To see the other types of publications on this topic, follow the link: Utilitarianisme.

Journal articles on the topic 'Utilitarianisme'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Utilitarianisme.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Wibowo, Dwi Edi. "Penerapan Konsep Utilitarianisme Untuk Mewujudkan Perlindungan Konsumen Yang Berkeadilan Kajian Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan." Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran 19, no. 1 (March 23, 2019): 15. http://dx.doi.org/10.18592/sy.v19i1.2296.

Full text
Abstract:
Abstrak Peranan internet dalam teknologi informasi telah digunakan untuk mengembangkan industri keuangan (financial industry) melalui modifikasi dan efisiensi layanan jasa keuangan yaitu dikenal dengan istilah Financial Technology atau Fintech. Fintech jenis pinjam-miminjam uang berbasis teknologi atau peer to peer lending (P2P-lending) merupakan jenis Fintech yang tumbuh pesat di Indonesia, kelebihan pinjam meminjam uang melalui layanan P2P-lending lainnya adalah syarat yang sangat mudah dan proses yang cepat dibandingkan meminjam uang melalui Lembaga Bank. Namun kemudahan transaksi yang ditawarkan oleh layanan P2P- lending justru memperlemah posisi dari konsumen. Permasalahan Bagaimanakah Penerapan Konsep Utilitarianisme Untuk Mewujudkan Perlindungan Konsumen Fintech. (Financial Technology) Yang Berkeadilan, Tujuan untuk mengetahui bagaimanakah penerapan konsep utilitarianisme untuk mewujudkan perlindungan kosnumen fintech ( finansial technology yang berkeadilan . Kata kunci : utilitarianisme, perlindungan konsumen, berkeadilan Abstrak The role of the internet in information technology has been used to develop the financial industry through the modification and efficiency of financial services, known as Financial Technology or Fintech. Fintech borrows money based on technology or peer to peer lending (P2P-lending) is a fast-growing type of Fintech in Indonesia, the advantages of lending and borrowing via other P2P-lending services are very easy conditions and a fast process compared to borrowing money through Bank Institution. But the ease of transactions offered by P2P-lending services actually weakens the position of consumers. Problems How to Implement the Utilitarianism Concept to Realize Fintech Consumer Protection. (Financial Technology) that is just, the aim is to find out how the application of the concept of utilitarianism is to realize the protection of fintech consumers (equitable technology finance. Keywords: utilitarianism, consumer protection, justice
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Sukadana, Dewa Ayu Putri, and Dewa Gde Rudy. "KONTRAK STANDAR DALAM PERKEMBANGAN HUKUM PEMBANGUNAN EKONOMI DARI PERSPEKTIF TEORI UTILITARIANISME." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 9, no. 1 (December 16, 2020): 34. http://dx.doi.org/10.24843/ks.2020.v09.i01.p04.

Full text
Abstract:
Tujuan penulisan ini yaitu untuk mengkaji lebih lanjut mengenai penerapan dan berlakunya kontrak standar dari perspektif teori utilitarianisme. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, yang berdasarkan dari sisi normatif yang menemukan kebenaran dalam logika keilmuan hukum. Sehingga penelitian hukum normatif merupakan penemuan aturan atau norma hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan, perjanjian, putusan pengadilan, serta pendapat para ahli hukum. Jenis pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan perundang-undangan dan pendekatan analisis konsep hukum. Hasil pembahasannya yaitu penerapan kontrak standar dalam perkembangan hukum pembangunan ekonomi yaitu apabila konsumen telah mencantumkan tanda tangan atas kontrak standar yang telah disodorkan pelaku usaha kepada konsumen, maka hal tersebut berarti konsumen secara tidak langsung telah menyetujuinya. Dilihat dari perpsektif Utilitarianisme maka Ketika Kontrak standar atau Klausula Baku memberikan manfaat bagi para pihak terutama bagi perkembangan hukum ekonomi terutama dalam bidang bisnis maka hal tersebut sesuai dengan aliran Utilitarianisme. The purpose of this paper is to examine further the application and enforcement of the standard contract from the perspective of utilitarianism theory. This study uses normative legal research, which is based on the normative side that finds the truth in the scientific logic of law. So that normative legal research is the discovery of legal rules or norms contained in statutory regulations, agreements, court decisions, and opinions of legal experts. The type approach used is the Statute Approach and Analytical Conseptual Approach. The result of the discussion is the application of standard contracts in the development of economic development law, namely if the consumer has signed a standard contract that has been offered by the business actor to the consumer, then this means that the consumer has indirectly approved it. Seen from the perspective of Utilitarianism, when the standard Contract or Standard Clause provides benefits to the parties, especially for the development of economic law, especially in the business field, it is in accordance with the flow of Utilitarianism.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Isfaroh, Isfaroh. "Etika Utilitarianisme dalam Pluralisme Husein Muhammad." Panangkaran: Jurnal Penelitian Agama dan Masyarakat 5, no. 2 (January 11, 2022): 234–48. http://dx.doi.org/10.14421/panangkaran.v5i2.2641.

Full text
Abstract:
This study discuses pluralism from the perspective of ethics. Pluralism is not only a matter of attitude or behavior with respect to interactions between groups and religions, but also covers the problems of the rules, boundaries, values, and norms that held where the attitude of pluralism goes on. Husein Muhammad is a Muslim thinker who pays attention to the ethical and practical aspects of pluralism. This research is a descriptive-analytic library research using interpretation method. The data was collected from two sources, namely the primary one which came from Husein Muhammad's works, and the secondary one which came from supporting works on pluralism and utilitarian ethics. The approach this study conduct is ethics of utilitarianism. This article discovers two dimensions of pluralism based on perspective of utilitarianism ethics, namely, action pluralism and regulatory pluralism. According to Husein Muhammad, action pluralism designates to the advantage that society will acquire from pluralism, while regulatory pluralism designates to the acceptability and restrictions of attitudes and behavior where pluralism goes on. [Penelitian ini bertujuan untuk melihat pluralisme dari sudut pandang etika. Pluralisme tidak hanya persoalan sikap atau perilaku dalam interaksi antar golongan maupun agama, melainkan juga menyangkut masalah peraturan-peraturan, batasan, nilai, dan norma yang berlaku dimana sikap pluralisme itu berlangsung. Husein Muhammad merupakan salah satu tokoh muslim yang memperhatikan aspek etis dan praktis dari pluralisme. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka (library research) yang bersifat deskriptif-analitik. Analisis data menggunakan metode interpretasi. Pengumpulan datanya dari dua sumber, yaitu sumber primer berupa karya-karya Husein Muhammad, dan sumber skunder berupa karya-karya pendukung seputar pluralisme dan etika utilitarianisme. Adapun pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan etika ulitarianisme. Artikel ini mengungkapkan dua dimensi pluralisme dalam tinjauan etika utilitarianisme, antara lain, pluralisme tindakan dan pluralisme peraturan. Menurut Husein Muhammad, pluralisme tindakan berimplikasi pada manfaat yang akan didapatkkan masyarakat dari sikap pluralisme, sedangkan pluralisme peraturan berimplikasi pada pembatasan-pembatasan sikap maupun perilaku dimana pluralisme masih dapat diterima.]
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Kurniawan, I. Gede Agus. "Putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Undang-Undang Cipta Kerja Dalam Perspektif Filsafat Utilitarianisme." JURNAL USM LAW REVIEW 5, no. 1 (May 16, 2022): 282. http://dx.doi.org/10.26623/julr.v5i1.4941.

Full text
Abstract:
<p align="center"> </p><p>This legal research aims to examine the existence of Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020 from utilitarian philosophy while paying attention to the concept of utilitarianism in Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020. The urgency of this research stems from the controversy over the birth of the Job Creation Law which continues after the Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020. The 'conditionally unconstitutional' decision on the Job Creation Law provides intellectual property from legal scholars; Remember, several points of view examine the problem. This legal research uses an approach and approaches to laws and regulations based on primary legal materials, secondary legal materials, and non-legal materials. The study results stated that the decision of the Constitutional Court no. 91/PUU-XVIII/2020 has the spirit of the utilitarian philosophy, which aims to maintain the proportionality aspect and provide guarantees for implementing the Implementing Regulations of the Job Creation Law. On the other hand, the spirit of utilitarianism in the Constitutional Court Decision No. 91/PUU-XVIII/2020 explains social issues by transforming a legal instrument of sequence from the issuance of the Job Creation Law.</p><p>Penelitian hukum ini bertujuan untuk mengkaji keberadaan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 dalam perspektif filsafat utilitarianisme; sekaligus menelaah berkenaan dengan implikasi dari adanya konsepsi utilitarianisme dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020. Urgensi penelitian ini bermula dari Kontroversi lahirnya UU Cipta Kerja terus berlanjut pasca hadirnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020. Putusan ‘inkonstitusional bersyarat’ terhadap UU Cipta Kerja nyatanya memberikan perdebatan intelektual dari kalangan para sarjana hukum; mengingat, terdapat beberapa perspektif yang mengkaji persoalan tersebut. Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan konseptual dan pendekatan peraturan perundang-undangan dengan didasarkan atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menyatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 memiliki semangat filsafat utilitarianisme sebagaimana bertujuan guna menjaga aspek proporsionalitas serta memberikan jaminan terhadap terselenggaranya Peraturan Pelaksana dari UU Cipta kerja. Di sisi lain, implikasi semangat utilitarianisme dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2020 yaitu memberikan jaminan ketertiban sosial berkenaan dengan transformasi suatu instrumen hukum sebagaimana persekuensi dari terbitnya UU Cipta kerja.</p><p> </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Endratno, Cucuk. "Refleksi Filsafat Hukum: Telaah Sintesa Keadilan." Yustitiabelen 8, no. 2 (August 19, 2022): 97–117. http://dx.doi.org/10.36563/yustitiabelen.v8i2.555.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji makna keadilan dalam perspektif filsafat hukum aliran utilitarianisme dan positivisme; serta menelaah makna ‘benar’ dan ‘adil’ dalam kacamata filsafat hukum. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum dengan menggunakan pendekatan konseptual dan perbandingan; sebagaimana mengkaji isu hukum menggunakan sudut pandang utilitarianisme dan positivisme. Bahan hukum yang digunakan sebagai referensi penelitian adalah bahan hukum dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sudut pandang utilitarianisme memandang keadilan dan kebahagiaan sebagai orientasi utama; sehingga, aliran utilitarianisme justru memberikan ruang kepada pemutus hukum untuk mempertimbangkan konsekuensi positif dari suatu perbuatan kejahatan. Sedangkan dalam perspektif positivisme, keadilan dianggap sebagai tujuan utama dari hukum; sebagaimana dilatar belakangi oleh pandangan penganut aliran positivisme yang menyatakan makna keadilan sebenarnya adalah manakala keadilan yang tertinggi adalah ketidakadilan yang tertinggi pula. Kemudian, ‘benar’ dan ‘adil’ dalam pandangan utilitarianisme dan positivism menyatakan bahwa suatu hukum dapat dikatakan adil bila memenuhi unsur konstitutif hukum, bukan hanya unsur regulatif hukum semata (adanya peraturan perundang-undangan tertulis).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Fariduddin, Ahmad Mukhlish, and Nicolaus Yudistira Dwi Tetono. "Penjatuhan Pidana Mati bagi Koruptor di Indonesia dalam Perspektif Utilitarianisme." Integritas : Jurnal Antikorupsi 8, no. 1 (June 25, 2022): 1–12. http://dx.doi.org/10.32697/integritas.v8i1.903.

Full text
Abstract:
Perdebatan mengenai penerapan pidana mati di Indonesia memang tidak kunjung berakhir, termasuk pula dalam ranah pidana mati bagi koruptor. Penelitian ini menawarkan analisis reflektif berdasarkan aliran utilitarianisme yang melihat unsur kemanfaatan sebagai justifikasi dari pemberlakuan sebuah hukum. Sudut pandang utilitarianisme digunakan sebagai alat analisis karena kejahatan korupsi sangat berhubungan erat dengan keuangan negara, sehingga sanksi hukum harus dipastikan dapat menghasilkan manfaat bagi keuangan negara tersebut. Hasil penelitian menunjukan kemanfaatan yang dihasilkan sangat kecil, sedangkan harga yang harus dibayar sangat tinggi dalam penjatuhan pidana mati bagi koruptor ini. Dalam perspektif utilitarianisme penjatuhan pidana mati bagi koruptor tidak mencapai kesebandingan dalam kalkulasi cost and benefit.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Manurung, Saut Parulian. "FENOMENA HUKUM AKIBAT MEKANISME CRIMINAL JUSTICE SYSTEM DAN KEADILAN RESTORATIF DALAM PERSPEKTIF KEADILAN UTILITARIANISME." Jurnal Hukum Magnum Opus 3, no. 2 (July 6, 2020): 181–90. http://dx.doi.org/10.30996/jhmo.v3i2.3463.

Full text
Abstract:
AbstractIn this study aims to determine the legal phenomena that arise as a result of the criminal justice system, as a reflection of the development of criminal law both at the theoretical and practical level. The findings in this research are based on two approaches namely the statute approach as an approach based on the rule of law and the conceptual approach based on the conceptual approach. There are 3 (three) findings of legal phenomena in this study, namely: first, the presence of a double track system in the criminal mechanism in Indonesia. Secondly, there is a phenomenon of paradigm shifting the character of punishment in Indonesia and third, re-measuring restorative justice in the form of diversion mechanism based on the perspective of utilitarianism. In principle, crime is always closely related to criminal sanctions, but in the double track criminal system is directed at criminal actions. On the other hand, the phenomenon of paradigm shift in the character of punishment occurs in the juvenile justice system, namely the approach to criminal responsibility is done by bargaining an agreement between the perpetrators, victims and community involvement. Furthermore, measuring restorative justice based on a utility perspective, this finding found coherence between restorative justice in the form of diversion and utilitarianism. Therefore, the overall legal phenomena above are some manifestations of the legal reality that is present in the criminal system in Indonesia.Keywords: criminal paradigm shift; double track system; utilitarianismAbstrakPada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui fenomena-fenomena hukum yang timbul akibat dari sistem peradilan pidana, sebagai suatu refleksi atas perkembangan hukum pidana baik pada tataran teoritis maupun praktik. Penemuan dalam penelitian didasari dengan dua pendekatan yaitu statute approach sebagai suatu pendekatan berdasarkan peraturan undang-undang dan conceptual approach yang didasari dengan pendekatan koseptual. Terdapat 3 (tiga) temuan fenomena hukum dalam penelitian ini yaitu: pertama, hadirnya double track system dalam mekanisme pemidanaan di Indonesia. Kedua, adanya fenomena pergeseran paradigma karakter pemidanaan di Indonesia dan ketiga, menakar kembali keadilan restoratif dalam bentuk mekanisme diversi berdasarkan perspektif utilitarianisme. Pada prinsipnya kejahatan tindak pidana selalu erat hubungannya dengan pidana sanksi namun dalam double track system pemidanaan diarahkan pada pidana tindakan. Di sisi lain, fenomena pergeseran paradigma karakter pemidanaan terjadi pada sistem peradilan pidana anak, yaitu pendekatan pertanggungjawaban pidana dilakukkan dengan cara bargaining kesepakatan antara pelaku, korban dan keterlibatan masyarakat. Selanjutnya menakar keadilan restoratif berdasarkan perspektif utilitis, dalam temuan ini ditemukan koherensi antara keadilan restoratif dalam bentuk diversi dengan aliran utilitarianisme. Oleh karena itu, keseluruhan fenomena-fenomena hukum tersebut diatas merupakan beberapa wujud kenyataan hukum yang hadir di sistem pidana di Indonesia.Kata kunci: double track system, pergeseran paradigma pidana, utilitarianisme
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Maulana Akhsan, Iqbal. "IMPLIKASI UTILITARIANISME PADA PENINDAKAN KEKERASAN TERHADAP REMAJA PEREMPUAN." Jurnal Syntax Fusion 1, no. 07 (July 27, 2021): 173–78. http://dx.doi.org/10.54543/fusion.v1i07.31.

Full text
Abstract:
Kasus kekerasan terhadap perempuan dari tahun ke tahun masih banyak saja kasus yang terjadi. Dari sekian banyak kasus yang terlapor masih saja ada kasus yang tidak dilaporkan kepada pihak berwajib. Tujuan dari tulisan ini ialah untuk mengetahui implikasi dari utilitarianisme pada penindakan kekerasan terhadap remaja perempuan, terutama dalam hubungan pacaran pada remaja. Kekerasan dalam pacaran setidaknya meliputi: kekerasan fisik, psikis, ekonomi, dan seksual. Utilitarianisme sebagai dasar pengambilan keputusan yang berdasarkan kepada kebahagiaan yang berdasarkan kuantitatif ini berakibat kepada tidak dilaporkannya kasus kekerasan terhadap remaja perempuan dalam pacaran. Berkurangnya kebahagiaan atau ketengangan yang didapatkan oleh orang-orang yang terkait dengan korban mengakibatkan tidak dilaporkannya kasus kekerasan remaja perempuan dalam pacaran. Kebahagiaan berupa ketenangan dalam hidup dan masalah yang dianggap sepele oleh orang yang terkait dengan korban mengakibatkan tidak dilaporkannya kasus kekerasan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Fadri, Zainal. "The Utilitarianism Perspective in A Life of Harmony to Reduce Mass Violence." Ishlah: Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab dan Dakwah 3, no. 2 (December 28, 2021): 163–75. http://dx.doi.org/10.32939/ishlah.v3i2.93.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk memberi gambaran konsekuensi antara pemikiran utilitarianisme dengan konsep persatuan Indonesia yang tertuang dalam sila kelima pancasila. Perumusan konsepsi ini menjadi sebuah upaya dalam mengatasi persoalan kekerasan dalam masyarakat yang mengalami peningkatan setiap tahun. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan pandangan lain untuk mengatasi persoalan kekerasan dalam masyarakat dimulai dari akar persoalan dan akhirnya menemukan formulasi untuk mengatasi persoalan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan penggalian data menggunakan penelusuran literasi. Data yang ditemukan kemudian dilakukan klasifikasi dan dirumuskan kembali menjadi sintesis untuk menjawab persoalan dalam penelitian. analisis data dan keabsahan data dilakukan dengan pendekatan komparasi dan semiotika. Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya sebuah konsekuensi dalam pemahaman utilitarianisme dalam menentukan kebahagiaan bersama sehingga mewujudkan suatu persatuan yang damai dan jauh dari konflik. Persoalan kekerasan masyarakat dapat diatasi dengan konsep persatuan yang sudah menjadi nilai pokok dalam kehidupan masyarakat itu sendiri.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Ibrahim, Teguh, and Ani Hendriani. "KAJIAN REFLEKTIF TENTANG ETIKA GURU DALAM PERSPEKTIF KI HAJAR DEWANTARA BERBALUT FILSAFAT MORAL UTILITARIANISME." NATURALISTIC : Jurnal Kajian Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran 1, no. 2 (April 17, 2017): 135–45. http://dx.doi.org/10.35568/naturalistic.v1i2.12.

Full text
Abstract:
Kajian etika merupakan bagian yang menjadi muara perjalanan pemikiran para filsuf. Hakikat realitas dan pengetahuan tentunya berujung pada sebuah pertanyaan apa hakikat nilai kebaikan ? tindakan apa yang seharusnya dilakukan ? bagaimanakah seharusnya kita hidup ?. Kajian etika guru erat kaitanya dengan tindakan apa yang seharusnya dilakukan oleh pendidik selaku pelaku etis di dalam proses pendidikan. Beragam aliran etika muncul, salah satunya adalah aliran filsafat moral Utilitarianisme yang memiliki prinsip bahwa tindakan yang baik adalah tindakan memberikan kebahagiaan lebih banyak ketimbang kesedihan. Puncak dari pemikiran ini adalah kualitas dan kuantitas kebahagiaan manusia adalah suatu keniscayaan yang harus diperjuangkan. Filsuf pendidikan Indonesia yaitu Ki Hajar Dewantara memiliki pandangan yang serupa terkait dengan kajian etika. Menurut beliau tujuan mulia dari pendidikan adalah mengantarkan manusia untuk menemukan kehidupan yang teratur, tentram, damai, dan bahagia. Kehidupan yang bahagia adalah muara dari pemikiran KHD tentang pendidikan. Tulisan ini berusaha menumpahkan pemikiran reflektif penulis terkait dengan etika guru menurut Ki Hajar Dewantara dalam Balutan Filsafat Moral Utilitarianisme.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Fauzi, M. Nur. "KONVERGENSI PEMIKIRAN ETIKA SOSIAL GUS DUR DAN ETIKA UTILITARIANISME." Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman 5, no. 2 (November 25, 2019): 110–29. http://dx.doi.org/10.36420/ju.v5i2.3648.

Full text
Abstract:
This paper tries to explore the consep of maṣlaḥa of Abdurrahman Wahid as known better call his name by Gus Dur and it’s convergence with the utilitarianism ethics. This research starting from the deep curiousity intellectual the writer after saw he’s thinking in few media as such as the magazine, newspaper today, and his books that has codificated in the famous publisher in Indonesia. Even he’s—as we known—never wrote his thinking in a full books as such as academic type, however if we seen of his thinks could be understood if in every his ideas has a metodology and a current basic approach. From this describe we have a few problem research, first, how the truth the concept of maṣlaḥa Abdurrahman Wahid; second, how the convergence of his maṣlaḥa base ethics thinking with the utilitarianism ethics; third, how the relevance his maṣlaḥa based ethics thinking in Indonesia today. This research was library studies that use the deductive and inductive methode. Meanwhile, the research use a few approaches as such as historical-philosopys and descriptive-analysis. This discourse seen important because almost never found the thinking that describe of the concept of maṣlaḥa based ethics of Abdurrahman Wahid especially from islamic law perspective.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Heldi, Abdil Raulaelika Fauzan, Akshal Heldiansyah Ripdia, and Asyifa Zahra. "DEMOKRASI, KEADILAN, DAN UTILITARIANISME DALAM UPAYA LEGITIMASI KEKUASAAN BIROKRASI." Jurnal Dialektika: Jurnal Ilmu Sosial 19, no. 1 (April 1, 2021): 1–12. http://dx.doi.org/10.54783/dialektika.v19i1.58.

Full text
Abstract:
Abstrak Demokrasi dan keadilan di Indonesia merupakan keniscayaan yang telah di Undang Undangkan. Maka, pelaksanaan dari demokrasi dan keadilan di Indonesia harus memberikan kebermanfaatan yang besar. Dalam kebermanfaatan tersebut akan membawa dampak yang baik terhadap legitimasi dari penguasa atau pemerintahan dalam hal birokrasi. Permasalahan yang terjadi yaitu pemerintah dalam hal kekuasaan birokrasi haruslah memanfaatkan aspek demokrasi dan keadilan untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dengan memperhatikan rasionalitas sehingga legitimasinya terjaga. Demokrasi dan keadilan merupakan aspek yang dekat dengan rakyat sehingga hasil yang diharapkan dari demokrasi haruslah sesuai dengan hati nurani rakyat. Namun, sebaliknya dengan yang diharapkan, bahwa legitimasi yang seharusnya dijaga oleh pemerintah tidak dimanfaatkan dengan baik, karena aspek demokrasi dan keadilan yang justru dekat dengan rakyat seperti tidak menunjukkan eksistensinya. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan mencoba mengulas terkait hubungan ketiganya yaitu antara demokrasi, keadilan, serta paham utilitarianisme dengan fakta-fakta yang didukung informasi dari media yang tersedia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik deskriptif dan pengambilan data melalui literatur kepustakaan dan informasi atau berita dari media yang tersedia sehingga analisis dari peneliti dapat memberikan gambaran mengenai hubungan ketiganya. Abstract Democracy and justice in Indonesia is a necessity that has been enacted. Thus, the implementation of democracy and justice in Indonesia must provide great benefits. In this usefulness, it will have a good impact on the legitimacy of the authorities or government in terms of bureaucracy. The problem that occurs is that the government in terms of bureaucratic power must take advantage of aspects of democracy and justice to provide the maximum benefit by paying attention to rationality so that legitimacy is maintained. Democracy and justice are aspects that are close to the people so that the expected results of democracy must be in accordance with the conscience of the people. However, contrary to what is expected, the legitimacy that should be maintained by the government is not used properly, because the aspects of democracy and justice which are close to the people do not seem to show their existence. Therefore, in this article, we will try to review the relationship between the three, namely between democracy, justice, and utilitarianism with facts that are supported by information from the available media. This study uses a qualitative approach with descriptive techniques and data collection through literature and information or news from available media so that the analysis of the researchers can provide an overview of the relationship between the three.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Rifqi, Muhammad Jazil. "ANALISIS UTILITARIANISME TERHADAP DISPENSASI NIKAH PADA UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974." Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam 10, no. 2 (January 7, 2018): 156. http://dx.doi.org/10.14421/ahwal.2017.10204.

Full text
Abstract:
This study examine philosophically of foundation and requirements of marriage Act in Indonesia where one of them is 19year old for men and 16year old for women. However, when one of married people has not fulfilled the matter of age to marry, their parents have to submit marriage dispensation to the religious court so that their child is be able to continue his/her marriage that having been refused by KUA before. From this result of research, KUA Kotagede in 2015 has married three couples in which they have no standar age to marriage. Several decisions considering dispensation of marriage in religious court in 2015 have also indicated that majority of marriage childs who married under standart of age having been pregnant before they make agreement about marriage. Therefore, to analize dualism of law on the constitution of utilitarianism will be used which in briefly the conclusion of which suggests to make punishment that hoped reducing rate a marriage under established age.[Tulisan ini menelaah secara filosofis pondasi dan persyaratan usia pernikahan yang mana untuk laki-laki berusia 19 tahun dan perempuan berusia 16 tahun. Oleh karena itu, jika calon pengantin tidak memenuhi syarat tersebut maka orang tua mereka harus mengajukan dispensasi ke KUA setempat. Berdasarkan pada kasus yang terjadi di KUA Kotagede tahun 2015, terdapat tiga pernikahan yang syarat umurnya kurang. Kebanyakan dari mereka adalah yang hamil lebih dulu. Maka dari itu, analisis dualisme hukum dalam aturan utilitarianisme dapat digunakan untuk menyimpulkan secara ringkas yang mana disarankan untuk memberikan hukuman agar mengurangi tingkat pernikahan dini.]
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Pratiwi, Endang, Theo Negoro, and Hassanain Haykal. "Teori Utilitarianisme Jeremy Bentham: Tujuan Hukum Atau Metode Pengujian Produk Hukum?" Jurnal Konstitusi 19, no. 2 (June 2, 2022): 268. http://dx.doi.org/10.31078/jk1922.

Full text
Abstract:
Utility as a legal purpose has become a belief in Indonesia. In his literature, Bentham implies that utility are the dimension of the calculation of pleasure and pain, which is more appropriate to be used as a method of evaluating laws and regulations, rather than for legal purposes. This study tries to dissect the concept of Bentham's utilitarianism theory, and to find its position in the facet of legal thought. The conclusion of this study explains why utility is not a legal purpose. Utility is part of the calculation variables for evaluating legal product evaluation methods, so as to determine whether legal certainty in a legal product is sustainable or not. Furthermore, Bentham's theory of utilitarianism takes the separability thesis and the reductive thesis, as its standpoint of legal positivism, therefore Bentham's utilitarianism theory is not an independent school of thought, but a facet of legal positivism
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Anurogo, Dito, and Arli Aditya Parikesit. "Troubled Helix – Tinjauan Multiperspektif Genetika dalam Bioetika." Cermin Dunia Kedokteran 48, no. 3 (March 1, 2021): 147. http://dx.doi.org/10.55175/cdk.v48i3.1331.

Full text
Abstract:
<p>Dalam review ini, dibahas tinjauan multiperspektif genetika dalam bioetika. Dikemukakan prinsip-prinsip etika mutakhir, seperti: reciprocity, mutuality, solidarity, citizenry, dan universality. Dibahas pula prinsip-prinsip etika dan pemeriksaan genetika, seperti: otonomi, privasi, kebaikan, nonmaleficence, keadilan. Didiskusikan pula perspektif etnokultural dalam layanan genetika, milestones guideline etika dan regulasi riset biomedis internasional, prinsip-prinsip etika menurut Universal Declaration on Bioethics and Human Rights 2005, hak asasi manusia dan etika profesional: apresiasi translasional, perspektif utilitarianisme, perspektif deontologi, “simalakama” pemeriksaan genetika, globalisasi bioetika, etika bioinformatika, dan riset eugenik.</p><p>In this review, a multiperspective review of genetics in bioethics is discussed. The latest ethical principles are mentioned, such as: reciprocity, mutuality, solidarity, citizenry, and universality. The principles of ethics and genetic inquiry, such as: autonomy, privacy, kindness, nonmaleficence, justice was also discussed. Also discussed are multiperspective, ethnocultural perspectives in genetic services, milestones of ethical guidelines and international biomedical research regulations, ethical principles according to the Universal Declaration on Bioethics and Human Rights 2005, human rights and professional ethics: translational appreciation, utilitarianism perspective, deontological perspective, the “simulacra” of genetic examination, bioethics globalization, bioinformatics ethics, and eugenic research.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Budiono, Arief. "TEORI UTILITARIANISME DAN PERLINDUNGAN HUKUM LAHAN PERTANIAN DARI ALIH FUNGSI." Jurnal Jurisprudence 9, no. 1 (September 18, 2019): 102–16. http://dx.doi.org/10.23917/jjr.v9i1.8294.

Full text
Abstract:
Tujuan: Artikel ini bertujuan untuk merumuskan konsep perlindungan hukum lahan pertanian ditinjau dari teori utilitarianismeMetodologi: Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum sosiologic (non-doctrinal) denyang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan penelitian dengan tujuan mendeskripsikan perlindungan hukum bagi lahan pertanian produktif dari alih fungsi. Pendekatan penelitian ialah pendekatan interaksional atau pendekatan mikro dengan analisis kualitatif yang berikutnya dianalisa secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode kualitatif.Temuan: Alih fungsi lahan terjadi karena kondisi pertumbuhan kebutuhan lahan untuk pembangunan pemukiman, jalan, maupun kebutuhan lain. Alih fungsi lahan yang sangat cepat dapat membawa bencana tersendiri bagi seluruh warga Indonesia.Kegunaan: Pemerintah melalui instrument hukum yaitu peraturan dengan menindak tegas pelaku alih fungsi lahan serta memberikan insentif yang cukup menguntungkan bagi petani sehingga akan tercipta keseimbangan baru yang lebih layak bagi petani.Kebaruan/Orisinalitas: Peraturan yang jelas dan tegas yang disertai dengan insentif yang cukup dapat mencegah alih fungsi lahan sehingga kemandirian pangan bangsa Indonesia dapat terjaga.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Budiono, Arief. "TEORI UTILITARIANISME DAN PERLINDUNGAN HUKUM LAHAN PERTANIAN DARI ALIH FUNGSI." Jurnal Jurisprudence 9, no. 1 (September 18, 2019): 102–16. http://dx.doi.org/10.23917/jurisprudence.v9i1.8294.

Full text
Abstract:
Tujuan: Artikel ini bertujuan untuk merumuskan konsep perlindungan hukum lahan pertanian ditinjau dari teori utilitarianismeMetodologi: Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum sosiologic (non-doctrinal) denyang bersifat deskriptif kualitatif. Penelitian ini merupakan penelitian dengan tujuan mendeskripsikan perlindungan hukum bagi lahan pertanian produktif dari alih fungsi. Pendekatan penelitian ialah pendekatan interaksional atau pendekatan mikro dengan analisis kualitatif yang berikutnya dianalisa secara logis dan sistematis dengan menggunakan metode kualitatif.Temuan: Alih fungsi lahan terjadi karena kondisi pertumbuhan kebutuhan lahan untuk pembangunan pemukiman, jalan, maupun kebutuhan lain. Alih fungsi lahan yang sangat cepat dapat membawa bencana tersendiri bagi seluruh warga Indonesia.Kegunaan: Pemerintah melalui instrument hukum yaitu peraturan dengan menindak tegas pelaku alih fungsi lahan serta memberikan insentif yang cukup menguntungkan bagi petani sehingga akan tercipta keseimbangan baru yang lebih layak bagi petani.Kebaruan/Orisinalitas: Peraturan yang jelas dan tegas yang disertai dengan insentif yang cukup dapat mencegah alih fungsi lahan sehingga kemandirian pangan bangsa Indonesia dapat terjaga.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Junaidy, Abdul Basith. "Memahami Maslahat Menggunakan Pendekatan Filsafat Utilitarianisme Menurut Muhammad Abû Zahrah." ISLAMICA: Jurnal Studi Keislaman 8, no. 2 (March 1, 2014): 341. http://dx.doi.org/10.15642/islamica.2014.8.2.341-367.

Full text
Abstract:
This paper seeks to describe the efforts of Abû Zahrah in making the philosophy of utilitarianism as a means of understanding the concept of <em>mas</em><em>lahah mursalah</em> in legal reasoning. In Zahrah’s view, the principle of utilitarianism can be taken into account as a guide to understand and apply the concept of <em>mas</em><em>lahah</em>. Zahrah goes on to argue that <em>mas</em><em>lahah</em> can be applied quantitatively using the hedonic calculus as a tool of measurement. Zahrah defines <em>mas</em><em>lahah</em> as an action that is valued as having the greatest benefit for the majority of people in the long term. In his opinion, there are seven factors that determine the level of satisfaction and pain resulted from an action, namely intensity, duration, certainty, propinquity, fecundity, purity, and extent. The calculation will produce positive balance if the credit (satisfaction) is much greater than the debt (pain). This calculus, according to Zahrah, can be applied to measure the benefit and loss in the discourses of <em>mas</em><em>lahah mursalah.</em>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

LANG, GERALD. "Should Utilitarianism Be Scalar?" Utilitas 25, no. 1 (March 2013): 80–95. http://dx.doi.org/10.1017/s0953820812000295.

Full text
Abstract:
Scalar utilitarianism, a form of utilitarianism advocated by Alastair Norcross, retains utilitarianism's evaluative commitments while dispensing with utilitarianism's deontic commitments, or its commitment to the existence or significance of moral duties, obligations and requirements. This article disputes the effectiveness of the arguments that have been used to defend scalar utilitarianism. It is contended that Norcross's central ‘Persuasion Argument’ does not succeed, and it is suggested, more positively, that utilitarians cannot easily distance themselves from deontic assessment, just as long as scalar utilitarians admit – as they should do – that utilitarian evaluation generates normative reasons for action.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Sajadi, Dahrun. "AGAMA, ETIKA DAN SISTEM EKONOMI." El-Arbah: Jurnal Ekonomi, Bisnis Dan Perbankan Syariah 3, no. 02 (September 27, 2019): 1–17. http://dx.doi.org/10.34005/elarbah.v3i02.1049.

Full text
Abstract:
Para pemikir ilmu sosial beranggapan bahwa kode etika universal yang mendasari ekonomi modern adalah utilitarianisme, khususnya ajaran dari Jeremy Bentham.[1] Dengan demikian, upaya yang harus dilakukan adalah, melakukan islamisasi, baik pada ilmu dan sistem ekonominya. Tapi, pendapat Jeremy Bentham tidaklah sepenuhnya benar. Tatkala menggagas sistem ekonomi Islam, al-Nabhani menyatakan tentang perlunya membedakan antara ilmu ekonomi -- yang sebagian besarnya adalah bebas nilai, dengan sistem ekonomi. Ilmu ekonomi membahas hal-hal yang berkaitan dengan peningkatan produksi, kualitas, dan kinerja. Kebanyakan ilmu-ilmu semacam ini bebas nilai dan bersifat universal. Contohnya, ilmu akuntansi, ia adalah ilmu yang bebas nilai dan tidak terpengaruh oleh pandangan hidup tertentu. Sedangkan sistem ekonomi sudah melibatkan tata nilai tertentu, misalnya; ideologi, pandangan hidup, norma dan etika. Hal-hal yang berhubungan dengan sistem distribusi barang dan jasa merupakan bagian dari sistem ekonomi. Islam melarang menimbun barang, dan beredarnya riba di tengah-tengah aktivitas ekonomi. Pandangan semacam ini berbeda dengan pandangan sistem ekonomi kapitalime dan sosialisme. Karena itu, islamisasi ilmu, harus diarahkan pula kepada reformasi sistem ekonomi yang tidak bebas nilai, diganti dengan sistem dan nilai-nilai yang Islami. [1] Tentang paham utilitarianisme Bentham; baca Mark A. Lutz & Kenneth Lux; The Chlange of Humanistic Economics; California: The Benjamin Cummings Publishing.Co.Inc,Menlo Park, 1979, h.32-33. Paham Bentham ini sampai pada perumusan yang berkaitan dengan ilmu ekonomi, antara lain telah disempurnakan oleh John Stuart Mills, yang merumuskan arti utilitas sebagai kebahagiaan untuk sebanyak-banyak orang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Mahanani, Anajeng Esri Edhi. "Paradigma Yuridis Kemanfaatan dan Kepatutan suatu Produk Hukum yang Mengalami Kebatalan Mutlak." Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum 2, no. 2 (March 25, 2021): 61–74. http://dx.doi.org/10.37631/widyapranata.v2i2.244.

Full text
Abstract:
Produk hukum dibentuk untuk menjawab suatu permasalahan hukum di masyarakat. Dalam pembentukan produk hukum, harus dilihat syarat materiil dan formil sebagai dasar penyusunannya. Atas tidak terpenuhinya syarat-syarat tersebut, kemungkinan adanya klausul dinyatakan bahwa produk hukum tersebut batal, menjadi sangat kuat. Salah satu dampak tidak terpenuhinya syarat materiil suatu produk hukum adalah adanya upaya pembatalan mutlak. Tulisan ini akan mengkaji sisi kemanfaatan dan kepatutan suatu produk hukum yang mengalami kebatalan mutlak. Penelitian ini mengambil simpulan bahwa terdapat sisi positif dan negatif yang dapat dilihat berdasar teori utilitarianisme dan equity dari pembatalan mutlak suatu produk hukum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Purnomo, Agus, and Saifullah Saifullah. "Tinjauan Utilitarianisme Hukum Atas Penerapan Regulasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri." AL-MANHAJ: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam 4, no. 2 (September 6, 2022): 229–40. http://dx.doi.org/10.37680/almanhaj.v4i2.1810.

Full text
Abstract:
This paper examines the benefits of changing the payment system from SPMA (Academic Quality Improvement Contribution) to UKT (Single Money). On the one hand, the government considers that the UKT system provides great benefits because it is able to provide access to higher education for the general public who are less well off. On the other hand, students considered that the UKT system was not as good as theorized because it did not provide significant benefits. With a legal approach to UKT regulation, it is analyzed with Jeremy Bentham's theory of utilitarianism by using UKT implementation data in several PTKIN. As a result, the UKT system has benefits for the community. By using the instrument of the principle of utilitarianism, namely the greatest happiness, the data in the field shows that the implementation of UKT provides benefits to students.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Tobia, Kevin Patrick. "A DEFENSE OF SCALAR UTILITARIANISM." American Philosophical Quarterly 54, no. 3 (July 1, 2017): 283–93. http://dx.doi.org/10.2307/44982144.

Full text
Abstract:
Abstract Scalar Utilitarianism eschews foundational notions of rightness and wrongness in favor of evaluative comparisons of outcomes. I defend Scalar Utilitarianism from two critiques, the first against an argument for the thesis that Utilitarianism’s commitments are fundamentally evaluative (or Scalar), and the second that Scalar Utilitarianism does not issue demands or sufficiently guide action. These defenses suggest a variety of more plausible Scalar Utilitarian interpretations, and I argue for a version that best represents a moral theory founded on evaluative notions, and offers better answers to demandingness concerns than does the ordinary Scalar Utilitarian response. If Utilitarians seek reasonable development and explanation of their basic commitments, they may wish to reconsider Scalar Utilitarianism.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Ihsan, Nur Hadi, Che Zarrina Binti Sa’ari, and Muhammad Sofian Hidayat. "Abdurrauf al-Singkili’s Concept of Insan Kamil in Facing The Crisis of Modern Human Morality." Islam Realitas: Journal of Islamic and Social Studies 8, no. 1 (July 13, 2022): 22. http://dx.doi.org/10.30983/islam_realitas.v8i1.5487.

Full text
Abstract:
<p class="abstrak">This paper explores Abdurrauf al-Sinkili's (1615-1693) concept of <em>Insan Kamil</em> in light of contemporary moral problems. The study of <em>Insan Kamil</em> raises human awareness about the essence of his identity as a servant of God, is crucial. It is even more so at a time when secular values and worldviews eliminate religion and God by making utilitarianism, pragmatism, materialism, and hedonism the moral foundation of humanity. Therefore, serious efforts are needed to resolve this moral quandary. The concept of <em>Insan Kamil</em> of Abdurrauf al-Sinkili, a vibrant Indonesian intellectual well-known in several scholarly fields, discusses the meaning, purpose, and nature of human life and can be employed as an antidote to the present crisis. This library research drew on a wide range of authoritative sources utilizing documentary techniques to collect the data and employing content analysis methods to address the issues. This paper concludes that the concept of al-Sinkili's Insan Kamil can be an antidote to today's moral dilemma, particularly regarding human attitudes that adhere to utilitarianism, materialism, pragmatism, and hedonism way of life. This finding demonstrates that the <em>Insan Kamil</em> concept is a viable answer to the current moral predicament.</p><p class="abstrak"><em>Peneleitian </em><em>ini bertujuan memaparkan konsep Insan Kamil Abdurrauf al-Sinkili dalam kaitannya dengan </em><em>problematika </em><em>moral kontemporer. Kajian </em><em>tentang </em><em>Insan Kamil yang </em><em>membangun </em><em>kesadaran manusia tentang hakikat jati dirinya sebagai hamba Tuhan menjadi sangat penting. </em><em>Terlebih lagi jika hal ini dikaitkan dengan hegemoni </em><em>nilai-nilai dan </em><em>worldview sekular yang mengeliminasi </em><em>agama dan Tuhan </em><em>karena </em><em>utilitarianisme, pragmatisme, materialisme, dan hedonisme </em><em>dijadikan </em><em>sebagai landasan moral kemanusiaan. Oleh karena itu, diperlukan upaya yang serius untuk </em><em>mengatasi </em><em>dilema </em><em>ini</em><em>. Konsep Insan Kamil Abdurraurf al-Sinkili, seorang </em><em>intelektual </em><em>Indonesia yang dinamis dan </em><em>kenamaan </em><em>di beberapa bidang keilmuan, </em><em>yang </em><em>membahas tentang makna, tujuan, dan hakikat hidup manusia dapat digunakan sebagai penangkal krisis ini. Artikel ini adalah riset kepustakaan yang menggunakan teknik dokumenter untuk menghimpun da</em><em>ta dari </em><em>berbagai sumber otoritatif</em><em> berupa buku, artikel, dan berbagai bahan penerbitan lainnya. Data yang terkumpul dianalisis </em><em>menggunakan metode analisis </em><em>konten</em><em>. </em><em>Penelitian </em><em>ini menyimpulkan bahwa konsep Insan Kamil al-Sinkili dapat dijadikan sebagai </em><em>jawaban untuk mengatasi krisis</em><em> moral</em><em> manusia modern</em><em> dewasa ini, khususnya </em><em>dalam menangani </em><em>sikap manusia </em><em>yang menjadikan </em><em>utilitarianisme, materialisme, pragmatisme, dan hedonisme sebagai pandangan hidup. Temuan ini menunjukkan bahwa konsep Insan Kamil adalah </em><em>penawar unggul bagi krisis </em><em>moral </em><em>manusia modern </em><em>saat ini.</em></p><p class="abstrak"> </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Dairani, Dairani, and Syahrul Ibad. "KONSEP ALIRAN HUKUM KRITIS KAITANNYA DENGAN OMNIBUS LAW UU CIPTA KERJA: KAJIAN FILSAFAT HUKUM." HUKMY : Jurnal Hukum 2, no. 1 (April 14, 2022): 42–53. http://dx.doi.org/10.35316/hukmy.2022.v2i1.42-53.

Full text
Abstract:
Critical Legal Studies adalah suatu gerakan yang dimotori para akademisi yang memilih aliran kiri (leftist), selanjutnya aliran hukum kritis ini dikembangkan oleh kalangan praktisi hukum. Pada dekade 1970-an praktik dan teori hukum tidak terlaksana dengan baik sehingga Lahirlah Critical Legal Studies yang oleh banyak orang dikatakan bukan suatu pemikiran hukum tetapi hanya gerakan semata yang prinsipnya berbeda halnya dengan aliran hukum atau madzhab hukum yang lain seperti Positivisme Hukum, Aliran Hukum Alam, Utilitarianisme, Sociological Jurisprudence. Fokus kajian dalam artikel ini terkait sejarah, konsep pemikiran aliran hukum kritis dalam kaitannya dengan Pemikiran Positivisme Hukum dan Realisme Hukum, dalam artikel ini juga penulis menyertakan tokoh-tokoh dari Critical Legal Studies dan yang terakhir penulis mencoba mengkaitkan pandangan Critical Legal Studies terhadap Undang-undang Cipta Kerja dengan Konsep Omnisbus Law. Teori konseptual dan pendekatan historis serta perundang-undangan dipilih sebagai konsep dalam menemukan jawaban pada persoalan yang sedang diteliti dalam artikel ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Mulgan, Tim. "How should utilitarians think about the future?" Canadian Journal of Philosophy 47, no. 2-3 (2017): 290–312. http://dx.doi.org/10.1080/00455091.2017.1279517.

Full text
Abstract:
AbstractUtilitarians must think collectively about the future because many contemporary moral issues require collective responses to avoid possible future harms. But current rule utilitarianism does not accommodate the distant future. Drawing on my recent books Future People and Ethics for a Broken World, I defend a new utilitarianism whose central ethical question is: What moral code should we teach the next generation? This new theory honours utilitarianism’s past and provides the flexibility to adapt to the full range of credible futures – from futures broken by climate change to the digital, virtual and predictable futures produced by various possible technologies.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Bustomi, Yazid. "KEBIJAKAN VAKSINASI COVID-19 BAGI MASYARAKAT INDONESIA DITINJAU DARI TEORI UTILITARIANSME." Jurnal Bina Mulia Hukum 7, no. 1 (September 2, 2022): 31–45. http://dx.doi.org/10.23920/jbmh.v7i1.747.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Pemberian Vaksin COVID-19 merupakan upaya pemerintah untuk memulihkan keadaan negara yang terserang pandemi COVID-19. Sayangnya, upaya pemberian vaksin masih menimbulkan pro kontra. Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana kebijakan pemerintah dalam memulihkan keadaan negara yang sedang terdampak pandemi COVID-19, apakah telah dapat memberikan kebahagiaan serta kemanfaatan kepada masyarakat Indonesia yang dikaji melalui teori utilitarianisme. Penelitian ini berjenis yuridis normatif dengan sifat deskriptif analisis. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan undang-undang dan pendekatan konsep. Hasil penelitian menyatakan bahwa kebijakan pemberian vaksin COVID-19 yang dituangkan melalui Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) dan Surat Edaran (SE) telah seutuhnya memberikan manfaat dan kebahagiaan kepada masyarakat sesuai prinsip utilitarian. Utilitarian merupakan teori moral normatif yang menentukan jika kebaikan merupakan perbuatan yang memaksimalkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi semua individu yang terdampak. Adanya polemik dan persitiwa yang timbul akibat pemberian vaksin bukan menjadi sebuah alasan yang menggagalkan pemerintah dalam usaha memberikan kebahagiaan dan kesejateraan. Karena pada prinsipnya, menurut utilitarian bahwa kebahagiaan serta kesejahteraan dengan jumlah besarlah yang menentukan tindakan atau kebijakan tersebut berhasil atau tidak. Kata kunci: covid-19; utilitarinsime; vaksin. ABSTRACT The provision of the COVID-19 vaccine is the government's effort to restore the state of the country affected by the COVID-19 pandemic. Unfortunately, efforts to give vaccines still cause pros and cons. This study will explain how the government's policy in restoring the state of the country that is being affected by the COVID-19 pandemic, whether it has been able to provide happiness and benefit to the Indonesian people, is studied through the theory of utilitarianism. This research is a normative juridical type with descriptive analysis. The approach used is the legal approach and the concept approach. The results of the study stated that the policy for administering the COVID-19 vaccine as outlined in Government Regulations (PP), Presidential Regulations (Perpres), Minister of Health Regulations (Permenkes) and Circulars (SE) had fully provided benefits and happiness to the community according to utilitarian principles. Utilitarianism is a normative moral theory that determines if goodness is an act that maximizes the welfare and happiness of all affected individuals. The existence of polemics and events arising from the administration of vaccines is not a reason to fail the government in its efforts to provide happiness and welfare. Because in principle, according to utilitarians, it is happiness and welfare in large numbers that determine whether the action or policy is successful or not. Keywords: covid-19; utilitariansm; vaccine.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Akhyar, Wira Iqomudin, Gunawan, Haris Widiasmoro, and Layla Izza Rufaida. "Kebijakan Bantuan Pangan Non Tunai Dalam Perspektif Filsafat Hukum Murni." Reformasi Hukum 25, no. 1 (May 18, 2021): 41–56. http://dx.doi.org/10.46257/jrh.v25i1.189.

Full text
Abstract:
Bantuan pangan nontunai bersendikan efisiensi berkeadilan dan ekonomi inklusif. Norma hukum efisiensi berkeadilan mensyaratkan pemerataan sebesar-besarnya bagi rakyat Indonesia. Penelitian ini bertujuan menjawab pertanyaan bagaimanakah filosofis efisiensi berkeadilan pada program bantuan pangan nontunai? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif. Bahan utama teori hukum murni Hans Kelsen sebagai daya terang dan hasil keputusan Mahkamah Konstitusi dalam menafsirkan diksi “Efisiensi Berkeadilan”. Hasil yang ditemukan pada kajian ini ialah gagasan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) awalnya bersendikan distribusi pangan berbasis efisiensi (asasnya) dan memberlakukan redistribusi keuangan inklusif. Artinya dalam ranah ide dasar BPNT masih di dalam program yang sewajarnya, namun di salah satu lokasi, implementasi program ini bermasalah dalam mewujudkan keadilan masyarakat. Pendulum efisiensi dominan ke arah ekonomi penguasa Kapital, sehubungan dengan fakta hukum adanya monopoli jalur pasokan ke E-Warong. Berkeadilan yang berbasis pada kemakmuran sebesar-besarnya bagi masyarakat (utilitarianisme) masih menjadi distopia (jauh dari ideal). Sudah saatnya merubah pola distribusi pasokan bahan pangan dengan kebijakan bantuan langsung tunai. Kata Kunci : Bantuan Pangan Non-Tunai, Efisiensi Berkeadilan, Utilitarian.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Pambudi, Priyaji Agung, Suyud Warno Utomo, Soemarno Witoro Soelarno, and Noverita Dian Takarina. "Etika Tanah Aldo Leopold: Telaah Moral Atas Eksploitasi dan Kewajiban Reklamasi Tambang Batu Bara." Jurnal Ekologi, Masyarakat dan Sains 3, no. 2 (November 18, 2022): 37–44. http://dx.doi.org/10.55448/ems.v3i2.56.

Full text
Abstract:
Berbagai fenomena alam yang belum terselesaikan menunjukkan kondisi yang semakin mengkhawatirkan dan menjadi tantangan bagi semua pihak. Pada konteks ini filsafat memiliki peran strategis sebagai dasar pemikiran penting untuk menentukan posisi seseorang dalam menyikapi fenomena yang terjadi. Landasan filsafat ekofenomenologi yang mendalam menentukan alur pikir dan solusi yang dirumuskan. Artikel bertujuan menelaah konsep etika tanah Aldo Leopold untuk menentukan solusi reklamasi lahan pasca tambang. Penelitian kualitatif ini menggunakan metode kajian pustaka, desk study, dan hermeunetik. Pustaka diperoleh dari berbagai sumber meliputi jurnal, artikel, buku, laporan pemerintah, dan laporan perusahaan dengan isu terkait. Diketahui antroposentrisme telah mendominasi pola pemikiran stakeholder terkait. Hal tersebut dapat tercermin dari berbagai produk kebijakan, tindakan di lapangan, dan rencana kegiatan yang disusun untuk reklamasi lahan pasca tambang. Azas utilitarianisme sangat mewarnai setiap kebijakan dan tindakan yang diambil. Kondisi ini telah mengorbankan ekosistem khususnya tanah yang tidak lagi dianggap sebagai subjek yang perlu dikelola dan dijaga kuantitas dan kualitasnya. Proses ini apabila tidak segera diluruskan akan berdampak pada kemerosotan fungsi dan jasa lingkungan dan mengakibatkan ketidakstabilan ekosistem. Jika hal tersebut terjadi, maka pembangunan berkelanjutan yang digaungkan tidak akan dapat diwujudkan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Weruin, Urbanus Ura. "TEORI-TEORI ETIKA DAN SUMBANGAN PEMIKIRAN PARA FILSUF BAGI ETIKA BISNIS." Jurnal Muara Ilmu Ekonomi dan Bisnis 3, no. 2 (October 30, 2019): 313. http://dx.doi.org/10.24912/jmieb.v3i2.3384.

Full text
Abstract:
Sebagai ilmu preskriptif, etika adalah cabang filsafat yang mempertimbangakan secara kritis tindakan mana yang baik atau tindakan mana yang buruk berdasarkan ajaran moral tertentu. Sementara ajaran moral adalah ajaran tentang kebaikan manusia berdasarkan martabat setiap orang sebagai manusia. Studi literer dengan menggunakan metode content analysis yang dilakukan terhadap berbagai sumber kepustakaan yang ada memperlihatkan bahwa terdapat dua teori utama etika yang relevan bagi etika bisnis. Pertama teori etika konsekuensialis atau teleologis. Kedua, teori etika nonkonsekuensilis Termasuk dalam teori etika konsekuensilis adalah etika utilitarianisme, etika egoism, dan etika hedonisme. Sementara teori etika non-konsekuensialis mencakup etika deontologi, etika keutamaan, dan etika kesetaraan dan keadilan sebagai kewajaran. Etika konsekuensialis menilai moralitas tindakan atau keputusan berdasarakan tujuan, kegunaan, atau dampak positif yang diperoleh dari tindakan atau keputusan tersebut. Sementara etika nonkonsekuensialis memfokuskan moralitas tidakan atau putusan pada kewajiban untuk melakukan apa yang merupakan kewajiban, pada motivasi dan karakter moral si pelaku tindakan, serta pada prinsip keadilan. Semua teori etika ini, berkontribusi bagi pemahaman terhadap etika bisnis. As a prescriptive science, ethics is a branch of philosophy that considers critically which actions are good or which actions are bad based on certain moral teachings. While moral teachings are teachings about human kindness based on the dignity of each person as a human being. Literary studies using content analysis methods conducted on various sources of existing literature show that there are two main theories of ethics that are relevant for business ethics. First the consequentialist or teleological ethical theory. Second, the theory of non-consensual ethics Included in the theory of consequent ethical ethics is the ethics of utilitarianism, ethics of egoism, and ethics of hedonism. While non-consequentialist ethical theories include deontological ethics, virtue ethics, and equality and fairness ethics as fairness. Consequentialist ethics assesses the morality of an action or decision based on the purpose, usefulness, or positive impact obtained from the action or decision. While non-consequentialist ethics focuses on the morality of actions or decisions on the obligation to do what is mandatory, on the motivation and moral character of the perpetrators of actions, as well as on the principle of justice. All of these ethical theories, contribute to understanding business ethics.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Takdir, Mohammad. "TRANSFORMASI KESETARAAN BURUH: STUDI KRITIS TEORI KEADILAN JOHN RAWLS." Jurnal Sosiologi Reflektif 12, no. 2 (April 1, 2018): 327. http://dx.doi.org/10.14421/jsr.v12i2.1430.

Full text
Abstract:
This paper aims to change the laborers who are always seen as an underdeveloped and oppressed societies. In looking at the relations of laborers and employers, some people often use the paradigm of slavery rather than the humanitarian paradigm.This research used theory of justice John Rawls’s as an approach in fighting for labor rights in the works system in Indonesia. Justice for Rawlsm defined as a combination of freedom and equality. Rawlsian’s theory of justice often refereed to as “liberal equality”, which emphasizes the justice as fairness aspect. This theory of justice used to offer a new alternative in correcting earlier theories of justice, such as utilitarianism and institutionalism that are perceived as failing in reducing errors to the paradigm of labor. This study showed that injustice in a social structure of society is more due to the loss of deep empathy associated with the argument of equality as a keyword in the conception of justice. Rawls offers the concept of justice as fairness that should be the main foothold in the struggle for equality of laborers in various aspects, especially concerning the fulfillment of rights, obligations, and welfare of life.Artikel ini bertujuan untuk mengubah paradigma tentang buruh yang selalu dipandang sebagai sekelompok masyarakat yang terbelakang dan tertindas. Dalam memandang relasi buruh dan majikan, sebagian orang seringkali menggunakan paradigma perbudakan daripada paradigma kemanusiaan (humanitarian paradigm). Penelitian ini menggunakan teori keadilan John Rawls sebagai pendekatan dalam memperjuangkan hak-hak buruh dalam sistem kerja di Indonesia. Keadilan bagi Rawls, diartikan sebagai perpaduan antara kebebasan (freedom) dan kesamaan (fairness). Teori keadilan Rawlsian sering disebut dengan istilah “kesamaan-liberal”, yang menekankan pada aspek justice as fairness.Teori keadilan ini digunakan untuk menawarkan sebuah alternatif baru dalam mengoreksi teori-teori keadilan sebelumnya, seperti utilitarianisme dan institusionalisme yang dianggap gagal dalam mengurangi kesalahan terhadap paradigma buruh. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakadilan dalam sebuah struktur sosial masyarakat lebih diakibatkan oleh hilangnya rasa empati yang mendalam terkait dengan argumen kesetaraan (equality) sebagai kata kunci dalam konsepsi keadilan. Rawls menawarkan konsep tentang justice as fairness yang harus menjadi pijakan utama dalam memperjuangkan kesetaraan buruh dalam berbagai aspek, terutama menyangkut pemenuhan hak, kewajiban dan kesejahteraan hidup.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Rhukmi B., Shinta. "Implikasi Konsep Utilitarianisme dalam Penegakan Hukum Tindak Pidana Narkotika: Kajian Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 389/Pid.Sus/2015/PN.Yyk." Jurnal Wacana Hukum 25, no. 2 (July 12, 2019): 16. http://dx.doi.org/10.33061/1.jwh.2019.25.2.3003.

Full text
Abstract:
AbstrakSistem peradilan pidana merupakan unsur yang signifikan dalam upaya pemberantasan tindak pidana narkotika. Pengguna narkotika seyogyanya mendapatkan sanksi pidana yang berat, mengingat korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia semakin bertambah dari tahun ke tahun. Namun, dari segi penegakan hukum Mahkamah Agung melalui Putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta Nomor 389/Pid.Sus/2015/PN Yyk hanya memuat formulasi yang tidak didukung dengan teori-teori keilmuan, bahkan putusan tersebut tidak mencantumkan keterangan masa penahanan atau ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf h Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif lebih mengutamakan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuatan mengikat Pasal 197 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 adalah mandatory, imperatif dan limitatif dalam putusan hakim, yang bertujuan untuk memberikan nilai-nilai keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia bagi para pihak. Adapun konsekuensi ketentuan tersebut apabila tidak dipenuhi dalam putusan hakim adalah putusan batal demi hukum.AbstractThe criminal justice system is a significant element in efforts to eradicate narcotics crime. Drug users should get severe criminal sanctions, considering that victims of narcotics abuse in Indonesia are increasing from year to year. However, in terms of law enforcement the Supreme Court through the Decision of the Yogyakarta District Court Number 389 / Pid.Sus / 2015 / PN Yyk only contains formulations that are not supported by scientific theories, even the decision does not include informatio on the period of detention or the provisions of Article 197 paragraph ( 1) letter h of Law Number 8 of 1981. This type of research is normative legal research. Normative legal research prioritizes literature. The results of the study indicate that the binding force of Article 197 paragraph (1) of Law Number 8 of 1981 is mandatory, imperative and limited in the judge's decision, which aims to provide values of justice and protection of human rights for the parties. The consequences of these provisions if not fulfilled in the judge's decision are the verdict null and void.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Fuad, Fuad. "SOCIO LEGAL RESEARCH DALAM ILMU HUKUM." Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian dan Penelitian Hukum 2, no. 2 (March 25, 2021): 32–47. http://dx.doi.org/10.37631/widyapranata.v2i2.261.

Full text
Abstract:
Hukum berperan besar dalam kehidupan manusia khususnya pada masa transisi menuju pembaharuan hukum, begitupun dengan ilmu hukum yang mampu menghadirkan perspektif yang baru. Meskipun dalam perkembangannnya ilmu hukum tidak mampu memberikan data secara lengkap bagi pelaksanaan kekuasaan, namun keberadaan ilmu hukum yang memiliki metode pendekatan yang sistematis, kiranya menjadi hal yag berguna dalam perumusan hukum yang lebih baik. Interaksi yang terjadi antara ilmu hukum dengan ilmu-ilmu sosial lainnya menghadirkan sesuatu yang berbeda dalam konsep hukum dan pada akhirnya menjadi suatu pemahaman dengan perspektif sosiologis. Sehingga pada tataran teoritik, hal tersebut memunculkan sociology of law dan pada tataran filsafat memunculkan sociological jurisprudence. Ilmu hukum yang terus berkembang pada akhirnya menciptakan berbagai aliran, mulai aliran hukum alam (irasional dan rasional), aliran hukum positif (analitis dan murni), aliran utilitarianisme, mazhab sejarah, sociological jurisprudence, pragmatic legal realism, socio legal studies dan aliran hukum kritis. Hal ini menunjukkan proses searching the truth tidak pernah berhenti. Menjelaskan keterkaitan hukum, ilmu hukum, sociological jurisprudence, diperlukan suatu methode research yang tepat dan representatif. Karena melalui research akan ada temuan-temuan baru, berupa pengetahuan yang benar (truth, true, knowledge) dan pada akhirnya digunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Muthmainnah, Lailiy, Rizal Mustansyir, and Sindung Tjahyadi. "Problem Intrinsik DALAM AGENDA PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN: Analisis FILSAFAT POLITIK TERHADAP PENGELOLAAN LINGKUNGAN DI INDONESIA PASCA REFORMASI." JWP (Jurnal Wacana Politik) 6, no. 1 (March 6, 2021): 92. http://dx.doi.org/10.24198/jwp.v6i1.27801.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kritis atas problem intrinsik gagasan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, khususnya terkait dengan politik pengelolaan lingkungan di Indonesia pasca reformasi. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa tingkat kerusakan lingkungan, khususnya sumber daya alam di Indonesia, masih sangat tinggi. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang menggunakan filsafat politik sebagai metode analisis. Unsur-unsur metodis yang digunakan dalam penelitian ini adalah interpretasi, induksi-deduksi, refleksi, idealisasi, dan heuristika. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa adopsi gagasan pembangunan berkelanjutan di Indonesia masih berada dalam pusaran paradigma antroposentrisme dan utilitarianisme. Hal ini menyebabkan munculnya berbagai persoalan intrinsik dalam aktualisasi konsep pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Persoalan tersebut antara lain berupa karut marutnya aturan perundangan terkait pola pengelolaan lingkungan hidup, politik anggaran yang eksploitatif, lemahnya penegakan hukum, serta dominasi oligarki dalam pengelolaan sumberdaya. Keempat hal tersebut secara kumulatif masih terus terjadi dalam praktik politik pengelolaan lingkungan di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan akhirnya sekedar menjadi jargon politik. Untuk keluar dari persoalan intrinsik tersebut harus ada re-orientasi pola pembangunan di Indonesia. Orientasi pembangunan tidak boleh hanya mengejar pertumbuhan ekonomi, melainkan harus lebih fokus pada upaya mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini dikarenakan keterjebakan pada pertumbuhan ekonomi pada kenyataan justru membuat situasi semakin melampaui batas pertumbuhan yang memicu krisis ekologi dalam jangka panjang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Kamal, Nur Diyana, Nurul Zahida Anuar, and Shahrul Mizan Ismail. "Hukuman Korporal menurut Perspektif Jurispruden." Kanun Jurnal Undang-undang Malaysia 34, no. 2 (July 5, 2022): 185–200. http://dx.doi.org/10.37052/kanun.34(2)no1.

Full text
Abstract:
Sehingga kini, undang-undang Malaysia tidak memperuntukkan apa-apa kesalahan bagi mereka yang melaksanakan hukuman korporal baik di sekolah mahupun di rumah, melainkan jika hukuman yang dilaksanakan itu menyebabkan kecederaan fizikal dan mental. Hal ini dikatakan demikian kerana hukuman korporal dianggap sebagai suatu tradisi dan amalan yang diterima secara meluas dalam masyarakat Malaysia pada hari ini. Di Malaysia, hukuman sebatan dan beberapa hukuman korporal yang lain masih menjadi amalan di sekolah dengan panduan dan tatacara yang ditetapkan oleh Kementerian Pelajaran Malaysia, contohnya menerusi Peraturan-peraturan Pendidikan (Disiplin Sekolah) 1959 dan Surat Pekeliling Ikhtisas (SPI) Bil. 8/1983. Walau bagaimanapun, kewajaran di sebalik pelaksanaan hukuman korporal sering dipertikaikan dan dianggap sebagai tidak relevan untuk dilaksanakan kerana mampu memberikan kesan negatif kepada anak. Oleh sebab itu, penulisan ini penting bagi mengkaji keperluan dan kerasionalan di sebalik pelaksanaan hukuman korporal, baik di rumah mahupun di sekolah. Kajian kualitatif ini menggunakan kaedah etnografi dengan menganalisis dan mengaitkan pelbagai teori dan beberapa aliran pemikiran jurispruden, seperti aliran pemikiran sosiologi, naturalisme dan utilitarianisme, terhadap isu pelaksanaan hukuman korporal kepada anak. Hasil kajian mendapati bahawa hukuman korporal secara dasarnya tidak diterima oleh majoriti ahli jurispruden sekiranya menyebabkan kecederaan dan kemudaratan kepada anak. Namun begitu, terdapat pengecualian bagi pelajar dan anak yang bermasalah yang dihukum dengan tujuan mendidik, tertakluk pada panduan yang disediakan supaya tidak menyebabkan kecederaan kepada penerima hukuman. Pelaksanaan hukuman korporal ini hakikatnya mempunyai kebaikan dan keburukannya tersendiri, bergantung pada cara penerimaan anak terhadap hukuman tersebut. Namun begitu, dalam aspek pendidikan sosial, hukuman ini didapati lebih memberi impak positif dalam pembentukan akhlak dan sahsiah anak.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Caillé, Alain. "Utilitarianism and Anti-Utilitarianism." Thesis Eleven 33, no. 1 (August 1992): 57–68. http://dx.doi.org/10.1177/072551369203300103.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Prokofyev, Andrey. "Utilitarianism." Philosophical anthropology 5, no. 2 (2019): 192–215. http://dx.doi.org/10.21146/2414-3715-2019-5-2-192-215.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Sidgwick, Henry. "Utilitarianism." Utilitas 12, no. 3 (November 2000): 253–60. http://dx.doi.org/10.1017/s0953820800002879.

Full text
Abstract:
Sidgwick's first explicit statement of the utilitarian position, in an essay presented to the Metaphysical Society in 1873, provides a lucid overview of the errors to be avoided and the terms to be clarified in any adequate account of the subject. As a précis of the comprehensive treatment of utilitarianism that would soon appear in The Methods of Ethics, this essay should serve as a useful guide to that work.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Bassham, Gregory. "Utilitarianism." Teaching Philosophy 23, no. 2 (2000): 210–13. http://dx.doi.org/10.5840/teachphil200023228.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Kaspar, David. "Utilitarianism." Teaching Philosophy 34, no. 1 (2011): 92–95. http://dx.doi.org/10.5840/teachphil201134111.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Gillon, R. "Utilitarianism." BMJ 290, no. 6479 (May 11, 1985): 1411–13. http://dx.doi.org/10.1136/bmj.290.6479.1411.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Mori, Osamu. "Axiomatic theories of utilitarianism and weak utilitarianism." Economics Letters 137 (December 2015): 59–61. http://dx.doi.org/10.1016/j.econlet.2015.10.019.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Nurhadi, Iwan, Titik Sumarti, Arya Hadi Dharmawan, and Didin S Damanhuri. "Cultural Commodification and Ethical Transition of Tourism Development: A Case in Osing Community, Indonesia." Sodality: Jurnal Sosiologi Pedesaan 10, no. 1 (March 2, 2022): 24–43. http://dx.doi.org/10.22500/10202238564.

Full text
Abstract:
Tourism development in many cases induces various socio-cultural consequences at the local community level. In Banyuwangi, local government commoditizes traditional rites of the Osing community for tourism purposes. Framed by Granovetter’s social embeddedness and Bentham’s utilitarianism, this study investigated the socio-cultural consequences of tourism development and portrayed how it influenced ethics in tourism activities of the Osing community. Following qualitative research with interviews and observation, the results suggested that Osing economic activities reflected cultural commodification. The cultural commodification expanded social networks in the relational and structural embeddedness that were operated by trust among the actors. While relational embeddedness was recognized on the personal relation, structural embeddedness was identified among government institutions, private sectors, Pokdarwis, and Osing community. Although the cultural commodification was identified, the ethical economic activities remained on collective values, or so called as collective utilitarianisms. The cultural commodification derived to widen social networks, yet the communal ethical economy remained the same. The study proposed community members to construct economic activities based on local values that were utilized to strengthen their socio-cultural identity. The study allowed better understanding of sociological consequences as undergirding framework in policy making and business cooperation.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Absori, Absori, Khudzaifah Dimyati, and Ridwan Ridwan. "Makna Pengelolaan Lingkungan Pespektif Etik Profetik." Al-Tahrir: Jurnal Pemikiran Islam 17, no. 2 (November 25, 2017): 331. http://dx.doi.org/10.21154/altahrir.v17i2.1063.

Full text
Abstract:
Abstract: Nowdays the disaster and anomaly of ecology are quite difficult to avoid. Concequently, nature has become a real threat to the survival of human. It occurs due to industrial activity, mining, transportation and agriculture as the mechine of capitalist ideology. The research employed the nomative-descriptive, and philosopy approach. This paper aims to (1) explore the spirit of theological and moral-ethical which are a bucker the capitalism or materialism ideology. (2) How is perspective and bid of moral-ethical of islam (prophetic) toward the meaning and management of the environment. The result shows that first, the desire for natural exploitation which is become a characteristic of capitalism or materialism ideology underpinned by a certain theological spirit that encourages domination and human exploitation on the nature. Moreover, the exploitation desire also underpinned by moral-ethical philosopy of hedonism or utilitarianism (pragmatism), which measures the highest kindness by accumulating the material as much as possible. Second, in the Islam perspective (prophetic), the nature interpreted as a something sacred, created by Allah, as one of the object for seeking knowledge of the greatest of Allah. And in the end it makes human closed to faithfulness (trancendence). In the prophetic ethical, the universum (nature) utilized for human prosperity. And it directed to humanization, liberation and trancendence in order to create a fair society and egalitarian. الملخص: ستكون الأضرار البيئية والشذوذ في المستقبل إنتشرت في هذا العالم، ولذلك أصبحت الطبيعة تهديدا حقيقيا لبقاء الحياة البشرية, وأسباب هذه المصيبة هي كثرة النشاط الصناعي، والتعدين، وعملية النقل، والزراعة التي تعتمد على روح وفلسفة رأسمالية. وبطريقة البحث الوصفي الديني وبالمدخل الفلسفي هدف هذا البحث إلى أولا: كشف الأرواح اللاهوتية والأخلاقية التي تقوم عليها الرأسمالية. ثانيا: ما رأي الإسلام والأخلاقية (النبوية) عن الإدارة البيئية ومعانيها. ونتائج هذا البحث أولا: رغبات الاستغلال الطبيعي التي تكون عادة وحجة لإيديولوجي الرأسمالية المادية، وبالإضافة إلى ذلك، فإن رغبة الاستغلال الطبيعي قد تكون معتمدة أيضا بفلسفة مذهب التحليلية المتعة والنفعية المادية التي تقيس الخيرات من خلال المواد الكثيرة العظيمة. ثانيا: وفي نظر الإسلام (النبوي) أن العالم هو شيء مقدس، الذي أنشأه الله للناس جميعا ليأخذه عبرة وتدبرا في عظمة الله، وأخيرا ليكون العالم وسيلة لتقريب الناس إلي الإيمان بالله. وفي رأي الأخلاق النبوية، أن العالم (الطبيعة) يستخدم لأجل الرحمة أو الرفاهية للناس جميعا, ليكون العالم يدور على طبيعته الإنسانية والتحررية والتجاوزية لتحقيق مجتمع عادل ومتكافيء.Abstrak: Dewasa ini bencana dan anomali ekologis semakin sulit terelakkan, akibatnya alam telah menjadi ancaman nyata bagi kelangsungan kehidupan umat manusia. Hal ini disebabkan oleh aktifitas industri, pertambangan, transportasi, dan pertanian sebagai mesin idiologi kapitalis. Dengan menggunakan metode normatif-deksriptif, dan pedekatan filosofis, tulisan ini bertujuan; pertama, mengungkap spirit teologis dan moral-etik yang menjadi penyokong ideologi kapitalisme/materialisme; kedua, bagaimanakah perspektif dan tawaran moral-etik Islam (profetik) terhadap makna dan pengelolaan lingkungan hidup. Dalam pembahasan dan analisis, tulisan ini menyimpulkan bahwa pertama, hasrat eksploitasi Alam yang menjadi karakteristik ideologi kapitalisme-materialisme, didukung oleh spirit teologis tertentu yang mendorng dominasi dan eksploitas manusia atas Alam. Selain itu, hasrat eksploitasi itu juga didukung oleh filsafat moral-etik hedonis-utilitarianisme (pragmatis), yang mengukur kebaikan tertinggi dengan mengakumulasi materi sebanyak mungkin. Kedua, dalam sudut pandang Islam (profetik), Alam dimaknai sebagai sesuatu yang sakral, diciptakan Allah, sebagai salah satu objek menggali ilmu-kebesaran Allah, dan pada akhirnya semakin mendekatkan diri manusia pada keimanan (transedensi). Dalam etik profetik, universum (Alam) di manfaatkan untuk kesejahteraan manusia, serta diarahkan dalam rangka untuk melakukan humanisasi, liberasi, transendensi, agar tercipta masyarakat adil dan egaliter.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Conee, Earl, and Torbjorn Tannsjo. "Hedonistic Utilitarianism." Philosophical Review 110, no. 3 (July 2001): 428. http://dx.doi.org/10.2307/2693653.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Fleurbaey, Marc, and Stéphane Zuber. "Fair Utilitarianism." American Economic Journal: Microeconomics 13, no. 2 (May 1, 2021): 370–401. http://dx.doi.org/10.1257/mic.20170234.

Full text
Abstract:
Utilitarianism plays a central role in economics, but there is a gap between theory, where utilitarianism is dominant, and applications, where monetary criteria are often used. For applications, a key difficulty is to define how utilities should be measured and compared. Drawing on Harsanyi’s (1955) approach, we introduce a new normalization of utilities ensuring that: (i) a transfer from a rich population to a poor population is welfare enhancing, and (ii) populations with more risk-averse people have lower welfare. We study some implications of this “fair utilitarianism” for risk sharing, collective risk aversion, and the design of health policy. (JEL D63, D81)
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

West, Henry R. "Liberal Utilitarianism." International Studies in Philosophy 24, no. 1 (1992): 129. http://dx.doi.org/10.5840/intstudphil199224149.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Darwish, Bahaa. "Rethinking Utilitarianism." Teaching Ethics 10, no. 1 (2009): 87–109. http://dx.doi.org/10.5840/tej200910119.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Dhillon, Amrita, and Jean-Francois Mertens. "Relative Utilitarianism." Econometrica 67, no. 3 (May 1999): 471–98. http://dx.doi.org/10.1111/1468-0262.00033.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Conee, E. "HEDONISTIC UTILITARIANISM." Philosophical Review 110, no. 3 (July 1, 2001): 428–30. http://dx.doi.org/10.1215/00318108-110-3-428.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography