan terapi kompres hangat mengunakan buli – buli yang diisi air hangat dengan suhu 40 – 42 derajat celcius selama 20 – 30 menit . Setelah dilakukan kompres hangat kemudian dilakukan evaluasi pengukuran skala nyeri dengan pengukuran skala nyeri VAS. Hasil yang didapatkan adalah adanya penurunan nyeri subjek 1 sebanyak 2 skala dan subjek 2 sebanyak 3 skala. Rata - rata penurunan skala nyeri kedua subjek studi adalah 2,5 setelah diberikan terapi kompres hangat. Kesimpulanya adalah pemberian terapi kompres hangat terbukti efektif dalam menurunkan nyeri sendi pada lansia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Merdekawati, Diah, Dasuki Dasuki, and Heny Melany. "Perbandingan Validitas Skala Ukur Nyeri VAS dan NRS Terhadap Penilaian Nyeri di IGD RSUD Raden Mattaher Jambi." Riset Informasi Kesehatan 7, no. 2 (January 24, 2019): 114. http://dx.doi.org/10.30644/rik.v7i2.168.

Full text
Abstract:
Latar belakang : Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri merupakan salah satu sebab utama mengapa seseorang mengunjungi IGD. Pelayanan gawat darurat dikatakan terlambat apabila pelayanan terhadap pasien gawat dan atau darurat dilayani oleh petugas IGD rumah sakit > 15 menit, maka diperlukan kecepatan dan ketepatan dalam melakukan pengkajian nyeri di IGD. Terdapat berbagai jenis alat untuk mengukur intensitas nyeri di IGD Rumah Sakit diantaranya yang paling sering digunakan yaitu VAS dan NRS. Metode : Jenis penelitian ini adalah kuantittif dengan desain penelitian studi perbandingan. Pengambilan samel dengan accidental sampling. Pengumpulan data dilaksanakan di IGD tanggal 03 Juni sampai 16 Juni 2017 kemudian didapat sebanyak 76 responden dengan keluhan nyeri, uji yang digunakan yaitu uji kappa untuk melihat perbedaan skala ukur nyeri VAS dan NRS, kemudian uji sensitivitas, spesifitas dan akurasi untuk melihat skala ukur nyeri yang lebih baik digunakan . Hasil : Analisis univariat nyeri responden dengan menggunakan skala VAS banyak yang nyeri sedang 41 orang, NRS lebih banyak yang nyeri berat yaitu 37 orang. Analisis bivariat menggunakan uji kappa dengan p-value (0,00) < α (0,05), sensitivitas VAS (85,4%), NRS (93%), spesifitas VAS (45,9%), NRS (31,7%), akurasi VAS (50%), NRS (50%) Kesimpulan : NRS lebih baik digunakan sebagai alat ukur untuk menilai nyeri dikarenakan nilai sensitivnya lebih besar dari skala ukur nyeri VAS. Kata kunci : NRS, VAS, Nyeri
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Kottner, Schröer, and Tannen. "Evaluation der Glamorgan-Skala in einer pädiatrischen Intensivstation: Übereinstimmungen und Reliabilität." Pflege 25, no. 6 (December 1, 2012): 459–67. http://dx.doi.org/10.1024/1012-5302/a000247.

Full text
Abstract:
Die Glamorgan-Skala ist eine Dekubitusrisikoskala für Kinder, die auf der Grundlage einer empirischen Datenerhebung entwickelt wurde. Sie wurde für die Anwendung in einem Berliner Krankenhaus ins Deutsche übersetzt. Testtheoretische Gütekriterien der Einschätzungen basierend auf der Glamorgan-Skala im deutschsprachigen pädiatrischen Intensivsetting sind unbekannt. In der vorliegenden Studie wurde das Dekubitusrisiko von 20 intensivmedizinisch betreuten Kindern von insgesamt 24 Pflegekräften unabhängig voneinander mit der Glamorgan-Skala und subjektiv mit einer Visuellen Analogskala (VAS) eingeschätzt. Als Maße der Interraterreliabilität wurden Kappa- und Intraklassenkorrelationskoeffizienten (ICC) berechnet. Die Kappa-Koeffizienten der Itemwerte schwankten zwischen 0,21 bis 0,69. Die Interraterreliabilität für die Werte des Items «Mobilität» war null. Der ICC der Glamorgan-Skalasummenwerte betrug 0,43 (95%-KI: 0,16 - 0,69), der ICC der VAS lag bei 0,34 (95%-KI: 0,01 - 0,67). Die Korrelation zwischen Glamorgan-Skalasummenwerten und den VAS-Werten betrug 0,78. Die Ergebnisse deuten auf relativ hohe Fehleranteile der Risikowerte im untersuchten intensivmedizinischen Setting hin. Glamorgan-Skalasummen- und Itemwerte leisten keinen Beitrag zur individuellen klinischen Entscheidungsfindung. Die Ursache liegt höchstwahrscheinlich in der Homogenität der untersuchten Gruppe von Kindern.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Huber, J., J. Hüsler, M. Zumstein, G. Ruflin, and M. Lüscher. "Visuelle Kreisskala (VCS) - eine patientenfreundliche Skala zur Schmerzmessung im Vergleich mit der VAS und Likert-Skala." Zeitschrift für Orthopädie und Unfallchirurgie 145, no. 06 (December 10, 2007): 795–97. http://dx.doi.org/10.1055/s-2007-965618.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Permatasari, Yanti, and Willy Yant Kartolo. "Pemberian Lidocain-Ketorolac sebagai Analgesi Lokal Infiltrasi dibandingkan dengan Parasetamol Intravena untuk Manajemen Nyeri Pascaoperasi Seksio Sesarea (SC) di RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua." Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia 2, no. 1 (April 15, 2020): 1–7. http://dx.doi.org/10.47507/obstetri.v2i1.28.

Full text
Abstract:
Latar Belakang: Local Infiltration Analgesia (LIA) adalah teknik memberikan obat anestesi lokal yang diencerkan, dan diberikan adjuvant obat seperti anti-inflamasi nonsteroid (AINS), epinefrin, dan opioid. Tujuan: Untuk mengetahui apakah teknik LIA dapat menurunkan visual analoque scale (VAS) dan menurunkan kebutuhan analgetika dibandingkan pemberian parasetamol intravena dalam 24 jam pascaoperasi seksio sesarea (SC). Metode: Desain penelitian dengan studi intervensi pada populasi pasien wanita hamil yang akan dilakukan SC, dibagi dua kelompok yaitu menggunakan teknik LIA dan Parasetamol.Hasil: Chi-Square pada jam ke-0 menunjukkan nilai sebesar 3.354, dengan nilai p=0,340 ≥α 0,05, artinya pemberian parasetamol dan LIA belum memberikan pengaruh bermakna terhadap skala VAS, sedangkan pada uji Chi-Square jam ke-24 menunjukkan nilai sebesar 36.863, dengan nilai p=0,000 ≤α 0,05 memberikan pengaruh bermakna terhadap skala VAS pasien. Uji spearman pada jam ke-0 nilai koefisien korelasi sebesar -0.090 dengan nilai p= 0.459 ≥ α 0.05 disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan pemberian parasetamol dan LIA dengan skala VAS. Uji Spearman jam ke-24 menunjukkan ada hubungan bermakna antara pemberian parasetamol dan LIA dengan skala VAS dengan nilai koefisien korelasi sebesar -0.671 nilai p= 0.000 ≥α 0Simpulan: Pemberian LIA dapat menurunkan VAS dalam 24 jam pasca operasi SC dibandingkan dengan pemberian paracetamol intravena dan dapat mengurangi kebutuhan analgetik dalam 24 jam pasca-operasi SC dibandingkan dengan pemberian paracetamol intravena. Lidocain-Ketorolac as Local Infiltration Analgesi Compared to Intravenous Paracetamol for Management Postoperative Pain in Caesarean Section in RSUD Mgr. Gabriel Manek, SVD Atambua Abstract Background: LIA (Local Infiltration Analgesia) is a technique that provides localized anesthetic drugs that are diluted, and given adjuvants drugs such as NSAIDs, epinephrine, and opioids. Objective: This study aims to determine the technique of LIA can decrease VAS and decrease analgesic requirements compared to intravenous administration of paracetamol within 24 hours postoperative SC. Method: The design of this study used an intervention study with a population of pregnant women which have been done by SC and divided into two group which use technique of LIA and paracetamol. Result:Chi-Square at hour 0 show value equal to 3,354, with value p = 0,340 ≥ α 0.05, which mean giving paracetamol and LIA have not significant influence to VAS scale, while in Chi-Square test 24 hour show the value of 36.863, with the value p = 0.000 ≤ α 0.05 which means to provide a significant effect on the VAS scale of patients. In spearman test at hour 0 shows the value of correlation coefficient of -0.090 with p = 0.459 ≥ α 0.05 there is no significant relationship giving paracetamol and LIA with VAS scale. Spearman correlation test clock 24 indicate there is significant relation between giving of paracetamol and LIA with scale of VAS have value of correlation coefficient equal to -0.671 with value p = 0.000 ≥ α 0.Conclusion: LIA reduced VAS in 24 hours after SC procedure better than intravenous Paracetamol and decreased analgetic consumption in 24 hours after SC procedure than intravenous Paracetamol.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Alatas, Anas, Irfan Meison Hadi, and Eddy Harijanto. "Perbandingan Efektivitas Penggunaan Vibration Anesthesia Device (VAD) dengan Krim Campuran Eutektik (EMLA) dalam Mengurangi Nyeri Pemasangan Peripheral Intravenous Catheter (PIVC)." Majalah Anestesia & Critical Care 39, no. 2 (July 17, 2021): 96–104. http://dx.doi.org/10.55497/majanestcricar.v39i2.225.

Full text
Abstract:
Latar Belakang: Pemasangan Peripheral Intravenous Catheter (PIVC) merupakan salah satu prosedur invasif terbanyak yang dilakukan di rumah sakit dan sering menyebabkan rasa nyeri pada pasien. Berbagai cara diterapkan dalam mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan saat pemasangan PIVC, antara lain dengan penggunaan Vibration Anesthesia Device (VAD) dan krim campuran eutektik (EMLA). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas VAD dibandingkan dengan pemberian EMLA untuk mengurangi nyeri pada saat pemasangan PIVC. Metode: Penelitian ini adalah uji eksperimental tidak tersamar pada pasien yang akan direncanakan menjalani pembedahan mata di kamar operasi Kirana RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo selama bulan September – Oktober 2018. Sebanyak 56 subjek diambil dengan metode consecutive sampling dan dibagi ke dalam 2 kelompok. Pasien secara acak dilakukan pemasangan PIVC dengan bantuan Vibration Anesthesia Device (VAD) atau dengan krim campuran eutektik (EMLA). Keefektifan akan dinilai dari skala nyeri visual analog scale (VAS) dan perbedaan frekuensi nadi sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Analisis data dilakukan dengan uji T dan Mann Whitney. Hasil: Tidak terdapat perbedaan bermakna dalam skala VAS yang dilaporkan oleh subjek dari kelompok VAD 13.65 (10.25 -18.17) dan EMLA 12.57 (8.97 – 17.61) dengan nilai p=0.706. Perubahan frekuensi nadi antara kedua kelompok tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan (p=0,557). Didapatkan peningkatan frekuensi nadi yang lebih tinggi pada kelompok VAD 2 (-3 – 19) dibandingkan kelompok EMLA 2 (-3 – 16). Simpulan: VAD sama efektif dibandingkan dengan EMLA dalam mengurangi nyeri pada pemasangan Peripheral Intravenous Catheter (PIVC).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Pratitdya, Ginong, Nancy M. Rehatta, and Dedi Susila. "PERBANDINGAN INTERPRETASI SKALA NYERI ANTARA NRS-VAS-WBFS OLEH PASIEN PASCA OPERASI ELEKTIF ORTHOPEDI DI RSUD Dr. SOETOMO." Care : Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan 8, no. 3 (November 2, 2020): 447. http://dx.doi.org/10.33366/jc.v8i3.1802.

Full text
Abstract:
Health management is still a challenge in health services. An instrument that can cure pain is easy, easy, with accurate interpretation and can be used by every party involved in pain management. The purpose of this study was to analyze the Numeric Rating Scale (NRS), Visual Analogue Scale (VAS), and Wong Baker Faces Scale (WBFS), which can be interpreted well by postoperative care patients. The research method used was an observational analytic study with a cross-sectional study design that analyzed the scale application (NRS, VAS, WBFS) in patients after elective orthopedic surgery at RSUD Dr. Soetomo Surabaya. This study analyzed primary data of postoperative patients which contained socio-demographic characteristics, type of anesthesia given, pain scores and patient interpretation of pain scales through special instruments. The results showed that 102 research subjects were needed. The pain scale interpretation instrument was declared valid and reliable (Cronbach Alpha> 0.60). Mean pain scores from the VAS scale (4.29), NRS (4.82) and WBFS (4.81). No significant difference was obtained NRS scale and WBFS scale (Sig> 0.05). Mean interpretation of pain scale from the VAS scale (13.62), NRS (17.14) and WBFS (21.33). There was a significant difference in the pain score of the VAS scale against the NRS scale, also the WBFS scale (Sig
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Frühauf, Anika, and Martin Kopp. "Visuelle Analogskalen zur Beurteilung von Müdigkeit und Schlafqualität?" Schlaf 07, no. 03 (October 2018): 135–38. http://dx.doi.org/10.1055/s-0038-1675294.

Full text
Abstract:
Visuelle Analogskalen (VAS) gelten als Goldstandard in der subjektiven Schmerzerfassung. Sie sind einfach zu erheben, es gibt kaum Interpretationsschwierigkeiten, und zeitliche Veränderungen können sensibel erfasst werden. Zur Erhebung der Schlafqualität wurden VAS bisher nur vereinzelt eingesetzt. Um den Übereinstimmungsgrad von VAS-Messungen mit einer etablierten Skala zur Erhebung der Schlafqualität (Pittsburgh Sleep Quality Index; PSQI) zu erfassen, wurde eine empirische Untersuchung mit 74 Probanden (50 % weiblich) durchgeführt. Es zeigten sich signifikante Korrelationen zwischen den eingesetzten Messinstrumenten. Der größte Zusammenhang wurde zwischen der VAS Allgemeine Schlafqualität und dem PSQI-Gesamtscore gefunden (r=0,693, p < 0,001). Bei Abwägung der Vor- und Nachteile von VAS zur Erhebung der subjektiven Schlafqualität lässt sich festhalten, dass VAS-Skalen für diese Erhebungen in der klinischen Routine aufgrund von fehlenden Kennwerten noch nicht empfohlen werden können. Allerdings könnten VAS hilfreich sein, um ökonomische Verlaufsmessungen von Müdigkeit und Schlafqualität umzusetzen.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Rais, Ali, and Dera Alfiyanti. "Penurunan Skala Nyeri Pada Anak Post Operasi Laparatomi Menggunakan Terapi Musik Mozart." Ners Muda 1, no. 2 (August 31, 2020): 127. http://dx.doi.org/10.26714/nm.v1i2.5653.

Full text
Abstract:
Laparatomi merupakan salah satu penatalaksanaan pembedahan yang dilakukan pada daerah abdomen. Prosedur pembedahan menyebabkan sensasi rasa nyeri pada anak. Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisa penerapan terapi musik mozart terhadap penurunan nyeri pada anak post laparotomi. Studi kasus ini menggunakan metode deskriptif. Responden adalah 2 anak post operasi laparatomi hari ke 1 dan dikelola selama 3 hari dengan pemberian tindakan keperawatan berupa terapi musik mozart dengan frekuensi 1 kali/hari selama 15 menit. Pengumpulan data menggunakan rekam medik, wawancara, observasi dan metode asuhan keperawatan. Alat pengumpulan data meliputi handphone, airphone, musik mozart dan alat untuk skala nyeri menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Hasil studi menunjukkan bahwa ada perbedaan skala nyeri sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik mozart, baik pada responden pertama mapun responden kedua. Skala nyeri pada kedua responden menurun dari skala sedang menjadi skala ringan. Terapi Musik Mozart dapat menurunkan nyeri pada anak post operasi laparatomi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Wijaya, Eno, and Tri Nurhidayati. "Penerapan Terapi Relaksasi Otot Progresif Dalam Menurunkan Skala Nyeri Sendi Lansia." Ners Muda 1, no. 2 (August 31, 2020): 88. http://dx.doi.org/10.26714/nm.v1i2.5643.

Full text
Abstract:
Kurang aktifitas fisik merupakan faktor risiko timbulnya berbagai penyakit pada populasi lansia. Proses menua akan menimbulkan masalah gangguan pada fungsi muskuluskeletal yang sering muncul yaitu nyeri pada sendi yang membuat para lansia mengalami ganguan dalam aktivitasnya. Salah satu tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi nyeri sendi menggunakan teknik relaksasi otot progresif. Studi kasus ini menggunakan metode deskriptif. Sampel diambil dengan tehnik Convenience Sampling 2 lansia dan dikelola selama 3 hari dengan pemberian tindakan keperawatan berupa terapi relaksasi otot progresif dengan frekuensi 1 kali/hari selama 20 menit. Pengumpulan data menggunakan buku status PM, wawancara, observasi dan metode proses keperawatan. Alat untuk skala nyeri menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Terdapat penurunan terapi relaksasi otot progresif pada tingkat skala nyeri lansia yang mengalami nyeri sendi kronis dengan menunjukan hasil dari skala nyeri sedang turun menjadi skala nyeri ringan. Terapi relaksasi otot progresif mampu menurunkan nyeri sendi yang dialami lansia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Aswad, Ahmad. "RELAKSASI FINGER HOLD UNTUK PENURUNAN NYERI PASIEN POST OPERASI APPENDEKTOMI." Jambura Health and Sport Journal 2, no. 1 (February 29, 2020): 1–6. http://dx.doi.org/10.37311/jhsj.v2i1.4555.

Full text
Abstract:
Penyakit usus buntu adalah peradangan yang terjadi pada usus buntu atau appendisitis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik relaksasi Finger Hold terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi appendiktomi. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy experiment dengan teknik one group pretest dan posttest design tanpa kelompok kontrol. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non probability sampling melalui teknik accidental sampling sebanyak 32 pasien post operasi appendiktomi. Alat ukur skala nyeri Visual Analog Scale (VAS). Analisis data meliputi univariat dan bivariat menggunakan uji wilcoxon. Hasilnya, sebelum dilakukan teknik relaksasi Finger Hold skala nyeri sangat berat (53,1) dan berat (46,9). Setelah dilakukan teknik relaksasi Finger Hold skala nyeri sangat berat (25,0) dan nyeri berat (75,0). Hasil tersebut membuktikan bahwa perlunya teknik relaksasi Finger Hold untuk mengurangi nyeri yang dirasakan pada pasien post operasi appendiktomi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Asyari, Ade, Novialdi Novialdi, Elniza Morina, Rimelda Aquinas, Nasman Puar, and Hafni Bachtiar. "The effect of local ketamine infiltration on post tonsillectomy pain scale." Oto Rhino Laryngologica Indonesiana 50, no. 1 (July 1, 2020): 38. http://dx.doi.org/10.32637/orli.v50i1.351.

Full text
Abstract:
Background: Post tonsillectomy pain is one of the surgery side effects that most disturbing for patient’s comfort and will cause dysphagia, low intake, dehydration, secondary infection and bleeding. Ketamine is an anesthetic drug that has strong analgesic effect and easily available in any hospital at relatively cheap price. Objective: To find out the effect of local ketamine infiltration on the post tonsillectomy pain scale. Method: An experimental study during tonsillectomy with a Post Test Control Group on 12 samples without local infiltration of ketamine and 12 samples with local infiltration of ketamine in peritonsillar pillar. The pain was assessed 2 hours and 24 hours post extubation with pain Visual Analog Scale (VAS). Result: The VAS value from patients who were given local infiltration of ketamine in peritonsillar pillar were lower (5.83 ± 0.72 at 2 hours and 2.83 ± 0.58 at 24 hours post extubation) compared to patients without ketamine infiltration (7.83 ± 0.58 at 2 hours and 3.58 ± 0.51 at 24 hours post extubation). The result showed statistically significant difference (p <0.05) at 2 hours and 24 hours post extubation. Conclusion: The VAS score of the ketamine infiltration group is lower at 2 hours and 24 hours post extubation than the group without ketamine infiltration, showing there was a noticeable effect of local ketamine infiltration on the post tonsillectomy pain scale.Keywords : post tonsillectomy pain, ketamine, local infiltration, visual analog scale ABSTRAKLatar belakang: Nyeri pascatonsilektomi adalah salah satu efek samping operasi yang sangat mengganggu kenyamanan pasien, dan dapat menyebabkan gangguan menelan, kurangnya asupan nutrisi, dehidrasi, infeksi sekunder dan perdarahan. Ketamin merupakan obat anestesi yang memiliki efek analgetik yang kuat dan mudah didapatkan di semua tipe rumah sakit dengan harga yang relatif murah. Tujuan: Mengetahui efek pemberian infiltrasi lokal ketamin terhadap skala nyeri pascatonsilektomi. Metode: Penelitian eksperimental dengan desain Post Test Control Group pada 12 sampel tanpa pemberian infiltrasi lokal ketamin dan 12 sampel dengan pemberian infiltrasi lokal ketamin di pilar peritonsil saat tonsilektomi. Dilakukan penilaian nyeri 2 jam dan 24 jam pascaekstubasi menggunakan skala nyeri Visual Analog Scale (VAS). Hasil: Nilai VAS pasien yang diberi infiltrasi lokal ketamin di pilar peritonsil lebih rendah (5,83±0,72 pada 2 jam dan 2,83 ± 0,58 pada 24 jam pascaekstubasi) dibanding tanpa diberi infiltrasi lokal ketamine (7,83 ± 0,58 pada 2 jam dan 3,58± 0,51 pada 24 jam pascaekstubasi), dan bermakna secara statistik (p<0,05) pada kedua penilaian. Kesimpulan: Terdapat efek nyata infiltrasi lokal ketamin terhadap skala nyeri pascatonsilektomi, dimana nilai VAS kelompok yang diberi infiltrasi ketamin lebih rendah, baik pada 2 jam ataupun 24 jam pascaekstubasi dibanding kelompok yang tidak diberi infiltrasi ketamin.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Büsching, Gilbert. "Wenn die Luft wegbleibt." physiopraxis 7, no. 02 (February 2009): 40–41. http://dx.doi.org/10.1055/s-0032-1308261.

Full text
Abstract:
Atemnot ist ein häufiges Symptom bei Patientenin der Inneren Medizin. Redewendungen wie „außer Atem sein“, „aus dem letztenLoch pfeifen“ und „der lange Atem fehlt“ machen zwar die Not der Betroffenen deutlich, geben aber nur eine ungenaue Angabe über deren tatsächlichen Zustand. Zurkonkreten Beurteilung der Atemnot gibt es daher Messmethoden. Einfach anwendbarsind die Borg-Skala, die MRC-Dyspnoeskala und die visuelle Analogskala (VAS).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Amalia, Amirul, Sulistiyowati Sulistiyowati, and Yayuk Rumiati. "Pemanfaatan Minuman Susu Kedelai Terhadap Penurunan Disminorea Pada Remaja Putri." Jurnal Riset Kebidanan Indonesia 2, no. 2 (December 24, 2018): 52–61. http://dx.doi.org/10.32536/jrki.v2i2.25.

Full text
Abstract:
Latar belakang: Menstruasi merupakan perdarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Dismenorea adalah nyeri saat haid yang terasa di perut dibagian bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Zat gizi yang membantu meringankan dismenorea adalah kalsium, magnesium serta vitamin A, E, B6, dan C. Susu kedelai ini merupakan minuman yang mengandung kalsium.. Tujuan penelitian: Menganalisis Pengaruh Minuman Susu Kedelai Terhadap Penurunan Tingkat Dismenorea pada remaja putri. Metode: Desain yang digunakan yaitu pre eksperiment. Populasi adalah 58 remaja putri dengan Consecutive Sampling. Pengambilan data menggunakan skala nyeri Visual Analog Scale (VAS) kemudian di uji Paired Sampel T – Test dengan tingkat kemaknaan p 0,05 Hasil: Hampir seluruhnya atau 82% remaja putri mengalami skala nyeri 4-6. Seluruhnya atau 100% remaja putri mengalami skala nyeri 1-3. Hasil analisis uji Paired sampel T - test didapatkan Nilai sig. Z tailed (p) = 0.000 (p 0.05), Simpulan: Terdapat pengaruh pemberian minuman susu kedelai terhadap penurunan tingkat dismenorea.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Asmarani, Fajarina Lathu, and Luh Gede Rinika Sancita Dewi. "Bekam Menurunkan Keluhan Myalgia." Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta 6, no. 3 (September 9, 2019): 636. http://dx.doi.org/10.35842/jkry.v6i3.395.

Full text
Abstract:
Myalgia atau nyeri otot disebabkan karena beban kerja, beban tambahan dan kemampuan kerja serta refleks spasme otot. 40,5% pekerja mengalami masalah di muskuloskeletal. Myalgia yang tidak teratasi dapat menyebabkan keterbatasan gerak, ketidakmampuan bekerja dan ketakutan / kecemasan untuk bergerak. Penatalaksanaan myalgia dapat dilakukan dengan terapi farmakologi dan non farmakologi. Salah satu terapi non farmakologi yang direkomendasikan adalah terapi bekam karena dapat mengeluarkan mediator inflamasi, prostaglandin, sitokin dan substansi P. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan secara ilmiah pengaruh bekam terhadap penurunan skala nyeri pada pasien dengan keluhan myalgia. Jenis penelitian ini adalah quasi experiment dengan desain penelitian pre test and post test without control. Sampel adalah pasien yang akan melakukan terapi bekam sebanyak 20 dengan metode consecutive sampling. Responden diberikan kering sebanyak 5 menit dan dilanjutkan bekam basah selama 5 menit. Skala nyeri menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) sebelum dan sesudah diberikan terapi bekam basah. Analisa data Wilcoxon Test. Skala nyeri sebelum diberikan terapi sebesar 5,00000 dan sesudah terapi 1,0000 dengan hasil nilai p-value 0,000 < 0,05. Bekam terbukti menurunkan skala nyeri pada pasien dengan keluhan myalgia dan diharpkan perawat melakukan terapi bekam basah sebagai bagian dari intervensi nyeri
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Aryani, Denissa Faradita, and Fadhilah Rizka Utami. "Studi Kasus: Analisis Intervensi Pemberian Petroleum Jelly Pada Masalah Keperawatan Gangguan Rasa Nyaman Pada Pasien Gagal Ginjal Kronis Dengan Pruritus Umum." JIKO (Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi) 3, no. 2 (July 8, 2019): 70–73. http://dx.doi.org/10.46749/jiko.v3i2.32.

Full text
Abstract:
Pruritus merupakan rasa gatal yang menimbulkan gangguan dan ketidaknyamanan dimana dapat muncul sesekali ataupun regular. Masalah keperawatan gangguan rasa nyaman dan risiko perusakan integritas kulit dapat ditemukan baik dari respons subjektif pasien maupun temuan klinis objektif. Gatal dan pruritus dapat ditemui pada pasien gagal ginjal kronis dengan dialysis maupun tanpa dialysis. Prevalensi gejala pruritus yang sering ditemui dengan penyakit ginjal kronik yaitu pruritus uremik. Keluhan gatal dari pruritus ini dapat dikurangi dengan pemberian pelembab yang berfungsi untuk meningkatkan dan mempertahankan hidrasi kulit. Tujuan studi kasus ini untuk menganalisis keefektifan intervensi pemberian petroleum jelly untuk mengatasi masalah gangguan rasa nyaman dan risiko kerusakan integritas kulit pada pasien gagal ginjal kronik dengan pruritus. Metode penulisan yaitu analisis studi kasus pada intervensi keperawatan yang dilakukan di pasien selama perawatan di ruang rawat penyakit dalam. Evaluasi terhadap keefektifan tindakan dinilai dari respon pasien terhadap rasa gatal dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS) serta pemeriksaaan kondisi kulit. Hasil intervensi didapatkan penurunan nilai VAS dari skala 5 ke skala 1 dan kondisi kulit yang lebih baik. Rekomendasi dari studi kasus ini adalah intervensi penggunaan petroleum jelly dapat dilakukan untuk mengatasi masalah keperawatan gangguan rasa nyaman dan risiko kerusakan integritas kulit pada pasien gagal ginjal kronik dengan pruritus.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Fatmawati, Masrida, Anissa Hasanah, and Isbandiyah . "PENGARUH OLAHRAGA BERSEPEDA DALAM MENURUNKAN DERAJAT DISMENORE PADA MAHASISWI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG ANGKATAN 2008." Saintika Medika 9, no. 1 (March 20, 2017): 12. http://dx.doi.org/10.22219/sm.v9i1.4120.

Full text
Abstract:
Pengaruh Olahraga Bersepeda Dalam Menurunkan Derajat Dismenore pada Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2008. Latar Belakang: Dismenore banyak dialami wanita. Di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25%. Bersepeda merupakan salah satu pengobatan non-medikamentosa yang menurunkan derajat dismenore. Tujuan: Mengetahui pengaruh olahraga bersepeda dalam menurunkan derajat dismenore. Metode: Penelitian dilakukan bulan Februari – Maret 2012, menggunakan metode observasi analitik pendekatan secara kohort. Sampel penelitian 38 mahasiswi dan dibagi menjadi 2 kelompok, kelompok perlakuan olahraga bersepeda selama 1 bulan dan kelompok kontrol tanpa olahraga bersepeda. Hasil: Analisis menggunakan uji-t berpasangan. Hasil penelitian menunjukkan nilai t- hitung 7,398, dan nilai signifikansi 0,000 yang artinya terdapat pengaruh olahraga bersepeda dalam menurunkan derajat dismenore. Hasil perhitungan menggunakan uji korelasi rank didapatkan hasil sebesar 66,3% yang artinya besar pengaruh olahraga bersepeda dalam menurunkan derajat dismenore sebesar 66,3%. Insiden dismenore mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2008 sebesar 62,5% dari 72 mahasiswi. Derajat dismenore terbanyak sebelum melakukan olahraga bersepeda adalah derajat sedang (skala 6 VAS), 31,6% untuk kelompok perlakuan dan 36,8% untuk kelompok kontrol. Derajat dismenore terbanyak setelah melakukan olahraga bersepeda adalah derajat ringan (skala 2 VAS) sebesar 47,7% untuk kelompok perlakuan dan derajat sedang sebesar 42,1% untuk kelompok kontrol. Kesimpulan: Olahraga bersepeda berpengaruh dalam penurunan derajat dismenore pada mahasisiwi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2008.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Rohmani, Rohmani, Debi Dahlia, and Lestari Sukmarini. "PENURUNAN NYERI DENGAN KOMPRES DINGIN DI LEHER BELAKANG (TENGKUK) PADA PASIEN POST HEMOROIDEKTOMI TERPASANG TAMPON." JURNAL KEPERAWATAN TROPIS PAPUA 1, no. 1 (September 30, 2018): 8–12. http://dx.doi.org/10.47539/jktp.v1i1.14.

Full text
Abstract:
Pasien post hemoroidektomi yang terpasang tampon mengalami nyeri akibat adanya spasme internal yang disebabkan oleh regangan dan tekanan syaraf perifer dikanalis analis. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh kompres dingin di leher belakang (tengkuk) terhadap penurunan nyeri pada pasien post hemoroidektomi yang terpasang tampon. Penelitian ini menggunakan quasi experiment pre test post test design with control group dengan jumlah responden yang didapat dengan teknik concecutive sampling. Pengukuran skala nyeri menggunakan visual analog scale (VAS) dengan skor nyeri maksimal 8. Hasil uji Friedman menunjukkan adanya perbedaan rerata penurunan nyeri yang diberikan kompres dingin ditengkuk dengan p-value 0,0001. Tindakan kompres dingin lebih efektif dibandingkan dengan terapi standar dalam menurunkan skala nyeri pasien post hemoroidektomi yang terpasang tampon. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur penurunan nyeri dengan kompres dingin di leher belakang pada pasien post hemoroidektomi terpasang tampon.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Byra, Joanna, and Jolanta Jaworek. "Terapia manualna po alloplastyce stawu kolanowego u pacjenta z artropatią hemofilową w przebiegu hemofilii A – studium przypadku." Acta Haematologica Polonica 50, no. 2 (August 23, 2019): 85–90. http://dx.doi.org/10.2478/ahp-2019-0014.

Full text
Abstract:
StreszczenieWstępStaw kolanowy jest jednym z najczęściej zajętych przez artropatię hemofilową, a zabieg alloplastyki stawu kolanowego jest leczeniem z wyboru w przypadku zaawansowanych zmian zwyrodnieniowych. Celem pracy było przedstawienie kompleksowego postępowania fizjoterapeutycznego, ze szczególnym uwzględnieniem terapii manualnej, u pacjenta z artropatią hemofilową w przebiegu hemofilii typu A, u którego została wykonana alloplastyka stawu kolanowego.MetodykaMężczyzna, lat 49, po zabiegu alloplastyki stawu kolanowego lewego, z artropatią hemofilową w przebiegu hemofilii A, został poddany 6-tygodniowej rehabilitacji. U pacjenta zastosowano metody terapii manualnej, ćwiczenia usprawniające oraz fizykoterapię. Oceny postępów rehabilitacji dokonano, stosując: kwestionariusz WOMAC, test Timed Up and Go (TUG test), pomiar goniometryczny zakresu ruchu stawów kolanowych, ocenę siły mięśni zginaczy i prostowników kolana w skali Lovetta, ocenę dolegliwości bólowych w skali VAS.WynikiUzyskano wzrost siły mięśniowej oraz poprawę zakresu ruchu stawu kolanowego. W wyniku terapii poprawie uległa stabilność dynamiczna oraz stan funkcjonalny pacjenta (TUG test poprawa o 35%, skala WOMAC o 32%). Dolegliwości bólowe uległy zmniejszeniu z 9 na 3 w skali VAS. Uzyskano wydolny chód. Usprawnianie przebiegło bez powikłań.WnioskiFizjoterapia, w tym terapia manualna, u pacjenta z artropatią hemofilową po zabiegu alloplastyki kolana, jest postępowaniem skutecznym i bezpiecznym.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Kusuma, Arif Hendra, Agus Setiawan, and Rohman Azzam. "PENGARUH TERAPI MUROTAL TERHADAP SKALA NYERI KEPALA PADA KLIEN CEDERA KEPALA DI RSU PROF. DR. MARGONO SOEKARJO DAN RSUD BANYUMAS." Jurnal Riset Kesehatan Nasional 1, no. 2 (May 28, 2019): 119. http://dx.doi.org/10.37294/jrkn.v1i2.60.

Full text
Abstract:
AbstrakCedera kepala merupakan suatu trauma yang menimpa struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak. Cedera kepala dapat menyisakan tanda ataupun gejala somatik yang nyeri kepala. Penatalaksanaan terhadap nyeri dapat berupa tindakan non farmakologis salah satunya dengan terapi murotal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh terapi murotal terhadap skala nyeri kepala pada klien dengan cedera kepala Di RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo dan RSUD Banyumas. Desain penelitian menggunakan metode Quasi-eksperimental melalui pendekatan pretest-posttest control grup design. Jumlah sampel sebanyak 22 responden (11 responden kelompok kontrol dan 11 responden kelompok intervensi). Skala nyeri diukur menggunakan Visual Analog Scale (VAS). Uji statistik menggunakan uji independent t-test. Hasil penelitian ada pengaruh yang signifikan terapi murotal terhadap penurunan skala nyeri kepala pasien cedera kepala ringan (P value = <0,001; α<0,05). Saran: penelitian ini merekomendasikan terapi murotal dijadikan sebagai intervensi mandiri keperawatan untuk mengurangi skala nyeri pasien cedera kepala dan menjadi salah satu SOP dalam perawatan pasien cedera kepala khususnya yang beragama Islam.Kata kunci : Terapi murotal, nyeri kepala, cedera kepala AbstractHead injury is a trauma that befell the structure so that the head can cause abnormalities of the structural and functional disorders or brain tissue. Head injuries can leave scars or somatic symptoms such as headaches. This research aimed to analyze the effect of murotal therapy on head pain scale among the client with head injuries In Prof. Dr. Margono Soekarjo Hospital and District Banyumas Hospital. The design of the research was quasi-experimental through a pretest-posttest approach with control group. The number of samples was 22 respondents (11 respondents in control group and 11 respondents in intervention group). The pain scale was measured using the Visual Analog Scale (VAS). Statistical tests using independent t-test show a significant difference of head pain scale before and after murotal therapy among head injury patients (p= 0.001 ; α < 0.05). This research recommends murotal therapy as an independent nursing intervention to reduce head injury patients pain scale and become one of the SOP in the treatment of head injury among Muslim patients. Keywords: murotal therapy, head pain, head injury
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Sirotujani, Ferdiansyah, and Kusbaryanto Kusbaryanto. "Pengaruh Terapi Bekam Terhadap Penurunan Skala Nyeri Dan Peningkatan Kualitas Tidur Pada Pasien Low Back Pain (LBP)." DINAMIKA KESEHATAN JURNAL KEBIDANAN DAN KEPERAWATAN 10, no. 1 (January 2, 2020): 146–57. http://dx.doi.org/10.33859/dksm.v10i1.453.

Full text
Abstract:
ABSTRAKLatar Belakang: Bekam termasuk pengobatan yang digunakan oleh Nabi Muhammad SAW. Metode ini menggunakan gelas bertekanan negatif untuk mengeluarkan darah dari tubuh, salah satu gejala penyakit yang dapat dikurangi dengan bekam adalah low back pain.Tujuan: Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh terapi bekam terhadap penurunan skala nyeri dan peningkatan kualitas tidur pada pasien low back pain di wilayah kerja Puskesmas Batunyala ombok Tengah.Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi experiment design dengan rancangan pre-test-post test control group design. Metode pengambilan sampel menggunakan Accidental sampling dengan sampel sebanyak 34 orang yang dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Instrumen pengambilan data menggunakan VAS dan PSQI. Analisis univariat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan analisis bivariat dengan uji paired t-test.Hasil: Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan skala nyeri dan kualitas tidur sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada kelompok intervensi dengan p-value 0,000 p 0,05, tidak ada perbedaan skala nyeri dan kualitas tidur sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada kelompok kontrol dengan p-value skala nyeri 0,188 dan kualitas tidur 0,216 p 0,05 . Ada pengaruh terapi bekam terhadap pengaruh terapi bekam terhadap penurunan skala nyeri dan peningkatan kualitas tidur pada pasien low back pain di wilayah kerja Puskesmas Batunyala Lombok Tengah dengan nilai p-value 0,000 p 0,05.Kata Kunci : Terapi bekam, Skala Nyeri, Kualitas TidurEffects of Cupping Therapy on Decreasing Pain Scale and Improving Sleep Quality in Low Back Pain (LBP) PatientsAbstract Bacground: Cupping is a treatment used by the Prophet Muhammad. This method uses a negative pressure glass to remove blood from the body, one of the symptoms that can be reduced by cupping is low back pain.Aim:The purpose of this study is to analyze the influence of cupping therapy to decrease the pain scale and increase the sleep quality in low back pain patient at Puskesmas Btunyala Lombok Tengah.Method: This study used a quasy-experiment research design with pre-test-post-test control group design. Accidental sampling method was used to get the samples of 34 people, divided into intervention and control groups. The data instrument used the VAS and PSQI. Univariat analysis was presented in frequency distribution table and bivariate analysis used paired t-test.Result: The results of this study indicated that there was a difference of pain scale and sleep quality in the low back pain patient before and after being given the treatment in the intervention group with p-value 0,001 p 0,05, there was no difference of pain scale and sleep quality in the low back pain patient before and after being given the treatment in the control group with p-value 0,118 for pain scale and 0,216 for sleep quality p 0,05.There was an influence of of cupping therapy to decrease the pain scale and increase the sleep quality in low back pain patient at Puskesmas Batunyala Lombok Tengah.with p-value of 0.001 a (0.05).Conclusion: Cupping therapy can be used as an alternative intervention for managing low back pain.Keywords : Cupping Therapy, Pain Scale, Sleep Quality
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Radmer, S., C. W. Lüdtke, P. Kamusella, M. Görmez, C. Wissgott, H. C. Schober, and R. Andresen. "Vergleich von konservativer Therapie vs. CT-gesteuerter Ballon -sakroplastie bei der Behandlung von Insuffizienz frakturen des Os sacrum." Osteologie 24, no. 02 (2015): 92–98. http://dx.doi.org/10.1055/s-0037-1622046.

Full text
Abstract:
ZusammenfassungBei älteren osteoporotischen Patienten sind Insuffizienzfrakturen des Os sacrum relativ häufig und typischerweise mit invalidisierenden Schmerzen verbunden. In unserer Studie sollte das Outcome für die konservative Behandlung und die Ballon -sakroplastie retrospektiv überprüft werden. Material und Methoden: Bei 90 Patienten wur-de mittels MRT eine Os sacrum-Fraktur detek-tiert. Die konservative Behandlung beinhaltete Schmerztherapie und physio therapeutische Maßnahmen. Die Ballon sakroplastie erfolgte CT-gesteuert. Die Schmerzen wurden nach vi-sueller Analog skala (VAS) dokumentiert, die Patienten zufriedenheit wurde nach zwölf Mo-naten erfragt.Bei dem Vergleich der Patienten in den konservativ behandelten Gruppen zeigt sich, dass Patienten mit einem Schmerzniveau bis 5 klinisch deutlich bessere Ergebnisse auf-weisen als Patienten mit Werten > 5. In der In-terventionsgruppe zeigte sich postinterventio-nell eine schnelle, signifikante und nachhaltige Schmerzreduktion. Nach zwölf Monaten fand sich eine hohe Patienten zufriedenheit.Der Erfolg der konservativen Therapie ist stark von der Schmerzausgangsintensität abhängig. Patienten mit VAS-Werten > 5 sollten aufgrund der schnellen und signifikanten Schmerzreduktion nach Zement augmentation einer Ballonsakroplastie zugeführt werden.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Amanati, Suci, Kuswardani Kuswardani, and Rose Ash Sidiqi Marita. "Pengaruh Terapi Latihan dan Massage terhadap Kasus Close Fraktur Humeri dextra 1/3 Distal dengan Pemasangan Skin Traction." Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi 1, no. 1 (January 9, 2017): 57–64. http://dx.doi.org/10.33660/jfrwhs.v1i1.11.

Full text
Abstract:
Fraktur tertutup (Closed Fracture) 1/3 distal dextra adalah fraktur yang patahannya tidak menembus kulit luar dan mengenai bagian sepertiga distal lengan atas. Fraktur ini merupakan fraktur ekstraartikular dan ekstrakapsuler (Stanley, 2011). Terapi yang diberikan berupa terapi latihan (hold relax, passive movement, active movement) dan massage dengan pemasangan skin traction. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh massage dan terapi latihan dengan pemasangan skin traction terhadap rasa nyeri pada kasus close fraktur humeri dextra 1/3 distal. Jenis penelitian yang digunakan adlah quasi eksperiment, tipe Pre and Post Test Design, yaitu mengkaji tingkat nyeri sebelum dan sesudah terapi diberikan. Populasi adalah pasien penderita fraktur humeri 1/3 distal yang dirawat di RS Othopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, yaitu sebanyak 8 sampel. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 1-31 Januari 2016. Instrumen yang digunakan adalah skala nyeri pada Visual Analoque Scale (VAS). Ada 3 kategori nyeri, yaitu nyeri tekan, nyeri gerak dan nyeri diam. Hasil penelitian menunjukkan hilangnya nyeri diam dan penurunan nyeri tekan dan gerak. Hal ini berdasarkan rata-rata skala nyeri pada VAS, yaitu nyeri diam, sebelum terapi sebesar 1,88 menjadi 0,00 sesudah terapi; nyeri tekan, sebelum terapi sebesar 3,50 menjadi 1,13 sesudah terapi; dan nyeri gerak, sebelum terapi sebesar 5,43 menjadi 2,43 sesudah terapi.Perbedaan yang signifikan juga ditunjukkan dengan hasil uji t yang menunjukkan αhitung (0,000) < α(0,05), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti terapi latihan (hold relax, passive movement, active movement) dan massage dengan pemasangan skin traction berpengaruh terhadap rasa nyeri pada kasus close fraktur humeri dextra 1/3 distal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Febrianti, Asterina, Yassierli Yassierli, and Manik Mahachandra. "Evaluasi Tingkat Kelelahan pada Pengemudi Bus di Kota Bandung." Jurnal Rekayasa Sistem Industri 5, no. 2 (November 30, 2016): 118. http://dx.doi.org/10.26593/jrsi.v5i2.2213.118-127.

Full text
Abstract:
Kota Bandung saat ini mengalami pertumbuhan penduduk mencapai 3% setiap tahunnya, sehingga kebutuhan akan transportasi umum sangat tinggi serta tingkat kemacetan yang timbul semakin tinggi pula. Kemacetan yang panjang berdampak pada penurunan kewaspadaan dan timbulnya risiko kecelakaan karena waktu berkendara yang relatif lebih beragam. Menyadari akan risiko kecelakaan yang diakibatkan oleh kelelahan maka diperlukan pengukuran kelelahan pada pengemudi bus di kota Bandung yang belum pernah dikaji. Penggunaan alat ukur untuk mendeteksi kelelahan saat ini sangat beragam sehingga diperlukan alat ukur terbaik untuk mendeteksi kelelahan pengemudi bus di kota Bandung. Pengukuran kelelahan menggunakan indikator variabilitas denyut jantung dengan menggunakan alat Polar RS800CX (RMSSD dan LF/HF) dan skala tingkat kelelahan dengan kuesioner <em>V</em><em>isual Analog Scale</em> (VAS). Kuesioner VAS menunjukkan sebanyak 29,9% pengemudi bus Damri mengalami peningkatan kondisi kelelahan dan Polar RS800CX menunjukkan 46% peningkatan kondisi kelelahan. Kriteria selang interval waktu berkendara menunjukkan hasil yang signifikan. Pada penelitian ini, kuesioner VAS mampu mendeteksi kelelahan dibanding alat ukur Polar RS800CX. Korelasi alat ukur antara kuesioner VAS dengan Polar RS800CX (parameter rasio LF/HF) sebesar 0.025 yang menunjukkan nilai signifikan dan kedua alat tersebut mempunyai kekuatan yang sama dalam mengukur kelelahan. Setengah set data pengemudi menunjukkan peningkatan kondisi kelelahan interval waktu berkendara 2 hingga 2,5 jam sehingga pemberlakuan jam istirahat pada waktu tertentu setelah mengemudi selama 1 ritase sangat dianjurkan. Jam kerja yang tidak berimbang antara waktu mengemudi pagi dan siang berpontensi timbulnya peningkatan kondisi kelelahan sehingga pihak Damri sebaiknya mengkaji ulang pembagian waktu mengemudi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Vitani, Raimonda Amayu Ida. "TINJAUAN LITERATUR: ALAT UKUR NYERI UNTUK PASIEN DEWASA LITERATURE REVIEW: PAIN ASSESSMENT TOOL TO ADULTS PATIENTS." Jurnal Manajemen Asuhan Keperawatan 3, no. 1 (January 20, 2019): 1–7. http://dx.doi.org/10.33655/mak.v3i1.51.

Full text
Abstract:
Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan (aktual atau potensial).Model pengkajian nyeri dapat menggunakan indikator subjektif dan objektif. Banyak alat ukur pengkajian nyeri telah dikembangkan dan digunakan. Tujuan dari dilakukannya review adalah mengumpulkan semua hasil penelitian terbaik sebagai evidence yang berhubungan dengan alat ukur nyeri yang dapat digunakan untuk mengkaji nyeri pasien dewasa. Metode pencarian melalui database elektronik yang digunakan dalam pencarian adalah Ebsco melalui MEDLINE with full text, Proquest melalui Proquest Nursing and Allied Health Source dan Arts and Humanities Full Text, dan Googlesearch. Kriteria inklusi pencarian dalam pembuatan analytic review ini yaitu artikel dalam bahasa Inggris, full text, dipublikasikan mulai tahun 2000 dan menggunakan perbandingan alat ukur nyeri. Sejumlah 5 artikel jurnal digunakan dalam pembahasan studi ini. Alat ukur nyeri yang dapat dipakai antara lain NRS, VAS, VRS. Hasil :perbandingannya menunjukkan bahwa VAS adalah alat pengkajian nyeri yang lebih baik dibandingkan NRS dan VRS karena memiliki senistifitas yang baik, reliabilitas yang baik, memiliki sifat-sifat skala rasio, sederhana dan mudah digunakan walaupun akan sulit digunakan jika pasien tidak sadar.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Suciani Pujiningrum, Andi Rahmaniar. "Pengaruh Senam Nifas terhadap Intensitas Nyeri Perineum dan Kecemasan Postpartum di RSIA Pertiwi Makassar." UMI Medical Journal 4, no. 2 (December 31, 2019): 11–19. http://dx.doi.org/10.33096/umj.v4i2.64.

Full text
Abstract:
Masa nifas merupakan masa transisi dimana perubahan secara fisik dan psikologis, salah satunya yakni nyeri yang timbul akibat ruptur perineum dan rasa cemas yang dirasakan pada masa Postpartum. Salah satu yang dapat dilakukan adalah senam nifas yang bertujuan untuk membantu mengurangi rasa sakit pada otot-otot setelah melahirkan,memperbaiki sirkulasi darah, meminimalisir timbulnya komplikasi masa nifas, dan melatih ibu mencapai kondisi rileks serta meningkatkan kadar hormon endorphin yang dapat membantu menurunkan intensitas skala nyeri perineum dan kecemasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam nifas terhadap perubahan intensitas nyeri perineum dan kecemasan postpartum di RS Pertiwi Makassar. Desain penelitian yang digunakan pre-experiment dengan one group pre test-post test design. total sampel berjumlah 37 orang dimana pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Instrumen penelitian menggunakan skala nyeri Visual Analouge Scale (VAS) dan kuisioner Zung Self Rating Anxiety Scale. Hasil uji statistik data pre test dan post test dengan menggunakan uji Wilcoxon untuk nyeri perineum dan kecemasan diperoleh nilai p = 0,000 (p <0,05). Kesimpulannya terdapat pengaruh senam nifas terhadap nyeri perineum dan kecemasan ibu postpartum Di RSIA Pertiwi Makassar.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Rahardjo, R. "Pengaruh Terapi Panas terhadap Pengurangan Nyeri dan Pembengkakan Wajah setelah Operasi Pengambilan Gigi Impaksi Molar Ketiga Bawah." Majalah Kedokteran Gigi Indonesia 19, no. 2 (December 31, 2012): 110. http://dx.doi.org/10.22146/majkedgiind.12701.

Full text
Abstract:
Latar belakang. Pembengkakan dan rasa nyeri yang terjadi paska operasi pengambilan gigi molar ketiga pada rahang bawah sering terjadi dan keadaan ini membuat rasa tidak nyaman bagi penderita. Upaya untuk mengurangi pembengkakan dan rasa nyeri tersebut diberikan obat-obatan atau tindakan lain misal dengan dilakukan dengan kompres panas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat apakah kompres panas yang dilakukan paska operasi gigi molar ketiga rahang bawah yang impaksi dapat mengurangi pembengkakan dan rasa nyeri yang terjadi. Metode penelitian. Tigapuluh penderita dengan gigi geraham ketiga rahang bawah yang impaksi dilakukan tindakan operasi odontektomi. Subyek dibagi dalam dua kelompok, limabelas penderita diberikan obat anti inflamasi kalium diklofenak 50 mg dua kali sehari selama lima hari dan lima belas penderita dilakukan tindakan dengan kompres panas, dengan Hot-Pack pada suhu 38°C yang diaplikasikan di daerah operasi selama 15 menit secara intermiten tiga kali sehari dimulai setelah hari ketiga. Sebelum operasi dilakukan pengukuran permukaan wajah dari titik anatomis pogonion-tragus, tragus-sudut mulut, dan sudut mata-angulus mandibula yang memberikan gambaran segitiga pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dengan penggaris kain dan diambil rata-rata. Pengukuran rasa nyeri dilakukan secara subyektif oleh subyek dengan skala VAS (visual analog scale) dengan memberi tanda pada skala VAS pada hari kedua dan kelima. Hasil penelitian dilakukan dengan uji statistik dengan T test. Hasil penelitian. Pada kedua subyek penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada pengurangan pembengkakan untuk kelompok yang diberi obat anti inflamasi kalium diklofenak dan yang diberi tidakan dengan kompres panas dengan Hot-Pack setelah hari kedua dan hari kelima paska operasi, terjadi pula penurunan skala rasa nyeri yang signifikan pada hari kedua dan hari kelima. Background. Swelling and pain post mandibular third molar odontectomy commonly happen thus makes discomfort. Some treatment is done to decrease swelling and pain or by using thermal patch. The aim of this research is to see whether thermal patch post impacted mandibular third molar odontectomy can decrease swelling and pain. Methods. Thirty patients with impacted mandibular third molar undergone odontectomies. Subjects are divided into 2 groups, 15 patients is treated by 50 mg diclofenac potassium antiinflammation twice a day for 5 days and 15 patients is treated by thermal patch application, Hot-Pack, on 38°C on the operation area for 15 minutes, three times a day intermittently started on the third day after surgery. Before the operation, facial measurement is being done, from anatomical points pogonion-tragus, tragus-lip corner, and eye corner-mandible angulus which create a triangle form, the measurement is being done three times with a ruler and being counted. Pain is measured subjectively with VAS (visual analog scale) by the subjects on second and fifth day. Result is carried out statistically by using T-test. Result. Two subjects showed there are swelling decreament on group treated by the potassium diclofenac antiinflammation compared the group with Hot-Pack application on second and fifth day post operation, furthermore there were some significant decreament on the second and fifth day.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Dewi, Siti Rusdiana Puspa, Pudji Handayani, Tyas Hestiningsih, Destriarum Destriarum, and Adelina Putri Sari. "POTENSI MUKOBIOADHESIF EKSTRAK GAMBIR (Uncaria gambir) TERHADAP PENURUNAN RASA NYERI DAN DURASI PENYEMBUHAN LESI ULSERASI RONGGA MULUT." Cakradonya Dental Journal 13, no. 2 (November 22, 2021): 129–36. http://dx.doi.org/10.24815/cdj.v13i2.23534.

Full text
Abstract:
Lesi ulserasi merupakan penyakit jaringan lunak mulut yang banyak dijumpai. Pendekatan perawatan terhadap lesi ulserasi dengan menggunakan bioadhesif bertujuan untuk mendapatkan efek terapi maksimal dari suatu zat aktif. Tanaman gambir (Uncaria gambir) adalah suatu jenis tumbuhan yang banyak dikembangkan sebagai obat herbal karena memiliki senyawa aktif seperti katekin. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efek mukobioadhesif ekstrak gambir terhadap penurunan rasa nyeri dan durasi penyembuhan pada lesi ulserasi rongga mulut. Desain penelitian ini adalah pretest-posttest control group. 24 sampel dibagi menjadi dua kelompok, kelompok yang diberi mukobioadhesif ekstrak gambir dan kelompok yang diberi mukobioadhesif plasebo selama 7 hari dengan aturan pakai 3 kali sehari. Tingkat keparahan rasa sakit yang diukur dengan skala VAS, luas lesi ulserasi, dan durasi penyembuhan dievaluasi dan dianalisis dengan SPSS ver. 22. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mukobiadhesif ekstrak gambir mampu mengurangi rasa sakit yang ditandai dengan penurunan skor VAS secara signifikan (p0,05) dan luas lesi yang ditandai dengan menurunnya rata-rata diameter lesi, serta mampu menurunkan durasi penyembuhan secara signifikan dibandingkan dengan plasebo. Dapat disimpulkan bahwa penatalaksanaan mukobioadhesif ekstrak gambir berpotensi dalam mengurangi rasa sakit dan mempercepat penyembuhan lesi ulserasi rongga mulut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Albert Winata, Alamsyah Ambo Ala Husain, and Andi Muhammad Takdir Musba. "Perbandingan Efek Kombinasi Levobupivakain 0,1% 2 mg Fentanyl 25 μg dengan Bupivakain 0,1% 2 mg Fentanyl 25 μg Intratekal Terhadap Hemodinamik, Intensitas Nyeri dan Durasi Persalinan pada Persalinan Normal." Majalah Anestesia & Critical Care 39, no. 1 (March 27, 2021): 27–34. http://dx.doi.org/10.55497/majanestcricar.v39i1.211.

Full text
Abstract:
Latar Belakang: Nyeri pada proses persalinan merupakan masalah yang kompleks. Respons fisiologis ibu terhadap nyeri persalinan dapat memengaruhi kesejahteraan ibu dan janin serta kemajuan persalinan. Regional analgesia dengan menggunakan kombinasi anestesi lokal dan opioid merupakan teknik yang paling populer. Penggunaan levobupivakain intratekal untuk manajemen nyeri persalinan mulai mengalami peningkatan karena memiliki efek samping minimal terhadap sistem saraf pusat, kardiovaskular dan blok motorik, namun efeknya masih kontroversial. Metode: Penelitian uji klinis tersamar tunggal. Sebanyak 38 subyek penelitian dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok bupi1 yang mendapatkan analgesia persalinan intratekal dengan bupivakain 0.1% + fentanyl 25 µg dan kelompok levo1 yang mendapatkan levobupivakain 0.1% + fentanyl 25 µg. Penilaian hemodinamik (tekanan arteri rerata dan laju nadi), nyeri dengan menggunakan visual analogue scale (VAS), dan blok motorik dengan menggunakan skala bromage dilakukan sesaat sebelum diberikan analgesia intratekal dan 30 menit setelah diberikan analgesia intratekal. Pada kedua kelompok dilakukan pencatatan waktu lama persalinan yang dimulai dari sesaat dilakukan analgesia spinal hingga bayi lahir. Hasil: Perubahan tekanan arteri rerata tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelompok. Pada kedua kelompok terjadi penurunan signifikan pada nilai rerata VAS, dimana perubahan VAS pada kelompok levo1 lebih besar secara signifikan dibandingkan pada kelompok bupi1. Bromage akhir 1 hanya ditemukan pada kelompok bupi1, sedangkan bromage akhir 0 ditemukan lebih banyak pada kelompok levo1, perbedaan ini signifikan secara statistik. Durasi persalinan tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelompok. Simpulan: Levobupivakain 0,1% 2 mg dan fentanyl 25 µg intratekal dapat menjadi alternatif bupivakain pada analgesia persalinan karena memiliki efek perubahan hemodinamik yang sama, analgesia yang baik dengan blok motorik yang lebih rendah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Norma, Norma, Ria Ariani Rasyid, and Elisabet Samaran. "PENGARUH TEKHNIK RELAKSASI GENGGAM JARI TERHADAP PENURUNAN SKALA NYERI PADA KLIEN POST OPERASI APENDISITIS DI RSUD KABUPATEN SORONG DAN RSUD SELE BE SOLU KOTA SORONG." Nursing Arts 13, no. 2 (January 31, 2020): 76–86. http://dx.doi.org/10.36741/jna.v13i2.100.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Pasien post operasi apendisitis sering mengalami nyeri dikarenakan insisi pembedahan. Relaksasi genggam jari adalah teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh relaksasi genggam jari terhadap penurunan nyeri dan perbedaan skala nyeri pada pasien post operasi apendisitis di ruang Kakatua dan Melati, RSUD Kabupaten Sorong dan Rumah Sakit Sele Be Solu Kota Sorong. Desain penelitian menggunakan pre-eksperimental dengan pendekatan Non-equivalent Control Group Design. Penelitian dilaksanakan 30 mei sampai dengan 30 juni 2019 di ruang Kakatua dan Melati, RSUD Kabupaten Sorong dan Rumah Sakit Sele Be Solu Kota Sorong. Populasi adalah seluruh pasien post operasi apendisitis yang dirawat di ruang Kakatua dan Melati, RSUD Kabupaten Sorong dan Rumah Sakit Sele Be Solu Kota Sorong dalam sebulan sebanyak 21 pasien Intervensi dan 15 Kontrol. Sampling menggunakan total Sampling. Sampel sebanyak 36 responden. Terdapat 2 variabel, variabel independen dengan relaksasi genggam jari dan dependen dengan penurunan nyeri. Pengumpulan data menggunakan skala Visual Analoge Scale (VAS). Analisis statistik menggunakan Paired sample t test untuk menguji pengaruh pre test - post test dan menggunakan Independent sample t test untuk menguji perbedaan pada intervensi dan kontrol dengan taraf signifikasi 0,05. Hasil penelitian menunjukkan sebelum pemberian relaksasi genggam jari mengalami nyeri sedang dan berat terkontol yaitu sebanyak 9 responden (25,0 %). setelah pemberian relaksasi genggam jari sebagian besar mengalami nyeri ringan sebanyak 11 responden (30,6 %). Didapatkan p value = 0,000 ≤ α = 0,05. Ada pengaruh relaksasi genggam jari terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi apendicitis dan hasil independent t test terdapat perbedaan skala nyeri dengan p value = 0,000 ≤ α = 0,05 di ruang Kakatua dan Melati, RSUD Kabupaten Sorong dan Rumah Sakit Sele Be Solu Kota Sorong. Teknik relaksasi genggam merangsang meridian jari yang meneruskan gelombang tersebut ke dalam otak. Hasil dari Perlakuan relaksasi genggam jari akan menghasilkan impuls yang dikirim melalui serabut saraf aferen nonnosiseptor sehingga stimulus nyeri terhambat dan berkurang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Muhammad, Ismail, Alvarino Alvarino, Nasman Puar, and Hafni Bachtiar. "Perbedaan Efektivitas Parasetamol Oral Dengan Tramadol Oral Sebagai Tatalaksana Nyeri Pasca Operasi Transurethral Resection of The Prostate." Jurnal Kesehatan Andalas 2, no. 1 (January 1, 2013): 38. http://dx.doi.org/10.25077/jka.v2i1.66.

Full text
Abstract:
AbstrakPendahuluan. Transurethral Resection of The Prostate (TURP) merupakan tindakan operasi endoskopi yang sudah menjadi standar baku untuk penatalaksanaan pembesaran kelenjar prostat jinak yang memerlukan tindakan bedah. Nyeri pasca operasi TURP disebabkan karena trauma (reseksi jaringan prostat), iritasi foley kateter dan traksi kateter pasca TURP pada luka operasi. Metode. Merupakan jenis penelitian eksperimental yang membandingkan efektivitas pemakaian parasetamol oral 500 mg dengan tramadol oral 50 mg sebagai tatalaksana nyeri pasca TURP. Penelitian ini melibatkan 30 orang pasien yang dibagi 2 kelompok yaitu 15 orang kelompok parasetamol dan 15 orang kelompok tramadol. Intensitas nyeri dengan skala VAS dan efek samping obat dinilai pada 3jam, 5jam, 7jam pasca spinal anesthesia. Hasil penelitian kemudian diuji dengan independen T.test dan Chi-square. Hasil. Rata-rata nilai VAS 3 jam pasca spinal anastesia kelompok parasetamol adalah 0,6267 cm dan tramadol 0,6400 cm. Pada 5 jam pasca spinal anastesi rata-rata nilai VAS kelompok parasetamol 1,5800 cm, kelompok tramadol 1,4933 cm. Pada 7 jam pasca spinal anesthesia rata-rata nilai VAS kelompok parasetamol 3,5800 cm dan kelompok tramadol 3,1667 cm. Setelah uji statistik baik pada 3jam, 5jam, 7jam pasca spinal anesthesia tidak terdapat perbedaan yang bermakna intensitas nyeri pada ke 2 kelompok dengan p > 0,05. Sedangkan kejadian mual dan alergi juga tidak ada perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok. p > 0,05. Kesimpulan. Parasetamol 500 mg oral versus tramadol 50 mg oral memiliki efektifitas yang sama dalam mengatasi nyeri pasca operasi TURP. Sedangkan kejadian mual dan alergi tidak ada perbedaan yang bermakna pada ke 2 kelompok.Kata kunci: TURP, parasetamol, tramadol, VASAbstractArial 9 italic Introduction. Transurethral Resection of the Prostate (TURP) is an endoscopic surgery that become the gold standard for the treatment of benign enlargement of the prostate gland that requires surgery. Postoperative pain due to trauma TURP (resection of prostate tissue), irritation foley catheters and catheter traction after TURP surgery on the wound. Methods. This study was an experimental research that compares the effectiveness of the use of oral paracetamol 500 mg with 50 mg oral tramadol as a pain management of post-TURP. This study involved 30 patients divided into 2 groups: 15 people group of paracetamol and 15 people group of tramadol. Pain intensity with the VAS scale and drug side effects rated at 3 hours, 5 hours, 7 hours after spinal anesthesia. Results were then tested with independent T.test and Chi-square Results were then tested with independent T.test and Chi-square. Results. Mean VAS values after 3 hours spinal anesthesia group of paracetamol and tramadol were 0.6267 cm 0.6400 cm. At 5 hours after spinal anesthesia the mean VAS value of paracetamol group was 1.5800 cm, group of tramadol was 1.4933 cm. At 7 hours after spinal anesthesia mean VAS value group of paracetamol was 3.5 800 cm and group of tramadol was 3.1667 cm. After a statistical test at 3 hours, 5 hours, 7 hours after spinal anesthesia, we conclude that there was no significant difference in pain intensity on the 2 groups with P> 0.05. While the incidence of nausea and allergies also had no significant difference in both groups. P> 0.05. Conclusion. Paracetamol 500 mg orally versus tramadol 50 mg orally had the same effectiveness in addressing postoperative pain TURP. While there was no significant difference in the 2 groups in the incidence of nausea and allergies
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Pretto, Manuela, Thomas Groß, Armin Aeschbach, Josefine Büttiker, Kurt Zogg, and Stephan Marsch. "Improvement of postoperative pain relief on surgery wards." Pflege 14, no. 4 (August 1, 2001): 239–45. http://dx.doi.org/10.1024/1012-5302.14.4.239.

Full text
Abstract:
Ein interdisziplinäres Projekt sollte die postoperative Schmerzbekämpfung auf den chirurgischen Stationen eines Universitätsspitals verbessern: Die Schmerztherapie wurde um die Möglichkeit erweitert, ein Opiat (Morphin) bei Bedarf (Schmerz-Score > 3 auf der visuellen Analog-Skala, VAS von 0 bis 10) auch intravenös zu verabreichen, was auf zwei Abteilungen getestet wurde. Vorliegende Untersuchung zeigt die resultierende Veränderung der Schmerzsituation der Patienten sowie die Beurteilung durch die Pflegenden auf. Methode: Vor und nach einer 3-monatigen Probephase wurden auf beiden Pilot-Abteilungen Patientenbefragungen und Dokumentenanalysen und am Ende der Probephase eine Mitarbeiter-Befragung durchgeführt. Resultate: Es wurden 110 Patienten vor, respektive 125 Patienten nach der Veränderung und 39 Pflegende befragt. Obwohl nur wenige Patienten (8%) während der zweiten Datenerfassung Morphin i.v. verabreicht erhielten, zeigte sich eine deutliche Entwicklung: Mehr Patienten wurden nach der Stärke ihrer Schmerzen gefragt und kannten die VAS (neu 64%, vorher 45%, p = 0.004) und weniger gaben an, dass sie zu lange auf ein Schmerzmittel warten mussten (neu 8%, vorher 15%). Die VAS-Werte für die maximalen Schmerzen lagen in der Erhebung 2000 signifikant tiefer (p = 0,02), und die Ausschöpfung der Reservemedikation insgesamt nahm signifikant zu (p = 0,035). Tendenziell lag auch die Schmerzstärke zum Befragungszeitpunkt tiefer und die Verabreichung der Basismedikation nahm leicht zu. Die generelle Zufriedenheit der Patienten bezüglich dem Umgang mit ihren Schmerzen war in beiden Erhebungen hoch (> 95%). Die MitarbeiterInnen beurteilten zu 88% die Möglichkeit, das Opiat bei Bedarf auch i.v. geben zu können, positiv, trotz erhöhter Arbeitsbelastung durch die Überwachung. 31% der Befragten gaben an, dass das Thema Schmerz durch die Intervention für sie wichtiger geworden sei. Schlussfolgerung: Die erweiterte Möglichkeit der Schmerzmittelgabe und das regelmäßige Erfragen und Dokumentieren der Schmerzen bewirkte bei den Pflegenden eine erhöhte Sensibilisierung für das Schmerzerleben ihrer Patienten, was zu einer verbesserten Ausschöpfung der Schmerzmittel und zur besseren Schmerztherapie insgesamt führte. Für die Zukunft ist eine weitere Qualitätsverbesserung der Schmerztherapie durch die Fortsetzung dieses Weges möglich.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Amtha, Rahmi, M. Marcia, and Anggia Irma Aninda. "Plester sariawan efektif dalam mempercepat penyembuhan stomatitis aftosa rekuren dan ulkus traumatikus." Majalah Kedokteran Gigi Indonesia 3, no. 2 (December 7, 2017): 69. http://dx.doi.org/10.22146/majkedgiind.22097.

Full text
Abstract:
Mouth ulcer plaster is effective in accelerating the healing of recurrent aphthous stomatitis and traumatic ulcers. Recurrent aphthous stomatitis (RAS) is one of the most commonly occurring oral diseases. The prevalence of oral ulceration worldwide is 4%, with RAS having the largest proportion (25%). Recurrent aphthous stomatitis is oral ulceration which has a self-limiting disease, but the specific medication to reduce pain caused by lesion is still less varied nowadays. This study aimed to examine the differences in the effectiveness between topical application of hyaluronic acid (HA), mouth ulcer plaster (MUP) and 0.1% triamcinolone acetonide (TA) as a positive control in the healing of RAS and traumatic ulcers (TU). This was a quasi-experimental study by measuring the lesion diameter as well as visual analogue scale (VAS) pre- and post-administration of three types of medication. Kruskal-walis test results show that there are differences in effectiveness (p=0.000) of the three types of medication to cure RAS and TU. There are signicant differences in the reduction of RAS and TU lesion diameter (p = 0.015) and VAS (p = 0.038) with the use of HA and MUP on the 4th day. There is no signicant difference in effectiveness (diameter and VAS) of MUP and TA medication on the fourth day (p = 0.880 and p = 1.000 respectively). There is no signicant difference among HA, MUP and TA on the healing of the lesions on the seventh day (p>0.05). It can be concluded that the effectiveness of MUP is similar to that of topical medications containing corticosteroids in the healing of RAS and traumatic ulcers.ABSTRAKStomatitis aftosa rekuren (SAR) merupakan salah satu penyakit mulut yang paling umum terjadi. Prevalensi ulserasi mulut di seluruh dunia adalah 4%, dengan SAR menempati urutan terbesar yaitu 25%. Stomatitis aftosa rekuren merupakan ulserasi mulut yang memiliki self-limiting disease, namun sediaan obat yang spesifik untuk mengurangi rasa sakit yang ditimbulkan lesi sampai saat ini masih kurang bervariasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas antara aplikasi topikal asam hialuronat (AH), plester sariawan (PS) serta triamcinolone acetonide 0,1% (TA) sebagai kontrol positif dalam menyembuhkan SAR dan ulkus traumatikus (UT). Jenis penelitian eksperimental klinis kuasi dengan mengukur diameter lesi serta skala visual analog (VAS) pra dan paska pemberian tiga jenis obat. Hasil uji Kruskal-walis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan efektivitas (p=0,000) ketiga jenis obat terhadap penyembuhan SA dan UT. Terdapat perbedaan bermakna penurunan diameter lesi (p = 0,015) dan VAS (p = 0,038) SAR dan UT dengan penggunaan AH dan PS pada hari ke-4. Tidak ada perbedaan bermakna efektivitas (diameter dan VAS) obat PS dan TA pada hari ke-4 (p = 0,880 dan p = 1,000 secara berurutan). Tidak ada perbedaan bermakna antara masing-masing obat AH, PS dan TA terhadap penyembuhan lesi pada hari ke-7 (p >0,05). Kesimpulan efektivitas PS sama dengan obat topikal yang mengandung kortikosteroid dalam menyembuhkan stomatitis aftosa dan ulkus traumatikus.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Christiana, Ari, and Mizam Ari Kurniyanti. "KULIT JERUK UNTUK AROMATERAPI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENURUNAN NYERI HAID." Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada 3, no. 2 (March 2, 2015): 115–18. http://dx.doi.org/10.33475/jikmh.v3i2.159.

Full text
Abstract:
Kulit jeruk mandarin diketahui mengandung minyak atsiri yang berguna untuk menstabilkan system saraf sehingga dapat menimbulkan efek tenang bagi yang menghirupnya. Kandungan minyak astiri pada jeruk mandarin yakni lonalol, limonen, linalil, danterpinol yang memiliki fungsi sebagi penenang, rileksdandamai.Pada penelitian ini ingin diketahui fungsi aromaterapi jeruk dalam menurunkan intensitas nyeri haid.Metode penelitian dengan cara mengukur intensitas nyeri haid sebelum diberikan perlakuan kemudian selama periode menstruasi responden diberikan aromaterapi kulit jeruk mandarin melalui teknik bowling lalu intensitas nyeri diukur kembali menggunakan VAS (Visual Analog Scale).Hasil yang dicapai pada penelitian ini adalah dari 30 responden yang telah diberikan aromaterapi, 7 responden tidak mengalami nyeri, 19 responden mengalami nyeri ringan dan 4 responden mengalami nyeri sedang. Setelah dilakukan analisis data menggunakan uji T sampel berpasangan didapatkan tingkat signifikasi 0,000 < α 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan skala nyeri haid sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan.Kesimpulan dari penelitian ini adalah terjadi penurunan tingkat nyeri haid dari responden setelah diberikan aromaterapi jeruk, dan dari hasil wawancara responden mengatakan selain nyeri berkurang responden juga merasa lebih rileks.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Martin, Jacqueline S., Irena Anna Frei, Franziska Suter-Hofmann, Katharina Fierz, Maria Schubert, and Rebecca Spirig. "Evaluation der Pflege- und Führungskompetenz – eine Ausgangslage für die weitere Praxisentwicklung." Pflege 23, no. 3 (June 1, 2010): 191–203. http://dx.doi.org/10.1024/1012-5302/a000039.

Full text
Abstract:
Kompetente Pflege und effektives Leadership sind wichtige Voraussetzungen für die Bereitstellung einer qualitativ hochwertigen, evidenzbasierten, patienten- und ergebnisorientierten Patientenversorgung. Die Abteilung Klinische Pflegewissenschaft (KPW) am Universitätsspital Basel (USB) entwickelte und implementierte Programme zur gezielten Praxisentwicklung, welche die pflegerische Kompetenz sowie die des Leadership fördern. Zur Erfassung von Pflege- und Leadership-Kompetenz sowie der Arbeitsumgebungs- und Pflegequalität führte die KPW 2007 eine Evaluationsstudie mit einem Mixed-Method-Design durch. Am quantitativen Anteil der Studie nahmen 679 Pflegefachpersonen und 27 Stationsleitungen teil. Die deskriptiven Resultate zeigen, dass Pflegefachpersonen ihre durchschnittliche pflegerische Kompetenz über alle sieben Subkategorien der Nurse Competence Scale mit einem Mittelwert von 75,1 (VAS 0 – 100) beurteilten. Die Leadership-Kompetenz von Stationsleitungen wurde im oberen Drittel der Skala des Leadership Practice Inventory mit mittleren Werten zwischen 40 bis 50 (Meanscore: 6 – 60) eingeschätzt. Als Qualitätssicherungsmaßnahme sind regelmäßige Nachfolgeerhebungen im Sinne eines Monitoring geplant. Solche Erhebungen werden in Zukunft von zentraler Bedeutung sein, da zu erwarten ist, dass sich mit der Einführung des DRG-Finanzierungsmodells im schweizerischen Gesundheitswesen der Kontext der pflegerischen Leistungen verändern wird.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Haasenritter, Jörg, Anna Maria Eisenschink, Elisabeth Kirchner, Heidi Bauder-Mißbach, Michael Brach, Jessica Veith, Silvia Sander, and Eva-Maria Panfil. "Auswirkungen eines präoperativen Bewegungsschulungsprogramms nach dem für kinästhetische Mobilisation aufgebauten Viv-Arte-Lernmodell auf Mobilität, Schmerzen und postoperative Verweildauer bei Patienten mit elektiver medianer Laparotomie." Pflege 22, no. 1 (February 1, 2009): 19–28. http://dx.doi.org/10.1024/1012-5302.22.1.19.

Full text
Abstract:
Die mediane Laparotomie (Mittelschnitt) stellt einen häufig genutzten Standardzugang zum Abdomen in der Chirurgie dar. Dabei werden für die Bewegung notwendige Muskeln manipuliert und es kommt postoperativ zu Einschränkungen der funktionalen Mobilität und zu bewegungsabhängigen Schmerzen. Ziel der Pilotstudie war es, die Auswirkungen eines präoperativen Bewegungsschulungsprogramms nach dem Viv-Arte-Lernmodell für kinästhetische Mobilisation auf Mobilität, Schmerzen und Verweildauer bei Patienten mit elektiver medianer Laparotomie zu testen, das Studiendesign zu überprüfen und mögliche Effektstärken zu ermitteln. Es wurde eine prospektive, randomisierte, kontrollierte und unverblindete Studie durchgeführt. Eingeschlossen wurden 27 Patienten (Median = 63 Jahre, 19 männlich) mit medianer Laparotomie bei Zystektomie. Die Intervention beinhaltet die präoperative Schulung für das postoperative Mobilisationsverhalten. Die Mobilität wurde mithilfe des Mobilitätstests für Patienten im Akutkrankenhaus (MOTPA) gemessen, die Schmerzintensität mittels einer visuellen Analog-Skala (VAS). Interventions- und Kontrollgruppe waren hinsichtlich der Kontrollvariablen vergleichbar. Es gab keine aussagekräftigen Gruppenunterschiede hinsichtlich der Zielkriterien. Möglicherweise sind die gewählten Zielgrößen bzw. ihre Operationalisierung ungeeignet, um Effekte der Intervention aufzuzeigen. Es erscheint notwendig, weiter an der Entwicklung von Instrumenten zu arbeiten, die geeignet sind, die Wirkung bewegungsbezogener Interventionen zu messen.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Arpandjam'an, Arpandjam'an, Muhammad Awal, and H. Tiar Erawan. "PENGARUH PEMBERIAN MASSAGE DENGAN TEKNIK EFFLURAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI GASTROCNEMIUS PEMAIN FUTSAL CLUB FUTSAL DPC BONTOCANI." Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar 10, no. 2 (October 30, 2018): 28. http://dx.doi.org/10.32382/mf.v10i2.552.

Full text
Abstract:
Pada olahraga futsal terlalu banyak aktifitas pada gastrocnemius sehingga dapat timbul kelelahan pada kedua tungkai yang menyebabkan nyeri pada gastrocnemius. Kelelahan adalah suatu keadaan yang relatif, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh. Kelelahan otot secara fisik antara lain akibat zat-zat sisa metabolisme seperti asam laktat, CO2 dan kontraksi otot yang kuat dan lama. Hambatan aliran darah yang menuju ke otot yang sedang berkontraksi mengakibatkan kelelahan otot yang hampir sempurna selama satu menit atau lebih karena kehilangan makanan terutama kehilangan oksigen.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh efflurage terhadap penurunan nyeri gastrocnemius pada pemain futsal club futsal DPC Bontocani. Jenis penelitian ini bersifat pra eksperimen dengan rancangan penelitian one group pre tes – post tes desain.Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian efflurage dapat menghasilkan penurunan nyeri dari 4,540 pada pre test menjadi 3,040 pada post tets pada skala VAS, dengan rata-rata penurunan nyeri sebesar 1,500. Kemudian hasil Uji Pairet t-sample menunjukkan bahwa pemberian efflurage dapat memberikan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan nyeri gastrocnemius dengan nilai p (0,000) < 0,05.Dengan demilian dapat disimpulkan bahwa pemberian efflurage dapat memberikan pengaruh yang bermakna terhadap penurunan nyeri gastrocnemius pada pemain futsal club futsal DPC Bontocani.Kata Kunci : Efflurage, Nyeri Gastrocnemius
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Sinantyanta, Hadyan, and Ida Bagus Gde Sujana. "Manajemen Anestesi pada Pasien dengan Kistoma Ovarii Permagna." JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia) 5, no. 3 (November 1, 2013): 225. http://dx.doi.org/10.14710/jai.v5i3.6313.

Full text
Abstract:
Pendahuluan: Manajemen anestesi pada pasien dengan kistoma ovarium permagna merupakan tantangan karena memerlukan persiapan yang cermat dan memiliki risiko tinggi selama periode perioperatif . Seorang wanita 25 tahun dengan keluhan perut kembung mengganggu aktivitas karena sesak nafas .Tujuan:Melaporkan pengelolaan anestesi pada wanita dengan kistoma ovarium permagna.Metode: Seorang wanita berusia 25 tahun datang dengan keluhan perut membesar sejak 15 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan kesulitan bernapas. Aktivitas mulai berkurang, terdapat kesulitan berjalan. Pasien memiliki lingkar perut 109 cm. Pemeriksaan USG menunjukkan kistoma besar dengan ascites. CT scan abdomen menunjukkan massa kistik besar dengan ukuran 30,3 x 34,9 x42 ,1 cm dengan komponen padat mendesak usus dan adanya hidronefrosis derajat IV dan III di kiri-kanan, cairan asites minimal intraperitoneal.Hasil: Operasi berlangsung selama 2 jam, kistoma berhasil diangkat secara utuh. Dengan berat massa saat ditimbang 23 kg. Perdarahan intraoperatif sekitar 500 ml, dan produksi urin 1600 ml. Setelah 19 jam pengawasan di unit perawatan intensif, pasien diekstubasi. Setelah hari ketiga pasien dirawat di ruangan. Berat pasien 30 kg diruangan. Aktivitas fisik normal dan tanpa keluhan nyeri dengan skala VAS ( skor analog visual) saat diam dan saat bergerak 2 cm 0 cm. Pasien diijinkan pulang ke rumah setelah hari ke-8 pasca operasi untuk rawat jalan.Ringkasan: Manajemen anestesi telah dilakukan pada wanita dengan kistoma ovarium permagna.Operasi berjalan sukses dan pasien diperbolehkan pulang ke rumah setelah hari ke-8 pasca operasi untuk rawat jalan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Hantikainen, Virpi, Konrad Koller, Diana Grywa, Jaana Niemi, and Maritta Välimäki. "Quality of life of people with schizophrenia in the supported group homes: assessing the individual." Pflege 14, no. 2 (April 1, 2001): 106–15. http://dx.doi.org/10.1024/1012-5302.14.2.106.

Full text
Abstract:
Das Ziel dieser Studie war es, die individuelle Lebensqualität von schizophrenen Menschen in Wohnheimen zu untersuchen. Befragt wurden BewohnerInnen (N = 40) von sieben Wohnheimen mit der Diagnose Schizophrenie. Die Untersuchungspersonen wurden mit dem Schedule for the Evaluation of Individual Quality of Life: A Direct Weighting Procedure Instrument (SEIQoL-DW) interviewt. Die Befragten hatten die Möglichkeit, die individuellen Lebensqualitätsdimensionen selbst zu definieren, sowie deren Bedeutung und Wichtigkeit mittels Visueller-Analog-Skala (VAS 0-100) zu beurteilen. Der durchschnittliche Lebensqualitätswert lag bei 64,71 (Standardabweichung 19,05, Min. 6,81, Max 93,49). Von den 200 individuell genannten LQ-Bereichen konnten 18 Gruppen gebildet werden, von denen «Beziehung», «Soziales Leben», «Arbeit/Beschäftigung», «Freizeit/Beschäftigung», «finanzielle/materielle Wünsche», «Wohnen», «Autonomie» und «Gesundheit» am häufigsten vorkamen. Die Studie zeigt weiter auf, dass eine längere Aufenthaltsdauer im Heim einen höheren Lebensqualitätswert ergab. Die BewohnerInnen mit einer längeren Aufenthaltsdauer im Heim beurteilen die Bereiche «Autonomie», «Arbeitssituation» und «Sinnfindung» besser als Personen mit kürzeren Heimaufenthaltsdauern. Es zeigte sich klar, dass LQ-Bereiche für jeden Heimbewohner in seiner aktuellen Situation eine individuelle Bedeutung haben und dass auch die Zufriedenheit und Gewichtung der verschiedenen Bereiche individuell beurteilt wurden. Die befragten Personen konnten auf reliable und valide Weise ihre Lebensqualität einschätzen. Sie fühlten sich ernst genommen und zeigten großes Interesse, ihre Lebensqualität selbst beurteilen zu können. Diese Studie zeigte auch, dass das Instrument eine therapeutische Bedeutung für psychisch behinderte Menschen haben könnte.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Bajinski, Ralf, Joachim Gülke, Martin Mentzel, Florian Sigloch, Moritz Dustmann, and Nikolaus Johannes Wachter. "Die dorsale Bandplastik bei posttraumatischer skapholunärer Dissoziation." Handchirurgie · Mikrochirurgie · Plastische Chirurgie 49, no. 03 (August 2017): 188–93. http://dx.doi.org/10.1055/s-0043-115218.

Full text
Abstract:
ZusammenfassungDie veraltete skapholunäre Dissoziation (SLD) Stadium 2 und 3 kann bei fehlender Therapie zu posttraumatischen Folgeschäden führen. Verschiedene Therapieansätze wie Kapsulodesen, Tenodesen oder andere Verfahren wurden beschrieben. Ziel aller Verfahren ist die Palmarkippung des Kahnbeines mit nachfolgender Arthrose (SLAC-wrist) zu vermeiden. Ziel dieser Studie war die Evaluation der Ergebnisse einer in unserem Haus durchgeführten modifizierten dorsalen Bandplastik bei Patienten mit SLD 2° und 3° im Rahmen eines prospektiven Studiendesigns. Weiterhin sollte ermittelt werden, ob eine Korrelation zwischen klinischen und radiologischen Parametern besteht und ob durch die Operation die Entstehung eines SLAC-wrist verhindert werden kann. In unserer Klinik wurden zwischen 2007 und 2011 29 Patienten mit einer modifizierten dorsalen Bandplastik bei veralteter SLD 2° und 3° operativ versorgt. Im Rahmen der prospektiven Studie konnten 25 Patienten nach durchschnittlich 18 Monaten nachuntersucht werden. Präoperativ wurden die klinischen Parameter ROM, DASH und VAS-Schmerzskala sowie die radiologischen Parameter SL-Distanz in Ruhe und Kraftgriff sowie SL-Winkel erhoben; postoperativ zusätzlich die Greifkraft der operierten und der gesunden Gegenseite, der Mayo Wrist Score (MWS) und die subjektive Gesamtbeurteilung. Die subjektive Gesamtbeurteilung postoperativ lag bei durchschnittlich gut. Die postoperative Beweglichkeit ROM lag bei 83,8 % der ROM der gesunden Gegenseite und verminderte sich im Vergleich zu präoperativ um 11 % (nicht signifikant). Die postoperative Kraft lag bei 85,7 % der Kraft der gesunden Gegenseite. Die VAS-Schmerz-Skala lag postoperativ bei durchschnittlich 2,7, präoperativ bei durchschnittlich 6,7, die Schmerzabnahme war signifikant. Der postoperative DASH-Score lag präoperativ bei 60 und verbesserte sich postoperativ signifikant auf 22,5. Der postoperative MWS lag bei 73. Alle postoperativen radiologischen Parameter waren signifikant verbessert (p < 0,001), lagen aber durchschnittlich noch im pathologischen Bereich. In der Pearson Korrelationsanalyse zeigte sich keine relevanten Korrelationen zwischen den radiologischen Parametern und den klinischen Scores. In 3 Fällen (12 %) waren Folgeoperationen nötig. Die beschriebene modifizierte dorsale Bandplastik bietet eine Therapieoption bei veralteter SLD Grad 2 und 3. Sie lieferte gute klinische Ergebnisse bei geringer Komplikationsrate und kleiner Zugangsmorbidität. Kritisch zu sehen ist die geringe Nachuntersuchungszeit von durchschnittlich 18 Monaten, eine erhöhte SLAC-Rate bei längerer Nachuntersuchungszeit kann nicht ausgeschlossen werden.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Vikene, Odd Lennart. "Situasjonsbestemt ledelse av studentgrupper i friluftsliv." Acta Didactica Norge 8, no. 1 (May 5, 2014): 4. http://dx.doi.org/10.5617/adno.1096.

Full text
Abstract:
Artikkelen gir et praktisk eksempel på hvordan ulike studentgrupper i forbindelse med bygging av nødbivuakk i vinterfjellet opplevde min situasjonsbestemte ledelse som veileder. Teorigrunnlaget viser til situasjonsbestemte ledelsesmodeller og hva som kjennetegner god veiledning i friluftsliv. Datainnsamlingen bygger på kvantitative data fra et spørreskjema og benyttes til å analysere studentenes opplevelse av veileders ledelse ut i fra rangeringsmetoden Visuell Analog Skala (VAS). Fra samme spørreskjema var det også et åpent spørsmål som benyttes til refleksjon over studentenes opplevelse av sikkerhet i undervisningssituasjonen. Resultatene viser at studentgruppene opplevde klare ledelsesforskjeller gjennom de ulike fasene som ledelsen ble delt opp i, men at ledelsesatferden varierte lite i forhold til gruppenes erfaringsgrunnlag. Resultatene tyder på at jeg som veileder i stor grad har blitt påvirket av mine tidligere erfaringer og den potensielle risikoen som ligger ved aktiviteten. Selv om den situasjonsbestemte ledelsen varierte lite mellom de tre gruppene, viser resultatenes store standardavvik at de ulike smågruppene opplevde at ledelsen varierte. Dette tyder på at jeg som veileder til en viss grad har evnet å benytte situasjonsbestemt ledelse i praksis. På grunn av studentgruppenes relativt like oppfatning av ledelsen i de ulike fasene, viser resultatene også noe av vanskelighetene veileder har i forhold til å gjøre en korrekt vurdering av gruppens evner og erfaring i relasjon til læringssituasjonene som oppstår. Sentralt for ledelsen er likevel at studentgruppene opplevde ledelsen som betryggende, noe som gir studentene et godt grunnlag for senere opplevelser i tilknytning til vinterfriluftsliv og bygging av nødbivuakk.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Fadinie, Wulan, Dadik Wahyu Wijaya, and Hasanul Arifin. "Perbandingan Efek Analgesi Infiltrasi Morfin 10 Mg dan Bupivakain 0,5% 2 Mg/KgBB pada Seksio Sesarea dengan Teknik Anestesi Spinal." Jurnal Anestesi Obstetri Indonesia 3, no. 2 (September 17, 2020): 73–9. http://dx.doi.org/10.47507/obstetri.v3i2.45.

Full text
Abstract:
Latar Belakang: Persalinan dengan seksio sesarea sangat umum dilakukan dan setiap intervensi yang dapat mengurangi rasa sakit pasca operasi layak diteliti lebih lanjut. Cara terbaik untuk mengurangi rasa sakit dengan memberikan analgesi yang langsung bekerja pada area luka. Telah diketahui morfin memiliki reseptor perifer sehingga pemberian secara subkutan dapat menjadi metode yang sangat efektif dalam manajemen nyeri pasca operasiTujuan: Membandingkan efek analgesi dari infiltrasi lokal morfin 10 mg dengan bupivakain 2mg/kgBB 0,5% pada pasca seksio sesarea dengan anestesi spinal. Subjek dan Metode: Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar ganda dengan 100 sampel wanita hamil, usia 20-40 tahun, PS-ASA I-II yang akan menjalani seksio sesarea elektif dan darurat dengan anestesi spinal. Setelah dihitung secara statistik, sampel dibagi secara acak menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama mendapat morfin 10 mg dan kelompok kedua mendapat bupivakain 0,5% 2 mg/kgBB secara infiltrasi lokal subkutan didaerah luka operasi. Skala nyeri dinilai dengan VAS. Hasilnya diuji dengan uji T-independent, Chi-Square, dengan nilai signifikan 95% (p <0,05%, signifikan secara statistik). Hasil: Pada kelompok morfin pemberian analgesi tambahan lebih sedikit daripada kelompok bupivakain, hasilnya berbeda bermakna secara statistik (p <0.05) pada setiap jam pengamatan. Efek samping tidak ditemukan pada kedua kelompok. Kelompok morfin meringankan rasa sakit lebih baik daripada kelompok bupivakain dengan skor VAS yang lebih rendah pada setiap jam pengamatanSimpulan: Infiltrasi lokal subkutan 10 mg morfin memberikan efek analgetik yang lebih baik pada pasien pasca seksio sesarea dengan anestesi spinal dibandingkan dengan bupivacain 0,5% 2 mg/kgBB, tanpa efek samping. Comparison of the Analgesic Effects of 10 mg Morphine and 2mg/BW Bupivacaine 0.5% Infiltration in Cesarean Section with Spinal Anesthesia Technique Abstract Background: Nowadays, deliveries by cesarean section are more commonly done, any intervention that can make progression to reduce post-operative pain are feasible for further study. The best way to reduce pain is by administration pain relieve drug that directly act in wound. It is known that morphine has peripheral receptors, so subcutaneous administration can be a very effective method of postoperative pain management. Objective: To compare analgetic effect from local infiltration of 10 mg morphine with 2mg/BW bupivacaine 0.5% in post cesarean section with spinal anesthesiaSubject and Methods: This study was done by double blinded randomized clinical trial with 100 samples of pregnant women, age 20-40 years, PS-ASA I-II that will undergo elective and emergency cesarean section with spinal anesthesia. After calculated statistically, all samples divided randomly into 2 groups. First group got morphine 10 mg and second group got bupivacaine 0.5% 2 mg/BW infiltration at the area of surgical wound. Pain scale was evaluated by VAS. The result was tested by T-independent test, Chi-Square, with significant value 95% (p<0.05%, statistically significant). Result: In morphine group, the additional analgesia was less than bupivacaine group, the results were statistically significant (p <0.05) at each hour of observation. No side effects were found in either group. The morphine group relieved pain better than the bupivacaine group with lower VAS scores at each hour of observation.Conclusion: Infiltration of 10 mg morphine subcutaneous compared to bupivacaine 0.5% 2mg/BW give better analgetic effect in post cesarean section patients with spinal anesthesia, without any side effects
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Pangaribuan, Resmi, and Nina Olivia. "SENAM LANSIA PADA REUMATOID ARTHRITIS DENGAN NYERI LUTUT DI UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BINJAI." Indonesian Trust Health Journal 3, no. 1 (April 22, 2020): 272–77. http://dx.doi.org/10.37104/ithj.v3i1.46.

Full text
Abstract:
Elderly is someone who has reached the age of 60 years and over. Responding to an illness, but it is a process that gradually replaces cumulative changes, is a process of decreasing the body's resistance in dealing with stimuli from inside and outside the body. Many of the elderly are still productive and able to be active in social, national and state life. Efforts to Increase the social welfare of the elderly is essentially a preservation of the religious and cultural values ​​of the nation. Aging or growing old is a condition that occurs in human life. Growing old is a natural process which means that a person has gone through three lives, namely child, adult and old. Knee pain is a regenerative disease of the joints and one of the signs and symptoms of rheumatoid arthritis. One effort to reduce pain with the help of elderly gymnastics. The aim of the study is to provide the implementation of elderly exercise in elderly rheumatoid arthritis with knee pain to reduce knee pain. The benefits of research are joint skills training and reducing the scale of care in the elderly. This research method is quantitative with experimental type and one group pre-post test design. The population in this study are elderly both men and women in the UPT Binjai Elderly Services unit. An instrument or tool that uses a scale forgetting the Analog Analog Scale (VAS) and an observation sheet. The exercise of elderly exercise can be done in the morning before absorption for approximately 15-45 minutes. Instrument or tool that uses the Wilcoxon statistical test. The results of the study address the significant value of knee pain in the elderly. And elderly exercise is effective for reducing knee pain in elderly rheumatoid arthtritis in UPT Binjai Elderly Services. Abstrak Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan perubahan kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh. Banyak diantara lanjut usia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lanjut usia pada hakikatnya merupakan pelestarian nilai-nilai keagamaan dan budaya bangsa. Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupan, yaitu anak, dewasa dan tua. Nyeri lutut merupakan suatu penyekit regeneratif sendi dan salah salah satu tanda dan gejala dari rheumatoid arthritis. Salah satu upaya untuk menurangi nyeri lutut adalah dengan dengan pemberian senam lansia. Tujuan penelitian adalah memberikan implementasi senam lansia pada lansia rheumatoid arthtritis dengan nyeri lutut untuk mengurangi nyeri lutut. Manfaat penelitian adalah untuk melatih kemampuan otot sendi dan mengurangkan skala nyeri pada lansia. Metode penelitian ini adalah kuanitatif dengan jenis eksperimental dan design one group pre-post test design. Populasi pada penelitian ini adalah lansia baik laki-laki maupun wanita di unit UPT Pelayanan Lanjut Usia Binjai. Instrumen atau alat yang di gunakan berupakan skala nyeri Visual Analog scale (VAS) dan lembar observasi.. Pelaksanaan senam lansia dapat dilakukan pada pagi hari sebelum serapan selama kurang lebih 15-45 menit. Instrument atau alat yang di gunakan uji statistik wilcoxon. Hasil penelitian menujukan bahwa nilai signifikan menurun pada nyeri lutut lansia, dan disimpulkan bahwa senam lansia efektif untuk mengurangi rasa nyeri lutut pada lansia rheumatoid arthtritis di UPT Pelayanan Lanjut Usia Binjai.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Rifa’ah, Mulhimmatul, Meti Widiya Lestari, and Uly Artha Silalahi. "PENGARUH ABDOMINAL STRETCHING TERHADAP NYERI PUNGGUNG IBU HAMIL TRIMESTER III." Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik 16, no. 2 (April 6, 2022): 187. http://dx.doi.org/10.26630/jkep.v16i2.3104.

Full text
Abstract:
<p><em> </em></p><p>Dampak dari perubahan kehamilan trimester III dapat menimbulkan ketidaknyamanan, salah satu diantaranya nyeri punggung bawah yang berada di daerah <em>lumbosacral</em> dan sakroiliakal. Hal tersebut jika tidak ditangani dengan baik dapat mengganggu aktivitas sehari-hari. Salah satu penatalaksanaan terapi non farmakologi melalui gerakan-gerakan ringan <em>abdominal stretching</em>. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh <em>abdominal stretching</em> terhadap nyeri punggung ibu hamil trimester III.Metode penelitian ini menggunakan <em>pre-eksperiment</em> dengan pendekatan <em>one group pretest posttest design</em>. Populasi merupakan jumlah ibu hamil trimester III di wilayah Puskesmas Cibeureum. Teknik pengambilan sampel menggunakan <em>purposive sampling</em> berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi, sampel penelitian berjumlah 47 responden ibu hamil trimester III yang mengalami nyeri punggung dengan usia kehamilan 28-32 minggu. Instrumen yang dipakai untuk mengukur skala nyeri menggunakan <em>Visual Analog Scale</em> (VAS) dan uji statistik menggunakan uji <em>Wilcoxon</em>. Hasil penelitian didapatkan nilai rerata sebelum perlakuan <em>abdominal stretching</em> yaitu 5,89 sedangkan sesudah perlakuan <em>abdominal stretching</em> 3,19 dan terdapat penurunan yang signifikan ρvalue=0,000 (&lt;0,05). Kesimpulan : Ada pengaruh <em>Abdominal Stretching</em> terhadap nyeri punggung ibu hamil.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Pratiwi, Iva Gamar Dian, and Laylatul Hasanah. "Efektifitas Spiritual Hipnoterapi terhadap Penurunan Nyeri Dismenore pada Mahasiswi Kebidanan." Jurnal Ners dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery) 7, no. 2 (August 5, 2020): 264–69. http://dx.doi.org/10.26699/jnk.v7i2.art.p264-269.

Full text
Abstract:
Dismenore atau nyeri haid yaitu ketidaknyamanan yang sering dialami remaja khususnya perempuan. Dismenore pada remaja terjadi 60% - 90% dan mengganggu aktivitas sehari hari. (Lestari H. Metusala, J.&Suryanto, 2010). Dari hasil penelitian, di Indonesia angka kejadian dismenore sebesar 64,25%, diantaranya 54,89% dismenore primer, 9,36% dismenore sekunder (Ningsih 2011). Wanita membutuhkan obat untuk mengurangi rasa nyeri baik dengan farmakologi maupun non farmakologi. Pengobatan yang di butuhkan wanita yaitu pengobatan yang tidak bersifat invasive dan yang cocok dengan pasien nyeri yang memerlukan penanganan holistik untuk mengintervensi psikis serta mencegah terjadinya konsumsi obat-obatan analgetik yang tidak rasional, pengobatan tersebut yaitu hipnoterapi.( Lucas N.N&Sugianto,2017). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efektifitas spiritual hipnoterapi terhadap penurunan disminore. Jenis Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif pra experimental dengan pendekatan cross sectional. Rancangan penelitian yang digunakan adalah one group pretest posttest, jumlah sampel 30 responden. Tekhnik sampling yang digunakan purposive sampling yang sesuai kriteria inklusi. Penelitian ini dilakukan bulan April sampai Oktober 2019. Intrumen yang digunakan adalah kuesioner penilaian nyeri Visual Analog Scale (VAS) dengan skala Numeric Rating Scale (NRS). Hasil analisa data dengan Wilcoxon signed rank test didapatkan hasil p = 0,000<0,005 maka dapat disimpulkan bahwa spiritual hipnoterapi efektif dalam menurunkan nyeri dismenore pada mahasiswi Kebidanan. Dysmenorrhea or menstrual pain is discomfort that is often experienced by adolescents, especially women. Dysmenorrhea in adolescents occurs 60% - 90% and interferes with daily activities. (Lestari H. Metusala, J. & Suryanto, 2010). From the results of the study, in Indonesia the incidence of dysmenorrhea was 64.25%, including 54.89% of primary dysmenorrhea and 9.36% of secondary dysmenorrhea (Ningsih 2011). Women need drugs to reduce the pain, both with pharmacology and non-pharmacology, one of which is hypnotherapy. This study aims to analyze the spiritual effectiveness of hypnotherapy against decreasing dysminorrhea. This type of research is a pre-quantitative quantitative research with cross sectional approach. The research design used was one group pretest posttest, with a sample of 30 respondents. The sampling technique used is purposive sampling that matches the inclusion criteria. This research was conducted from April to October 2019. The instrument used was the Visual Analog Scale (VAS) pain assessment questionnaire with the Numeric Rating Scale (NRS). The results of data analysis with the Wilcoxon signed rank test showed p = 0,000 <0.005, so it can be concluded that there is a meaningful effectiveness of spiritual hypnotherapy for the reduction of dysmenorrhea pain in Midwifery students.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Andresen, R., M. Sparmann, and S. Radmer. "Minimalinvasiver Hüftgelenkersatz über einen vorderen Zugang." Osteologie 20, no. 03 (2011): 233–38. http://dx.doi.org/10.1055/s-0037-1619999.

Full text
Abstract:
ZusammenfassungZiel der minimalinvasiven Chirurgie ist die Verminderung des Gewebeschadens, um den Blutverlust und die postoperativen Schmerzen zu verringern und dadurch die Rehabilitation zu verkürzen ohne dabei Kompromisse bei den hohen Standards von Sicherheit und Langlebigkeit der Implantate einzugehen. Der Hautschnitt soll so kurz wie möglich sein, insbesondere jedoch soll eine strukturelle Schädigung der Muskulatur durch Spalten, Quetschen oder Zerreißen und eine funktionelle Schädigung durch das Ablösen von Muskelursprüngen vermieden werden. Ziel unserer Studie war es, die klinischen Ergebnisse nach Hüft-TEP-Implantation über einen vorderen minimalinvasiven Zugang zu überprüfen. In einer prospektiven Studie wurde bei 1000 konsekutiven Patienten (Durchschnittsalter 73,6 [32–91] Jahre) eine zementfreie, Hybridoder zementierte Hüfttotalendoprothese implantiert. Die Operation erfolgte in Rückenlage, der Zugangsweg über einen vorderen Zugang, der das Intervall zwischen den Mm. tensor fasciae latae, gluteus medius et minimus lateral und den Mm. sartorius et rectus femoris medial verwendet. Intraoperativ wurden speziell gebogene Retraktorhaken sowie eine gewinkelte Fräse verwendet. Alle Patienten wurden unter Zuhilfenahme des Merle-d´Aubigné-Scores präoperativ sowie bei Entlassung, 6 und 12 Wochen sowie 12 Monate und 2 Jahre postoperativ untersucht, zusätzlich wurden konventionelle Röntgenkontrollen unmittelbar post OP, bei Entlassung sowie 1 Jahr post OP durchgeführt. Schmerzen wurden bis zum 7. postoperativen Tag täglich mit Hilfe der VAS-Skala bewertet.Die Operation ließ sich technisch bei allen Patienten durchführen, die Länge der Hautinzision lag bei durchschnittlich 7,8 (6–12) cm. Die durchschnittliche Operationszeit betrug 52 (45–130) min., der durchschnittliche Blutverlust über 24 h 295 (120–1200) ml. Der Mittelwert für Schmerzen lag nach VAS prä OP bei 8,1 (5–10), 3 Tage post OP bei 2,3 (0–7) sowie 7 Tage post OP bei 1,4 (0–6). Der Merle-d´Aubigné- Score betrug präoperativ durchschnittlich 9,8 (5–14). Postoperativ betrug der Score nach 10 Tagen 15,6 (9–18), nach 6 Wochen 16,8 (12–18), nach 12 Wochen 17,2 (13–18), nach 1 Jahr 17,3 (13–18) und nach 2 Jahren 16,9 (12–18). Insgesamt traten 71 Komplikationen auf: 4 Protheseninfekte, 5 periprothetische Frakturen, 4 Trochanterabrissfrakturen, 12 Wundheilungsstörungen, 4 tiefe Beinvenenthrombosen, 1 Lungenarterienembolie, 5 Luxationen, 37 Irritationen des N. cutaneus femoris lateralis. Radiologisch fanden sich keine Lockerungszeichen.Die Hüft-TEP-Implantation über den minimalinvasiven vorderen Zugang ist ein sicheres und schonendes Verfahren, das sowohl eine korrekte Positionierung der Pfannen- und Schaftkomponenten als auch die Verwendung zement-freier und zementierter Prothesen modelle erlaubt. Muskulöse oder adipöse Patienten stellen keine Kontraindikation dar.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Muthiah, Siti, Hendrik Hendrik, and Suharto Suharto. "PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN FUNGSIONAL BERJALAN AKIBAT FRAKTUR 1/3 DISTAL CRURIS DEXTRA POST PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSUP DR.WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR 2013." Media Fisioterapi Politeknik Kesehatan Makassar 11, no. 1 (May 30, 2019): 20. http://dx.doi.org/10.32382/mf.v11i1.821.

Full text
Abstract:
Fraktur 1/3 distal cruris adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang cruris atau terputusnya hubungan tulang tibia dan fibula pada bagian 1/3 distalnya, yang mana terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung, faktor tekanan atau kelelahan dan faktor patologik.Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui prosedur Penatalaksanaan Fisioterapi Pada gangguang Fungsional Berjalan Akibat Fraktur 1/3 Distal Cruris Dextra Post Pemasangan Plate and Srew. Penelitian ini dilakukan Di RSUP.Wahidin Sudirohusodo Makassar pada bulan Mei s/d Juni 2013. Jenis penelitian ini adalah studi kasus yaitu dengan menggunakan sampel tunggal.Pemeriksaan fisioterapi yang baik dilakukan dengan pemeriksaan yang lengkap yaitu dimulai dari anamnesis, inspeksi, palpasi, pemeriksaan fungsi gerak dasar, serta pemeriksaan spesifik seperti VAS tes, ROM tes, MMT tes dan tes kemampuan ADL. Dan adapun problematik fisioterapi yang muncul berupa Nyeri, keterbatasan ROM, Kelemahan otot dan gangguan ADL berjalan maka diberikan intervensi fisioterapi adalah electro therapy berupa Infra Red Rays (IRR), manual therapy berupa massage dengan menggunakan teknik efflurage, exercise therapy berupa relaxed passive exc, hold relax stretching, assisted active exercise serta latihan transver ambulasi pada penderita dengan intensitas terapi 3x seminggu selama 12x penaganan didapatkan hasil berupa nyeri menurun, ROM bertambah, dan kemampuan melakukan ADL meningkat.Dari hasil yang diperoleh, disimpulkan bahwa dengan menggunakan modalitas fisioterapi yang telah disebutkan dapat mengurangi permasalahan yang timbul akibat fraktur 1/3 distal cruris dextra post pemasangan plate and screw. Diantaranya, nyeri dari skala 4 menjadi 1, ROM S:30-0-60 menjadi S:30-0-77 dan terakhir kemampuan ADL dari 3 menjadi 2.Kata kunci:fraktur 1/3 distal cruris, gangguan fungsional berjalan, IRR, massage, relaxed passive exc, hold relax stretching, assisted active exercise
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography