To see the other types of publications on this topic, follow the link: Viktimologie.

Journal articles on the topic 'Viktimologie'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Viktimologie.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Briken, Peer. "Viktimologie, Zeugenschaft und Glaubhaftigkeit." Forensische Psychiatrie, Psychologie, Kriminologie 13, no. 2 (2019): 105–7. http://dx.doi.org/10.1007/s11757-019-00536-5.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Meier, Bernd-Dieter. "Sautner, Lyane, Viktimologie. Die Lehre von Verbrechensopfern. Lehrbuch." Monatsschrift für Kriminologie und Strafrechtsreform 98, no. 2 (2015): 167–68. http://dx.doi.org/10.1515/mks-2015-980209.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Schneider, Hans Joachim. "Verbrechensopferforschung, -politik und -hilfe: Fortschritte und Defizite in einem halben Jahrhundert - zugleich ein Bericht über das 12. Internationale Symposium für Viktimologie." Monatsschrift für Kriminologie und Strafrechtsreform 89, no. 5 (2006): 389–404. http://dx.doi.org/10.1515/mks-2006-00067.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Schneider, Hans Joachim. "Täter, Opfer und Gesellschaft. Der gegenwärtige Stand der kriminologischen Verbrechensopferforschung – zugleich ein Bericht über das 13. Internationale Symposium für Viktimologie in Mito/Japan (2009)." Monatsschrift für Kriminologie und Strafrechtsreform 93, no. 4 (2010): 313–34. http://dx.doi.org/10.1515/mks-2010-930405.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Bari, Fathol. "TINDAK PIDANA MUTILASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM, KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI." Negara dan Keadilan 9, no. 2 (2020): 117. http://dx.doi.org/10.33474/hukum.v9i2.7388.

Full text
Abstract:
Di Indonesia ini, ada banyak norma hukum yang sudah mengatur tindak pidana pembunuhan, termasuk mutilasi. Tindak pidana mutilasi telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan di Indonesia. Perspektif kriminologi menyebutkan atau menggariskan pada pembahasan masalah faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana mutilasi dan modus operandi kejahatan atau tindak pidana mutilasi, khususnya yang terjadi di Indonesia. Perspektif viktimologi menekankan pada aspek korban, yakni ketika seseorang menjadi korban tindak pidana mutilasi, mengapa sampai seseorang bisa menjadi korban mutilasi. Karena tindak pidana ini termasuk jarang terjadi atau hanya pada pelaku tertentu, sehingga kajiannya tidak mudah, apalagi yang berkaitan dengan posisi korban.Kata kunci: korban, mutilasi, HAM, hukum, viktimologiIn Indonesia, there are many legal norms that already regulate murder, including mutilation. The crime of mutilation has been regulated in various laws and regulations in Indonesia. Criminology perspective mentions or outlines in the discussion of the problems of the factors causing the occurrence of criminal acts of mutilation and modus operandi of crimes or criminal acts of mutilation, especially those that occur in Indonesia. The victimology perspective emphasizes the aspect of the victim, that is, when a person becomes a victim of a criminal act of mutilation, why can someone become a victim of mutilation. Because these crimes are rare or only occur in certain perpetrators, so the study is not easy, especially related to the position of the victim. Keywords: victim, mutilation, human rights, law, victimization
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Thoriq, Andi Muhammad. "Tinjauan Viktimologi dan Kriminologi Terhadap Penyalahgunaan Ganja di Indonesia." Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal 2, no. 1 (2022): 101–7. http://dx.doi.org/10.15294/ipmhi.v2i1.53746.

Full text
Abstract:
Ganja di Indonesia menjadi salah satu jenis tanaman yang masuk dalam kategori obat-obatan terlarang, sehingga penggunaan dan penyalahgunaanya pun dilarang di Indonesia. Namun demikian, karakteristik pengguna ganja berbeda dengan karakteristik penggunaan obat-obatan terlarang lainnya. Studi ini bertujuan untuk menganalisis penyalahgunaan ganjad dari sudut pandang kriminologi viktimologi. Pelaku penyalahgunaan ganja dianalisis menggunakan berbagai teori dalam kriminologi dan viktimologi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Prakosya, Sendi. "Tinjauan Perlindungan Korban Perkosaan dalam Sudut Pandang Viktimologi." Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal 2, no. 1 (2022): 108–17. http://dx.doi.org/10.15294/ipmhi.v2i1.53744.

Full text
Abstract:
Korban pemerkosaan dalam Hukum Pidana Indonesia belum mendapatkan perhatian serius. Hukum Pidana yang ada saat ini lebih fokus kepada pemidanaan pelaku kejahatan, padahal pada kasus pemerkosaan, justru hukum seringkali abai dalam memberikan perlindungan yang memadai. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis mengenai perlindungan korban pemerkosaan di Indonesia dalam sudut pandang viktimologi. Viktimologi digunakan untuk mempelajari korban kejahatan termasuk upaya perlindungan korban kejahatan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Kleden, Kristoforus Laga. "PENDEKATAN VIKTIMOLOGI MEMINIMALISIR DISPARITAS PIDANA." Jurnal Hukum Magnum Opus 2, no. 2 (2019): 206. http://dx.doi.org/10.30996/jhmo.v2i2.2611.

Full text
Abstract:
Secara yuridis, adanya asas hukum Equality Before The Law, merupakan asas hukum yang tertuang dalam Konstitusi. Sebagaimana disebutkan di Undang-Undang Dasar 1945, asas ini berarti setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dihadapan hukum dan keadilan. Pengenjawanatah dari asas ini juga tersurat dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Melalui Asas Praduga Tidak Bersalah (Presumption Of Innocence). Yang berarti setiap orang harus dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan hakim yang bersifat tetap. Beberapa faktor penyebab terjadinya disparitas pidana, di antaranya tidak adanya pengawasan terhadap kekuasaan penegak hukum dalam menjalankan fungsainya. Terutama dalam pelaksanaan peradilan pidana. Di samping itu, terdapat perbedaan penafsiran terutama bagi penegak hukum (dalam hal ini hakim) ketika menerapkan sanksi pidana yang sama untuk tindak pidana yang sama. Perbedaan penafsiran itu, terlihat dalam perkara-perkara tindak pidana terorisme, atau dalam menangani kasus-kasus kerusuhan yang berindikasi SARA. Menawarkan pendekatan viktimologi untuk meminimalisir disparitas pidana, adalah salah satu wujud tanggung jawab negara melindungi hak asasi mansuia. Pendekatan viktimologi ini, terutama dalam tindak pidana terorisme maupun kasus yang berindikasi SARA, seringkali korban yaitu masyakat luas, tidak mendapat perhatian yang serius dari negara. Negara melalui undang-undang, (terkait dalam pembahasan ini yaitu Undang-undang Tindak Pidana Terorisme), lebih menitikberatkan pada perlindungan hukum kepada tersangka/terdakwa tindak pidana tersebut. Sementara korban akibat terjadinya tindak pidana terorisme, belum sepeunuhnya mendapat perhatian negara. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, maupun peristiwa Bom Bali I dan Bom Bali II adalah fakta bahwa negara belum memperhatikan nasib korban akibat tindak pidana ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

astoto, sri suhartati. "Eksistensi Viktimologi dalam Penyelesaian Ganti Rugi." Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM 8, no. 18 (2001): 212–24. http://dx.doi.org/10.20885/iustum.vol8.iss18.art15.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Karomah, Atu. "KORBAN ANAK DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN ANAK." MUAMALATUNA 10, no. 2 (2019): 76. http://dx.doi.org/10.37035/mua.v10i2.1881.

Full text
Abstract:
Undang-undang merupakan instrumen negara untuk melakukan perlindungan terhadap warganya. Bagian dari warga negara yang sering menjadi korban adalah anak-anak. Mereka menjadi korban dari orang-orang terdekatnya maupun dari orang luar. Lahirnya Undang-undang No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak memberikan harapan bahwa korban mendapat perlindungan dan keadilan yang sesungguhnya. Sebab korban kejahatan selama ini kurang mendapat perhatian dibandingkan komponen lainnya. Tulisan ini akan menjelaskan tentang anak-anak yang menjadi korban kejahatan dalam perspektif undang-undang tersebut dan dari perspektif viktimologi, yakni dari perspektif ilmu tentang korban, apakah memang undang-undang yang ada telah sesuai harapan korban.Kata Kunci: Perlindungan anak, perspektif korban, viktimologi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Ilyasa, Raden Muhammad Arvy. "Kajian Hukum dan Viktimologi dalam Kasus Kekerasan Seksual Pada Anak di Indonesia." Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal 2, no. 1 (2022): 25–42. http://dx.doi.org/10.15294/ipmhi.v2i1.53748.

Full text
Abstract:
Setiap tahunnya di Indonesia terdapat berbagai macam kasus kekerasan seksual pada anak yang kuantitasnya semakin meningkat setiap tahunnya. Perlindungan terhadap anak dari segala ancaman kejahatan yang dapat mengancam keberlangsungan hidupnya terkandung dalam konstitusi Negara Indonesia sebagai Negara yang menjunjung tinggi hukum dan hak asasi manusia. Ketika anak mengalami kejadian kekerasan seksual, maka masa depannya akan terancam karena adanya faktor trauma psikis, mental maupun sosial. Oleh karena itu dalam penulisan ini penulis hendak untuk mengkaji perihal bagaiaman penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia dalam perspektf hukum dan viktimologi dengnan identifikasi masalah yaitu bagaimanakan perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban dalam kasus kekeras seksual dan bagaimana perspektif viktimologi dalam hal ini kajian terhadap korban dalam tindak pidana atau kejahatan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Pangestu, Dimas, and Hafrida Hafrida. "Anak sebagai Penyalahguna Narkotika dalam Perspektif Viktimologi." PAMPAS: Journal of Criminal Law 1, no. 2 (2021): 104–24. http://dx.doi.org/10.22437/pampas.v1i2.9077.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Artikel ini menganalisis pelaku penyalah guna narkotika anak dalam perspektif victimologi sehingga tujuan artikel ini untuk mendapatkan kejelasan, mengkaji dan menganalisis mengenai kebijakan hukum pidana mengenai viktimisasi anak penyalah guna narkotika.Penelitian ini merupakan penelitian normatif yaitu penelitian yang dilakukan secara kepustakaan dengan mendeskripsikan hukum positif, mensistematisasi, menginterprestasikan, menilai, dan menganalisis hukum positif tersebut.Hasil penelitian pelaku anak sebagai penyalah guna narkotika menunjukan pemidanan berupa pidana penjara masih dominan dibandingkan sanksi untuk direhabilitasi.Hal ini menunjukan bahwa anak sebagai penyalah guna narkotika dalam perspektif hukum pidana saat ini masih dipandang senagai kriminal atau pelaku tindak pidana.Hal inilah yang menarik untuk dikaji anak sebagai penyalah guna sebaiknya tidak dikatagorikan sebgai pelaku tindak pidana tetapi lebih dipandang sebagai korban dari tindak pidana narkotika dan sebagi korban ketidakmampuan negara dalam penangguangi tindak pidana narkotika di Indonesia. ABSTRACT This article analyzes child narcotics abusers from a victimology perspective so that the purpose of this article is to get clarity, study and analyze the criminal law policy regarding the victimization of child abusers of narcotics. This research is a normative study, namely research conducted in a literature describing positive law, systematizing, interpreting, assessing, and analyzing the positive law. The research results of child offenders as narcotics abusers show that imprisonment is still dominant compared to sanctions to be rehabilitated.This is what is interesting to examine as children as abusers should not be categorized as perpetrators of criminal acts but rather as victims of narcotics crimes and as victims. the inability of the state to tackle narcotics crime in Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Heryanto, dkk, Budi. "KORBAN TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI." Jurnal Hukum Mimbar Justitia 6, no. 1 (2020): 90. http://dx.doi.org/10.35194/jhmj.v6i1.1094.

Full text
Abstract:
The crime of rape is a serious threat to women by criminals that cause unrest in society. It is not uncommon for minors to become victims of the crime of rape. Women who should receive protection from all forms of threats have not yet materialized in practice. Indonesian positive law is more focused on the perpetrators of criminal acts than on victims. Many other regulations on the handling of crimes since investigation, investigation, prosecution, pretrial and law enforcement, witnesses, and victims have received little attention. The impact that is difficult to cure for rape victims in the form of mental and psychological illnesses is a concern for rape victims. It is not uncommon for crimes related to women to be left untouched by law enforcement. The reasons why crimes against women can occur and why many rape cases are not legally resolved will be discussed in this study. Keywords : Victims, Rape, Crime, Victimology
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Bunga, Dewi. "ANALISIS CYBERBULLYING DALAM BERBAGAI PERSPEKTIF TEORI VIKTIMOLOGI." VYAVAHARA DUTA 14, no. 2 (2020): 48. http://dx.doi.org/10.25078/vd.v14i2.1253.

Full text
Abstract:
<p>Pengkajian mengenai isu cyberbullying bukanlah hal yang mudah. Berbagai pendekatan perlu dilakukan untuk menganalisis isu ini. Pembahasan mengenai cyberbullying dilakukan dengan meminjam teori viktimologi kritis sebagaimana yang dipaparkan dalam bukuVictimology Victimisation and Victims’ Rights karya Lorraine Wolhuter, Neil Olleydan David Denham. Teori viktimologi kritis cukup relevan dalam menganalisis mengenai korban cyberbullying, yakni dalam taksonomi korban anak. Tulisan dalam buku Victimology Sixth Editionkarya William G. Doerner Steven P. Lab juga sangat berguna dalam menganalisis masalah kekerasan dalam cyberbullying. Dalam kajian mengenai Intimate Partner Violence, William G. Doerner Steven P. Lab menguraikan mengenai lingkaran kekerasan yang berasal dari lingkungan keluarga. Kekerasan yang terjadi dalam hubungan antara pasangan ini akan berdampak terhadap perlakuan yang salah pada anak sebagaimana yang dibahas dalam chapter 10. Pelaku cyberbullying biasanya berada di dalam lingkungan kekerasan, yang mengekspresikan kemarahan dan kebenciannya dalam perkataan dan perbuatan baik di dunia nyata maupun di dunia maya. William G. Doerner Steven P. Lab. juga membahas mengenai bullying yang terjadi pada anak-anak di usia<br />sekolah serta respon lingkungan sekolah terhadap kekerasan tersebut. Tulisan-tulisan tersebut akan menjadi bahan dalam kebijakan hukum pidana terhadap cyberbullying.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Varvin, Sverre. "Psykososiale følger av voldstraumer-en pilotundersøkelse (Viktimologi)." Nordisk Psykiatrisk Tidsskrift 40, no. 5 (1986): 361–68. http://dx.doi.org/10.3109/08039488609096493.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Al Husein, Imam Akbaru, and Anik Iftitah. "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN RANMOR DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI." Jurnal Supremasi 8, no. 1 (2018): 5. http://dx.doi.org/10.35457/supremasi.v8i1.399.

Full text
Abstract:
Kompleksnya perkembangan kehidupan sosial dapat menimbulkan tingkah laku menyimpang seperti timbulnya tindak pidana pencurian sepeda motor (curanmor). Penelitian yuridis empiris di Kepolisian Resort Nganjuk, Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa korban curanmor mendapatkan perlindungan berupa restitusi, kompensasi, dan pendampingan. Namun adanya ketidakmemadaian atas sarana prasarana, anggaran, dan kuantitas aparat, terputusnya jaringan informasi, kurangnya alat bukti dan saksi, apatisnya masyarakat, dan kurang memadainya sarana pendukung pada tempat kejadian, menjadi penghampat dalam upaya pencegahan dan perlindungan hukum korban curanmor.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Bari, Fathol. "DELIK MUTILASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM, VIKTIMOLOGI DAN KRIMINOLOGI." HUKMY : Jurnal Hukum 2, no. 1 (2022): 101–13. http://dx.doi.org/10.35316/hukmy.2022.v2i1.101-113.

Full text
Abstract:
In Indonesia, there are many legal norms that already regulate murder, including mutilation. The crime of mutilation has been regulated in various laws and regulations in Indonesia. Criminology perspective mentions or outlines in the discussion of the problems of the factors causing the occurrence of criminal acts of mutilation and modus operandi of crimes or criminal acts of mutilation, especially those that occur in Indonesia. The victimology perspective emphasizes the aspect of the victim, that is, when a person becomes a victim of a criminal act of mutilation, why can someone become a victim of mutilation. Because these crimes are rare or only occur in certain perpetrators, so the study is not easy, especially related to the position of the victim.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Al Husein, Imam Akbaru, and Anik Iftitah. "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN RANMOR DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI." JURNAL SUPREMASI 8, no. 1 (2018): 5. http://dx.doi.org/10.30957/supremasi.v8i1.399.

Full text
Abstract:
Kompleksnya perkembangan kehidupan sosial dapat menimbulkan tingkah laku menyimpang seperti timbulnya tindak pidana pencurian sepeda motor (curanmor). Penelitian yuridis empiris di Kepolisian Resort Nganjuk, Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa korban curanmor mendapatkan perlindungan berupa restitusi, kompensasi, dan pendampingan. Namun adanya ketidakmemadaian atas sarana prasarana, anggaran, dan kuantitas aparat, terputusnya jaringan informasi, kurangnya alat bukti dan saksi, apatisnya masyarakat, dan kurang memadainya sarana pendukung pada tempat kejadian, menjadi penghampat dalam upaya pencegahan dan perlindungan hukum korban curanmor.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Abdullah, Rahmat Hi. "Tinjauan Viktimologis Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Orang (Human Trafficking)." JURNAL YUSTIKA: MEDIA HUKUM DAN KEADILAN 22, no. 01 (2019): 55–63. http://dx.doi.org/10.24123/yustika.v22i01.1958.

Full text
Abstract:
Victims are an important element in the continuation of legal evidence as a victim witness or reporter. As is the case with the problem of human trafficking crime. Victimology with its various kinds of views extends the criminal etiological theories needed to understand the existence of crime as a better structural and non-structural victimization. besides the views in viktimology encourage people to pay attention and serve each party who can be victims of mental, physical, and social. From the explanation of the victim's typology and the factors that led to the crime of trafficking in persons, it was concluded that there were three types of victims of trafficking in persons, namely Latend or Prodisposed Victims who were economic contributors. Participating Victims were victims who because the cause is a low education factor, and False Victims which is being a victim because the cause is a consumptive behavior factor.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Oktaviana, Elisa Putri, and Bintara Sura Priambada. "TINJAUAN VIKTIMOLOGI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA CYBERCRIME ILLEGAL CONTENT." RECHTSTAAT NIEUW: Jurnal Ilmu Hukum 6, no. 2 (2022): 74–87. http://dx.doi.org/10.52429/rn.v6i2.114.

Full text
Abstract:
Bentuk tindak pidana cybercrime Illegal Contents diklasifikasikan pada situs bermuatan negatif, termasuk kasus penghinaan dan pencemaran nama baik yang mengandung kata - kata kasar dan tidak etis. Illegal Contents Ketentuan mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif serta menggunakan pendekatan konsep, pendekatan perundang-undangan dan pendekatan sejarah. Upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam menanggulangi adanya korban tindak pidana cybercrime Illegal Content dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui upaya preventif (pencegahan) serta dengan upaya represif (penal), namun belum secara efektive dapat menanggulangi tindak pidana cybercrime Illegal Content dikarenakan berbagai hal diantaranya; alat yang dimiliki oleh aparat penegak hukum untuk mengungkap kasus cybercrime masih sangat terbatas jumlah dan penggunaannya, dan pelaku yang kerap menghilangkan barang bukti.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Hasan, Tasya Nafisatul, and Marli Candra. "Tinjauan Viktimologi Terhadap Hak Perlindungan Penyalahgunaan Narkotika (Victimless Crime)." PAMPAS: Journal of Criminal Law 2, no. 2 (2021): 89–103. http://dx.doi.org/10.22437/pampas.v2i2.13026.

Full text
Abstract:
Drug abuse is a form of victimless crime. Although there is still debate about victimless crime in contemporary victimology studies, the negative impact of drugs on society, especially the younger generation, is very worrying. This paper is a qualitative study with a literature review approach to examine and analyze solutions to the problems discussed. This paper examines the forms of protection against drug abuse by children. It is crucial because children are one of the components of society that must be protected. They are victims of social interactions, especially families and the environment, to asphyxiate in drug abuse as an escape. There must be a balance between child protection and liability for crimes. Thus, rehabilitation is the only solution as a form of protection and responsibility for what they do. ABSTRAK Penyalahgunaan narkoba merupakan salah satu bentuk kejahatan tanpa korban. Walaupun masih saja perdebatan terkait istilah kejahatan tanpa korban dalam kajian viktimologi kontemporer, dampak negatif narkoba terhadap masyarakat, terutama generasi muda sangat mengkhawatirkan. Tulisan ini merupakan kajian kualitatif dengan pendekatan kajian pustaka untuk mengkaji dan menganalisa solusi terhadap permasalahan yang dibahas. Tulisan ini hadir untuk mengkaji bentuk perlindungan terhadap penyalahgunaan narkoba yang dilakukan oleh anak. Hal ini penting karena anak merupakan salah satu komponen masyarakat yang harus dilindung, dan mereka merupakan korban akibat dari interaksi sosial, terutama keluarga dan lingkungan sehingga mereka tenggelam dalam penyalahgunaan narkoba sebagai pelarian. Harus adanya keseimbangan antara perlindungan terhadap anak dan langkah pertanggungjawaban kejahatan. Maka, rehabilitasi merupakan solusi utama sebagai bentuk perlindungan dan pertanggungjawaban atas apa yang mereka lakukan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Mestika, Hana Fairuz. "Perlindungan Hukum Pada Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga di Indonesia." Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal 2, no. 1 (2022): 118–30. http://dx.doi.org/10.15294/ipmhi.v2i1.53743.

Full text
Abstract:
Kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia cukup mengkhawatirkan. Banyak kasus kekerasan terhadap perempuan terjadi di lingkungan domestik (rumah tangga). Padahal, ada banyak aturan hukum yang mengatur mengenai perlindungan hak-hak perempuan namun implementasinya di lapangan masih menemui banyak tantangan. Penelitian ini merupakan kajian kriminologi dan viktimologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum pada perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di Indonesia. Penelitian ini menggunakan berbagai aturan hukum sebagai analisis data.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Ahmad, Gelar Ali. "MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI), SENGKETA AGRARIA DAN VIKTIMOLOGI : STUDI KASUS PEMBANGUNAN NEW YOGYAKARTA INTERNATIONAL AIRPORT (NYIA)." Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 6, no. 1 (2018): 12. http://dx.doi.org/10.25157/jigj.v6i1.1237.

Full text
Abstract:
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) merupakan strategi pembangunan ekonomi Indonesia, dengan sebuah target akan mapannya perekonomian bangsa. Hal ini merupakan konsekuensi negara dunia ketiga termasuk Indonesia yang terlibat dalam dinamika pasar bebas. Disisi lain MP3EI sangat kental penghambaannya terhadap kapitalisme, dan dalam praktiknya banyak menimbulkan masalah, khususnya masalah lahan dan para petani pemilik lahan. Salah satu kasus yang diangkat dalam tulisan ini adalah pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta yang dikaji dari perspektif viktimologi dan penulis membahas permasalahan ini dengan menggunakan parameter hasil Kongres PBB ke VIII di Havana, Kuba yang menyatakan bahwa pembangunan itu bisa bersifat kriminogen dan viktimogen. Dari pembahasan yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pembangunan NYIA memenuhi ketegori pembangunan yang bersifat kriminogen dan viktimogen. Pembangunan NYIA telah terjadi cacat administrasi yang berhubungan dengan AMDAL sehingga termasuk pembangunan yang tidak direncanakan secara rasional atau direncanakan secara timpang, tidakmemadai/tidak seimbang. Pembangunan NYIA juga melanggar Hak Asasi Manusia ditambah lagi peraturan yang berkaitan dengan pembangunan ini tidak memadai dalam melindungi kesejahteraan masyarakat atas nama pembangunan, maka pembangunan NYIA tersebut merupakan pembangunan yang mengabaikan nilai-nilai kultural dan moral dan tidak mencakup strategi perlindungan masyarakat yang menyeluruh/integral.Kata Kunci : Pembangunan, Viktimologi, Administrasi, Hak Asasi Manusia
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Ni Komang Ayu Triana Dewi, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, and I. Made Minggu Widyantara. "Kajian Viktimologi terhadap Perlindungan Korban Balas Dendam Pornografi (Revenge Porn)." Jurnal Konstruksi Hukum 3, no. 1 (2022): 217–21. http://dx.doi.org/10.22225/jkh.3.1.4465.217-221.

Full text
Abstract:
Indonesia salah satu negara hukum berdasarkan pancasila. Manusia sebagai subjek hukum adalah makhluk sosial yang diharuskan untuk tunduk akan hukum. Saat ini, semua hal didominasi sang teknologi termasuk internet. Kehadiran internet, manusia menjadi lebih simpel berkomunikasi satu dengan yang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan mengenai viktimologi terhadap korban kejahatan balas dendam pornografi revenge porn dan menelaah perlindungan hukum terhadap korban balas dendam pornografi revenge porn. Penelitian ini didesain menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan Perundang-undangan dan konseptual. Sumber data ada dua yaitu data primer dan sekunder yang diperoleh dengan cara inventaris. Selanjutnya data dianalsisi secara interpretasi hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaturan mengenai perlindungan korban kejahatan balas dendam pornografi mengacu pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada Pasal 282 Ayat (1) dan (2) selanjutnya, Pasal 4 Ayat (1) UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Pasal 6 UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi serta, Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku balas dendam pornografi, walaupun belum adanya pengaturan hukum secara spesifik. Perlindungan hukum terhadap diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Korban menyebutkan bahwa bentuk-bentuk perlindungan hukum bagi korban dapat berupa mengganti rugi, restitusi, memberikan kompensasi, adanya bantuan tenaga medis, serta bantuan hukum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Erdatimulia, Novita, Rachma Sofi Lestari, and Noerma Kurnia Fajarwati. "VIKTIMOLOGI MODEL PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM PIDANA BULLYING DI LINGKUNGAN SEKOLAH." Bureaucracy Journal : Indonesia Journal of Law and Social-Political Governance 2, no. 1 (2022): 291–302. http://dx.doi.org/10.53363/bureau.v2i1.120.

Full text
Abstract:
Bullying is one of the most common cases in children, especially in the school environment. The purpose of this study is to analyze the model of legal protection for children who are victims of bullying in schools according to the victimization approach. The research method uses a normative juridical approach which is analyzed qualitatively by reviewing the legal protection of victims of bullying based on Law Number 35 of 2014 concerning Child Protection. The results of this study conclude that legal protection for children who are victims of bullying in the school environment can be carried out with the procedural rights model and the services model. The procedural rights model for children emphasizes the importance of the victim's activity in the criminal justice process to assist the public prosecutor in the case examination process. While in the service model, children who are victims of bullying at school are also entitled to compensation for the bullying, both physical and psychological, because the psychological impact experienced by victims can trigger feelings of trauma in children so that children who become victims of bullying tend to isolate themselves from their environment, even to depression and suicide
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Meliala, Adrianus. "DUKUNGAN BUDAYA TERHADAP KONDISI VIKTIMISASI ANGGOTA MASYARAKAT PENDUKUNG BUDAYA." Jurnal Hukum & Pembangunan 33, no. 4 (2017): 503. http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol33.no4.1421.

Full text
Abstract:
Mengungkap kedalam wahana yang tidak konvensional dari viktimologi. yakni terjadi viktimisasi struktural. Dalam wahana ini, viktimisasi tidak pertama-tama terjadi berkaitan dengan situasi atau perbuatan individual, tetapi telah berawal dari fakta bahwa seseorang adalah, sebagai contoh, wanita atau seorang keturunan Tionghoa atau seorang Kristen atau seorang pegawai negeri dan seterusnya. Proses viktimisasi ini dalam skala besar bisa dikenal dalam bentukmarjinalisasi peran, diskriminasi dalam kesempatan dan pemanfaatan peluang, eksploitasi atas hak dan kewajiban sekelompok masyarakat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Sudiyawati, Ni Putu Lina, and I. Ketut Mertha. "KEJAHATAN SIBER (CYBERCRIME) DALAM KONTEKS KEKERASAN SEKSUAL BERBASIS GENDER ONLINE DI INDONESIA." Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 10, no. 4 (2022): 850. http://dx.doi.org/10.24843/ks.2022.v10.i04.p11.

Full text
Abstract:
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah memberikan banyak pengaruh salah satunya adalah peluang untuk terjadinya kejahatan siber semakin luas, berbagai macam ancaman kejahatan siber terus bermunculan dan ini merupakan tantangan bagi masyarakat pengguna teknologi informasi dan komunikasi, terkhususnya kejahatan siber yang menyerang perempuan. Pada sisinya yang lain, masih belum jelasnya pengaturan terkhususnya Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE), terkait frasa “konten melanggar kesusilaan” dalam penegakan hukum terkait tindak pidana kesusilaan di dunia maya menjadi tantangan tersendiri bagi para penegak hukum dalam menghadapi perkembangan kejahatan siber terkhususnya “tindak pidana kesusilaan”. Berdasarkan latar belakang tersebut, menarik untuk dikaji mengenai Bagaimanakah kajian viktimologi perempuan sebagai korban kekerasan seksual berbasis gender online di Indonesia?. Hasil penelitian menunjukan bahwa, aturan mengenai cybercrime saat ini menginduk pada UUITE. Namun, sayangnya pola penindakannya masih belum maksimal dan seringkali terkesan dipaksakan dikarenakan masih belum jelasnya pengaturan dalam UUITE. Kajian viktimologi perempuan sebagai korban kekerasan seksual berbasis gender online di Indonesia, menggambarkan bahwa telah terjadi perubahan secara structural atau yang dikenal dengan istilah perubahan social yang muncul dikarenakan adanya kemajuan teknologi, yang merupakan faktor yang mempengaruhi aktifitas sehari-hari, yang pada akhirnya meningkatkan resiko viktimisasi kriminal terhadap perempuan secara online. 
 
 Kata Kunci : Kejahatan Siber, Viktimisasi Kriminal, Perempuan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Saputera, Wisnu Adi. "Analisis Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pelecehan Seksual di Lingkungan Militer." Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal 2, no. 1 (2022): 131–42. http://dx.doi.org/10.15294/ipmhi.v2i1.53742.

Full text
Abstract:
Tindak pidana pelecahan seksual kian hari kian bertambah dan berkembang dengan berbagai motifnya. Tindak pidana ini pun banyak terjadi di banyak sektor, tidak hanya di sektor ketenagakerjaan dan pendidikan, namun juga di sektor-sektor militer. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kasus pelecahan seksual di lingkungan militer dan penegakan hukumnya. Tulisan ini merupakan hasil kajian dalam studi kriminologi dan viktimologi. Penelitian ini menemukan bahwa penegakan hukum terkait pelecehan seksual di lingkungan militer masih menghadapi berbagai kendala, salah satunya mengenai transparansi proses hukum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Natalia, Lasma. "ASPEK VIKTIMOLOGI DALAM PENYUSUNAN SURAT DAKWAAN PADA PENANGANAN KASUS KEKERASAN SEKSUAL." Jurnal Bina Mulia Hukum 3, no. 1 (2018): 1–12. http://dx.doi.org/10.23920/jbmh.v3n1.6.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Novarizal, Riky. "TINJAUAN VIKTIMOLOGI PADA ANAK KORBAN PROSTITUSI (STUDI KASUS “X” DI PEKANBARU)." SISI LAIN REALITA 4, no. 2 (2020): 76–91. http://dx.doi.org/10.25299/sisilainrealita.2019.vol4(2).4828.

Full text
Abstract:
Child prostitution is an act of obtaining or offering a child's sexual services by a person or to another person in return for money or other remuneration. Trafficking of children for sexual purposes or prostitution is a violation of human rights and is one of the worst forms of child exploitation due to its exploitative nature, both in the process of withdrawing children into prostitution and in their work and impacting the physical, mental and moral development of children, because exploited children are vulnerable to physical, psychological, sexual abuse. Through qualitative research methods by conducting in-depth interviews it can be concluded that, the tendency of perpetrators to choose girls as victims is due to the vulnerability of girls caused by age, physical condition, weak mental condition. The victim's vulnerability makes them more accessible to the perpetrator. The perpetrators can approach the victim in various places ranging from the public space, with various methods, such as lure prize money. The child as a prostitute victim also plays a role in the prostitution of this child, because the crime committed is actually used by the victim or child to get a big advantage and the cooperation between the victim is the child and the perpetrator is pimps due to the provocation or encouragement of the child so that the pimp acting and taking the role of prostitution in children.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Angkasa, Angkasa, and Rili Windiasih. "CYBERCRIME DI ERA INDUSTRI 4.0 DAN MASYARAKAT 5.0 DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI." JOURNAL JUSTICIABELEN (JJ) 2, no. 2 (2022): 104. http://dx.doi.org/10.35194/jj.v2i2.2113.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Era Industri 4.0 dan Masyarakat 5.0 mempunyai karakteristik yang berbeda dan berdampak pula bagi jenis viktimisiasi khususnya akibat cybercrime. Hal ini berkorelasi dengan karakter pada era tersebut antara lain digitalisasi, rekayasa intelegensia dan internet of thing, Melalui penelitian kepustakaan dapat dijelasakan bahwa dalam perspektif viktimologi korban atas cybercrime. Korban cybercrime mengalami berupa kerugian materi, akibat psikologis akibat fisik dan akibat sosial. Viktimisasi cybercrime dapat dijelaskan dengan The Lifestyle-Routine Activities Theory (L-RAT). Perlindungan hukum korban cybercrime mendasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Atas Perubahan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dapat dikatakan tidak terdapat perlindungan hukum secara signifikan dapat dirasakan oleh para korbannya Seharusnya terdapat sanksi berupa restitusi dan/atau pemberian kompensasi. Hal ini selaras dengan karakter masyarakat 5.0 yang lebih menghormati keberadaan manusia. ABSTRACTThe Industrial Era 4.0 and Society 5.0 have different characteristics and this has an impact on the types of victimization, especially those caused by cybercrime. This correlates with the characteristics of that era, including digitalization, intelligent engineering and the internet of things. Through library research, it can be explained from a victimological perspective that victims of cybercrime suffer losses in the form of material losses, psychological suffering, physical suffering and social suffering. Cybercrime victimization can be explained by the lifestyle-routine activities theory (L-RAT). The legal protection of cybercrime victims is based on Law Number 19 of 2016 on Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions and it can be said that there is no significant legal protection that can be felt by the victims. There should be sanctions in the form of restitution and/or compensation. This corresponds to the nature of society 5.0 which is more respectful of human existence.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Adhyaksa, Satriatama. "TINJAUAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI OBJEK KAJIAN VIKTIMOLOGI DALAM KEJAHATAN PROSTITUSI." Syiar Hukum : Jurnal Ilmu Hukum 15, no. 2 (2018): 109–22. http://dx.doi.org/10.29313/sh.v15i2.1267.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Sari, Widya Cindy Kirana. "Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Kejahatan Eksploitasi Seksual." Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal 2, no. 1 (2022): 61–72. http://dx.doi.org/10.15294/ipmhi.v2i1.53747.

Full text
Abstract:
Anak menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap pelanggaran hak-haknya dan menjadi korban kejahatan termausk kekerasan seksual. Anak juga seringkali mendaoatkan perlakuan tidak wajar melalui eksploitasi di berbagai sektor. Studi ini bertujuan untuk menganalisis mengenai perlindungan anak sebagai korban kejahatan ekspolitasi seksual di Indonesia. Studi ini menggunakan pendekatan studi kriminologi dan viktimologi. Studi ini menemukan bahwa perlindungan hukum bagi anak telah diatur mulai dari Undang-Undang Hak Asasi Manusia, Undang-Undang Perlindungan Anak, hingga Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun demikian, pada tataran implementasi, semua aturan hukum tersebut banyak menghadapi tantangan, salah satunya ketidakterbukaan informasi mengenai kasus yang ada.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Ni Luh Winda Sriwahyuni, Andi Purnawati, and Irmaway Ambo. "Analisis Viktimologi terhadap Kekerasan dalam Rumah Tangga di Wilayah Hukum Polres Palu." Jurnal Kolaboratif Sains 4, no. 4 (2021): 185–92. http://dx.doi.org/10.56338/jks.v4i4.1820.

Full text
Abstract:
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan pendekatan Penelitian secara Empiris. Penelitian ini bertujuan: (1) Untuk menganalisis bentuk perlindungan terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilaksanakan oleh Kepolisian Resor Palu (2) Untuk menganalisis kendala yang dihadapi oleh Kepolisian Resor Palu dalam memberikan perlindungan terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Hasil Penelitian ini adalah (1) Bentuk perlindungan terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang dilaksanakan oleh Kepolisian Resor Palu yaitu perlindungan dalam bentuk preventif dan perlindungan dalam bentuk represif terhadap pelaku KDRT, sebelum adanya UU KDRT kekerasan terhadap istri merupakan permasalahan privat yang sangat tabu untuk diketahui oleh orang lain, namun dengan adanya UU KDRT, kekerasan dalam rumah tangga tidak lagi menjadi masalah privat tetapi merupakan suatu tindak pidana. (2) Diabaikannya eksistensi korban (victim) dalam penyelesaian kasus KDRT berdasarkan hasil penelitian penulis diwilayah hukum Polres Palu, terjadi karena beberapa faktor, faktor substansi hukum, faktor budaya hukum dan factor dari korban KDRT sendiri. Adapun Saran Penelitian adalah (1) Perlu adanya sarana perlindungan terhadap korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga seperti Rumah sakit mengingat selama ini apabila korban mengalami trauma pada akhirnya harus kembali ke rumah sehingga menimbulkan ketakutan bagi korban. (2) Perlu dilakukan penyuluhan hukum terhadap masyarakat agar masyarakat menyadari bahwa KDRT apapun bentuknya merupakan suatu tindak pidana sehingga masyarakat khususnya para istri tidak takut untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya kepada pihak kepolisian.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Sugiyanto, Okamaisya. "Perempuan dan Revenge Porn: Konstruksi Sosial Terhadap Perempuan Indonesia dari Preskpektif Viktimologi." Jurnal Wanita dan Keluarga 2, no. 1 (2021): 22–31. http://dx.doi.org/10.22146/jwk.2240.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan salah satu Kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) yaitu revenge porn dengan melihat 3 aspek. Antara lain bagaimana peranan perempuan sebagai korban dalam terjadinya revenge porn, penyebab kriminalisasi korban dan upaya perlindungan terhadap korban. Pandemi Covid-19 memaksa orang-orang untuk tinggal di dunia maya. Peningkatan jumlah penggunaan teknologi internet tersebut selaras dengan peningkatan kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Komnas Perempuan mencatat terdapat 97 kasus kekerasan di dunia maya dimana 33% diantata kategori revenge porn. Metode yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi dokumentasi. Peneleti menggunakan teori viktimologi dan konstruksi sosial guna mengkaji permasalan yang ada. Ditinjau dari prespektif viktimologi perempuan dalam kasus revenge porn termasuk dalam latent victim. Selain itu tak jarang perempuan dalam kasus revenge porn kerap terkriminalisasi yang disebabkan oleh budaya patriarki yang mengakar kuat dalam masyarakat. Payung hukum yang ada pun juga tak jarang menyebabkan korban terkriminalisasi sehingga dibutuhkan payung hukum baru yang mampu melindungi korban.
 =====
 This study aims to describe one of the cases of online gender based violence (KBGO), namely revenge porn by looking at 3 aspects. Among other things, how is the role of women as victims in the occurrence of revenge porn, the causes of criminalization of victims and efforts to protect victims. The Covid-19 pandemic is forcing people to live in cyberspace. The increase in the use of internet technology is in line with the increase in cases of Online Gender Based Violence (KBGO). Komnas Perempuan noted that there were 97 cases of violence in cyberspace, of which 33% belonged to the revenge porn category. The method used is descriptive qualitative with data collection techniques of documentation studies. The researcher uses the theory of victimology and social construction to examine the existing problems. From the perspective of victimization, women in the case of revenge porn are included in the latent victim. In addition, it is not uncommon for women in revenge porn cases to be criminalized due to the patriarchal culture that is deeply rooted in society. The existing legal regulation also often causes victims to be criminalized so that a new legal regulation is needed that is able to protect victims.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Hermawanti, Kori, Intan Nuraini Sopiyanti, Hanifah Zakiyatun Nufus, and Kuswandi Kuswandi. "Perlindungan Hukum Terhadap Investor pada Investasi Illegal Secara Online dalam Perspektif Viktimologi." Ajudikasi : Jurnal Ilmu Hukum 6, no. 2 (2022): 233–48. http://dx.doi.org/10.30656/ajudikasi.v6i2.4687.

Full text
Abstract:
In general, Indonesians are still fairly unfamiliar with online investment, including online investment platforms and current rapid technological developments. This is the capital for perpetrators of illegal investment fraud online to commit their crimes. Often the illegal investment crime ends up being a case of fraud, even the victim's funds are difficult to return. This research is intended to find out about the statutory policies in handling criminal cases of illegal investment fraud online, and steps in suppressing cases of illegal investment fraud so as to create legal protection for investors. The method used in this study is normative juridical by combining various literature related to illegal online investment in Indonesia. Research shows that the legal protection of investors in illegal online investments has met the formulation contained in Articles 1 and 2 of the ITE Law. However, not all provisions stipulated in the ITE Law are related to online investment fraud. Only one clause in article 28 paragraph (1) contains acts as stipulated in article 378 of the Criminal Code on fraud. Although the elements in Article 378 of the Criminal Code are fully fulfilled, there is an element of online fraud. Until now, electronic media has not been known in the Criminal Code and the Criminal Code
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Rumiyati, Rini. "Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Pemerkosaan oleh Anak (Studi Kasus Perkara Nomor 138/Pid.Sus/2020/PN.Pti)." Ikatan Penulis Mahasiswa Hukum Indonesia Law Journal 1, no. 2 (2021): 194–205. http://dx.doi.org/10.15294/ipmhi.v1i2.53749.

Full text
Abstract:
Anak sebagai pelaku kejahatan memang dikenal dalam sistem hukum pidana di Indonesia, bahkan dalam beberapa liteatur juga disebut sebagai juvenile delinquency. Namun, proses pemidanaan terhadap anak memiliki prosedur dan karakter yang berbeda dengan pemidanaan terhadap orang dewasa. Pengaturan mengenai pemidanaan anak diatur dalam Hukum Pidana Anak termasuk proses acara hukum pidananya. Namun, bagaimana jika anak sebagai pelaku pemerkosaan yang korbannya juga merupakan anak? Studi ini menganalisis kasus perkara Nomor 138/Pid.Sus/2020/PN.Pti. Studi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dimana kajian atas putusan didasarkan pada berbagai literatur hukum yang terkait. Studi ini juga menggunakan pendekatan kriminologi dan viktimologi sebagai dukungan dalam analisis kasus tersebut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Angkasa, Angkasa, Rili Windiasih, and Ogiandhafiz Juanda. "EFEKTIVITAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENGHAPUSAN KEKERASAN SEKSUAL SEBAGAI HUKUM POSITIF DALAM PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI." JURNAL USM LAW REVIEW 4, no. 1 (2021): 117. http://dx.doi.org/10.26623/julr.v4i1.2696.

Full text
Abstract:
<p>Penelitian ini bertujuan untuk mereview Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUUPKS) dalam perspektif Viktimologi dengan titik berat pada perlindungan hukum dan perhatian hukum terhadap korban akibat kekerasan seksual. Kajian ini dilakukan dengan melalui <em>library research</em> dengan sumber data sekunder berupa RUU PKS dan bahan referensi terkait. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa RUU PKS sangat berorientasi terhadap korban. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya hak-hak korban maupun keluarga korban serta perhatian hukum terhadap korban. Hak-hak korban dinyatakan secara tegas pada Pasal 22 hingga Pasal 31 RUU PKS. Perhatian Hukum terhadap korban terdapat dalam konsidertan hingga pasal demi pasal dengan adanya regulasi yang mewajibkan serta melarang aparat penegak hukum yang meliputi penyidik, jaksa penuntut umum hingga hakim. Selain itu juga terdapat aturan tentang pasrtisipasi masyarakat untuk ikut serta mencegah terjadinya kekerasan seksual hingga melakukan bantuan secara sosial terhadap korban kekerasan seksual. Namun demikian RUU PKS diprediksi sangat berat untuk dapat efektif mencapai tujuan dikarenakan besarnya dana yang dubutuhkan dalam rangka untuk membentuk Pusat Pelayanan Terpadu beserta pelaksanaan tugasnya. Untuk itu maka komitmen pemerintah dalam penyediaan dana untuk mendukung sepenuhnya maksud dibuat nya UU PKS menjadi sangat urgen.<strong></strong></p><p> </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Setyowati, Dewi. "PENDEKATAN VIKTIMOLOGI KONSEP RESTORATIVE JUSTICE ATAS PENETAPAN SANKSI DAN MANFAATNYA BAGI KORBAN KEJAHATAN LINGKUNGAN." Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) 5, no. 2 (2019): 49. http://dx.doi.org/10.23887/jkh.v5i2.18312.

Full text
Abstract:
Pusat perhatian keadilan restoratif adalah pemberdayaan, partisipasi dan penyembuhan korban kejahatan. Sampai saat ini, keadilan restoratif hanya digunakan untuk kejahatan yang sifatnya konvensional atau kejahatan ringan. Namun jarang, digunakan untuk kejahatan lingkungan. Padahal pendekatan dan manfaat dari restorative justicememiliki potensi untuk lebih sering digunakan dalam menangani kejahatan lingkungan. Dalam masalah ini, penyelesaian sengketa lingkungan hidup maupun penegakan hukum pidana bukan prioritas pertama. Prioritas pertama adalah penanggulangan dan pemulihan. Jika pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) ingin berupaya maksimal menangani masalah ini, penting memikirkan strategi penempatan upaya penegakan hukum agar sinkron dengan penanggulangan dan pemulihan. Pemanfaatan konsep restorative justicedengan menguraikan manfaat penerapannya terhadap penyelesaian kejahatan lingkungan. Mengidentifikasi korban kejahatan lingkungan dan cara mereka mampu berpartisipasi dalam proses restoratif. Secara khusus, memperhatikan ide-ide masyarakat yang lebih luas, keberlangsungan generasi masa depan dan lingkungan hidup yang lebih baik. Artikel ini mengeksplorasi jenis-jenis hasil keadilan restoratif yang tersedia, termasuk reparasi, restitusi dan kompensasi atas terjadinya kerusakan lingkungan. Dengan menerapkan proses restoratif terhadap kejahatan lingkungan, restorative justice dapat bersifat transformatif bagi korban, pelaku, masyarakat, lingkungan dan sistem peradilan pidana sehingga memungkinkan hasil yang lebih adil untuk kasus kejahatan lingkungan.Kata Kunci : sanksi, viktimologi, restorative justice, lingkungan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Alam, Dippo. "DAMPAK TINDAK PIDANA CYBERBULLYING TERHADAP KORBAN DAN PELAKU DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI DAN KRIMINOLOGI." SUPREMASI HUKUM 18, no. 01 (2022): 11–23. http://dx.doi.org/10.33592/jsh.v18i01.1903.

Full text
Abstract:
In Indonesia, almost everyone has a gadget or more specifically, a smart cellular phone that is connected to the internet network very easily. Cyberbullying is a way of bullying that involves sophisticated digital technology, which almost always uses the internet as a tool. Cyberbullying is characterized by aggressive behavior carried out by a person or several people using electronic media services including the internet, which is carried out continuously, where the target victim is someone who is considered weak or unable to fight back. The forms of cyberbullying are usually in the form of ridicule, insults, threats or intimidation. The perpetrators of cyberbullying have the motivation to take these actions in the form of anger and revenge, frustration, wanting to be the center of attention of the surrounding environment, mere entertainment, or even just joking with the victim. Victims of cyberbullying often experience a number of psychological problems to even think of committing suicide. The problems that arise are how severe the cyberbullying behavior is in damaging the victim's psychology and/or physical appearance from the perspective of victimology and how to mitigate cyberbullying and take action against the perpetrators from a criminological perspective. The author conducted a qualitative research in which this research is descriptive analytical. Victims of cyberbullying have committed suicide. If it turns out that cyberbullying is felt to be very worrying, then what needs to be done is to capture a screen display containing bullying carried out on social media, be it via a smartphone or computer, then report it to the police. Victims of cyberbullying should receive treatment from professionals such as psychologists, psychiatrists, even the police and the Witness and Victim Protection Agency. The author recommends appropriate punishment for perpetrators who openly cyberbullying in accordance with the ITE Law, because some of them do not regret and even enjoy their actions. Keywords: Cyberbullying, criminology, victimology
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Juliantara, Dandi, Haris Thofly, and Nu'man Aunuh. "Analisis Viktimologis Pelecehan Seksual Verbal di Wilayah Hukum Kota Malang (Studi di Polresta Kota Malang)." Indonesia Law Reform Journal 1, no. 3 (2021): 442–53. http://dx.doi.org/10.22219/ilrej.v1i3.17754.

Full text
Abstract:
Verbal sexual abuse in the form of body comments, whistles, kisses, flirting, racist comments, and gestures that lead to sexual context. There are many cases of verbal sexual abuse that occur in the jurisdiction, especially in Malang City. Data owned by the authors based on interviews and questionnaires to 19 respondents 73.7% of whom had experienced verbal sexual abuse in Malang City. The incident took place on public roads, coffee shops, and work environments. This research is a sociological juridical study with primary data (interview and kuseioner), secondary data (scientific articles or scientific works and laws and regulations). The results of this study show that, victims of verbal sexual abuse in the jurisdiction of Malang City who suffered psychological losses have not been entitled to legal protection against themselves, broadly explained in the Witness and Victim Protection Act and the Human Rights Act which explains that victims are entitled to personal protection, security and comfort in the jurisdiction of Malang City. The constraints of the Malang City Police are related to the substance of the law that has not specifically regulated verbal sexual abuse, but law enforcement officials have tried to provide preventive and repressive efforts to prevent verbal or non-verbal sexual abuse. Keywords: Sexual Harassment; Protection; Victim. Abstrak Pelecehan seksual verbal dalam bentuk komentar atas tubuh, siulan, suara kecupan, main mata, komentar rasis, dan gestur tubuh yang mengarah pada konteks seksual. Terdapat banyak kasus-kasus pelecehan seksual secara verbal yang terjadi di wilayah hukum khususnya di Kota Malang. Data yang dimiliki penulis berdasarkan wawancara dan kuesioner terhadap 19 responden 73,7% diantaranya pernah mengalami pelecehan seksual verbal di Kota Malang. Kejadian tersebut terjadi di jalan umum, kedai kopi, dan lingkungan pekerjaan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis sosiologis dengan data primer (wawancara dan kuseioner), data sekunder (artikel ilmiah atau karya ilmiah dan peraturan perundang-undangan). Hasil penelitian ini menujukkan bahwa, Korban pelecehan seksual secara verbal di wilayah hukum Kota Malang yang mengalami kerugian secara psikis belum mendapatkan haknya berupa perlindungan hukum terhadap dirinya, secara garis besar dijelaskan dalam Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban serta Undang-Undang Hak Asasi Manusia yang menjelaskan bahwa korban berhak mendapatkan perlindungan pribadi, rasa aman dan kenyaman di wilayah hukum mengatur pelecehan seksual secara verbal, namun aparat penegak hukum telah berupaya memberikan upaya preventif dan represif guna mencegah pelecehan seksual verbal atau non verbal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Cuesta, José Luis de la. "Antonio Beristain: Strafrechtler, Kriminologe, Viktimologe, 4. April 1924 – 29. Dezember 2009. Ein beispielhafter akademischer Lehrer." Monatsschrift für Kriminologie und Strafrechtsreform 94, no. 1 (2011): 1–3. http://dx.doi.org/10.1515/mks-2011-940101.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Arief, Moh Zainol. "TANGGUNG JAWAB PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PERAMPASAN HARTA BENDA SESEORANG (BEGAL)." Jurnal Jendela Hukum 7, no. 1 (2021): 1–10. http://dx.doi.org/10.24929/fh.v7i1.1562.

Full text
Abstract:
Kejahatan perampasan harta benda merupakan suatu perbuatan melawan hukum yang sering terjadi dan sangat menimbulkan keresahan di dalam kehidupan bermasyarakat. Tindak kejahatan bisa dilakukan secara tidak sadar, yaitu difikirkan, direncanakan dan diarahkan pada satu maksud tertentu secara sadar benar, namun bisa juga dilakukan secara setengah sadar; misalnya didorong oleh impuls-impuls yang hebat, didera oleh dorongan-dorongan paksaan yang sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan oleh obsesi-obsesi. Untuk menemukan akar masalah dan penanggulangan masalah tersebut, perlu adanya pengkajian secara komprehensif dengan menggunakan pendekatan secara kriminologi dan viktimologi. Tujuan dalam penelitian ini, yaitu : pertama, untuk mengkaji dan menganalisa terhadap korban akibat kejahatan tindak pidana perampasan harta benda dan kedua, untuk mengkaji dan menganalisa sanksi terhadap pelaku tindak pidana perampasan harta benda seseorang. Metode pendekatan masalah yang digunakan oleh peneliti dengan cara menggunakan yuridis normatif dimana mengkaji peraturan perundang-undangan mengenai tanggung jawab pidana terhadap pelaku tindak pidana perampasan harta benda seseorang (begal).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Yohanis Sudiman Bahkti and Roida Hutabalian. "Pembegalan Ditinjau Dari Perspektif Kriminologis Di Wilayah Hukum Polres Jayapura." Jurnal Ius Publicum 3, no. 3 (2021): 11–23. http://dx.doi.org/10.55551/jip.v3i3.20.

Full text
Abstract:
Penelitian dengan judul Pembegalan yang ditinjau dari perspektif kriminologis diwilayah Hukum Polres Jayapura dengan menggunakan metode deskriptif analitis yakniberusaha mendeskripsikan dan menganalisis mengenai pelaksanaan Undang-Undang Nomor2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia oleh aparat kepolisian di daerah.Atas permasalahan yang terjadi terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinyakejahatan begal di Polres Jayapura dalam perspektif kriminologi adalah fakor ekonomi,lingkungan sosial pelaku, tempat kejadian perkara yang memungkinkan, peniruan kejahatanbegal di wilayah lain (termasuk peran media), dan masih adanya penadah. Adapun dalamperspektif viktimologi adalah faktor perilaku korban, kelemahan biologis dan psikologiskorban, dan situasi. Adapun Penanggulangan kejahatan begal yang telah dilakukan di PolresJayapura cukup komprehensif yakni penanggulangan secara preemtif, preventif dan repersif.Namun demkian, masih belum efektif di mana terdapat beberapa hambatan dalampelaksanaannya, antara lain wilayah luas, pelaku lintas daerah, korban tidak melapor ataukurang cepat melapor, masyarakat kurang responsif dan kooperatif dalam memberikanketerangan, tidak memberikan keterangan seutuhnya dan takut dijadikan saksi, kurang saranaIT, personil di Polsek kurang; instansi lain kurang kooperatif. Kata kunci: Pembegalan, Kriminologis, Hukum
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Sibarani, Sabungan. "PROBLEMATIKA TERHADAP KESALAHAN PENANGKAPAN TERSANGKA (ERROR IN PERSONA) PADA KASUS HASAN BASRI." Law Review 18, no. 2 (2019): 203. http://dx.doi.org/10.19166/lr.v18i2.1318.

Full text
Abstract:
<p>Problematika terhadap kesalahan penangkapan tersangka (error in persona) adalah sebuah kekeliruan besar dan merupakan suatu bentuk pelangaran Hak Asasi Manusia (HAM) dan viktimologi menjadi usaha untuk menghadapi dan menanggulangi masalah kejahatan dalam berbagai bidang kehidupan di dunia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui problematika terhadap kesalahan penangkapan tersangka (error in persona) pada kasus Hasan Basri. Permasalahannya yang dihadapi adalah bagaimaan akibat hukum terhadap kesalahan penangkapan tersangka (error in persona) pada kasus Hasan Basri. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode penelitian hukum normatif. Metode hukum normatif adalah metode penelitian yang menggunakan bahan kepustakaan untuk membahas permasalahan hukum yang ada. Hendaknya dalam melakukan suatu penangkapan, penyidik harus benar-benar memperhatikan ketentuan aturan hukum acara. Selain itu sanksi bagi penyidik yang melakukan salah tangkap yang terlibat paling tidak berupa sanksi moral maupun sanksi disipliner dan seharusanya penerapan sanksi pidana menjadi pembelajaran untuk meningkatkan kinerja POLRI agar lebih professional dan menjunjung keadilan.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Zubaidah, Zubaidah, and Suryawan Raharjo. "PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN DENGAN KORBAN ANAK DIBAWAH UMUR DITINJAU DARI PERSPEKTIF VIKTIMOLOGI (Studi Kasus di Wilayah Hukum Polres Magelang)." Kajian Hasil Penelitian Hukum 5, no. 2 (2022): 16. http://dx.doi.org/10.37159/jmih.v5i2.1711.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Dermawan, Ari. "Perlindungan Hukum Oleh DP2KBP3A Kab. Asahan Terhadap Korban Perempuan Yang Diperdagangkan di Kabupaten Asahan." Jurnal Hukum Non Diskriminatif (JHND) 1, no. 1 (2022): 1–6. http://dx.doi.org/10.56854/jhdn.v1i1.39.

Full text
Abstract:
Perdagangan orang, atau istilah human trafficking adalah merupakan sebuah kejahatan yang sangat sulit diberantas dan disebut-sebut oleh masyarakat Internasional sebagai bentuk perbudakan modern yang tentunya melanggar hak asasi manusia. Oleh sebab itu diperlukan suatu perlindungan hukum terhadap korban perdagangan orang sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang dinyatakan bahwa Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahkluk Tuhan Yang maha Esa. Sehingga penelitian ini mengangkat permasalahan tentang bagaimana perlindungan hukum didalam peraturan perundang-undangan terhadap perempuan korban perdagangan orang, bagaimana penyebab terjadinya korban perdagangan orang terhadap perempuan, serta bagaimana bentuk kebijakan perlindungan hukum oleh DP2KBP3A Kab. Asahan terhadap perempuan korban perdagangan orang. Metode yang dipakai dalam penelitian ini dengan memakai metode Penelitian hukum normatif dengan pendekatan sosiologis yaitu menganalisis penerapan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan orang yang menyangkut penegakan hukum terhadap pelaku dan perlindungan bagi korban perdagangan orang. Bentuk-bentuk atau model perlindungan terhadap perempuan korban tindak pidana perdagangan orang, yaitu Pemberian Restitusi dan Kompensasi, Layanan Konseling dan Pelayanan/Bantuan Medis, Bantuan Hukum, dan Pemberian Informasi. Hambatan ditemui berdasarkan perspektif viktimologi bahwa desain hukum pidana masih belum berorientasi kepada perlindungan korban tindak pidana perdagangan orang tetapi masih untuk kepentingan pelaku sebagaimana Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Pratama, Reza Wahyu, and Riky Pribadi. "PERSPEKTIF KRIMINOLOGI DAN VIKTIMOLOGI TERHADAP KASUS TINDAK PIDANA PEDOFILIA MENURUT PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK." Journal Presumption of Law 3, no. 2 (2021): 181–205. http://dx.doi.org/10.31949/jpl.v3i2.1507.

Full text
Abstract:
Tindak pidana pedofilia seringkali terjadi di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari berbagai media massa. Namun demikian kasus tersebut hanya sebagian yang dapat terungkap dan diselesaikan melalui jalur hukum. Pedofilia adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam hal seksual, karena adanya kepuasan ketika melakukan hubungan seksual tersebut dengan anak-anak. Korban dari dari tindak pidana pedofilia adalah anak, dimana anak yang merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijaga dan dilindungi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perlindungan Anak, Dihubungkan dengan Kriminologi dan Viktimologi. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan memahami bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana pedofilia dan untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tindak pidana pedofilia, serta untuk mengetahui dan memahami upaya perlindungan terhadap anak yang menjadi korban tidak pidana pedofilia. Dalam hal penulisan skripsi ini agar dapat mempermudah dalam proses penelitian, penulis menggunakan beberapa teori seperti Teori Negara Hukum, Teori Penegakan Hukum, Teori Perlindungan Hukum, dan Teori Kriminologi.
 Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah metode pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan atau penelitian hukum yang menggunakan sumber-sumber data primer, sekunder dan tersier seperti peraturan perundang-undangan, sejarah hukum, teori-teori hukum dan pendapat-pendapat sarjana hukum yang berhubungan.
 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa Penegakan hukum pidana terhadap pelaku tindak pidana pedofilia belum efektif, karena belum mampu memberikan efek jera terhadap pelaku pedofilia dan masih terdapat beberapa kendala dalam penegakan hukumnya, Kebijakan pemidanaan bagi pelaku pedofilia dalam hukum positif Indonesia pada dasarnya memiliki tujuan pemidanaan yakni untuk memperbaiki pribadi dan penjahat itu sendiri, untuk membuat orang menjadi jera, untuk membuat penjahat-penjahat tertentu menjadi tidak mampu untuk melakukan kejahatan lain. Faktor-faktor yang menyebabkan pedofilia adalah sebagai berikut : Hubungan keluarga yang tidak harmonis, riwayat sebagai korban kekerasan seksual saat masih berusia kanak-kanak, gangguan kepribadian antisosial, kecanduan obat-obatan, depresi, faktor genetic, faktor lingkungan, ketidak seimbangan hormon dan IQ yang rendah. Upaya yang dilakukan dalam perlindungan korban pedofilia adalah Koseling, Pelayanan atau Bantuan Medis dan Bantuan Hukum serta Pencegahan tehadap tindak pidana pedofilia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Wijaya, Enggal Prayoga. "Knowing Victims to Protect Them, A Book Review “Viktimologi: Perlindungan Korban dan Saksi” Bambang Waluyo, S.H., M.H., Sinar Grafika Jakarta, 2011, 320 pages, ISBN 978979074378." Journal of Indonesian Legal Studies 6, no. 2 (2021): 483–90. http://dx.doi.org/10.15294/jils.v6i2.36097.

Full text
Abstract:
Understanding Victim (victim) and logi (science), Latin "victima" victims of "logos" science. Means knowledge about victims of crime. In a criminal trial the parties that play a role are the public prosecutor, judge, defendant, and legal counsel and witnesses. The victim was represented by the public prosecutor and to corroborate the usual evidence he was made a witness (victim). Often the public prosecutor acts at will by not representing the interests of the victim and ignoring the victim's protection rights. The victim was ignored because: The problem of crime cannot be understood in proportion The problem is not based on the prevailing theory Understanding the problem is not seen from the human side
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Fajrin, Yaris Adhial, and Ach Faisol Triwijaya. "Perempuan dalam Prostitusi: Konstruksi Pelindungan Hukum Terhadap Perempuan Indonesia dari Perspektif Yuridis dan Viktimologi (Women in prostitution: Construction of Legal Protection Towards Indonesian Women from a Juridical and Victimitarian Perspective)." Negara Hukum: Membangun Hukum untuk Keadilan dan Kesejahteraan 10, no. 1 (2019): 67–88. http://dx.doi.org/10.22212/jnh.v10i1.1203.

Full text
Abstract:
The practice of prostitution involving women as the main perpetrator creates a negative stigma that sees women as guilty persons. Even though there are also women who are involved in the practice of prostitution due tocoercion. This condition creates a bias towards the position of the victim in the practice of prostitution. This paper is to examine the involvement of women in the practice of prostitution while also recognizing the position of women that are involved in the practice of prostitution. This research uses the normative juridical research method. Women in the prostitution network can be identified as victims due to both internal and external pressure.Women are perpetrators if involved without any pressure from other parties. Women are victims if they act as service providers, suffered, because of force by power from others, besides the relative requirements of women as victims of prostitution when involved in the practice of prostitution because they have been victims of sexual violence and make prostitution as livelihoods. Thus, it is hoped that legislators will soon be able to formulate limits on victims in the context of legal reform and just law enforcement. AbstrakPraktik prostitusi yang melibatkan perempuan sebagai aktor utama menimbulkan stigma negatif yang memandang perempuan sebagai insan yang bersalah. Padahal adapula perempuan yang terlibat dalam praktik prostitusi diakibatkan keterpaksaaan. Kondisi ini menimbulkan bias terhadap kedudukan korban dalam praktik prostitusi. Tulisan ini untuk mengkaji keterlibatan perempuan dalam praktik prostitusi sekaligus mengetahui kedudukan perempuan yang terlibat dalam praktik prostitusi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Perempuan dalam jaringan prostitusi dapat teridentifikasi sebagai korban akibat tekanan internal maupun eksternalnya. Perempuan sebagai pelaku apabila terlibat tanpa tekanan dari pihak di luar dirinya. Perempuan sebagai korban apabila bertindak sebagai pemberi jasa, menderita, karena dan daya paksa dari orang lain, selain itu syarat relatif perempuan sebagai korban dalam prostitusi manakala terlibat dalam praktik prostitusi karena pernah menjadi korban kekerasan seksual dan prostitusi sebagai mata pencaharian. Diharapkan pembentuk undang-undang segera mungkin untuk merumuskan mengenai batasan korban dalam rangka pembaharuan hukum dan penegakan hukum yang berkeadilan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography